PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SPASIAL Pe

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SPASIAL
DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL*
Perspektif Struktur Sistem Informasi dan System Development Life Cycle
Fahmi Charish Mustofa1,2
1. Departemen Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM
2. Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional
Email: fahmicmdw@gmail.com

Abstract
…………
This section postponed

…………
Keywords: Information system structure, System Development Life Cycle,
National Land Agency (BPN)

I. Pendahuluan
Tugas pemerintahan di bidang pertanahan menjadi tanggung jawab Kementerian
Negara Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tugas
pemerintahan bidang pertanahan tersebut, diantaranya, meliputi perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pendaftaran tanah, survei, pengukuran dan

pemetaan (Perpres No. 20 Tahun 2015).
Penyediaan layanan pertanahan kepada masyarakat, sebagai bagian dari rangkaian
kegiatan pendaftaran tanah, menjadi ujung tombak tugas pokok dan fungsi BPN.
Layanan pertanahan bagi masyarakat diwujudkan dalam bentuk penyediaan loketloket layanan pertanahan. Loket yang berfungsi sebagai front office (FO) Kantor
Pertanahan (kantah) mesti didukung performa back office (BO) yang baik.
Interdependensi FO dan BO menggerakkan mesin organisasi BPN di masingmasing kantah. Kualitas pengambilan keputusan di BPN akan ditentukan oleh
kualitas data yang diserap dan dikelola tiap kantah.
Proses pengambilan keputusan dalam suatu organisasi membutuhkan
pertimbangan-pertimbangan agar keputusan yang dihasilkan bisa sebaik mungkin.
Keputusan yang baik adalah keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan,
sehingga oleh karenanya pertimbangan yang digunakan harus rasional.
Pertimbangan yang rasional melibatkan kegiatan pengamatan dan perekaman
fakta yang menghasilkan data, pengolahan data menghasilkan informasi,
kumpulan informasi menjadi elemen dalam pemodelan yang berguna untuk
pengambilan keputusan. Kebutuhan data dan atau informasi awal dalam
pengambilan keputusan seringkali melibatkan sejumlah besar data dan atau
*

Dipresentasikan dalam forum internal Program S-3 Ilmu Teknik Geomatika, Departemen Teknik Geodesi
UGM, tanggal 17 Maret 2015, unpublished material.


informasi, sementara aktivitas pengambilan keputusan berlangsung berulangulang. Dalam kondisi demikian diperlukan suatu sistem untuk mengelolanya,
yakni Sistem Informasi.
Pengembangan sistem informasi spasial di BPN telah melalui berbagai format.
Perkembangannya dinamis mengikuti apa yang disebut oleh De-Zeeuw &
Salzmann (2011) sebagai gaya tarik sosial dan gaya dorong teknologi.
Paper ini menganalisis pengembangan sistem informasi di BPN ditinjau dari
perspektif SDLC (System Development Life Cycle ). Pemilihan pendekatan model
SDLC karena merupakan perangkat bantu pengembangan sistem yang paling
umum digunakan (J. A. A. O’Brien & Marakas, 2011)

II. Tinjauan Pustaka
II.1. Sistem Informasi (SI)
Pengertian Sistem Informasi (SI) menurut O’Brien dan Marakas (2011) adalah
“kombinasi yang terorganisir yang terdiri dari sumberdaya manusia, perangkat
keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, sumber data, kebijakan dan prosedur
yang berurusan dengan proses penyimpanan, pengambilan / pemanfaatan,
perubahan dan penyajian informasi dalam suatu organisasi”. Sedangkan
Subaryono (2014) mendefinisikan SI dengan dasar pemikiran bahwa untuk
mendefinisikan sesuatu diperlukan 2 parameter, yakni struktur dan fungsi. Dari

parameter struktur, SI dapat terdiri dari: hardware, software, liveware (user,
developer, operator), prosedur dan data. Sedangkan dari parameter fungsi, SI
berfungsi untuk mendukung kegiatan manajerial (pengambilan keputusan).
Istilah SI juga sering digunakan merujuk kepada interaksi antara orang, proses
algoritmik, data, dan teknologi. Teknologi di sini dalam pengertian tidak hanya
merujuk pada penggunaan organisasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
namun juga merujuk pada cara di mana orang berinteraksi dengan teknologi ini
dalam mendukung proses bisnis.
II.1.1. Peran Sistem Informasi dalam suatu organisasi
SI memiliki peran penting bagi organisasi dalam mendukung pelaksanaan tugastugas baik dalam level manajer utama, manajer menengah maupun operator
(Gambar 1). Level manajer utama memiliki karakter tugas-tugas yang bersifat
strategik dan perencanaan. Level manajer menengah memiliki karakter tugastugas yang bersifat penerjemahan kebijakan utama dalam pengambilan keputusan
operasional. Level operator memiliki karakter tugas-tugas yang bersifat
operasional rutin sehari-hari.
Suatu organisasi pada umumnya memiliki suatu proses atau aktivitas internal
dalam sebuah organisasi atau perusahaan untuk mendesain, memproduksi,
memasarkan dan mengirimkan serta mengupayakan daya dukung untuk produk
organisasi atau perusahaan tersebut dikenal sebagai “Value-chain” (Porter, 1985).
Dalam padanya terdapat potensi yang besar bagi peran SI untuk efektivitas dan
efisiensi organisasi.


Gambar 1. Peran Sistem Informasi dalam organisasi (J. A. A. O’Brien & Marakas, 2011)

Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat menyebabkan SI dan
teknologi informasi menjadi topik yang sangat vital dalam disiplin ilmu bisnis dan
organisasi. Pada perkembangannya kemudian, SI menjadi sumberdaya yang
penting dalam suatu organisasi, terutama untuk memberikan dukungan dan
kemudahan-kemudahan kepada komponen organisasi yang akhirnya bermuara
kepada pencapaian tujuan organisasi. Kemudahan-kemudahan yang didapat dari
pemanfaatan SI adalah antara lain: efisiensi, menguntungkan dalam hal
penggunaan yang terbatas ketersediaan materi, energi dan sumberdaya lainnya (J.
A. O’Brien, 2007).
Peran SI berbeda menurut karakteristik posisi sumberdaya dalam suatu organisasi
yang menurut Askenäs dan Westelius (2003), posisi dimaksud dibedakan:
birokrat, manipulator, konsultan dan asisten administrasi. Peran SI dalam masingmasing posisi tersebut digambarkan dalam 4 kuadran dalam Gambar 2.

Gambar 2. Peran SI dalam berbagai posisi (Askenäs dan Westelius, 2003)

Seorang birokrat adalah petugas yang dalam pekerjaannya harus secara ketat
mengiktui aturan dan petunjuk-petunjuk yang dibuat untuknya. Sehingga SI yang

didesain untuknya seharusnya merupakan terjemahan aturan dan petunjuk yang
harus petugas itu laksanakan. Sementara manipulator bekerja mengontrol dan
mengarahkan hasil pekerjaan pegawai lain, sehingga SI yang didesain untuknya

berbeda dengan birokrat yang kaku, SI nya lebih luwes dan fleksibel terhadap
intersepsi mendadak sesuai yang dikehendaki si manipulator. Berikutnya
konsultan adalah seseorang yang dikontrak untuk suatu pekerjaan khusus atau
untuk memberi saran. Seorang konsultan tidak bertanggung jawab terhadap
performa tugas suatu organisasi yang mempekerjakannya, ia semata-mata
bertanggung jawab khusus atas tugas yang dibebankan kepadanya. SI yang
didesain untuknya haruslah yang dibuat khusus untuknya. Karakteristik berikut
adalah seorang asisten yang bertugas mengurusi masalah administratif, pekerjaan
rutin yang tidak begitu rumit. Peran SI bagi seorang asisten administrasi sebatas
untuk kegiatan penyimpanan dan penyampaian data.
Kerangka organisasi dalam konteks proses informasi : (1) driving forces, (2) misi
organisasi, (3) tujuan akhir, legislasi & mandat, (4) struktur organisasi, (5)
program, kebijakan dan prosedur, (6) produk dan pelayanan (Subaryono, 2007).
Dinamika sebuah SI tergantung dari kondisi masing aspek dalam kerangka kerja
tersebut. Perubahan dari salah satu aspek dari kerangka kerja organisasi dapat
menyebabkan perubahan dalam sistem informasi.

II.1.2. Sistem Informasi Spasial
Sistem Informasi Spasial merupakan subsistem dari Sistem Informasi. SIS
mencakup Sistem Informasi Pertanahan (SIP) dan Sistem Informasi Geografis
(SIG). SIS, sebagaimana SI, didefinisikan sangat erat kaitannya dengan
penggunaan teknologi komputer. SIS merangkum kombinasi antara sumberdaya
manusia, perangkat keras dan prosedur kerja yang teratur untuk menghasilkan
informasi yang digunakan untuk mendukung aktivitas berkenaan dengan data
spasial (Dale & McLaughlin, 1999).
Sistem Informasi

Sistem Informasi
Non-Spasial

Sistem Informasi
Spasial

Sistem Informasi
Sumberdaya

Sistem Informasi

Geografis
(skala kecil)

Sistem Informasi
Spasial lainnya

Sistem Informasi
Pertanahan
(skala besar)

Gambar 3. Taksonomi Sistem Informasi (Dale & McLaughlin, 1999)

Menurut Chang (2002) SIG berkenaan dengan data spasial yang berhubungan
dengan geometri bentuk keruangan dan data atribut yang memberikan informasi
tentang bentuk keruangannya. SIG merupakan sub-sistem dari SIS yang
mengelola informasi spasial berskala kecil, sementara SIP yang merupakan subsistem SIS juga, mengelola informasi spasial berskala besar (berbasis bidang).
II.2. Pengembangan Sistem dengan pendekatan System Development Life
Cycle (SDLC)
SDLC merupakan salah satu metode pengembangan sistem informasi dengan
pendekatan sistem yang paling lazim digunakan (J. A. A. O’Brien & Marakas,

2011). Cara-cara pengembangan berbasis SDLC yang digunakan, selain cara
orisinil SDLC “waterfall”, antara lain: rapid application development (RAD),
joint application development (JAD), fountain, rapid prototyping, incremental,
spiral, build-fix dan synchronize-stabilize (IT Knowledge Portal, 2010; Russell
Kay, 2002).
II.2.1. SDLC Waterfall
Tahapan-tahapan SDLC secara garis besar bisa diringkas dalam 3 tahap, yakni:
1. Konsepsi proyek, pendefinisian dan analisis kebutuhan sistem dan pengguna
2. Desain, pembuatan dan ujicoba sistem
3. Implementasi: integrasi, instalasi, evaluasi dan pemeliharaan.
Rumusan tahapan SDL diatas sejalan dengan rumusan tahapan versi O’Brien dan
Marakas (2011) tahapan SDLC meliputi:
1. Penyelidikan dan Analisis
2. Desain
3. Implementasi dan Pemeliharaan.
Tahapan satu dengan yang lain sangat erat keterkaitan dan saling tergantung satu
sama lain. Maksudnya, saling tergantung sama lain dapat ditemui ketika, dalam
banyak kasus, satu atau beberapa tahapan bisa berlangsung secara bersama,
sementara tahapan lain terulang beberapa kali oleh sebab perbaikan dan atau
improvisasi sistem. Kondisi tersebut digambarkan oleh O’Brien dan Marakas

dalam Gambar 5.

Gambar 4. Tahapan SDLC model waterfall (U.S. House of Representatives, 1999)

Lima tahapan SDLC dalam Gambar 5 secara garis besar dapat dipahami dalam “3
(tiga) tahap besar” yakni:
1. Pemahaman terhadap masalah dan peluang organisasi,

2. Pengembangan sistem informasi sebagai solusi,
3. Pengimplementasian sistem informasi.
Tabel 1. Tahapan SDLC dari berbagai sumber (Centers for Medicare & Medicaid Services, 2008; Choudury, 2013;
PBGC, 2011; Russell Kay, 2002; U.S. House of Representatives, 1999)
(U.S. House of
Representatives,
1999)

(Russell Kay,
2002)

Perencanaan

Proyek / Studi
Kelayakan

Pendefinisian
Proyek

Pendefinisian
Kebutuhan
Pengguna

(Centers for
Medicare &
Medicaid
Services, 2008)

Investigasi Awal

Analisis Sistem /
Pendefinisian
Pendefinisian

Kebutuhan
Kebutuhan

Kebutuhan
Sistem dan
Pengguna

Analisis dan
Desain

Desain Sistem
Desain Sistem

Implementasi
Integrasi dan
Ujicoba

Implementasi dan
Pelatihan
Penerimaan,
Instalasi dan
Penerapan
Keberlanjutan /
Pemeliharaan

RINGKASAN

Konsepsi Proyek
/ Pendefinisian
Masalah –
Tujuan

1

Inisiasi /
Pendefinisian
Kebutuhan
Pengguna

Konsepsi
Proyek,
Pendefinisian
dan Analisis
Kebutuhan
Pengguna dan
Sistem

Analisis
Kebutuhan
Sistem dan
Pengguna

Pendefinisian
Kebutuhan Sistem
/ Data

Pembuatan
Purwarupa Sistem

(Choudury,
2013)

(PBGC, 2011)

Pemeliharaan

Penyelidikan
Sistem
--------------Produk: studi
kelayakan

Desain

Pembuatan Kode
Pembuatan
Program dan
Sistem /
Ujicoba
Konstruksi
Ujicoba

Desain

2

Pembuatan
Sistem /
Konstruksi
Integrasi dan
Ujicoba

Implementasi
Penerapan
Operasional dan
Pemeliharaan

Analisis Sistem
--------------Produk: kebutuhan
fungsional

Implementasi
dan
Pemeliharaan

Desain Sistem
--------------Produk: spesifikasi
sistem

Desain,
Pembuatan dan
Ujicoba Sistem
3
Integrasi,
Implementasi
dan
Pemeliharaan

Implementasi
Sistem
--------------Produk: operasional
sistem

Pemeliharaan
Sistem
--------------Produk: sistem

Gambar 5. Tahapan-tahapan dalam proses SDLC (J. A. A. O’Brien & Marakas, 2011).

“Tiga tahap besar” O’Brien dan Marakas secara umum sesuai dengan ringkasan
dari Tabel 1. Tabel 2 memberi gambaran perbandingan dimaksud.
Tabel 2.Tiga Tahap Besar SDLC
No.

3 Tahap Besar dari dari Tabel 1

3 Tahap Besar O’Brien-Marakes

1.

Konsepsi proyek, pendefinisian dan
analisis kebutuhan sistem dan
pengguna

Pemahaman terhadap masalah dan
peluang organisasi

2.

Desain, pembuatan dan ujicoba sistem

Pengembangan sistem informasi sebagai
solusi

3.

Integrasi, implementasi dan
pemeliharaan

Pengimplementasian sistem informasi

II.2.2. SDLC Spiral
Dalam praktiknya kemudian ditemui pengembangan sistem dengan pendekatan
SDLC model waterfall dianggap tidak cukup fleksibel menghadapi dinamika
kebutuhan yang tidak terduga (Boehm, 2000; Centers for Medicare & Medicaid
Services, 2008; IT Knowledge Portal, 2010), sehingga perlu improvisasi terutama
pada fleksibilitas tahapan proses. SDLC model spiral muncul sebagai
pengembangan model waterfall. Pengembangan model SDLC spiral memiliki
karakteristik kemampuan untuk pengulangan terhadap element proses
pengembangan sehingga dengan demikian mengurangi resiko kegagalan
pengembangan lebih dini.

Gambar 6. Model SDLC spiral a. (Choudury, 2013), b. (Boehm, 2000)

II.3. Sejarah Pengembangan Sistem Informasi Spasial di BPN
Sejarah pengembangan sistem informasi spasial di BPN ditandai dengan
penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam proyek
komputerisasi sistem layanan pertanahan pada tahun 1997 (Kementerian
ATR/BPN, 2015). Implementasi dilakukan secara bertahap, diawali 12 Kantor
Pertanahan (Kantah) pada tahun 1997, hingga kwartal akhir tahun 2014 telah
diimplementasikan di 396 dari seluruh 451 Kantah di Indonesia (Kementerian
ATR/BPN, 2014).
Perbaikan sistem terus menerus dilakukan sebagai respon adanya gaya tarik sosial
dan gaya dorong teknologi (De Zeeuw & Salzmann, 2011). Awal implementasi
penerapan TIK di BPN masih mengadopsi pemrograman berbasis desktop. Saat
ini aplikasi layanan pertanahan telah dibangun dengan pemrograman berbasis
web.
Program-program komputerisasi yang diterapkan di BPN secara kronologis dapat
ditulis di sini: LOC, SAS, KKP-Desktop, Geo-KKP dan KKP-Web. Perubahan
program atau nama program mengindikasikan perubahan-perubahan terhadap
sistem yang diterapkan. Perubahan sistem dapat berupa perubahan alir pelayanan

dalam aplikasi, perubahan platform aplikasi maupun perubahan perangkat lunak
pendukung.
II.3.1. Land Office Computerization (LOC) dan Standing Alone System (SAS)
Komputerisasi layanan pertanahan dimulai tahun 1997, dengan implementasi
LOC atau komputerisasi kantor pertanahan, dan dilaksanakan secara bertahap.
Diawali dengan implementasi di 12 Kantor Pertanahan pada 8 propinsi. LOC
dikembangkan bersama antara BPN dengan CIMSA (perusahaan IT dari
Spanyol). LOC menyerap dana sejumlah 700 milyar rupiah yang terdiri dari 3
fase: Fase 1, Fase 2A dan Fase 2B (CIMSA, 2015). Masing-masing fase menandai
kelompok kantor yang mulai mengimplementasikan LOC dan perbaikanperbaikan perangkat lunak LOC.
LOC dibangun dengan bantuan perangkat lunak pengelola basisdata spasial
Smallworld. Smallworld merupakan aplikasi spasial buatan General Electric yang
memiliki karakteristik: mampu mengelola basisdata spasial, berorientasi obyek,
dapat terintegrasi dengan aplikasi lain yang memerlukan data spasial, berteknologi
Java dengan memanfaatkan DBMS Oracle Spatial (General Electric, 2014). Saat
itu, tahun 1997-an, teknologi pengolahan dan pengelolaan data spasial Smallworld
adalah yang terbaik.
Pada akhir masa kontrak CIMSA di tahun 2009, LOC telah diimplementasikan
325 kantor yang tersebar di seluruh Republik Indonesia di tiga tingkat: Kantor
Pusat, 27 Kantor Provinsi dan 297 Kantor Daerah (CIMSA, 2015).
Sementara itu, aplikasi SAS dibangun sebagai bentuk sederhana dari LOC
ditujukan untuk kantor-kantor pertanahan dengan volume pekerjaan tidak begitu
besar (Mustofa & Aditya, 2009). Aplikasi SAS bisa dijalankan dengan 1
komputer sebagai server dan beberapa komputer client. Instalasi jaringan tidak
terlalu rumit bahkan bisa berjalan dengan baik dengan model hubungan peer to
peer atau jaringan lokal sederhana dengan bantuan switch hub yang murah,
sehingga sangat tepat dan efisien untuk Kantor Pertanahan dengan dukungan
sumberdaya yang rendah hingga menengah dan dengan volume pekerjaan yang
tidak terlampau tinggi.
Salah satu keuntungan menggunakan aplikasi SAS, yakni setiap kantor pertanahan
dimungkinkan membangun aplikasi berbasis web untuk meningkatkan
pelayanannya.

Gambar 7. Pemanfaatan basisdata SAS dalam layanan pertanahan
berbasis web-services untuk PPAT (sumber: Mustofa & Aditya, 2009)

II.3.2. Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP)
Segera setelah masa kontrak dengan CIMSA berakhir di tahun 2009, dimulai
perombakan atas sistem, aplikasi dan basisdata. Yakni dengan diadopsinya Land
Administration Domain Model (LADM, ISO-19152) sebagai struktur inti
basisdata, penggunaan arsitektur aplikasi N-Tier , antarmuka pengguna berbasis
web, basisdata terpusat di Kantor Pusat BPN RI, perawatan dan pemeliharaan
aplikasi dilakukan secara mandiri dan satu basisdata untuk data tekstual dan
spasial (Kementerian ATR/BPN, 2015). Proses pendewasaan KKP dilalui dalam
etape implementasi awal (KKP Desktop), penambahan fitur geo-referensi (GeoKKP) dan terakhir aplikasi berbasis web / KKP-Web.
II.3.2.1. KKP-Desktop
Implementasi KKP diawali dengan aplikasi layanan pertanahan yang dibangun
dengan menggunakan pemrograman berbasis desktop, sehingga dikenal sebagai
KKP-Desktop. KKP-Desktop menggunakan skema sebagaimana Gambar 8,
komunikasi antara Kantah dan Pusdatin melalui sambungan internet antara sever
Kantah dan server Pusdatin. Komunikasi data antara server Kantah dengan PC
workstation diselenggarakan melalui jaringan LAN Kantah.

N

SERVER BPN
Pusat Data & Informasi

VP

N

VP

N

VP

LAN

LAN

PC Workstation

PC Workstation

Server Kantor
Pertanahan

Server Kantor
Pertanahan

LAN
PC Workstation
Server Kantor
Pertanahan

Gambar 8. Skema Arsitektur Aplikasi KKP Desktop

Proses sinkronisasi data Pusdatin dengan kantah dilakukan periodik dan
berurutan. Skenario sinkronisasi periodik dan berurutan sangat sesuai dengan
kondisi jaringan internet yang tidak begitu cepat. Kelemahan sinkronisasi ini
adalah pada perawatan server Kantah yang tersebar dan jumlahnya banyak (430
server Kantah). Sementara daya dukung SDM lokal tidak merata kemampuannya.
Menimbang kelemahan ini maka perlu dipikirkan kemungkinan bermigrasi ke
aplikasi berbasis web.

II.3.2.2. Geo-KKP
Geo-KKP merupakan program lanjutan dari KKP-Desktop. Implementasi GeoKKP bertujuan menyediakan informasi spasial bersama dengan infromasi yuridis
atau tekstual dalam suatu referensi sistem koordinat. Ditinjau dari arsitektur
sistem tidak mengalami perubahan dari KKP-Desktop. Aplikasi Geo-KKP
mengharuskan setiap gambar bidang tanah memiliki referensi dalam suatu sistem
koordinat yang seragam. Penggambaran bidang tanah dilakukan di atas peta dasar
yang sama. Peta dasar yang digunakan dalam aplikasi Geo-KKP adalah: citra
Google Earth, Google Map, Open Street Map, dan Bing Map. Aplikasi Geo-KKP
mengotomatisasi konversi sistem koordinat TM-3⁰ menjadi sistem koordinat
Geografis (lintang, bujur) yang digunakan oleh peta dasarnya.
Informasi lokasi pada peta bidang tanah produk BPN sebelumnya belum cukup
informatif, terutama bagi masyarakat pemegang sertipikat. Sebelum GPS dan
teknologi citra marak digunakan, penunjukan lokasi bidang tanah dibantu sematamata dengan pengikatan terhadap titik dasar teknik (TDT) terdekat. Secara
praktek cukup menyulitkan karena sebaran TDT (orde 4 dan perapatan) tidaklah
sebanyak yang dibutuhkan. Oleh sebab itu peta-peta bidang tanah pada masa itu
banyak ditemui hanya memiliki koordinat lokal atau bahkan melayang (tidak
terikat oleh satupun titik ikat yang diketahui lokasinya). Jikapun tidak melayang,
cukup sulit untuk direkonstruksi ulang.
a)

b)

c)

Gambar 9. a) contoh SU tanpa informasi lokasi yang jelas; b) contoh GU dengan pengikatan pada satu titik yang
diketahui koordinatnya; c) contoh SU dengan penunjuk lokasi koordinat TM-3 derajat.

Perkembangan teknologi penentuan lokasi, dan didukung pula oleh citra satelit
semakin murah, menjadikan penggambaran lokasi bidang tanah lebih akurat
informasi posisinya. Hal ini diperlihatkan pada pencantuman penunjuk lokasi
pada peta bidang tanah di SU berupa koordinat pada titik tengah suatu bidang
tanah (Gambar 9).

Implementasi aplikasi Geo-KKP memaksa Kantah untuk berusaha sangat keras
menyediakan informasi lokasi dalam satu sistem referensi koordinat nasional.
Kerja keras diperlukan karena sebagian besar peta bidang tanah di Kantah masih
menggunakan sistem koordinat lokal. Kerja keras tersebut mencakup: digitalisasi
peta bidang tanah, pereferensian bidang tanah dalam suatu sistem referensi
koordinat nasional. Monitoring hasil kerja digitalisasi peta bidang tanah
berdasarkan pada apa yang disebut kualifikasi data pertanahan.
Kualifikasi data pertanahan menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) BPN
dikategorikan dalam 6 tingkat kualitas (Satriya, Sudarsono, & Sasmito, 2014).
Tiga (3) tingkat teratas adalah KW1, KW2 dan KW3 diklasifikasikan sebagai data
pertanahan yang baik. Sedangkan data level KW4, KW5 dan KW6 dianggap
masih belum layak dijadikan data pertanahan yang baik dan oleh karenanya perlu
mendapat perhatian untuk perbaikan.

Gambar 10. Tampilan menu monitoring kualitas data pertanahan

Dari uraian pada paragraf di atas dapat ditulis di sini bawa data pertanahan yang
baik, yang masuk dalam KW1 atau KW2 atau KW3 adalah sejumlah 19 juta
bidang tanah. Sedangkan 25,5 juta bidang tanah merupakan data pertanahan yang
kurang baik yang masuk dalam kualifikasi KW4 atau KW5 atau KW6. Data
pertanahan dianggap baik atau kurang baik ditentukan oleh ada tidaknya data
spasial bidang tanah dari buku tanah digital yang tercatat. Dalam gambar 3
disajikan tampilan monitoring kualitas data pertanahan pada suatu kantor
pertanahan.
II.3.2.3. KKP berbasis web (KKP-Web)
Sebagaimana diuraikan di atas untuk mengatasi kelemahan aplikasi KKPDesktop, perlu dikembangkan aplikasi layanan pertanahan berbasi web. KKPWeb dibangun dengan maksud menutup kelemahan KKP-Desktop. Aplikasi
berbasis web yang dibangun memudahkan admin dalam pemeliharaan dan
perawatan aplikasi. Hal ini dimungkinkan karena aplikasi berbasis web

menggunakan 1 pusat server yang mengelola input-processing-output aplikasi
layanan pertanahan seluruh Kantah di lingkungan BPN.
Server
Basisdata

Server Aplikasi
Services:
LAN

Server
Basis
data

CariNoBerkas

INTERNET

InputSubyek

Server

InputBerkas
Basis
data

Dll...

Gambar 11. Skema arsitektur KKP-Web

KKP-Web (Gambar 4) merubah secara fundamental aplikasi layanan pertanahan
yang sebelumnya berbasis desktop dimana balancing data dilakukan secara
periodik menjadi berbasis web dimana balancing terjadi secara real-time. KKPWeb dibangun dengan pemrograman berbasis web memanfaatkan teknologi webservices.

III.

Perspektif Struktur Sistem Informasi

Struktur SI sebagaimana telah disinggung dalam uraian terdahulu, terdiri dari:
perangkat keras, perangkat lunak, sumberdaya manusia, prosedur dan data
(Subaryono, 2014). Dinamika struktur SI dalam pengembangan SIS di BPN
dijelaskan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Pengembangan SI di BPN ditinjau dari struktur SI
Struktur SI

LOC I & II

SAS

Perangkat
keras

Server pusat,
server kantor,
PC wokrstation

Server pusat,
server kantor,
PC wokrstation

Perangkat
lunak

Desktop
programming,
Smallworld

SDM

Prosedur

Data

BPN, CIMSA
PP 24/1997,
PMNA 3/1997,
Kep.KBPN
5/2005,
Perkaban
6/2008
Data spasial dan
atribut dikelola
terpisah

Desktop
programming,
AutoCAD,
Oracle
BPN, CIMSA
PP 24/1997,
PMNA 3/1997,
Kep.KBPN
5/2005,
Perkaban
6/2008
Data spasial dan
atribut dikelola
terpisah

KKPDesktop
Server pusat,
server kantor,
PC
wokrstation
Desktop
programming,
AutoCAD,
Oracle
BPN
PP 24/1997,
PMNA
3/1997,
Perkaban
1/2010
Data spasial
dan atribut
mulai dikelola
bersama

Geo-KKP

KKP-web

Desktop
programming,
AutoCAD,
Oracle
BPN

Server pusat,
server kantor,
PC wokrstation
laptop, mobile
Web
programming,
AutoCAD,
Oracle
BPN

PP 24/1997,
PMNA 3/1997,
Perkaban
1/2010

PP 24/1997,
PMNA 3/1997,
Perkaban
1/2010

Data spasial
dikelola dalam
satu peta dasar
digital

Data spasial
bergeoeferensi
dan data atribut
yang ada bisa
dimanfaatkan
melalui teknologi
web services

Server pusat,
server kantor,
PC wokrstation

Bila diperhartikan pada baris 4 prosedur dalam Tabel 3 mengalami beberapa
perubahan. Perubahan ini mempengaruhi konsepsi proyek (kebutuhan organisasi)
yang perlu diakomodasi dalam pengembangan sistem berikutnya. Pertimbangan

perlu dilakukan dengan cermat untuk menentukan apakah perlu dirombak total
atau cukup diperbaiki parsial.
Linimasa pengembangan SIS di BPN dijelaskan dalam Gambar 12. LOC dan SAS
pernah berada dalam masa implementasi yang sama. Hal ini berlaku karena
implementasi LOC tidaklah memungkinkan di beberapa Kantah mengingat
kondisi daya dukung sumber dayanya, sehingga aplikasi SAS yang lebih ringan
diimplementasikan di beberapa Kantah. Perjalanannya kemudian Kantah yang
mengaplikasikan SAS bermigrasi juga ke LOC setelah daya dukung sumber daya
ditingkatkan.
Migrasi LOC ke KKP-Desktop relatif tidak terdapat kendala berarti karena masih
sama-sama menggunakan aplikasi berbasis desktop. Kendala ditemui ketika
proses migrasi KKP-Desktop ke KKP-Web karena perbedaan platform
pemrograman. Kendala disebabkan pula oleh kebutuhan masyarakat akan layanan
pertanahan di beberapa Kantah sangat tinggi. Sementara proses migrasi
membutuhkan waktu beberapa hari. Sehingga Kantah di kota/kabupaten yang
memiliki volume pekerjaan tinggi proses migrasi ke KKP-Web lebih lambat.

KKP Web

SAS

KKP Desktop, GeoKKP

LOC I sd II

1995

2005

2010

2015

Gambar 12. Linimasa implementasi aplikasi layanan pertanahan

IV.

Perspektif SDLC

Layanan aplikasi pertanahan yang diterapkan di BPN dapat dianggap sebagai
penanda jalan (milestone ) dalam pengembangan SIS. Aplikasi LOC menjadi awal
dan aplikasi KKP-Web merupakan format terbaru dari pengembangan SIS di
BPN.
Dalam tinjauan SDLC klasik (waterfall), setiap aplikasi layanan pertanahan
dianggap berdiri sendiri. Aplikasi layanan pertanahan ditinjau dari perpspektif
SDLC waterfall, 3 tahap besar SDLC, sebagaimana diuraikan dalam sub-bab 2.1.,
yakni: Konsepsi proyek, Desain-Pengembangan-Ujicoba dan Implementasi.

Gambar 13. Kebutuhan pengguna menjadi basis pengembangan sistem (U.S. House of Representatives, 1999)

Komunikasi pengguna dan penyedia layanan diilustrasikan dalam Gambar 13.
Konsepsi proyek pada umumnya memuat kebutuhan organisasi. Untuk memenuhi
kebutuhan organisasi perlu didefinisikan tujuan organisasi yang menjadi dasar
perumusan kebutuhan sistem. Selanjutnya SDLC memainkan perannya dalam
menghasilkan produk (informasi dan atau layanan).
Namun pendekatan SDLC waterfall kurang fleksibel menghadapi perubahanperubahan kebutuhan organisasi. Perlu pendekatan pengembangan sistem yang
mampu mengakomodasi perubahan-perubahan.
Pendekatan pengembangan sistem model spiral mampu memberikan ruang
akomodasi untuk kemungkinan perubahan yang akan terjadi. Berikut disajikan
tinjauan pengembangan SIS di BPN dalam perspektif SDLC spiral (Gambar 14).

1. Menetapkan
tujuan

2. Identifikasi dan
pemecahan masalah

Aplikasi
versi
berikutnya

Konsepsi
proyek

LOC /
SAS

KKP
(dekstop/
web)

dst...

4. Perencanaan
tahap ulangan
berikutnya

3. Pengembangan
dan ujicoba

Gambar 14. Pengembangan SIS BPN dalam model SDLC spiral (adaptasi Boehm, 2000)

Dalam perspektif SDLC spiral, aplikasi layanan pertanahan dipandang sebagai
satu sistem dengan versi yang berubah dari waktu ke waktu. Perspektif spiral

memberikan gambaran yang lebih realistis dalam memandang pengembangan SIS
di BPN (Gambar 14). LOC, SAS dan KKP dipandang sebagai prototipe sistem
menuju kematangannya.
Konsepsi proyek dan penetapan tujuan organisasi mengawali proses
pengembangan sistem (kuadran 1). Penetapan tujuan dirumuskan dari peraturan
perundangan yang mengatur layanan pertanahan di lingkungan BPN. Pada baris
ke-4 (Prosedur) dalam Tabel 3 memberikan informasi bahwa peraturan
perundangan yang menjadi dasar penetapan tujuan mengalami perubahan di
beberapa periode aplikasi.
Kuadran 2 memuat aplikasi layanan pertanahan, yang dipandang sebagai
prototipe, dari waktu ke waktu. Aplikasi memasuki kuadran 3 untuk
menyempurnakan desain sistem dan pengkodean program aplikasi, integrasi
keseluruhan sub-sistem yang ada, ujicoba dan penerapan di kantor pertanahan.
Di kuadran 4 aplikasi memasuki masa pensiun. Dinamika gaya tarik sosial dan
gaya dorong teknologi menghendaki evaluasi performa sistem. Hasil evaluasi
menjadi bahan untuk persiapan perencanaan tahap berikutnya.

V. Kesimpulan
Evolusi aplikasi layanan pertanahan, dari LOC hingga KKP-Web, memberikan
gambaran pengembangan SIS di BPN dari waktu ke waktu. Gaya tarik kebutuhan
organisasi dan masyarakat (sosial-ekonomi-kultural) dan gaya dorong teknologi
memicu metamorfosis yang terjadi.
Secara terpisah aplikasi layanan pertanahan, LOC hingga KKP-Web, dibangun
dengan pendekatan perangkat pengembangan sistem SDLC model waterfall.
Secara kolektif, tinjauan yang dilakukan lebih sesuai menggunakan pendekatan
SDLC model spiral.
Pengembangan SIS di BPN lebih sesuai dikembangkan dengan pendekatan
pengembangan sistem model SDLC spiral. Dinamika gaya yang mempengaruhi
perubahan kebutuhan organisasi dan masyarakat mampu diakomodasi dengan
tetap membuka peluang re-evaluasi sistem.
Daftar Pustaka
Askenäs, L., & Westelius, A. (2003). Five Roles of an Information System: A
Social Constructionist Approach to Analysing the Use of ERP Systems,
Informing Science. Informing Science: The International Journal of an
Emerging Transdiscipline , 6, 209–220.
Boehm, B. (2000). Spiral Development: Experience , Principles , and Refinements
(No. CMU/SEI-2000-SR-008). (W. J. Hansen, Ed.). Pittsburgh,
Pennsylvania, US: Software Engineering Institute, Carnegie Mellon
University.
Centers for Medicare & Medicaid Services. (2008). Selecting a development
approach. Centers for Medicare & Medicaid Services , 1–10. Retrieved from
http://www.cms.gov/Research-Statistics-Data-and-Systems/CMS-

InformationTechnology/XLC/Downloads/SelectingDevelopmentApproach.pdf
Choudury, A. (2013). Software Development Life Cycle Tutorials. Retrieved
from www.sdlc.ws
CIMSA. (2015). Komputerisasi Badan Pertanahan (LOC).
Dale, P., & McLaughlin, J. (1999). Land Administration . New York, USA:
Oxford University Press.
De Zeeuw, K., & Salzmann, M. (2011). Cadastral Innovation Driven by Society:
Evolution or Revolution? In FIG Working Week 2011: Bridging the Gap
between Cultures. Marrakech, Morocco.
General Electric. (2014). Smallworld Core. Retrieved February 28, 2015, from
http://www.gedigitalenergy.com/Geospatial/catalog/smallworld_core.htm
IT Knowledge Portal. (2010). Software Development Methodologies. Retrieved
March 7, 2015, from http://www.itinfo.am/eng/software-developmentmethodologies/
Kementerian ATR/BPN. (2014). Layanan Online Kantor Pertanahan (LOKET)
dan Pelayanan Mandiri Akta Pertanahan (PERMATA). Retrieved March 10,
2015, from http://www.bpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/layanan-online-kantorpertanahan-loket-dan-pelayanan-mandiri-akta-tanah-permata-diresmikan4786
Kementerian ATR/BPN. (2015). Komputerisasi Layanan Pertanahan. Retrieved
February
1,
2015,
from
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Inovasi/Komputerisasi-Layanan-Pertanahan
Mustofa, F. C., & Aditya, T. (2009). Perancangan Aplikasi Layanan Informasi
Pertanahan untuk PPAT Berbasis Web Services. BHUMI - Jurnal Ilmiah
Pertanahan STPN Yogyakarta , 1, 57–70.
O’Brien, J. A. (2007). Management Information Systems (10th ed.). Basingstoke,
U.K.: Palgrave, Basingstoke.
O’Brien, J. A. A., & Marakas, G. M. M. (2011). Management Information
Sisytems (10th ed.). New York, USA, USA: The McGraw-Hill Companies,
Inc.
PBGC. (2011). Information Technology Solutions Life Cycle Methodology
(ITSLCM). USA: Pension Benefit Guaranty Corp, Office on Information
Technology.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No.20. (2015). Badan Pertanahan
Nasional. Jakarta, Indonesia: Lembar Negara No.21/2015. Retrieved from
http://www.bpn.go.id/PUBLIKASI/Peraturan-Perundangan
Porter, M. E. (1985). Comptetitive Advantage . New York, USA: Free Press.
Russell Kay. (2002). QuickStudy:
Computerworldcom.

System

Development

Life

Cycle.

Satriya, P. G., Sudarsono, B., & Sasmito, B. (2014). Kajian Efektivitas
Pemanfaatan Sistem GeoKKP untuk Penerbitan Sertipikat di Kantor

Pertanahan Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Geodesi Undip ,
3(2), 54–66.
Subaryono. (2007). Pengembangan Sistem Informasi Spasial. Catatan Kuliah
Program Magister Ilmu Teknik Geomatika . Yogyakarta, Indonesia: Jurusan
Teknik Geodesi UGM.
Subaryono. (2014). Pengembangan Sistem Informasi Spasial. Catatan Kuliah
Program S-3 Ilmu Teknik Geomatika . Yogyakarta, Indonesia: Jurusan Teknik
Geodesi UGM.
U.S. House of Representatives. (1999). Systems Development Life-Cycle Policy.
Retrieved
from
http://www.house.gov/content/cao/procurement/refdocs/SDLCPOL.pdf