BAB II skripsi merokok

7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Perilaku Merokok
1. Pengertian Perilaku Merokok
Wibisono (2008) menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan
kebiasaan yang sudah membudaya di Negara Indonesia. Konsumsi rokok
terus meningkat setiap tahun dengan total perokok aktif di Indonesia
pada tahun 2008 adalah sekitar 70% dari total penduduk. Oleh karena itu,
bukanlah sesuatu yang mencengangkan jika setiap saat dapat dijumpai
orang yang merokok di tempat-tempat umum, seperti pasar, angkot,
jalan-jalan, bahkan rumah sakit, tidak terkecuali lingkungan pendidikan
seperti sekolah dan kampus.
Perilaku merokok dilakukan oleh orang dari berbagai lapisan
masyarakat, dari yang tua sampai yang muda, juga tidak mengenal
perbedaan jenis kelamin dan status pekerjaan. Perilaku merokok pada
pelajar pun merupakan fenomena sosial yang sudah amat sangat lumrah
ditemui dilingkungan sekolah (Arum, 2008).
Rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun

nipah atau kertas. Sedangkan merokok didefinisikan sebagai kegiatan
membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan
rokok maupun menggunakan pipa (Arum, 2008). Senada dengan itu
definisi merokok juga dikemukakan oleh amstrong seperti yang dikutip
oleh Nasution (2007) yakni menghisap asap tembakau yang dibakar ke
dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar.

2. Klarifikasi Perokok
Perwitasari (2006) mengungkapkan bahwa tingkatan merokok
setiap orang berbeda-beda tergantung dari seberapa sering seseorang
merokok, jumlah rokok yang dihisapnya dan lamanya merokok. Namun
sebelumnya perlu diketahui bahwa seseorang dikatakan sebagai perokok
jika ia memiliki kebiasaan merokok minimal 4 batang setiap hari dan
telah menghisap 100 batang rokok dalam hidupnya.
Mu’tadin (2004) mengelompokkan perokok menjadi beberapa tipe,
sebagai berikut :
a. Perokok sangat berat yaitu perokok yang mengkonsumsi rokok
lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit
setelah bagun pagi
b. Perokok berat yaitu perokok yang merokok sekitar 21-30

batang sehari dengan selang waktu sejak bangun tidur pagi
berkisar antara 6-30 menit
c. Perokok sedang yaitu perokok yang menghabiskan rokok 1121 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun
tidur
d. Perokok ringan yaitu menghabiskan rokok sekitar 10 batang
dengan selang waktu diatas 60 menit dari bangun tidur.
Selanjutnya menurut Silvan dan Tomkins (dikutip oleh Mu’tadin,
2004), terdapat tiga tipe perilaku merokok berdasarkan Management of
Affect Theory yakni sebagai berikut :
a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Green
seperti yang dikutip oleh Perwitasari (2006) menambahkan ada
tiga sub tipe ini, yaitu:
1) Pleasure relaxtion, perilaku merokok hanya untuk
menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah
didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau
makan.

8

2) Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya

dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
3) Pleasure of handing the cigarette, perilaku merokok
dilakukan hanya karena kenikmatan yang diperoleh
dari memegang rokok sedangkan untuk menghisapnya
hanya butuh waktu beberapa menit saja. Ada pula
perokok yang lebih senang berlama-lama untuk
memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum
ia menyalakan apinya.
b.

Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif. Banyak
orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam
dirinya (Perwitasari, 2006). Misalnya merokok bila marah,
gelisah,

rokok

dianggap

sebagai


penyelamat.

Mereka

menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga
terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.
c.

Perilaku merokok yang adiktif. Perokok yang sudah adiksi,
akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat
setelah efek rokok yang dihisapnya berkurang.

d.

Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Perokok tipe
ini

menggunakan


rokok

sama

sekali

bukan

untuk

mengandalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar
sudah menjadi kebiasaan rutin. Dapat dikatakan pada tipe ini,
merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat
otomatis, seringkali tanpa dipikirkan atau disadari.
Klasifikasi perilaku merokok juga dapat dilihat dari tempat orang
tersebut merokok, seperti yang diungkapkan oleh Trim (dikutip oleh
Perwitasari, 2006), sebagai berikut :
a. Merokok ditempat umum atau ruang publik
1) Kelompok homogen (sama-sama perokok secara bersama-sama
mereka menikmati kebiasaanya)


9

2) Kelompok heterogen (merokok ditengah orang lain yang tidak
merokok).
b. Merokok ditempat-tempat yang bersifat pribadi
1) Di kantor atau kamar pribadi. Perokok yang merokok di ruangan
pribadi digolongkan kepada individu yang kurang menjaga
kebersihan diri, penuh rasa gelisah dan mencekam
2) Di toilet. Perokok yang merokok di toilet digolongkan sebagai
orang yang suka berfantasi.
3. Efek Merokok
Rokok mengandung setidaknya 4000 zat kimia antara lain nikotin,
karbon monoksida, tar dan lain sebagainya. Ketiga zat tersebut
merupakan zat kimia yang paling membahayakan kesehatan manusia.
Karbon monoksida merupakan gas yang dapat langsung diserap
pembuluh darah sehingga berpengaruh langsung pada fungsi fisiologis
seperti mengurangi kapasitas oksigen yang dibawa oleh darah. Tar adalah
partikel residu yang terdapat pada asap rokok. Sementara itu nikotin
merupakan zat yang menyebabkan ketergantungan seseorang pada rokok.

4. Dampak Merokok
Perilaku merokok dapat menimbulkan banyak penyakit dan
memperberat penyakit lainnya (Perwitasari, 2006). Menurut Amstrong
seperti yang dikutip oleh Perwitasari (2006), penyakit jantung koroner,
diabetes, tekanan darah tinggi, kanker, stroke, dan ashma merupakan
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan akibat perilaku merokok.
Ahnyar (2009) menambahkan bahwa dalam penelitian yang dilakukan di
Amerika Serikat dan Inggris, ditemukan bahwa kebiasaan merokok
memperbesar kemungkinan timbulnya AIDS dua kali lebih cepat pada
pengidap HIV.
Dalam penelitian lain yang dilakukan di Jerman ditemukan bahwa
responden yang memiliki ketergantungan nikotin akibat perilaku
merokok memiliki kualitas hidup yang lebih buruk, dan hampir 50% dari
responden perokok memiliki setidaknya satu jenis gangguan kejiwaan
(Ahnyar, 2009).

10

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi
saluran nafas dan jaringan paru-paru. Pada saluran nafas besar, sel

mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak
(hiperplasia). Pada saluran nafas kecil, terjadi radang ringan hingga
penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada
jaringan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan
alveoli (Ahnyar, 2009).
Akibat perubahan anatomi saluran nafas, pada perokok akan timbul
perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya.
Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun.
Dikatakan merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM,
termasuk emfisema paru-paru, bronkhitis kronis, dan asma (Ahnyar,
2009).
Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti
dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara
kebiasaan merokok, terutama ciggarete, dengan timbulnya kanker paruparu. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai
penyebab utama terjadinya kanker paru-paru. Partikel asap rokok, seperti
benzopiren, dibenzopiren dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen.
Juga tar berhubungan dengan resiko terjadinya kanker. Dibandingkan
dengan bukan perokok, kemungkinan timbul kanker paru-paru pada
perokok mencapai 10-30 kali lebih sering (Ahnyar, 2009).
Asap yang dihembuskan para perokok dapat dibagi atas asap utama

(main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke)(Ahnyar,
2009). Asap utama merupakan asap tembakau yang dihirup langsung
oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan asap tembakau yang
disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain atau
perokok pasif.
Berdasarkan uraian diatas, perilaku merokok berdampak pada
kesehatan fisiologis dan psikologis seseorang. Dampak perilaku merokok
tidak hanya akan dirasakan oleh perokok itu saja tapi juga akan dirasakan
oleh orang-orang yang berada di sekitar perokok
B. Faktor Penyebab Perubahan Perilaku

11

Menurut Komalasari dan Helmi (2000), perilaku merokok selain
disebabkan dari faktor dalam diri (internal) juga disebabkan faktor
dari lingkungan (eksternal).
1. Faktor Diri (Internal)
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Merokok juga memberi
image

bahwa merokok dapat menunjukkan kejantanan (kebanggaan diri) dan
menunjukkan kedewasaan. Individu juga merokok dengan alasan sebagai
alat menghilangkan stres (Nasution, 2007).
Remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis psikososial
yangdialami pada perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka
sedang mencari jati dirinya (Komalasari dan Helmi, 2000).
2. Faktor Lingkungan (Eksternal)
Menurut Soetjisningsih (2004), faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perilaku merokok remaja adalah keluarga atau orang tua, saudara
kandung maupun teman sebaya yang merokok, dan iklan rokok
a. Orang Tua
Perilaku remaja memang sangat menarik dan gaya mereka
pun bermacam-macam. Ada yang atraktif, lincah, modis, agresif
dan kreatif dalam hal-hal yang berguna, namun ada juga remaja
yang suka hura-hura bahkan mengacau. Pada masa remaja, remaja
memulai berjuang melepas ketergantungan kepada orang tua dan
berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan
diakui sebagai orang dewasa. Pada masa ini hubungan keluarga
yang dulu sangat erat sekarang tampak terpecah. Orang tua sangat
berperan pada masa remaja, salah satunya adalah pola asuh

keluarga

akan

sangat

berpengaruh

pada perilaku remaja. Pola asuh keluarga yang kurang baik akan m
enimbulkan perilaku yang menyimpang seperti merokok, minumminuman keras, menggunakan obat-obat terlarang dan lain-lain
(Depkes RI, 2005).

12

b. Teman Sebaya
Pengaruh kelompok sebaya terhadap perilaku beresiko
kesehatan

padaremaja

mekanisme peer sosialization

dapat

terjadi

melalui
dengan

arah pengaruh berasal kelompok sebaya, artinya ketika remaja berg
abung dengankelompok sebayanya maka seorang remaja akan
dituntut untuk berperilakusama dengan kelompoknya, sesuai
dengan norma yang dikembangkan oleh kelompok tersebut
(Mu’tadin, 2002).
Remaja pada umumnya bergaul dengan sesama mereka,
karakteristik persahabatan remaja dipengaruhi oleh kesamaan: usia,
jenis kelamin dan ras.Kesamaan dalam menggunakan obat-obatan,
merokok sangat berpengaruhkuat dalam pemilihan teman. (Yusuf,
2006).
c. Iklan Rokok
Banyaknya iklan rokok di media cetak, elektronik, dan
media luar ruangtelah mendorong rasa ingin tahu remaja tentang
produk rokok. Iklan rokok mempunyai tujuan mensponsori hiburan
bukan untuk menjual rokok, dengan tujuan untuk mengumpulkan
kalangan muda yang belum merokok untuk mencoba merokok dan
setelah mencoba merokok akan terus berkelanjutan sampai
ketagihan (Istiqomah, 2004).
Stressor didefinisikan sebagai kondisi-kondisi, naik fisik, lingkungan
dan sosial yang menyebabkan terjadinya stress (Yusuf, 2008). Penyebab
stress dapat datang dari sudut kehidupan manapun seperti aspek
bioecological (lingkungan), pekerjaan, serta aspek psikososial (Putri, 2008)
dengan rincian sebagai berikut :
1.Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

13

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002), Pengetahuan
(knowledge) adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni: indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).
Suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan,
dan orang yang mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang
tersebut akan terjadi proses sebagai berikut :

1) Kesadaran (Awareness) dimana orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap objek
(stimulus)
2) Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek
tertentu. Disini sikap subyek sudah mulai timbul.
3) Menimbang-nimbang (evaluation) terhadap baik dan tidaknya
terhadap stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap
responden sudah tidak baik lagi.
4) Trial, dimana subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.

14

5) Adopsi (adoption), dimana subyek telah berprilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus (Notoatmodjo, 2007).
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat, yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini
adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah
2) Memahami (Comprehension)
Memahami

diartikan

sebagai

suatu

kemampuan

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill
(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, adanya prinsip
terhadap obyek yang dipelajari.
4) Analisis (Analysis)

15

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih
ada kaitannya satu sama lainnya
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dalam kata lain sintesis
itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
suatu justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek
(Notoatmodjo, 2010).
Penentuan kategori penelitian menurut Arikunto (2004)
sebagai berikut :
1) 76-100%, jika pertanyaan yang benar dijawab oleh
responden adalah kategori baik.
2) 61-75%, pertanyaan yang dijawab benar oleh responden
adalah Kategori Cukup.
3) < 60%, jika pertanyaan yang dijawab benar oleh
responden adalah kategori kurang

2. Aspek Psikososial, psikologi dan sosial
a. Aspek Psikososial

16

Aspek Psikososial, mencakup perubahan-perubahan yang
terjadi dalam kehidupan, seperti ketika masuk kuliah pada hari
yang pertama, pindah rumah, menikah, melahirkan, kematian
anggota keluarga, persahabatan, masalah percintaan dan lain
sebagainya.
Sejalan dengan hal itu, Nasution (2007) mengungkapkan
bahwa stressor dapat berwujud atau berbantuk fisik, seperti polusi
udara, dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial, seperti
interaksi sosial, ataupun hanya pikiran dan perasaan individu
sendiri yang menganggap sesuatu hal sebagai ancama, baik nyata
maupun hanya imajenasi.
Sementara itu Yusuf (2008) mengklasifikasikan stressor ke
dalam tiga kelompok besar, yakni fisik-biologik, psikologik, dan
sosial. Faktor fisik-biologik artinya faktor yang berasal dari kondisi
fisik atau kondisi biologis individu. Seperti penyakit yang sulit
disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya salah satu
anggota tubuh, dan merasa penampilan kurang menarik.
Faktor psikologik merupakan faktor-faktor yang merupakan
kondisi psikis individu, seperti negative thinking (buruk sangka),
frustasi (kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang
diinginkan), hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan,
perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan yang diluar
kemampuan.
b. Aspek Psikologis
Ada tiga faktor psikologis yang terlibat disini, yaitu:
1. Perceived control, yaitu keyakinan bahwa seseorang dapat
menguasai stressor itu sendiri
2. Learned helplessness, yaitu reaksi tidak berdaya akibat
seringnya mengalami peristiwa yang berada di luar kendalinya.
Produk akhirnya adalah motivational deficit (menyimpulkan
bahwa semua upaya adalah sia-sia), cognitive deficit (kesulitan
mempelajari respon-respon yang dapat membawa hasil yang
positif), dan emotional deficit (rasa tertekan karena melihat
17

bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa dan situasinya tak
terkendalikan lagi)
3. Hadriness, yaitu keberanian dan ketangguhan yang terdiri dari
tiga karakteristik:
a.Keyakinan bahwa seseorang dapat mengendalikan atau
mempengaruhi apa yang terjadi padanya
b. Komitmen, keterlibatan dan makna pada apa yang
dilakukan dari hari demi hari
c.Fleksibel untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi,
seolah-olah

perubahan

merupakan

tantangan

untuk

pertumbuhannya.
c. Aspek Ssosial
Peristiwa penting dalam hidup merupakan stressor sosial
yang berpengaruh. Selain itu, tugas rutin sehari-hari ternyata juga
berpengaruh terhadap kesehatan jiwa. Dukungan sosial yang
mencakup dukungan emosional, dukungan nyata, dan dukungan
informasi turut mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi
stress.
Carson dan Butcher (2005) mengungkapkan definisi yang
lebih konseptual mengenai stressor yakni meliputi semua hal atau
situasi baik itu positif maupun negatif yang menuntut penyesuaian
diri dari individu. Stressor menurut Carson dan Butcher (2005)
terdiri dari tiga hal utama, yakni sebagai berikut:
1) Frustasi (frustrations)
Individu merasa frustasi ketika usaha yang dilakukannya
menghadapi suatu rintangan. Frustasi juga bisa terjadi ketika
individu

tersebut

gagal dalam

mencapai tujuan yang

diharapkannya. Frustasi membuat individu tidak mampu untuk
menanggulangi masalah yang dihadapinya karena disebabkan
individu tersebut memiliki perasaan bahwa ia tidak memiliki
daya dan kemampuan sehingga gagal dalam mencapai

18

tujuannya. Frustasi bisa disebabkan oleh berbagai macam hal,
baik

yang

bersifat

internal

(misal

keterbatasan

fisik,

kesendirian, dan perasaan bersalah) maupun eksternal (misal
deskriminasi dan masalah relasi dengan orang lain)
2) Konflik (conflicts)
Dalam banyak hal stress disebabkan oleh dua atau lebih
kebutuhan yang muncul secara bersamaan. Individu dituntut
untuk menentukan pilihan dan ketika itulah konflik terjadi.
Konflik dapat terjadi dalam tiga situasi yakni pertama, ketika
individu harus memilih satu diantara dua atau lebih pilihan
yang sama-sama meyenangkan dalam satu waktu yang
bersamaan, misalnya adalah pilihan dalam menentukan film
yang akan ditonton saat ke bioskop.
Kedua, ketika individu harus memilih satu diantara dua
atau lebih pilihan yang sama-sama tidak menyenangkan dalam
satu waktu yang bersamaan. Misalnya adalah ketika seseorang
mahasiswa harus menentukan pilihannya untuk berangkat
kuliah atau tidak, yang mana jika ia tidak berangkat kuliah,
maka ia akan melewatkan ujian akhir, manun jika ia berangkat
kuliah, ia akan bertemu dengan orang-orang yang tidak ingin
ditemuinya.
Ketiga, ketika individu akan merasakan dilema atas akibat
positif dan negatif yang akan dihadapi ketika ia harus
menentukan sebuah pilihan. Misalnya ada seorang mantan
perokok ingin merokok ketika berada di dalam sebuah pesta
namun ia menyadari jika ia merokok akan membahayakan
status sosialnya yang telah berubah menjadi seorang
nonperokok.
C) Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku merokok
Menurut Lawrence Green (1980) dalam buku Notoadmodjo (2010)
perilaku manusia dari tingkat kesehatan terbentuk dari 3 faktor yaitu:

19

1.

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) yang terdiri dari
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan.
a). Pengetahuan
pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan,
pendengaran, dan penciuman, rasa dan raba dengan sendiri.
b). Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukan

konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu.
c). Kepercayaan
kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan ini dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan,
dan kepentingan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang percaya kepada
sesuatu karena ia mempunyai pengetahuan tentang itu
2.

Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) yang terdiri dari sarana
dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

3.

Faktor-faktor penguat (reinforcing factor) yang terdiri dari sikap
dan perilaku petugas kesehatan, tokoh agama serta tokoh masyarakat.

D) Kerangka Teori
Berdasarkan uraian diatas, dapat dibuat skema atau bagan mengenai
determinan berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja.
20

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor Diri (Intern

Perilaku Kesehatan

Faktor Eeksternal
-

Orang tua
Teman sebaya
Iklan rokok

(Sumber : Komalasari dan Helmi (2000))

Faktor penguat
21
-Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
-Tokoh agama