PENERAPAN KONSEP BLUE GREEN NETWORK DALA

Tugas Karya Tulis Ilmiah Ekohidrologi
Tema: City of The Future – The Blue-Green Network

G24120045
Desember 2015

PENERAPAN KONSEP BLUE-GREEN NETWORK DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN
URBAN/PERKOTAAN SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI JAKARTA
(APPLICATION OF THE BLUE-GREEN NETWORK CONCEPT IN DEVELOPMENT
URBAN AREAS AS FLOOD CONTROL EFFORTS IN JAKARTA)
Anjias Yonatan1 , Hidayat Pawitan2
1 Mahasiswa Program

Sarjana Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor
Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor

2 Dosen Departemen

1.

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pembangunan kawasan urban/perkotaan yang ada di Indonesia cenderung dituntut untuk
mendukung berbagai kegiatan pada sektor ekonomi, tidak terkecuali di Jakarta. Namun selain daya
dukungnya pada bidang ekonomi tersebut, semakin ke depan pembangunan kawasan perkotaan juga
dituntut untuk mempertahankan daya dukungnya terhadap lingkungan. Pembangunan kawasan urban
yang cenderung berorientasi pada sektor ekonomi ini tak ayal menimbulkan berbagai permasalahan
lingkungan yang sulit dikendalikan dan menimbulkan penurunan kualitas ruang kota, salah satunya
adalah banjir. Banjir memang sudah menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang sulit
dikendalikan, baik oleh warga maupun Pemprov DKI Jakarta, bahkan sejak zaman Pemerintahan
kolonial Belanda berkuasa. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan permasalahan banjir di Jakarta ini adalah dengan melakukan pembangunan kawasan
urban yang memiliki daya dukung terhadap lingkungan dan salah satunya dengan menerapkan konsep
Blue-Green Network . Konsep pembangunan kawasan urban ini menggunakan komponen hijau
(vegetasi) dan biru (perairan) sebagai dasar untuk perencanaan tata ruang kota yang berkelanjutan dari
aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi, serta upaya adaptasi menghadapi perubahan iklim global
(Wagner et al. 2013).
1.2 Metode/Konsep
Kajian pustaka dan studi dari berbagai literatur dilakukan untuk menelusuri perkembangan
konsep Blue-Green Network yang menyelaraskan pengembangan kawasan urban dengan keberadaan

sungai, danau, dan taman/hutan kota, serta kawasan pemukiman dan kawasan rekreasi alam dengan jasa
lingkungan yang meningkat di berbagai kota di dunia untuk kemudian dapat diterapkan di DKI Jakarta.
2.

PEMBAHASAN

Sekitar 40% atau 24.000 ha dari keseluruhan wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah dataran rendah
yang lebih rendah dari permukaan laut. Dataran rendah ini dialiri oleh 13 sungai yang bermuara di Laut
Jawa. Jakarta saat ini juga merupakan salah kota dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia.
Tingkat pertambahan penduduk yang tinggi ini menimbulkan tekanan pada lingkungan hidup Jakarta
yang semakin lama semakin berat. Perpaduan antara kondisi geografis yang rendah, dialiri oleh banyak
sungai, dan semakin rusaknya lingkungan hidup akibat tekanan pertumbuhan penduduk, menyebabkan
Kota Jakarta kian lama kian rentan terhadap ancaman bencana banjir. Kejadian banjir di Jakarta dapat

Tugas Karya Tulis Ilmiah Ekohidrologi

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pembangunan fisik di kawasan tangkapan air di hulu sungai
yang kurang tertata baik, urbanisasi dan perkembangan ekonomi yang terus meningkat, dan perubahan
iklim global. Banjir di Jakarta sudah menjadi salah satu permasalahan klasik Pemerintah kolonial
Belanda yang berkuasa saat itu. Hanya berselang dua tahun setelah Jakarta (Batavia) dibangun lengkap

dengan sistem kanalnya, tahun 1621 Jakarta mengalami banjir besar (Sakethi 2010).
Pengendalian banjir menjadi salah satu prioritas penting Pemprov DKI Jakarta. Berbagai upaya
telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengendalikan permasalahan banjir ini. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengendalikan banjir adalah menerapkan
konsep Blue-Green Network dalam pembangunan kawasan perkotaannya. Konsep ini pertama kali
dikembangkan dan diterapkan di Kota Łódź, Polandia pada tahun 2008 oleh kerja sama tim dari Faculty
of Applied Ecology of the University of Łódź, the Internasional Institute of the Polish Academy of
Sciences ERCE/UNESCO, dan the Technical University of Łódź, yang dipimpin oleh M. Zalewski
(University of Łódź dan City of Łódź Office 2011). Konsep Blue-Green Network adalah konsep
pembangunan ruang kota yang mampu melengkapi konsep perencanaan kota tradisional yang
memperhatikan komponen hijau komponen hijau (tanaman atau pepohonan) dan biru (perairan) sebagai
dasar untuk perencanaan tata ruang kota yang berkelanjutan dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi,
serta upaya adaptasi menghadapi perubahan iklim global, sehingga memberikan kontribusi
perlindungan dan pemeliharaan dalam proses ekologi (University of Łódź dan City of Łódź Office
2011; Wagner et al. 2013).

Sumber: University of Łódź dan City of Łódź Office (2011).

Gambar 1 Konsep Blue-Green Network di Kota Łódź, Polandia.


Pembangunan kawasan urban di Jakarta saat ini belum banyak mempertimbangkan komponen
hijau dan biru dalam daya dukungnya terhadap lingkungan. Ruang terbuka hijau (RTH), yang termasuk
dalam komponen hijau, di Jakarta berdasarkan penelitian yang dilakukan Febrianti dan Sofan (2014)
yang hanya sekitar 9% dari keseluruhan luas wilayah Provinsi DKI Jakarta ini, masih belum memenuhi
standar RTH yang menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah mencapai 30% dari
luas kota. Padahal RTH sendiri memiliki peranan penting dalam mendukung pengendalian banjir di
suatu wilayah. Tersedianya RTH di suatu wilayah dapat menjadi water catchment, di mana pepohonan
dengan struktur perakaran yang dalam dan ekstensif tentu dapat menyerap dan menyimpan air dalam
tanah, serta dapat menahan struktur tanah dari bahaya erosi (Arifin 2014). Sementara ketersediaan area
perairan/Ruang Terbuka Biru ((RTB) sungai, waduk, kanal, danau, lahan basah, dsb) sebagai komponen
2 | Penerapan Konsep Blue-Green Network dalam Pembangunan Kawasan Urban/Perkotaan sebagai Upaya
Pengendalian Banjir di DKI Jakarta

Tugas Karya Tulis Ilmiah Ekohidrologi

biru di Jakarta sebenarnya sudah cukup baik dan dalam konteks pembangunan serta perbaikan dalam
mendukung upaya penanganan banjir. Namun kondisinya masih kurang layak, terutama apabila ditinjau
dari sisi ekohidrologinya, yang memperhatikan interaksi antara komponen ekosistem dengan sistem
hidrologi (Zalewski 2002), padahal cekungan-cekungan perairan ini sangat potensial sebagai wadah
menampung air.

Banjir di Jakarta tidak bisa lepas dari ketersediaan RTH di wilayah ini yang bisa dibilang kritis.
Hanya tersedia 9% dari keseluruhan luas wilayah Jakarta membuat fungsi RTH berjalan tidak ideal.
Ketidakkonsistenan kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam penyediaan RTH ini pun turut andil dalam
kejadian banjir-banjir yang melanda Jakarta. Di dalam Rencana Induk Djakarta 1965-1985 ditargetkan
luas RTH sebesar 37,2%, tetapi dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005 target
luas RTH berubah menjadi 25,85%, namun target luas RTH Jakarta kembali berubah di dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2000-2010 yang hanya sebesar 13,94% (Kurniati 2007). Sementara
ketersediaan RTB sendiri dalam Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2030 peningkatan rasio badan air paling sedikit 5% dari luas wilayah Jakarta dan sedang dalam
pembangunan maupun perbaikan yang termasuk dalam rencana kerja khusus penanganan banjir di DKI
Jakarta sejak 2007 yang fokus kepada enam aspek, yaitu pembangunan banjir kanal; normalisasi sungai;
pemeliharaan sungai; pembuatan tanggul; penataan kali dan saluran; dan pembangunan pompa, pintu
air, dan saringan sampah (Sakethi 2010).

Sumber: Sakethi (2010).

Gambar 2 Prinsip pengendalian banjir Pemprov DKI Jakarta.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dianggap sebagai penyumbang besar terjadinya banjir
Jakarta, badan air permukaan di dalam dan sekitar kota Jakarta menghadapi gangguan yang signifikan

akibat dari reklamasi dan perubahan lahan serta pencemaran. Ketersediaan badan-badan air di Jakarta
saat ini masih kurang memperhatikan sisi ekohidrologinya, contohnya pembangunan kanal banjir .
Kondisi kanal banjir saat ini masih kurang baik, air yang melewati kanal banjir tidak dapat mengalir
dengan baik akibat terkendala sedimentasi lumpur dan penyempitan; terdapat tumpukan sampah di
beberapa titik pertemuan antara kanal banjir dengan sungai-sungai yang melaluinya; kanal banjir dapat
mengurangi ketersediaan air tawar di Jakarta karena keberadaan kanal banjir dapat mempercepat
perjalanan air ke laut, sehingga sirkulasi air tanah akan hilang bila banjir kanal tidak didukung
penanganan maksimal DAS yang terhubung ke kanal banjir.
Pembangunan kanal banjir ataupun badan air di Jakarta seharusnya memperhatikan sisi
ekohdrologinya, seperti pada kota-kota lain di dunia yang telah menerapkan implementasi ekohidrologi
pada dekade 1980-an yang tidak terjadi dalam waktu singkat. Kota-kota di dunia yang sudah dan mulai
menerapkan sisi ekohidrologi dalam menunjang konsep Blue-Green Network ini antara lain kota Łódź,
Polandia (University of Łódź dan City of Łódź Office 2011); Madurai, India (Atkins et al. 2014);
3 | Penerapan Konsep Blue-Green Network dalam Pembangunan Kawasan Urban/Perkotaan sebagai Upaya
Pengendalian Banjir di DKI Jakarta

Tugas Karya Tulis Ilmiah Ekohidrologi

Toronto, Kanada; Basel, Swiss; Berlin, Jerman (Kazmierczak dan Carter 2010); dan lain sebagainya.
Salah satu proyek yang dikembangkan di Jakarta dan potensial mengadopsi konsep Blue-Green

Network adalah Banjir Kanal Timur dan Barat (BKT dan BKB). Pengembangan BKT dan BKB ini
diharapkan ramah lingkungan dengan memperhatikan kondisi ekohidrologi dan berkelanjutan.
Pengembangan BKB dan BKT ini masih memiliki beberapa permasalahan, yaitu perencanaan
tata guna lahan, perencanaan transportasi, dan perencanaan Blue-Green Network. Perencanaan tata guna
lahan di sepanjang bantaran BKT dan BKB harus sesuai pada rancangan awal pembangunan.
Berdasarkan rancangan awal pembangunan, daerah di sepanjang bantaran BKT dan BKB akan
diperuntukkan untuk ruang terbuka hijau, yaitu berupa taman-taman kota dan jalur inspeksi sepeda.
Kemudian perencanaan transportasi, transportasi hijau menjadi kunci dalam perencanaan transportasi
di kota metropolitan seperti Jakarta. Hal ini guna meningkatkan penggunaan mode non-motor seperti
berjalan kaki atau bersepeda, sehingga jaringan jalan yang dibuat memisahkan antara jalan untuk mode
motor dan non-motor. Sedangkan perencanaan Blue-Green Network, sesuai rancangan awal BKT da
BKB direncanakan memiliki kawasan hijau dengan vegetasi (hijau) yang luas dan sirkulasi air (biru)
yang besar untuk meningkatkan ekologi dan membuat lingkungan yang menarik, serta kegiatan rekreasi
berbasis air lainnya. Ide pembangunan taman-taman tersebut tidak lain untuk menarik perusahaan
berbasis pengembangan teknologi, energi baru, teknologi informasi, industri kreatif, serta pendidikan
dan pelatihan.
Berdasarkan prinsip perencanaan dan pengembangan tersebut, maka pembangunan yang ada di
sekitar BKT dan BKB akan memenuhi standar pembangunan, baik dari daya dukungnya terhadap
perekonomian maupun terhadap lingkungan kota. Selain itu, proyek ini juga bertujuan untuk
mengembangkan eco-culture bagi penduduknya, di mana penduduknya diharapkan akan melakukan

mobilisasi harian tanpa menggunakan kendaraan yang mengeluarkan emisi berbahaya. Melalui
komitmen yang signifikan antara pemerintah Jakarta dan lembaga terkait, Jakarta akan menghadapi
masa depan dengan kondisi taman-taman kota dan sungai yang sehat yang merefleksikan kehidupan
perkotaan sehat pula.
3.

KESIMPULAN

Curah hujan yang tinggi di Indonesia, termasuk Jakarta, dapat menyebabkan kejadian banjir
apabila air hujan yang turun tersebut tidak mampu tertampung dengan baik. Jakarta adalah kota besar
sebagai ibukota negara yang hampir setiap tahun mengalami kejadian banjir ini, yang selain disebabkan
oleh curah hujan yang tinggi, disebabkan pula oleh pembangunan fisik di hulu sungai yang kurang
tertata baik, urbanisasi dan perkembangan ekonomi yang meningkat, dan kondisi geografi Jakarta yang
terletak di dataran rendah. Pembangunan kawasan urban yang selama ini terjadi di Jakarta cenderung
berorientasi pada peningkatan ekonomi. Oleh karena itu, perlu diterapkan konsep pembangunan
kawasan urban yang juga memperhatikan lingkungan, salah satunya adalah konsep Blue-Green
Network, yang memperhatikan komponen hijau (vegetasi) dan biru (perairan) sebagai dasar untuk
perencanaan tata ruang kota yang berkelanjutan. Secara tidak langsung pembangunan kawasan urban
di Jakarta sedang menuju pembangunan yang ramah lingkungan, namun perlu ditingkatkan lagi
terutama dari komponen biru sebagai pendukung upaya pengendalian banjir Jakarta, dengan

memperhatikan sisi ekohidrologinya. BKT dan BKB menjadi salah satu proyek pembangunan Pemprov
DKI Jakarta yang diharapkan ramah lingkungan dengan memperhatikan kondisi ekohidrologi dan
menjadi DAS berkembang dengan model berkelanjutan. Prinsip dan model dalam pembangunan
kawasan urban Jakarta ini dapat mencontoh kota-kota besar di dunia yang terlebih dahulu menerapkan
sisi ekohidrologi dalam menunjang konsep Blue-Green Network. Penerapan konsep ini untuk Jakarta
diharapkan pula dapat menjadi percontohan bagi kota-kota lain dalam mengembangkan pengelolaan air
demi terwujudnya masa depan sungai yang sehat.
4 | Penerapan Konsep Blue-Green Network dalam Pembangunan Kawasan Urban/Perkotaan sebagai Upaya
Pengendalian Banjir di DKI Jakarta

Tugas Karya Tulis Ilmiah Ekohidrologi

4.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin HS. 2014. Manajemen lanskap ruang terbuka biru. [Internet]. [diakses 2015 Des 22]. Tersedia
pada: http://hsarifin.staff.ipb.ac.id/2014/01/18/manajemen-lanskap-ruang-terbuka-biru.
Atkins Global, University College London, Indian Institute for Human Settlements, Development of
Humane Action Foundation. 2014. Future Proofing Indian Cities: Madurai Action Plan for BlueGreen Infrastructure. Surrey (UK): Atkins Global.

Febrianti N, Sofan P. 2014. Ruang terbuka hijau di DKI Jakarta berdasarkan analisis spasial dan spektral
data Landsat 8. Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh. Seminar
Nasional Penginderaan Jauh; 2014 Apr 21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional. hlm 498-504.
Kazmierczak A, Carter J. 2010. Adaptation To Climate Change Using Green and Blue Infrastructure.
Manchester (UK): University of Manchester.
Kurniati RD. 2007. Evaluasi kebijakan ruang terbuka hijau (studi kasus: pelaksanaan kebijakan ruang
terbuka hijau pada dinas pertamanan Provinsi DKI Jakarta) [tesis]. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2012. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Jakarta (ID): Sekretariat Daerah Provinsi DKI
Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Sakethi TM. 2010. Mengapa Jakarta Banjir? Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Jakarta (ID): PT Mirah Sakethi.
University of Łódź, City of Łódź Office. 2011. SWITCH: Final Demonstration Activity Report, The
City of Łódź, 2006-20011, W.P. 5.3. ANNEX 4: Implementation of the Blue-Green Network
Concept. Łódź (PL): University of Łódź.
Wagner I, Krauze K, Zalewski M. 2013. Blue aspects of green infrastructure. Sustainable Development

Applications. (4):145-155.
Zalewski M. 2002. Ecohydrology - the use of ecological and hydrologîcal processes for sustainable
management of water resources. Hydrologîcal Sciences – Journal-des Sciences Hydrologiques.
47(5):823-832.

5 | Penerapan Konsep Blue-Green Network dalam Pembangunan Kawasan Urban/Perkotaan sebagai Upaya
Pengendalian Banjir di DKI Jakarta