Dasar hukum muchamad ali safa (6)

Dasar hukum
a. Undang-Undang Dasar Republic Indonesia Tahun 1945 ( khususnya pasal 28,
28C, dan 28F)
b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat
Buruh.
c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial.
e. Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO
Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk
Berorganisasi.
f. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-16/Men/2001
tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
g. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 201/Men/2001
tentang Keterwakilan dalam Kelembagaan Hubungan Industrial
h. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-06/Men/IV/2005
tentang Pedoman Verifikasi Keanggotaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh

aduhaiiiiii.....hukum
Sabtu, 14 April 2012
Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan


HUKUM PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN

Organisasi Pekerja atau Buruh,
Organisasi Pengusaha dan
Organisasi Perburuhan Internasional
DIRINGKAS OLEH
NOOR TSANIYAH
UNIVERSITAS PUTERA BATAM

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Kemudian shalawat dan salam kami
sanjungkan ke pangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, yang dengan izin Allah telah membawa
kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu bahan penunjang materi
pembelajaran “Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan”. Melalui makalah ini kami mencoba
memberikan ringkasan materi tentang Organisasi pekerja atau buruh, organisasi pengusaha dan
organisasi perburuhan Internasional yang kami ambil dari sumber buku yang berjudul Dasardasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia karangan Abdul Khakim, S.H., M.Hum.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Istiqomah, S.H. atas kesediaan beliau untuk

menjadi Dosen Pembimbing kami, dan kepada teman-teman sekalian yang selalu membantu
dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca semua.

Sebagai manusia biasa, kami meminta maaf atas ketidaksempurnaan makalah ini. Oleh karena itu
pula, kritik dan saran dari para pakar, senior, teman sejawat, dan pembaca lainnya akan kami
terima dengan senang hati.

Hormat Kami,

( Penulis )
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………..

i

Daftar Isi ...................................................................................................

ii


BAB I Pendahuluan .. ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................
1.3 Metode Penulisan..................................................................................
1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan..............................................................

1
1
2
2

BAB II Pembahasan……………………………………………………..
2.1 Organisasi pekerja atau buruh .............................................................. 3
2.1.1 Dasar hukum……………………………………………… 3
2.1.2 Sejarah berdirinya organisasi serikat pekerja/serikat buruh.. 3
2.1.3 Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh………….. 4
2.1.4 Multiserikat pekerja/serikat buruh………………………… 5
2.1.5 Tata cara pencatatan serikat pekerja/serikat buruh……….. 5
2.1.6 Keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh………………. 7
2.2 Organisasi Pengusaha............................................................................ 7

2.2.1 Sejarah berdirinya organisasi pengusaha…………………. 7
2.2.2 Bentuk, sifat, dan Tujuan APINDO……………………… 8
2.2.3 Keterkaitan APINDO dengan KADIN…………………… 9
2.2.4 Organisasi pengusaha Sektoral……………………………. 9
2.2.5 Keterwakilan Organisasi Pengusaha dalam kelembagaan Hubungan
Industrial………………………………………...........
11
2.3 Organisasi Perburuhan Internasional………………………………….. 12
2.3.1 Prinsip dan Tujuan Berdirinya ILO……………………….. 12
2.3.2 Struktur Organisasi ILO…………………………………… 13
2.3.3 Manfaat Menjadi anggota ILO……………………………. 15

3

BAB III Penutup………………………………………………………….. 18
3.1 Kesimpulan............................................................................................ 18
3.2 Saran...................................................................................................... 19

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Didalam hubungan kerja diperlukan hokum yang mengatur tentang ketenagakerjaan dan
perburuhan. Apabila tidak ada hokum yang mengaturnya maka, terjadi ketidak seimbangan dan
ketimpang siuran hubungan kerja yang diciptakan antara pengusaha dan tenaga kerja. Kehidupan
di dalam masyarakat tentunya tidak terlepas dari adanya kepentingan-kepentingan manusia
sebagai pengusaha dan manusia sebagai tenaga kerjannya. Kepentingan antara orang pengusaha
dengan tenaga kerja tentu berbeda tergantung dari kebutuhan masing-masing.
Kepentingan tersebut adakalanya bisa dipenuhi tetapi juga bisa tidak terpenuhi karena perlunya
interaksi dengan orang lain yang mempunyai ketentingan yang sama maupun berbeda. Untuk
memenuhi kepentingan manusia tersebut adakalanya dengan memperhatikan kepentingan orang
lain sehingga akan menimbulkan hubungan saling menguntungkan antar para pihak. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya suatu ketentraman dalam masyarakat. Hubungan saling menguntungkan
itu bisa didapat dengan mengadakan kerja sama antara pengusaha dan tenaga kerja lewat suatu
organisasi yang diatur dalam Undang-undang. Organisasi pekerja atau buruh sendiri mempunyai
dasar-dasar yang harus dipenuhi oleh pekerja begitu pula organisasi para pengusaha. Maka dalam
kesempatan ini , kami akan membahas tentang organisasi pekerja atau buruh , organisasi
pengusaha dan organisasi perburuhan Internasional.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan judul yang akan dibahas, maka timbul permasalahan diantaranya :
1. Apa dasar hokum dan sejarah berdirinya organisasi pekerja ?

2.

Apa saja hak dan kewajiban serikat pekerja, tata cara pencatatan dan keterwakilan serikat
pekerja ?

3. Sejarah tentang organisasi pengusaha bagaimana itu terjadi ?

4. Apa yang dimaksud dengan APINDO ?
5.

Apa yang dimaksud dengan ILO, tujuan dan prinsip didirikannya ILO serta manfaat menjadi
anggota ILO ?

1.3 METODE PENULISAN
Pada makalah ini kami menggunakan metode Deskripsi dan Eksposisi. Deskripsi yaitu metode
yang digunakan untuk melukiskan keadaan obyek atau persoalan dan tidak dimaksudkan
mengambil kesimpulan yang berlaku secara umum. Sedangkan eksposisi yaitu menjelaskan
tentang pengertian-pengertian yang terdapat dalam makalah.
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Tujuan dan manfaat yang akan diperoleh dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dasar hokum dan sejarah berdirinya organisasi pekerja atau buruh.
2. Untuk mengetahui tata cara pencatatan , keterwakilan serta hak dan kewajiban serikat pekerja
atau buruh.
3. Untuk mengetahui sejarah organisasi pengusaha.
4. Untuk mengetahui bentuk, sifat dan tujuan didirikannya APINDO.
5. Untuk mengetahui keterwakilan Organisasi Pengusaha dalam
kelembagaan Hubungan Industrial.
6. Untuk mengetahui prinsip, tujuan dan manfaat didirikannya ILO.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ORGANISASI PEKERJA ATAU BURUH
2.1.1 Dasar hukum
a. Undang-Undang Dasar Republic Indonesia Tahun 1945 ( khususnya pasal 28, 28C, dan 28F)
b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh.
c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
e. Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 87
f.

tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-16/Men/2001 tentang Tata Cara

Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
g. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 201/Men/2001 tentang Keterwakilan
dalam Kelembagaan Hubungan Industrial

h. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-06/Men/IV/2005 tentang Pedoman
Verifikasi Keanggotaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
2.1.2 Sejarah berdirinya organisasi serikat pekerja/serikat buruh
Pada tahun 1876 lahir Serikat Pekerja Guru Belanda kemudian didirikan Serikat pekerja atau
serikat buruh sendiri tanpa Negara asing. Mereka menyadari pentingnya perjuangan untuk
memperbaiki nasib seperti syarat dan kondisi kerja, kesehatan dan keselamatan kerja, upah dan
jaminan social serta didorong semakin berkembangnya industry barang dan jasa pada masa lalu.
Setelah lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, organisasi pekerja berkembang dengan berdirinya
-

serikat pekerja kereta api dan trem.
Tahun 1911 -> Perkumpulan Bumi Putera Pabean
Tahun 1912 -> Persatuan Guru Bantu
Tahun 1914 -> Persatuan Pegawai Pegadaian Bumi Putera

Tahun 1915 -> serikat Pekerja Perusahaan Swasta
Tahun 1916 -> Serikat Pekerja Opium Regie Bond
Tahun 1917 -> Serikat Pekerja Pabrik Gula dll.
Tanggal 1 November 1969 dibentuk Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) sebagai
upaya penyatuan dan penyederhanaan organisasi /serikat pekerja. Tanggal 20 Februari 1973
dicetuskan Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia yang melahirkan Federasi Buruh
Seluruh Indonesia (FBSI) yang prinsip awal berdirinya adalah tetap menjunjung tinggi asas
demokrasi, bebas, dan bertanggung jawab.
Pada tahun 1985 FBSI diganti namanya menjadi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), tahun
1990 SPSI berubah menjadi F-SPSI (Federasi SPSI). Karena belum menyuarakan suar pekerja
dan tidak berfungsi sebagai wahana perjuangan kaum buruh bahkan sebagai alat
kepentinganpolitik kelompok tertentu maka berdirilah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
yang di ketuai oleh Dr. Muchtar Pahpahan, S.H.,M.H., seorang aktivis, praktisi hokum dan
akademisi.
Pemerintahan transisi Presiden Habibie menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun1998
tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan
Hak untuk Berorganisasi. Keberadaan Keppres ini mendorong tumbuhnya banyak organisasi
pekerja disamping F-SPSI dan SBSI seperti : PPMI, KPNI, FNPBI, KBM,KBKI, SPK, SPNI,
dan masih banyak lagi.
Sesuai tuntutan reformasi, pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000

tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh yang memberikan keleluasaan bagi pekerja/buruh dalam
memperjuangkan kepentingan dan haknya.

2.1.3

Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh
Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2000 bahwa: “ Serikat pekerja/serikat buruh
ialah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun
diluar perusahaan, yang bersifat bebas , terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab
guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh, serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.” Pada pasal 25 – 29 dan pasal 43

a.
1.
2.
3.
4.

Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2000 membahas sebagai berikut :
Hak serikat pekerja/serikat buruh

Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha
Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial
Mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan
Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan

kesejahteraan pekerja/buruh
5. Melakukan kegiatan lainnya dibidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan UndangUndang
6. Dapat bekerjasama dengan SP/SB Internasional atau organisasi Internasional lainnya
b. Kewajiban serikat pekerja/serikat buruh
1. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan
kepentingannya
2. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya
3. Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggota sesuai AD/ART
2.1.4 Multiserikat pekerja/serikat buruh
Keberadaan multiserikat pekerja/buruh perlu diperdayakan untuk menjadi suatu sinergi dalam
meraih sukses usaha kedepan. Guna mendukung upaya tersebut para pengurus SP/SB harus
mampu menunjukkan fungsi dan peranannya secara proporsional dalam memperjuangkan hak
dan kepentingan anggota yaitu dengan tetap memperhatikan kondisi dan kelangsungan
perusahaan tempat mereka bekerja.
Prinsip kebebasan berserikat menjadi dasar pijakan setiap organisasi pekerja/buruh.
Kesemuannya harus dilakukan sesuai dengan rambu-rambu dan koridor hokum yang
bertanggung jawab. Koordinasi dan komunikasi antar serikat pekerja/ serikat buruh dengan
pengusaha dan pemerintah perlu melembaga dan terus dikembangkan sehingga keberadaan
multiserikat pekerja/serikat buruh dapat mendorong perusahaan dalam mencapai peningkatan
2.1.5

produksi dan kesejahteraan pekerja/buruh.
Tata cara pencatatan serikat pekerja/serikat buruh
Diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-16/Men/2001 yang

secara umum diuraikan sebagai berikut:
a. Pemberitahuan

1.

Memberikan secara tertulis kepada instansi yang berwenang dibidang ketenagakerjaan kota

untuk dicatat
2. Dilampiri syarat-syarat:
- Daftar nama anggota pembentuk
- Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
- Susunan dan nama pengurus
3. Dalam anggaran dasar sekurang-kurangnya harus memuat:
- Lambang dan nama serikat pekerja/serikat buruh
- Dasar Negara, asas dan tujuan yang sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Tahun
1945
- Tanggal pendirian
- Tempat kedudukan
- Persyaratan menjadi anggota dan persyaratan pemberhentiannya
- Hak dan kewajiban anggota
- Persyaratan menjadi pengurus dan pemberhentiannya
- Hak dan kewajiban pengurus
- Sumber, tata cara penggunaan dan pertanggung jawaban keuangan
- Ketentuan perubahan anggaran dasar dan atau anggaran rumah tangga
4. Menggunakan formulir sesuai dengan yang ditetapkan oleh menteri
b. Pencatatan
1. Instansi yang berwenag wajib mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan atau
menangguhkan pencatatan
2. Pencatatan memuat:
- Nama dan alamt serikat pekerja/serikat buruh
- Nama anggota pembentuk
- Susunan dan nama pengurus
- Tanggal pembuatan dan perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
- Nomor bukti pencatatan
- Tanggal pencatatan
3. Tanggal pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dilakukan selambat-lambatnya 21
4.

hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan
Pengurus serikat pekerja setelah menerima nomor bukti pencatatan harus memberitahukan
secara tertulis kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.

2.1.6

Keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh
Keputusan Menteri tenaga kerja dan transmigrasi nomor Kep-201/Men/2001 tentang
keterwakilan dalam kelembagaan hubungan industrial. Secara hierarkis keputusan tersebut
merupakan penjabaran dari pasal 25 ayat (1) huruf c Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Dalam system ketenagakerjaan terdapat beberapa kelembagaan hubungan industrial yang perlu
diisi wakil-wakil, baik dari unsure pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, maupun pemerintah.
Kelembagaan dimaksud antara lain:
a. Lembaga kerja sama Bipartit
b. Lembaga kerja sama Tripartit
c. Dewan ketenagakerjaan
d. Dewan keselamatan dan kesehatan kerja
e. Dewan pengupahan
f. Pengadilan hubungan industrial
g. Panitia Pembina keselamatan dan kesehatan kerja
h. Tim deteksi dini
i. Tim perunding/perumus perjanjian kerja bersama
2.2 Organisasi Pengusaha.
Pengusaha memiliki peranan penting dan ikut bertanggung jawab atas terwujudnya tujuan
pembangunan nasional yakni menuju kesejahteraan social, spiritual dan materiil. Maka berdiri
2.2.1

asosiasi pengusaha yang khusus membidangi hubungan industrial/ketenagakerjaan.
Sejarah berdirinya organisasi pengusaha
Badan Permusyawaratan Urusan Sosial Pengusaha di Indonesia sejak tahun 1952 berdasarkan
anggaran dasar yang dibuat dihadapan notaries R.M.Soewandi dengan akta Nomor 62 tanggal 31
Januari 1952. Kemudian organisasi yang berbentuk yayasan itu diubah menjadi perkumpulan
berdasarkan anggaran dasar yang dibuat dihadapan notaries Soejono dengan akta Nomor 6
tanggal 7 April 1970 dengan nama Perhimpunan urusan Sosial Ekonomi Pengusaha Seluruh
Indonesia.
Tanggal 16 Januari 1982 Perhimpunan tersebut berganti nama menjadi Permusyawaratan Urusan
Sosial Ekonomi Pengusaha Indonesia (PUSPI). Organisasi ini terus diperbaiki dan pada MUNAS
I di Yogyakarta tanggal 15-16 Januari 1982 namanya tetap PUSPI. Lalu MUNAS PUSPI II

2.2.2

diSurabaya tanggal 29-30 Januari 1985 menjadi APINDO sampai sekarang.
Bentuk, sifat, dan Tujuan APINDO
Berdasarkan Pasal 3 Anggaran Dasar Apindo hasil musyawarah Nasional Luar Biasa Khusus
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga APINDO di Jakarta, 28 Februari 2004, bahwa
bentuk dan sifat APINDO adalah organisasi kesatuan pemberi kerja Indonesia bersifat
demokratis, bebas, mandiri dan bertanggung jawab yang mempunyai kegiatan utama khusus

menangani bidang hubungan industrial/ketenagakerjaan.
Struktur organisasi Apindo terdiri atas:
a. Apindo kabupaten/kota
Wilayah kerja di tingkat kabupaten/kota yang kedudukannya di ibu kota yang bersangkutan.
Kepengurusan disebut Dewan Pengurus Kabupaten/kota (DPK).
b. Apindo Provinsi

Wilayah kerja ditingkat provinsi yang kedudukannya di ibu kota provinsi yang bersangkutan,
kepengurusannya disebut Dewan Pengurus Provinsi (DPP).
c. Apindo nasional
Wilayah kerja diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia dan berkedudukan di ibu kota
Negara Republik Indonesia. Kepengurusannya disebut Dewan Pengurus Nasional (DPN).
Adapun tujuan APINDO adalah :
1. Terciptanya tingkat social ekonomi yang berkeadilan
2. Terciptanya iklim usaha yang kondusif
3. Terciptanya hubungan industrial yang harmonis
2.2.3

Keterkaitan APINDO dengan KADIN
Secara structural hubungan antara APINDO dan KADIN sebenarnya tidak ada, tetapi antara
keduanya amat terkait karena sama-sama berkecimpung dalam dunia usaha. Perbedaannya, jika
KADIN menangani bidang ekonomi secara umum yaitu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
masalah perdagangan, perindustrian dan jasa. Sedangkan APINDO khusus berkonsentrasi pada
bidang SDM dan hubungan industrial (ketenagakerjaan). Jadi bentuk dan kedudukan organisasi

2.2.4

APINDO adalah independen sebagaimana serikat pekerja/serikat buruh.
Organisasi pengusaha Sektoral
Kegiatan organisasi pengusaha sektoral ini konsentrasi pada bidang usaha masing-masing sesuai
sektornya dan bukan mengurusi bidang hubungan industrial/ketenagakerjaan sebagaimana

APINDO.
Organisasi pengusaha sektoral tersebut antara lain:
a. Sector kehutanan dan industry pengolahan hasil hutan
Dibawah naungan Masyarakat Perhutanan Indonesia (MPI):
1. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI)
2. Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO)
3. Indonesian Sawmill and Woodworking Association (ISWA)
4. Asosiasi Pengrajin Mebel Indonesia (ASMINDO)
5. Asosiasi Industri Formalin dan Thermosetting Adhesive (AIFTA)
6. Asosiasi Pengawetan Kayu Indonesia (APKIN)
7. Himpunan Pengusaha Konsultan Kehutanan Indonesia (HIKKINDO)
8. Himpunan Asosiasi Pengusaha Flora dan Fauna Indonesia (HAPFFI)
9. Asosiasi Pengusaha Kertas dan Pulp Indonesia (APKPI)
10. Asosiasi Kontraktor Pelaksana Kegiatan Kehutanan Indonesia (ASKINDO)
b. Sector pertanian dan perkebunan
1. Asosiasi Gula Indonesia (AGI)
2. Asosiasi The Indonesia (ATI)
3. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI)
4. Gabungan Pengusaha Perkebunan Daerah (GPPD) dll
c. Sector peternakan dan perikanan
1. Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (GAPPINDO)
2. Himpunan Pengusaha Pertambakan Indonesia (HIPPERINDO)

3.
4.
d.
1.
2.
3.
e.
1.
2.
f.
1.
2.
3.
g.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
h.
1.
2.
3.
i.
1.
j.
1.
2.
k.
1.
2.
3.
2.2.5

a.
b.
1.
2.
a.

Himpunan Pengusaha Perikanan Indonesia (HPPI)
Asosiasi Perusahaan Pembibitan Udang (APPU) dll.
Sector pertambangan dan energy
Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (HISWANAMIGAS)
Asosiasi Pemboran Minyak dan Gas Bumi
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dll.
Sector pariwisata
Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA)
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dll.
Sector jasa perhubungan
Organisasi Angkutan Darat (ORGANDA)
Indonesia National Shipowners Association (INSA)
Indonesia Air Transport Association (IATA) dll.
Sector jasa konstruksi dan pengembang (real estate)
Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI)
Asosiasi Pengusaha Konstruksi Seluruh Indonesia (APEKSINDO)
Gabungan Perusahaan Konstruksi Seluruh Indonesia (GAPEKSINDO)
Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (ASPEKSINDO)
Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI)
Persatuan Real Estate Indonesia (REI) dll
Sector industry logam dasar dan mesin
Asosiasi Industry Karoseri Indonesia (AIKI)
Gabungan Pabrik Besi Baja Indonesia (GAPBESI)
Ikatan Perusahaan Industri Kapal Nasional Indonesia (IPERINDO) dll.
Sector industry sandang
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API)
Sector niaga, keuangan dan perbankan
Perhimpunan Bank Nasional Swasta (PERBANAS)
Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (ARDIN) dll.
Sector pendidikan
Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI)
Badan Pengelola Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BPPTSI)
Asosiasi Perguruan Tinggi Katholik (APTIK) dll.
Keterwakilan Organisasi Pengusaha dalam kelembagaan Hubungan Industrial
Untuk dapat mengutus dan mencalonkan wakilnya , maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Kep-201/Men/2001 menetapkan ketentuan sebagai berikut:
Organisasi pengusaha tersebut khusus membidangi ketenagakerjaan dan telah terakreditasi oleh
kadin dan instansi pemerintah (pasal 1 angka 1 dan pasal 10)
Dengan syarat memiliki anggota dan jumlah pengurus:
Tingkat kabupaten/kota
Minimal anggota 10 perusahaan diwilayah kota yang bersangkutan.
Tingkat provinsi
Jumlah pengurus kota minimal 20% dari jumlah kabupaten/kota dalam provinsi dan salah

satunya berkedudukan di ibu kota provinsi
b. Anggota minimal 100 perusahaan di wilayah provinsi yang bersangkutan

3. Tingkat nasional
a. Jumlah kepengurusan minimal 20% dari jumlah provinsi di Indonesia dan salah satunya
berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia
b. Jumlah kepengurusan kabupaten/kota minimal 20% dari jumlah kabupaten/kota di Indonesia dan
salah satunya berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Anggota minimal 1.000 perusahaan diseluruh Indonesia
2.3 Organisasi Perburuhan Internasional
Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO) merupakan
organisasi PBB yang didirikan pada tanggal 11 April 1919 bersamaan dengan dibuatnya
perjanjian perdamainan yang disebut sebagai “Perjanjian Versailles”. Organisasi ini bersifat
Tripartit yang terdiri atas tiga unsure yaitu: pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh.
Kantor ILO berpusat di Geneva, Swiss. Berdirinya ILO sebagai tanggapan terhadap masalahmasalah yang dihadapi Negara-negara industry sekaligus sebagai upaya untuk menyelesaikan
masalah-masalah perburuhan.
Pada tahun 1946 setelah perang Dunia II berakhir, ILO berubah menjadi salah satu badan khusus
PBB, yakni menjadi bagian dari Dewan Ekonomi dan Sosial yang diakui secara Internasional
2.3.1

sebagai salah satu organisasi yang bergerak dibidang social dan perburuhan.
Prinsip dan Tujuan Berdirinya ILO
Organisasi ini terdiri atas prinsip filosofi bahwa perdamaian menyeluruh dan abadi hanya dapat
dicapai jika didasarkan pada keadilan social. Unsure penting dalam keadilan social antara lain:
penghargaan atas hak asasi manusia, standar hidup yang layak, kondisi kerja yang manusiawi,
kesempatan kerja, dan keamanan ekonomi.
Pada tahun 1944 Konferensi Perburuhan Internasional dilaksanakan di Philadelphia, Amerika
serikat. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Philadelphia yang mendefinisikan kembali tujuan
Organisasi Perburuhan Internasional.
Tujuan ILO ialah menciptakan keadilan social bagi masyarakat diseluruh dunia, khususnya kaum

pekerja/buruh. Hal ini sesuai dengan Mukadimah Konstitusi ILO yang menyebutkan bahwa:
a. Pekerja/buruh bukan barang dagangan
b. Kebebasan menyatakan pendapat dan berserikat
c. Semua manusia berhak mengenyam kehidupan yang layak, baik spiritual maupun materiil dalam
suasana kebebasan
d. Wakil-wakil pekerja, pengusaha, dan pemerintah memiliki status yang sama untuk mengambil
keputusan dalam meningkatkan kemakmuran
Fungsi ILO adalah sebagai pembuat standar perburuhan Internasional dan melaksanakan
program operasional serta pelatihan-pelatihan perburuhan.

Sasaran kegiatan ILO diarahkan pada terciptanya keadilan dan hak asasi manusia pekerja/buruh,
perbaikan kondisi kehidupan dan pekerjaan, serta peningkatan kesempatan kerja. Tugas utama
ILO adalah:
a.
b.
c.
2.3.2

Terciptanya perlindungan hak-hak pekerja/buruh
Memperluas lapangan pekerjaan
Meningkatkan taraf kehidupan para pekerja/buruh
Struktur Organisasi ILO
Struktur organisasi ILO terdiri dari tiga badan yaitu:
a. Sidang umum atau Konferensi Perburuhan Internasional (ILC atau International Labour
Conference)
Merupakan forum pleno ILO yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam memutuskan semua
aktivitas ILO. Konferensi ILO sering disebut “Parlemen Ketenagakerjaan se-Dunia” karena
dihadiri oleh seluruh delegasi Negara anggota yang terdiri atas unsure pemerintah, pengusaha
dan pekerja/buruh.
b. Badan pengurus (Governing Body)
Merupakan badan pengambil keputusan ILO dengan tugas pokok menentukan:
- Kebijaksanaan
- Program kerja dan anggaran organisasi
- Penyusunan acara ILC
- Mengarahkan kegiatan Kantor Perburuhan Internasional
- Menunjuk Direktur Jenderal
- Menyusun acara sidang komite, teknis industrial, dll.
Keanggotaan Governig Body ILO menganut pola tripartisme yang terdiri dari unsure
pemerintah(28 orang), pengusaha (14 orang), dan pekerja/buruh (14 orang) yang disahkan oleh
c.

ILC. Masa kerja keanggotaan Governing Body ILO selama 3 tahun.
Kantor Perburuhan Internasional
Merupakan secretariat permanent ILO sekaligus merangkap kantor pusat operasional, pusat
penelitian, dan rumah penerbitan. Kantor ini dipimpin oleh seorang Direktur Jendral dibantu 3
orang deputi dan tujuh orang assisten Direktur Jenderal. Direktur Jenderal ILO ditunjuk dan
diangkat oleh badan pengurus ILO. Data terakhir kantor Perburuhan Internasional
mempekerjakan 2.500 pegawai dan tenaga ahli di kantor pusat Jenewa dan lebih 40 kantor

lapangan di seluruh dunia.
Tugas kantor pusat ILO:
1. Mempersiapkan dokumen-dokumen dan laporan untuk bahan sidang
2. Menyediakan secretariat untuk sidang
3. Merekrut expert dan memberikan bimbingan untuk program kerja sama teknik
4. Melaksanakan kegiatan penelitian dan pendidikan
5. Menerbitkan publikasi khusus dibidang social dan perburuhan
2.3.3 Manfaat Menjadi anggota ILO

Berdasarkan filosofi berdirinya ILO tanggal 5 Mei 1950 Indonesia melalui Dr. Muh. Hatta
mengajukan permohonan menjadi anggota kepada Ditjen ILO dan resmi terdaftar sebagai

a.
b.
c.
d.
e.

anggota ILO sejak tanggal 12 Juni 1950.
Manfaat yang diperoleh menjadi anggota ILO:
Meningkatkan wawasan dibidang ketenagakerjaan
Memperluas akses dalam kerja sama bilateral sesame anggota ILO
Mendapat bantuan kerja sama teknis
Memperoleh pedoman standar ketenagakerjaan internasional
Meningkatkan kualitas SDM
Bantuan kerja sama teknis yang diberikan ILO terutama di bidang:

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Pelatihan dan rehabilitasi kejuruan
Kebijaksanaan dibidang penciptaan lapangan kerja dan penempatan tenaga kerja
Administrasi ketenagakerjaan/perburuhan
Undang-Undang ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial
Kondisi kerja
Pengembangan manajemen
Koperasi
Jaminan social
Statistic ketenagakerjaan
Kesehatan dan keselamatan kerja
Konvensi ILO adalah perjanjian internasional yang dibuat untuk diratifikasi oleh Negara-negara
anggota untuk menjadi hokum positif. Ratifikasi dalam arti menjadikan hokum internasional
sebagai hokum nasional sehingga setiap Negara yang sudah meratifikasi suatu konvensi harus
mempersiapkan perangkat hokum sesuai dengan ketentuan konvensi.
Rekomendasi ILO adalah instrument ketenagakerjaan yang bersifat tidak mengikat yang
menetapkan pedoman sebagai informasi kebijakan nasional. Rekomendasi tidak untuk
diratifikasi. Indonesia telah meratifikasi 15 buah konvensi, 8 buah diantaranya menyangkut
HAM. Ke 15 konvensi ILO yang sudah diratifikasi tersebut yaitu:

a. Kelompok konvensi hak asasi manusia
1. Konvensi nomor 29 tahun 1930 tentang kerja paksa atau wajib kerja (diratifikasi dengan
Staatsblaad 261;1933)
2. Konvensi nomor 98 tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama (Undang3.

undang nomor 18 tahun 1956)
Konvensi nomor 100 tahun 1951 tentang kesamaan pengupahan (Undang-undang nomor 80

tahun 1957)
4. Konvensi nomor 87 tahun 1948 Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi
(Keputusan Presiden nomor 83 tahun 1998)

5. Konvensi nomor 105 tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa (Undang-undang nomor 19
tahun 1999)
6. Konvensi nomo 138 tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan bekerja (Undangundang nomor 20 tahun 1999)
7. Konvensi nomor 111 tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Hal Pekerjaan dan Jabatan
8.

(Undang-undang nomor 21 tahun 1999)
Konvensi nomor 182 tahun 1999 tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pemanfaatan

Anak sebagai Tenag Kerja (Undang-undang nomor 1 tahun 2000)
b. Kelompok konvensi umum
1. Konvensi nomor 19 tentang Perlakuan yang Sama bagi Pekerja Nasional dan Asing dalam hal
Tunjangan kecelakaan Kerja (Staatsblaad 53;1929)
2. Konvensi nomor 27 tentang Pemberian Tanda Berat pada Pengepakan-pengepakan Barangbarang Besar yang Diangkut dengan Kapal (Staatsblaad 117;1933)
3. Konvensi nomor 45 tentang Kerja Wanita pada Segala Macam Tambang (Staatsblaad 219;1937)
4. Konvensi nomor 106 tentang Istirahat Mingguan dalam Perdagangan dan Kantor-kantor
(Undang-undang nomor 3 tahun 1961)
5. Konvensi nomor 120 tentang Higyene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor (Undang-undang
6.

nomor 3 tahun 1969)
Konvensi nomor 144 tentang Konsultasi Tripartit untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar

Perburuhan Internasional (Keputusan Presiden nomor 26 tahun 1990)
7. Konvensi nomor 68 tentang Sertifikasi bagi Juru Masak di Kapal (Keputusan Presiden nomor 4
tahun 1992)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini maka diperoleh kesimpulan yaitu :
Bahwa sejarah berdirinya organisasi pekerja atau buruh dimulai sejak tahun 1876 dengan
lahirnya Serikat Pekerja Guru Belanda kemudian didirikan Serikat pekerja atau serikat buruh
sendiri tanpa Negara asing. Untuk mengetahui tata cara pencatatan serikat pekerja/buruh diatur
dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-16/Men/2001, sedang
keterwakilan serta hak dan kewajiban serikat pekerja atau buruh diatur dalam Keputusan Menteri
tenaga kerja dan transmigrasi nomor Kep-201/Men/2001 tentang keterwakilan dalam
kelembagaan hubungan industrial.

Sejarah organisasi pengusaha berdiri sejak tahun 1952 yaitu Badan Permusyawaratan Urusan
Sosial Pengusaha di Indonesia berdasarkan anggaran dasar yang dibuat dihadapan notaries
R.M.Soewandi dengan akta Nomor 62 tanggal 31 Januari 1952. Berdasarkan Pasal 3 Anggaran
Dasar Apindo hasil musyawarah Nasional Luar Biasa Khusus Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga APINDO di Jakarta, 28 Februari 2004, bahwa bentuk dan sifat APINDO adalah
organisasi kesatuan pemberi kerja Indonesia bersifat demokratis, bebas, mandiri dan bertanggung
jawab

yang

mempunyai

kegiatan

utama

khusus

menangani

bidang

hubungan

industrial/ketenagakerjaan.
Adapun tujuan APINDO adalah :
1. Terciptanya tingkat social ekonomi yang berkeadilan
2. Terciptanya iklim usaha yang kondusif
3. Terciptanya hubungan industrial yang harmonis
Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO) merupakan
organisasi PBB yang didirikan pada tanggal 11 April 1919. Organisasi ini terdiri atas prinsip
filosofi bahwa perdamaian menyeluruh dan abadi hanya dapat dicapai jika didasarkan pada
keadilan social. Tujuan ILO ialah menciptakan keadilan social bagi masyarakat diseluruh dunia,
khususnya kaum pekerja/buruh. Hal ini sesuai dengan Mukadimah Konstitusi ILO. Fungsi ILO
adalah sebagai pembuat standar perburuhan Internasional dan melaksanakan program
operasional serta pelatihan-pelatihan perburuhan. Manfaat yang diperoleh menjadi anggota ILO:
1.
2.
3.
4.
5.

Meningkatkan wawasan dibidang ketenagakerjaan
Memperluas akses dalam kerja sama bilateral sesame anggota ILO
Mendapat bantuan kerja sama teknis
Memperoleh pedoman standar ketenagakerjaan internasional
Meningkatkan kualitas SDM

B. SARAN
Diharapkan mahasiswa dan masyarakat yang sudah mengetahui tentang Organisasi pekerja/buruh
bahwa mempunyai dasar-dasar yang harus dipenuhi oleh pekerja begitu pula organisasi para
pengusaha. Maka diperlukan penerapan dan mematuhi peraturan yang ada tentang organisasi
pekerja/buruh, organisasi pengusaha dan organisasi perburuhan Internasional.
Apabila dapat mematuhi peraturan tersebut sehingga tercipta ketertiban dan ketentraman
dibidang ketenagakerjaan/perburuhan dalam masyarakat di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
ABDUL KHAKIM, S.H.,M.Hum. Penerbit PT CITRA ADITYA SAKTI BANDUNG 2009,
Dasar-dasar HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Diposkan oleh Sani SH di 19.44
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog


▼ 2012 (4)
o ▼ April (4)


Informasi Kewarganegaraan



Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan



Surat Perjanjian sewa menyewa rumah



Tentang UU Keimigrasian yang baru

Mengenai Saya

Sani SH
Lihat profil lengkapku
Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

1. Perbedaan tenaga kerja dengan buruh/pekerja?

Jawab :
Buruh/pekerja adalah orang yang bekerja pada majikan atau perusahaan
apapun jenis pekerjaan yang dilakukan. Orang itu disebut buruh apabila dia
telah melakukan hubungan kerja dengan majikan. Kalau tidak melakukan
hubungan kerja maka dia hanya tenaga kerja, belum termasuk buruh.
Tenaga kerja adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang memberikan pengertian tenaga kerja ”Setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan
kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat”.
2. Apakah pegawai negri sipil tergolong pekerja?
Jawab:
iya, seperti yang dikatakan dalam jawaban sebelumnya PNS mengabdikan
dirinya pada masyarakat dan bekerja pada pemerintah dam melakukan
interaksi lansung pada majikan (atasannya)
3. Sejarah hukum perburuhan!!!
Jawab :
(dari internet nie.. hehehe... ^^)
Sejarah Hukum Ketenagakerjaan di Dunia
Secara historis lahirnya hukum ketenagakerjaan terkait erat dengan
Revolusi Industri yang terjadi di Eropa, khususnya di Inggris pada abad ke19. Revolusi Industri yang ditandai dengan penemuan mesin uap telah
mengubah secara permanen hubungan buruh-majikan. Penemuan mesin
juga telah mempermudah proses produksi. Revolusi Industri menandai
munculnya zaman mekanisasi yang tidak dikenal sebelumnya. Ciri utama
mekanisasi ini adalah: hilangnya industri kecil, jumlah buruh yang bekerja di
pabrik meningkat, anak-anak dan perempuan ikut diterjunkan ke pabrik
dalam jumlah massal, kondisi kerja yang berbahaya dan tidak sehat, jam
kerja panjang, upah yang sangat rendah, dan perumahan yang sangat buruk.

Keprihatinan utama yang mendasari lahirnya hukum perburuhan adalah
buruknya kondisi kerja di mana buruh anak dan perempuan bekerja,
terutama di pabrik tenun/ tekstil dan pertambangan yang sangat
membahayakan kesehatan dan keselamatan diri mereka. Undang-undang
perburuhan pertama muncul di Inggris tahun 1802, kemudian menyusul di
Jerman dan Perancis tahun 1840, sedangkan di Belanda sesudah tahun 1870.
Substansi undang-undang pertama ini adalah jaminan perlindungan
terhadap kesehatan kerja (health) dan keselamatan kerja (safety). Undangundang perlindungan inilah yang menandai berawalnya hukum perburuhan.
Upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan pada kesehatan dan
keselamatan kerja melalui hukum tidak berjalan dengan mulus. Karena saat
berlangsung Revolusi Industri, teori sosial yang dominan adalah faham
liberalisme dengan doktrin laissez-faire. Dalam doktrin ini negara tidak boleh
melakukan intervensi ke dalam bidang ekonomi kecuali untuk menjaga
keamanan dan ketertiban. Konsep negara yang dominan waktu itu adalah
Negara Penjaga Malam (the night-watchman-state). Karena itulah upaya
pemerintah untuk melindungi buruh mendapat perlawanan keras dari
kelompok pengusaha dan para intelektual pendukung laissez-faire, terutama
Adam Smith. Mereka menuduh intervensi pemerintah melanggar kebebasan
individual dalam melakukan aktifitas ekonomi dan kebebasan menjalin
kontrak.
Pada saat yang sama, serikat-serikat buruh belum berkembang. Di sisi lain
pengusaha juga masih bersikap anti serikat, tambah lagi, sistem hukum yang
ada belum memungkinkan lahirnya serikat buruh. Sebagai contoh, hingga
tahun 1825 di Inggris masih berlaku Undang-Undang Penggabungan
(Combination Acts) yang menganggap ilegal semua aksi kolektif (collective
action) untuk tujuan apapun. Di Belanda, larangan untuk
berorganisasi/berserikat (coalitie verbod) baru dihapus pada tahun 1872.
Sejak penghapusan inilah buruh dapat melakukan konsolidasi dalam serikatserikat buruh. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa hukum perburuhan
yang melindungi buruh adalah hasil desakan para pembaharu di dalam

maupun di luar parlemen. Secara perlahan, munculnya hukum perlindungan
buruh merupakan bukti bahwa secara sosial doktrin laissez-faire mulai
ditinggalkan atau setidaknya tidak lagi dapat diterapkan secara mutlak.
Mulai muncul kesadaran bahwa negara harus intervensi dalam hubungan
buruh-majikan. Kesadaran baru ini ditandai dengan munculnya teori sosial
yang ingin mengimbangi gagasan di balik doktrin laissez-faire. Misalnya, M.
G. Rood berpendapat bahwa undang-undang perlindungan buruh merupakan
contoh yang memperlihatkan ciri utama hukum sosial yang didasarkan pada
teori ketidakseimbangan kompensasi. Teori ini bertitik-tolak pada pemikiran
bahwa antara pemberi kerja dan penerima kerja ada ketidaksamaan
kedudukan secara sosial-ekonomis. Penerima kerja sangat tergantung pada
pemberi kerja. Maka hukum perburuhan memberi hak lebih banyak kepada
pihak yang lemah daripada pihak yang kuat. Hukum bertindak “tidak sama”
kepada masing masing pihak dengan maksud agar terjadi suatu
keseimbangan yang sesuai. Hal ini dipandang sebagai jawaban yang tepat
terhadap rasa keadilan umum.


Sejarah dibentuknya UU ketenaga kerjaan, adalah sebagai berikut

Maraknya isu – isu buruh saat ini memang sangat panas di beberapa
belahan dunia. Terjadi lantaran sistem perundang – undangan yang
diskriminatif terhadap buruh. Tiga negara sudah memperlihatkan. Di
Perancis, PM Jacques Villepin mengeluarkan CPE. Peraturan ini berisi
perijinan pemecatan buruh pada usia dibawah 26 tahun ke bawah. Lain lagi
di Amerika, pemerintah negeri “Melting Pot” ini mengeluarkan peraturan
yang ketat bagi buruh yang katanya ‘imigran’. Pembahasan imigrasi
terdengar santer di Amerika karena hampir sebagian besar penduduknya
adalah imigran. Akhirnya pemerintah Indonesia pun tidak mau ketinggalan
tren dengan revisi UU Ketenagakerjaan No. 13 th. 2003. Secara jelas bahwa
buruh boleh dipecat, tanpa perlindungan asuransi keselamatan kerja, tanpa
uang pensiun, dll. Disini pemerintah lepas tangan dan menyerahkan kepada
perusahaan.
(kepanjangan ya?? Ringkas ndiri dhe.. biar lebih mantep ja gitu.. hehehe...)

Sejarah Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
Asal mula adanya Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia terdiri dari
beberapa fase jika kita lihat pada abad 120 SM . Ketika bangsa Indonesia ini
mulai ada sudah dikenal adanya system gotong royong , antara anggota
masyarakat . Dimana gotong royong merupakan suatu system pengerahan
tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk
mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak mengenal suatu
balas jasa dalam bentuk materi . Sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur
dan diyakini membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan , kebijakan,
dan hikmah bagi semua orang gotong royong ini nantinya menjadi sumber
terbentuknya hokum ketanaga kerjaan adat . Dimana walaupun
peraturannya tidak secara tertulis , namun hukum ketenagakerjaan adat ini
merupakan identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian bangsa
Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa Indonesia dari abad
ke abad.
Setelah memasuki abad masehi , ketika sudah mulai berdiri suatu kerajaan
di Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan , seperi saat jaman
kerajaan hindia belanda pada zaman ini terdapat suatu system
pengkastaan . antara lain : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria ,
dimana kasta sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra & paria
ini menjadi budak dari kasta brahmana , ksatria , dan waisya mereka hanya
menjalankan kewajiban sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para majikan
Sama halnya dengan islam walaupun tidak secara tegas adanya system
pengangkatan namun sebenarnya sama saja . pada masa ini kaum
bangsawan (raden ) memiliki hak penuh atas para tukang nya . nilai-nilai
keislaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh
dinding budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad –abad sebelumnya
Pada saat masa pendudukan hindia belanda di Indonesia kasus
perbudakan semakin meningkat perlakuan terhadap budak sangat keji &
tidak berperikemanusiaan . Satu-satunya penyelesaiannya adalah

mendudukan para budak pada kedudukan manusia merdeka. Baik sosiologis
maupun yuridis dan ekonomis.
Tindakan Belanda dalam mengatasi kasus perbudakan ini dengan
mengeluarkan staatblad 1817 no. 42 yang berisikan larangan untuk
memasukan budak-budak ke pulau jawa . Kemudian tahun 1818 di tetapkan
pada suatu UUD HB (regeling reglement) 1818 berdasarkan pasal 115 RR
menetapkan bahwa paling lambat pada tanggal 1-06-1960 perbudakan
dihapuskan
Selain kasus Hindia Belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal juga
istilah rodi yang pada dasarnya sama saja . Rodi adalah kerja paksa mulamula merupakan gotong royong oleh semua penduduk suatu desa-desa suku
tertentu . Namun hal tersebut di manfaatkan oleh penjajah menjadi suatu
kerja paksa untuk kepentingan pemerintah Hindia Belanda dan pembesarpembesarnya.
Periode sebelum kemerdekaan diwarnai dengan masa-masa yang suram
bagi riwayat Hukum Perburuhan yakni zaman perbudakan, rodi dan poenale
sanksi.
Perbudakan ialah suatu peristiwa dimana seseorang yang disebut budak
melakukan pekerjaan di bawah pimpinan orang lain. Para budak tidak
mempunyai hak apapun termasuk hak atas kehidupannya, ia hanya memiliki
kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya.
Terjadinya perbudakan pada waktu itu disebabkan karena para raja,
pengusaha yang mempunyai ekonomi kuat membutuhkan orang yang dapat
mengabdi kepadanya, sementara penduduk miskin yang tidak
berkemampuan secara ekonomis saat itu cukup banyak yang disebabkan
rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan inilah yang mendorong
perbudakan tumbuh subur.
Selain perbudakan dikenal juga istilah perhambaan dan peruluran.
Perhambaan terjadi bila seseorang penerima gadai menyerahkan dirinya
sendiri atau orang lain yang ia kuasai, atas pemberian pinjaman sejumlah
uang kepada seseorang pemberi gadai. Pemberi gadai mendapatkan hak

untuk meminta dari orang yang digadaikan agar melakukan pekerjaan untuk
dirinya sampai uang pinjamannya lunas. Pekerjaan yang dilakukan bukan
untuk mencicil utang pokok tapi untuk kepentingan pembayaran bunga.
Pelururan adalah keterikatan seseorang untuk menanam tanaman tertentu
pada kebun/ladang dan harus dijual hasilnya kepada Kompeni. Selama
mengerjakan kebun/ladang tersebut ia dianggap sebagai pemiliknya,
sedangkan bila meninggalkannya maka ia kehilangan hak atas kebun
tersebut.
Rodi merupakan kerja paksa yang dilakukan oleh rakyat untuk kepentingan
pihak penguasa atau pihak lain dengan tanpa pemberian upah, dilakukan
diluar batas perikemanusiaan. Pada kerajaan-kerajaan di Jawa rodi dilakukan
untuk kepentingan raja dan anggota keluarganya, para pembesar, serta
kepentingan umum seperti pembuatan dan pemeliharaan jalan, jembatan
dan sebagainya. Selain itu ada juga namanya Romusha yang pernah
diterapkan oleh penjajah Jepang selama 3 tahun 3 bulan di Indonesia.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa riwayat timbulnya hubungan
perburuhan itu dimulai dari peristiwa pahit yakni penindasan dan perlakuan
di luar batas kemanusiaan yang dilakukan oleh orang maupun penguasa
pada saat itu. Para budak/pekerja tidak diberikan hak apapun yang ia miliki
hanyalah kewajiban untuk mentaati perintah dari majikan atau tuannya.
Nasib para budak/pekerja hanya dijadikan barang atau obyek yang
kehilangan hak kodratinya sebagai manusia.
Dalam hukum perburuhan dikenal adanya Pancakrida Hukum Perburuhan
yang merupakan perjuangan yang harus dicapai yakni:
a. Membebaskan manusia indonesia dari perbudakan, perhambaan.
b. Pembebasan manusia Indonesia dari rodi atau kerja paksa.
c. Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari poenale sanksi.
d. Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari ketakutan kehilangan
pekerjaan.
e. Memberikan posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha.
Krida kesatu sampai dengan krida ketiga secara yuridis sudah lenyap

bersamaan dengan dicetuskannya proklamasih kemerdekaan pada tanggal
17 Agustus 1945.
Periode sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Untuk mencapai krida keempat yaitu membebaskan buruh/pekerja dari
takut kehilangan pekerjaan, maupun krida kelima memberi posisi yang
seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian, yaitu:
a.

Pemberdayaan serikat buruh/pekerja khusunya ditingkat unit/perusahaan
khususnya dengan memberikan pemahaman terhadap aturan
perburuhan/ketenagakerjaan yang ada karena organisasi pekerja ini terletak
digaris depan yang membuat Kesepakatan Kerja Bersama dengan pihak
perusahaan.

4. Jelaskan objek dan sifat hukum perburuhan
Jawab :
Obyek Hukum Ketenagakerjaan dibedakan menjadi dua yaitu obyek materiil
dan obyek formil. Obyek Materiil Hukum Ketenagakerjaan ialah kerja
manusia yang bersifat sosial ekonomis. Titik tumpunya obyek ini terletak
pada kerja manusia. Yang dimaksud dengan kerja manusia ialah merupakan
bagian dari kerja manusia secara umum (aktualisasi unsur kejasmaniaan
manusia dengan diberi bentuk dan terpimpin oleh unsur kejiwaannya
dotolekaryakan (diaplikasikan/diterapkan) terhadap benda luar untuk tujuan
tertentu.
Secara obyektif tujuannya ialah hasil kerja sedang secara ekonomis
tujuannya ialah tambahan nilai. Tambahan nilai bagi buruh berupa upah
sedang bagi majikan berupa keuntungan. Upah dan keuntungan bukan
merupakan tujuan akhir kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis, tujuan
akhirnya ialah kelangsungan /kesempurnaan hidup manusia.
Obyek formil hukum ketenagakerjaan ialah komplek hubungan hukum yang
berhubungan erat dengan kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis.
Hubungan hukum adalah hubungan yang dilindungi oleh UU. Hubungan
hukum dalam hukum perburuhan terjadi sejak adanya perjanjian kerja.
Dengan terjadinya perjanjian kerja berarti telah terjadi pula hubungan kerja
antara pengusaha dengan pekerja. Hubungan hukum bisa terjadi karena
perjanjian dan UU.
Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan
perundang-undangan telah membawa perubahan yang mendasar yakni
menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda. Intervensi pemerintah
dalam bidang ketenagakerjaan dimaksudkan untuk tercapainya keadilan di

bidang ketenagakerjaan karena jika hubungan antara pekerja dengan
pengusaha diserahkan salah satu pihak saja maka pengusaha sebagai pihak
yang lebih kuat akan menekan pekerja sebagai pihak yang lemah secara
sosial ekonomi.
Campur tangan pemerintah ini tidak hanya terbatas pada aspek hukum
dalam hubungan kerja saja tetapi meliputi aspek hukum sebelum hubungan
kerja (pra employment) dan sesudah hubungan kerja (post employment).
Hukum ketenagakerjaan dapat bersifat:
a. Privat/perdata
Oleh karena Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan antara orang
perseorangan dalam hal ini antara pengusaha dengan pekerja dimana
hubungan kerja yang dilakukan dengan membuat suatu perjanjian yaitu
perjanjian kerja.
b. Publik
1) Keharusan mendapat ijin pemerintah dalam masalah PHK
2) Adanya campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar
upah (upah minimum)
3) Adanya sanksi pidana, denda dan sanksi administratif bagi pelanggara
ketentuan peraturan perburuhan/ketenagakerjaan.
Dengan dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan
telah memberikan perubahan dalam khasanah Hukum Ketenagakerjaan di
Indonesia yakni:
1) Menggantikan istilah buruh menjadi pekerja, majikan menjadi pengusaha
dengan alasan istilah yang lama tersebut tidak mencerminkan kepribadian
bangsa. Tetapi dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan justru
istilah buruh kembali dimunculkan kembali yaitu dengan menyebutkan
pekerja atau buruh.
2) Mengantikan istilah perjanjian perburuhan menjadi kesepakatan kerja
bersama (KKB).
3) Memberikan ruang telaah untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan
menjadi Hukum Ketenagakerjaan.
5. Jelaskan letak dan sumber hukum dari hukum perburuhan!
Jawab :
Apabila kita berbicara letak dan sumber hukum perburuhan maka kita harus
mengetahui bahwa hukum perburuhan ini merupakan cabang dari tata
Hukum Indonesia. Apa saja dasar-dasar tata Hukum Indonesia? Diantaranya
adalah Hukum perdata dan Hukum Negara.
Jika dipan