ONTOLOGI sebagai hakikat ilmu pengetahua

HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Nursalim, M.Pd.I

Disusun Oleh :
1) Farchatus Sholihah

(1617402059)

2) Siswanto

(1617402083)

3) Tulis Krismiatun

(1617402085)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

1

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
TAHUN 2017/2018
PENDAHULUAN
Setiap manusia tentunya berakal, manusia yang berakal sehat tentu memiliki
pengetahuan, baik berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu objek.
Suatu pengetahuan dapat diperoleh karena adanya pengalaman atau melalui interaksi
antar manusia dengan manusia maupun manusia dengan lingkungannya. Ilmu
pengetahuan bertujuan memperoleh data secara rinci untuk menemukan suatu kebenaran
yang hakiki. Pengetahuan merupakan salah satu sumber utama peradaban suatu bangsa,
maju dan tidaknya suatu bangsa dapat dilihat dari perhatian bangsa tersebut terhadap
ilmu pengetahuan.
Hal ini telah dibuktikan diberbagai peradaban dunia dengan adanya pemikiranpemikiran hebat yang muncul dari tokoh-tokoh yang hidup pada masanya, sehingga
membuat bangsanya menjadi lebih maju dan berperadaban. Maka, pengetahuan
merupakan sesuatu yang sangat vital dan berpengaruh bagi kemajuan suatu bangsa di
dunia. Oleh karena itu pengetahuan harus mendapatkan perhatian dari masyarakat bangsa
itu sendiri sehingga dapat menjadikan bangsa yang memiliki kehidupan yang lebih baik,
lebih maju serta masyarakatnya yang berperadaban.
Filsafat adalah salah satu cabang kajian ilmu pengetahuan yang mempelajari ilmu

yang menciptakan tiga pokok pembahasan pengetahuan. Ketiga pokok pembahasan yang
dipelajari dalam filsafat ilmu ini antara lain teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan
(epistimologi), dan teori nilai (aksiologi). Sebagai salah satu disiplin ilmu, filsafat akan
selalu mengalami perubahan mengalami seiring dengan adanya dinamika dan
perkembangan ini sesuai dengan dinamika maupun masalah yang terjadi pada ilmu-ilmu
yang lainnya diluar dari filsafat. Perubahan ini disesuaikan seiring dan seirama dengan
perkembangan imu-ilmu yang lain untuk menghindari adanya perbedaan yang ada
didalam cabang-cabang ilmu pengetahuan yang biasanya mengalami percabangan.
Ontologi yang menjadi salah satu dari tiga pokok pembahasan dalam filsafat
merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno yang berasal dari Yunani.
Studi tersebut membahas tentang keberadaan sesuatu yang bersifat konkret, pokok
pembahsan ini menitikberatkan pada keberadaan yang bersifat konkret bukan hayalan
maupun imajinasi melainkan keberadaan suatu benda yang dapat dibuktikan adanya
melalui sebuah percobaan ataupun pengamatan. sehingga dalam ilmu ini hanya
mempelajari maupun mempercayai keberadaan suatu benda berdasarkan bukti realnya
ataupun kekonkretannya dan kenyataannya.
Di era milenium saat ini, ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat, ilmu
pengetahuan dapat diperoleh oleh seseorang dengan begitu mudah, hanya dengan
membuka google seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
yang diperoleh dari media sosial seperti google ini melalui perantara panca indra yang

dimiliki oleh manusia, panca indra tersebut berupa, mata dan telinga untuk mendengar.
Namun, ilmu pengetahuan yang diperoleh dari media sosial ini masih ilmu utuh dan
sangat mungkin belum diselidiki kebenarannya.
Menyelidiki kebenaran ilmu sangatlah diperlukan untuk dapat mendapatkan
kepastian dan kevalidan dari sebuah ilmu, untuk mencapai kebenaran dan kepastian ilmu
tersebut tidaklah cukup dengan melihatnya saja, namun sangat diperlukan dengan adanya
langkah-langkah atau metodologi yang runtut dan sistematis. Untuk dapat mencapai
langkah-langkah tersebut sangat diperlukan adanya ontologi yang turut membantu dalam
pencapaian ilmu yang sesungguhnya. Dengan adanya berbagai pengetahuan yang
2

bersumber dari pengalaman seseorang sangat berpotensi menjadi sebuah ilmu yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan dapat membantu banyak orang untuk dapat
memecahkan masalah yang ada saat ini. Karena dengan hadirnya pengetahuan yang
mentah dapat membuat banyak orang tersesat dalam lingkaran dan orang akan
mengambil keputusan berdasarkan pemikiran sendiri-sendiri. Banyak orang yang salah
dalam mengambil keputusan sehingga akan salah pula masyarakat dalam menerima ilmu
yang tidak dilandaskan pada hakekat ilmu yang sesungguhnya yang dapat diperoleh
melalui motodologi dan penelitian terlebih dahulu. Untuk memperoleh hakekat ilmu yang

sesungguhnya memerlukan berbagai komponen yang saling mendukung satu sama lain,
salah satunya adalah pengetahuan, panca indra dan sebagainya.
Ontologi yang merupakan hakikat dari sebuah ilmu mempunyai hubungan dengan
ilmu pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang nyata. Saat ini banyak ilmuilmu yang beredar namun untuk kebenarannya perlu dilakukan pembuktian karena bisa
saja ilmu tersebut masih utuh atau bisa dikatakan masih mentah. Oleh karena itu, ontologi
sebagai hakikat ilmu berfungsi untuk menyelidiki bagaimana keadaan sebuah ilmu
sampai ke akar-akarnya. Sehingga kemungkinan terjadi salah pengertian terhadap sebuah
ilmu dapat dihilangkan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berfungsi menjawab “apa” yang
menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan mengenai esensi
benda.1Ontologi yang dikenal sebagai hakekat ilmu atau wujud nyata dari ilmu
mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia yang berada di era millenium
seperti sekarang ini. Masa dimana masih banyak terjadi kebimbangan dalam
memecahkan suatu masalah yang rumit sekalipun. Oleh karena adanya realita-realita
yang ada sekarang sering kali menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah
masyarakat, ontologi ada untuk menengahi adanya masalah-masalah yang muncul.
Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya yang berisi
pembahasan ontologi tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh keingintahuan

seseorang, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang
“ada”.2Untuk dapat mengetahui teori maupun hakekat dari sebuah ilmu orang akan
melibatkan pikirannya untuk berpikir. Proses berpikir tersebut akan mengantar kita dari
tidak tahu menjadi tahu, dan ilmu yang dipelajari pada hakekatnya sudah ada hanya saja
diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahuinya.
Jika ditinjau dari segi etimologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu onto
yang artinya sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang
berarti kajian yang berisi tentang teori yang dibicarakan. Jadi ontologi merupakan studi
atau teori yang membahas sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Secara terminologis
ontologi diartikan sebagai metafisika umum, yaitu cabang dari filsafat yang membahas
tentang sifat dasar dari kenyataan yang terdalam, membahas asas-asas rasional dari
kenyataan.3Ontologi membahas objek-objeknya secara mendalam sampai pada
hakikatnya. Inilah sebabnya ontologi disebut sebagai teori hakikat.
Pembahasan ilmu yang ada pada ontologi dibahas sampai ke akar-akarnya karena
ontologi adalah salah satu cabang filsafat, dan filsafat itu sendiri adalah berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh hingga diperoleh ilmu yang sesungguhnya. Dalam
1 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 132.
2 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm. 5.
3 Heri Santoso & Listiyono Santoso, Filsafat Ilmu Sosial Ikhtiar Awal Pribumisasi Ilmu-ilmu Sosial, (Yogyakarta:
Gama Media, 2003), hlm. 69.


3

persoalan ontologi orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama,
kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani
(kejiwaan). Kedua materi ini sangat erat hubungannya karena melibatkan komponen
luar dan dalam yaitu, manusia mempunyai dua sumber ilmu. Pertama sumber datang
dari lahir yang dicirikan dengan kasat mata dan kedua adalah ilmu batin, metafisik dan
tidak kasat mata.
B. Hakikat Ilmu Pengetahuan
Berbicara mengenai hakikat ilmu sangatlah luas pembahasannya meliputi yang
ada dan tidak ada. Hakikat merupakan realitas, realitas merupakan ke real an, “real”
artinya kenyataan yang sebenarnya, jadi hakikat adalah kenyataan yang sesungguhnya,
keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan
keadaan yang mengalami perubahan.4Misalnya, pemerintahan pada hakekatnya bersifat
demokratis dan terbuka kepada semua warganya serta menghargai pendapat rakyat.
Mungkin banyak orang yang mengetahui bahwa dari media elektronik pemerintahan itu
melakukan tindakan sewenang-wenang, tidak menghargai pendapat rakyat. Itu hanyalah
keadaan sementara, bukan keadaan yang hakiki atau sebenarnya.
Pada prinsipnya pemerintah itu memiliki aturan dengan adanya pancasila dan

UUD 1945 keduanya dijadikan pedoman oleh pemerintah dalam membuat aturan-aturan,
salah satunya tidak dibolehkannya melakukan tindakan sewenang-wenang karena ada hak
asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi, hanya saja keadaan yang sebenarnya terdapat
pelaku pemerintahan yang tidak bertanggung jawab dengan bertindak sewenang-wenang,
sehingga pemerintahan dinilai negatif. Pemerintahan yang hakiki pemerintahan itu adalah
demokratis bukan anarkis. Contoh yang lain, kita melihat suatu objek, fatamorgana.
Fatamorgana itu bukan hakikat, atau hakikat fatamorgana ialah tidak ada. 5Fatamorgana
hanyalah khayalan yang tidak mungkin dicapai. Dalam KBBI fatamorgana adalah gejala
optis yang tampak pada permukaan yang panas, yang terlihat seperti genangan air.
Dalam bahasa Inggris kata “science” (Sains, Ilmu Pnegetahuan) sejajar dengan
kata Latin “scientia”, yang berasal dari kata dasar “sciere” yang berarti
mengetahui.6Seringkali pengetahuan dikaitkan pada kecerdasan intelektual, namun
sebenarnya pengetahuan tidak hanya terbatas pada pengetahuan intelektual saja, tetapi
ada juga pengetahuan indrawi dan pengetahuan saintifik. Setiap makhluk hidup pasti
memiliki berbagai macam indrawi, baik itu pada manusia maupun hewan. Biasanya
makhluk hidup memiliki panca indera yaitu, indra penglihatan, indra pendengaran, indra
peraba, indra perasa, dan indra penciuman. Dengan adanya kelima indea tersebut
makhluk hidup dapat mengetahui secara indrawi, misalnya makhluk hidup (manusia)
dapat mengetahui bahwa tanaman itu indah karena manusia dapat melihat, merasakan bau
dari tanaman itu dengan indra penciuman dan indera penglihatan yang ia gunakan untuk

mengamati tanaman tersebut.
Sama halnya juga dengan suara merdu yang dihasilkan oleh piano yang sedang
dimainkan oleh seorang pianis yang mahir, seseorang dapat mengetahui dan mengatakan
suara piano tersebut merdu jika sedang dimainkan oleh pianis yang mahir karena
seseorang menggunakan indra pendengaran dan penglihatannya untuk menyaksikan dan
mendengarkan suara piano yang dimainkan oleh seorang pianis yang sedang
menunjukkan bakatnya. Pengetahuan yang dicapai melalui indera ini menemukan titik
4 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 131.
5 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003),
hlm. 28-29.
6 Henry van Laer, Filsafat Sains Bagian Pertama Ilmu Pengetahuan Secara Umum, (Yogyakarta: Lembaga
Penerjemah & Penulis Muslim Indonesia, 1995), hlm. 1.

4

puncak tertinggi pada tingkat indrawi yang diperoleh dari imajinasi yang disebut fantasi.
Tidak semua pengetahuan dapat dikatakan sebagai saintifik, ada beberapa hal yang
membedakannya yaitu : 1) harus berada pada tahap intelektual; 2) harus pasti; 3) harus
sudah dikaji secara mendalam.7
Seringkali pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang itu sangatlah banyak, karena

pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang bersumber dari apa yang dilihat, apa yang
didengar, dan apa yang dirasakan. Namun semua itu dapat terjadi perbedaan informasi
yang akan menjadi sebuah pengetahuan seseorang. Satu orang mungkin sekali dapat
memiliki pengetahuan mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Pengetahuan
yang diterima tentu membawa ciri khas tersendiri. Sebagai contoh pengetahuan dalam
bidang agama, dalam bidang seni dan sebagainya. Masing-masing dari pengetahuan akan
ditempatkan pada posisi masing-masing bidang sehingga dapat memperkaya kehidupan
manusia. Namun dari pemahaman seseorang mengenai kebenaran bukan hanya dapat
memanfaatkan namun dapat juga terjerumus ke dalam hal negatif dalam pemanfaatannya.
Pengetahuan sebagai salah satu pengaruh terhadap kehidupan sehari-hari manusia.
Pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman,
berdasarkan panca indra dan diolah oleh akal budi atau rasionalisme dari sesorang secara
spontan.8 Panca indra ketika menerima sesuatu dari luar secara otomatis akan mendapat
rangsangan dari otak. Rangsangan otak kemudian diolah sedemikian rupa sehingga akan
merekam dan dapat berefek pada kehidupan sehari-hari. Namun, pengetahuan ini
direspon dan ditiru secara mentah saja, belum diselidiki dan diketahui secara pasti
mengenai hakikat tentang pengetahuan tersebut. Pengetahuan dapat dibuktikan dengan
cara metodologi agar ilmu dari pengetahuan dapat diketahui secara pasti dan mendalam.
Ilmu dan pengetahuan memiliki hubungan yang erat. Ilmu merupakan olahan dari
sebuah pengetahuan yang sudah lebih dulu melalui penelitian secara mendalam dan

dibuktikan secara nyata. Pengetahuan seseorang sangat mempengaruhi ilmu seseorang
karena berawal dari sebuah pengetahuan, kemudian diselidiki lebih dalam dan hakikat
ilmu pengetahuan akan dicapai. Dalam ensiklopedia Indonesia, definis dari ilmu
pengetahuan adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing
mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa
berdasarkan asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan suatu sistem dari pengetahuan
yang beraneka ragam dan dari masing-masing pengetahuan didapatkan sebagai hasil
pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode
tertentu.”9
C. Aliran dan Objek Ontologi
Ontologi dan ilmu mempunyai hubungan yang erat karena ontologi merupakan
suatu hakikat dari sebuah ilmu dan merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas
tentang tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin dengan menggunakan
kategori-kategori seperti ada (being), eksistensi (existence), kenyataan (reality),
perubahan (change), tunggal (one), dan plural (many). Seluruh objek yang ada di alam
semesta ini diselidiki secara mendalam oleh sebuah ontologi hingga objek terbukti degan
nyata.10 Setiap objek yang ada di bumi ini memiliki hakekat ilmu mulai dari tumbuhan,
hewan dan manusia dan lain-lain. Ketiganya menyangkut sebuah ilmu yang sangat perlu
untuk diketahui oleh semua manusia, hal tersebut karena dalam sebuah ilmu didalamnya
7 Henry van Laer, Filsafat Sains, Bagian Pertama Ilmu Pengetahuan Secara Umum, (Yogyakarta: Lembaga

Penerjemah & Penulis Muslim Indonesia, 1995), hlm. 3.
8 Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 100.
9 Burhanuddin Salam, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 14.
10 Baharuddin, Umiarso dan Sri Minarti, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.
91.

5

ada penyelesaian-penyelesaian dari berbagai masalah yang ada dan ontologi akan
menjawab semuanya.
Ahmad Tafsir menyebutkan bahwa, landasan dari sebuah ontology filsafat adalah
seluruh obyek yang abstrak, rasional dan mistik yang berlandaskan ontologi abstrak supra
rasional.11Pedoman tentang cara pandang didasarkan pada akal terhadap suatu ilmu
tidaklah lepas dari pengamatan terhadap objek itu sendiri yang disajikan dan dijelaskan
secara singkat mengenai sifat, keadaan, dan kegiatan dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan. Objek yang dikaji dalam sebuah ontologi adalah realitas yang ada. Ontologi
membahas tentang apa yang ada secara universal, dengan mencari pemikiran semesta
universal.
Ontologi berfungsi mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau
menjelaskan yang ada dalam setiap bentuknya. Jadi ontologi membahas ini dari sebuah
ilmu yang terdalam untuk setiap hakikat kenyataan, seperti misalnya (a) apakah manusia
dapat sungguh-sungguh memiliki sesuatu, (b) adakah ada Tuhan di dunia ini, (c) apakah
nyata dalam hakikat material ataukah spiritual, (d) apakah jiwa dapat dibedakan dengan
badan, (e) apakah hidup dan mati itu, dan sebagainya. 12Dari berbagai pemikiranpemikiran tersebut kemudian munculah pikiran-pikiran baru yang akan menjadi bahan
dalam observasi sehingga akan menemukan fakta-fakta yang ada, dari fakta tersebut akan
dibahas lebih dalam hingga tercapainya hakikat dari sebuah ilmu dapat dicapai.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat pada satu perwujudan
tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada secara universal. Ontologi berupaya
mencari inti yang ada dalam kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus: menjelaskan
yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. 13 Untuk suatu kebenaran
ilmu pengetahuan dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa cara pandang,
diantaranya :
1. Aliran Monoisme
Paham monoisme merupakan suatu paham yang menyatakan bahwa pada
dasarnya asal kenyataan adalah hanya satu saja, tidak lebih. Hanya ada satu
hakikat yang dijadikan sumber yang asal, yaitu berupa materi maupun rohani saja.
Monoisme dibagi menjadi dua aliran: (a) Materialisme, merupakan sebuah aliran
yang menyatakan sumber yang asal adalah berupa materi bukan rohani. Aliran
materialisme dapat diartikan sebagai aliran naturalisme, yaitu menjelaskan bahwa
benda mati adalah kenyataan dan satu-satunya fakta berupa materi yang berdiri
sendiri, sedangkan ruhani bukan suatu kenyataan. (b) Idealisme, lawan kata dari
materialisme adalah spiritualisme. Asal kata idealisme dari kata “Ideal” yang
berarti sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Aliran ini menganggap bahwa sebuah kenyataan yang beraneka ragam itu
semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak
berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat hanyalah suatu jenis yang
sesungguhnya dari bentuk lain dari ruhani. Dalam ilmu terdapat sebuah kebenaran
yang dimana kebenaran itu dapat diperoleh salah satunya dengan sebuah peristiwa
yang nyata dan sudah terjadi. Kenyataan dalam sebuah ilmu berasal dari materi
(terlihat atau bisa ditangkap oleh panca indra) maupun rohani (bisa dirasakan
dalam diri manusia).
2. Aliran Dualisme
11 Ahmad Tafsir, Filsafat ilmu. Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Pengetahuan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm .11.
12 Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 98-99.
13 Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998),
hlm. 49.

6

Aliran dualisme merupakan alian yang mengatakan bahwa benda terdiri
dari dua macam asal sumbernya, yaitu materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan
spirit. Materi dan benda masing-masing bebas dan saling berdiri sendiri, memiliki
sifat yang abadi dan azali. Dari kedua unsur ini bergabung membentuk kehidupan
di alam semesta ini. Materi adalah dasar untuk terbentuknya segala sesuatu.
Dengan adanya materi suatu kenyataan dapat terwujud. Materi itu sesuatu yang
ada, namun belum berwujud maupun terlihat, dan mempunyai peluang atau
kesempatan untuk menjadi suatu wujud yang lain. 14Perwujudan akan diperoleh
apabila antara dua hakikat yaitu, materi dan rohani telah menjadi suatu
perwujudan yang satu. Tokoh dalam aliran dualisme adalah Descater (1596-1650)
yang dikenal sebagai bapak filsuf modern.
3. Aliran Pluralisme
Pluralisme adalah suatu paham yang berargumen bahwa seluruh macam
bentuk yang ada merupakan kenyataan. Pluralisme dapat dikatakan sebagai
paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam tersusun dari berbagai macam
unsur, lebih dari satu atau dua unsur dan mengakui bahwa seluruh macam bentuk
itu semuanya nyata. Tokoh aliran pluralisme pada masa Yunani kuno adalah
Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada
terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara. Tokoh
modern aliran pluralisme adalah William James yang menyatakan bahwa tidak
ada kebenaran yang hakiki yang berlaku secara umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri, dan lepas dari akal atau rasio yang mengenal.
4. Aliran Nihilisme
Kata nihilisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti nothing atau tidak
ada. Istilah Nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya yang berjudul
Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang
Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada masa
peradaban Grogias (483-360) yang membagi kedalam tiga bagian tentang realitas.
Pertama, realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua bila sesuatu itu ada, ia tidak
dapat diketahui, ini dikarenakan panca indra itu tidak dapat dipercaya, panca indra
itu sumber ilusi yang memahami sesuatu hal dari khayalan yang dilakukan
ataupun angan-angan yang terjadi pada pemikiran seseorang. Ketiga, sekali pun
realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang
lain. Jadi suatu hal yang dialami oleh pikiran kita hanya diketahui oleh orang
tersebut saja tanpa dikeahui orang lain.
5. Aliran Agnontitisme
Paham agnontitisme adalah suatu paham yang mengingkari kesanggupan
manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat
ruhani. Karena dengan keterbatasan akal yang dimiliki oleh manusialah yang
menyebabkan paham ini tidak mempercayai akan kesanggupan manusia dalam
mengetahui hakikat benda. Kata agnotitisme berasal dari bahasa Grick agnotos
yang berarti Unknown artinya not, Gno artinya Know. Aliran agnontitisme
muncul dikarenakan manusia belum dapat mengenal dan mampu menerangkan
secara konkret akan adanya suatu kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat
dikenal. 15
PENUTUP
14 Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 119.
15 Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 107-108.

7

Ontologi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hakikat dari sebuah ilmu
pengetahuan yang mana pengetahuan sebagai sumber awal untuk memperoleh kebenaran.
Pada dasarnya objek pengetahuan adalah ilmu pengetahuan itu sendiri dan subjeknya adalah
segala sesuatu yang mencari objek. Seseorang memperoleh pengetahuan melalui berbagai
peristiwa, salah satunya dari pengalaman. Pengalaman tersebut menjadi sebuah pengetahuan
yang dipikirkan secara mendalam oleh akal manusia, karena pada hakikatnya manusia
mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Sehingga terbentuknya ilmu pengetahuan yang hakiki.
Ontologi berfungsi mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau menjelaskan
yang ada dalam setiap bentuknya. Jadi ontologi membahas ini dari sebuah ilmu yang terdalam
untuk setiap hakikat kenyataan, seperti misalnya (a) apakah manusia dapat sungguh-sungguh
memiliki sesuatu, (b) adakah ada Tuhan di dunia ini, (c) apakah nyata dalam hakikat material
ataukah spiritual, (d) apakah jiwa dapat dibedakan dengan badan, (e) apakah hidup dan mati
itu, dan sebagainya.16Dari berbagai pemikiran-pemikiran tersebut kemudian munculah
pikiran-pikiran baru yang akan menjadi bahan dalam observasi sehingga akan menemukan
fakta-fakta yang ada, dari fakta tersebut akan dibahas lebih dalam hingga tercapainya hakikat
dari sebuah ilmu dapat dicapai.
Ilmu pengetahuan yang hakiki diperoleh melalui proses ilmiah yang dibuktikan melalui
observasi dan eksperimen, sehingga ilmu pengetahuan tersebut mutlak adanya. Untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang hakiki seseorang mempunyai pandangan yang berbedabeda, diantaranya monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnotitisme. Berbagai
pemunculan paham aliran filsafat ilmu, hampir sulit dibendung. Masing-masing aliran selalu
menyuguhkan pemikiran-pemikiran yang rasional dan dapat dipercaya.

16 Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 98-99.

8

DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, Umiarso & Sri Minarti. 2011. Dikotomi Pendidikan Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Bakhtiar, Amsal. 2016. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Caps.
Heri Santoso & Listiyono Santoso. 2003. Filsafat Ilmu Sosial Ikhtiar Awal Pribumisasi Ilmuilmu Sosial. Yogyakarta: Gama Media.
Laer, Henry van. 1995. Filsafat Sains Bagian Pertama Ilmu Pengetahuan
Yogyakarta: Lembaga Penerjemah & Penulis Muslim Indonesia.

Secara Umum.

Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif. Yogyakarta:
Rake Sarasin.
Salam, Burhanuddin. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarsono. 2001. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat ilmu. Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi
Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

9