Studi Deskriptif Mengenai Kecerdasan Emosional pada Guru Musik Klasik di Sekolah Musik 'X' Bandung.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosional pada Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung. Pemilihan sampel menggunakan keseluruhan populasi sasaran, yang berjumlah 30 orang. Penelitian ini dilakukan berdasar atas teori Kecerdasan Emosional oleh Goleman (2005). Kecerdasan Emosional meliputi kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang mengacu pada Teori Kecerdasan Emosional oleh Goleman (2005). Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan teknik deskriptif dengan menggunakan metode statistik persentase. Uji validitas dan reliabilitas alat ukur menggunakan expert validity.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53,33% guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan 46,67% memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Hasil tabulasi silang, pada penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kecerdasan emosional orang tua, pola asuh orang tua dan lama bekerja memberikan keterkaitan terhadap kecerdasan emosional guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung.

Berdasarkan penelitian ini, maka peneliti menyarankan hasil kecerdasan emosional dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan emosional guru dan dijadikan bahan pertimbangan dan masukan kepada pemilik sekolah musik ‘X’ Bandung tentang kecerdasan emosional para guru musik klasik untuk memberikan pengajaran dan bimbingan yang diperlukan kepada guru musik klasik.


(2)

iii

Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

This research would like to describe the emotional intelligence on classical music teachers in Music School “X” Bandung. The sample selection using the whole target population, which amounts to 30 people. The research was conducted based on the Theory of Emotional Intelligence by Goleman (2005). Emotional intelligence includes a person’s ability to recognize the emotions, managing emotions, motivating oneself, recognizing emotions in others and the ability to build relationship with others.

The measurement tool which was used is questionnaire which refers to the Theory of Emotional Intelligence by Goleman (2005). The data was processed by using descriptive techniques with presentation statistic method. The Validity test and reliability measuring tool are using expert validity.

The result showed that 53.33% of classical music teachers on Music School “X” Bandung have a high emotional intelligence and 46.67% have low emotional intelligence. Results of cross tabulation, on this study shows that parent’s emotional intelligence factor, parent’s parenting pattern and long span time of working gives correlation to the emotional intelligence of classical music teachers on Music School “X” Bandung.,

Based on this research thus the researcher suggests the result of emotional intelligence could be used to improve teacher emotional intelligence and taken into consideration as well as advice to the owner of Music School “X” Bandung on emotional intelligence of classical music teachers to provide instruction and guidance needed by classical music teacher.


(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...i

ABSTRAK...ii

ABSTRACT...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR BAGAN...xi

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2Identifikasi Masalah...9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian……….10

1.3.1 Maksud Penelitian...10

1.3.2 Tujuan Penelitian...10

1.4 Kegunaan Penelitian………...10

1.4.1 Kegunaan Teoritis...10


(4)

viii

Universitas Kristen Maranatha

1.5 Kerangka pikir...11

1.6 Asumsi...21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..22

2.1 Teori Kecerdasan Emosional...22

2.1.1 Latar Belakang Lahirnya Teori Kecerdasan Emosional...22

2.1.2 Pengertian Kecerdasan Emosional...25

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional...28

2.1.4 Dua Jenis Pikiran...30

2.1.5 Ciri Utama Pikiran Emosional...32

2.1.5.1 Pertama adalah perasaan, kedua adalah pemikiran...32

2.1.6 Peranan Kecerdasan Emosional...33

2.2 Musik Klasik...34

2.2.1 Sejarah Musik Klasik...34

2.2.2 Ciri Musik pada Zaman Klasik...36


(5)

ix

2.3 Guru Musik Klasik...37

2.3.2 Pengertian Guru musik klasik ...37

2.3.3 Ciri-ciri Guru musik klasik...38

2.3.4 Tugas dan tanggung jawab guru musik klasik...38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………..………40

3.1 Desain Penelitian...40

3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional...41

3.2.1 Variabel Penelitian...41

3.2.2 Defenisi operasional ...41

3.3 Alat ukur...42

3.3.1 Alat ukur kecerdasan emosional...42

3.3.2 Sistem Penilaian………...45

3.3.3 Data pribadi dan data penunjang ...45

3.4 Validitas dan reliabilitas alat ukur...46

3.4.1 Validitas ...46

3.5 Populasi dan teknik penarikan sampel populasi sasaran...46

3.5.1 Populasi sasaran...46

3.5.2 Karakteristik populasi...46


(6)

x

Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Responden………..…...48

4.1.1 Jenis Kelamin………...48

4.1.2 Tingkat Pendidikan………..…49

4.1.3 Lama Bekerja………...…49

4.2 Hasil Penelitian………50

4.2.1 Kecerdasan Emosional Responden………...……….50

4.2.2 Gambaran Kecerdasan Emosional Responden Terhadap Aspek-aspek Kecerdasa Emosional………....51

4.2.3 Gambaran Tabulasi Silang Kecerdasan Emosional Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional Responden………54

4.2.4 Gambaran Tabulasi Silang Pola Asuh Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional Responden………...55

4.2.5 Gambaran Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan Terhadap Kecerdasan Emosional Responden………...56

4.2.6 Gambaran Tabulasi Silang Lama Bekerja Terhadap Kecerdasan Emosional Responden………...57

4.3 Pembahasan………...………...58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...64

5.1 Kesimpulan………..…………64

5.2 Saran……….65


(7)

xi

5.2.2 Saran Praktis………65

DAFTAR PUSTAKA...66

DAFTAR RUJUKAN...67


(8)

xii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir………..20


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Kecerdasan Emosional………..43

Tabel 4.1 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………...48

Tabel 4.2 Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan……...………49

Tabel 4.3 Persentase Berdasarkan Lama Bekerja………..…49

Tabel 4.4 Kecerdasan Emosional Responden………50

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Kecerdasan Emosional Responden………..……51

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Kecerdasan Emosioal Responden Terhadap Aspek Mengelola Emosi……….52

Tabel 4.7 Tabulasi Silang kecerdasan Emosional Responden Terhadap Aspek Memotivasi Diri Sendiri……….52

Tabel 4.8 Kecerdasan Emosional Responden Terhadap Asek Mengenali Emosi Orang Lain……….…………53

Tabel 4.9 Kecerdasan Emosional Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional Responden………54

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Kecerdasan Emosional Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional Responden………54


(10)

xiv

Universitas Kristen Maranatha Tabel 4.11 Tabulasi Silang Pola Asuh Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional Responden………55

Tabel 4.12 Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan Terhadap Kecerdasan Emosional Responden………56

Tabel 4.13 Tabulasi Silang Lama Bekerja Terhadap Kecerdasan Emosional Responden………57


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Surat Pernyataan Kesediaan

Lampiran B Kuesioner Kecerdasan Emosional

Lampiran C Kisi-kisi Alat Ukur

Lampiran D Karakteristik Responden

Lampiran E Hasil Perhitungan Variabel


(12)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ada berbagai jenis musik, salah satunya adalah musik klasik. Musik klasik pada dasarnya bukan hanya sebatas nama dari salah satu aliran/jenis musik. Akan tetapi istilah luas yang mengacu pada tiga periode musik klasik yang sangat populer pada zaman di Eropa Barat. Istilah “klasik” sendiri diambil dari nama salah satu periode zaman di Eropa barat. Tiga periode musik yang dimaksud yaitu: Zaman Barok dan Rakoko (Abad 17), Zaman Klasik (Abad 18) dan Zaman Romantik (Pertengahan abad 18). Pada abad-abad berikutnya musik klasik terus berkembang meskipun perkembangannya tidak secepat masa-masa sebelumnya (Benward & Saker, 2002: 42).

Musik klasik adalah musik yang menjadi elemen dasar dari semua musik di era selanjutnya (http://www.scribd.com/doc/26497552/Musik-Klasik). Dapat di simpulkan bahwa musik klasik adalah tolok ukur dari berbagai jenis atau aliran musik yang lainnya. Adapun ciri dari zaman klasik adalah ornamen lebih dibatasi, adanya peralihan dinamik crescendo dan decrescendo, harmoni tiga nada atau lebih bunyi bersamaan (homofonik) dan kontras pada ritme (Benward & Saker, 2002 : 220).

Musik klasik memiliki pengaruh positif untuk pertumbuhan janin dalam kandungan ibu. Musik klasik dapat merangsang kecerdasan dari otak kanan yang berhubungan dengan kreativitas, bahasa, seni sosialisasi dan kepribadian. Selain itu


(13)

2

musik klasik juga merangsang sistem pendengaran yang bersifat baik bagi janin (http://tipsibuhamil.com/tips-sehat-ibu-hamil/manfaat-musik-klasik-untuk-ibu-hamil). Hal inilah yang membuat banyak orang tertarik untuk mendengarkan musik klasik dan ingin mempelajari musik klasik lebih dalam.

Untuk mempelajari musik klasik diperlukan guru musik klasik yang mengerti musik klasik. Bukan hanya sekedar mengerti musik klasik tetapi mampu mengajarkannya kepada murid. Banyaknya hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari musik klasik seperti beragam unsur dalam musik klasik. Pendapat yang lebih detail mengenai unsur pokok dalam musik klasik dijelaskan oleh Joseph Maclish dengan menerangkan bahwa terdapat lima unsur pokok dalam musik klasik yaitu musical lime, musical space, musical time, musical pace, dan musical color. Unsur pertama; musical lime adalah lagu, yaitu pergantian nada-nada yang didasarkan oleh akal sebagai rohnya musik. Unsur kedua; musical space yaitu harmoni. Menurut Phytagoras harmoni itu terletak pada nada-nada yang serasi berbanding dengan panjang dawai dalam bentuk bilangan yang sederhana. Unsur ketiga; musical time, yaitu ritme yang terdiri dari ketentuan perpindahan musik dalam waktu. Unsur keempat; musical space,yaitu tempo-tempo merupakan ketentuan kecepatan dalam sebuah musik, kemudian unsur kelima;musical color, yaitu warna nada (timbre)

(http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1-2006-wahyuikawa-1384-bab2_410-3.pdf).

Apabila mempelajari musik klasik haruslah memperhatikan kesesuaian antara not-not yang dibaca dengan alat musik yang dimainkan. Tidak hanya


(14)

3

Universitas Kristen Maranatha sekedar bisa membaca not balok dan memainkan alat musik bisa bermain musik klasik, akan tetapi harus memperhatikan ketukan dari setiap not balok karena setiap not balok memiliki nilai ketukan. Selain memperhatikan ketukan yang perlu diperhatikan adalah tempo, yaitu dari tempo dengan percepatan atau (accelerando) dan perlambatan (ritardando). Apabila dalam bermain musik tidak memperhatikan tempo maka lagu yang dimainkan kurang enak didengar sehingga mengeluarkan bunyi yang kurang jelas. Musik klasik juga harus memperhatikan kejelasan dari bunyi alat musik yang dimainkan agar sesuai dengan tanda “crescendo” (dari halus makin keras) atau “decrescendo” (dari keras ke halus), sehingga tercipta keharmonisan antara lagu dan alat musik yang dimainkan. Bukan hanya itu saja tangan kiri dan kanan juga harus dapat secara bersamaan menekan not yang berbeda sehingga menghasilkan irama yang teratur dengan aturan-aturan not seperti jumlah kres dan mol dalam setiap bar. Oleh karena itu belajar musik klasik memerlukan ketelitian, pemahaman, konsentrasi yang penuh agar dapat memainkannya dengan benar. Peran guru sangat penting dalam pembelajaran musik klasik agar murid yang belajar musik klasik dapat memainkannya dengan baik.

Guru merupakan ujung tombak pendidikan sebab secara langsung berupaya memengaruhi, membina dan mengembangkan peserta didik, sebagai ujung tombak, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik, pembimbing dan pengajar dan kemampuan tersebut tercermin pada kompetensi guru. Berkualitas tidaknya proses pendidikan sangat bergantung pada kreativitas dan inovasi yang dimiliki guru. Gunawan (1996) mengemukankan


(15)

4

bahwa guru merupakan perencana, pelakasana sekaligus sebagai evaluator pembelajaran di kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang terlihat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan (Saondi & Suherman, 2010:3).

Selain itu, Guru menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia (Guru & anak didik dalam interaksi edukatif 2010 :31).

Untuk itu guru memerlukan kemampuan dalam mengajar terutama dalam musik klasik itu sendiri. Cooper (dalam Zahera,1997) mengemukakan bahwa guru harus memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran, menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajar konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas dan mengevaluasi hasil belajar. Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola pembelajaran (Rusmini, 2003 dalam Etika Profesi Keguruan 2010: 31). Guru memiliki peranan yang penting dalam mengajar terutama dalam mengajar musik klasik.

Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung hanya mengajarkan grade musik klasik yang di kuasainya dan telah memiliki sertifikat grade musik klasik. Untuk itu guru musik klasik yang memiliki sertifikat grade yang tinggi dapat mengajar murid dari grade terendah sampai tertinggi. Dalam satu hari guru musik klasik dapat mengajar lebih dari 5 murid dari berbagai usia dan grade.


(16)

5

Universitas Kristen Maranatha Adapula guru musik klasik yang hanya berkonsentrasi terhadap satu grade namun yang diajar tetap berbeda usia, hal ini dikarenakan banyaknya murid yang beragam usianya yang menekuni musik klasik.

Selain guru, yang dibutuhkan dalam belajar musik klasik juga diperlukan tempat atau wadah untuk belajar musik klasik. Bandung adalah salah satu kota yang banyak melahirkan seniman dan perupa hebat (http://www.koran-sindo.com/node/342754). Banyak bermunculan sekolah-sekolah musik, salah satunya adalah sekolah musik ‘X’ Bandung. Sekolah ini pernah mengeluarkan juara satu musik klasik tingkat dunia. Untuk itu peneliti tertarik mengadakan penelitian di sekolah musik ‘X’ Bandung, yang mana sekolah musik ‘X’ Bandung juga membuka beberapa cabang di kota Bandung. Selain itu hanya di sekolah musik ‘X’ Bandung ini saja yang mau menerima murid dari usia 3 tahun sehingga banyak diminati masyarakat terutama orangtua yang menginginkan anaknya dari usia dini sudah dapat mengenal musik terutama musik klasik. Sekolah Musik ‘X’ Bandung memiliki sistem pendidikan musik yang tepat dan unik. filosofi yang mendasari dibentuknya sistem pendidikan musik ‘X’ Bandung adalah ”musik untuk semua orang”. Kurikulum Pengajarannya disesuaikan dengan usia dan perkembangan fisik dan mental anak-anak pada umumnya, yang berarti menyampaikan pelajaran melalui apa yang unggul pada tingkatan tiap usia umumnya.

Untuk anak yang menginjak usia 3 tahun nama kelasnya Wonderland dan programnya dirancang untuk 40 kali pertemuan dalam setahun. Untuk setiap sesinya, murid harus ditemani orang dewasa (ayah/ibu/pengasuh/nenek atau


(17)

6

siapapun tapi tidak disarankan untuk ganti-ganti pendamping. Di kelas Wonderland ini, anak-anak diperkenalkan dengan nada-nada sambil bernyanyi yang ditambah denga gerakan yang menarik dari gurunya. Materi awal yang diajarkan kurang lebih yaitu membedakan bunyi drum besar dan drum kecil, menepuk tangan sesuai dengan nada, membuat suara/bunyi gajah jalan, semut, dan lain-lain. Hal ini guna membuat anak-anak terlihat senang dan antusias karena setiap pertemuan selalu ada lagu baru yang dikenalkan, jadi tidak monoton. Anak-anak juga selalu diberi stiker sebagai reward supaya Anak-anak-Anak-anak semakin semangat didalam mempelajari musik. Di akhir tahun, anak-anak mulai memainkan electone walaupun hanya sedikit. Ini agar anak tidak kaget ketika melanjutkan ke kelas Junior Music Course (JMC 1). Selesai Wonderland selama 1 tahun, anak mulai masuk kelas JMC 1. JMC sendiri ada sampai JMC 4. Setiap tingkat program belajar musiknya 6 bulan. Jadi kalau ditotal, butuh waktu 2 tahun untuk bisa menyelesaikan JMC4. Di kelas JMC 1, anak mulai intensif bermain electone. Pada tahap atau tingkat ini orangtua dituntut untuk rajin mendampingi menonton VCD, mendengarkan CD dan melatih anaknya setiap hari bermain musik/ electone di rumah. Jadi electone/keyboard juga harus ada di rumah dan di setiap akhir program, akan ada ujian kenaikan tingkat. Ketika JMC 2, 3 sampai 4 diharapkan murid-murid tersebut sudah mahir dalam mendengarkan musik, bernyanyi, membaca not dan bermain electone.

Guru les musik anak-anak sering mengeluhkan soal pendamping yang tidak kooperatif, karena pendamping tersebut kurang memperhatikan guru di kelas


(18)

7

Universitas Kristen Maranatha latihan di rumah. Guru sangat sangat mengharapkan orang tua atau pendamping dapat tetap memperhatikan kemajuan si anak.

Untuk menjadi tenaga pengajar di sekolah musik ‘X’ Bandung ini, sekolah musik tersebut melakukan tes terlebih dahulu sesuai dengan grade nya masing-masing, yaitu dengan melakukan audisi untuk melihat apakah seorang guru musik klasik tersebut benar-benar paham dalam musik dan mengetahui dengan benar musik klasik yang akan diajarnya. Kedua adalah dengan melihat kemampuan guru tersebut pada grade yang ia kuasai. Apakah guru tersebut mempunyai skill pada grade tersebut. Ketiga adalah memberikan training kepada guru musik klasik, yaitu memberikan pembekalan kurikulum apa yang akan digunakan. Setelah semuanya terjalankan maka guru musik klasik diterima untuk mengajar dan kemudian dilihat kembali cara kerjanya. Selain itu peraturan yang ada pada sekolah musik ‘X’ ini berjalan sesuai peraturan dimana guru musik klasik selalu datang tepat waktu. Hal ini menunjukkan keseriusan sekolah musik ‘X’ Bandung dalam memberikan pengajaran yang baik kepada murid-murid yang akan dididik.

Oleh karena pada sekolah musik ‘X’ Bandung berbagai macam usia murid yang diajar oleh guru musik klasik yaitu dari usia 3 tahun sampai dewasa dan minat murid terhadap musik klasik juga beragam yaitu ada murid yang hanya ikut teman, dipaksa oleh orang tua murid atau anak yang benar-benar ingin belajar musik klasik, sehingga membuat adanya niat dan kemampuan murid yang berbeda dalam belajar musik klasik. Untuk itu diperlukan kemampuan guru untuk dapat mengenal emosi murid dari berbagai usia serta dapat membina hubungan baik


(19)

8

dengan murid agar dapat mengenali kemampuan murid dengan minat yang berbeda.

Untuk itu diperlukannya kecerdasan emosional pada guru musik klasik agar dapat mewujudkan tujuan dari pembelajaran musik klasik. Kecerdasan emosional itu sendiri didefinisikan oleh Goleman sebagai kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan terhadap frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Seorang guru musik klasik sebaiknya mampu berempati, mau menyesuaikan diri dan mampu mengenali berbagai karakter dari murid-muridnya, mau jadi pendengar yang baik disaat murid mengeluh dan penasehat yang baik sehingga dapat mengembangkan kemampuan murid dalam bermain musik klasik dengan baik.

Disamping itu, berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik sekolah musik ‘X’ Bandung, adanya tuntutan bahwa guru musik klasik diharapkan memiliki ‘WRS’ yang artinya W adalah wise, yaitu guru musik klasik harus bijak dalam mengelola emosinya sehingga dapat dengan sabar dan tenang dalam menyampaikan materi kepada murid agar murid mudah mengerti dengan materi tersebut. R adalah religion yaitu guru musik klasik harus mampu membina hubungan yang baik dalam kasih antara murid dan guru, yang memudahkan guru dalam proses belajar mengajar karena adanya hubungan yang terjalin, sedangkan S adalah smart yaitu pintar memotivasi diri sendiri dan mengenali emosi orang lain. Guru musik klasik harus optimis dalam mengajar murid yang tadinya kurang


(20)

9

Universitas Kristen Maranatha mampu menjadi mampu dan harus memotivasi diri sendiri agar dapat berprestasi dalam mengajar murid. Guru musik klasik juga harus pintar dalam mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan muridnya. Namun pada kenyataannya pemilik sekolah musik ‘X’ Bandung mengungkapkan bahwa terdapat 5 dari ± 41 guru musik klasik yang ada di sekolah musik ‘X’ Bandung, ada yang kurang memperhatikan tuntutan tersebut sehingga di keluarkan oleh pemilik sekolah. Menurut pemilik sekolah musik ‘X’ Bandung guru musik yang dikeluarkan itu telah banyak mendapat pengaduan dari orangtua murid bahwa guru tersebut tidak dapat bekerjasama terhadap murid dan kurang peduli terhadap kemampuan belajar muridnya sehingga banyak murid tidak mendapat kemajuan dalam belajar musik klasik. Banyaknya keluhan orangtua terhadap guru-guru musik klasik tersebut sehingga membuat pemilik sekolah meninjau ulang dan memberi masukan serta nasihat namun tetap tidak merubah guru musik klasik sehingga dikeluarkan.

Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut maka guru musik klasik sangat membutuhkan kecerdasan emosional. Karena kecerdasan emosional sangat membantu guru musik klasik dalam berbicara mengenai perasaan secara efektif yaitu menjadi pendengar dan penanya yang baik, dapat membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan seseorang. Dan bukan dengan reaksi atau penilaian guru dengan cara mengumpat apabila ketika murid mengalami kesulitan belajar musik klasik. Guru musik klasik diharapkan dapat memahami perasaan dan masalah orang lain dan berpikir dengan sudut pandang mereka, serta mampu menghargai perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal. Selain itu, guru


(21)

10

musik klasik dapat mengamati diri dan mengenali perasaan-perasaan, serta menghimpun kosakata untuk mengungkapkan perasaan dan memahami hubungan antara pikiran, perasaan dan reaksi dirinya sendiri (Goleman 2005:429)

Selain itu, menurut lima orang guru musik klasik yang diwawancara oleh peneliti mengatakan bahwa kesulitan mereka dalam mengajar adalah minat murid yang kurang terhadap alat musik yang mereka mainkan karena mereka hanya dimasukkan oleh orangtuanya. Orang tua memiliki tuntutan yang tinggi yaitu menetapkan kurun waktu yang relatif singkat agar anak-anak mereka mampu memainkan suatu alat musik dengan baik, sedangkan kemampuan murid tidak semua sesuai dengan yang diharapkan, sehingga guru seringkali memberikan pengarahan kepada orangtua dan mengijinkan orang tua ikut ke dalam kelas guna melihat sendiri kemampuan saat anak bermain musik klasik.

Dari kelima orang guru musik klasik yang diwawancarai peneliti, mengatakan bahwa mereka dapat mengenali perasaan mereka pada saat mengajar sehingga perasaan yang mengganggu pada saat akan mengajar tidak terbawa saat melakukan pengajaran. Hal ini karena meraka benar-benar mencintai musik dan musik membuat mereka nyaman. Walaupun terkadang mereka jenuh mengajar murid yang sulit menangkap materi.

Kelima guru musik klasik juga mengatakan bahwa mereka akan mengulang kembali materi yang murid tidak pahami. Walaupun pada akhirnya mereka memberikan selingan yaitu memberikan lagu dengan not sederhana untuk membangkitkan semangat murid dalam mempelajari materi. Selain dengan


(22)

11

Universitas Kristen Maranatha memberikan lagu dengan not sederhana, guru musik klasik juga memberikan lagu kesukaan yang ingin mereka mainkan seperti lagu yang murid sering dengar karena guru musik klasik tersebut tahu bahwa musik klasik bukanlah mudah apabila tidak diminati.

Kelima guru musik klasik yang di wawancarai peneliti mengatakan dapat mengenali emosi murid yang bosan terhadap musik klasik yang mereka ajarkan, sehingga membuat guru musik klasik termotivasi dengan menceritakan hal-hal yang menarik, membuat lelucon kepada murid dan memainkan musik klasik dihadapan murid agar murid termotivasi dalam belajar, sehingga tidak jenuh. Terkadang guru musik klasik juga mengajak murid cerita berbagi pengalaman. Kelima guru musik klasik yang diwawancarai peneliti mengatakan bahwa mereka dapat mengetahui apa yang menjadi kesulitan muridnya dalam belajar musik yaitu kurangnya minat dalam belajar musik klasik sehingga kurang latihan. Kondisi ini dapat diatasi dengan membina hubungan yang lebih akrab antar orangtua dan murid.

Dengan demikian seorang guru musik klasik yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi diharapkan mampu mengajar musik klasik dengan baik, yakni mampu mengenali emosi orang lain dapat menghadapi masalah-masalah dalam mengajar murid seperti murid yang sulit mengerti suatu instruksi dalam belajar musik membuat event dan performance dengan not yang sederhana untuk memotivasi murid sehingga mau lebih giat lagi dalam belajar musik. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas peneliti


(23)

12

tertarik untuk meneliti bagaimana kecerdasan emosional pada pengajar musik klasik di sekolah musik klasik ‘X’ Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Untuk memperoleh gambaran mengenai kecerdasan emosional pada pengajar musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kecerdasan emosional pada pengajar musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai derajat kecerdasan emosional pengajar musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung serta faktor-faktor yang memengaruhinya.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis


(24)

13

Universitas Kristen Maranatha • Memberikan informasi mengenai kecerdasan emosional pada

peneliti lain, yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai kecerdasan emosional.

1.4.2 Kegunaan praktis

• Memberikan informasi kepada guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung mengenai kecerdasan emosional mereka, sehingga guru musik klasik dapat mengenal diri mereka sendiri, terlebih mengenai emosi dan bagaimana mereka mengendalikan emosi pada saat mengajar musik klasik.

• Sebagai bahan pertimbangan dan masukan kepada pemilik sekolah musik ‘X’ Bandung tentang kecerdasan emosional para guru musik klasik untuk memberikan pengajaran dan bimbingan yang diperlukan kepada guru musik klasik.

1.5 Kerangka Berpikir

Guru memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran dalam merancang, mengelola, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran (Syafruddin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum 2002). Guru juga memiliki kedudukan sebagai figur sentral dalam meningkatkan proses belajar mengajar (Tabrani Rusyan 1994). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di tangan para gurulah terletak kemungkinan


(25)

14

berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan belajar mengajar. Diharapkan melalui proses belajar mengajar murid mempunyai kepandaian dan kecakapan tentang alat musik yang mereka pelajari.

Tuntutan terhadap guru musik klasik dari sekolah musik “X” adalah ‘WRS’ dimana arti dari W adalah wise, R adalah religion dan S adalah smart. Wise disini guru musik klasik harus bijak dalam mengelola emosinya sehingga dapat dengan sabar dan tenang dalam menyampaikan materi kepada murid agar murid mudah mengerti dengan materi tersebut. Religion yaitu guru musik klasik mampu membina hubungan yang baik dalam kasih antara murid dan guru. Hal ini membantu memudahkan dalam belajar mengajar karena adanya hubungan yang terjalin. Sedangkan smart yaitu pintar memotivasi diri sendiri dan mengenali emosi orang lain. Guru musik klasik harus optimis dalam mengajar murid yang tadinya kurang mampu menjadi mampu dan harus pintar memotivasi diri sendiri agar dapat berprestasi dalam mengajar murid. Guru musik klasik juga harus pintar dalam mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan muridnya.

Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut, maka guru harus memiliki kemampuan dalam memotivasi diri sendiri dan bertahan terhadap frustrasi, mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan membina relasi dengan orang lain yang disebut dengan kecerdasan emosional. Solovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya, seraya memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah utama, yaitu mengenali emosi


(26)

15

Universitas Kristen Maranatha diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.

Wilayah pertama adalah mengenali emosi diri. Kesadaran diri – mengenali perasaan sewaktu perasan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan guru musik klasik yang sesungguhnya membuat guru musik klasik berada dalam kekuasaan perasaan. Guru musik klasik yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pilot yang andal bagi kehidupan mereka, karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi, mulai dari masalah siapa yang akan dinikahi sampai pekerjaan apa yang akan diambil. Guru musik klasik ‘X’ Bandung diharapkan mampu untuk mengenal emosi mereka sendiri. Apabila guru musik tersebut mampu mengenal emosinya sendiri maka dapat dikatakan guru musik klasik yang bersangkutan peka terhadap perasaanya sendiri. Guru musik klasik mampu mengontrol perasaan-perasaan kecewa, sedih , marah, kesal ataupun senang yang muncul saat mengajar sehingga kegiatan belajar mengajar musik klasik dapat berjalan dengan semestinya.

Wilayah kedua adalah mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila mampu menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersingungan


(27)

16

dan akibat-akibat yang timbul karena gagalnya keterampilan emosional dasar ini. Guru musik klasik yang kurang mampu mengelola kemampuannya akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara guru musik klasik yang mampu dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan. Selain mengenal emosi sendiri, guru musik klasik ‘X’ Bandung juga mampu untuk mengelola dan mengungkapkan emosinya secara tepat. Dimana guru musik klasik mampu mengatasi rasa jenuh dalam mengajar murid yang susah menangkap materi yang diberikan. Selain itu apabila guru musik klasik mempunyai masalah, guru musik klasik mampu menahan permasalahan pribadinya secara tepat sesuai situasi dan kondisi yang ada pada saat mengajar dan tidak memengaruhi suasana belajar mengajar. Guru musik klasik yang kurang mampu dalam mengelola emosinya akan sulit mengatasi rasa jenuhnya dalam mengajar murid yang susah menangkap materi yang diberikan. Selain itu apabila guru musik klasik mempunyai masalah, guru musik klasik kurang mampu menahan permasalahan pribadinya secara tepat sesuai situasi dan kondisi yang ada pada saat mengajar sehingga mempengaruhi suasana belajar mengajar.

Wilayah ketiga adalah memotivasi diri sendiri. Kemampuan guru musik klasik memotivasi diri dapat ditelusuri melalui bagaimana guru musik klasik mengendalikan dorongan hati, kekuatan berpikir positif, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimisme dan keyakinan diri. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya, maka guru


(28)

17

Universitas Kristen Maranatha segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya. Guru musik klasik yang mampu memotivasi dirinya dengan berpikir positif bahwa murid yang sulit menangkap materi musik klasik akan dapat menangkap materi dengan baik jika melakukan perubahan metoda pengajaran dll. Guru musik klasik yang kurang mampu memotivasi dirinya untuk berpikir positif akan membuat guru musik klasik sulit memahami murid yang lama menangkap materi dan tidak melakukan perubahan metoda pengajaran untuk mudah dimengerti murid.

Wilayah keempat adalah mengenali emosi orang lain. Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Empati adalah kemampuan guru musik klasik untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Guru musik klasik yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain atau muridnya sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain atau muridnya, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Sehingga guru musik klasik yang mampu mengenali emosi muridnya, dapat mengetahui kesulitan apa yang dihadapi murid dalam memainkan musik klasik. Sedangkan guru musik klasik yang kurang memiliki kemampuan empati kurang mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain atau muridnya sehingga ia kurang mampu menerima sudut pandang orang lain atau muridnya, peka terhadap perasaan orang lain atau muridnya dan kurang mampu untuk mendengarkan muridnya. Sehingga guru


(29)

18

musik klasik kurang dapat mengetahui kesulitan apa yang dihadapi murid sehingga tidak mampu memainkan musik klasik dengan baik.

Wilayah kelima adalah membina hubungan. Dalam berhubungan dengan orang lain, dibutuhkan keterampilan untuk mengelola emosi diri dan juga emosi orang lain. Keterampilan ini memiliki dasar, yakni keterampilan sosial. Guru musik klasik yang menguasai keterampilan ini akan sukses dalam bidang yang membutuhkan adanya peranan orang lain dalam prosesnya. Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Guru musik klasik berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Guru-guru ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi. Guru musik klasik yang mampu membina hubungan baik dengan murid dapat menciptakan suasana yang harmonis dalam belajar sehingga murid merasa tidak sungkan untuk mengungkapkan kesulitannya. Hal ini mempermudah untuk melakukan komunikasi tentang keluh kesah antara murid dan guru, sehingga terdapat hubungan belajar mengajar yang tidak tegang. Guru musik klasik yang kurang mampu membina hubungan baik dengan murid akan kesulitan dalam menciptakan suasana yang harmonis dalam belajar sehingga murid merasa sungkan untuk mengungkapkan kesulitannya dan kurangnya komunikasi yang baik antara guru dan murid sehingga terdapat hubungan belajar mengajar yang tegang.

Menurut Goleman kemampuan orang berbeda-beda dalam kelima wilayah di atas. Terdapat 2 faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional guru


(30)

19

Universitas Kristen Maranatha musik klasik, yakni kecerdasan emosional yang dimiliki oleh orangtua dan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Faktor yang pertama adalah kecerdasan emosional orangtua, guru musik klasik yang mempunyai orangtua cerdas secara emosional akan memberikan keuntungan yang besar sekali bagi seorang anak. Orangtua yang memiliki keterampilan emosi yang tinggi akan berhasil membantu anak-anaknya menghadapi perubahan emosi. Orangtua yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan bersikap sabar terhadap kesalahan yang dibuat oleh anaknya dan menerangkan dengan jelas tanpa langsung menyalahkan diri anak. Selain itu, mereka juga akan membantu anak mencoba hal-hal baru tanpa harus memaksakan kehendak mereka sendiri.

Sedangkan anak-anak yang orangtuanya kurang cerdas secara emosional, memiliki risiko yang besar dalam pertumbuhan kecerdasan emosinya. Menurut Goleman (2005), orangtua seperti ini akan sangat kecil kemungkinannya memberikan perhatian yang memadai, apalagi menyesuaikan diri pada kebutuhan emosional anak. Oleh karena itu, anak juga tidak memiliki pemahaman awal yang memadai untuk keterampilan emosinya. Orangtua dengan kecerdasan emosional yang rendah akan kehilangan kesabaran menghadapi ketidakmampuan anak, meninggikan suara dengan nada mencemooh, suka memaksakan kehendak, dan juga bahkan mencap anak dengan sebutan bodoh.

Dengan demikian, anak yang memiliki orang tua dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan pula mendapatkan keuntungan dan serangkaian manfaat menakjubkan, yang mencakup seluruh spektrum kecerdasan emosional, dan bahkan lebih. Dengan kata lain, guru musik klasik yang memiliki orangtua


(31)

20

dengan kecerdasan emosional yang tinggi dapat berpeluang untuk memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, begitupun sebaliknya.

Faktor kedua adalah pola asuh orangtua, bentuk pengasuhan yang diterapkan di rumah juga turut menyumbangkan peran terhadap pembentukan kecerdasan emosional. Bentuk-bentuk pengasuhan tersebut adalah pola asuh authoritative (demokratis), authoritarian (otoriter), neglected (mengabaikan), dan permissive (membolehkan semuanya). Dari keempat pola asuh tersebut, menurut Goleman (1997), tiga gaya pola asuh yang secara emosional pada umumnya tidak efisien, yaitu pola asuh authoritarian (otoriter), neglected (mengabaikan), dan permissive (membolehkan semuanya).

Pola asuh neglected adalah pola asuh yang sama sekali mengabaikan perasaan guru musik klasik. Orang tua semacam ini memperlakukan masalah emosional guru musik klasik sebagai sesuatu yang mereka tunggu untuk dimarahi. Pola asuh yang kedua, yaitu pola asuh permissive yang terlalu membiarkan dan membebaskan guru musik klasik. Orangtua dengan pola asuh seperti ini akan berpendapat bahwa apapun yang dilakukan guru untuk menangani emosi adalah baik semua, tanpa disaring terlebih dahulu. Pola asuh yang ketiga, yaitu pola asuh authoritarian (otoriter) yang mana memperlihatkan sikap orangtua yang mengecam dan menghukum setiap ungkapan kemarahan dan kekecewaan guru musik klasik. Ketiga pola asuh yang kurang efesien ini dapat membuat rendahnya kecerdasan emosional pada guru musik klasik.


(32)

21

Universitas Kristen Maranatha Pengasuhan orangtua yang efisien yaitu orangtua yang dapat memanfaatkan situasi kemarahan anak dengan betindak mirip pelatih atau guru di bidang emosi. Mereka menanggapi perasaan anak dengan cukup serius untuk berupaya memahami apa yang sebenarnya yang membuat mereka marah. Orang tua seperti ini yang terampil secara emosional memiliki anak-anak yang pergaulannya lebih baik dan memperlihatkan lebih banyak kasih sayang kepada orangtuanya, serta lebih sedikit bentrok dengan orangtuanya. Selain itu, anak-anak ini juga lebih pintar menangani emosinya, lebih efektif menenangkan diri saat marah dan tidak sering marah.

Guru musik klasik yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan memperlihatkan ciri-ciri peka terhadap perasaanya sendiri sehingga mampu mengontrol perasaan-perasaan kecewa, sedih , marah, kesal ataupun senang yang muncul saat mengajar, mengelola emosi sehingga dapat terungkap dengan tepat, memotivasi dirinya dengan berpikir positif, berempati dan dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain. Sedangkan guru musik klasik yang memiliki kecerdasan emosional rendah akan memperlihatkan ciri-ciri yang kurang peka terhadap perasaan sendiri sehingga kurang mampu mengontrol perasaan-perasaan kecewa, marah, kesal ataupun senang yang muncul saat mengajar, kurang mampu mengelola emosi sehingga tidak dapat mengendalikan perasaan dan mood yang negatif yang bukan pada waktunya, pesimis, kurang mampu berempati dan kurang mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain.


(33)

22

Dari uraian di atas dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Tuntutan kerja dan Tanggung jawab

kerja:

Wise: bijak dalam mengelola emosinya sehingga dapat dengan sabar dan tenang dalam

menyampaikan materi kepada murid. •Religion: mampu membina hubungan

dengan baik dalam kasih anatara murid dan guru.

Smart : pintar memotivasi diri sendiri dan mengenali emosi orang lain.

Faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan emosional :

• Kecerdasan emosional yang dimiliki oleh orangtua.

• Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua

Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung

KECERDASAN EMOSI

(EI) Tinggi

Rendah

• Mengenal emosi diri • Mengelola emosi • Memotivasi diri

• Mengenal emosi orang lain


(34)

23

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

1. Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan dapat memenuhi tuntutan kerja wise, religion dan smart dari sekolah musik ‘X’ Bandung tempat guru mengajar.

2. Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung yang memiliki kecerdasan emosional rendah akan kurang dapat memenuhi tuntutan kerja wise, religion dan smart dari sekolah musik ‘X’ Bandung tempat guru mengajar.

3. Faktor yang dapat memengaruhi kecerdasan emosional pada guru musik klasik adalah kecerdasan emosional yang dimiliki oleh orangtua dan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebanyak 53,33% guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung

memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan pada semua aspek kecerdasan emosionalnya juga tinggi. Mereka semua menghayati dirinya mampu untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.

2. Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dapat memenuhi tuntutan kerja dan tanggung jawab di sekolah musik ‘X Bandung.

3. Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung yang memiliki kecerdasan emocional rendah kurang dapat memenuhi tuntutan kerja dan tanggung jawab di sekolah musik ‘X’ Bandung.

4. Terdapat keterkaitan antara kecerdasan emosional orang tua, pola asuh orang tua dan lama bekerja terhadap kecerdasan emosional guru musik klasik.


(36)

65

Universitas Kristen Maranatha

5.2Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian mengenai hubungan pola asuh dan kecerdasan emosional orangtua terhadap kecerdasan emosional guru musik klasik. 2. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan lama bekerja

terhadap kecerdasan emosional guru musik klasik.

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Hasil umum kecerdasan emosional guru musik klasik dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan emosional guru, sehingga guru musik klasik dapat mengenal diri mereka sendiri, terlebih mengenai emosi dan bagaimana mereka mengendalikan emosi pada saat mengajar musik klasik. 2. Dapat di jadikan bahan pertimbangan dan masukan kepada pemilik

sekolah musik ‘X’ Bandung tentang kecerdasan emosional para guru musik klasik untuk memberikan pengajaran dan bimbingan yang diperlukan kepada guru musik klasik.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Benward, Bruce & Marilyn Saker. 2003. Music in theory and practice, Volume I. New York: The McGraw Hill Companies.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Goleman, Daniel. 2005. Emotional Intellingence: Kecerdasaan emosional mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurdin, Syafruddin M & Basyiruddin Usman. 2002. Guru Professional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Pers.

Saondi, Ondi & Aris Suherman. 2012. Etika Profesi Keguruan. Bandung : PT. Refika Aditama.

Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Kelima. Bandung: Alfabeta.

Tabrani, Rusyan Dkk. 1994. Pendekatan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya.

Trisnawati, Ika Indah & Sri Suryaningsum. 2003. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Surabaya :


(38)

67

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

(http://beta.antaranews.com/berita/166720/musik-klasik-seimbangkan-fungsi-otak-kiri-kanan).

(http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1-2006-wahyuikawa-1384-bab2_410-3.pdf)

(http://tipsibuhamil.com/tips-sehat-ibu-hamil/manfaat-musik-klasik-untuk-ibu-hamil, di akses pada tanggal 17 Juli 2014)

(http://www.koran-sindo.com/node/342754, diakses pada tanggal 25 februari 2014)


(1)

Dari uraian di atas dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Tuntutan kerja dan Tanggung jawab

kerja:

Wise: bijak dalam mengelola

emosinya sehingga dapat dengan sabar dan tenang dalam

menyampaikan materi kepada murid.

Religion: mampu membina hubungan

dengan baik dalam kasih anatara murid dan guru.

Smart : pintar memotivasi diri sendiri

dan mengenali emosi orang lain.

Faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan emosional :

• Kecerdasan emosional yang dimiliki oleh orangtua.

• Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua

Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung

KECERDASAN EMOSI

(EI) Tinggi

Rendah

• Mengenal emosi diri • Mengelola emosi • Memotivasi diri

• Mengenal emosi orang lain


(2)

23

1.6 Asumsi

1. Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan dapat memenuhi tuntutan kerja wise, religion dan smart dari sekolah musik ‘X’ Bandung tempat guru mengajar.

2. Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung yang memiliki kecerdasan emosional rendah akan kurang dapat memenuhi tuntutan kerja wise, religion dan smart dari sekolah musik ‘X’ Bandung tempat guru mengajar.

3. Faktor yang dapat memengaruhi kecerdasan emosional pada guru musik klasik adalah kecerdasan emosional yang dimiliki oleh orangtua dan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua.


(3)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebanyak 53,33% guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung

memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan pada semua aspek kecerdasan emosionalnya juga tinggi. Mereka semua menghayati dirinya mampu untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.

2. Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dapat memenuhi tuntutan kerja dan tanggung jawab di sekolah musik ‘X Bandung.

3. Guru musik klasik di sekolah musik ‘X’ Bandung yang memiliki kecerdasan emocional rendah kurang dapat memenuhi tuntutan kerja dan tanggung jawab di sekolah musik ‘X’ Bandung.

4. Terdapat keterkaitan antara kecerdasan emosional orang tua, pola asuh orang tua dan lama bekerja terhadap kecerdasan emosional guru musik klasik.


(4)

65

5.2Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian mengenai hubungan pola asuh dan kecerdasan emosional orangtua terhadap kecerdasan emosional guru musik klasik. 2. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan lama bekerja

terhadap kecerdasan emosional guru musik klasik.

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Hasil umum kecerdasan emosional guru musik klasik dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan emosional guru, sehingga guru musik klasik dapat mengenal diri mereka sendiri, terlebih mengenai emosi dan bagaimana mereka mengendalikan emosi pada saat mengajar musik klasik. 2. Dapat di jadikan bahan pertimbangan dan masukan kepada pemilik

sekolah musik ‘X’ Bandung tentang kecerdasan emosional para guru musik klasik untuk memberikan pengajaran dan bimbingan yang diperlukan kepada guru musik klasik.


(5)

Azwar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Benward, Bruce & Marilyn Saker. 2003. Music in theory and practice, Volume I. New York: The McGraw Hill Companies.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Goleman, Daniel. 2005. Emotional Intellingence: Kecerdasaan emosional mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurdin, Syafruddin M & Basyiruddin Usman. 2002. Guru Professional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Pers.

Saondi, Ondi & Aris Suherman. 2012. Etika Profesi Keguruan. Bandung : PT. Refika Aditama.

Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Kelima. Bandung: Alfabeta.

Tabrani, Rusyan Dkk. 1994. Pendekatan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya.

Trisnawati, Ika Indah & Sri Suryaningsum. 2003. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Surabaya : Simposium Nasional Akuntansi VI


(6)

67

DAFTAR RUJUKAN

(http://beta.antaranews.com/berita/166720/musik-klasik-seimbangkan-fungsi-otak-kiri-kanan).

(http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1-2006-wahyuikawa-1384-bab2_410-3.pdf)

(http://tipsibuhamil.com/tips-sehat-ibu-hamil/manfaat-musik-klasik-untuk-ibu-hamil, di akses pada tanggal 17 Juli 2014)

(http://www.koran-sindo.com/node/342754, diakses pada tanggal 25 februari 2014)