Konsep Pengerahan Kerja pada Jenis Kepem

KONSEP PENGERAHAN KERJA PADA JENIS
KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN
TRANSFORMASIONAL
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumberdaya
Manusia dan Kepemimpinan Pendidikan

Dosen Pengampu:
Drs. Misbah Ulmunir, M.Si.
Oleh Kelompok 4:
Hairul Anwar – 13490001 – 01
Ahmad Fathur Rosyadi – 13490029 – 08
A. Ziyad Zubaidi – 13490054 – 13
Moh. Masum Yusron – 13490074 – 15
Naskah diserahkan tanggal:
didiskusikan tanggal:
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
SEMESTER GANJIL TA 2014/2015

1


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Manajemen
Sumberdaya Manusia dan Kepemimpinan Pendidikan.
Setiap organisasi pasti memerlukan pemimpin yang dapat mengarahkan
bawahannya untuk mencapai tujuan. Pemimpin merupakan orang yang memiliki
kewenangan untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk membujuk atau
mempengaruhi orang lain (bawahan) melalui pola hubungan yang baik guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Jika diumpamakan sebuah kapal, maka
pemimpin adalah nahkoda
Sekumpulan manusia yang ada di dalam organisasi merupakan sumber
daya penggerak organisasi ke arah yang diinginkan pemimpin tersebut. Pemimpin
memiliki peranan yang sangat vital bagi sebuah organisasi. Diperlukan
kepemimpinan efektif dan efisien untuk dapat membuat organisasi menjadi lebih
maju dan dapat tercapai tujuan-tujuannya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah mendukung kami dalam penulisan makalah ini. Ucapan
terima kasih khususnya kami ucapkan kepada Bapak Drs. Misbah Ulmunir, M.Si.,
selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Sumberdaya Manusia dan

Kepemimpinan Pendidikan.
Kami sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan makalah ini. Dengan adanya masukan dan kritik dari
dosen dan teman-teman, makalah ini menjadi lebih lengkap dan lebih layak
sebagai sumber pengetahuan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita, khususnya kami, penulis, untuk
lebih mengenal dunia manajemen.
Yogyakarta, 7 Nopember 2014

Penulis

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan penulisan .................................................................................... 2
BAB II: PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.

Fungsi Pengerahan Kerja (Actuating) dalam Manajemen ......................
Pengertian Kepemimpinan .....................................................................
Konsep Actuating pada Jenis Kepemimpinan Transaksional .................
Konsep Actuating pada Jenis Kepemimpinan Transformasional ...........

3
3
6
9

BAB III: PENUTUP
Kesimpulan ................................................................................................. 13

BIBLIOGRAFI .................................................................................................. 14

3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat hidup sendiri
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Perlu adanya manusia lain untuk
membantu dalam mencapai atau memperoleh kebutuhannya. Setiap manusia
mempunyai tujuan hidup yang berbeda-beda, namun ada beberapa manusia yang
tujuan hidupnya sama dengan yang lain. Untuk mempermudah dalam pencapaian
tujuan-tujuan tersebut, maka manusia yang memiliki tujuan yang sama tersebut
membentuk sebuah organisasi. Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
tujuan, memerlukan peranan pemimpin.
Dalam dunia manajemen, pemimpin adalah simbol dari organisasi karena
ia lah orang yang paling bertanggung jawab atas segala kebijakan dan yang terjadi
di organisasi. Ia juga merupakan sosok yang mendorong bawahannya bekerja agar
tujuan dari organisasi tercapai.

Dewasa ini, banyak pemimpin yang mempekerjakan bawahan sebatas
bagaimana agar bawahan itu mau menyelesaikan tugasnya, bukan
mengembangkan rasa percaya diri dan bahkan menumbuhkan kecintaan pada diri
bawahan agar ia merasa memiliki organisasinya sehingga mampu mencapai hasil
melebihi target.
Kepemimpinan model ini kelihatannya aktif, tapi sebenarnya hanya
berputar dalam lingkaran dan tidak banyak berkembang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa dan bagaimana fungsi pengerahan kerja (actuating) dalam manajemen?
2. Apa yang dimaksud kepemimpinan?
3. Bagaimana konsep actuating pada jenis kepemimpinan transaksional?

1

4. Bagaimana konsep actuating pada jenis kepemimpinan transformasional?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa dan bagaimana fungsi actuating dalam manajemen
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kepemimpinan
3. Mengetahui konsep actuating pada jenis kepemimpinan transaksional
4. Mengetahui konsep actuating pada jenis kepemimpinan transformasional


2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Fungsi Pengerahan Kerja (Actuating) dalam Manajemen
Fungsi manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, pengerahan
kerja, dan pengawasan atau pengendalian (G.R. Terry). Pengerahan kerja yang
merupakan kelanjutan dari pengorganisasian adalah suatu tindakan dari manajer
untuk menjalankan organisasi. Teknis tindakan tersebut tidak dilakukan sendiri
oleh manajer, namun ia harus bekerja melalui orang lain. Manajer hanya berfungsi
sebagai pengelola. Oleh karenanya, ia harus mampu mempengaruhi orang lain
agar mereka mematuhi perintahnya sehingga tujuan organisasi tercapai.
Keberhasilan manajer dalam mengelola orang lain didasarkan pada
kemampuannya untuk memotivasi (motivasi: penyebab, penyalur, penjaga
perilaku) mereka. Motivasi dapat dilakukan dengan berkomunikasi dengan
bawahan. Manajer melihat atau menganalisis apa yang menjadi kebutuhan
bawahan. Sehingga ketika kebutuhan mereka tercapai, maka mereka akan mudah
untuk mengerahkan karena terjadi proses timbal balik yang saling

menguntungkan.
B. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan atau ladership termasuk kelompok ilmu terapan atau
applied sciences dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusanrumusannya bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan manusia.
Robbins (2006:432), menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Kouzes dan Posner
(2004:3) mengatakan kepemimpinan adalah penciptaan cara bagi orang untuk ikut
berkontribusi dalam mewujudkan sesuatu yang luar biasa. Sedangkan Tzu dan
Cleary (2002:5) berpendapat kepemimpinan adalah sebuah persoalan kecerdasan,
kelayakan untuk percaya, kelembutan, keberanian, dan ketegasan.

3

Berdasarkan penjelasan tentang definisi kepemimpinan tersebut dapatlah
ditarik beberapa simpulan, yaitu bahwa:
1. Kepemimpinan meliputi penggunaan pengaruh dan bahwa semua hubungan
dapat melibatkan pimpinan.
2. Kepemimpinan mencangkup pentingnya peroses komunikasi. Kejelasan dan
keakuratan dari komunikasi mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikutnya.
3. Kepemimpinan memfokuskan pada tujuan yang dicapai. Pimpinan yang

efektif harus berhubungan dengan tujuan-tujuan individu, kelompok, dan
organisasi1.
Kepemimpinan dalam Praktik
Kepemimpinan adalah sikap dan perilaku untuk mempengaruhi para
bawahan agar mereka mampu bekerja sama, sehingga membentuk jalinan kerja
sama yang harmonis dengan perimbangan aspek efisiensi dan efektivitas untuk
mencapai angka produktivitas kerja sesuai dengan yang telah ditetapkan2.
Sehingga seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimimpinannya harus
secara efektif dan efisien.
Pemimpin dikatakan efektif apabila bawahan merespon karena ingin
melakukan tugas dan menemukan kompensasinya, lalu bawahan menghormati,
patuh, dan taat kepada pemimpin, dan dengan senang hati bekerja sama
dengannya. Selain itu, pemimpin juga dapat memberi motivasi agar para
bawahannya bekerja dengan seluruh kemampuan dan potensi yang mereka punya
untuk suatu organisasi/kelompok yang ia pimpin, sehingga tercipta suasana dan
budaya kerja yang positif.
Rahasia dalam kepemimpinan efektif adalah kekuatan terbesar seorang
pemimpin bukan dari kekuasaanya saja, bukan juga dari kecerdasannya, namun
dari kekuatan dalam dirinya/personality. Seorang pemimpin yang efektif selalu
berusaha memperbaiki dirinya sendiri sebelum memperbaiki orang lain.


1 Suwatno dan Donni Juni Priansa, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Publik
dan Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 140-141
2 Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), hlm.
265

4

Sedangkan hal terpenting dalam keefektivan pemimpin adalah bahwa
pemimpin yang efektif memiliki ciri “action oriented” (lebih banyak bertindak
daripada berpikir).
Dalam kepemimpinan, ada berbagai macam teori, yang secara garis besar
terbagi menjadi teori klasik dan teori kontemporer. Teori klasik tentang
kepemimpinan adalah teori bakat atau hereditas, teori perilaku, dan teori situasi.
Teori-teori tersebut berusaha menjelaskan bagaimana seseorang menjadi
pemimpin dan apa yang menjadi prioritas mereka dalam mengerjakan tugas
kepemimpinannya. Model kepemimpinan ini cenderung bersifat transaksional
karena hanya didasarkan pada tugas dan hubungan kerja bawahan yang memiliki
timbal balik dengan kebutuhan dasar mereka, bukan tentang bagaimana seorang
pemimpin mengembangkan bawahan agar ia termotivasi untuk

mengaktualisasikan dirinya (Mamduh M Hanafi: 2003).
Kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antar pribadi, antara
manajemen dan karyawan, dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan
transaksional, yaitu:
1. Para pemimpin menggunakan penghargaan kontigensi untuk memotivasi para
karyawan
2. Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan
gagal mencapai tujuan kinerja
Sedangkan di antara teori kontemporer adalah kepemimpinan
transformasional, yakni kepemimpinan seorang pemimpin agar bawahan bekerja
tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau organisasinya dan/atau
untuk menjaga hubungan kerja yang baik, namun pemimpin harus mampu
membuat mereka memiliki kesadaran dan wawasan yang lebih luas mengenai
nilai dan hakikat suatu pekerjaan. Dengan kata lain, bawahan termotivasi untuk
bekerja bukan karena kebutuhan fisiologis, keamanan, atau sosialnya saja, namun
mereka bekerja karena kebutuhan ingin mengaktualisasikan diri dan organisasi.

5

Kepemimpinan kontemporer lainnya adalah kepemimpinan kharismatik,

kepemimpinan visioner, dan kepemimpinan tim. Kepemimpinan kharismatik
memiliki daya tarik yang sangat kuat karena pemimpin adalah orang yang
menginspirasi yang membuat bawahan bekerja melampaui panggilan tugas.
Kepemimpinan visioner mampu mengartikulasikan suatu visi yang realistis dan
atraktif dengan masa depan bagi suatu organisasi atau unit organisasi yang terus
tumbuh dan meningkat. Sedangkan kepemimpinan tim mengharuskan pemimpin
efektif harus mempelajari keterampilan seperti kesabaran untuk membagi
informasi, percaya kepada orang lain, menghentikan otoritas dan memahami
kapan harus melakukan intervensi
C. Konsep Actuating pada Jenis Kepemimpinan Transaksional
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa jenis kepemimpinan ada
halnya yang bersifat transaksional dan ada yang bersifat transformasional.
Keduanya merupakan jenis kepemimpinan yang bisa saja dimiliki oleh setiap
pemimpin baik itu dalam organisasi publik, kesehatan, maupun birokrasi.
Kepemimpinan dalam birokrasi dianggap sesuai dengan lembaga yang penuh
dengan peraturan baik normatif maupun teknis. Pedoman administratif, kontrak
kerja, keputusan dan petunjuk teknis semuanya rapi didokumentasikan secara
tertulis. Begitu halnya pada lembaga pendidikan. Pegawai dididik untuk menaati
aturan, loyal pada atasan, dan patuh terhadap segala instruksi yang diberikan
atasan kepadanya dalam kapasitasnya sebagai pegawai.
Hubungan antara pemimpin dan pegawai dalam model kepemimpinan
transasksional bersifat formal hanya terbatas pada pekerjaan saja. Ruang gerak
pegawai pun sangat terbatas. Penghasilan dan pensiunan diatur oleh pemimpin
secara lengkap. Pegawai tidak berhak atas jabatan karena sistem promosi pada
umumnya berdasarkan pada senioritas dalam kepegawaian dan kepangkatan.
Model kepemimpinan seperti ini cenderung otoriter dan menutup hak-hak
pegawai untuk dapat berekspresi serta mengembangkan potensinya. Menurut
kepemimpinan yang demikian jenisnya, ketidaksejajaran dalam kepegawaian

6

adalah suatu hukum alam yang lazim terjadi3. Cara kerja yang terdapat pada
organisasi ataupun perusahaan yang di dalamnya model kepemimpinan
transasksional bertengger, lebih menekankan kelompok kerja yang mendasarkan
pada sistem pembagian kerja atas elemen-elemen yang ada di dalamnya.
Misalnya, seorang bendahara hanya mengurusi hal-hal yang terkait dengan
keuangan organisasi. Ordonator atau eksekutor dari kebutuhan organisasi, hanya
melaksanakan pemenuhan apa yang menjadi kebutuhan organisasi. Akibatnya,
sikap individualisme tumbuh di dalam setiap elemen organisasi yang tidak melihat
kerja-kerja elemen lainnya dan tidak ada pertukaran potensi yang dapat
dikembangkan.
Model kepemimpinan transaksional mempunyai dampak positif maupun
negatif. Dampak positif dari model kepemimpinan transaksional adalah adanya
efisiensi di dalam pelaksanaan kerja, karena kejelasan pembagian kerja sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing staf dalam organisasi,
standardisasi pedoman dan aturan kerja dan konsistensi terhadap tata aturan yang
telah ditetapkan. Di samping itu, kepemimpinan transaksional juga menjamin
pencapaian tujuan dalam jangka panjang, menengah, dan pendek serta adanya
kemudahan dalam pengawasan dan pengelolaan pegawai.
Di sisi lain, model kepemimpinan seperti ini memiliki dampak negatif,
yakni kepemimpinan berorientasi pada hierarkhis, tidak adanya pemberdayaan
pegawai dan pembagian kewenangan dalam pengambilan keputusan, kondisi yang
kurang kondusif karena penerapan komunikasi top-down dan formalitas hubungan
atasan bawahan serta loyalitas yang berlebihan pada pimpinan4.
Kepemimpinan transaksional bercirikan: (1). Berdasarkan transaksi,
artinya kepemimpinan bertindak berdasarkan transaksi atau pertukaran jabatan
dan kinerja, gaji, pekerjaan, kerja keras, bonus dan sebagainya; (2). Kejelasan
aturan, pedoman dan aturan pelaksanaan tugas, dan pekerjaan disusun secara jelas
3 Beni Ahmad Syaebani, Ilmu Pendidikan Islam, Paham Pendidikan Konservatif (Bandung:
Pustaka Setia, 2009), hlm. 36.
4 Harbani pasalong, Kepemimpinan Birokrasi, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 126.

7

dan ditetapkan untuk ditaati oleh setiap pegawai; (3). Orientasi pada pengawasan
yang ketat. Mengawasi dan memantau tugas dan pekerjaan secara ketat dalam
rangka mencapai tujuan pendek; (4). Anti perubahan, menolak setiap perubahan
yang berasal dari luar sistem organisasi karena khawatir akan merusak tatanan
kelembagaan yang telah ditetapkan; (5). Orientasi pada jabatan dan kekuasaan,
mengembangkan budaya kekuasaan, loyalitas pada atasan, hierarki hubungan
antara atasan dan bawahan; (6). Fokus pada pekerjaan. Mengarahkan pegawai
untuk fokus pada penyelsaian tugas dan pekerjaan, sehingga mereka tidak mampu
menyempatkan diri untuk mengambangkan potensi, kreatifitas dan inovasinya;
(7). Kewenangan atasan mutlak. Tidak ada pemberdayaan pegawai karena
kewenangannya untuk mengambil keputusan mutlak pada pimpinan; (8).
Pemasungan kreatifitas pegawai, pegawai diatur dalam pelaksanaan tugas dan
pekerjaan sehingga kreatifitasnya terpasung baik dalam keadaan sadar maupun
tidak; (9). Individualitas kerja. Kerjasama antar pegawai tidak dianjurkan,
sehingga muncul persaingan tidak sehat dan saling curiga mencurigai diantara
mereka, dan; (10). Ketidakharmonisan organisasi, hierarki kekuasaan, formalitas
hubungan kerja, komunikasi bottom-up, dan tidak adanya kerjasama antar
pegawai mengakibatkan tidak kondusifnya organisasi5.
Kepemimpinan yang sedemikian rupa tidak jauh berbeda dengan model
kepemimpinan konservatif yang cenderung otoriter dan sewenang-wenang
terhadap bawahannya. Model kepemimpinan ini akan melahirkan raja-raja kecil
atau raja-raja baru yang akan menjadi penindas bawahannya atau generasinya.
Dalam artian, sikap yang dirasakannya saat menjadi pegawai akan
diimplementasikan pula saat ia menjadi pemimpin, karena konstruk model
kepemimpinan yang dipahami serta yang diketahuinya adalah hanya seperti model
kepemimpinan yang dirasakannya saat ia dipimpin atau menjadi bawahan6. Boje
dan Donnely (2005) menambahkan, kalau sudah demikian perilaku pun berubah
menjadi raja kecil yang menuntut loyalitas total dari anah buahnya,

5Ibid, hal 128
6 Makin, dkk., Penindasan, (Yogyakarta: KMPD Pustaka, 2012), hlm. 12.

8

mengembangkan sistem nepotisme dan orientasi lebih ditekankan pada politik
kekuasaan7.
Namun maraknya isu disfungsi kepemimpinan dalam organisasi, tidak
terlepas dari pemahaman umum kita tentang konsep kepemimpinan menurut teori
manajemen klasik seiring dengan perkembangan ilmu administrasi dan
manajemen. Dalam teori klasik, tugas seorang pemimpin hanya ditekankan pada
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen G.R. Terry (1977), yaitu fungsi POAC
dalam manajemen, tanpa memikirkan bagaimana cara mempengaruhi,
memotivasi, dan membimbing pegawai untuk bersama-sama mencapai tujuan
organisasi8.
D. Konsep Actuating pada Jenis Kepemimpinan Transformasional
Ketika seseorang menjadi pimpinan sebuah organisasi, maka ia harus
berpikir tentang tanggungjawabnya bagaimana organisasi tersebut berhasil dan
berkembang. Pemimpin adalah orang-orang yang sudah memahami fungsi
manajemen. Namun demikian, tidak semua dari mereka berhasil
(mengembangkan organisasinya). Ada yang tampak kesulitan dalam mengelola
karena organisasi adalah sekumpulan orang dengan macam-macam keinginan
yang sulit diajak untuk mencapai tujuan yang sama. Namun ada juga yang tampak
mudah, hal ini dikarenakan dalam diri masing-masing orang, tanpa campur tangan
dari pihak luar, sudah mempunyai kemampuan untuk menata diri sendiri.
Kemampuan inilah yang nantinya dikembangkan oleh pemimpin
transformasional.
Kunci utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota organisasi agar
mampu berkembang tidak sekedar kemampuan profesional individu adalah cinta,
atau bisa disebut integritas tinggi dalam berdedikasi. Perasaan tersebut mendorong
mereka untuk melakukan kinerja maksimal bahkan melebihi sasaran.

7 Harbani pasalong, op.cit. hlm. 128
8 Ibid.

9

Hal pertama adalah bagaimana cara untuk menumbuhkan kecintaan
terhadap organisasi dalam diri pemimpin. Proses tersebut bisa dilakukan melalui9:
(a) pengenalan (ta’aruf) yang berkelanjutan kepada pemahaman atas organisasi.
Pengenalan atau pengetahuan atas organisasi akan membawa organisasi ke arah
perkembangan melalui daur perubahan partisipasif. Daur ini dimulai dengan
proses mengubah pola pikir atau mengubah tingkat pengetahuan individu maupun
kelompok untuk selanjutnya secara bertahap mengubah sikap dan pola individu
hingga akhirnya kelompok organisasi10. (b) penghormatan (tadhammun) atau
penghargaan yang berkelanjutan kepada perasaan cinta.
Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana pemimpin tersebut membagibagikan perasaannya kepada seluruh staf demi kemajuan dan perkembangan
organisasi. Untuk tujuan itu, hal yang harus dimiliki seorang pemimpin
transformatif adalah:
a. Keikhlasan. Pemimpin harus memiliki mental ikhlas dalam menjalankan
organisasinya. Pengelolaan organisasi didudukkan dalam ranah ibadah kepada
Allah. Konsep ini dalam bahasa Islam disebut lillah. Jika suatu perbuatan
sudah didasarkan pada konsep ini, maka pelakunya akan berusaha untuk
mencapai tujuan dengan seoptimal mungkin. Sikap pemimpin yang demikian
akan menciptakan nuansa ruuhul jihad dalam lingkungan organisasi yang
akan mempengaruhi anggota organisasi lainnya. Jika suasana ini mampu
ditumbuhkembangkan, maka organisasi akan memiliki kekuatan yang kukuh.
b. Kesadaran bertanggungjawab. Sikap ini harus dibangun bersama, bahwa
semua perbuatan – baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang – akan
dipertanggungjawaban. Sikap ini semestinya akan membangun kejujuran
yang harus disandang oleh semua anggota organisasi, khususnya pemimpin.

9 Imam Suprayogo, Menjadi Manajer Pendidikan Islam. Dalam: M. Mas’ud Sa’id (ed.),
Kepemimpinan, Pengembangan Organisasi, Team Building, dan Perilaku Inovatif (Malang: UIN
Maliki Press, 2010), hlm. ix.
10 Habiburrahman Khairul Umam, Strategi Kepemimpinan: Pengembangan Organisasi,
Pengembangan Tim, dan Perilaku Inovatif. Dalam: M. Mas’ud Sa’id (ed.), Kepemimpinan,
Pengembangan Organisasi, Team Building, dan Perilaku Inovatif (Malang: UIN Maliki Press,
2010), hlm. 125.

10

c. Keyakinan. Dalam mengelola, pemimpin harus memiliki keyakinan bahwa
Allah adalah satu-satunya dzat yang memiliki otoritas tertinggi, yang menjadi
pusat perhatian atas segala aktivitas organisasi. Dengan pemahaman konsep
ini, mental kebebasan dari hegemoni kekuasaan apapun akan terwujud. Oleh
karenanya, pemimpin akan memiliki pikiran yang bebas dalam mengarahkan
organisasi ke arah yang ia tuju. Selanjutnya, jati diri organisasi akan terlihat
sebagai bentuk nyata bahwa organisasi memasuki proses perkembangan.
Selain itu, pemimpin harus memiliki keyakinan bahwa organisasi adalah
sarana untuk menggapai ridho Allah – bukan tujuan akhir hidupnya – begitu
pula dengan kemajuan organisasi11.
Bernard M. Bass menjelaskan bahwa pemimpin transformasional
memotivasi bawahan untuk mengerjakan lebih dari yang diharapkan
semula dengan meningkatkan rasa pentingnya bawahan dan nilai
pentingnya pekerjaan. Pemimpin ini mampu membuat bawahan menyadari
perspektif yang lebih luas, sehingga kebutuhannya meningkat menuju
kebutuhan tertinggi; kebutuhan aktualisasi diri12.
Seluruh elemen anggota organisasi terlibat dalam kepemimpinan
ini. Oleh karena itu, kepimimpinan bukan hanya terdiri dari orang yang
memimpin saja, akan tetapi juga melibatkan anggota dalam proses
kepemimpinannya. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pada kondisi
masyarakat yang sudah sangat berdaya; batas kapasitas pribadi antara yang
dipimpin dengan pemimpin sudah sangat tipis (artinya sudah sama-sama
pintar). Masyarakat tidak lagi membutuhkan sosok pimpinan yang serba
bisa dan instruksionis, melainkan pemimpin yang bisa menampung
aspirasi bersama untuk bersama-sama diwujudkan dalam tindakan
kelembagaan yang sistematis.

11 Imam Suprayogo, op.cit., hlm. x.
12 Mamduh M. Hanafi, Manajemen, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN, 2003).

11

Oleh karena itu, pemimpin tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang
bertugas untuk memberikan visi gerakan dan kemudian menerapkan kepada
anggotanya; pemimpin justru menjadi penerjemah visi bersama para anggotanya
untuk ditransformasikan dalam bentuk kerja nyata kolektif yang mutual.

12

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan


Pengerahan kerja (actuating) tindakan dari manajer untuk menjalankan



organisasi.
Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai



sasaran.
Jenis kepemimpinan transaksional merupakan kepemimpinan yang lebih



menjunjung tinggi formalitas kepegawaian antara atasan dan bawahan.
Jenis kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang
memberdayakan semua anggota organisasi.

13

BIBLIOGRAFI

Beni Ahmad Syaebani, Ilmu Pendidikan Islam, Paham Pendidikan Konservatif
Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Harbani pasalong, Kepemimpinan Birokrasi, Bandung: Alfabeta, 2010.
M. Mas’ud Sa’id (ed.), Kepemimpinan, Pengembangan Organisasi, Team
Building, dan Perilaku Inovatif, Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Makin, dkk., Penindasan, Yogyakarta: KMPD Pustaka, 2012.
Mamduh M. Hanafi, Manajemen, Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan
Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2003.
Suwatno dan Donni Juni Priansa, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam
Organisasi Publik dan Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2011.

14

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121