BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mangga - Studi Penetapan Kadar Kandungan Vitamin C Pada Beberapa Macam Buah Mangga (Mangifera Indica L.) Yang Beredar Di Kota Medan Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mangga

  Dalam tatanama atau sistemik (taksonomi) tumbuhan mangga, diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Anacardiales Family : Anacardiaceae Genus : Mangifera Spesies : Mangifera Indica Linn. (Rukmana, 1997).

  Tanaman mangga phonnya tegak, bercabang dan warnanya hijau. Tingginya bias mencapai 10-40 meter, tajuknya berbantuk kubah dan mahkota daun luas dan rimbun, umurnya dapat mencapai lebih dari 50 tahun (Pracaya, 1983).

  Mangga dapat tumbuh baik pada iklim yang musim pananya kuat, di dataran rendah dengan volume curah hujan rendah sampai sedang. Temperatur untuk pertumbuhan optimum tanaman mangga lebih kurang 24-27

  C. Namun ada beberapa jenis tanaman mangga yang masih tahan terhadap suhu rendah, tetapi tidak berproduksi dengan baik. Curah hujan akan mempengaruhi pertumbuhan mangga dan proses produksi pembentukan bunga dan buah. Angin juga akan mempengaruhi pertumbuhan mangga karena dapat menyebabkan banyak buah yang ronyok dan cabang-cabangnya patah, untuk menghindari tiupan angin yang kencang, tepi kebun mangga harus ditanami pohon yang tingginya melebihi tanaman mangga (AAK, 1991).

  Terdapat banyak varietas mangga yang tumbuh baik di Indonesia maupun Negara lain. Buah mangga yang ditanam di Indonesia varietasnya beragam, mulai dari buah yang enak dimakan segar maupun mangga yang rasa buahnya enak untuk produk olahan, seperti rujak dan asinan. Jenis-jenis mangga yang bernilai ekonomi tinggi dari Indonesia diantaranya mangga gedong, arumanis, golek, manalagi. Jenis mangga komersial Negara lain diantaranya mangga chok’anan, mangga namdokmai, mangga Irwin, dan mangga Kensington pride.

2.2 Manfaat Buah Mangga

  Buah mangga memiliki berbagai kemanfaatan bagi masyarakat antara lain:

  a. Komoditas ekspor dan menambah pendapatan

  b. Bahan Makanan c. Tanaman peneduh dan penyelamat lapisan tanah (AAK, 1991).

  Kandungan gizi dalam tiap 100 gram mangga segar Kandungan Buah Mangga

  Gizi Gedong Golek Arumanis Cengkir Muda

  Kalori (kal)

  44.00

  63.00

  46.00

  72.00

  59.00 Protein (g)

  0.70

  0.50

  0.40

  0.80

  0.50 Lemak (g)

  0.20

  0.20

  0.20

  0.20

  0.40 Karbohidrat (g) 11.20

  16.70

  11.90

  18.70

  15.10 Kalsium (mg)

  13.00

  65.00 Air (g)

  0.06

  0.06 Vitamin C (mg)

  9.00

  30.00

  6.00

  16.00

  87.40

  0.08

  82.20

  86.60

  80.20

  83.70

  Vitamin merupakan suatu senyawa organik yang sangat diperlukan tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-vitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Sebagai perkecualian adalah vitamin D, yang dapat dibuat dalam kulit asalkan kulit mendapat cukup kesempatan kena sinar matahari (Winarno, 2002).

  Vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang dapat larut dalam air dan vitamin yang dapat larut dalam lemak. Jenis vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin yang dapat larut dalam lemak adalah vitamin A,D,E dan K, serta provitamin A yaitu β-karoten.

  Bahan makanan yang kaya akan vitamin adalah sayur-sayuran dan buah-buahan (Sudarmadji, 1989).

  0.08

  0.08

  14.00

  11.00 Zat Besi (mg)

  15.00

  13.00

  12.00 Fosfor (mg)

  10.00

  10.00

  9.00

  10.00

  0.20

  (mg)

  0.70

  0.20

  1.90

  0.40 Vitamin A (S.I)

  16.400 3.715 1.200 2.900

  85.00 Vitamin B

  1

2.3 Vitamin

2.3.1 Vitamin C

  Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C

6 H

  8 O 6 . Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih,

  tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192°C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C mudah larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1 g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya (Andarwulan, 1992).

  Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini (Ditjen POM, 1995): Gambar 1. Rumus Bangun Vitamin C

  Vitamin C (Asam askorbat) bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh- pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim, kadar air, dan katalisator logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktivan sebagai vitamin C. Asam dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam diketogulonat yang tidak memiliki keaktivan vitamin C lagi (Andarwulan, 1992).

  Asam askorbat Asam Dehidro Asam diketogulonat Asam Askorbat Oksalat Gambar 2. Reaksi Perubahan Vitamin C (Silalahi, 1985).

  Vitamin C dapat ditemukan di alam hampir pada semua tumbuhan terutama sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Karena itu sering disebut Fresh Food Vitamin (Budiyanto, 2004).

  Jumlah vitamin C yang terkandung dalam tanaman tergantung pada varietas dari tanaman, pengolahan, suhu, masa pemanenan dan tempat tumbuh (Counsell, 1981).

2.3.2 Fungsi Vitamin C Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen.

  Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah dan mempercepat proses penyembuhan (Wardlaw, 2003).

  Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut. Bila terjadi pada anak (6-12 bulan), gejala-gejala penyakit skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi, dan demam. Pada anak yang giginya telah keluar, gusi membengkak, empuk dan terjadi pendarahan. Pada orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejalanya ialah pembengkakan dan perdarahan pada gusi, gingivalis, luka lambat sembuh sehingga mudah berdarah dan mengalami infeksi berulang. Akibat yang parah dari keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas (Bobroff, 2010; Winarno, 2002).

  Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Karena itu bila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar (megadose), sebagian besar akan dibuang keluar, terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi (Winarno, 2002).

  Menurut Bobroff (2010), apabila akan mengkonsumsi suplemen vitamin C maka tidak boleh lebih dari 2000 mg per hari, meskipun vitamin C akan dibuang melalui urin, vitamin C dalam dosis tinggi dapat menyebabkan sakit kepala, peningkatan jumlah urin, diare dan mual.Bagi seseorang dengan kecendrungan pembetukan batu ginjal, diharapkan untuk tidak mengkonsumsi vitamin C dalam dosis tinggi.

  Kebutuhan harian vitamin C bagi orang dewasa adalah sekitar 60 mg, untuk wanita hamil 95 mg, anak-anak 45 mg, dan bayi 35 mg, namun karena banyaknya polusi di lingkungan antara lain oleh adanya asap-asap kendaraan bermotor dan asap rokok maka penggunaan vitamin C perlu ditingkatkan hingga dua kali lipatnya yaitu 120 mg (Silalahi, 2006).

2.4 Metode Penetapan Kadar Vitamin C

  Ada beberapa metode dalam penentuan kadar vitamin C yaitu:

  a. Metode titrasi iodimetri Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium dimana dalam hal ini potesial reduksi iodum +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil ( +0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium (Andarwulan, 1992; Rohman, 2007).

  Deteksi titik akhir titrasi pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi (Rohman, 2007).

  Menurut Andarwulan (1992), metode iodimetri tidak efektif untuk mengukur kandungan vitamin C dalam bahan pangan, karena adanya komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai titik akhir yang sama dengan warna titik akhir titrasi vitamin C dengan iodin.

  Asam askorbat Asam dehidroaskorbat Gambar 3. Reaksi antara vitamin C dan Iodin (Rohman, 2007).

  b. Metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol

  Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah muda.

  Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6- diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan terlihat terjadinya warna merah muda (Sudarmadji, 1989).

  Titrasi vitamin C harus dilakukan dengan cepat karena banyak faktor yang menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat penyiapan sampel atau penggilingan. Oksidasi ini dapat dicegah dengan menggunakan asam metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan asam oksalat. Penggunaan asam-asam di atas juga berguna untuk mengurangi oksidasi vitamin C oleh enzim-enzim oksidasi yang terdapat dalam jaringan tanaman. Selain itu, larutan asam metafosfat-asetat juga berguna untuk pangan yang mengandung protein karena asam metafosfat dapat memisahkan vitamin C yang terikat dengan protein . Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa. (Andarwulan, 1992; Counsell, 1981).

  Metode ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini lebih baik dibandingkan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak mengganggu penetapan kadar vitamin C. Reaksinya berjalan kuantitatif dan praktis spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6-diklorofenol indofenol dengan vitamin C standar (Andarwulan, 1992; Ranganna, 2000; Sudarmadji, 1989). Gambar 4. Reaksi Asam Askorbat dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

  c. Metode Spektrofotometri Ultraviolet Metode ini berdasarkan kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air untuk menyerap sinar ultraviolet, dengan panjang gelombang maksimum pada

  1

  265 nm dan A = 556a . Oleh karena vitamin C dalam larutan mudah sekali

  1

  mengalami kerusakan, maka pengukuran dengan cara ini harus dilakukan secepat mungkin. Untuk memperbaiki hasil pengukuran, sebaiknya ditambahkan senyawa pereduksi yang lebih kuat daripada vitamin C. Hasil terbaik diperoleh dengan menambahkan larutan KCN (sebagai stabilisator) ke dalam larutan vitamin (Andarwulan, 1992; Moffat, 2005).

2.5 Analisis Kembali Vitamin C yang Ditambahkan pada Sampel (Analisis Recovery)

  Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

  Kecermatan (Recovery) ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (Spiked – placebo recovery) dan metode penambahan baku (Standard addition

  method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar analit sebenarnya). Dalam metode penambahan baku dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004; USP, 2007).

  Rumus perhitungan persen Recovery: B – A

  % Recovery = X 100 % C

  Keterangan: A = Kadar vitamin C sebelum penambahan baku vitamin C B = Kadar vitamin C setelah penambahan baku vitamin C C = Kadar vitamin C baku yang ditambahkan

2.6 Analisis Data Secara Statistik

2.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan

  Di antara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar terhadap satu macam sampel, ada kalanya terdapat hasil yang sangat menyimpang bila dibandingkan dengan yang lain tanpa diketahui kesalahannya secara pasti sehingga timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang sangat menyimpang (Rohman, 2007).

  Untuk memastikan hasil yang sangat menyimpang ditolak atau diterima, perlu dilakukan analis is data secara statistika. Pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05), hasil analisis ditolak jika Q hitung > Q tabel (Rohman, 2007).

  2.6.2 Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis

  Uji presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diterapkan secara berulang pada sampel. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation) atau koefisien variasi (Harmita, 2004).

  Rumus perhitungan persen RSD (Harmita, 2004):

  SD

   % RSD = 100%

  X Keterangan: SD = standar deviasi X = kadar rata-rata sampel

  Data hasil perhitungan koefisien variasi (%RSD) dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 54.

  2.6.3 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata

  Untuk mengetahui apakah kadar vitamin C berbeda pada tiap sampel, maka dilakukan uji beda rata-rata kadar sampel yang diuji dengan uji F menggunakan software SPSS. Data berbeda secara signifikan jika F hitung > F tabel dan data tidak berbeda secara signifikan jika F hitung < F tabel . Jika data yang diperoleh berbeda secara signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis Duncan.

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Vitamin C dari Buah Kedondong (Spondias dulcis Parkinson) Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

17 163 69

Penetapan Kadar Vitamin C Yang Terdapat Pada Buah Kiwi (Actinidia Deliciosa (A. Chev) C. F. Liang & A. R. Ferguson) Secara Volumetri Dengan 2,6-Dichlorofenol Indofenol

24 189 76

Penetapan Kadar Vitamin C Dari Paprika (Capsicum annum L. var Grossum) Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

22 101 72

Studi Penetapan Kadar Kandungan Vitamin C Pada Beberapa Macam Buah Mangga (Mangifera Indica L.) Yang Beredar Di Kota Medan Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

13 123 64

Kadar Vitamin C Pada Manisan Buah Mangga (Mangifera indica) Berdasarkan Lama Penyimpanan dan Kadar Natrium Benzoat

1 36 65

Penetapan Kadar Vitamin C Dari Bawang Putih (Allium sativum L.) Secara Titrasi 2,6-Diklorofenol Indofenol

37 206 67

Penetapan Kadar Vitamin C dari Buah Kedondong (Spondias dulcis Parkinson) Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

0 2 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Kedondong - Penetapan Kadar Vitamin C dari Buah Kedondong (Spondias dulcis Parkinson) Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

0 5 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kiwi (Actinidia deliciosa) - Penetapan Kadar Vitamin C Yang Terdapat Pada Buah Kiwi (Actinidia Deliciosa (A. Chev) C. F. Liang & A. R. Ferguson) Secara Volumetri Dengan 2,6-Dichlorofenol Indofenol

0 0 14

Studi Penetapan Kadar Kandungan Vitamin C Pada Beberapa Macam Buah Mangga (Mangifera Indica L.) Yang Beredar Di Kota Medan Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

0 0 20