BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Mangga (Mangifera indica L.) - Pembuatan Manisan Mangga(Mangifera Indica L.) Dengan Memanfatkan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini (Mangifera Odorata G.) Menggunakan Hcl 30%
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Mangga (Mangifera indica L.)
Mangga yang berkembang di Indonesia diperkirakan berasal dari India, yang dipercaya pemeliharaannya telah ada seiring peradaban India. Sejarah pun mencatat bahwa mangga pertama kali ditemukan oleh Alexander Agung di lembah Indus, India.
Kata mangga sendiri berasal dari bahasa Tamil, yaitu mangas atau man-kay. Dalam bahasa botani, mangga disebut Mangifera indica L. yang berarti tanaman mangga berasal dari India.
Dari India, sekitar abad ke-4 SM, tanaman mangga menyebar ke berbagai negara, yakni melalui pedagang India yang berkelana ke timur sampai ke Semenanjung Malaysia. Pada tahun 1400 dan 1450, mangga mulai ditanam di kepulauan Sulu dan Mindanau, Filipina, di pulau Lizon sekitar tahun 1600, dan di kepulauan Maluku pada tahun 1665 (Pracaya, 2011).
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Mangga
Dalam tatanama sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman mangga diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Sapindales Famili : Anacardiaceae Genus : Mangifera
Tanaman mangga tumbuh dalam bentuk pohon berbatang tegak, bercabang banyak, serta rindang dan hijau sepanjang tahun. Tinggi tanaman dewasanya bisa mencapai 10-40 m dengan umur bisa mencapai lebih dari 100 tahun. Morfologi tanaman mangga terdiri atas akar, batang, daun, dan bunga. Bunga menghasilkan buah dan biji yang secara generatif dapat tumbuh menjadi tanaman baru (Pracaya, 2011).
Mangga rata-rata berbunga satu kali sehingga panen buah dapat dilakukan beberapa kali dalam satu periode karena buah tidak masak bersamaan. Mangga cangkokan mulai berbuah pada umur 4 tahun sedangkan mangga okulasi pada umur 5- 6 tahun. Buah panen pertama hanya mencapai 10-15 buah, pada tahun ke-10 jumlah buah dapat mencapai 300-500 buah/pohon, pada umur 15 tahun mencapai 1000 buah/pohon, dan produksi maksimum tercapai pada umur 20 tahun dengan potensi produksi mencapai 2000 buah/pohon/tahun (Tafajani, 2011).
Buah mangga memiliki keanekaragaman bentuk antara lain bulat, bulat- pendek dengan ujung pipih, dan bulat-panjang agak pipih. Susunan tubuh buah terdiri dari beberapa lapisan, yaitu sebagai berikut : a.
Kulit buah Buah mangga yang muda memiliki kulit berwarna hijau, namun menjelang matang berubah warna menurut jenis dan varietasnya.
b.
Daging buah Buah mangga yang masih muda pada umumnya memiliki daging buah yang berwarna kuning keputih-putihan. Menjelang tua daging buah berubah menjadi kekuning-kuningan sampai kejingga-jinggan. Rasa daging buah mangga bervariasi, yaitu asam sampai manis dengan aroma yang khas pada setiap varietas mangga.
c.
Biji Biji mangga berkeping dua dan memiliki sifat poliembrional, karena dari satu biji dapat tumbuh lebih dari satu bakal tanaman (Rukmana, 1997).
2.1.2 Komposisi Kimia Buah Mangga
Berikut adalah daftar komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga:
Tabel 2.1 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Mangga Kandungan Zat Nilai Rata-rata buah mangga Mentah MatangAir (%) 90,00 86,10 Protein (%) 0,70 0,60 Lemak (%) 0,10 0,10 Gula total (%) 8,80 11,80 Serat (%) - 1,10 Mineral 0,40 0,30 Kapur (%) 0,03 0,01 Fosfor (%) 0,02
0.02 Besi (mg/gram) 4,50 0,30 Vitamin A (mg/100 g) 150 IU 4.800 IU Vitamin B
1 - (mg/100 g)
0,04 Vitamin B
2 0,03 (mg/100 g)
0,05 Vitamin C (mg/100 g) 3,00 13,00 Asam nicotinat (mg/100 g) - 0,30 Nilai kalori per 100 g 39 50-60
Sumber : Laroussihe, LE MANGUIER, dalam Pracaya, (2011) Komponen daging buah mangga yang paling banyak adalah air dan karbohidrat. Selain itu juga mengandung protein, lemak, macam-macam asam, vitamin, mineral, tanin, zat warna, dan zat yang mudah menguap sehingga menciptakan aroma harum khas buah mangga.
Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung, dan selulosa. Gula sederhananya berupa sukrosa, glukosa, dan fruktosa yang memberikan rasa manis dan bermanfaat bagi pemulihan tenaga pada tubuh manusia. Selain gula, rasa dan karakteristik buah mangga juga dipengaruhi oleh tanin dan campuran asam. Tanin pada buah mangga menyebabkan rasa kelat dan terkadang pahit. Tanin juga menyebabkan buah mangga menjadi hitam setelah diiris. Sementara itu, rasa asam pada buah mangga disebabkan oleh adanya asam sitrat (0,13-0,17%) dan vitamin C (Pracaya, 2011).
2.1.3 Jenis dan Varietas Tanaman Mangga Pengembangan varietas mangga dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif.
Masing-masing varietas mangga dapat dibedakan berdasarkan ukuran, warna daging, pohon, ukuran, dan bentuk daun. Di Indonesia ada beberapa jenis dan varietas mangga komersial yang sudah terkenal bagus mutunya, antara lain : a.
Mangga Golek Dalam bahasa Jawa, golek berarti ”mencari”. Berdasarkan kata itu pulalah penamaan jenis mangga ini karena setelah menikmati rasanya orang akan mencari lagi buah mangga yang baru saja dimakan. Daging buah tebal, lunak dengan warna kuning tua. Daging buahnya boleh dikatakan tidak berserat, tidak berair (kalau diiris tidak banyak mengeluarkan air). Aromanya cukup harum dengan rasa yang manis.
b.
Mangga Arumanis Disebut mangga arumanis karena rasanya manis dan aromanya harum (arum). Daging buah tebal, lunak berwarna kuning, dan tidak berserat (serat sedikit). Aroma harum, tidak begitu berair, dengan rasa yang manis, tapi bagian ujung kadang-kadang masih ada rasa asam.
c.
Mangga Manalagi Disebut manalagi karena sekali makan orang akan mencarinya lagi. Rasa mangga manalagi seperti perpaduan rasa antara golek dan arumanis. Kemungkinan pohon mangga manalagi merupakan hasil persilangan alami antara golek dengan arumanis. Buah ini sering dimakan dalam keadaan masih keras, tetapi daging buah sudah kelihatan kuning.
d.
Mangga Madu Mangga ini disebut madu karena rasanya manis seperti madu lebah. Daging buah yang sudah masak berwarna kuning. Bagian dalam kuningnya makin ke dalam makin tua seperti warna madu. Serat daging buah sedikit. Kadar air buah sedang dengan rasanya yang manis seperti madu dan aromanya harum (Pracaya, 2011).
e.
Mangga Udang Mangga ini berasal dari Desa Hutanagonang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Panjang rata-rata mangga ini hanya sekitar 6 cm. Dikenal dua jenis mangga udang, yaitu yang berukuran kecil dan berukuran besar. Buahnya berbentuk lonjong.
Kulitnya tipis dan berwarna hijau muda pada waktu muda, lalu berubah menjadi kuning keemasan setelah tua. Daging buahnya berwarna kuning, lunak berair, rasanya f.
Kuini Dalam taksonomi tumbuhan, kuini merupakan tanaman mangga dengan spesies Mangifera odorata Griffith yang masih berkerabat dekat dengan bacang.
Gambar 2.1 Perbandingan Buah Kuini dan BacangWarna kulit buah muda hijau dan setelah masak hijau kekuningan pada pangkalnya, dengan permukaan kulit licin. Warna daging buah kuning-orange. Tekstur daging buah agak berserat. Bagi orang yang tidak tahan akan terasa gatal apabila makan buah kuini ini. Rasa daging buah manis, kadang ada yang agak masam. Bentuk buah lonjong dengan nisbah P/L sebesar 1,21-1,52. Ukuran buah sedang, bobot buah sekitar 162-470 g. Bagian buah yang dapat dimakan sekitar 44,62-64,47% (Antarlina, 2003).
Tabel 2.2 Karakteristik Kimia Buah Kuini No. Komponen Kadar1 Air 79,49 %
2 Abu 0,82 %
3 Pati 10,76 %
4 Serat Kasar 2,33 %
5 Protein 1,02 %
6 Lemak 0,15 %
7 Karbohidrat 18,59 %
8 Total Gula 11,33 %
9 Total Asam 3 mgKOH/g
10 Vitamin C 0,02 %
11 Kalori 48,41 kal/100g bacang kuini
2.2 Karbohidrat
Istilah karbohidrat timbul karena rumus molekul senyawa ini dapat dinyatakan sebagai hidrat dari karbon. Definisi karbohidrat ialah polihidroksialdehida, polihidroksiketon, atau zat yang memberikan senyawa seperti ini jika dihidrolisis dengan asam berair, dimana gugus hidroksil dan gugus karbonil merupakan gugus fungsi utama dalam karbohidrat.
Karbohidrat biasanya digolongkan menurut strukturnya sebagai monosakarida, oligosakarida, atau polisakarida. Istilah sakarida berasal dari kata Latin (sakarum, gula) dan merujuk pada rasa manis dari beberapa karbohidrat sederhana (Hart, 2003).
2.2.1 Monosakarida
Monosakarida ialah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi. Monosakarida digolongkan berdasarkan jumlah atom karbon yang ada (triosa, tetrosa, pentosa, heksosa, dan seterusnya) dan berdasarkan apakah gugus karbonil yang ada sebagai aldehida atau sebagai keton (Hart, 2003).
Glukosa, monosakarida yang paling umum, kadang-kadang disebut gula darah, gula anggur, atau dekstrosa. Binatang menyusui dapat mengubah sukrosa, laktosa, maltosa, dan pati menjadi glukosa, yang kemudian dapat digunakan sebagai energi oleh organisme itu, atau disimpan sebagai glikogen (Fessenden, 1986).
H O C
CH OH
2 CH 2 OH H C OH C O C O H H H H H HO C H
H H C C C C H C OH
OH H
H
OH HO OH HO O H C OH C C C C H C OH OHH H OH H
Gambar 2.2 Struktur GlukosaGlukosa merupakan heksosa yang paling penting secara nutrisi dan paling melimpah di alam. Glukosa terdapat dalam madu dan buah seperti anggur, ara, dan kurma. Anggur yang matang, sebagai contoh, terdiri dari 20-30% glukosa. Glukosa tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi. Gula lainnya yang diserap dalam tubuh harus dimetabolisme oleh liver menjadi glukosa. Glukosa pada umumnya digunakan sebagai pemanis dalam manisan dan makanan lainnya, termasuk beberapa makanan bayi (Seager, 2008).
2.2.2 Oligosakarida
Oligosakarida adalah polimer dengan derajat polimerisasi 2 sampai 10 yang biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari dua monosakarida disebut disakarida, dan bila tiga molekul disebut triosa (Winarno, 1995).
Oligosakarida yang paling sering dijumpai ialah disakarida. Dalam disakarida, dua monosakarida ditautkan oleh ikatan glikosidik antara karbon anomerik dari satu unit monosakarida dan gugus hidroksil dari unit lainnya. Beberapa contoh disakarida :
a. Maltosa Maltosa ialah disakarida yang diperoleh lewat hidrolisis parsial dari pati. Hidrolisis lanjutan dari maltosa hanya menghasilkan D-glukosa. Jadi, maltosa terdiri atas dua unit glukosa yang bertautan.
Gambar 2.3 Struktur MaltosaKarbon anomerik di unit glukosa sebelah kanan pada maltosa ialah suatu hemiasetal. Secara alami, bila maltosa berada dalam larutan, fungsi hemiasetal ini akan berkesetimbangan dengan bentuk aldehida rantai terbuka. Dengan begitu, maltosa menghasilkan uji Tollens positif dan reaksi lain yang serupa seperti pada karbon anomerik glukosa.
b. Selobiosa Selobiosa ialah disakarida yang diperoleh dari hidrolisis parsial selulosa. Hidrolisis selobiosa lebih lanjut hanya menghasilkan D-glukosa. Jadi, selobiosa merupakan isomer maltosa. Pada kenyataannya, selobiosa berbeda dari maltosa hanya karena struktur lainnya identik termasuk tautan antara C-1 dari unit di kiri dan gugus hidroksil pada C-4 di unit kanan.
Gambar 2.4 Struktur Selobiosac. Sukrosa Disakarida komersial yang paling penting ialah sukrosa, atau gula pasir. Sukrosa terjadi dalam semua tumbuhan fotosintetik, yang berfungsi sebagai sumber energi.
Sukrosa diperoleh secara komersial dari batang tebu dan bit gula, yang kadarnya 14- 20% dari cairan tumbuhan tersebut.
Hidrolisis sukrosa memberikan D-glukosa dan ketosa D-fruktosa dengan jumlah mol yang ekuivalen. Sukrosa tidak mempunyai gugus aldehida bebas yang berpotensi sehingga tidak dapat mereduksi reagen Tollens, Fehling, atau Benedict. Oleh karena itu sukrosa disebut sebagai gula non-pereduksi (Hart, 2003).
Gambar 2.5 Struktur Sukrosa2.2.3 Polisakarida
Polisakarida dalam bahan makanan berfungsi sebagai penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin) dan sebagai sumber energi (pati, dekstrin, glikogen, fruktan). Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis. Hasil hidrolisis sebagian akan menghasilkan oligosakarida dan dapat dipakai untuk menentukan struktur molekul polisakarida (Winarno, 1995).
Sebagai contoh, pati ialah karbohidrat penyimpan energi bagi tumbuhan yang tersusun dari unit-unit glukosa yang bergabung lewat ikatan 1,4- α-glikosidik,
1,6- α-glikosidik. Hidrolisis parsial dari pati menghasilkan maltosa dan hidrolisis sempurna hanya menghasilkan D-glukosa.
2.2.3.1 Selulosa
Selain pati, polisakarida yang banyak ditemukan di alam adalah selulosa. Selulosa merupakan polimer tak bercabang dari sejumlah glukosa yang bergabung lewat ikatan 1,4-
β-glikosidik. Pemeriksaan selulosa dengan sinar X menunjukkan bahwa selulosa terdiri atas rantai linear dari unit selobiosa. Walaupun manusia dan beberapa hewan dapat mencerna pati, tidak sama halnya dengan selulosa. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ikatan glikosidiknya (Hart, 2003).
Berat molekul selulosa berkisar antara 100.000 hingga 1.000.000. Kapas merupakan salah satu sumber yang kaya akan selulosa, mengandung lebih dari 90% selulosa per satuan berat. Kebanyakan tanaman lain juga mengandung persentase selulosa yang tinggi secara relatif, pada umumnya berkisar antara 10-15%. Selulosa sangat penting dalam industri kimia. Sebagai contoh, digunakan dalam industri pabrik barang-barang kertas, cat, bahan peledak, dan rayon. Selulosa merupakan satu dari senyawa yang paling berlimpah di bumi (Wingrove, 1939).
Gambar 2.6 Struktur Selulosa2.2.3.2 Sifat-Sifat Selulosa
Selulosa tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak larut dalamdan sebagian pelarut organik. Selulosa dapat dipecah menjadi unit-unit kimia glukosa dengan mereaksikannya dengan asam pekat pada suhu tinggi.
Dibandingkan dengan pati, selulosa jauh lebih bersifat kristal. Dimana pati mengalami transisi kristal menjadi amorf ketika dipanaskan dalam air pada suhu mencapai 60-70ºC. Sedangkan selulosa membutuhkan suhu 320ºC dan tekanan 25 MPa untuk menjadi amorf dalam air (Deguchi, 2006).
Kebanyakan sifat selulosa tergantung pada panjang rantai atau derajat polimerisasi unit glukosa. Selulosa dari pulp kayu memiliki panjang rantai khas antara 300-1700 unit. Kapas dan serat tanaman lainnya sama seperti selulosa bakteri memiliki panjang rantai berkisar antara 800-10.000 unit (Klemm, 2005).
Selulosa yang diturunkan dari tanaman biasanya ditemukan dalam suatu campuran dengan hemiselulosa, lignin, pektin, dan zat-zat lain. Sementara selulosa mikroba cukup murni, memiliki kadar air cukup tinggi dan terdiri dari rantai panjang. Selulosa larut dalam kuprietilendiamin (CED), kadmiumetilendiamin (Cadoxen), N- metilmorfolina N-oksida, dan litium klorida atau dimetilformamida. Pelarut-pelarut ini digunakan dalam produksi selulosa diregenerasi dari pelarutan pulp (Stenius, 2000).
2.2.3.3 Hidrolisis Selulosa Hidrolisis selulosa lengkap dengan HCl 30%, hanya menghasilkan D-glukosa.
Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis asam atau dengan emulsin enzim. Selulosa sendiri tidak mempunyai karbon hemiasetal-selulosa sehingga tidak dapat mengalami mutarotasi atau dioksidasi oleh reagensia seperti Tollens (Fessenden, 1986).
Selulosa Selobiosa Glukosa Hidrolisis dalam suasana asam, yang menghasilkan pemecahan ikatan glikosidik berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama, proton yang bertindak sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang menghubungkan dua unit gula (I), membentuk asam konjugat (II). Langkah ini diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, yang menghasilkan zat antara kation karbonium siklik (III). Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen cincin (II), menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium nonsiklik (III). Tidak ada kepastian ion karbonium mana yang paling mungkin terbesar pada kation siklik.
Akhirnya kation karbonium mulai mengadisi molekul air dengan cepat, membentuk hasil akhir yang stabil dan melepaskan proton (Torget, 2003).
I
selobiosa
II II
- H O 2<
- H O 2<
- H O 2 III
- dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu dari kupri sulfat menjadi ion
- Cu yang kemudian mengendap sebagai Cu O. Adanya natrium karbonat dan natrium
III
glukosa
Gambar 2.7 Mekanisme Dasar Hidrolisis Selobiosa2.3 Sirup Glukosa
Sirup glukosa merupakan salah satu bahan pemanis makanan dan minuman yang berbentuk cairan dan dihasilkan melalui proses hidrolisis. Pembuatan sirup glukosa pertama kali dilakukan pada tahun 1811 oleh ilmuwan Jerman bernama Gottlieb Sigismund Constantin Krichhoff. Bahan baku utama produksi sirup glukosa di dunia adalah pati berupa tepung tapioka, dan ada beberapa macam bahan lainnya seperti tepung maizena, beras, kentang, akar-akaran dan sagu. Beberapa macam proses pembuatan sirup glukosa melalui hidrolisis pati antara lain dengan katalis asam, enzim, dan gabungan keduanya.
Proses pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim dilakukan dengan menghidrolisis pati dengan enzim α-amilase yang berfungsi memutuskan ikatan α-1,4 secara acak di bagian dalam molekul baik amilosa maupun amilopektin. Untuk sirup glukosa yang dihasilkan melalui hidrolisis pati dengan asam, katalis asam yang biasa digunakan adalah asam klorida. Secara umum, pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis asam (PT Indonesian Maltose Industry) adalah sebagai berikut:
Gambar 2.8 Diagram Alir Pembuatan Sirup GlukosaProses hidrolisis asam lebih mudah dilakukan dari pada hidrolisis enzim karena peralatan yang digunakan pada hidrolisis asam cukup sederhana dan prosesnya tidak rumit. Lain halnya dengan proses hidrolisis enzim yang membutuhkan peralatan cukup banyak dengan proses yang rumit karena melibatkan kerja enzim dengan pemantauan kondisi operasi yang tinggi (Kusumawardhani, 2001).
Tabel 2.3 Standar Mutu Sirup Glukosa No Komponen Spesifikasi1. Air Maksimum 20%
2. Gula reduksi dihitung sebagai D-glukosa Maksimum 1%
3. Sulfur dioksida (SO
2 ) Untuk kembang gula sekitar 400
ppm, yang lain maksimum 40 ppm.
4. Pemanis buatan Negatif
5. Logam berbahaya (Pb,Cu, Zn dan As) Negatif
6. Natrium Benzoat Maksimum 250 ppm
7. Warna Tidak berwarna sampai kekuningan
8. Jumlah bakteri Maksimum 500 koloni/gram
9. Kapang Negatif
10. Khamir Negatif Sumber : SII.0418-81
2.4 Analisis Karbohidrat
2.4.1 Analisis Kualitatif
Beberapa cara untuk mengetahui adanya karbohidrat dalam suatu bahan antara lain:
a. Uji Molisch Karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan dihidrolisis menjadi monosakarida dan selanjutnya monosakarida mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural atau hidroksi metil furfural. Senyawa-senyawa ini dengan alfa naftol akan berkondensasi membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu.
b. Uji Iodin Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah violet, glikogen maupun dextrin dengan iodin akan berwarna merah coklat.
c. Uji Pembentukan Osason Aldosa ataupun ketosa dengan fenilhidrasin dan dipanaskan akan membentuk hidrason atau osason. Reaksi antar senyawaan tersebut merupakan reaksi oksido- reduksi, atom C yang mengalami reaksi adalah atom C nomor satu dan dua dari aldosa atau ketosa. Fruktosa dan glukosa menunjukkan osason yang sama. d. Uji Fehling Larutan fehling yang terdiri dari campuran kupri sulfat, Na-K-tartrat dan natrium hidroksida dengan gula reduksi dan dipanaskan akan terbentuk endapan berwarna hijau, kuning orange atau merah bergantung dari macam gula reduksinya (Sudarmadji, 1987).
e. Uji Benedict Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kupri sulfat, natrium karbonat,
2
sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadi, 1994).
2.4.2 Analisis Kuantitatif
Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisis terlebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini, bahan dihidrolisis dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu. Beberapa cara analisis kuantitatif monosakarida antara lain: a. Metode Luff Schoorl Pada penentuan gula secara Luff Schoorl, yang ditentukan adalah kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan.
b. Metode Munson-Walker Penentuan gula cara ini adalah dengan menentukan banyaknya kuprooksida yang terbentuk dengan cara penimbangan atau dengan melarutkan kembali dengan asam nitrat kemudian menitrasi dengan tiosulfat. Jumlah kuprooksida yang terbentuk ekuivalen dengan banyaknya gula reduksi yang ada dalam larutan dan telah disediakan dalam bentuk tabel Hammond, yakni hubungan antara banyaknya c. Metode Lane-Eynon Penentuan gula cara ini dengan menitrasi reagen Soxhlet (larutan CuSO
4 , K-N-tartrat)
dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan sampel yang dibutuhkan untuk menitrasi reagen Soxhlet dapat diketahui banyaknya gula yang ada dengan melihat pada tabel Lane-Eynon (Sudarmadji, 1987).
d. Metode Nelson-Somogyi Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan pereaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang terbentuk berupa endapan selanjutnya dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran konsentrasi gula. Dengan membandingkannya terhadap larutan standar, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Sudarmadji, 1989).
Warna biru yang dihasilkan kemudian diukur absorbansinya dengan cara spektrofotometri UV-Visible. Cara ini merupakan anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190- 380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Analisis dengan spektrofotometri UV-Visible selalu melibatkan pembacaan absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan persen (%T) (Mulja, 1995).
Istilah log (P /P) disebut absorban dan diberi lambang A. Istilah lain yang telah digunakan secara sinonim dengan absorban dan yang mungkin dijumpai dalam literatur adalah ekstingsi (extinction), rapatan optik (optical density) dan absorbansi (absorbancy) (Underwood, 1986).
2.6 Manisan Buah
Manisan buah adalah buah-buahan yang direndam dalam larutan gula selama beberapa nafsu makan. Teknologi membuat manisan merupakan salah satu carayang sudah diterapkan sejak dahulu kala. Perendamanan manisan akan membuat kadar gula dalam buah meningkat dan kadar airnya berkurang. Keadaan ini akan menghambat pertumbuhaperusak sehingga buah akan lebih tahan lama (Muaris, 2003).
Ada dua jenis manisan, antara lain manisan basah dan manisan kering. Manisan basah adalah manisan yang diperoleh setelah penirisan buah dari larutan gula. Manisan basah mempunyai kandungan air yang lebih banyak dan penampakan yang lebih menarik karena mirip dengan buah aslinya. Manisan ini biasanya dibuat dari buah yang keras. Sedangkan manisan kering adalah manisan yang diperoleh setelah buah ditiriskan kemudian dijemur hingga kering. Manisan kering memiliki daya simpan yang lebih lama, kadar air yang lebih rendah, dan kadar gula yang lebih tinggi. Manisan kering biasanya dibuat dari buah yang teksturnya lunak (Fatah, 2004).
2.7 Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan hasil reaksi fisikologik berupa tanggapan atau kesan mutu oleh panelis. Panelis adalah sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau kualitas bahan berdasarkan kesan subyektif. Panelis dapat dibagi menjadi enam kelompok yaitu panelis pencicipan perorangan, panelis pencicipan terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, dan panelis konsumen. Pengujian bahan pangan dengan panelis agak terlatih sering dilakukan karena tidak memerlukan panelis yang memiliki kepekaan tinggi. Panelis agak terlatih biasanya merupakan sekelompok mahasiswa atau staf peneliti (15 sampai 25 orang) yang mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang dinilai melalui penjelasan atau latihan sekedarnya (Soekarto, 1985).
Tes yang paling umum digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan sampel adalah skala hedonik. Istilah "hedonik" didefinisikan sebagai "yang berkaitan dengan kesenangan". Skala mencakup serangkaian pernyataan atau titik dimana panelis menyatakan tingkat suka atau tidak suka untuk sampel. Skala yang paling umum adalah skala hedonik 9 poin, mulai dari "amat sangat suka (like extremely)", “sangat suka (like very much)”, “suka (like moderately)”, “kurang suka (like slightly)”, “antara suka atau tidak suka (neither like nor dislike)”, “sedikit tidak suka (dislike slightly)”,
“tidak suka (dislike moderately)”, “sangat tidak suka (dislike very much)”, dan “amat sangat tidak suka (dislike extremely)”.
Sampel dikodekan dan disajikan dalam gaya presentasi identik. Urutan presentasi sampel secara acak untuk masing-masing panelis dan dapat disajikan secara bersamaan atau satu per satu (Larmond, 1991) .