Studi Deskriptif Mengenai Kecerdasan Emosional Pada SPG Bagian Fashion Departement Store "X" Cabang "Y" Bandung.

(1)

iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif Mengenai Kecerdasan Emosional Pada SPG Bagian Fashion Departement Store “X” cabang “Y” Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosional SPG bagian Fashion di departement store “X” cabang ”Y” Bandung beserta kaitannya dengan faktor-faktor yang berpengaruh. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran kecerdasan emosional pada SPG bagian Fashion di departement store “X” cabang ”Y” Bandung.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah SPG bagian Fashion di departement

store “X” cabang ”Y” Bandung dengan masa kerja minimal satu tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang SPG.

Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh taraf kecerdasan emosional adalah kuesioner kecerdasan emosional yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Daniel Goleman (1995). Validitas dari alat ukur ini berkisar antara 0,3 – 0,61 sedang reliabilitasnya 0,63 yang berdasarkan kriteria dari Alpha Cronbach.

Data dari hasil penelitian yang diperoleh memperlihatkan bahwa sebanyak 90% responden memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan 10% responden memiliki kecerdasan yang rendah. Seorang SPG bagian fashion yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi cenderung memiliki kemampuan yang juga tinggi pada kelima aspek kecerdasan emosional, begitupula sebaliknya.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran kepada para SPG bagian fashion dengan kemampuan kecerdasan emosional yang tinggi agar dapat mempertahankan kemampuannya dalam mengenali, mengelola emosi diri, memotivasi diri, berempati serta membina hubungan dengan oranglain, para SPG bagian fashion dengan kemampuan kecerdasan emosional yang rendah untuk lebih dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengenali, mengelola emosi diri, memotivasi diri, berempati serta membina hubungan dengan oranglain, pada pihak

management departement store ”X” agar memberikan training untuk dapat meningkatkan kecerdasan emosional para SPG bagian fashion dengan kemampuan kecerdasan emosional yang rendah. Peneliti pun mengajukan saran agar dilakukan penelitian serupa secara lebih mendalam untuk mengukur kecerdasan emosional pada SPG bagian fashion, khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi taraf kecerdasan emosional mereka.


(2)

Universitas Kristen Maranatha vii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

ABSTRAK... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 9

1.3.1 Maksud penelitian 1.3.2 Tujuan penelitian 1.4 Kegunaan Penelitian... 9

1.4.1 Kegunaan Ilmiah... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis... 10

1.5 Kerangka Pikir... 10


(3)

Universitas Kristen Maranatha viii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecerdasan Emosional... 23

2.1.1 Teori sejarah kecerdasan emosional...… 23

2.1.2 Definisi Kecerdasan emosional... 25

2.1.3 Definisi kecerdasan emosional menurut beberapa tokoh……….….. 26

2.1.4 Aspek-aspek kecerdasan emosional dan penggolongan emosi………….. 27

2.1.5 Faktor-faktor dalam kecerdasan emosional ………... 29

2.2 Masa dewasa awal………33

2.2.1 Usia dewasa awal………33

2.2.2 Karakteristik Masa dewasa awal……….33

2.2.3 Tugas-Tugas Perkembangan Pada Usia Dewasa Awal...34

2.2.4 Ciri-Ciri masa dewasa awal...34

2.3 Definisi dan Perkembangan pasar modern……….. 35

2.4 Departement store………36

2.5 Fashion……….36

2.6 Sales Promotion Girl (SPG)……….36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian...37

3.2 Bagan Rancangan Penelitian... 37


(4)

Universitas Kristen Maranatha ix

3.3.1 Variabel Penelitian... 37

3.3.2 Definisi Konseptual………...………....38

3.3.3 Definisi Operasional...38

3.4 Alat Ukur……….………. 40

3.4.1 Kuesioner...………...………. 40

3.4.2 Data Pribadi ...………...….…… 44

3.5 Validitas dan Realibilitas Alat Ukur... 44

3.5.1 Validitas... 44

3.5.2 Realibilitas... 46

3.6 Populasi Sasaran...…………..………. 48

3.6.1 Karakteristik Populasi………....…... 48

3.6.2 Teknik Penarikan Sampel… ………... 49

3.7 Teknik Analisis Data………...……. 49

BAB IV 4.1 Gambaran umum Subyek Penelitian... 50

4.1.1. Gambaran Usia... 50

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan... 51

4.2.1. Derajat Kecerdasan Emosional... 51

4.2.2 Derajat aspek kecerdasan Emosional... 51

4.2.3. Tabulasi silang antara derajat kecerdasan emosional dengan aspek-aspek kecerdasan emosional... 53


(5)

Universitas Kristen Maranatha x

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian……….……….. 57

BAB V 5.1 Kesimpulan... 63

5.2 Saran... 64

DAFTAR PUSTAKA………. 65

DAFTAR RUJUKAN……….… 66 LAMPIRAN


(6)

Universitas Kristen Maranatha xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Gambar 3.2 Bagan Rancangan Penelitian


(7)

Universitas Kristen Maranatha xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kuseioner Kecerdasan Emosional... 40

Tabel 3.2 Skor Kuesioner Kecerdasan Emosional...43

Tabel 4.1 Gambaran Usia... 50

Tabel 4.2 Tabel presentase Kecerdasan emosional responden ... 51

Tabel 4.3 Tabel Persentase Derajat Aspek mengenali emosi diri...51

Tabel 4.4 Tabel Persentase Derajat Aspek mengolah emosi diri...52

Tabel 4.5 Tabel Persentase Derajat Aspek memotivasi diri...52

Tabel 4.6 Tabel Persentase Derajat Aspek mengenali emosi sesama ......52

Tabel 4.7 Tabel Persentase Derajat Aspek Membina Hubungan dengan sesama…...53

Tabel 4.8Tabel Tabulasi Silang Antara Derajat Kecerdasan Emosional dengan Aspek mengenali emosi diri...53

Tabel 4.9 Tabel Tabulasi Silang Antara Derajat Kecerdasan Emosional dengan Aspek mengolah emosi diri………....54

Tabel 4.10 Tabel Tabulasi Silang Antara Derajat Kecerdasan Emosional dengan Aspek memotivasi diri……….55

Tabel 4.11 Tabel Tabulasi Silang Antara Derajat Kecerdasan Emosional dengan Aspek Mengenali Emosi Sesama...56

Tabel 4.12 Tabel Tabulasi Silang Antara Derajat Kecerdasan Emosional dengan Aspek Membangun Hubungan dengan sesama………...57


(8)

Universitas Kristen Maranatha xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kisi-kisi Alat Ukur

Lampiran 2: Kuesioner Kecerdasan Emosional Lampiran 3: Kuesioner Data Penunjang

Lampiran 4: Karakteristik Responden Lampiran 5: Skor Hasil dan Data Mentah Lampiran 6:Validitas dan Realibilitas

Lampiran 7: Presentase dan Golongan Aspek Kecerdasan Emosional dan Total EQ Lampiran 8 : Crosstabulations Aspek Kecerdasan Emosional dengan data penunjang Lampiran 9: Crosstabulations Kecerdasan Emosional dengan Aspek kecerdasan

Emosional

Lampiran 10 : Latar Belakang Departement Store “X” Lampiran 11 : Struktur organisasi Departement Store “X”


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki budaya konsumerisme yang sangat tinggi. Berdasarkan penelitian, perilaku konsumen rumah tangga di Indonesia menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang paling sering berbelanja. Kunjungan rumah tangga ke berbagai pasar di Indonesia rata-rata mencapai 22 kunjungan per bulan. (www.suarakarya-online.com) Selain itu pertumbuhan penjualan barang konsumen di Indonesia pun berada pada tingkat yang tertinggi dibandingkan dengan negara lain yang ada di kawasan Asia Tenggara. Menurut data AC Nielsen, tingkat pertumbuhan penjualan barang konsumen di Indonesia pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2006 mencapai 24%. Sedangkan pertumbuhannya pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005 hanya mencapai 7%. Sementara Malaysia pertumbuhan penjualan barang konsumen pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2006 mencapai 13%, disusul Filipina 11%, Vietnam 3%, Singapura 3%, dan Thailand 8%. (www.perbendaharaan.go.id)

Jika dahulu masyarakat Indonesia lebih banyak mengunjungi pasar tradisional untuk membeli kebutuhan mereka, lain halnya dengan sekarang. Saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memilih pasar modern sebagai tempat untuk membeli kebutuhan mereka. Definisi dari pasar modern sendiri sebenarnya tidak jauh


(10)

2 Universitas Kristen Maranatha berbeda dengan pasar tradisional, yaitu sebuah tempat yang merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli secara langsung. Akan tetapi ada beberapa hal yang membedakan antara pasar tradisional dengan pasar modern yaitu tempatnya yang lebih bersih dan rapi. Beberapa contoh dari pasar modern tersebut adalah minimarket, supermarket, departement store, dan hipermarket. (www. Kompas-cetak.com).

Selain tempatnya yang lebih bersih dan rapi, pasar modern saat ini juga tidak hanya menyediakan kebutuhan pangan, tetapi mereka juga menyediakan berbagai macam produk lainnya seperti salah satunya adalah produk fashion. Produk fashion adalah produk yang berhubungan dengan pakaian sepatu, jam tangan, dan berbagai macam aksesoris lainnya. Fashion juga merupakan kebutuhan primer banyak orang. Selain kebutuhan primer, perkembangan fashion yang semakin maju dewasa ini membuat produk ini semakin digemari masyarakat. (www.fashionist.com).

Hal-hal itulah yang membuat pasar modern menjadi berkembang sangat pesat di Indonesia saat ini. Departemen Perdagangan RI mencatat pada tahun 2000 saja jumlah pasar modern di Indonesia yang terdata mencapai 1.743 gerai, dan tersebar di 26 propinsi. Kini jumlah itu diperkirakan tumbuh 10-20 persen dan menjadi sekitar 2.000 gerai. (www.koran-jakarta.com) Sedangkan survei AC Nielsen menunjukkan pada tahun 2007 pertumbuhan pasar tradisional berada pada minus 8,1% sedangkan pertumbuhan pasar modern mencapai 31,4%. (www.formasi-indonesia.or.id)


(11)

3 Universitas Kristen Maranatha Dengan pertumbuhan pasar-pasar modern tersebut yang begitu pesat, membuat setiap pasar-pasar modern yang ada berlomba-lomba untuk meningkatkan sistem pelayanannya misalnya saja dengan memberikan potongan harga sebesar mungkin, mengadakan berbagai promosi, dan menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat membuat konsumen merasa puas. Upaya ini dilakukan semata-mata untuk menarik dan memperluas konsumen serta agar tidak kehilangan pelanggannya.

Departement store ”X” adalah salah satu pasar modern yang juga ikut berlomba untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Agar dapat menarik perhatian konsumennya Depertement Store ”X” saat ini sedang melakukan inovasi pelayanan dengan semboyan ”Pasti Puas”. Setiap karyawan yang bekerja di departement store ”X” ini harus melaksanakan pelayanan atau kegiatan operasional guna mendukung semboyan ”Pasti Puas”, yaitu Lengkap, Cepat, Ramah, dan Nyaman. Kriteria Lengkap berarti produk yang tersedia di area promosi harus senantiasa tampak penuh, Cepat berarti para karyawan yang sedang bertugas dilarang mengobrol di area kerjanya sehingga dapat melayani dengan cepat. Sedangkan Ramah berarti para karyawan diwajibkan memberikan senyuman, sapaan, salam, dan antusias dalam membantu konsumen, Nyaman berarti para karyawan diharuskan berseragam resmi, dan menjaga selling area tetap bersih.

Inovasi pelayanan ini berlaku bagi seluruh karyawan departement ”X” begitu juga bagi SPG (Sales Promotion Girl) bagian fashion. SPG bagian fashion harus selalu memeriksa apakah produk yang mereka tawarkan (pakaian, sepatu, atau


(12)

4 Universitas Kristen Maranatha aksesoris) senantiasa tampak penuh. Para SPG bagian fashion ini dilarang mengobrol pada jam kerja, mereka harus selalu siap sedia melayani konsumen, ketika ada konsumen yang membutuhkan bantuan seperti mencari produk fashion yang dibutuhkan mereka harus dapat melayani dengan cepat. Bahkan ketika tidak ada konsumen yang meminta bantuan, mereka harus tetap berdiri tegak dan memberikan senyuman. Para SPG fashion ini diwajibkan untuk selalu bersikap ramah kepada konsumen, ketika ada konsumen mereka harus memberikan senyuman, sapaan, salam, dan ketika membantu konsumen pun mereka harus terlihat antusias. Mereka juga harus membuat tempat penjualan terasa nyaman bagi konsumen, salah satunya dengan selalu memakai seragam saat jam kerja dan menjaga tempat penjualan mereka tetap bersih. Untuk dapat memberikan pelayanan terbaik dengan semboyan pasti puas tentunya para SPG bagian fashion departement store ”X” cabang ”Y” ini harus dapat bekerja secara profesional.

Bekerja profesional menurut Goleman (1995) artinya dapat memisahkan antara kehidupan pekerjaan dan kehidupan pribadi sehingga pikiran dan pekerjaannya dapat selaras dan secara proposional dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaan. Untuk bekerja secara profesional dibutuhkan kemampuan yang baik dalam mengendalikan diri dan emosi . Kemampuan ini dikenal sebagai kecerdasan emosional. Daniel Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan


(13)

5 Universitas Kristen Maranatha berharap. Kecerdasan emosional terbagi menjadi lima aspek yaitu : Mengenali emosi diri, Mengelola emosi, Memotivasi diri, Mengenali emosi orang lain, Membina hubungan dengan orang lain. (Goleman, 1995).

Kelima aspek di atas tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait antara yang satu dengan yang lain. (Goleman, 1995). Mengenali emosi diri penting untuk dapat mengolah emosi dirinya dan untuk dapat memahami sesama/ empati, sedangkan kemampuan mengenali emosi diri dan mengolah emosi diri penting untuk dapat memotivasi diri. Dengan dimilikinya kemampuan mengenali emosi diri, mengolah emosi, memotivasi diri serta memahami sesama/ empati dapat menjadikan seorang SPG terampil dalam membina hubungan dengan konsumennya. Kelima aspek inilah yang membentuk kecerdasan emosional para Sales Promotion Girl (SPG) bagian fashion.

Seorang SPG bagian fashion yang memiliki kemampuan kecerdasan emosional yang baik akan dapat mengenali emosi mereka, baik ketika mereka sedang bahagia, sedih, maupun marah. Ketika mereka dapat mengenali emosinya, maka mereka harus dapat mengelolanya. Mereka tidak boleh terus menerus terpaku terhadap suatu emosi dalam jangka waktu yang lama karena hal itu dapat mengganggu kinerja mereka yang sehari-harinya berhadapan dengan konsumen. Mereka juga harus dapat memotivasi diri agar dapat tetap memberikan pelayanan yang terbaik dan tidak terpengaruh oleh emosi mereka. Misalnya saja ketika seorang SPG bagian fashion ini dihadapkan oleh persoalan pribadi yang membuat mereka merasa sedih atau marah mereka harus dapat mengelola emosi tersebut agar tidak


(14)

6 Universitas Kristen Maranatha terbawa pada saat jam kerja, mereka juga harus dapat tetap memberikan semangat bagi dirinya sendiri agar tetap dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Apabila ketiga aspek kecerdasan emosional tersebut dapat dipenuhi oleh seorang SPG bagian fashion, maka ia akan dapat memahami emosi dan kebutuhan konsumen ketika sedang berbicara dengannya. Jika seorang SPG bagian fashion dapat memahami konsumennya, seorang SPG bagian fashion tersebut dapat membangun sebuah hubungan yang baik dengan konsumennya.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 orang SPG bagian fashion departement store ”X” cabang ”Y” dapat dilihat bahwa saat ini 7 dari 10 orang (70%) SPG bagian fashion departement store ”X” cabang ”Y” tersebut merasa bahwa mereka sudah mampu mengenali emosi mereka, mereka mengatakan bahwa mereka dapat menyadari perasaan mereka baik ketika mereka sedang bahagia, sedih maupun sedang marah, namun 3 orang (30%) yang lainnya menyatakan bahwa mereka seringkali tidak menyadari perasaan mereka sendiri, contohnya ketika mereka sedang marah dan bersikap kurang peduli terhadap konsumen, mereka seringkali tidak menyadari bahwa dirinya bersikap demikian hingga ada orang lain yang menyadarkan dirinya.

Dari 10 orang SPG bagian fashion tersebut dapat juga diperoleh informasi bahwa 7 dari 10 (70%) merasa sulit untuk mengelola emosinya, mereka seringkali terpaku dalam suatu emosi yang sama untuk beberapa hari. Ketika mereka sedang menghadapi suatu masalah, mereka merasa sulit untuk menghilangkan rasa sedih yang mereka rasakan selama berhari-hari, dan itu terus berlanjut hingga permasalahan


(15)

7 Universitas Kristen Maranatha yang mereka hadapi sudah terselesaikan. Bahkan 7 diantara 10 orang (70%) SPG bagian fashion tersebut juga mengatakan bahwa suasana hati yang mereka rasakan ketika menghadapi masalah dalam hidupnya seringkali menghambat pekerjaan mereka. Mereka mengatakan bahwa terkadang mereka sering melamun, dan tidak melayani konsumen dengan baik ketika mereka sedang mengalami masalah pribadi, atau sedang lelah dengan pekerjaannya sehari-hari. Sedangkan 3 (30%) orang SPG bagian fashion yang lainnya merasa bahwa mereka mampu mengolah emosinya, sehingga emosi yang mereka rasakan tidak mempengaruhi kinerja mereka.

Dari wawancara yang dilakukan pada supervisor SPG bagian fashion departement store ”X” juga diperoleh informasi bahwa dari ke 7 SPG bagian fashion yang mengakui bahwa dirinya mengalami kesulitan dalam mengelola emosi, dan memotivasi diri 6 diantara nya (85,7%) pernah terlihat tidak melayani konsumen dengan baik ketika wajah konsumen terlihat kesal dengan pelayanan yang diberikan SPG bagian fashion bersangkutan, SPG bagian fashion tersebut tetap tidak menghiraukan konsumen, dan tetap menunjukan ekspresi wajah yang tidak ramah. Begitupula dari hasil wawancara terhadap ke 7 SPG bagian fashion tersebut 6 diantaranya (85,7%%) seringkali mereka merasa kesulitan membangun hubungan dengan orang lain baik dengan konsumen maupun dengan teman sekerja dikarenakan mereka merasa sulit untuk mencocokkan diri dengan orang lain. Sedangkan dari 3 orang (30%) SPG bagian fashion yang mengakui bahwa mereka tidak mengalami kesulitan di dalam mengelola emosi, dan memotivasi diri ketiganya (100%)


(16)

8 Universitas Kristen Maranatha mengatakan bahwa mereka merasa tidak mengalami kesulitan yang serius di dalam membangun hubungan dengan orang lain.

Dari data tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa tidak mudah untuk membina hubungan dengan orang lain (kemampuan antar pribadi) tanpa memiliki kemampuan intra-pribadi (mengenali emosi diri, mengelola emosi, dan memotivasi diri). Dalam hal ini peneliti ingin melihat taraf kecerdasan emosional pada SPG bagian fashion di Departement Store ”X” cabang“Y” Bandung.

1. 2. Identifikasi Masalah

Bagaimana gambaran taraf kecerdasan emosional pada SPG bagian fashion di Departement Store “X” cabang “Y” Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kecerdasan emosional pada SPG bagian fashion di Departement Store “X” cabang “Y” Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai kecerdasan emosional pada SPG bagian fashion di Departement Store “X” cabang “Y” Bandung, berserta kaitannya dengan faktor-faktor yang berpengaruh.


(17)

9 Universitas Kristen Maranatha 1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Ilmiah

- Memberi informasi tambahan pada bidang Psikologi Indutri dan Organisasi dalam kaitannya dengan kecerdasan emosional.

- Memberi informasi bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berhubungan dengan kecerdasan emosional.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi bagi departement store “X” cabang “Y” mengenai kecerdasan emosional SPG fashion yang bekerja di departement store “X” cabang “Y” tersebut, agar dapat lebih mengembangkan kecerdasan emosional karyawannya.

- Memberikan informasi bagi para SPG fashion departement store “X” cabang “Y” mengenai kecerdasan emosional yang dapat membantu mereka dalam mengembangkan kecerdasan emosionalnya.

I.5 Kerangka Pikir

Masa dewasa awal merupakan masa transisi dari remaja akhir ke masa dewasa. Menurut Santrock, fase dewasa ini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan, dan harapan-harapan sosial baru. Di dalam fase ini individu pun mulai membuat keputusan-keputusan mengenai karir, nilai-nilai


(18)

10 Universitas Kristen Maranatha keluarga, serta tentang gaya hidup. Di mana dalam fase ini mereka mulai mengeksplor lebih luas karir yang ada, lalu kemudian memfokuskan dirinya pada karir tertentu, dan akhirnya memilih suatu pekerjaan tertentu dari berbagai bidang pekerjaan. Salah satu tugas perkembangan pada masa ini adalah bekerja, dan Sales Promotion Girl (SPG) adalah salah satu jenis dari bidang pekerjaan.

Sales Promotion Girl (SPG) adalah salah satu jenis pekerjaan yang mengharuskan individu untuk memberikan service/ pelayanan dalam bidang penjualan. Seorang SPG yang baik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumennya, untuk itu seorang SPG harus dapat menguasai materi produk yang ditawarkannya. Seorang SPG juga harus memiliki jiwa yang mau melayani dengan sepenuh hati, ia harus dapat memahami kemauan konsumen, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan seorang konsumen. Pekerjaan ini juga menuntut adanya suatu attitude yang baik ketika berhadapan dengan konsumen. (tv.kompas.com)

Begitupula dengan para SPG bagian fashion di departement store “X” cabang “Y”, mereka juga harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen di departement store tersebut. Para SPG bagian fashion dapat memberikan pelayanan terbaiknya dengan melaksanakan pelayanan atau kegiatan operasional guna mendukung semboyan Pasti Puas, yaitu lengkap, cepat, ramah, dan nyaman.. Agar dapat melaksanakan keempat kriteria tersebut tentunya mereka harus bekerja secara professional.

Seorang SPG bagian fashion yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan dapat bekerja secara professional. Menurut Goleman bekerja secara professional


(19)

11 Universitas Kristen Maranatha artinya dapat memisahkan kehidupan pekerjaan dan kehidupan pribadinya sehingga pikiran dan pekerjaannya dapat selaras dan secara proposional dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaan. Dalam bekerja secara profesional dibutuhkan kemampuan yang baik dalam mengendalikan diri dan emosi. Kemampuan ini dikenal sebagai kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berharap. Kecerdasan emosional terbagi menjadi lima aspek yaitu : mengenali emosi diri, mengendalikan emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang lain. (Goleman, 1995).

Mengenali emosi diri meliputi kemampuan SPG bagian fashion departement store “X” cabang “Y” dalam mengenali gejala-gejala emosi yang dirasakannya, mengenali intensitas emosinya, jenis emosi yang dirasakan, dan bagaimana mereka mengenali ungkapan spontan dari emosinya yang dapat mempengaruhi setiap tingkah lakunya, terutama ketika sedang menjalankan semboyan “Pasti Puas” dan berhadapan dengan konsumen. Seorang SPG bagian fashion departement store “X” cabang “Y” dengan pengenalan emosi diri yang baik maka mereka akan waspada pada setiap perasaan yang dialaminya dan berusaha melepaskan diri dari perasaan tidak enak yang dialaminya. Ketika mereka dapat menyadari gejala emosi yang dirasakan, para SPG bagian fashion tersebut akan berusaha melepaskan perasaan-perasaan tidak enak yang akan mengganggu kinerjanya dalam menjalankan semboyan “Pasti Puas”,


(20)

12 Universitas Kristen Maranatha sehingga mereka dapat memeriksa kelengkapan barang, melayani para konsumen dengan cepat dan ramah, serta membuat para konsumen merasa nyaman tanpa terganggu perasaan tersebut. Pengenalan emosi diri ini penting karena merupakan hal mendasar yang melandasi terbentuknya kemampuan dalam mengendalikan emosi dirinya.

Mengendalikan/ Mengelola emosi merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk menyeimbangkan keadaan emosi yang dirasakannya dengan lingkungan. Hal ini bukan berarti menekan emosinya yang tidak menyenangkan dan juga bukan melampiaskan emosinya tanpa kendali. Ketika seorang SPG bagian fashion yang sedang menjalankan semboyan “Pasti Puas” berhadapan dengan konsumen yang sedang marah bahkan hingga bersikap tidak sopan terhadap dirinya sangatlah wajar jika SPG bagian fashion tersebut menjadi marah. Namun yang sering menjadi masalah adalah bagaimana ia bertindak dalam menanggapi perasaan marahnya itu. Di sinilah diperlukan peran dari kemampuan mengendalikan emosi. Seorang SPG bagian fashion tersebut dikatakan mampu mengendalikan emosinya apabila ia dapat menerima kenyataan yang mengecewakan, menerima kenyataan yang menyenangkan, dan mampu mengolah emosi dengan tepat sesuai dengan norma yang berlaku. Ia akan sadar bahwa saat itu ia sedang menjalankan Semboyan “Pasti Puas” yang mengharuskan dirinya untuk bersikap ramah terhadap konsumen. Dengan demikian maka SPG bagian fashion tersebut akan tetap memberikan pelayanan terbaiknya kepada konsumen dengan tetap memberikan pelayanan yang cepat, ramah, dan berusaha membuat konsumen merasa nyaman.


(21)

13 Universitas Kristen Maranatha Memotivasi diri mencakup ketekunan yang melibatkan sifat emosional-antusiasme serta kegigihan dalam menghadapi tantangan. Bagaimana tingkat emosi kita menghambat atau mempertinggi kemampuan kita untuk berpikir, merencanakan, dan berusaha untuk meyakinkan dirinya agar dapat mampu melewati pengalaman-pengalaman tak terduga yang melibatkan emosi. Kemampuan memotivasi diri yang ada dalam diri seorang SPG bagian fashion departement store “X” cabang “Y” dapat membantu mereka untuk dapat menjalankan semboyan “Pasti Puas” dengan baik. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seorang SPG bagian fashion akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya. Seorang SPG bagian fashion yang memiliki kemampuan memotivasi diri yang baik akan selalu berusaha menampilkan kinerja terbaiknya. Walaupun mereka sedang mengalami perasaan atau situasi yang tidak mengenakkan maka seorang SPG bagian fashion dengan kemampuan memotivasi diri yang baik akan berusaha memotivasi dirinya agar tetap selalu memeriksa kelengkapan barang, melayani konsumen secara cepat, ramah, dan membuat konsumen tersebut merasa nyaman.

Mengenali emosi sesama/ empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan. Kemampuan ini merupakan kemampuan yang dibangun berdasarkan pengenalan emosi diri. Semakin terampil seorang SPG bagian fashion mengenali emosi dirinya sendiri maka semakin terampil pula ia dapat mambaca perasaan orang lain (Goleman, 1995). Kemampuan ini menjadi ketrampilan dasar bagi seorang SPG bagian fashion untuk dapat menjalankan semboyan “Pasti Puas”


(22)

14 Universitas Kristen Maranatha dan membangun relasi dengan konsumen yang ada. SPG yang mampu berempati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan segala yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh konsumen. Mereka akan memeriksa kelengkapan barang agar para konsumen tidak merasa kekurangan. Dengan dapat menangkap kebutuhan seorang konsumen mereka juga akan dapat melayani konsumen dengan cepat, ramah, dan membuat konsumen merasa nyaman. Kunci untuk dapat mengenali emosi oranglain adalah mampu membaca pesan nonverbal seperti nada bicara, gerak gerik dan ekspresi wajah, dan lain sebagainya.

Kemampuan membina hubungan dengan orang lain adalah kemampuan yang sangat dibutuhkan oleh seorang SPG bagian fashion untuk dapat menjalankan semoyan “Pasti Puas”. Seorang SPG bagian fashion yang mampu membina hubungan dengan konsumen adalah SPG bagian fashion yang mampu menyesuaikan diri dengan berbagai macam konsumen yang ditemuinya, mereka juga harus dapat membuat konsumen yang ada merasa nyaman ketika sedang mendapat pelayanan dari dirinya. Agar dapat membuat para konsumennya merasa nyaman maka mereka akan selalu memeriksa kelengkapan barang, berusaha melayani konsumen dengan cepat, serta ramah. Kemampuan ini juga dapat berguna ketika seorang SPG bagian fashion berteman dan bekerjasama dengan rekan SPG bagian fashion lainnya.

Kemampuan dalam mengenali emosi diri, mengendalikan emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang lain menunjukan kecerdasan emosional yang bervariatif antara seseorang dengan oranglain yang dapat dikategorikan dalam taraf tinggi dan rendah. Seseorang yang memiliki kecerdasan


(23)

15 Universitas Kristen Maranatha emosional yang tinggi, secara sosial mudah bergaul, dan tidak mudah takut atau gelisah dalam menghadapi persoalan. Mereka berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, dapat memikul tanggungjawab, dan mempunyai pandangan moral, juga simpatik dan hangat dalam membina hubungan. Kehidupan emosional mereka kaya tapi wajar karena mereka merasa nyaman dengan dirinya sendiri, dengan oranglain, dan dengan dunia pergaulannya. Sedangkan seseorang dengan kecerdasan emosional yang rendah, mereka kurang mantap secara sosial dalam bergaul, mudah takut dan gelisah jika menghadapi persoalan. Mereka kurang mampu bertanggungjawab, kurang simpatik serta kurang hangat dalam membina hubungan. Mereka akan merasa kurang nyaman dengan dirinya sendiri, oranglain, serta dunia pergaulannya (Goleman, 1995). Kelima aspek dalam kecerdasan emosional yang ada pada diri seorang SPG bagian fashion dapat bervariasi. Kelima aspek tersebutlah yang membentuk kecerdasan emosional mereka. Seorang karyawan SPG bagian fashion dengan kemampuan kecerdasan emosional yang tinggi akan dapat mengenali emosi mereka, baik ketika mereka sedang bahagia, sedih, maupun marah. Ketika mereka dapat mengenali emosi mereka, mereka dapat mengelola emosi tersebut. Mereka harus mengelola emosi mereka agar tidak mengganggu kinerja mereka yang sehari-harinya berhadapan dengan konsumen. Mereka juga harus dapat memotivasi diri mereka supaya mereka tetap memberikan pelayanan yang terbaik dan tidak terpengaruh oleh emosi mereka. Misalnya saja ketika seorang SPG bagian fashion dihadapkan oleh persoalan pribadi yang membuat mereka merasa sedih atau marah mereka harus dapat mengelola emosi


(24)

16 Universitas Kristen Maranatha tersebut agar tidak terbawa pada saat jam kerja, mereka juga harus dapat tetap memberikan semangat bagi dirinya sendiri agar tetap dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan menjalankan setiap tugasnya seperti bersikap ramah, menjaga selling area agar tetap bersih, memeriksa produk agar tampak penuh dan melayani konsumen dengan cepat. Apabila ketiga aspek kecerdasan emosional tersebut dapat dipenuhi oleh seorang SPG bagian fashion, maka SPG bagian fashion tersebut akan dapat memahami emosi dan kebutuhan konsumen ketika sedang berbicara dengannya. Ketika seorang SPG bagian fashion dapat memahami konsumennya, seorang SPG bagian fashion tersebut dapat membangun sebuah hubungan yang baik dengan konsumennya. Dengan demikian mereka dapat dikatakan berhasil memberikan pelayanan terbaiknya dengan menggunakan semboyan “Pasti Puas”.

Kelima aspek di atas tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait antara yang satu dengan yang lain. (Goleman, 1995). Mengenali emosi diri penting untuk dapat mengolah emosi dirinya dan untuk dapat memahami sesama/ empati, sedangkan kemampuan mengenali emosi diri dan mengolah emosi diri penting untuk dapat memotivasi diri. Dengan dimilikinya kemampuan mengenali emosi diri, mengolah emosi, memotivasi diri serta memahami sesama/ empati dapat menjadikan seorang SPG bagian fashion terampil dalam membina hubungan dengan konsumennya. Kelima aspek inilah yang membentuk kecerdasan emosional para Sales Promotion Girl (SPG) bagian fashion . Seorang SPG bagian fashion tidak harus cakap dalam kelima aspek tersebut tetapi harus menguasai semua aspek tersebut sampai pada kadar tertentu dan ketika SPG bagian fashion tersebut tidak


(25)

17 Universitas Kristen Maranatha menguasai salah satu aspek, SPG bagian fashion dapat mempelajari dan melatihnya supaya dapat menjadikannya lebih baik. Hal ini menunjukan bahwa kecerdasan emosional lebih banyak diperoleh melalui belajar, dan dapat berkembang sepanjang kehidupan sambil terus belajar dari pengalaman diri sendiri. (Goleman, 1995).

Sebenarnya kondisi emosi seseorang sudah tampak sejak seseorang lahir, yakni tampak adanya bayi yang bersikap tenang namun ada juga yang sulit diatur dan tidak sabaran. Kondisi emosi itu ternyata dapat berubah dengan adanya pengaruh dari lingkungan sehingga tidak semua bayi yang tidak sabaran tersebut tidak mampu mengendalikan dirinya ketika SPG bagian fashion tersebut memasuki masa kanak-kanak dan remaja. Disinilah peran lingkungan dalam memberikan pelajaran-pelajaran emosi semasa kanak-kanak dan remaja baik di rumah maupun di sekolah. Masa kanak-kanak dan remaja memberikan peluang penting untuk mengarahkan kebiasaan-kebiasaan emosional yang akan menentukan kehidupan selanjutnya. Hal ini menunjukan bahwa kecerdasan emosional dipengaruhi oleh faktor lingkungan. (Goleman, 1995).

Dengan adanya pengaruh lingkungan yang mencakup keluarga, teman sebaya, dan masyarakat terhadap kecerdasan emosional, maka kecerdasan emosional ini dapat berkembang sejalan dengan proses belajar (Goleman, 1995). Keluarga adalah tempat pertama seorang anak belajar. Tingkah laku orangtua seringkali menjadi model ketika seseorang masih kanak-kanak , misalnya saja sikap orangtua ketika menghadapi masalah, dan cara menyelesaikannya, sikap orangtua dalam mengolah dan mengekspresikan emosinya. Jika orangtua sedang marah, dan


(26)

18 Universitas Kristen Maranatha mengekspresikan amarahnya secara agresif, seperti marah dengan kata-kata kasar atau membanting barang maka anak akan sulit juga mengungkapkan emosi secara tepat. Hal inilah yang akan mempengaruhi kecerdasan emosionalnya hingga dewasa nanti. Begitupula para SPG yang dididik oleh orangtua yang kurang pandai dalam mengolah dan mengekspresikan emosinya, mereka akan cenderung merasa kesulitan dalam hal mengolah dan mengekspresikan emosinya. Dimulai dari keluarga juga seorang SPG mempelajari cara-cara berelasi dengan orang lain di antaranya memperoleh dasar mengenai sikap-sikap yang sebaiknya dikembangkan supaya dapat diterima oleh oranglain. Cara-cara dasar berelasi inilah yang akan dikembangkan oleh para SPG sehingga mereka dapat berelasi dengan seorang konsumen. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Goleman, bahwa pembelajaran emosi bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan secara langsung kepada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami dan isteri. (Goleman,1995)

Selain keluarga pergaulan dengan teman sebaya yang juga termasuk lingkungan di sekitar SPG juga memberikan pengaruh terhadap kecerdasan emosional yang mereka miliki. Seorang SPG hampir menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat kerja, dan disanalah mereka menjalin relasi dengan teman sebayanya. Perilaku yang ditunjukan oleh rekan kerja juga dapat menjadi model atau contoh bagi SPG tersebut. Seorang SPG yang baru bergabung dengan sebuah perusahaan akan mencontoh cara SPG seniornya dalam berinteraksi dengan konsumen. Selain itu


(27)

19 Universitas Kristen Maranatha masukan-masukan dari rekan SPG lainnya juga turut mempengaruhi cara mereka dalam berinteraksi dengan orang lain khususnya konsumen. SPG yang bergaul dengan rekan kerja yang kurang pandai dalam mengolah dan mengekspresikan emosinya memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang serupa. Begitupula sebaliknya apabila mereka mendapatkan pelajaran dengan benar mengenai cara berkomunikasi atau menjalin relasi dengan konsumen maka SPG tersebut akan lebih mudah untuk membina relasi yang baik dengan konsumennya.

Peranan masyarakat lebih ditunjukan dalam bentuk aturan yang ditujukan pada seorang SPG agar dapat diterima oleh lingkungannya. Dalam masyarakat juga terdapat budaya sebagai acuan dalam berperilaku, misalnya cara mengungkapkan emosinya yang masih dapat diterima oleh oranglain, serta bagaimana seorang SPG membangun relasi dengan oranglain. Masyarakat memberikan penilaian yang negatif terhadap perilaku yang melanggar norma-norma serta budaya yang berlaku di suatu tempat tertentu , misalnya saja ketika sedang marah seseorang melontarkan kata-kata yang dianggap tidak layak untuk diucapkan karena bermakna kasar, orang tersebut dianggap berperilaku buruk dan memiliki kecerdasan emosional yang rendah yang pada akhirnya dihindari oleh oranglain. Dalam budaya timur yang mengarahkan seseorang untuk memendam rasa marah ataupun rasa tidak suka terhadap oranglain, akan berpengaruh pada cara orang tersebut mengolah emosinya.


(28)

20 Universitas Kristen Maranatha Faktor-faktor seperti proses belajar dari lingkungan keluarga, teman sebaya dan masyarakat bagi seorang SPG berpengaruh agar SPG tersebut mampu untuk mengenal emosi, mengolah emosi, memootivasi dirinya dalam membina relasi yang disertai dengan adanya empati.

Uraian di atas dapat digambarkan dalam uraian skema sebagai berikut :

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir SPG bagian fashion

departement Store ”X” cabang ”Y” Bandung

yang melaksanakan semboyan ”Pasti Puas”

Faktor-faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosional:

1. Keluarga

2. Teman sebaya/ rekan kerja

3. Masyarakat

Kecerdasan Emosional

1. Mengenali emosi diri 2. Mengolah emosi 3. Memotivasi diri

4. Mengenali emosi oranglain/ empati

5. Membina hubungan dengan oranglain

Tinggi


(29)

21 Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

1. SPG bagian fashion di departement store “X” cabang “Y” memiliki taraf kecerdasan emosional yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. 2. SPG bagian fashion dengan kemampuan kecerdasan emosional yang tinggi

akan dapat melaksanakan keempat kriteria dalam semboyan “pasti puas” dengan baik.

3. Aspek yang mendasari kecerdasan emosi SPG bagian fashion departement store “X” cabang “Y” Bandung adalah aspek mengenal emosi diri, mengolah emosi, memotivasi diri, mengenali emosi oranglain dan membina hubungan dengan oranglain.

4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosi SPG bagian fashion departement store “X” cabang “Y” Bandung adalah keluarga, teman sebaya, dan masyarakat.


(30)

66 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran kecerdasan emosional SPG bagian fashion department store “X” cabang “Y” Bandung sebagai berikut:

1. Sebesar 90% SPG bagian fashion department store “X” cabang “Y” memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, sementara 10% SPG yang lainnya memiliki kecerdasan emosional yang rendah .

2. SPG bagian fashion dengan kecerdasan emosional yang tinggi dapat

melaksanakan semboyan ”Pasti Puas” dengan baik, sedangkan SPG bagian

fashion dengan kecerdasan emosional yang rendah akan kesulitan untuk menjalankan semboyan ”Pasti Puas” dengan baik.

3. SPG bagian fashion dengan taraf kecerdasan emosional tinggi memiliki kemampuan yang juga tinggi pada aspek mengenali emosi diri, mengolah emosi diri, memotivasi diri, berempati dan membina hubungan.

4. SPG bagian fashion dengan taraf kecerdasan emosional rendah memiliki kemampuan yang juga rendah pada aspek mengenali emosi diri, mengolah emosi diri, memotivasi diri, berempati dan membina hubungan.

5. Faktor-faktor seperti keluarga, teman sebaya, juga masyarakat mempengaruhi kelima aspek dalam kecerdasan emosional sehingga akan berpengaruh juga pada taraf kecerdasan emosional seorang SPG bagian fashion.


(31)

67 Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan ini, maka saran-saran yang dapat diberikan adalah:

1. Bagi SPG bagian fashion department store “X” cabang “Y” Bandung dengan kemampuan kecerdasan emosional yang tinggi agar dapat mempertahankan kemampuannya dalam mengenali dan mengolah emosi, memotivasi diri, berempati dan membina hubungan di lingkungan keluarga, teman dan masyarakat. Hal ini dapat diinformasikan kepada SPG bagian fashion pada evaluasi kerja yang dilakukan setiap bulan oleh pihak management departement store ”X” cabang ”Y” Bandung.

2. Bagi SPG bagian fashion department store “X” cabang “Y” Bandung dengan kemampuan kecerdasan emosional yang rendah agar semakin mengenal dan memahami kemampuan diri sendiri khususnya dalam mengenal dan mengolah emosi, memotivasi diri, berempati dan membina hubungan di lingkungan keluarga, teman dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara terus belajar untuk membangun hubungan baik dengan oranglain khususnya dengan seorang konsumen.

3. Bagi pihak management department store “X” cabang “Y untuk dapat memberikan training yang dapat membantu para SPG bagian fashion department store “X” cabang “Y” Bandung dengan kemampuan kecerdasan emosional yang rendah agar para SPG tersebut dapat meningkatkan kemampuannya dalam


(32)

68 Universitas Kristen Maranatha mengenal emosi dan mengolahnya, memotivasi diri, berempati serta membina hubungan dengan konsumen.

4. Bagi peneliti lain, untuk meneliti lebih mendalam kecerdasan emosional pada SPG, khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi taraf kecerdasan emosional mereka dan juga mempertimbangkan untuk memasukkan status marital sebagai slah satu karakteristik sampel.


(33)

69 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Goleman, Daniel.1995. Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ, edisi pertama Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Gardner, Howard, dalam Goleman, Daniel 1995 Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ, edisi pertama Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Solovey, Peter dalam Goleman, Daniel 1995 Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ, edisi pertama Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Goleman, Daniel.1999. Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional untuk mencapai puncak prestasi, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, Daniel.2001. Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ, edisi kedua Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Patton, Dr.Patricia.1998. Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional Landasan untuk Meraih Sukses Pribadi dan Karier, Jakarta : PT Mitra Media.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development--Perkembangan Masa Hidup jilid satu, terjemahan Juda Damanik, Akhmad Ghusairi. Indonesia: Erlangga.

Nazir. 2003. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.


(34)

70 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://www.perbendaharaan.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid =20& Itemid=3

http://www.kompas-cetak.com/index.php?option=news&task=viewarticle&sid =2621&Itemid=2

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=176433

http://www.fashionist.com/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=40& Itemid=3

http://www.koran-jakarta.com/index.php?option=news&task=viewarticle&sid =2439&Itemid=2

http://www.formasi-indonesie.or.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid =2728&Itemid=3

http://www.tv.kompas.com/index.php?option=news&task=viewarticle&sid =2621&Itemid=2


(1)

21 Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

1. SPG bagian fashion di departement store “X” cabang “Y” memiliki taraf

kecerdasan emosional yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. 2. SPG bagian fashion dengan kemampuan kecerdasan emosional yang tinggi

akan dapat melaksanakan keempat kriteria dalam semboyan “pasti puas” dengan baik.

3. Aspek yang mendasari kecerdasan emosi SPG bagian fashion departement

store “X” cabang “Y” Bandung adalah aspek mengenal emosi diri, mengolah

emosi, memotivasi diri, mengenali emosi oranglain dan membina hubungan dengan oranglain.

4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosi SPG bagian

fashion departement store “X” cabang “Y” Bandung adalah keluarga, teman


(2)

66 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran kecerdasan emosional SPG bagian fashion department store “X” cabang “Y” Bandung sebagai berikut:

1. Sebesar 90% SPG bagian fashion department store “X” cabang “Y” memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, sementara 10% SPG yang lainnya memiliki kecerdasan emosional yang rendah .

2. SPG bagian fashion dengan kecerdasan emosional yang tinggi dapat

melaksanakan semboyan ”Pasti Puas” dengan baik, sedangkan SPG bagian

fashion dengan kecerdasan emosional yang rendah akan kesulitan untuk

menjalankan semboyan ”Pasti Puas” dengan baik.

3. SPG bagian fashion dengan taraf kecerdasan emosional tinggi memiliki

kemampuan yang juga tinggi pada aspek mengenali emosi diri, mengolah emosi diri, memotivasi diri, berempati dan membina hubungan.

4. SPG bagian fashion dengan taraf kecerdasan emosional rendah memiliki

kemampuan yang juga rendah pada aspek mengenali emosi diri, mengolah emosi diri, memotivasi diri, berempati dan membina hubungan.

5. Faktor-faktor seperti keluarga, teman sebaya, juga masyarakat mempengaruhi kelima aspek dalam kecerdasan emosional sehingga akan berpengaruh juga pada taraf kecerdasan emosional seorang SPG bagian fashion.


(3)

67 Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan ini, maka saran-saran yang dapat diberikan adalah:

1. Bagi SPG bagian fashion department store “X” cabang “Y” Bandung dengan kemampuan kecerdasan emosional yang tinggi agar dapat mempertahankan kemampuannya dalam mengenali dan mengolah emosi, memotivasi diri, berempati dan membina hubungan di lingkungan keluarga, teman dan masyarakat. Hal ini dapat diinformasikan kepada SPG bagian fashion pada evaluasi kerja yang dilakukan setiap bulan oleh pihak management departement

store ”X” cabang ”Y” Bandung.

2. Bagi SPG bagian fashion department store “X” cabang “Y” Bandung dengan kemampuan kecerdasan emosional yang rendah agar semakin mengenal dan memahami kemampuan diri sendiri khususnya dalam mengenal dan mengolah emosi, memotivasi diri, berempati dan membina hubungan di lingkungan keluarga, teman dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara terus belajar untuk membangun hubungan baik dengan oranglain khususnya dengan seorang konsumen.

3. Bagi pihak management department store “X” cabang “Y untuk dapat memberikan training yang dapat membantu para SPG bagian fashion department

store “X” cabang “Y” Bandung dengan kemampuan kecerdasan emosional yang


(4)

68 Universitas Kristen Maranatha mengenal emosi dan mengolahnya, memotivasi diri, berempati serta membina hubungan dengan konsumen.

4. Bagi peneliti lain, untuk meneliti lebih mendalam kecerdasan emosional pada

SPG, khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi taraf kecerdasan emosional

mereka dan juga mempertimbangkan untuk memasukkan status marital sebagai slah satu karakteristik sampel.


(5)

69 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Goleman, Daniel.1995. Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI

Lebih Penting Daripada IQ, edisi pertama Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama.

Gardner, Howard, dalam Goleman, Daniel 1995 Emotional Intellegence: Kecerdasan

Emosional Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ, edisi pertama Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama.

Solovey, Peter dalam Goleman, Daniel 1995 Emotional Intellegence: Kecerdasan

Emosional Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ, edisi pertama Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama

Goleman, Daniel.1999. Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional untuk

mencapai puncak prestasi, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, Daniel.2001. Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI

Lebih Penting Daripada IQ, edisi kedua Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Patton, Dr.Patricia.1998. Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional Landasan untuk Meraih Sukses Pribadi dan Karier, Jakarta : PT Mitra Media.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development--Perkembangan Masa Hidup jilid

satu, terjemahan Juda Damanik, Akhmad Ghusairi. Indonesia: Erlangga.

Nazir. 2003. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.


(6)

70 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://www.perbendaharaan.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid =20& Itemid=3

http://www.kompas-cetak.com/index.php?option=news&task=viewarticle&sid =2621&Itemid=2

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=176433

http://www.fashionist.com/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=40& Itemid=3

http://www.koran-jakarta.com/index.php?option=news&task=viewarticle&sid =2439&Itemid=2

http://www.formasi-indonesie.or.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid =2728&Itemid=3

http://www.tv.kompas.com/index.php?option=news&task=viewarticle&sid =2621&Itemid=2