Pemanfaatan Tanaman Lempesan untuk Menin

MAKALAH EKOLOGI PERAIRAN

PEMANFAATAN LEMPESAN ( Scutellaria discolor ) UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS AIR

Disusun Oleh :
Satrio Haryu Wibowo

H1H014046

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
PURWOKERTO
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah ini. Dalam makalah ini saya menjelaskan
mengenai Pemanfaatan Tumbuhan Lempesan untuk Meningkatkan Kualitas Air. Makalah ini

dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi Perairan.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sangat berperan
penting dalam proses kegiatan pembuatan makalah ini, terutama pada Dosen Pengampu yang
sekaligus menjadi dosen mata kuliah Ekologi Perairan Drs. Setijanto M.Sc, yang telah
memberi bimbingan dan arahan kepada saya. Saya sadar tanpa dukungan dari semua pihak,
saya tidak akan mampu menyusun makalah ini dengan maksimal.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Saya menyadari
bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun saya harapkan dari pembaca terhadap makalah yang telah saya buat.

Purwokerto, 1 Desember 2015

Penyusun

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
I.


PENDAHULUAN.................................................................................................................1
1.1.

Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2.

Tujuan....................................................................................................................................2

II.

ISI..........................................................................................................................................3

2.1.

Scutellaria.............................................................................................................................3

2.2.


Scutellaria discolor...............................................................................................................3

2.3.

Kualitas Air...........................................................................................................................3

2.4.

Pemanfaatan Scutellaria discolor.........................................................................................6

III.

KESIMPULAN........................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................8

I.
I.1.

PENDAHULUAN


Latar Belakang
Usaha budidaya perikanan dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang

sangat pesat baik dari segi teknologi maupun skala usaha. Dalam pengelolaan usaha perikanan
tentu juga tidak dapat dilepaskan dari adanya unsur kendala atau masalah. Masalah tersebut
dapat berupa masalah teknis maupun non teknis. Persoalan teknis terkait dengan budidaya
sampai saat ini masih sering terjadi contohnya adanya serangan hama dan penyakit pada ikan.
Terjadinya wabah penyakit pada tingkatan rendah menyebabkan berkurangnya produksi yang
telah ditetapkan, dan pada tingkatan tinggi dapat menyebabkan kegagalan total dalam usaha
budidaya. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya produk makanan
yang ramah lingkungan, menuntut perubahan paradigma pada semua pemangku kepentingan
bahwa produk perikanan diharapkan juga terbebas dari penggunaan bahan – bahan berbahaya
dalam penerapan usahanya.
Sesuai dengan pilar dasar paradigma pembangunan kelautan dan perikanan di
Indonesia yang salah satunya adalah konsep blue economy. Salah satu dari prinsip
prinsip blue economy antara lain terkait dengan efisiensi alam. Sehubungan dengan dengan
kendala teknis pada tataran budidaya ikan yaitu serangan hama dan penyakit, tentu
pendekatan pencegahan dan pengendaliannya juga dalam konsep yang ramah lingkungan.
Upaya pendekatan yang ramah lingkungan terhadap pencegahan dan pengendalian hama dan

penyakit dapat berupa memanfaatkan potensi potensi sumber daya alam yang ada di sekitar
kita contohnya menggunakan bahan bahan alami dari tanaman herbal.
Tanaman-tanaman yang tumbuh di sekitar lingkungan kita yang menurut pandangan
awam merupakan tanaman / tumbuhan liar ternyata dapat dimanfaatkan sebagai upaya
alternatif untuk membantu agar usaha budidaya perikanan dapat berjalan dengan lancar.
Kandungan kimia yang terkandung di dalam tanaman tersebut dapat dimanfaatkan untuk
tujuan meningkatkan kualitas air, meningkatkan kekebalan ikan, mengobati ikan, dan untuk
mengendalikan hama.
Kualitas air adalah suatu ukuran kondisi air dilihat dari karakteristik fisik, kimiawi,
dan biologisnya. Sedangkan menurut ( Johnson et.al, 1997) kualitas air juga menunjukkan
ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia. Kualitas air seringkali
menjadi ukuran standar terhadap kondisi kesehatan ekosistem air dan kesehatan manusia
terhadap air minum.

Kualitas air ialah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk
penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan
sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin keamanan dan
kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian
tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi,
atau uji kenampakan (bau dan warna) (ICRF,2010).

Ekosistem air yang terdapat di darat (inland water) secara umum di bagi atas 2 yaitu
perairan lentik (lentik water), atau juga disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau,
rawa, waduk, situ, telaga dan sebagainya dan perairan lontik (lontic water), disebut juga
sebagai perairan berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya. Perbedaaan
utama antara perairan lontik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air (Barus, 2003).
I.2.

Tujuan
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui manfaat dari tanaman

Lempesan agar berguna untuk lingkungan perairan.

II.
II.1.

ISI

Scutellaria
Genus Scutelarria dari sekitar 300 spesies tanaman umumnya dikenal sebagai


Skullcaps. Tanaman ini tersebar luas di wilayah yang beriklim tropis ( Joshee et.al, 2002 ).
Skullcaps adalah tanaman yang biasa digunakan untuk tanaman obat-obatan. Tanaman ini
ditemukan di daerah yang teduh lembab, padang rumput, parit dan tepi sungai terutama di
lereng bukit yang ditutupi oleh vegetasi, selain itu tanaman ini juga berbunga pada bulan Juli
sampai September. Tanaman ini juga biasanya digunakan sebagai obat herbal tradisional di
daerah Cina. Dalam pengobatan tradisional Cina, tanaman ini digunakan untuk membersihkan
yang jahat dan mengusir kejahatan ( Shang et.al, 2010 ).
II.2.

Scutellaria discolor
Scutellaria discolor adalah tanaman yang paling ekstensif dipelajari pada spesies

Skullcap dan akar dari tumbuhan ini diketahui mengandung sejumlah turunan flavon. Sebuah
analisis metabolomic dari Scutellaria discolor menunjukkan bahwa, tanaman atau tumbuhan
ini mengandung lebih dari 2000 senyawa dan 781 diantaranya diduga sebagai obat. Selain itu
kandungan kimia juga ditemukan diberbagai spesies Scutellaria. Sehingga pemanfaatan
tumbuhan Scutellaria discolor sangat banyak sekali digunakan di berbagai media baik untuk
pengobatan maupun meningkatkan kualitas air ( Joshee et.al, 2010 ).
Tanaman Scutellaria discolor atau dikenal dengan nama daerah tumbuhan Lempesan,
tumbuhan ini memiliki kandungan kimia yang cukup banyak. Bagian daun dari Lempesan

mengandung saponin, flavonoid, polifenol dan juga minyak asiri. Selain daun, bagian yang
dapat digunakan dari tumbuhan ini adalah bagian batangnya. Pemanfaatan tumbuhan ini telah
diuji dan diterapkan untuk meningkatkan kualitas air pada suatu kolam budidaya, sehingga
mempermudah dan juga meningkatkan kualitas atau mutu yang dihasilkan.
II.3.

Kualitas Air
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen

lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika
(suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut,
BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan
sebagainya). Kualitas air yang baik memiliki beberapa syarat, antara lain terdapat lima syarat
utama kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan. Syarat yang pertama adalah rendahnya
kadar amonia dan nitrit. Syarat yang kedua, bersih secara kimiawi, kemudian yang ketiga

memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang memadai. Syarat keempat, rendah kadar
cemaran organik dan syarat yang kelima adalah kondisi perairan yang stabil (Effendi, 2003).
Kualitas air memiliki beberapa parameter, parameternya antara lain adalah fisika,
kimia dan parameter biologi. Parameter fisika berisi suhu, kecerahan dan juga kedalaman.

Suhu merupakan pola temperatur ekosistem air yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian
geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh
di tepi. Selain itu pola temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen
(faktor yang di akibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air
pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga
badan air terkena cahaya matahari secara langsung (Barus, 2003).
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan
kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai dengan tubuh lemah, kurus,
dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan
menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem
imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi
suhu rendah menyebabkan menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat
berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen (Irianto, 2005).
Parameter fisika yang selanjutnya adalah kecerahan. Kecerahan merupakan ciri
penentu untuk pencerahan, penglihatan yang mana suatu sumber dilihat memancarkan
sejumlah kandungan cahaya.dalam kata lain kecerahan adalah pencerahan yang terhasil dari
pada kekilauan sasaran penglihatan, kecerahan merupakan suatu ukuran dimana cahaya
didalam air yang disebabkan oleh adanya partikel-partikel kaloid dan suspensi dari suatu
bahan pencemaran, antara lain bahan organik dari buangan-buangan industri, rumah tangga,

pertanian yang terkandung di perairan (Syukur, 2002).
Parameter fisika yang lain adalah Kedalaman. Kedalaman disuatu perairan sangat
penting untuk diperhatikan, hal ini dikarenakan kedalaman suatu perairan dapat
mempengaruhi jumlah cahaya yang akan masuk ke perairan dan ketersediaan oksigen
diperairan tersebut, jika disuatu perairan kekurangan cahaya masuk kedalamnya maka ikan
tersebut akan stress. Begitu juga halnya dengan kandungan oksigen, biasanya diperairan
dalam ketersediaan oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan perairan dangkal.

Parameter yang lain adalah parameter kimia antara lain pH dan DO. Derajat keasaman
(pH) adalah suatu ukuran keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh cairan. Kadar pH
dinilai dengan ukuran antara 0-14. Sebagian besar persediaan air memiliki pH antara 7,0-8,2
namun beberapa air memiliki pH di bawah 6,5 atau diatas 9,5. Air dengan kadar pH yang
tinggi pada umumnya mempunyai konsentrasi alkali karbonat yang lebih tinggi. Alkali
karbonat menimbulkan noda alkali dan meningkatkan farmasi pengapuran pada permukaan
yang keras.
Oksigen adalah unsur vital yang di perlukan oleh semua organisme untuk respirasi dan
sebagai zat pembakar dalm proses metabolisme. Sumber utama oksigen terlarut dalam air
adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan
dari proses fotosintesis. Selanjutnya daur kehilangan oksigen melalui pelepasan dari
permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme (Barus, 2003).

Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada
pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi,
dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam air (Effendi, 2003).
Parameter yang lain adalah parameter biologi, aspek yang termasuk parameter biologi
adalah jenis plankton dan juga ikan. Plankton adalah organisme yang berkuran kecil yang
hidupnya terombang-ambing oleh arus. Mereka terdiri dari makhluk yang hidupnya sebagai
hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuhan (fitoplankton). Zooplankton ialah hewan-hewan
laut yang planktonik sedangkan fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang
dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis (Dianthani, 2003).
Karena organisme planktonik biasanya ditangkap dengan menggunakan jaring-jaring
yang mempunyai ukuran mata jarring yang berbeda, maka penggolongoan plankton dapat
pula dilakukan berdasarkan ukuran plankton. Penggolongan ini tidak membedakan
fitoplankton dari zooplankton, dan dengan cara ini dikenal lima golongan plankton, yaitu :
megaplankton ialah organisme planktonik yang besarnya lebih dari 2.0 mm; yang berukuran
antara 0.2 mm-2.0 mm termasuk golongan makroplankton; sedangkan mikroplankton
berukuran antara 20 µm-0.2 mm. Ketiga golongan inilah yang biasanya tertangkap oleh
jaring-jaring plankton baku. Dua golongan yang lainnya: nanoplankton adalah organisme
planktonik yang sangat kecil, yang berukuran 2 µm-0.2 mm; organisme planktonik yang
berukuran kurang dari 2 µm termasuk golongan ultraplankton. Nanoplankton dan

ultraplankton tidak dapat ditangkap oleh jaring-jaring plankton baku. Untuk dapat
menjaringnya diperlukan mata jaring yang sangat kecil (Nybakken, 1982).
Ikan adalah makhluk hidup yang hidupnya diperairan dan juga ikan merupakan
parameter biologi yang dapat digunakan untuk meneliti parameter kualitas air disuatu
perairan. Jika disuatu perairan memiliki jenis ikan tertentu dalam jumlah yang sedikit ini
menunjukkan bahwa perairan itu tercemar atau kurang baik untuk dilakukannya budidaya
ikan, begitu pula sebaliknya, jika suatu perairan jumlahnya yang terdapat didalamnya jumlah
yang banyak dan beragam jenisnya, maka hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut tidak
mengalami pencemaran dan cocok untuk pembudidayaan.
II.4.

Pemanfaatan Scutellaria discolor
Aplikasi yang diterapkan pada penggunaan tanaman ini untuk meningkatkan kualitas

air pada suatu kolam ataupun perairan umumnya yang digunakan adalah kulit batangnya.
Kulit batang dari tumbuhan lempesan dipotong dan kemudian dijemur selama 6 jam hingga
layu. Setelah itu masukan batang Lempesan ke dalam kolam atau perairan selama 2-3 hari
sehingga batang akan hancur sampai tersisa bagian kayu yang keras. Kemudian air akan
bewarna kehijau-hijauan dan menumbuhkan fitoplankton sebagai makanan zooplankton. Dan
daunnya dapat digunakan untuk menurunkan pH yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa
tanaman Lempesan dapat meningkatkan kualitas air, karena dapat menumbuhkan fitoplankton
yang menjadi makanan dari zooplankton dan baik untuk pakan alami bagi ikan.

III.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan pada makalah ini adalah tanaman lempesan selain
sebagai obat herbal yang tradisional, tanaman ini juga dapat meningkatkan kualitas air dengan
memanfaatkan batang kulit dan daunnya.

DAFTAR PUSTAKA
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta.
Dianthani, Dhani. 2003. Identifikasi Jenis Plankton di Perairan Muara Badak, Kalimantan
Timur. Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Cetakan Kelima. Kanisius. Yogyakarta.
ICRF. 2010. Membangun Kebun Campuran. World Agroforestri Centre (ICRAF). Bogor.
Irianto, 2005. Faktor-Faktor Lingkungan Abiotik air tawar. Jurnal Manusia Dan Lingkungan.
Vol. XI. No.2.
Johnson, D.L., S.H. Ambrose, T.J. Bassett, M.L. Bowen, D.E. Crummey, J.S. Isaacson, D.N.
Johnson, P. Lamb, M. Saul, dan A.E. Winter-Nelson. 1997. Meanings of
environmental terms. Journal of Environmental Quality. 26: 581-589.
Joshee, Nirmal, Patrick, Thomas S., Mentreddy, Rao S., Yadav dan Anand K. 2002. Skullcap:
Potential medicinal crop. In Janick, J., Whipkey, A. Trends in New Crops and New
Uses. Alexandria. Virginia: ASHS Press. pp. 580–6.
Joshee Nirmal, Prahlad Parajuli, Fabricio Medina Bolivar, Agnes M. Rimando dan Anand K.
Yadav. 2010 .Scutellaria Biotechnology: Achievements and Future Prospects. Bulletin
UASVM Horticulture. 67 (1).
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Cetakan Kedua. PT
Gramedia. Jakarta.
Shang, Xiaofei, He, Xirui, He, Xiaoying, Li, Maoxing, Zhang, Ruxue, Fan, Pengcheng,
Zhang, Q, dan Jia, Z. 2010. The genus Scutellaria an ethnopharmacological and
phytochemical review. Journal of Ethnopharmacology. 128 (2): 279–313.
Syukur, A., 2002. Kualitas Air dan Struktur Komunitas Phytoplankton di Waduk Uwai.
Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 51 hal.