Eksplorasi dan Karakterisasi Mikroorganisme dari Biji Karet dan Manfaatnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.)
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Menurut Setyamidjaja (1993), klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg
Tanaman karet memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar lateral yang menempel pada akar tunggang dan akar serabut. Pada tanaman yang berumur 3 tahun kedalaman akar tunggang sudah mencapai 1,5 m. Apabila tanaman sudah berumur 7 tahun maka akar tunggangnya sudah mencapai kedalaman lebih dari 2,5 m (Basuki dan Tjasadihardja, 1995).
Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi keatas. Di beberapa kebun karet, ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Daun mulai rontok apabila memasuki musim kemarau. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama sekitar 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm. Biasanya terdapat 3 anak daun pada setiap helai daun karet. Anak daun karet berbentuk elips, memanjang dengan ujung yang meruncing, tepinya rata dan tidak tajam (Marsono dan Sigit, 2005).
Bunga pada tajuk dengan membentuk mahkota bunga pada setiap bagian bunga yang tumbuh. Bunga berwarna putih, rontok bila sudah membuahi beserta tangkainya. Bunga terdiri dari serbuk sari dan putik (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah sekitar 3-5 cm. Bila telah masak, maka buah akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman karet secara alami yaitu biji terlontar sampai jauh dan akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung (Marsono dan Sigit, 2005).
Biji karet tergolong biji rekalsitran dengan sifat-sifat yaitu, biji tidak pernah kering di pohon, tetapi akan merekah dan jatuh dari pohon setelah masak dengan kadar air sekitar 35%, biji tidak tahan kekeringan dan tidak mempunyai masa dormansi, dan biji akan mati bila kadar air sampai di bawah nilai titik kritis yaitu 12%, biji tidak dapat dikeringkan karena akan mengalami kerusakan, sehingga tidak dapat disimpan pada kondisi lingkungan kering, viabilitas atau daya tumbuh biji cepat menurun walaupun dipertahankan dalam kondisi lembap, dan daya simpannya umumnya singkat, dalam proses konservasi, biji dipertahankan dalam keadaan lembap (kadar air 32-35%), biji dengan kadar air 32-35%, jika disimpan
o
pada suhu di bawah 0 C akan mengalami pembekuan sel, dan kisaran suhu o
- penyimpanan biji karet yang baik adalah 7
10 C, karena pada kondisi ini belum mengalami pembekuan sel (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Biji karet memiliki daya kecambah baik adalah biji yang masih dalam keadaan segar. Artinya, baru jatuh dari pohonnya atau paling lambat empat hari setelah jatuh. Tidak disarankan menggunakan biji-biji yang dikumpulkan pada hari pertama pengumpulan karena tidak diketahui kapan biji-biji tersebut jatuh.
Pada pengumpulan hari pertama bisa jadi biji-biji tersebut sudah jatuh pada beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan sebelumnya, sehingga sudah tidak segar lagi (Damanik et al., 2010).
Untuk benih karet yang berkualitas baik (kesegaran 90%), waktu yang diperlukan sejak benih dikecambahkan sampai terbentuk stadia jarum adalah 21 hari. Masing- masing stadium kecambah memerlukan waktu yang relative pendek sejak biji dideder, yaitu stadia segitiga 5 hari, stadia bintang 7-8 hari, stadium pancing 10-15 hari, dan stadia jarum 15-21 hari. Selanjutnya, kecambah akan menjadi stadium berdaun dan makin lama akan menjadi tanaman seedling kecil (Indraty, 2010). a b c
Gambar 1. Stadia perkecambahan biji karet (a: stadia bintang, b: stadia pancing,
c: stadia jarum)
Mikroorganisme Antagonis
Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroorganisme merupakan pendekatan alternatif yang perlu dikaji dan dikembangkan, sebab relatif aman serta bersifat ramah lingkungan. Telah banyak dilaporkan beberapa mikroorganisme antagonis memiliki daya antagonisme yang tinggi terhadap patogen tanaman dan dapat menekan perkembangan patogen tular tanah (soil borne pathogen) (Soenartiningsih et al., 2011).
Mikroorganisme dalam satu ekosistem dapat terjadi berbagai kemungkinan ada yang dapat melakukan sinergisme, satu mikroorganisme dengan yang lainnya saling berinteraksi positif dan menimbulkan penyakit yang lebih parah pada tanaman yang diserangnya, ada yang bersifat antagonis yaitu satu mikroorganisme menekan mikroorganisme yang lain sehingga kerusakan tanaman dapat dikurangi dan ada juga yang bersifat adaptif mikroorganisme satu dengan yang lainnya tidak saling mempengaruhi (Nasahi, 2010).
Aktivitas antagonis dapat melalui beberapa cara, yang paling umum adalah produksi metabolit sekunder, kompetisi, dan parasitisme langsung. Tetapi mekanisme lain terlibat seperti induksi resistensi yang kadang- kadang berkaitan dengan pengurangan aktivitas enzim patogen (Mari dan Guizzardi, 1998).
Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah adalah jamur Trichoderma sp. Spesies Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. Harzianum, T. Viridae, dan T. Konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Biakan jamur Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiporus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia
solani, Sclerotium rolfsi (Herlina dan Dewi, 2010).
Trichoderma koningii dan Gliocladium sp. merupakan kompetitor yang
kuat di daerah rhizosfer pada perakaran dan merupakan jamur antagonis yang sering digunakan dalam pengendalian patogen tular tanah (Bruehl, 1987).
Hasil penelitian Contreras-Cornejo et al. (2009) menunjukkan spesies
Trichoderma termasuk kelas jamur yang hidup bebas bermanfaat bagi tanaman
yang umum di rhizosfer. Mereka menyelidiki peran auksin dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan Arabidopsis (Arabidopsis thaliana) di pembibitan dalam menanggapi inokulasi dengan Trichoderma virens dan Trichoderma atroviride dengan mengembangkan sistem interaksi tanaman-jamur.
Tipe liar bibit Arabidopsis diinokulasi dengan baik T. virens atau T. atroviride menunjukkan karakteristik-auksin terkait fenotipe, termasuk peningkatan produksi biomassa dan merangsang perkembangan akar lateral. Ketika tumbuh di bawah kondisi steril, T. virens menghasilkan senyawa-auksin terkait indole-3-acetic acid, indole-3-asetaldehida, dan indole-3-etanol.
Cendawan Aspergillus niger memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen karena memproduksi enzim hidrolitik seperti lipase, protease, selulase, pektinase. Cendawan A. niger juga menghasilkan enzim ekstraseluler diantaranya enzim kit inase, α-amilase, ß-amilase, glukoamilase, katalase, laktase, invertase (Ratnasari et al., 2014) Hasil penelitian Maningsih dan Anas (1996) menunjukkan jamur
Aspergillus niger dapat meningkatkan kelarutan P dari AlPO sebesar 135% dan
4
dapat meningkatkan P larut pada tanah Ultisol sebesar 30.4% dibandingkan kontrol. Indikasi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan jamur yang mempunyai spektrum lebar dalam melarutkan beberapa bentuk senyawa P yang ada di dalam tanah.
Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang penting dalam beberapa kegiatan pembelahan sel dan pembentukan lemak dan albumin, pembentukan bunga, buah, dan biji, kematangan tanaman melawan efek nitrogen, merangsang perkembangan akar, meningkatkan kualitas hasil tanaman, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit (Damanik et al., 2011).
Mikroorganisme yang bersifat antagonis dapat langsung menghambat patogen dengan sekresi antibiotik, berkompetisi dengan patogen-patogen terhadap makanan atau tempat, menginduksi proses ketahanan dalam inang serta langsung berinteraksi dengan patogen (Nasahi, 2010).
Kriteria keefektifan hasil uji antagonisme secara in vitro dalam screening
dilihat dari terbentuk atau tidaknya zona hambatan, yaitu zona bening diantara
patogen dan agens antagonis. Terbentuknya zona hambat menandakan bahwa
agens biokontrol memproduksi suatu senyawa antimikrobial baik berupa enzim,
toksin maupun antibiotik. Antibiotik merupakan suatu substansi yang dihasilkan
oleh organisme hidup yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat atau
membunuh organisme lainnya. Antibiotik digolongkan sebagai metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme antagonis dalam jalur metabolisme (Maria, 2002).
Pelapisan Benih dengan Mikroorganisme
Pelapisan benih merupakan proses pembungkusan benih dengan zat tertentu, yang antara lain bertujuan untuk meningkatkan kinerja benih pada waktu benih dikecambahkan, melindungi benih dari gangguan atau pengaruh kondisi lingkungan selama dalam penyimpanan atau dalam rantai pemasaran, mempertahankan kadar air benih, menyeragamkan ukuran benih, dalam meningkatkan efisiensi pemakaian alat penanaman benih sehingga dapat digunakan untuk menanam berbagai jenis benih dan meningkatkan ketelitian pada waktu penanaman secara langsung (direct seeding), memudahkan penyimpanan benih dan mengurangi dampak kondisi tempat penyimpanan, serta memperpanjang daya simpan benih (Bakhtiar, 2010).
Perlakuan benih dengan mikroba yang menguntungkan dapat membantu dalam mengontrol serangan dan kerusakan oleh penyakit, meningkatkan efisiensi serapan hara tanaman, meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Selain itu perlakuan benih dengan mikroba dapat menurunkan tingkat keracunan logam berat pada tanaman (Danapriatna, 2009).
Penggunaan coating sangat efektif dalam industri benih, karena dapat memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan mengurangi resiko tertular penyakit dari benih disekitarnya, dan dapat digunakan sebagai pembawa zat aditif, misalnya antioksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh dan lain lain. Perlakuan benih merupakan salah satu metode yang murah dan aman untuk mengendalikan patogen tular benih (Sukarman dan Seswita, 2012).
Organisme antagonis dapat diaplikasikan secara langsung pada buah- buahan, dan satu jenis sistem aplikasi seperti pencucian, penyemprotan, ataupun pencelupan telah secara nyata mengurangi pembusukan pada beberapa jenis buah. Umumnya mikroba antagonis ini diisolasi dari permukaan tanaman, yang mana keberadaan mikroba antagonis yang secara alami ini akan membuat mereka lebih berhasil karena kemampuan mereka mengkoloni dan beradaptasi terhadap lingkungan (Yulia dan Widiantini, 2007).