Mulyono H. 2015 6 October . Sistem Pendi

Untuk mengutip (to cite):
Mulyono, H. (2015, 6 October). Sistem Pendidikan; Apa yang salah? Harian Waspada. Opini.
Tersedia pada link: http://goo.gl/LHRqTg

Sistem Pendidikan; Apa yang salah?
Oleh: Herri Mulyono*

Program realitas BBC menayangkan live pertarungan antara sistem pendidikan Cina dan
Inggris. Dalam program ini, lima orang guru dari Cina diundang untuk mengimplementasikan
sistem pendidikan ‘keras’ Cina pada 50 siswa di sekolah di Hampshire, Inggris. Dalam program
tersebut ditampilkan bagaimana guru-guru Cina mengajarkan siswa dengan ‘kaku’, berpusat
pada guru (teacher-centered), menerapkan hukuman dan beberapa hal klasik yang dianggap
‘kuno’.
Program relates BBC tersebut merupakan sebuah eksperimen untuk menguji manakah sistem
pendidikan yang terbaik. Performa sistem pendidikan Inggris memang sedang banyak di kritik.
Hasil uji PISA tahun 2012, Inggris menduduki peringkat ke-6 dibawah sekolah-sekolah Asia
seperti Hong Kong, Jepang dan Singapura. Evaluasi Kementerian Pendidikan Inggris awal
tahun 2014 juga menyebutkan bahwa pencapaian siswa-siswi (asli) Inggris jauh dibawah siswasiswi (etnis keturunan, ataupun berasal dari) Cina. Kondisi ini menjadi tanda tanya besar dibalik
image yang sering digembar-gemborkan tentang tingginya mutu pendidikan Inggris.
Hasil eksperimen dari program realitas BBC menyimpulkan bahwa metode pembelajaran ‘khas’
Cina diperlukan, dan perlu diadopsi dalam sistem pendidikan Inggris. Para peneliti dari the

University College London (UCL) memberikan penekanan agar pemerintah Inggris membuat
sebuah kebijakan yang memungkinkan mereka ‘mengimpor’ kurikulum, buku pelajaran, atau
bahkan guru-guru dari beberapa negara asia timur seperti Shanghai, Singapura dan Hongkong.
Belajar dari eksperimen seperti di diskusikan diawal artikel ini, sangat jelas bahwa keberhasilan
siswa-siswi Cina (khususnya Hong Kong) dan siswa-siswi Singapura bukan semata-mata
keberhasilan guru dalam mengajar atau mentransfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada
siswa. Melainkan, karakter siswa yang sangat disiplin serta ekspektasi (visi) mereka terhadap
masa depan melalui pendidikan.
Dua karakter tersebut diatas merupakan modal utama bagi siswa untuk maju, dan tentunya,
karakter tersebut dibentuk oleh lingkungan sosial, terutama dalam keluarga. Dengan kata lain,
dengan bekal karakter yang telah mengakar pada diri masing-masing siswa, dimanapun
mereka belajar, dalam sistem pendidikan apapun; apakah di Australia, Inggris, ataupun di
sekolah mereka sendiri. Mereka akan dengan mudah beradaptasi metode pembelajaran yang
berlaku, dan mengintegrasikan dengan nilai-nilai karakter yang mereka telah miliki. Mereka

Herri Mulyono, Sistem Pendidikan; Apa yang salah?

1

tetap menjaga identitas diri mereka (identitas kultural) dengan baik tanpa; dan dengan identitas

yang telah teruji tersebut mereka dapat meningkatkan kualitas belajar mereka sendiri.
Konteks lokal
Jika kita bertanya, ‘apa yang salah dengan sistem pendidikan kita’? Jawabannya tidak serta
merta bahwa sistem pendidikan kita bermasalah. Karena memang keberhasilan pendidikan
merupakan kerja sama setiap elemen yang berada dalam sistem. Bukan hanya pemerintah,
tetapi juga partisipasi masyarakat pendidikan dan lingkungan sosial pendukungnya. Tidak bisa
satu elemen dalam system pendidikan dijadikan akar masalah dari rendahnya mutu pendidikan
tersebut. Pemerintah disalahkan karena kebijakan pendidikannya, ataupun guru yang sering di
cela karena metode pembelajarannya monoton dan tidak inovatif.
Seperti pada eksperimen pembelajaran metode ‘Chinese style of learning’ di sekolah-sekolah
Inggris tersebut diatas, kunci keberhasilan siswa-siswi di sekolah Shanghai dan Hong Kong
sangat erat kaitannya dengan karakter siswa yang dibangun oleh sistem sosial yang memang
sangat mendukung.
Lalu apakah siswa-siswi tanah air tidak memiliki karakter yang lebih baik dari siswa-siswi di
beberapa sekolah di Shanghai, Hong Kong dan Singapura? Tentu jawabannya tidak begitu.
Siswa-siswi ditanah air memiliki karakter yang lebih kurang sama. Dalam hal disiplin misalnya,
banyak diantara siswa-siswi yang bangun lebih pagi dan membantu orang tua bekerja. Di pagi
hari itu juga mereka menyisipkan waktu untuk belajar dan mempersiapkan keperluan sekolah.
Banyak dari mereka yang bersekolah berjalan kaki dengan jarak tempuh yang sangat jauh.
Oleh karenanya mereka pun harus pintar-pintar mengatur waktu sehingga tidak terlambat

sampai di sekolah.
Poin penting yang penulis tekankan dalam artikel ini adalah pada kurang diperhatikan
pembangunan visi masa depan siswa (serta ekspektasi) melalui aktivitas pendidikan dan
bagaimana menggabungkan antara visi ini dengan karakter-karakter baik, yang telah dimiliki
oleh siswa-siswi di tanah air. Karakter siswa sebagai pekerja keras, berjiwa disiplin, serta
kemampuan untuk menolong dan bekerja sama kurang dieksplorasi dalam ruang kelas,
khususnya dalam mewujudkan visi masa depan mereka. Sekolah cenderung menggunakan
pendekatan ‘kognitif’ untuk membangun karakter siswa, dan tidak melakukan sebaliknya.
Akibatnya, seringkali tujuan pembelajaran karakter salah sasaran atau bahkan tidak berdampak
pada kehidupan siswa.
Kesimpulan dari eksperimen metode pembelajaran Cina di sekolah Inggris juga memberikan
indikasi pentingnya guru untuk melakukan kombinasi metode pembelajaran. Kemandirian siswa
untuk belajar (autonomous learning), ataupun metode pembelajaran berpusat pada siswa
(student-centered learning) tidak serta merta memberikan efek positif dalam kegiatan
pembelajaran siswa. Bahkan dalam banyak situasi justru membuat kericuhan di kelas. Hal ini
tentunya kembali pada karakteristik siswa dan lingkungan sosial siswa, dan kemampuan guru
dalam melakukan manajemen kelasnya. Dengan kata lain, metode pembelajaran berpusat pada
guru (teacher-centered) masih sangat relevan dalam kultur masyarakat kita, dan bila

Herri Mulyono, Sistem Pendidikan; Apa yang salah?


2

dikombinasikan dengan metode pembelajaran lainnya akan memberikan meningkatkan
performa pendidikan di sekolah.

*Dosen FKIP UHAMKA, Jakarta dan Kandidat Doktor Bidang Pendidikan The University of York

Herri Mulyono, Sistem Pendidikan; Apa yang salah?

3