KEKUATAN HUKUM AKTA YANG DIBUAT OLEH NOT

DAFTAR ISI

BAB I LATAR BELAKANG..............................................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG MASALAH................................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................................................5
A. NOTARIS...............................................................................................................................................5
B. KEWENANGAN NOTARIS......................................................................................................................9
C. AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DILUAR KEWENANGAN NOTARIS.........................................................12
BAB III PEMBAHASAN...............................................................................................................................16
A. KEWENANGAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA OTENTIK.............................................................16
B. KEDUDUKAN HUKUM AKTA OTENTIK YANG DIBUAT NOTARIS DILUAR KEWENANGANNYA...............21
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................................28
A. KESIMPULAN.....................................................................................................................................28
B. SARAN................................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................Error! Bookmark not defined.

1

BAB I

LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Notaris merupakan salah satu pejabat negara yang kedudukannya sangat dibutuhkan di
masa sekarang ini. Di masa modern ini, masyarakat tidak lagi mengenal perjanjian yang
berdasarkan atas kepercayaan satu sama lain seperti yang mereka kenal dulu. Setiap
perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat pasti akan mengarah kepada notaris sebagai
sarana keabsahan perjanjian yang mereka lakukan. Karena itulah, kedudukan notaris
menjadi semakin penting di masa seperti sekarang ini. Seperti pejabat negara yang lain,
notaris juga memiliki kewenangan tersendiri yang tidak dimiliki oleh pejabat negara yang
lainnya.
Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki
oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian
pembuatan akta, menyimpan akta,memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,semuanya
itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam
Pasal 15ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut Undang-undang
Perubahan Atas UUJN). Notaris juga mempunyai wewenang untuk membantu pemerintah

dalam melayani masyarakat dalam menjamin kepastian, ketertiban,dan perlindungan hukum
2

melalui akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapannya, mengingat akta otentik sebagai
alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam setiap hubungan hukum
bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat.
Akta otentik yang dibuat oleh notaris merupakan sebuah alat pembuktian untuk
menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat
bukti, akta otentik dikatakan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna karena
memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan
pembuktian formil, dan kekuatan pembuktian material. Kekuatan pembuktian lahiriah
(uitwendige bewijskracht) yaitu kemampuan yang dimiliki oleh akta otentik untuk
membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik yang lahir sesuai dengan aturan hukum
mengenai peryaratan sebuah akta otentik. Kekuatan pembuktian formil (formele
bewijskracht), yaitu kemampuan untuk memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan
fakta yang disebutkan dalam akta memang benar dilakukan, terkait dengan tanggal atau
waktu pembuatan, identitas para pihak, tanda tangan para penghadap, saksi-saksi, dan
notaris, tempat pembuatan akta, serta keterangan atau pernyataan yang dilihat, disaksikan,
didengar atau disampaikan oleh para pihak. Kekuatan pembuktian material (materiele
beswijskarcht) merupakan kepastian mengenai kebenaran materi suatu akta.

Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya yang berwenang membuat akta
otentik dapat dibebani tanggungjawab atas perbuatannyahal ini sesuai dengan Pasal 1 angka
1 Undang-undang Perubahan Atas UUJN. Tanggungjawab tersebut sebagai kesediaan dasar
untuk melaksanakankewajibannya. Pertanggungjawaban notaris meliputi kebenaran materil
atas akta yang dibuatnya. Notaris tidak bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahan isi
akta yang dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab bentuk formal
akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang.
Setiap wewenang yang diberikan kepada notaris harus dilandasi aturan hukumnya
sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baikdan tidak bertabrakan dengan
wewenang. jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang notaris melakukan suatu
tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan
3

yang melanggar wewenang. Maka akta notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau
tidak dapat dilaksanakan. Kewenangan notaris adalah membuat akta otentik sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Perubahan Atas UUJN.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan

rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah definisi Notaris ?
2. Apa saja kewenangan yang dimiliki oleh Notaris ?
3. Apakah akibat hukum atas akta yang dibuat oleh Notaris diluar kewenangannya ?

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. NOTARIS

Istilah pejabat umum dipakai dalam Pasal 1 UUJN tentang Jabatan Notaris (UUJN)
5

sebagai pengganti Staatblad Nomor 30 tahun 1860 tentang PJN (PJN), yang dimaksud
dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan

lainnya


sebagaimana

dimaksud

dalam

Undang-Undang

ini.

Notaris

dikualifikasikan sebagai Pejabat Umum, tapi kualifikasi Notaris sebagai Pejabat Umum,
tidak hanya untuk Notaris Saja, karena sekarang ini seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) juga diberi kualifikasi sebagai Pejabat Umum dan Pejabat Lelang. Pemberian
kualifikasi sebagai pejabat umum kepada pejabat lain selain kepada Notaris, bertolak
belakang dengan makna dari Pejabat Umum itu sendiri, karena seperti PPAT hanya membuat
akta-akta tertentu saja yang berkaitan dengan pertanahan dengan jenis akta yang sudah
ditentukan, dan Pejabat Lelang hanya untuk lelang saja.1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari kata wewenang adalah hak dan
kekuasaan untuk bertindak. Sedangkan definisi dari kata kewenangan adalah hak dan
kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.2 Wewenang Notaris pada prinsipnya
merupakan wewenang yang bersifat umum, artinya wewenang ini meliputi pembuatan segala
jenis akta kecuali yang dikecualikan tidak dibuat oleh Notaris. Dengan kata lain, pejabatpejabat lain selain notaris hanya mempunyai kewenangan membuat akta tertentu saja dan
harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta
otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse,
salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.3

1 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008, hal. 13.
2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, hal. 1128.
3 Habib Adjie, Opcit., hal. 13.


6

Menurut G.H.S. Lumban Tobing adalam bukunya mengenai Peraturan Jabatan Notaris,
wewenang utama notaris yaitu untuk membuat akta otentik. Otentisitas dari akta notaris
bersumber dari Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dimana notaris dijadikan sebagai “pejabat
umum”, sehingga akta yang dibuat oleh notaris karena kedudukannya tersebut memperoleh
sifat sebagai akta otentik.4
Kewenangan notaris ini meliputi 4 hal, yaitu:5
1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya itu.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang), untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat.
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Dengan demikian Notaris merupakan suatu Jabatan (Publik) yang mempunyai
karakteristik, yaitu :6
a. Sebagai Jabatan UUJN merupakan unifikasi di bidang Peraturan Jabatan Notaris, artinya
satu- satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris
di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan Notaris di Indonesia harus mengacu
kepada UUJN.
Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan

Notaris sebagai Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja
dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu)
serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.
b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu, setiap wewenang yang diberikan kepada
jabatan harus ada aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan
baik, dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika
seorang pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan diluar wewenang yang telah
ditentukan, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.
4

Tobing, G.H.S. Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga, 1983, Cetakan ke 4,
hlm.48
5 Tobing, G.H.S. Lumban, hlm. 49
6 Habib Adjie op. cit., hal. 15-16.

7

Wewenang Notaris hanya dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3) UUJN.
c. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah Pasal 2 UUJN menentukan bahwa Notaris
diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi

kenotariatan (Pasal 1 ayat (14) UUJN).
d. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya. Notaris meskipun diangkat
dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi tidak menerima gaji maupun uang pensiun dari
pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya
atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu.
e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat. Kehadiran Notaris untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang
hukum perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani
masyarakat, masyarakat dapat menggugat secara perdata Notaris, dan menuntut biaya,
ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini merupakan bentuk akuntabilitas Notaris
kepada masyarakat.
Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta
otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya
dalam membuat akta tersebut. Ruang lingkup pertanggung jawaban notaris meliputi
kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku
pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, Nico membedakannya menjadi
empat poin yakni:7
1. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadapakta yang
dibuatnya;

2. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam aktayang
dibuatnya;
3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran
materiil dalamakta yang dibuatnya;
7 Nico, Tanggungjawab Notaris Selaku Pejabat Umum, (Yogyakarta: Center for Documentation and Studies of
Business Law, 2003), hal. 21.

8

4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkankode etik
Notaris.
Notaris pada sistem civil law8 sama seperti hakim. Notaris hanya sebagai pihak yang
menerapkan aturan. Pemerintah mengangkat Notaris sebagai orang-orang yang menjadi
"pelayan" masyarakat. Sebagai pihak yang diangkat oleh negara maka Notaris dapat
dikategorikan sebagai pejabat negara. Menyandang status sebagai pejabat negara berarti
Notaris menjadi wakil negara. Negara mendelegasikan kewenangan pada Notaris untuk
melakukan pencatatan dan penetapan serta penyadaran hukum kepada masyarakat, terutama
menyangkut legalitas dokumen perjanjian atau kerja sama.
Notaris di negara penganut sistem civil law formasi penempatannya diatur oleh
pemerintah. Pengangkatan Notaris baru akan disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan

untuk mengisi formasi yang kosong. Seorang Notaris civil law akan mengeluarkan akta yang
sama persis dengan asli akta (minuta akta) yang disimpan dalam kantor Notaris. Pada salinan
akta tersebut yang melakukan tanda tangan cukup si Notaris. Tanda tangan itu dilakukan di
atas meterai dan dibubuhi stempel resmi Notaris. Di Indonesia stempel notaris berlambang
burung garuda yang merupakan lambang negara Indonesia. Adapun penempelan meterai
pada akta merupakan sebuah bukti sudah dibayarkannya pajak atau beanya, yaitu bea
meterai.
Akta yang dibuat oleh seorang Notaris dalam sistem civil law merupakan akta autentik
yang sempurna sehingga dapat dijadikan alat bukti yang sah di pengadilan. Memegang akta
autentik akan membuat posisi Anda kuat di mata hukum sehingga jika sewaktu-waktu Anda
digugat oleh pihak lain yang tidak memiliki bukti kuat maka kemungkinan besar Anda dapat
mementahkan gugatannya.

8 Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Mengenal Profesi Notaris, Memahai Ptaktik Kenotariatan,
Ragam Dokumen Penting Yang Diurus Notaris dan Tips Tidak Tertipu Notaris. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009.

9

B. KEWENANGAN NOTARIS

Kewenangan Notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN,
yang dapat dibagi menjadi:9
1. Kewenangan Umum Notaris.
2. Kewenangan Khusus Notaris.
3. Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian.
1. Kewenangan Umum Notaris
Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris yaitu
membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris
dengan batasan sepanjang :
a. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
b. Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum untuk dibuat atau
dikehendaki oleh yang bersangkutan.
c. Mengenai kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa
suatu akta itu dibuat.
d. Namun, ada juga beberapa akta otentik yang merupakan wewenang Notaris dan juga
menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu:10
1) Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW),
2) Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW),
3) Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal
1405, 1406 BW),
4) Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 WvK),
5) Surat kuasa membebankan Hak Tanggungan (Pasal 15 ayat [1] UU No.4 Tahun
1996),
6) Membuat akta risalah lelang.
9 Habib Adjie, Opcit., hal. 78
10 Habib Adjie, Opcit., hal. 79

10

Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15
UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 hal yang dapat kita
pahami, yaitu :
1. Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke
dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.
2. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,
sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang lainnya. Jika
misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka pihak
yang menyatakan tidak benar inilah yang wajib membuktikan pernyataannya sesuai
dengan hukum yang berlaku
2. Kewenangan Khusus Notaris
Kewenangan Notaris ini dapat dilihat dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN, yang mengatur
mengenai kewenangan khusus Notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan
dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus ;
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam suatu buku
khusus ;
c. Membuat salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan ;
d. Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya ;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta ;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau
g. Membuat akta risalah lelang.
Pasal 15 ayat (2) huruf j UUJN memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat
akta di bidang pertanahan. Ada tiga penafsiran dari pasal tersebut yaitu:11
1) Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi wewenang Notaris
atau telah menambah wewenang notaris.
2) Bidang pertanahan juga ikut menjadi wewenang notaris.
11 Habib Adjie, Opcit., hal. 84

11

3) Tidak ada pengambil alihan wewenang dari PPAT ataupun dari Notaris, karena baik
PPAT maupun notaris telah mempunyai wewenang sendiri-sendiri.
3. Kewenangan Notaris Yang Akan Ditentukan Kemudian
Dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN, dengan kewenangan yang akan ditentukan kemudian
adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius
constituendum).12Wewenang Notaris yang akan ditentukan kemudian, merupakan
wewenang yang akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Batasan
mengenai apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan ini dapat dilihat
dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tetang Peradilan Tata Usaha
Negara bahwa:13 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam undangundang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan
oleh Badan Perwakilan Rakyat Bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di
tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa kewenangan Notaris yang akan ditentukan
kemudian tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga
negara (Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat) atau Pejabat Negara yang
berwenang dan mengikat secara umum. Dengan batasan seperti ini, maka peraturan
perundang-undangan yang dimaksud harus dalam bentuk undang-undang dan bukan di
bawah undang-undang.

C. AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DILUAR KEWENANGAN NOTARIS

Kewenangan Notaris adalah kewenangan yang diperoleh secara Atribusi,14 yakni
pemberian kewenangan yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan
12Habib Adjie, Opcit., hal. 82
13Habib Adjie, Opcit., hal. 83
14 Sebagaimana diketahui cara perolehan kewenangan ada 3 (tiga) yakni dengan cara atribusi, delegasi dan mandat.

12

perundang-undangan atau aturan hukum. Notaris diberikan kewenangan oleh peraturan
perundang-undangan yakni UUJN, yang berarti juga kewenangan tersebut sebatas apa yang
diberikan oleh UUJN.15
Menurut UUJN yakni Pasal 15 Ayat (1), kewenangan Notaris adalah membuat akta
dengan batasan :
a. sepanjang tidak dikecualikan pada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-undang;
b. sepanjang menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum
atau dikehendaki oleh yang bersangkutan;
c. sepanjang mengenai subjek hukum untuk kepentingan siapa akta itu dibuat.
Selain itu Notaris juga diberikan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.16 Kewenangan lain tersebut diantaranya adalah membuat Akta
Pendirian Perseroan Terbatas (diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), Akta Jaminan Fidusia (diatur dalam Pasal 5 Ayat (1)
Undang- Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia), Surat Kuasa Mebebankan
Hak Tanggungan (diatur dalam Pasal 15 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah),
Akta Pendirian Partai Politik (diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Partai Politik), Akta Pendirian Yayasan (diatur dalam Pasal 9 Ayat (2) UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan).
Notaris berwenang pula membuat akta In Originali (meski dalam UUJN dimasukkan
dalam ketentuan Pasal 16 Ayat (2) dan (3), namun jika melihat substansinya maka hal
tersebut merupakan kewenangan Notaris) yakni :
15 Adjie, Op. Cit., hal. 77-78.
16Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum, sebagaimana diatur oleh Pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 7
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

13

1) pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
2) penawaran pembayaran tunai;
3) protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
4) akta kuasa;
5) keterangan kepemilikan; atau
6) akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Di dalam ketentuan 1868 BW yang lebih mendekati dengan permasalahan yakni :
Suatu akta otentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana
akta itu dibuat.
Melihat ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk memenuhi klasifikasi sebagai
akta otentik maka suatu akta harus memenuhi yarat-syarat sebagai berikut :
a) Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstan) seorang pejabat umum.
Yang dimaksud dengan dibuat oleh yakni akta yang dibuat oleh pejabat umum yang
menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang
dilihat atau disaksikan pejabat umum sendiri didalam menjalankan jabatannya, akta
seperti ini lazim disebut sebagai Akta Berita Acara (relaas akta) dan yang dimaksud
dengan dihadapan adalah bahwa akta tersebut dibuat atas permintaan para pihak yang
bersumber dari pernyataan, keterangan, hal tentang hak dan kewajiban maupun syaratsyarat yang dikehendaki para pihak, yang kemudian dikonstantir dalam suatu akta otentik
oleh pejabat umum, lazimnya akat seperti ini disebut dengan Akta Para Pihak
(partijakte).17
Pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang dimaksud adalah sesorang yang diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani
publik dalam hal-hal tertentu.
b) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.Bentuk yang
telah ditentukan maksudanya adalah bahwa dalam pembuatannya, akta tersbut harus
17 G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit., hal. 31.

14

sesuai dengan bentuk atau format yang telah ditentukan oleh Peraturan Perundangan yang
berlaku.
c) Pejabat umum sebagaimana dimaksud harus mempunyai wewenang untuk membuat akta
itu.
Pejabat umum yang mempunyai wewenang dapat diartikan berwenang:18
1. Membuat akta otentik yang dibuatnya maksudnya tidak setiap pejabat umum dapat
membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat aktaakta tertentu, yakni yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan
peraturan perundang- undangan.
2. Saat akta itu dibuat maksudnya seorang pejabat umum tidak boleh membuat suatu
akta dimana pada saat itu dirinya dalam keadaan tidak aktif sebagai pejabat umum
(belum disumpah, cuti, pensiun, atau diberhentikan).
3. Sesuai kedudukannya membuat akta itu maksudnya bahwa pejabat umum itu hanya
berwenang membuat akta otentik dalam wilayah yang baginya ia berwenang untuk
melakukannya, jika akta tersebut dibuat diluar wilayah yang baginya tidak berwenang
maka aktanya menjadi tidak sah.
Tindakan Notaris diluar wewenang yang sudah ditentukan tersebut, dapat dikategorikan
sebagai perbuatan di luar wewenang Notaris. Jika menimbulkan permasalahan bagi para
pihak yang menimbulkan kerugian secara materil maupun immateril dapat diajukan gugatan
ke pengadilan negeri. Untuk permasalahan seperti ini, maka Majelis Pengawas atau Majelis
Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas tidak perlu turut serta untuk menindaknya
sesuai wewenang Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas Notaris dapat turut serta
untuk menyelesaikanya, jika tindakan Notaris sesuai dengan wewenang Notaris.

18 F.X. Ngadijarno et all., 2006, Lelang Teori dan Praktek, Jakarta, hal. 359

15

BAB III
PEMBAHASAN

A. KEWENANGAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA OTENTIK

1. AKTA OTENTIK
Akta Otentik merupakan alat bukti yang sempurna sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akta tersebut memberikan diantara
para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak
itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat/dinyatakan dalam akta ini,
16

ini berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya
pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi hakim itu merupakan
“Bukti wajib/keharusan”.
Berdasarkan Pasal 1868BW merupakan sumber untuk otensitas akta Notaris juga
merupakan dasar legalitas eksistensi akta Notaris, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (tenoverstaan) seorang Pejabat
Umum.
b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,
c. PejabatUmum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang
untuk membuat akta tersebut.
Syarat-syarat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Akta yang dibuat oleh (door) atau dihadapan (tenoverstaan) seorang Pejabat Umum.
Pasal 38 UUJN yang mengatur mengenai Sifat dan Bentuk Akta tidak menentukan
mengenai Sifat Akta. Dalam Pasal 1 angka7 UUJN, menentukan bahwa akta Notaris
adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tatacara
yang ditetapkan dalam UUJN.
Akta yang dibuat oleh (door) Notaris dalam praktek Notaris disebut Akta Relaas
atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan
Notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak
yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris. Akta yang dibuat di hadapan
(tenoverstaan) Notaris, dalam praktek Notaris disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau
keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan dihadapan
Notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan kedalam
bentuk akta Notaris.
Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi dasar
utama atau inti dalam pembuatan akta Notaris, yaitu harus ada keinginan atau kehendak
(wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan dan permintaan para pihak
tidak ada, maka Notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud. Untuk memenuhi
17

keinginan dan permintaan para pihak Notaris dapat memberikan saran dengan tetap
berpijak pada aturan hukum. Ketika saran Notaris diikuti oleh para pihak dan dituangkan
dalam akta Notaris, meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan
keinginan dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta
merupakan perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan Notaris.

2. KEWENANGAN NOTARIS
Notaris berwenang untuk :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tanda
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat-surat di bawah tanda tangan dengan mendaftarkan dalam buku
khusus;
c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
d.
e.
f.
g.

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;
Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau;
Membuat akta risalah lelang.

a. Mengenai Kewenangan Notaris dalam hal Legalisasi terhadap surat dibawah tangan
diatur dalam Pasal 15 ayat 2 huruf a UUJN.
Contoh :
Nomor : 01 / L / I / 2010
- Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Amir syamsudin, SH,Mkn, Notaris di
Purwokerto, pada hari ini menghadap kepada saya :
1

Tuan ARIEZTA REFYN, swasta, bertempat tinggal di Banyumas, Menteng---Raya, RT 008, Rw. 010, Kelurahan Kedung banteng, Kecamatan Kedung banteng,
Purwokerto,

Pemegang

Kartu

Tanda

Penduduk

Nomor

:

09.5207.030655.0358-----------------------------------------------------------------------2. Tuan AVIGO NARATAMA, swasta, bertempat tinggal di Banyumas, Anggur
Raya, Rt 004, Rw. 02, Kelurahan Kedung Alur,, Kecamatan Condet, Purwokerto,
18

Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ; 09.5207.030655.0323 Yang dikenal
oleh

saya,

Notaris;

setelah

mana

yang

bersangkutan

membubuhkan

tandatangannya pada Pengikatan Jual Beli ini dihadapan saya, Notaris.
Purwokerto, 2 Febuary 2010---------------------------------------------------------------Notaris di Purwokerto,
(Amir Syamsudin, SH,Mkn).
b. Mengenai Kewenangan Notaris dalam hal Penandaan (waarmerking) terhadap surat
dibawah tangan diatur dalam Pasal 15 ayat 2 huruf b UUJN
Contoh :
63/Waar/IV/2009
Dibubuhi cap dan didaftarkan dalam buku pendaftaran yang diadakan khusus untuk
itu saya Amir Syamsudin Notaris di Purwokerto pada tanggal 19 September 2009
tanda tangan Notaris dan Cap Jabatan.
c. Kewenangan Notaris dalam hal Coppie Collationnee
Merupakan membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
Coppie Collationnee ini membuat asli surat-surat yang pernah dibuat dan hendak
dipergunakan lagi seperti halnya surat kuasa yang dilekatkan pada Minuta akta
Notaris atau dengan kata lain surat kuasa atau surat di bawah tangan lainnya yang
diketik ulang, maka agar dapat digunakan oleh pihak yang berkepentingan, maka
Notaris membuat Kopi dari asli surat di bawah tangan (Coppie Collationnee), pada
akhir atau penutup akta ini disebutkan dibuat sebagai Coppie Collationnee Pasal 15
ayat 2 huruf c UUJN. Coppie Collationnee ada 2 (dua) macam, yaitu;
1) Coppie Collationnee dari Surat di bawah tangan yang telah dilekatkan pada
minuta akta Notaris.
Contoh :
Di keluarkan sebagai salinan yang sama bunyinya “Coppie Collationnee” dari
19

Surat kuasa di buat di bawah tangan, tertanggal 10 Nopember 2011, yang telah
dijahitkan pada minuta akta saya, Notaris, Nomor 72/CC/2011, Tanggal 16
Nopember 2011, Notaris di Purwokerto.
Tanda tangan
Cap Jabatan
2) Coppie Collationnee dari Surat di Bawah Tangan yang setelah dicocokan dengan
aslinya di kembalikan lagi kepada yang berkepentingan.
Contoh :
Di keluarkan sebagai salinan yang sama bunyinya “Coppie Collationnee” dari
Surat kuasa di buat di bawah tangan, tertanggal 10 Nopember 2011, setelah
dicocokan maka asli surat tersebut diserahkan kembali kepada yang
berkepentingan. Semarang, 16 Desember 2011
Tanda tangan
Cap Jabatan
d. Pengesahan Kecocokan Fotocopy
Merupakan salah satu kewenangan Notaris untuk mencocokan fotocopy dari asli
surat-surat yang diperlihatkan kepadanya dan Notaris melakukan pengesahan
terhadap fotocopy tersebut yang sesuai dengan surat aslinya, dengan memberi cap
jabatan dan tanda tangan Notaris pada fotocopian tersebut atau yang sebagian orang
menyebutnya “legalisir” biasanya pengesahan fotocopy ini dibuat oleh Notaris
terhadap surat-surat untuk data pelengkap untuk keperluan Notaris dalam
menjalankan jabatannya, seperti KTP, Kartu Keluarga, dan surat-surat lainnya,
pengesahan fotocopy ini. Diatur dalam Pasal 15 Ayat 2 huruf d UUJN.
Contoh :
Pengesahan fotocopy
Fotocopy ini sesuai dengan aslinya yang diperlihatkan kepada saya, Notaris-PPAT,
Purwokerto
Notaris-PPAT
20

Amir Syamsudin, SH, Mkn
Notaris pada dasarnya memiliki kewenangan untuk melakukan penyuluhan hukum
terhadap akta yang akan dibuatnya, namun penyuluhan hukum itu sebatas akta masih
berupa draft. Karena jika telah menjadi akta dan notaris melakukan penyuluhan hukum,
apalagi jika akta tersebut terjadi sengketa dikemudian hari, hal itu telah menyalahi
kewenangan yang dipunyai oleh Notaris tersebut dan hal itu dilarang untuk dilakukan.
Notaris dilarang melakukan advokasi, karena hal tersebut telah melebihi kewenangannya
sebagai seorang Notaris, dalam Undang-undang baik tentang jabata notaris maupun
tentang advokat telah ditegaskan bahwa notaris tidak boleh merangkap sebagai advokat
begitu pula sebaliknya. Dasar Hukum Pasal 15 ayat 2 huruf e UUJN dan tentang larangan
Notaris berperan sebagai advokat diatur dalam Pasal 17 huruf e UUJN.
Pasal 15 ayat (1) UUJN, menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris, yaitu
membuat akta secara umum, dengan batasan sepanjang :
1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau
dikehendaki oleh yang bersangkutan.
3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu
dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
4. Berwenang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat, hal ini sesuai dengan tempat
kedudukan dan wilayah jabatan Notaris.
5. Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini Notaris harus menjamin kepastian
waktu menghadap para penghadap yang tercantum dalam akta.

B. KEDUDUKAN HUKUM AKTA OTENTIK YANG DIBUAT NOTARIS DILUAR
KEWENANGANNYA
1. TINDAKAN HUKUM NOTARIS DI LUAR KEWENANGANNYA

21

Wewenang Notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak dikecualikan
kepada pihak atau pejabat lain, atau Notaris juga berwenang membuatnya disamping
dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, mengandung makna bahwa wewenang Notaris
dalam membuat akta otentik mempunyai wewenang yang umum, sedangkan pihak
lainnya mempunyai wewenang terbatas. Pasal 15 UUJN, telah menentukan wewenang
Notaris. Wewenang ini merupakan suatu batasan, bahwa Notaris tidak boleh melakukan
suatu tindakan di luar wewenang tersebut. Sebagai contoh Notaris dapat memberikan
Legal Opinion secara tertulis atas permintaan para pihak. Jika dilihat dari wewenang
yang tersebut dalam Pasal 15 UUJN, pembuatan Legal Opinion ini tidak termasuk
wewenang Notaris. Pemberian Legal Opinion merupakan pendapat pribadi Notaris yang
mempunyai kapasitas keilmuan bidang hukum dan kenotarisan, bukan dalam
kedudukannya menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, sehingga jika dari Legal
Opinion menimbulkan permasalahan hukum, harus dilihat dan diselesaikan tidak
berdasarkan kepada tatacara yang dilakukan oleh Majelis Pengawas atau Majelis
Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas, tapi diserahkan kepada prosedur yang
biasa, yaitu jika menimbulkan kerugian dapat digugat secara perdata.
Dalam hal kewenangan Pasal 15 ayat (1), Notaris wajib menjamin kepastian hari,
tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap yang tercantum atau disebutkan pada bagian
awal akta Notaris, sebagai bukti bahwa para pihak menghadap dan menandatangani akta
pada hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul yang tersebut dalam akta dan semua prosedur
pembuatan telah dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku dalam hal ini UUJN. Jika
pihak yang tersebut dalam akta merasa menghadap Notaris dan menandatangani akta di
hadapan Notaris pada saat yang diyakininya benar, tapi ternyata dalam salinan dan
minuta akta tidak sesuai dengan kenyataan yang diyakininya, maka pihak yang
bersangkutan melakukan tindakan pengingkaran terhadap kepastian hari, tanggal, bulan,
tahun dan pukul menghadap yang tercantum dalam akta. Dalam kaitan ini diperlukan
pembuktian dari pihak yang melakukan pengingkaran tersebut dan Notaris yang
bersangkutan.
Jika semacam itu dikategorikan sebagai suatu tindak pidana, maka Notaris
22

dikualifikasikan melakukan tindak pidana antara lain membuat surat palsu (Pasal 263),
melakukan pemalsuan (Pasal 264), mencantumkan atau turut serta melakukan keterangan
palsu dalam akta otentik 266 jo 55 atau 56 KUHP.
Menurut Putusan Pengadilan Negeri Surabaya, nomor 260/1981/Pidana, tanggal, 1
Januari 1984, Pengadilan Tinggi Surabaya, nomor 127/Pid/1984/PT. Sby, tanggal 5 Juli
1984 dan Mahkamah Agung nomor 942/Pid/1984, tanggal 28 September 1985, serta
Pengadilan Tinggi Surabaya, nomor 270/Pid/1984/PT. Tertanggal 14 April 1986 putusan
terhadap pokok perkara, bahwa pembuatan akta pihak, Notaris hanya sekedar
mengkonstatir saja apa yang diinginkan atau dikehendaki oleh penghadap yang
bersangkutan, dengan cara mencatat, kemudian menyusunnya agar sesuai dengan
peraturan hukum yang berlaku, dan kalau sudah selesai dengan kehendak penghadap,
maka penghadap diminta untuk membubuhkan tanda tangannya serta menulis nama
terangnya, hal ini merupakan prosedur pembuatan akta Notaris akta pihak.

Jika

kemudian ternyata terbukti bahwa yang menghadap Notaris tersebut bukan orang yang
sebenarnya atau orang yang mengaku asli, tapi orang yang sebenarnya tidak pernah
menghadap Notaris, sehingga menimbulkan kerugian orang yang sebenarnya.
Pertanggungjawaban pidana dalam kejadian seperti tersebut diatas, tidak dapat
dibebankan kepada Notaris, karena unsur kesalahannya tidak ada, dan Notaris telah
melaksanakan tugas jabatan sesuai aturan hukum yang berlaku, sesuai asas tiada hukum
tanpa kesalahan, dan tiada kesalahan yang dilakukan oleh Notaris yang bersangkutan,
maka Notaris tersebut harus dilepas dari tuntutan.
Jadi didalam lingkup kewenangan Notaris yang kemudian dapat timbul permasalahan
hukum atau tuntutan terhadap Notaris maka keadaan tersebut diberlakukan asas praduga
sah dalam menilai akta Notaris.
2.

KEDUDUKAN

AKTA

OTENTIK

YANG

DIBUAT

NOTARIS

DILUAR

KEWENANGANNYA
Berdasarkan uraian F.X. Ngadijarno dan pasal 17 jo Pasal 19 ayat (2) Undang-undang
23

No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan pasal 17 Undang-Undang No. 2 tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
seorang Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota serta
mempunyai wilayah jabatan yang meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat
kedudukannya, seorang Notaris tidak dapat menjalankan jabatannya diluar wilayah
jabatannya.
Pendalaman Pasal 19 ayat (2) disebutkan bahwa Notaris tidak berwenang secara
teratur menjalankan jabatan diluar tempat kedudukannya maka dapat dihubungkan
Notaris sebagai pejabat umum harus bertindak sesuai kedudukannya dalam membuat akta
bahwa pejabat umum itu hanya berwenang membuat akta otentik dalam wilayah yang
baginya ia berwenang untuk melakukannya, jika akta tersebut dibuat diluar wilayah yang
baginya tidak berwenang maka aktanya menjadi tidak sah.
Berikut adalah uraian mengenai pembuatan akta otentik diluar kewenangan wilayah
Notaris:19
Seorang Notaris yang berkedudukan di Bekasi, berhak untuk membuat akta di
Bandung, Cirebon, Sukabumi, dan lain sebagainya. Karena daerah-daerah tersebut masih
masuk dalam wilayah kerjanya (provinsi Jawa Barat). Namun, dia tidak berhak untuk
membuat akta di Tangerang. Walaupun kalau secara jarak, lebih dekat dengan Bekasi.
Karena Tangerang sudah masuk dalam Provinsi Banten.
Yang dimaksud dengan “membuat akta” di sini adalah hadir di hadapan para
penghadap (subjek perjanjian), membacakan dan menanda-tangani akta tersebut.
Sebaliknya, Pembuatan akta pendirian PT yang berkedudukan di Medan, sedangkan
pembuat aktanya adalah Notaris Kabupaten Cianjur.
Seperti pada konsep pembuatan perjanjian pada umumnya, asalkan pada saat
pembuatan akta pendirian PT tersebut dilakukan oleh para pendiri, yang hadir dan
19http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4eeeb63c0a2d8/adakah-pembatasan-wilayah-notaris-terkaitpembuatan-akta-pendirian-pt-

24

menanda-tangani akta pendirian tersebut di hadapan Notaris Kabupaten Cianjur, serta
para penghadap tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 39 UU No.
30/2004, maka akta pendirian tersebut sah dan diperbolehkan.
Pasal 39 UU No. 30/2004 menyebutkan bahwa:
(1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b.

Cakap melakukan perbuatan hukum.

(2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua)
orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah
menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
penghadap lainnya.
(3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.
Selanjutnya, demikian pula dalam hal misalnya akan dilaksanakan Rapat Umum
Pemegang

Saham

(“RUPS”)

yang

mengubah

anggaran

dasar,

susunan

direksi/komisaris maupun struktur pemegang saham PT yang berkedudukan di Medan
tersebut. Hal-hal tersebut juga akan dilakukan oleh Notaris Kabupaten Cianjur,
karena memang pelaksanaan RUPS-nya dilaksanakan di Cianjur. Hal tersebut dapat
juga dilakukan asalkan memenuhi ketentuan dalam Pasal 76 ayat (4) UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU No. 40/2007”) yaitu, seluruh pemegang
saham hadir dan/atau diwakili dan agenda RUPS-nya sesuai dengan undangan rapat.
Dalam hal ada pemegang saham yang tidak hadir dan/atau diwakili, maka yang
berlaku adalah ketentuan dalam Pasal 76 ayat (1) UU No. 40/2007 yaitu harus di
tempat kedudukan PT tersebut.
Jadi, mengenai permasalahan Akta Otentik yang dibuat diluar kewenangan Notaris
sebagaimana tersebut di atas tidak dapat dilakukan secara bersamaan yaitu di kedua
wilayah, tapi hanya berlaku satu saja, sehingga apabila Notaris bertindak diluar
kewenangan wilayahnya, maka akta tersebut dapat diajukan pembatalan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan
umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta Notaris mempunyai
25

kedudukan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta Notaris batal demi hukum
atau akta Notaris dibatalkan oleh para pihak sendiri dengan akta Notaris lagi, maka
pembatalan akta Notaris yang lainnya tidak berlaku. Hal ini berlaku pula untuk asas
Praduga Sah. Asas Praduga Sah ini berlaku, dengan ketentuan jika atas akta Notaris
tersebut tidak pernah diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pengadilan umum (negeri) maka akta Notaris tersebut tidak mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau tidak batal demi hukum karena tidak
dibatalkan oleh para pihak sendiri. Dengan demikian penerapan Asas Parduga Sah untuk
akta Notaris dilakukan secara terbatas, jika ketentuan sebagaimana tersebut di atas
dipenuhi.
Meskipun demikian kedudukan akta Notaris telah :
1. Diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum
(negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, atau
2. Batal demi hukum, atau
3. Mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, atau
4. Dibatalkan oleh para pihak sendiri, atau
5. Dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena penerapan asas Praduga Sah.
Setelahnya terhadap minuta akta-akta tersebut tetap harus berada dalam bundel akta
Notaris yang bersangkutan Pemberian salinan tersebut dilakukan oleh Notaris, karena
akta Notaris tersebut merupakan perbuatan para pihak, dan para pihak berhak atas salinan
akta Notaris dan Notaris berkewajiban untuk membuat dan memberikan salinannya.
Untuk menentukan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta
di bawah tangan atau akan menjadi batal demi hukum, dapat ditentukan dari:
a. Ketentuan pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika notaris
melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan termasuk akta yang
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
b. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan sebagai akta yang
26

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka dikembalikan
kepada ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata mengenai akta batal demi hukum.
Akta notaris batal atau batal demi hukum atau mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan terjadi karena tidak dipenuhinya syarat-syarat yang sudah
ditentukan menurut hukum, tanpa perlu adanya tindakan hukum tertentu dari yang
bersangkutan yang berkepentingan. Oleh karena itu, kebatalan bersifat pasif, artinya
tanpa ada tindakan aktif (yaitu para pihak yang ingin membatalkan perjanjian karena
sebab tertentu ingin tidak dilangsungkannya perikatan yang termuat dalam akta tersebut)
atau upaya apapun dari para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian, maka akan batal
atau batal demi hukum karena secara serta merta ada syarat-syarat yang tidak dipenuhi.20
Pembuatan akta notariil yang tidak memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam
ketentuan perundang-undangan maka akta berakibat batal demi hukum. Hal ini sudah
dapat dilihat dari putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 80/Pdt.G/1987/PN.Sby,
tanggal 30 April 1987, Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 58/Pdt/1988/PT.Sby,
tanggal 28 Pebruari 1988 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1462 K/Pdt/1989, tanggal 29 Nopember 1993 menyatakan bahwa suatu akta
menjadi batal demi hukum jika akta tersebut bertentangan dengan aturan hukum.21
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akta notariil mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta di bawah tangan jika disebutkan dengan tegas dalam pasal-pasal
yang bersangkutan. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan,
maka termasuk sebagai akta menjadi batal demi hukum (berdasarkan putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap) jika tidak memenuhi unsur-unsur yang ditetapkan oleh
undang-undang.

20 Habib Adjie, 2013, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Cet. II, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 67.
21 Habib Adjie, op. cit., hal.26.

27

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah disesuaikan pada bab sebelumnya maka
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Akta otentik ialah akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum.
Proses pembuatan akta otentik mengakibatkan munculnya tanggungjawab yang harus
dipikul oleh Notaris dan para pihak. Notaris bukan hanya sebagai notulen akan tetapi
Notaris juga berperan sebagai konsultan hukum yang memberikan pertimbanganpertimbangan hukum atas akta yang dikehendaki. Tidak sebatas terbuatnya akta otentik,
Notaris juga bertanggungjawab atas kebenaran bagian-bagian dalam akta baik secara
28

formil maupun secara materiil. Setelah akta yang diinginkan para pihak selesai dibuat,
muncul tanggungjawab lain dari Notaris yaitu menyimpan Minuta akta serta Notaris
harus siap memberikan keterangan dimuka pengadilan bilamana akta yang dibuat
dihadapan Notaris menuai permasalahan.
2. Kewenangan Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris terbagi
menjadi 3, yakni Kewenangan Umum Notaris terdapat dalam ayat (1), Kewenangan
Khusus Notaris terdapat dalam ayat (2) dan Kewenangan Notaris yang akan ditentukan
kemudian terdapat dalam ayat (3). Kewenangan ini merupakan suatu batasan, bahwa
Notaris tidak boleh melakukan suatu tindakan di luar wewenang tersebut.
Selain ketiga kewenangan di atas, Notaris memiliki wewenang di bidang pertanahan
dengan catatan sepanjang bukan wewenang yang telah ada pada PPAT.
3. Dalam hal akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menjadi permasalahan
maka status akta otentik itu sendiri dapat berubah dan dapat didegradasi keotentikanya.
Kebatalan dan pembatalan dalam akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris yaitu:
akta dapat dibatalkan jika akta tidak memenuhi syarat subjektif sahnya suatu perjanjian,
akta batal demi hukum atau mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan karena tidak terpenuhinya syarat-syarat yang sudah ditentukan menurut hukum,
akta dibatalkan oleh para pihak karena sebab tertentu ingin tidak dilangsungkannya
perikatan yang tertuang dalam akta, dan pembatalan dapat dilakukan atas dasar
dibuktikan dengan asas praduga sah yang mana akibat hukum yang timbul atas akta
adalah sesuai dengan keputusan pengadilan.

B. SARAN

Para penulis dalam menyingkapi permasalahan ini memberikan saran-saran sebagai
berikut:

29

1. Notaris dalam menjalankan jabatannya harus lebih berhati-hati dalam melakukan
pelayanan terhadap kehendak para pihak yang menghendaki adanya akta otentik yang
dibuat di hadapan Notaris sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 jo
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, serta peraturanperaturan lain yang berkaitan dengan jabatan Notaris.
2. Notaris tetap berpegang teguh terhadap sumpah Jabatan Notaris yakni melaksanakan
jabatan dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak.
3. Notaris hendaknya lebih teliti dalam menerima berkas-berkas data identitas berikut
dokumen yang dilampirkan oleh para pihak yang menghadap dan mempelajari dengan
seksama kasus atau perbuatan hukum apa yang akan dituangkan bentuk akta otentik.
4. Kepada para pihak yang menghadap Notaris untuk membuat akta otentik hendaknya
memenuhi syarat-syarat formil dan dengan memberikan keterangan dengan sebenarbenarnya agar tidak terjadi sengketa atas akta yang dikehendaki oleh para pihak sendiri
pada k