Kata Kunci: Konsep Perlawanan, Feodalisme, Masyarakat dan Stratifikasi Sosial Abstract - View of PERLAWANAN TERHADAP FEODALISME DALAM GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

13

PERLAWANAN TERHADAP FEODALISME
DALAM GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER:
KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA
Oleh
Ana Yuliati, S.Pd., M.Pd2
Surel: [email protected]

Abstrak
Prosa merupakan bagian dari karya sastra. Dalam kesusastraan prosa disebut juga
fiksi. Fiksi sebagai sebuah karya imajiner, menawarkan berbagai permasalahan manusia
dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Seorang pengarang menghayati berbagai
permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan, kemudian diungkapkannya kembali
melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Dalam membuat karya sastra, terkadang
seorang pengarang hanyalah ingin menyalurkan isi hati nuraninya. Apabila ternyata semua
itu kebetulan mengungkapkan sesuatu yang sedang bergolak dalam masyarakat, hal ini
hanyalah suatu kebetulan ketajaman batinnya dapat menangkap isyarat-isyarat itu.
Berdasar dari uraian tersebut, penulis akan membahas sebuah judul Perlawanan terhadap
Feodalisme pada Novel 'Gadis Pantai' Karya Pramoedya Ananta Toer: Kajian Sosiologi
Sastra.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk penindasan oleh
kaum bangsawan dan bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh orang kebanyakan
(kaum bawahan), serta mendeskripsikan alasan terjadinya perlawanan terhadap
feodalisme. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan teknikcontent
analisisyang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif dan lebih menekankan pada makna
data.
Hasil penelitian ini adalah (1) Bentuk-bentuk penindasan yang dilakukan oleh kaum
bangsawan terdiri dari beberapa hal yakni dari segi perkawinan, hubungan kekeluargaan,
derajat kehidupan, dan sistem mata pencaharian. (2) Bentuk-bentuk perlawanan dari kaum
bawahan, yaitu dari tokoh Gadis Pantai dan tokoh Bujang yakni; mereka tidak
menginginkan adanya batasan-batasan antara kaum bangsawan dan kaum bawahan, dan
keberanian untuk menegakkan kebenaran dan keadilan meskipun ada batasan Antara
kaum bangsawan dan kaum bawahan. (3) Alasan terjadinya perlawanan terhadap
feodalisme, karena dua faktor yakni dari faktor latar belakang pengarang/pencipta karya
sastra, dan faktor dalam cerita itu sendiri, yang menunjukkan adanya sikap dan perbuatan
para kaum bangsawan yang tidak menghargai hak asasi manusia sehingga menimbulkan
keinginan dari kaum bawahan untuk mempertahankan hak-hak yang telah dimiliki oleh
setiap manusia.
Kata Kunci: Konsep Perlawanan, Feodalisme, Masyarakat dan Stratifikasi Sosial
Abstract

Prose is a part of literary work, in literature is also called a fiction. Fiction is an
imaginary work, offering some humans and humanity, live and life problems. The writer
2

Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Bangkalan

14

comprehend the problems totally which expressed through the fiction based on his thought.
The writer in making literary work just to express his heart idea. If it really happens in
society, just by chance, his feeling can catch the symbols. Based on the analysis, the writer
is to discuss a title The Opposition to The Feodalism in novel of Gadis Pantai by Pramoedya
Ananta Toer: The Theory of Sociology of Literary.
The purpose of the research is to describe kinds of opposition by aristocrat, kind of
opposition done by society (lower classes) and describe the reason of the opposition to
feodalism. The method used is descriptive and technic of analysis content methods which is
usually used in qualitative research.
The results research are (1) the kinds of opposition done by aristocrat consist of
marriage, familial relationship, life level and livehood system. (2) kinds of opposition from the
lower classes (the characters of Gadis Pantai and Bujang) namely, they didn‘t want the

existence of limitation among aristocrats and lower classes, and bravery to uphold the
rightness and the justness eventhough there was limitation among aristocrats and lower
classes. (3) the reason of opposition to feudalism, because of the two factors, namely, the
factor of the writer background and the story itself which showed attitude and behavior who
didn‘t appreciate human rights. So it caused a willing from the lower classes to defend the
rights possessed by the human.
Key Words: The Opposition Concept, Feodalism, Social Stratification

Pendahuluan

karya-karyanya sesuai dengan profesinya

Karya sastra bersifat dulce et utile
‗menyenangkan

Baik-buruknya

suatu

berguna‘.


masyarakat, sastrawan harus turut serta

Menyenangkan berarti bukan sesuatu

memikirkannya. Guntur (1984:21) berkata,

yang menyenangkan. Selanjutnya Horace

kalau

menyatakan bahwa sifat kegunaan karya

seorang

sastra lebih banyak berhubungan dengan

sajaknya dia akan mendidik para penikmat

pemberian


karyanya itu. Dengan demikian karya-

Karya

dan

masing-masing.

konsumsi

sastra

dapat

batin

berguna

jiwa


sajak-

yang

penyair kebetulan seorang pendeta atau

sehingga

dapat

ulama, maka dengan karya-karyanya dia

memberikan

ingin membawa orang pada jalan yang

agung

pengalaman


dengan

itu

jiwa

tinggi,

dalam

maka

penyair

karyanya itu bersifat didaktis. Kalau sang

pengalaman

bermanfaat


guru,

seorang

karena

memancarkan
hebat,

penikmat.

kebetulan

kepada

penikmat

(Badrun, 1983: 20).


diridhoi oleh Tuhan; lalu sajak-sajaknya
bersifat religius. Lain lagi halnya dengan

Sastrawan sebagai penghasil karya

seorang penyair yang kebetulan seorang

sastra mempunyai tanggung jawab yang

filsuf, maka jelaslah bahwa sajak-sajaknya

penuh terhadap hasil karyanya. Sastrawan

bersifat

harus bisa mendidik masyarakat melalui

tergantung pada pribadi sang pengarang.

filosofis.


Demikian

seterusnya

15

Prosa sebagai bagian dari karya

aspek pembahasan, dan (4) pemahaman

sastra, dalam pengertian kesastraan juga

terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra

disebut fiksi. Fiksi sebagai sebuah karya

yang akan berhubungan dengan telaah

imajiner,


teori sastra (Aminuddin, 1987:38).

menawarkan

berbagai

Ada juga pendapat lain mengenai

permasalahan manusia dan kemanusiaan,
Pengarang

modal dasar seorang apresiator yaitu, (1)

permasalahan

pengalaman lahir; membuktikan pada kita

tersebut dengan penuh kesungguhan yang

terhadap sesuatu yang dapat kita lihat,

kenmudian

kembali

kita kita dengar, kita raba, dan kita

dengan

rasakan. (2) pengalaman batin; suatu

pandangannya. Fiksi pertama-tama akan

pengalaman yang hanya dapt kita tangkap

pada prosa naratif, yang dalam hal ini

melalui

adalah

kesedihan, kekaguman, kebosanan dan

hidup

dan

kehidupan.

menghayati

melalui

berbagai

diungkapkannya

sarana

novel

fiksi

sesuai

dan

cerpen,

bahkan

kemudian sering dianggap bersinonim

batin,

misalnya

kesenangan,

seterusnya (Sudikan, 1985:1).

dengan novel menurut Abrams (dalam

Berangkat dari uraian di depan,

Burhan, 1994:2). Novel sebagai sebuah

penulis tertarik untuk membahas sebuah

karya fiksi menawarkan sebuah dunia,

judul ―Perlawanan terhadap Feodalisme

dunia yang berisi model kehidupan yang

pada

diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun

Pramoedya Ananta Toer: Kajian Sosiologi

melalui

dan

Sastra‖. Penulis tertarik untuk menelaah

ekstrinsik yang kesemuanya tentu saja

novel ‗Gadis Pantai‘ karya Pramoedya

juga bersifat imajinatif.

Ananta Toer ini, karena menurut penulis,

berbagai

unsur

intrinsik

novel

Gadis

Pantai

karya

Bagi seorang apresiator, dibutuhkan

dalam buku banyak terdapat masalah

bekal awal yang harus dimiliki antara lain;

feodalisme yang begitu jelas dipaparkan

(1)

oleh

kepekaan

emosi

dan

perasaan

si

pengarang,

yang

mana

sehingga pembaca mampu memahami

pengarang

terkenal

dan menikmati unsur-unsur keindahan

perlawanan

masyarakat

yang terdapat dalam cipta sastra, (2)

terhadap masyarakat kelas atas yang

pemilikan pengetahuan dan pengalaman

dapat dilihat dari karya-karyanya selama

yang

masalah

ini. Mengapa penulis mengambil masalah

kehidupan dan kemanusiaan, baik lewat

perlawanan terhadap feodalisme, karena

penghayatan kehidupan ini secara intensif

menurut penulis, dalam buku tersebut

kontemplatif maupun dengan membaca

terdapat banyak pula wacana, baik dialog

buku-buku yang berhubungan dengan

maupun

masalah humanitas, misalnya buku filsafat

tentang perlawanan-perlawanan terhadap

dan psikologi, (3) pemahaman terhadap

feodalisme

berhubungan

dengan

prolog,
itu

sebagai

si

yang
sendiri,

kelas

simbol
bawah

memaparkan
perlawanan-

16

perlawanan yang yang dilakukan oleh
masyarakat

kelas

terhadap

kaum

bangsawan ini, penulis mengambil kajian

2) bagaimanakah
perlawanan

bentuk-bentuk

dalam

novel

‗Gadis

Pantai‘ Pramoedya Ananta Toer?

sosiologi sastra, sebab sebuah karya

3) mengapa terjadi perlawanan terhadap

sastra pasti tidak lepas dari sosiologi

feodalisme dalam novel ‗Gadis Pantai‘

sastra. Di mana sebuah karya sastra pada

Pramoedya Ananta Toer?

waktu dibuat selalu berhubungan dengan
kehidupan

sosial

yang

ada

disekitar

Masalah dalam hal ini terkait dengan
feodalisme. Feodalisme itu sendiri hanya

pengarang pada waktu pembuatan karya

dibatasi

sastra tersebut. Selain itu, setelah penulis

hubungan

memahami

kehidupan (status/kedudukan sosial), dan

isi

novel,

dalam

novel

tersebujt hubungannya lebih mendekati

pada

masalah

perkawinan,

kekeluargaan,

derajat

sistem mata pencaharian.

pada sosiologi. Oleh karena itu, penulis
mengambil kajian sosiologi sastra dan

Metodologi Penelitian

menggunakan

A. Rancangan Penelitian

pendekatan

sosiologi

Penelitian ini termasuk dalam kajian

selain pendekatan teks sastra.
Satu hal yang perlu dipahami dalam
melakukan

pendekatan

sosiologi

ini,

tekstual yaitu yang berdasarkan pada
karya

itu

sendiri.

Oleh

karena

itu

pengarang

penelitian ini menggunakan pendekatan

melukiskan kondisi sosial yang berada

kualitatif. Pendekatan kualitatif ini dapat

dilingkungannya, namun ia belum tentu

memberi gambaran atau lukisan secara

menyuarakan kemauan masyarakatnya,

sistematis, faktual, dan akurat mengenai

dalam arti; dia tidaklah menyalurkan atau

fakta, sifat-sifat serta hubungan antara

mewakili hati nuraninya sendiri. Dan bila

fenomena yang diteliti.

bahwa

walaupun

seorang

Penelitian

dia kebetulan mengucapkan sesuatu yang

kualitatif

bergolak dalam masyarakatnya, hal itu

penelitian

merupakan suatu kebetulan belaka atau

fenomenologis,

kebetulan

berusaha memahami peristiwa-peristiwa

ketajaman

batinnya

dapat

yang

merupakan

yakni

penelitian

menangkap isyarat – isyarat itu (Semi,

dan

1989:62).

tertentu (Semi, 1993:26).

Berdasarkan uraian diatas, maka
dapat

dirumuskan

masalah

sebagai

berikut:
1) bagaimana bentuk-bentuk penindasan
dalam novel ‗Gadis Pantai‘ karya
Pramoedya Ananta Toer ?

interaksi

mencerminkan

manusia

pada

yang
situasi

B. Data dan Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah
sebuah

novel

yang

berjudul

‗GADIS

PANTAI‘ karya Pramoedya Ananta Toer.

17

Data

dari

penelitian

ini

adalah

berupa kutipan-kutipan kalimat maupun

tidak diuraikan untuk menguji hipotesa
(Arikunto, 1993:194).

paragraf, baik paragraf cerita maupun
paragraf

dam

dialog

novel

‗GADIS

PANTAI‘ tersebut.

Teknik content analisis adalah teknik
yang digunakan dalam penelitian kualitatif
yang lebih menekankan pada makna data.
Mengenai

C. Metode dan Teknik Pengumpulan
Data
yang

digunakan

dalam

penelitian ini adalah metode simak, yaitu
peneliti menyimak terlebih dahulu novel
‗Gadis Pantai‘ tersebut secara berulangulang.
yang

digunakan

adalah

teknik catat, yaitu peneliti mencatat hal-hal
yang penting dari isi novel ‗Gadis Pantai‘
dengan

permasalahan

dalam

penelitian ini, melalui dialog maupun
prolog.

dalam

Subiyakto (1993:1) menyatakan bahwa
merupakan suatu teknis sistematis untuk
menganalisis isi pesan dan mengolah
pesan. Teknik analisis ini merupakan alat
untuk mengobservasi dari komunikatoranalysis

bertujuan

keterangan

isi

disampaikan

dalam

memperoleh

komunikasi

terdokumentasikan.

yang

lambang
Teknik

ini

yang
dapat

digunakan untuk menganalisis semua
bentuk komunikasi seperti buku, surat

D. Metode dan Teknik Analisis Data
Metode

yang

metode deskriptif
Menurut

digunakan

adalah

dan teknik content
Furchan

(1982:50)

metode deskriptif adalah metode yang
menggambarkan

dan

menafsirkan

keadaan yang sekarang. Penelitian ini
berkenaan dengan kondisi atau hubungan
yang ada, praktek-praktek yang sedang
berlaku, keyakinan, sudut pandang, sikap
yang dimiliki, proses-proses yang sedang
berlangsung,

pengaruh-pengaruh

yang

sedang dirasakan atau kecenderungan
yang sedang berkembang. Tujuan analisis
deskriptif

Bud

komunikator yang dipilih. Teknik content

Teknik

analysis.

ini

teknik content analysis pada dasarnya

Metode

sesuai

metode

adalah

untuk

melukiskan

variabel atau kondisi yang ada dalam
suatu situasi. Analisis deskriptif biasanya

kabar, puisi, cerita rakyat, film dan lainlain.
Adapun prosedur analisis data pada
penelitian

ini

melalui

langkah-langkah

secara

berulang-ulang

sebagai berikut:
1) membaca

novel yang menjadi subjek penelitian
untuk

memahami

isi

dari

novel

tersebut
2) mengidentifikasi aspek sosiologi yang
terdapat dalam subjek penelitian yaitu
novel

‗Gadis

Pantai‘,

terutama

masalah feodalisme
3) mengklasifikasikan
disesuaikan
penelitian

dengan
data

yang

data
arah

yang
kajian

dikumpulkan

18

sesuai dengan sub bagian yang perlu

dengan Gadis Pantai. Pada saat

dibatasi

pernikahan

4) mendeskripsikan

hasil

analisis

tidak

berlangsung,

langsung

berdasarkan maslah yang ditemukan.

pernikahan

itu

Dari

diperoleh

diwakilkan

pada

adanya masalah yang menyangkut

Kemudian

feodalisme

dianggap sah.

kegiatan

ini

akan

dan

bentuk-bentuk

Ketika

sendiri. Data yang diperoleh pada

memperistri

kegiatan

kemudian

ini

sebelumnya

melaksanakan

sendiri,

melainkan

sebilah

pernikahan

perlawanan terhadap feodalisme itu

Bendoro

itu

seorang
orang
sang

keris.
sudah
Bendoro

kebanyakan

istri

melahirkan

dideskripsikan dalam bentuk uraian

seorang bayi perempuan, maka sang

secara kualitatif

istri

5) menyimpulkan

hasil

analisis

data.

langsung

kepada

saja

dikembalikan

orangtuanya,

tanpa

penjelasan

kepada

Cara membuat simpulan berdasarkan

memberikan

semua telaah yang telah tersusun

mereka.

menjadi data penelitian.

mudahnya menyuruh sang istri untuk

Dan

dengan

melupakannya
Pembahasan

melarang

A. Bentuk-bentuk

Penindasan

oleh

Kaum Bangsawan
Bentuk-bentuk

saja

sang

serta

istri

untuk

menginjakkan kakinya di kota itu lagi.
Dengan

penidasan

begitu

begitu

kata

lain

Bendoro

telah

yang

menceraikannya. Hal ini menunjukkan

dilakukan oleh kaum bangsawan, dalam

bahwa pada jaman tersebut, kaum

hal ini dilakukan pendekatan pada dua

Bangsawan

tokoh yakni tokoh Bendoro dan tokoh

kehadiran

Mardinah.

bentuk-bentuk

seorang anak laki-laki dianggap bisa

penindasan yang dilakukan, dipandang

meneruskan keturunan bangsawan,

dari empat hal yakni dari segi perkawinan,

sedangkan

hubungan kekeluargaan, status sosial,

sebaliknya,

dan mata pencaharian.

begitu

a) Perkawinan

bangsawan tersebut.

Sedangkan

hanya
bayi

mengharapkan
laki-laki

anak

perempuan

sehingga

tidak

dapat

oleh

keluarga

Dalam

kehidupan

para

pernikahan

bangsawan,

bahwasanya

sebuah

sepertinya tidak begitu diperhatikan

keperjakaan

seorang

terutama

itu

tidaklah dilihat dari segi sudah beristri

dilakukan dengan orang kebanyakan.

atau belum melainkan dilihat dari

Seperti

kalangan mana sang istri tersebut.

Dalam kehidupan para kaum
bangsawan,

sebuah

apabila
pada

pernikahan

pernikahan

Bendoro

dibanggakan

karena

bangsawan

19

Dengan kata lain, seorang bangsawan

dengan kakek dan nenek dari sang

dikatakan masih perjaka kalau ia

bayi. Seperti dalam Gadis Pantai,

belum

seorang

ketika tokoh Gadis Pantai melahirkan

wanita yang sejajar tingkatannya atau

seorang bayi perempuan, Bendoro

sama-sama dari kaum bangsawan.

begitu

menikah

dengan

Berdasar pada uraian diatas,

mudahnya

talak/cerai

kepada

memutuskan
Gadis

Pantai

dapat diambil kesimpulan bahwasanya

selaku istri, begitu pula anak yang

perkawinan dengan orang kebanyakan

dilahirkan tidak diijinkan utuk diasuh

bagi

hanyalah

oleh Gadis Pantai selaku ibu dari bayi

sebuah latihan. Karena perkawinan

tersebut, begitu pula hubungan si bayi

yang

dengan orangtua Gadis pantai selaku

kaum

bangsawan

sesungguhnya,

hanyalah

wanita

dari

kakek dan nenek. Jadi, Gadis Pantai

Begitu

pula

di talak begitu saja, tidak boleh

dengan keperjakaan, seorang laki-laki

membawa/mengasuh anaknya, dan

dikatakan masih perjaka kalau ia

dianggap

tidak

belum menikah dengan wanita dari

hubungan

sama

kalangannya sendiri. Hal ini jelas

hubungan kekeluargaan.

dilakukan

dengan

kalangannya

sendiri.

pernah
sekali

terjadi
sekalipun

adalah suatu penindasan bagi orang
kebanyakan.

Satu

hal

lagi

yang

c) Status Sosial/Derajat Kehidupan

kaum

Bentuk penindasan oleh tokoh

bendoro terhadap orang kebanyakan

Bendoro yakni sikap dan perkataan

dalam hal perkawinan, yaitu bahwa

Bendoro yang tidak memperhatikan

begitu

perasaan

memperkuat

penindasan

mudahnya

mengatakan/menjatuhkan kata cerai.

orang

kebanyakan

walaupun orang kebanyakan tersebut
sudah menjadi istrinya. Selanjutnya,

b) Hubungan Kekeluargaan
Bentuk

Tindakan

penindasan dari segi

dan

hanyalah

Bendoro;

penghinaan

kehidupan

para

kaum

dalam
bendoro

terhadap orang kebanyakan sangatlah
mudah

memutuskan

para

bangsawan pada masa feodalisme,

hubungan kekeluargaan ini oleh tokoh
bahwasanya

perbuatan

keganasan,

penyiksaan,

terhadap

orang

kebanyakan.
Pada

masa

feodalisme,

hubungan

kedudukan para bangsawan selalu di

kekeluargaan, khususnya hubungan

atas. Dengan kehidupan yang serba

suami-istri dan juga hubungan antara

mewah,

anak dan ibunya serta hubungan

selalu makan makanan yang enak-

dengan keluarga yang lain misalnya

enak tidak kurang sesuatu apapun.

serba

berkecukupan

dan

20

Sedangkan orang kebanyakan selalu

Selanjutnya bentuk penindasan

berada di bawah, dengan hidup selalu

yang dilakukan oleh tokoh Mardinah,

kekurangan.

yakni

Jadi

bisa

saja

para

dalam

novel

ini

juga

Bendoro selalu mengatakan sesuatu

menunjukkan beberapa sikap kaum

yang bersifat menghina, serta bisa

bangsawan yang begitu merendahkan

saja mengusir para orang kebanyakan

martabat

yang berada dalam rumahnya apabila

Meskipun orang kebanyakan tersebut

para sahayanya berbuat kesalahan

sudah menjadi wanita utama. Seperti

yang

misalnya tokoh Mardinah terhadap

dapat

menyinggung

para

orang

kebanyakan.

tokoh Gadis Pantai. Mardinah tetap

Bendoro tersebut.
Di awal tadi telah disampaikan

menghina

Gadis

Pantai

walaupun

bahwa seorang sahaya itu tugasnya

Gadis Pantai telah menjadi seorang

adalah

dan

wanita utama. Penghinaan baik dalam

menghormati para bendoronya, tidak

hal tempat asal, pendidikan dan lain

terkecuali. Oleh karena itu, apabila

sebagainya.

sahaya tersebut berbuat kesalahan

dilakukan oleh Mardinah yaitu ketika ia

sedikit saja, walaupun demi tegaknya

mengatakan bahwasanya tidak ada

kebenaran

orang

hanya

dan

melayani

keadilan,

sang

Penindasan

kampung

atau

yang

orang

Bendoro tidak akan memberi ampun,

kebanyakan yang memerintah anak

ataupun

priyayi walaupun orang tersebut sudah

kesempatan

untuk

memperbaiki kekhilafannya itu. Sang

menjadi

Bendoro

Seperti yang diucapkan oleh tokoh

akan

mengusir

sahaya

tersebut dan melarangnya kembali
menginjakkan kaki di pekarangannya
dan di kota itu sekalipun.
Bentuk penindasan lainnya yang
dilakukan oleh Bendoro yaitu, begitu
mudahnya

para

kaum

menghina,

mencampakkan

bendoro
orang-

orang kebanyakan. Jika menginginkan
sesuatu harus terwujudkan. Semua
perintahnya harus dilaksanakan. Baik
itu mendatangkan ataupun mengusir
para

orang

kebanyakan.

Semua

perbuatannya selalu diukur dengan
uang bukan dengan yang lain.

seorang

wanita

utama.

Mardinah pada Gadis Pantai berikut:
"Tidak mungkin orang kampung
memerintah anak priyayi. Tidak
bisa. Tidak mungkin." (Toer,
2000:104)
Tokoh
menganggap
kebanyakan
menjadi
meskipun

Mardinah

tetap

bahwa

orang

tidak
seorang

akan

pernah

bangsawan

sudah menjadi

seorang

wanita utama. Dan ia tidak pernah
takut pada Gadis Pantai walaupun
sudah menjadi wanita utama.
Jadi,

berdasar

uraian

diatas

dapat disimpulkan bahwa pada masa

21

feodalisme

kedudukan

para

kaum

menjadi kedua-duanya tersebut, maka

bangsawan itu selalu di atas, selalu

keijanya

memerintah

orang-orang

melarikan diri dari kejaran para kaum

kebanyakan. Dan kadang-kadang juga

bendoro karena pekerjaannya hanya

bisa

ikut huru-hara saja.

terhadap

menghina,

merendahkan

menyiksa,

martabat

dan

lain

Bentuk

sebagainya. Sedangkan orang- orang

dilakukan

kebanyakan di sini tidak mempunyai

Mardinah

kedudukan

sama

setiap

hari

hanyalah

penindasan

yang

Mardinah

yakni,

oleh

menunjukkan

bahwa

sekali

dalam

pekerjaan yang didapatkannya adalah

bermasyarakat.

Mereka

karena hubungan kekeluargaan. Jadi

melayani,

di sini menunjukkaan bahwa sistem

menghormati dan mengabdi kepada

mata pencaharian yang dilakukan oleh

para bendoro-bendoro yang raenjadi

kaum bangsawan adalah berdasarkan

atasan mereka.

hubungan kekeluargaan.

kehidupan
hanya

hidup

untuk

Berdasar uraian di atas, dapat
d) Sistem Mata Pencaharian
Bentuk

disimpulkan

bahwa

pada

masa

penindasan dari segi

feodalisme,

sistem mata pencaharian, yakni Bagi

didapatkan

kaum

kebanyakan hanyalah berupa kerja

orang

kebanyakan

dalam

pekerjaan
oleh

yang

orang-orang

mencari pekeijaan, hanya ada satu

rodi

yaitu kerja rodi, tanam coklat. Pada

seorang sahaya yang mau melayani

jaman itu, bagi seorang wanita yang

dan mengabdi sepenuhnya kepada

sudah kawin, lantas dianggap dewasa

para kaum bendoro yang menjadi

oleh lurah, kemudian dikirim ke Jepara

atasannya.

buat

ataupun

kerja

kalangan
hanya

rodi.

kaum

Sedangkan
bendoro,

memerintah

saja,

bagi

(kerja

paksa)

Baik

hanya

atau

seumur

hidup

sementara

karena

keijanya

yang bisa menentukan lama atau

sebagai

tidaknya para sahaya itu bekerja

atasan.

hanyalah para bendoro itu sendiri.

Bagi orang kebanyakan pada

Sedangkan dalam kehidupan kaum

masa feodalisme, untuk mendapatkan

bangsawan

suatu pekerjaan, selain dari kerja rodi

pencahariannya

tanam coklat adalah menjadi seorang

hubungan kekeluargaan.

sahaya yang melayani dan mengabdi
sepenuhnya

menjadi

pada

bendoro,

yang

menjadi atasan mereka. Kalau para
kaum orang kebanyakan tidak mau

sistem
adalah

mata
melalui

22

B. Bentuk-bentuk

Perlawanan

terhadap Feodalisme

hanyalah sebuah latihan, bukanlah yang
sebenarnya.

Bentuk-bentuk perlawanan timbul

Bentuk perlawanan Gadis Pantai

karena adanya penindasan-penindasan

yang paling besar adalah pada saat ia

yang dilakukan oleh pihak lain, dalam hal

diusir

ini yang dilakukan oleh kaum bangsawan.

biasanya, berdasarkan pengalaman istri-

Oleh sebab, itu, maka muncullah bentuk

istri kebanyakan sebelumnya, begitu di

perlawanan dalam hal ini yang dilakukan

usir dan diberi pesangon mereka hanya

oleh

Bentu-bentuk

diam saja dan mengikuti semua apa yang

perlawanan dipandang dari empat hal

dikatakan oleh Bendoro. Tapi, bagi Gadis

yakni dari segi pperkawinan, hubungan

Pantai bukan hal ini yang diinginkannya.

kekeluargaan,

Gadis

kaum

bawahan.

status

sosial/derajat

kehidupan, dan sistem mata pencaharian.
1) Perkawinan
Perlawanan Gadis Pantai dalam
hal perkawinan yakni ketika tokoh Gadis
Pantai

mulai

berani

mempertanyakan

kepergian Bendoro, yang mana dalam
kehidupan para priyayi, tugas seorang
wanita utama hanyalah mengurus rumah
tangga saja, tidak boleh ikut campur
terhadap pria dan pekerjaannya.

dari

rumah

Bendoro.

Pantai

Dimana

menuntut

pertanggungjawaban Bendoro dalam hal
pengasuhan

anak.

Gadis

menginginkan

Bendoro

Pantai

sendiri

yang

menerima, menggendong bayi yang tidak
lain

adalah

benihnya

sendiri

serta

mengasuh dengan bimbingannya sendiri,
bukan asuhan para bujang. Di saat
perlawanan

Gadis

Pantai

terhadap

Bendoro ini, tidak ada lagi rasa hormat,
rasa takut. Ditantangnya semua perintah
Bendoro.

Selain keinginan Gadis Pantai di
atas, ada lagi keinginannya yang lain lagi

2) Hubungan Kekeluargaan

yaitu keinginannya untuk bisa dekat

Dalam hal kekeluargaan, bentuk

dengan suaminya, Bendoro. Layaknya

perlawanan yang dilakukan Gadis Pantai

kehidupan suami-istri di kampungnya

adalah ketika keinginan Gadis Pantai

dulu. Yang mana hal ini sebenarnya tidak

untuk

mungkin bagi Gadis Pantai karena ia

emaknya/orangtuanya.

hanyalah

sebenarnya, bagi orang kebanyakan yang

karena
menjadi

seorang
nasib

kebanyakan

mujurnya

wanita

utama.

yang

sehingga
Serta

ia

bagi

tidur

bersama
Padahal

sudah menjadi seorang wanita utama,
orangtuanya

adalah

tetap

orang

Bendoro sendiri tidak mungkin melakukan

kebanyakan yang juga harus mengabdi

semua itu, karena bagi kaum bendoro

pada dirinya. Tapi, di sini Gadis Pantai

pernikahannya dengan orang kebanyakan

23

tetap

menolak,

mengikuti

kebiasaan

bersama keluarganya selama di kampung.

perlawanan oleh tokoh Gadis Pantai di
sini

karena

tidak

adanya

kesamaan

antara kehidupan kaum bendoro dengan
3) Derajat Kehidupan
Bentuk perlawanan Gadis Pantai
adalah terhadap batasan-batasan yang
ada antara dia dan Bujang. Di mana
seharusnya sikap seorang wanita utama
kepada sahayanya ada batasan-batasan
tertentu. Tapi, di sini sikap Gadis Pantai
malah tidak menginginkan hal itu. Dia
menginginkan

sebaliknya,

yaitu

tidak

adanya jarak antara dia dan bujang.

kehidupan

orang-

orang

sehingga

Gadis

kesamaan

tersebut

kebanyakan

Pantai

menuntut

berjalan

dalam

kehidupan sehari-hari. Selain itu, faktor
lainnya

adalah

karena

sikap

atau

perbuatan para kaum Bendoro tersebut
terhadap orang kebanyakan yang terlalu
merendahkan martabat, terlalu menghina
dan sebagainya. Selain itu juga, tokoh
Gadis Pantai disini tidak menginginkan

Bentuk perlawanan Gadis Pantai
pada Mardinah yaitu karena Mardinah
yang selalu menghina dirinya dan juga

adanya batasan-batasan ataupun jarak
antara dirinya dengan siapa saja yang
ada di sekelilingnya.

menghina kampung nelayan, maka di sini
Gadis

Pantai

melawan,

dan

tetap

membela serta membangga-banggakan
para

kaum

nelayan

yang

ada

C. Alasan

Terjadinya

Perlawanan

Terhadap Feodalisme
Alasan

di

terjadinya

perlawanan

kampungnya. Bahkan Gadis Pantai juga

terhadap feodalisme ini, dapat dilihat dari

telah berani mengusir Mardinah apabila

dua

dia tetap menghina kampung nelayan

pengarang dan dalam cerita itu sendiri.

faktor,

yaitu

latar

belakang

tersebut.
1) Latar Belakang Pengarang
Pramoedya

4) Sistem Mata Pencaharian
Bentuk perlawanan Gadis Pantai

Ananta

Toer

merupakan salah satu sastrawan Lekra

yakni Gadis Pantai tidak bisa menerima

yang

begitu

Mardinah

menandaskan bahwa semua hal tidak

terhadap penduduk kampung nelayan.

bisa lepas dari dari politik. Di manapun

Karena di sini Gadis Pantai menganggap

ada suatu bentuk masyarakat, maka di

para

berani

situ terdapat kekuasaan yang berarti juga

karena setiap hari selalu menghadapi

ada politik. Sastra, sebagai bagian dari

maut, yaitu bekerja untuk memenuhi

kebudayaan, karenanya juga tidak bisa

kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya.

lepas dari aspek-aspek kekuasaan dan

saja

penghinaan

nelayanlah

yang

gagah

Jadi, uraian paragraf di atas, dapat
disimpulkan

bahwasanya

adanya

politik.

terbaik.

Pramoedya

pernah

24

(1953-

korupsi. Dalam Midah Si Manis Bergigi

1957), Pramoedya lebih banyak tampil

Emas, Pramoedya mencoba memprotes

dengan penggambaran realitas yang apa

budaya patriarki, serta pandangan kolot

adanya, manis, pahit dan sebagainya.

seorang haji yang feodalis.

Pada

masa

pra-Lekra

Realisme

Sedangkan pada masa Lekra (19571965), yang
berganti

c

apa adanya' menghilang,

berganti

dengan

pandangan

yang

dipropagandakan Lekra semakin dikenal
Pramoedya, dan pandangannya semakin
sejalan

ideologis yang fanatik.

sosialis

dngan

aliran

ini.

Realisme

karya-

sosialis, menuratnya adalah kreasi untuk

beragam

memenangkan sosialisme. Karena itu,

persoalan manusia (terutama di Jakarta)

sastra realisme sosialis selamanya punya

di alam kemerdekaan yang baru saja

warna dan amanat politik yang tegas,

diperoleh. Sejumlah cerpennya mulai

militan, kentara, tak perlu malu-malu

mencoba secara eksplisit menekankan

kucing

pertentangan

dalam

Realisme sosialis merupakan kesatuan

masyarakat. Misalnya para babu yang

integral dalam perjuangan umat manusia

haras

kelas

dalam menghancurkan penindasan dan

penguasa: para priyayi bam di kota-kota.

penghisapan atas rakyat, yakni buruh dan

Terutama pertentangan tajam antara si

tani, serta menghalau. imperial isme-

babu dan nyonyanya. Selain itu, kritik

kolonialisme.

Pramoedya
karyanya,

dengan

menampilkan

kelas-kelas

menghadapi

kekuasaan

atau

sembunyi-sembunyi.

tajam karya-karya Pramoedya di masa ini

Satu hal yang menarik, dalam

juga tertuju pada mentalitas kolonial-

pembuatan novel yang berjudul Sekali

feodal yang belum juga hilang di alam

Peristiwa di Banten Selatan, diawali oleh

kemerdekaan.

aktivitas

kemasyarakatan

Pramoedya

Bagi Pramoedya sendiri karya-

sendiri, yang langsung terjun ke daerah

karyanya di masa Lekra ini merupakan

pertanian di Banten Selatan. ini nyata

sebuah usaha kreatif eksplorasi tema-

menjadi

tema yang tidak sekedar diangkat dari

(meskipun

pengalaman (baik dirinya maupun orang-

ditetapkan) Lekra tentang pentingnya

orang

dikenalnya)

seniman untuk "Turba", atau turun ke

sebaimana karya-karya sebelumnya. Ini

bawah berbaur dengan rakyat. Secara

nampak pula, misalnya dalam Korupsi

massal

yang meriwayatkan seorang pegawai

merumuskan

yang mencoba mencari penyelesaian

realisme sosialis bagi para seniman

masalah ekonominya dengan cara yang

anggotanya.

dilakukan

tertentu

banyak

yang

teman

sekeijanya:

bukti
pada

Lekra

penerapan
waktu

memang

slogan

itu

belum

mencoba

pedoman-pedoman

25

Pedoman-pedoman

tersebut

sendiri. Jika periode sebelum Lekra

dikemukakan oleh Pramoedya dalam

diletakkan sebagai tesis, maka periode

naskah Realisme Sosialis dan Sastra

selama

Indonesia. Pedoman pertama, keharusan

dikategorikan sebagai antitesis. Ada satu

keharusan karya sastra realisme sosialis

gerak

menjadi sangat penting, mengingat sastra

pemahaman yang baru. Pertentangan

jenis ini memiliki beban tanggung jawab

antara kedua periode ini sendiri akhirnya

penyadaran

menghasilkan

terhadap

rakyat

jelata.

bersama
maju

Lekra

untuk

dapat

mendapatkan

sebuah

sintesis

baru

Kalangan masyarakat jenis ini, secara

dalam lingkup kreativitas Pramoedya. Ia

umum memiliki tingkat ekonomi dan

mengambil hal yang telah begitu kuat di

pendidikan yang rendah, yang dalam

periode

ukuran borjuis disebut menderita "udim

meyakinkan pada sebagian karyanya,

intelektualitas".

mereka,

ditopang oleh semangat kejujuran dalam

sangatlah sukar untuk berbahasa secara

menceritakan, serta perangnya melawan

tinggi. Slogan justru ditempatkan sebagai

ketidakadilan dan ketidakmanusiawian.

pegangan dan ajaran moral politik yang

Dari

humanis. Dalam hal ini, slogan slogan

sesuatu

merapakan karya seni yang lahir dari

pentingnya

penggabungan antara sastra dan politik.

Kematangan ideologi yang di perolehnya

Terhadap

pertama:

periode

latar

kedua,

yang

yang

ia

semakin

politik

sangat

mengambil
diyakininya:

dalam

sastra.

Untuk melengkapi slogan-slogan

menjadi modal untuk memasuki periode

yang menjadi pegangan para seniman

ketiga yang mencoba menggabungkan

realisme

kekuatan dalam kedua periode tersebut.

sosialis,

ditambahkan

suatu
realitas

Pramoedya ketika menyampaikan

kehidupan rakyat. Setiap pengarang dan

naskah novel "Gadis Pantai" ini kepada

seniman harus bisa dan membiasaka diri

penyunting, sedikit menjelaskan bahwa

berada

kehidupan

"kisah ini hasil imajinasi say a pribadi

rakyat jelata. Mereka harus belajar dari

tentang nenek soya dari pihak ibu, nenek

pengalaman rakyat dalam suka dan

yang mandiri dan yang saya cintai".

dukanya.

Sebagaimana juga hampir semua cerpen

keharusan

untuk

dalam

menguasai

lingkungan

Dalam

praktek

seperti

ini,

pengarang dan seniman akan semakin

dan

mempertinggi mutu karyanya. Slogan

imajinasi- kisah tokoh-tokoh Pramoedya

yang demikian itu kerap kali disebut

selalu

sebagai "gerakan turun ke bawalr (turba).

kenyataan

Melalui kedua periode di atas,
dapat

ditemukan

perkembangan

suatu

kreativitas

dialektika
Pramoedya

novelnya
berkait
dan

-sekalipun
dan

fiksi

diangkat

pengalaman

sosial-budaya

atau
dari

sejarah

manusia-manusia

Indonesia. Dan khusus mengenai 'Gadis
Pantai',

ia

berkait

dengan

keluarga

26

pengarang sendiri, sehingga karenanya

yang

menyebabkan

terjadinya

bisa disebut sebagai roman keluarga.

perlawanan terhadap feodalisme, yaitu :

(Toer, 2000: V)

a. karena perbuatan, sikap, perilaku para

Dari penjelasan di atas dapat

kaum Bendoro yang begitu tidak

disimpulkan tentang alasan terjadinya

menghargai hak asasi manusia dan

perlawanan terhadap feodalisme dalam

tidak semena-mena terhadap orang

novel 'Gadis Pantai' ini. Yaitu karena

kebanyakan sebab mereka merasa

dengan latar belakang pengarang yang

sebagai atasan yang selalu berhak

telah

atas

penulis

paparkan

di

atas,

si

segalanya.

Sehingga

pengarang membuat novel tersebut -yang

perlawanan

didalamnya terdapat tentang masalah

kebanyakan khususnya oleh tokoh

perlawanan terhadap feodalisme- sebab

'Gadis Pantai'.

sebenarnya

orang

b. karena ingin menegakkan kebenaran

tidak

setujunya

dan keadilan, sehingga lupa pada

terhadap

adanya

statusnya yang sebenarnya. Di mana

penindasan-penindasan yang dilakukan

seharusnya seorang sahaya hanya

oleh

menghormati,

(tidak

perasaan

suka)
kaum

hanyalah
nuraninya

pengarang

pihak

ingin

meluahkan

si

dari

terjadi

bangsawan.
ingin

Pengarang

menyalurkan

sendiri.

Yang

hati
mana

melayani

melakukan

dan

segala

perintah

bendoronya. Hal ini seperti yang telah

pengalaman ini tidak diambil dari orang

dilakukan

lain melainkan dari kelurganya sendiri.

terhadap para agus-agus bendoro

Dan pabila ternyata semua itu kebetulan

muda, sesuai dengan cuplikan pada

mengucapkan sesuatu yang bergolak

dialog berikut.

dalam masyarakatnya, hal itu merupakan

oleh

Bujang

(mBok)

c. Karena rasa sayang dan bangga

suatu kebetulan belaka atau kebetulan

terhadap penduduk

ketajaman batinnya dapat menangkap

halamannya

isyarat-isyarat itu.

apabila

dan kampung

sehingga

ada

orang

tidak

mau

lain

yang

menghinanya.
2) Dalam Cerita Itu Sendiri
Dari pembahasan data-data yang

Simpulan

telah dikumpulkan oleh peneliti, baik
tentang

penindasan-penindasan

Pada masa Feodalisme, bentuk-

yang

bentuk penindasan yang paling banyak

dilakukan oleh kaum Bendoro, maupun

dilakukan yakni dalam hal perkawinan;

perlawanan- perlawanan yang dilakukan

bagi

oleh orang kebanyakan, khususnya oleh

dengan

tokoh Gadis Pantai, ada beberapa alasan

suatu perkawinan yang sesungguhnya.

kaum
orang

bangsawan
kebanyakan

perkawinan
bukanlah

27

Dalam

hubungan

kekeluargaan;

bagi

hanyalah

ingin

menyalurkan

hati

kaum bangsawan sangatlah mudah untuk

nuraninya. Dan apabila ternyata semua

memutuskan

itu kebetulan mengucapkan sesuatu yang

hubungan

kekeluargaan.

Sedangkan dalam hal derajat kehidupan,

bergolak

yakni kedudnkan kaum bangsawan selalu

merupakan suatu kebetulan ketajaman

di atas, yang selalu memerintah pada

batinnya dapat menangkap isyarat-isyarat

semua masyarakat kelas bawah (orang

itu. Sedangkan dari dalam Cerita itu

kebanyakan). Dan dalam hal sistem mata

sendiri yakni karena perbuatan, sikap,

pencaharian, pada masa feodalisme mata

dan perilaku para kaum bendoro yang

pencaharian yang didapatkan oleh orang

tidak menghargai hak asasi manusia,

kebanyakan hanyalah kerja rodi atau

sehingga menimbulkan keinginan untuk

menjadi seorang sahaya.

mempertahankan hak- hak yang telah

Bentuk

Perlawanan

yang

dalam

masyarakat,

hal

ini

dimiliki oleh setiap manusia. Selain itu

dilakukan oleh tokoh Gadis Pantai yakni,

juga karena rasa

ketika ia sudah menjadi seorang wanita

keadilan dan kebenaran, dan juga karena

utama, ia tidak menginginkan adanya

rasa

batasan-batasan antara dirinya dengan

penduduk dan kampung tercinta sehingga

siapa saja yang ada disekitarnya. Selain

tidak ingin melihat semua penduduk

itu,

kampungnya dihina oleh pihak lain.

perlawanan

terhadap

sikap

dan

sayang

ingin

dan

menegakkan

bangga

terhadap

perbuatan para kaum bendoro kepada
orang

kebanyakan

merendahkan
kebanyakan.

yang

terlalu

martabat
Sedangkan

orang
perlawanan

yang dilakukan oleh tokoh bujang adalah
berani

menanyakan

(menuduh)

para

bendoro-bendoro muda mencuri, yang
mana pada masa feodalisme hal ini tidak
boleh dilakukan oleh kaum kebanyakan
apalagi oleh seorang sahaya.
Alasan

terjadinya

perlawanan

terhadap feodalisme ini ada dua yakni
latar

belakang

pengarang,

yakni

pengarang ingin meluahkan perasaan
tidak

setujunya

terhadap

adanya

penindasan-penindasan yang dilakukan
oleh

kaum

bangsawan.

Pengarang

Daftar Pustaka
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi
Karya

Sastra.

Bandung:

Sinar

Baru Algensindo.
Toer, Pramoedya Ananta. 2000. Gadis
Pantai. Jakarta: Hasta Mirta.
Arikunto,

Suharsimi.

1993.

Prosedur

Peneltian. Jakarta: Rieneka Cipta.
Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar ilmu
Sastra. Surabaya: Usaha Nasional.
Furchan,

Arief.

1982.

Pengantar

Pendidikan

dalam

Pendidikan.

Surabaya: Usaha Nasional.

28

Kuntowijoyo.

1987.

Masyarakat.

Budaya

dan

Yogyakarta:

Tiara

Wacana.
Antropologi.

Jakarta:

Erlangga.
Nurgiyantoro,

Burhan.

1994.

Fiksi.

Teori

Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra
Sebuah

Pemahaman

Awal.

Malang: Bayu Media.
Semi, Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung:
Angkasa.
1993.

Metode

Penelitian

Sastra. Padang: Angkasa.
Soehino. 1980. Ilmu Negara. Yogyakarta:
Liberty.
Soekanto,

Soerjono.

Suatu

1983.

Sosiologi

Pengantar.

Jakarta:

Rajawali Press.
---------------.

1990.

Pengantar.

Sosiologi
Jakarta:

Suatu
Rajawali

Press.
Subyakto, Henry. 1993. Content Analysis
dalam

Kursus

Penelitian

llmu

Sosial. Surabaya: Fisip UNA1R.
Suwondo,

Tirto.

2003.

Studi

Sastra

Beberapa Alternatif. Yogyakarta:
Hanindita Graha Widya.
Suyono Sudikan, Setya. 1985. Apresiasi
Sastra Untuk Anda. Surabaya:
Sinar Wijaya.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsipprinsip Dasar Sastra. Bandung:
Angkasa.

Perkawinan.

Wellek, Rene & Austin Warren. 1993.
Teori Kesusastraan. (Terjemahan
Melani

Pengkajian

--------------.

Konseling
Yogyakarta: Andi.

Mulyadi, Yad dkk (ed). 1992. Sosiologi
dan

Walgito, Bimo. 2002. Bimbingan dan

Gramedia.

Budianta).

Jakarta: