UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA MELALUI ME

UPAYA MENINGKATKAN MINAT
BACA MELALUI MEDIA GAMBAR
PADA ANAK USIA DINI
TUESDAY, JULY 9, 2013

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA
ANAK USIA DINI
UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA ANAK USIA DINI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Depdiknas,
2007:2).
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 14).
PAUD merupakan lembaga pendidikan pra-skolastik atau akademik. Itu artinya, PAUD tidak

mengemban tanggungjawab utama dalam membelajarkan keterampilan membaca dan menulis. Subtansi
pembinaan kemampuan skolastik atau akademikini haruslah menjadi tanggungjawab utama lembaga
pendidikan dasar (Depdiknas, 2007:1).
Usia dini merupakan kesempatan emas bagi anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas
(golden age). Pada usia ini anak memiliki kemampuan untuk belajar yang luar biasa khususnya pada masa
kanak-kanak awal. Mengingat usia dini merupakan usia emas maka pada masa itu perkembangan anak harus
dioptimalkan. Perkembangan anak usia dini sifatnya holistik, yaitu dapat berkembang optimal apabila sehat
badannya, cukup gizinya dan didik secara baik dan benar. Anak berkembang dari berbagai aspek yaitu
berkembang fisiknya, baik motorik kasar maupun halus, berkembang aspek kognitif, aspek sosial dan
emosional.
Anak usia dini memerlukan banyak sekali informasi untuk mengisi pengetahuannya agar siap
menjadi manusia sesungguhnya. Dalam hal ini membaca merupakan cara untuk mendapatka an informasi
karena pada saat membaca maka seluruh aspek kejiwaan manusia terlibat dan ikut serta bergerak. Hasilnya,
otak yang merupakan pusat koordinasi pun bekerja keras menemukan hal-hal baru yang akan menjadi pengisi
memori otak sekaligus menjadi bekal pertumbuhan (Adi Susilo, 2011:13).
PAUD sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan anak usia dini yang dalam proses
pembelajarannya menekankan pada prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Bermain
adalah bagian integral dalam kehidupan setiap anak dan merupakan cara yang paling baik untuk
mengembangkan potensi anak secara optimal. Penggunaan metode bermain disesuaikan dengan
perkembangan anak (keperluan usia anak). Permainan yang digunakan pada PAUD adalah permainan yang

merangsang kreativitas dan menyenangkan (tidak ada unsur pemaksaan) dan sederhana. Pembinaan
pengembangan motorik di sinimerupakan salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan aspek motorik
secara optimal dan dapat merangsang perkembangan otak anak. Pengembangan aspek motorik bertujuan
untuk memperkenalkan dan melatih gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan mengelola,
mengontrol dan melakukan koordinasi gerak tubuh, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup
sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat dan terampil.
Melalui pembinaan aktivitas anak (Fisik Motorik) di PAUD diharapkan akan memberikan dasar
pemikiran untuk mengkaji lebih spesifik dalam rangka pelaksanaan program pendidikan. Dengan
memanfaatkan sarana alat bermain, gambar dan permainan yang tersedia di PAUD serta disesuaikan dengan
perkembangan dan pertumbuhan fisik anak usia PAUD
Kemampuan membaca anak usia dini umumnya masih relatif kurang karena pedidikan usia dini
merupakan awal atau permulaan anak belajar membaca. Anak usia dini umumnya enggan untuk membaca
sesuatu yang bersifat abstrak. Selain itu tuntutan orang tua yang menginginkan anak cepat bisa membaca.
Ditambah lagi tuntutan dari SD yang mengadakan penerimaan siswa dengan menggunakan tes baca tulis.
Guru memerlukan cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu cara yang dapat
digunakan oleh guru adalah dengan menggunakan media yang dapat merangsang minat baca anak didik
dalam membaca. Media yang dapat digunakan salah satunya adalah media kartu gambar. Media kartu gambar

adalah media yang berupa gambar yang diserta dengan kata-kata atau kalimat dibawahnya. Dengan adanya
gambar tersebut, maka anak didik akan terangsang utuk mengetahui maksud gambar tersebut dan mencoba

membaca kata-kata atau kalimat yang ada.
1.2. Identifikasi Masalah
Memperhatikan dan menelaah latar belakang tersebut di atas, maka identifikasi masalah
dalam penelitian skripsi ini dapat meliputi sebagai berikut :
1. Kemampuan membaca peserta didik yang umumnya masih relatif rendah
2. Tuntutan orang tua yang menginginkan anaknya bisa cepat membaca.
3. Bagaimana cara untuk meningkatkan minat membaca anak usia dini
4. Perlu adanya metode pembelajaran yang menarik untuk anak didik.
5. Penggunaan media pengajaran dalam proses pembelajaran.
6. Penggunaan gambar yang menarik untuk meningkatkan minat siswa.
1.3. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu meluas, penulis merasa perlu memberikan batasan. Untuk
mempermudah didalam memahami skripsi ini, penulis berfokus pada upaya meningkatkan minat baca melalui
media gambar menghubungkan tulisan sederhana dengan gambar yang melambangkannya, pada anak usia
dini Hidayatul Mubtadiin Kecamatan Tunjung teja Kabupaten Serang.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, penulis merumuskan masalah pokok
yaitu;Bagaimanakah upaya meningkatkan Minat Baca Melalui Media Gambar pada Anak Usia dini Hidayatul
Mubtadiin Kecamatan Tunjung Teja Kabupaten Serang.
1.5. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan minat baca pada anak usia dini
2. Tujuan Khusus
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah meningkatkan minat baca melalui
media gambar pada anak usia dini Hidayatul Mubtadiin Kecamatan Tunjung teja Kabupaten Serang.
1.6. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk mendapatkan teori baru tentang meningkatkan minat baca anak didik melalui kartu gambar.
2. Manfaat Praktis
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
untuk
berbagai
pihak,
antara
lain:
1. Bagi siswa

a. Anak didik lebih termotivasi dalam belajar.
b. Meningkatnya minat baca pada anak didik.
2. Bagi guru
a. Memperoleh pengalaman untuk meningkatkan minat baca anak didik
melalui kartu gambar.
b. Dapat memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran di kelas.
3. Bagi sekolah
a. Hasil penelitian diharapkan mampu membantu sekolah dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar.
b. Memotivasi kepada guru-guru untuk menerapkan metode yang bervariasi dalam pengajaran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Minat
Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan
bila mereka bebas memilih. Bila mereka melihat sesuatu melihat sesuatu akan menguntungkan mereka merasa
berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasaan. Bila kepuasaan berkurang, minat pun berkurang. Setiap
minat memuaskan kebutuhan dalam kehidupan anak, walaupun kebutuhan ini mungkin tidak segera tampak
bagi orang dewasa. Semakin kuat kebutuhan ini, semakin kuat dan bertahan pada minat tersebut (Hurlock.
1978:114).

Aiken (Ginting, 2005) mengungkapkan definisi minat sebagai kesukaan terhadap kegiatan melebihi
kegiatan lainnya. Ini berarti minat berhubungan dengan nilai-nilai yang membuat seseorang mempunyai pilihan
dalam hidupnya, hal tersebut diungkapkan oleh Anastasia dan Urbina (Ginting, 2005). Selanjutnya Ginting
(2005) menjelaskan, minat berfungsi sebagai daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan
kegiatan tertentu yang spesifik, lebih jauh lagi minat mempunyai karakteristik pokok yaitu melakukan kegiatan
yang dipilih sendiri dan menyenangkan sehingga dapat membentuk suatu kebiasaan dalam diri
seseorang (www1.bpkpenabur. or.id/jurnal/04/017-035.pdf).
Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
usaha yang dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan
usaha yang gigih, serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi
tantangan. Jika seorang anak memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat
dapat mengerti dan mengingatnya.
Berikut merupakan ciri-ciri minat anak menurut Hurlock (1978, 115), antara lain adalah sebagai berikut :
(a) minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik, (b) minat bergantung pada kesiapan belajar, (c)
minat bergantung pada kesempatan belajar, (d) perkembangan minat mungkin terbatas, (e) minat dipengaruhi
pengaruh budaya, (f) minat itu egosentris.
Peserta didik akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab itu,

mengembangkan minat belajar peserta didik merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi
siswa. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa menurut Sanjaya (2006 : 2829), diantaranya: (a) hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan peserta didik, (b)

sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa, (c) ciptakan suasana yang
menyenangkan dalam belajar, (d) berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa, (e) berikan
penilaian, (f) berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa, penghargaan bisa dilakukan dengan
memberikan komentar positif, (g) ciptakan persaingan dan kerja sama. Persaingan yang sehat dapat
memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan proses pembelajaran peserta didik.
Menurut Usman (2008:27) kondisi belajar-mengajar yang efektif adalah minat dan perhatian siswa dalam
belajar. Minat merupakan suatu sifat yag relatif menetap pada diri seseorang. Minat sangat besar pengaruhnya
terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa
minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Misalnya seorang anak menaruh minat terhadap terhadap
kesenian, maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Pada hakikatnya setiap
anak berminat terhadap belajar, dan guru sendiri hendaknya berusaha membangkitkan minat terhadap belajar.
2.1.2. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Bahasa adalah segala bentuk komunikasi di mana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar
dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Oleh karena tiu, perkembangan bahasa dimulai dari tangisan
pertama sampai anak mampu bertutur kata. Perkembangan bahasa terbagi menjadi dua periode, yaitu, periode
Prelinguistik dan periode Linguistik. Periode Linguistik inilah anak mulai mengucapkan kata-kata pertama.
Menurut Sumantri (2008:2.30-2.31) periode linguistic terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:
a. Fase satu kata atau Holofrase
Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kompleks, baik berupa
keinginan, perasaan atau temuannya tanpa perbedaan yang jelas. Pada umumnya kata pertama yang

diucapkan oleh anak adalah kata benda, setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.
b. Fase lebih dari satu kata
Fase dua kata muncul pada anak berusia sekitar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat
sederhana yang terdiri dari dua kata. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi egosentris,
dari dan untuk dirinya. Orang tua mulai melakukan Tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun
mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimat sederhana.
c. Fase diferensiasi
Periode terakhir dari masa balita yang berlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun.
Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja
menambah kosakatanya yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengungkapkan kata demi kata
sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja.
Menurut Brewer dalam Suyanto (2005:73) perkembangan bahasa mengikuti suatu urutan yang dapat
diramalkan secara umum sekalipun banyak variasinya diantara anak yang satu dengan anak yang lain, dengan
tujuan mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi. Kebanyakan anak memulai perkembangan
bahasanya dari menangis untuk mengekspresiakan responnya terhadap bermacam-macam stimuli. Anak mulai
memerang (cooing), yaitu melafalkan bunyi yang tidak ada artinya secara berulang-ulang, seperti suara burung
yang sedang berkicau. Anak pada umumnya belajar nama-nama benda sebelum kata-kata lain.
Berikut adalah fungsi bahasa sebagai alat komunikasi menurut Depdiknas (2007:5), antara lain adalah:
a. Keterampilan berbahasa, dapat ditunjukkan oleh anak dalam perilaku: menyapa, memperkenalkan diri,
bertanya, mendeskripsikan, melaporkan kejadian, menyatakan suka/tidak, meminta ijin, bantuan,

mengemukakan alas an, memerintah atau menolak sesuatu.
b. Keterampilan mendengar, dapat ditujukan oleh anak dalam perilaku: mendengarkan perintah, mendengarkan
pertanyaan, mendengarkan orang yang sedang bercerita dan mendengarkan orang yang sedang member
petunjuk.
c. Keterampilan berbicara, dapat ditujukan oleh anak dalam perilaku: mengembangkan keterampilan bertanya,
menyiapkan kegiatan yang dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas, menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan menggunakan berbagai kegiatan yang bervariasi.
d. Keterampilan membaca, adalah kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual
(pengamatan).
2.1.3. Membaca
Retorika adalah kiat yang didasarkan atas nengetahuan yang tersusun baik dan kemahiran yang telah
dimiliki untuk mencapai tujuan. Berbahasa merupakan kegiatan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi.
Penggunaan bahasa meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Membaca merupakan salah satu
ketrampilan berbahasa yang lainnya (berbicara dan menulis) (Haryadi, 2007:4).
Agar dapat membaca secara efektif dan efisien, seorang pembaca harus dapat menggunakan dasar
pengetahuan yang telah tersusun dengan baik dan dasar kemahiran yang telah dimiliki dengan benar dan
tepat. Pembaca dapat menggunakan keduanya dengan tepat dan benar jika pembaca mempunyai kiat dalam
membaca. Kiat yang dimaksud adalah bagaimana pembaca memilih dan menggunakan model membaca,
metode membaca, dan teknik membaca sesuai kebutuhan.
Model-model membaca tidaklah muncul secara tiba-tiba, akan tetapi merupakan kerja keras dari para ahli yang

mengkajinya dalam waktu yang relatif lama. Dalam menghasilkan suatu model membaca ada suatu tata kerja
tersendiri yang harus ditempuh melalui penelitian. Cara menghasilkan model membaca dilakukannya secara
profesional yang bersifat teknik. Berikut merupakan pendekatan membaca menurut Haryadi (2007:12-16):
a. Pendekatan Taksonomik
Pendekatan taksonomik dikembangkan oleh Gray. Ia berpendapat bahwa dalam membaca diperlukan empat
ketrampilan, yaitu mengenal kata, komprehensif, reaksi, dan asimilasi (Dechant dan Smith, 1977:15). Awal
mula membaca merupakan kegiatan pengenalan simbol-simbol dilakukan pembaca dalam bentuk penyandian
kembali simbol tulis yang berbentuk kata secara mekanik
b. Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis terdiri atas dua, yaitu:
1. Pendekatan behavioral, dipelopori oleh Skinner. Pendekatan ini berpandangan bahwa belajar bahasa dapat
dikendalikan oleh luar. Seseorang dikatakan belajar kalau mendapat stimulus atau rangsangan dari luar,

kemudian dari rangsangan tersebut menghasilkan respon dari orang yang belajar. Menurut pandangan
behavioral, ketrampilan membaca merupakan hasil proses membaca yang diperoleh dari hubungan antara
rangsangan dan reaksi yang dikenal dengan sebutan S-R yaitu stimulus dan respons.
2. Pendekatan kognitif, dipelopori oleh piaget. Menurut pandangan kognitif, membaca tidaklah sekedar
memperoleh rangsangan simbol-simbol tertulis melalui mata, tetapi yang lebih penting adalah memproses
rabgsangan tersebut di dalam otak.
3. Pendekatan Proses Informasi. Tokoh yang dikenal dalam pendekatan proses informasi adalag Smith. Ia

menyatakan bahwa keterampilan membaca merupakan suatu proses informasi. Pendekatan ini berprinsip
bahwa membaca adalah aktivitas komunikasi yang memungkinkan informasi ditrasformasi dari penulis kepada
pembaca.
4. Pendekatan Psikomotorik. Pendekatan ini dikembangkan oleh Holmes dan Singer . Kegunaan dari pendekatan
ini dalam membaca adalah sebagai pengukur tingkat kenyaringan dan kecepatan baca yang dilakukan
pembaca.
c. Pendekatan Linguistik. Pendekatan ini dikembangkan dalam dua periode yaitu:
1) Bloomfield, Fries, dan lefevre. Bloomfield berpendapat bahwa
membaca merupakan hubungan teratur antara sistem tulisan dan ujaran. Fries mengatakan bahwa membaca
merupakan hubungan antara bunyi-bunyi bahasa dengan huruf. Sedangkan Lefevre menekankan faktor
kebahasaan dalam membaca, baik yang berkaitan dengan tuturan kata maupun hubungan antara kata dan
kata dalam menghasilkan kalimat.
2) Muncul teori baru yang disebut teori trasformasi. Diperkenalkan oleh Chomsky yang kemudian dilanjutkan oleh
Halle, Goodman, dan Ruddel. Teori transformasi menekankan perbedaan antara struktur luar dan struktur
dalam. Yang dimaksud struktur luar membaca adalah bunyi-bunyi atau simbol-simbol tulisan, sedangkan
struktur dalam membaca adalah makna sintaktik dan interpretasi semantik (penafsiran makna
bacaan).Menurut Depdiknas (2007 : 3) kemampuan membaca ditentukan oleh perkembangan bahasa.
3) Perkembangan kemampuan berbahasa anak usia 4-6 tahun ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut:
(a) mampu menggunakan kata ganti saya dalam berkomunikasi, (b) memiliki berbagai perbendaharaan kata
kerja, kata sifat, kata keadaan,kata tanya, dan kata sambung, (c) menunjukkan pengertian, dan pemahaman
tentang sesuatu, (d) mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan tindakan dengan menggunakan kalimat
sederhana (e) mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar. Secara umum melalui kegiatan
awal membaca dalam perkembangan berbahasa diharapkan anak dapat membentuk perilaku membaca,
mengembangkan beberapa kemampuan sederhana dan keterampilan pemahaman dan mengembangkan
kesadaran huruf.
2.1.4. Media Gambar
Ada beberapa konsep mengenai definisi media pengajaran. Menurut Gerlach (dalam Sanjaya, 2006:161) secara
umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kodisi yang memungkinkan
anak didik memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Menurut Sudjana (2007,2) manfaat media
pengajaran dalam proses belajar antara lain :
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian anak didik sehingga dapat
menumbuhnya motivasi belajar.
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para anak didik, dan
memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh
guru, sehingga anak didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga.
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian, tetapi juga aktivitas
lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
Sedangkan menurut Usman (2008:32), media pendidikan mempunyai manfaat sebagai berikut: (a)
meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir. Oleh karena itu, mengurangi verbalisme, (b)
memperbesar perhatian siswa, (c) membuat pelajaran lebih menetap atau tidak mudah dilupakan, (d)
memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan para
anak didik, (e) menumbuhkan pemikiran yang teraturdan bersambung, (f) membantu tumbuhnya pengertian
dan membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
Gambar merupakan media untuk berkomunikasi dengan orang lain. Gambar berfungsi sebagai stimulasi
munculnya ide, pikiran maupun gagasan baru. Gagasan ini selanjutnya mendorong anak untuk berbuat,
mengikuti pola berpikir seperti gambar atau justru muncul ide baru dan menggugah rasa (Pamadhi, 2008:2.8).
Dalam proses belajar mengajar gambar yang digunakan mampu membantu apa yang akan dijelaskas oleh
guru, memliki kualitas yang baik, dalam arti, dalam arti memiliki tujuan yang relevan, jelas, mengadung
kebenaran, autentik, aktual, lengkap, sederhana, menarik, dan memberikan sugesti terhadap kebenaran itu
sendiri. Menurut Sadiman (2011, 31-33) ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar/foto yang baik
sehingga dapat dijadikan sebagai media pengajaran:
a. Autentik. Gambar tersebut secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang melihat benda sebenarnya.
b. Sederhana. Komponen gambar hendaknya cukup jelas dan menunjukkan poin-poin pokok pembelajaran.
c. Ukuran relatif. Gambar dapat memperbesar atau memperkecil obyek/benda sebenarnya.
d. Gambar/foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan.
e. Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang,
gambar/foto karya siswa sering sekali lebih baik.
f. Tidak semua gambar yang bagus adalah media yang baik. Gambar hendaknya bagus dari sudut seni dan sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Menurut Pamadhi (2008:2.9) manfaat gambar bagi anak adalah sebagai berikut: (a) alat untuk
mengutarakan (berekspresi) isi hati, pendapat maupun gagasannya, (b) media bermain fantasi, imajinasi dan
sekaligus sublimasi, (c) stimulasi bentuk ketika lupa, atau untuk menumbuhkan gagasan baru, (d) alat untuk
menjelaskan
bentuk
serta
situasi.
Media pendidikan sangat berperan dalam perencanaan dan pelaksanaan secara sistematis. Media sendiri
adalah orang, benda atau kejadian yang menciptakan suasana yang memungkinkan seseorang memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap. Salah satu media yang digunakan dalam proses pembelajaran
adalah kartu gambar. Media kartu gambar adalah media yang berupa kertas tebal yang berbentuk persegi
dengan disertai gambar baik berupa gambar orang, hewan tumbuhan dan lain sebagainya.

2.2. Kerangka Berpikir
Untuk mengatasi permasalahan yang dikemukan sebelumnya, penulis menggunakan media gambar untuk
meningkatkan proses tercapainya tujuan yang nyata dari peningkatan minat membaca yang sesuai dengan
keadaan tingkat kemampuannya. Dalam hal ini berarti bahwa anak-anak harus memperoleh peningkatan atau
prestasi di dalam belajarnya, dengan menggunakan media yang dapat merangsang minat baca anak didik
dalam membaca. Media yang dapat digunakan salah satunya adalah media kartu gambar. Media kartu gambar
adalah media yang berupa gambar yang diserta dengan kata-kata atau kalimat dibawahnya. Dengan adanya
gambar tersebut, maka anak didik akan terangsang utuk mengetahui maksud gambar tersebut dan mencoba
membaca kata-kata atau kalimat yang ada.
2.3. Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan kajian teori di atas dapat
ditarik hipotesis bahwa “ melalui media gambar dapat meningkatkan minat membaca pada anak usia dini
Hidayatul Mubtadiin Kec. Tunjung teja Kabupaten Serang.

1.

2.
3.
4.

Tindakan Operasional
Setiap tema pebelajaran yang disampaikan kepada anak disisipkan kegiatan media gambar yang berkaitan
dengan tema. Anak diajak membaca, diberikan contoh dan diberi kebebasan untuk melihat gambar serta
diberikan kebebasan untuk mengetahui maksud gambar tersebut, mencoba membaca kata-kata atau kalimat
yang ada
Guru harus cukup memberikan contoh ide-ide gambar kreatif sehingga anak tidak merasa bosan.
Guru harus bisa mengindari pembatasan terhadap gambar anak yang timbul dari ide kreatifnya.
Setiap gambar dijelaskan kepada anak dengan kreatif guru atau menirukan berbagai hal dari kreatifitas guru
terhadap anak sehingga gambar dan bacaan yang ada di bawahnya mudah untuk dibaca.

BAB III
OBYEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Obyek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di PAUD Hidayatul Mubtadiin Ds. Bojong Pandan, Kec. Tunjung teja
Kabupaten Serang Propoinsi Banten. Pada tahun ajaran 2012/2013. Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah
anak didik kelas O Besar dengan jumlah siswa 20 anak yang terdiri dari 12 anak laki-laki dan 8 anak
perempuan.
3.1.1. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Juni 2013 Tahun Ajaran 2012/2013
Penelitian dilakukan karena minat baca pada anak usia dini Hidayatul Mubtadiin Kec. Tunjung teja Kab. Serang
3.1.2 Tempat Penelitian
a. Lokasi penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti adalah di PAUD Hidayatul Mubtadiin Ds. Bojong Pandan,
Kec. Tunjung teja Kabupaten Serang Propoinsi Banten.
b. Penelitian dilakukan pada PAUD Hidayatul Mubtadiin, karena peneliti merupakan guru dari PAUD tersebut.
3.2. Metode dan Desain Interventasi Tindakan (Rancangan Siklus Penelitian)
1. Metode Intervensi Tindakan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas
berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada
sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subyek penelitian di kelas tersebut.
Penelitian tindakan adalah merupakan salah satu penelitian teknikal tindakan yang mana bertujuan
untuk meningkatkan efektifitas atau system dalam pengelolaan atau tindakan (Zuber dan Skerit, 2000:31)
Menurut Dr. Sulipan, M.Pd, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan Karya Tulis Ilmiah
Online (http://www.ktiguru.org) berjudul ”Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)”, pertama kali
penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh
Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan
menjadi salah satu model penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti
melakukan pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia.
Salah satu contoh pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani bimbingan
dan konseling, dan mengelola sekolah. Dengan demikian para guru atau kepala sekolah dapat melakukan
kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain seperti para peneliti konvensional pada umumnya.
Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu tidak lain adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki
kondisi, mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang
terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang
bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi
antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahana
masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil
jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam
kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut;
1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik
perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.

2. Kegiatan penelitian, baik inferensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau
menghambat kegiatan utama.
3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak
memboroskan waktu, dana dan tenaga.
4. Metodologi yang digunalkan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan
tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan
pembuktiannya.
5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going), mengingat
bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi
tantangan sepanjang waktu (Arikunto, Suharsimi, 2002:82).
Menurut Sukidin, dkk (2002:54), ada 4 (empat) macam bentuk penelitian tindakan kelas, yaitu : (1)
penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaborasi, (3) penelitian tindakan simultan
terintegratif dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Keempat bentuk penelitian tindakan itu ada
persamaan dan perbedaannya.
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian tindakan guru sebagai peneliti, dimana guru terlibat
langsung secara penuh dalam proses pelaksanaan penelitian, mulai dari tahap menyusun perencanaan,
melakukan tindakan, melakukan observasi dan tahap refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini,
kalaupun ada, peranannya sangat kecil dan tidak dominan. Penelitian ini mengacu pada perbaikan
pembelajaran yang berkesinambungan.
Ada banyak model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi secara garis besar suatu
penelitian tindakan lazimnya memiliki 4 (empat) tahapan yang harus dilalui, yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.
Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral.
Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan tahap refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika dirasa sudah cukup memenuhi
kebutuhan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi,
2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus
meliputiplanning (rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk
pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan (Action Research). Yaitu
suatu penelitian yang menempuh langkah-langkah yang dilakukan secara siklus. Peneliti menetapkan 2 siklus
dalam melakukan penelitian tindakan kelas, mengingat kemampuan anak dan waktu sangat terbatas maka
peneliti menetapkan waktu yang dibutuhkan setiap siklus selama 6 hari belajar efektif (6 x pertemuan). Untuk
siklus pertama dilakukan setiap hari berturut-turut selama 6 hari dalam waktu 1 jam kegiatan 60 menit.
Tahapan-tahapan dalam siklus adalah sebagai berikut: (a) perncanaan (planning), (b)
tindakan (acting), (c) Pengamatan (observing), (d) refleksi (reflecting)
2.

Desain Interventasi Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research) dengan model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Muharjito, 2005:20), yaitu model
siklus secara berulang dan berkelanjutan (spiral) yang berarti semakin lama diharapkan semakin meningkat
perubahannya dan pencapaian hasilnya. Penelitian ini berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan proses
pembelajaran sesungguhnya. Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai guru yang melakukan pengajaran
dengan menerapkan metode pendekatan kontekstual. Setiap tahapan tersebut berfungsi saling menguraikan
karena pada masing-masing tahapan meliputi proses penyempurnaan yang harus dilaksanakan secara terus
menerus sehingga mendapat hasil yang diinginkan.
3.3. Peranan dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
1. Peran Peneliti
Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti sebagai pemimpin perencanaan.
2. Posisi Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti berada pada posisi sebagai guru yang memberikan tindakan
sekaligus kemudian memberikan tindakan kepada subjek penelitian, selama proses penelitian peneliti dan
kolabolator melakukan pengamatan langsung, yang hasilnya di evaluasi secara kolaboratif, hasil dari
pengamatan dan refleksi dan tindakan yang telah dilakukan dapat digunakan untuk menganalisi data sehingga
menjadi bahan acuan untuk memperbaiki perncanaan pada siklus berikutnya.
3.4. Tahapan Intervensi Tindakan
Siklus I
a. Tahap Perncanaan Tindakan (planning)
Pada tahap ini peneliti membuat program rencana kegiatan sebagai berikut: 1) menetapkan anak
yang akan dijadikan subjek penelitian; 2) menyusun instrument untuk panduan observer/kolaborator yang akan
dijadikan alat test disetiap akhir pertemuan disetiap siklus; 3) menyusun lembar program harian atau satuan
kegiatan harian; 4) membuat lembar observasi yang digunakan untuk mencantum hasil pengamatan; 5)
menentukan dan menetapkan waktu pelaksanaan; 6) membuat jadwal pelaksanaan kegiatan yang akan
dilaksanakan; 7) menyusun absen anak untuk masing-masing siklus; 8) menjelaskan kepada orang tua/wali
murid PAUD Hidayatul Mubtadiin mengenai penelitian yang akan dilaksanakan.
b. Tahap Tindakan (action)
Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam setiap siklus terdiri dari 6 pertemuan, masing-masing
pertemuan dilakukan dalam waktu selama 90 menit, yaitu 15 menit untuk pembukaan (apersepsi) 60 menit
kegiatan inti dan 15 menit untuk evaluasi dan penutup.
Kegiatan yang disesuaikan dalam waktu belajar yang dijadwalkan di PAUD Hidayatul Mubtadiin
tersebut setelah melaksanakan 1 siklus sebanyak 6 pertemuan, peneliti dan kolaborator melakukan refleksi

c.
a.
b.
c.
4.

1.
a.
b.
c.
d.
e.
2.

3.
4.

secara keseluruhan dari siklus. Selanjutnya akan diadakan siklus II berdasarkan refleksi yang telah dilakukan
lebih lanjut yang akan dilakukan pada setiap siklusnya.
Tahap Pengamatan
Tahap pengamatan atau observasi dalam setiap siklus pelaksanaannya adalah bersamaan
dengan tindakan yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
Guru melakukan observasi atau pengamatan terhadap dirinya sendiri dengan cara mencatat pada format
observasi yang sudah disiapkan sebelumnya tentang tindakan-tindakan yang sudah ataupun yang belum
dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.
Melakukan observasi atas aktivitas belajar anak dalam kelompok maupun dalam kelas dan interaksi belajar di
antara mereka maupun dengan guru dengan cara mencatat pada lembar observasi yang telah disiapkan.
Mengamati keterampilan berbicara dan membaca selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui
penerapan melalui media gambar.
Tahap Refleksi
Pada tahap ini guru melakukan penafsiran, pemaknaan, dan evaluasi atas segala tindakan yang telah
dilakukan dan hasil-hasilnya maupun atas tindakan yang belum dilaksanakan berikut hambatan-hambatannya
sambil memikirkan kembali upaya perbaikan yang akan dilakukan pada tahap siklus penelitian berikutnya. Dan
jika sekiranya dari tahap refleksi ini sudah bisa disimpulkan bahwa tindakan perbaikan yang dilaksanakan
sudah cukup memenuhi tujuan pembelajaran yang ditetapkan, maka siklus penelitian berikutnya bisa
dihentikan dan tidak perlu dilaksanakan. Sebaliknya, jika tujuan pembelajaran belum tercapai dan masih dirasa
perlu untuk melakukan revisi atau langkah-langkah perbaikan tindakan lebih lanjut, maka penelitian berlanjut
ke siklus berikutnya.
Siklus II
Tahap Perencanaan, meliputi kegiatan:
Menyusun rencana pembelajaran sebagai perbaikan dari rencana pembelajaran pada siklus terdahulu.
Menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Menyusun media pembelajaran yang sesuai.
Menyusun instrumen penelitian.
Menyusun alat evaluasi.
Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tahap ini adalah pelaksanaan dari skenario atau rencana pelaksanaan pembelajaran dengan tindakan-tindakan
perbaikan yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini secara garis besar sama dengan tahap pelaksanaan tindakan pada siklus I.
Tahap Pengamatan
Langkah-langkah kegiatan pada tahap ini juga boleh dikata sama dengan yang dilakukan pada siklus I.
Tahap Refleksi
Pada tahap ini guru melakukan refleksi atas tindakan-tindakan yang telah dilakukan pada siklus II berikut hasilhasil yang telah dicapainya. Selain itu guru juga memikirkan kekurangan-kekurangan serta hambatanhambatan yang masih dihadapi pada siklus II dan selanjutnya mencarikan alternatif tindakan perbaikannya
untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Siklus III (bila diperlukan).

3.5. Hasil Interventasi Tindakan yang Diharapkan
Hasil intervensi tindakan yang diharapkan dalam penelitian tindak kelas ini adalah untuk
mengembangkan minat membaca melalui media gambar dapat dinyatakan berkembang apabila anak bis
mencoba membaca dan mengerti huruf-hurup yang ada pada media gambar yang di sajikan oleh guru.
Untuk melakukan keberhasilan tersebut , peneliti bersama kolabolator menggunakan prosentase.
Kemampuan minat membaca melalui media gambar dinyatakan mengalami peningkatan apabila anak
mengalami tingkat penguasaan membaca minimal 60%.
Selanjutnya, untuk memberikan pedoman dalam pemaknaan atau penafsiran hasil penelitian, perlu
kiranya ditetapkan kriteria kualifikasi penilaian yang berhubungan dengan aktivitas belajar maupun prestasi
belajar siswa dalam bentuk tabel berikut.
3.6. Data dan Sumber Data
1. Jenis Data : Kualitatif dan Kuantitatif
a. Data Kualitatif
Data ini diperoleh dari hasil pengamatan (observasi), wawancara dan dokumentasi berupa foto Anak yang
diteliti pada saat melakukan kegiatan membaca serta mengunakan media gambar
b. Data Kuantitatif
Berupa hasil test kemampuan anak kelas O Besar dalam kegiatan mengembangkan minat membaca melalui
media gambar pada siklus I dan siklus II
3.7. Instrumen Pengumpulan Data
1. Kalibrasi Instrumen
Instrumen yang akan digunakan dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yang merupakan validitas yang
diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment.
Oleh karena itu isi dari sebuah tes tidak saja menunjukan bahwa tes tersebut harus komprehensif
isinya akan tetapi harus isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.
Dalam mengkaji validitas tes ini peneliti menggunakan tipe validitas logic, dimana suatu tes agar
memperoleh validitas logic yang tinggi harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya
item yang relevan dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap
oleh tes haruslah dibatasi lebih dahulu kawasan perilaku secara seksama dan konkret.
2. Kisi-kisi instrument
Berdasarkan uji validitas diperoleh instrument final sebanyak 16 butir yang akan digunakan pada tes awal (pre
test) dan tes akhir (post test) dengan sekor minimal 80.

3.8. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah free test dan post test. Free test diperoleh dari
hasil kegiatan awal yang dilakukan oleh anak sebelum diberikan perlakuan pada setiap siklus. Setiap butir
indicator yang diamati disusun berdasarkan aspek kemampuan perkembangan motorik kasar anak melalui
kegiatan senam dengan memberikan tanda check list pada kolom yang telah disediakan. Post test di peroleh
dari hasil tanya jawab setelah melalui kegiatan pengamatan/observasi dan reflcksi yang dilakukan oleh peneliti
atau kolaborator dan hasil lembar kegiatan anak. Pengumpulan data juga diperoleh dari hasil penelitian lembar
pengamatan anak setiap kali pertemuan, dokumentasi kegiatan pengembangan kemampuan motorik kasar
pada gerakan-gerakan senam.
3.9. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan
Studi yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dengan menggunakan teknik
triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar data tersebut. Triangulasi terdiri dari peneliti, kolaborator I dan kloaborator II dengan membandingkan
laporan hasil data berupa lembar observasi.
Data proses yang berupa observasi akan dikelompokan sesuai dengan komponen yang ada
kemudian dibandingkan antara hasil observasi peneliti, hasil guru kelas dan hasil teman sejawat. Hasil
perbandingan tersebut menjadi acuan sebagai pengamatan akhir untuk menentykan tindakan perbaikan yang
dilakukan untuk memeriksa keabsahan data, peneliti memeriksa kembali dengan melihat dokumen sehingga
dapat diketahui apakah tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.

3.10. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Anailis
1. Analisis Data
Setelah data terkumpul selanjutnya peneliti akan melakukan analisis data yang terdiri dari : a) analisis
evaluative berdasarkan pelaksanaan tindakan pada setiap siklus untuk menganalisis data kualitatif, b) analisis
data yang digunakan adalah dengan analisis prosentase untuk menganalisis data kuantitatif.
2. Interpretasi Hasil Analisis
Setelah tindakan selesai dilaksanakan, maka hasil pengamatan yang berupa lembar observasi dilanjutkan pada
tahap menghitung prosentase sekor perolehan peringkat motorik kasar pada anak usia 4-5 tahun melalui
kegiatan senam. Peneliti bersama kolaborator sepakat untuk menetapkan bahwa penelitian ini dikatakan
berhasil apabila tingkat penguasaan yang dimiliki anak dalam pengembangan motorik kasar anak mencapai
60% pada setiap siklus. Dengan demikian prosentase skor yang diperoleh masing-masing anak minimal 60%
pada setiap akhir siklus. Maka apabila kemampuan peningkatan motorik kasar anak tidak mencapai target
atau kurang dari 60% maka penelitian dianggap tidak berhasil.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Kondisi
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh data bahwa anak-anak usia dini PAUD Hidayatul
Mubtadiin Kecamatan Tunjung teja Kabupaten Serang memiliki minat membaca yang rendah. Dari 20 anak 9
atau 45% memperoleh nilai baik, 6 atau 30% anak mendapat nilai cukup dan 5 atau 25% memperoleh nilai
kurang.
1. Perencanaa
Perencanaan yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain adalah guru merumuskan tujuan pembelajaran
dengan mengunakan kartu gambar. Membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang digunakan sebagai skenario
atau jalan cerita pada saat proses bermain dan belajar. Selain itu guru juga menyiapkan kartu gambar yang
semenarik mungkin. Jumlah kartu gambar disesuaikan dengan jumlah murid.
2. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan dimulai dengan guru mengucapakan salam. Mengabsensi untuk mengetahui kondisi
anak. Sebelum pelajaran dimulai, guru mengecek kesiapan anak seperti, kerapian dalam berpakaian. Guru juga
menjelaskan tujuan utama pembelajaran dengan menggunakan kartu gambar dan memberikan motivasi
kepada anak. Proses bermain dan belajar dimulai dengan guru menjelaskan materi dengan menggunakan
dengan menggunakan kartu gambar. Kartu gambar adalah kartu yang ada gambarnya berupa binatang yang
dibawahnya terdapat tulisan sesuai dengan nama gambar tersebut. Guru memperlihatkan gambar-gambar
tersebut di depan kekas. Kemudian menyuruh anak-anak menebak gambar dan memperhatikan huruf demi
huruf yang ada dibawah gambar dan membacanya secara serempak. Gambar-gambar tersebut bertujuan untuk
menarik minat anak dalam membaca. Agar anak-anak lebih konsentrasi, guru menyuruh anak untuk
mencocokkan gambar dengan tulisan pada kertas yang telah dibagikan. Kemudian menyuruh anak untuk
mencari gambar atau tulisan sesuai dengan perintah guru.
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan melibatkan teman sejawat dengan menggunakan lembar observasi.
Pengamatan terhadap kemampuan anak antara lain: kemampuan anak dalam mengingat materi yang telah di
pelajari, kemampuan anak mengembangkan ide, kemampuan mengenali gambar, kesiapan anak dalam
mengikuti pelajaran, kekondusifan suasana dalam proses bermain dan belajar, keaktifan anak dalam menebak
kartu
gambar.
Kesiapan anak dalam belajar masih kurang, ada beberapa anak yang masih terlambat. Kondisi kelas sudah
kondusif, sesuai dengan ukuran pada umumnya. Pada saat proses bermain dan belajar, kemampuan anak
dalam mengingat materi yang lalu cukup baik. Anak-anak mampu mengenali gambar dengan baik. Pada
pertemuan siklus I ini, sebagian anak masih ada yang belum paham dengan metode yang dipakai. Masih ada
anak yang kurang tertarik dan berminat dalam membaca dengan gambar. Sebagian ada yang masih belum
jelas dengan materi yang dijelaskan oleh guru.
4. Refleksi

Refleksi merupakan langkah untuk menganalisa hasil kerja anak dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan
hasil penelitian siklus I menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar anak didik dari pra siklus. Namun hasil
tersebut belum sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti. Perbaikan yang dilakukan antara lain:
memperbaiki kualitas gambar yang dipakai agar anak lebih tertarik, kondisi ruang kelas ditata serapi mungkin
dan menempelkan gambar-gambar yang menarik, dan dalam menyampaian materi guru menggunakan bahasa
sesederhana
mungkin
agar
anak-anak
lebih
mudah
memahami.

BAB V
PENUTUP

1.
2.
3.
4.

5.1 Simpulan
Dengan menggunakan media gambar dalam kegiatan pembelajaran anak menjadi semakin bersemangat.
Dengan menggunakan media gambar anak lebih mudah mengingat huruf-huruf dan memudahkan anak untuk
belajar membaca.
Dengan menggunakan gambar-gambar yang bermacam-macam dan menarik anak semakin tertarik untuk
belajar membaca.
Minat baca anak semakin meningkat dengan penggunaan media gambar pada kegiatan pembelajaran.

5.2 Saran
1. Bagi Guru, Guru diharapkan selalu meningkatkan kemampuannya dalam mengajar mampu membuat media
pengajaran yang sesederhana mungkin untuk meningkatkan minat belajar khususnya minat membaca anak.
2. Bagi Anak, Tidak hanya di sekolah, anak-anak diharapkan untuk belajar membaca dimulai dengan membaca
tulisan-tulisan yang ada di lingkungan sekitar kita.
3. Bagi Sekolah, Pembelajaran dengan media gambar ini bisa dijadikan menjadi salah satu pilihan untuk
meningkatkan minat membaca pada anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Adi susilo, Taufik.2011.calistung.Jogjakarta.Hak Cipta
Asrori, Mohammad. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Wacana Prima.
Depdiknas. 2007. Bidang Pengembangan Berbahasa Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Persiapan Membaca dan Menulis Melalui Permainan. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas.
Haryadi. 2007. Retorika Membaca Model, Metode dan Teknik. Semarang: Rumah Indonesia.
Suyanto, Slamet. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Usman, M. Uzer. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
www1.bpkpenabur.or.id/jurnal/04/017-035.pd