PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MIND MAP: Studi Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMA Negeri di Rokan Hilir.

(1)

………..

ABSTRAK……… ……….

UCAPAN TERIMA KASIH ...

DAFTAR ISI………..

DAFTAR TABEL……….

DAFTAR GAMBAR………

DAFTAR LAMPIRAN……….

iii iv vi viii

x xi

BAB I PENDAHULUAN

A Latar Belakang ………. B Rumusan Masalah ………

C Tujuan Penelitian ………..

D Manfaat Penelitian………. E Penelitian yang Relevan………. F Defenisi Operasional ………. G Hipotesis Penelitian ……….

1 10 10 11 11 12 13

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A Kemampuan Koneksi Matematis ……….

B Kemampuan Representasi Matematis………...

C Mind Map………..

15 20 25


(2)

D A F T A R

P U S T A K A L A MPIRAN

B Populasi dan Sampel ... C Variabel Penelitian ……….

D Waktu Penelitian ………

E Instrumen Penelitian dan Pengembangannya…………... F Teknik Pengolahan Data … ……… G Prosedur Penelitian ………..

36 37 37 38 50 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAB PEMBAHASAN

A Hasil Penelitian………... B Pembahasan Hasil penelitian……….

56 75

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A Kesimpulan ……….... B Implikasi……… C Rekomendasi………...

83 83 84


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika sejak dini.

Dalam KTSP tujuan pembelajaran matematika adalah: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, tepat dalam pemecahan masalah, 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti dan menjelaskan gagasan dan pernyataan matematik, 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancanag model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sejalan dengan hal ini National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 menetapkan bahwa terdapat 5 keterampilan proses yang


(4)

perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika yang tercakup dalam proses standar proses yaitu, (1) pemecahan masalah (problem solving) (2) Penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) komunikasi (communication); (4) koneksi (connection) dan (5) Representasi (representation). Keterampilan–keterampilan tersebut termasuk pada berfikir matematika tingkat tinggi (high-order mathematical thinking) yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar matematika yang tercantum dalam KTSP disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram dan media lain.

Kemampuan koneksi dan representasi matematis diperlukan sejak dini melalui pembelajaran di kelas untuk mampu memecahkan masalah dan mengaplikasikan konsep matematika sebagai bekal hidup siswa untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Menurut Sumarmo (Tim JICA, 2010) dalam berfikir dan belajar matematika siswa dituntut memahami koneksi antara ide-ide matematik, antara matematika dan bidang studi lainnya. Jika siswa sudah mampu melakukan koneksi antara beberapa ide matematis, maka siswa akan memahami setiap materi matematika dengan lebih dalam dan baik. Siswa akan menyadari bahwa matematika merupakan disiplin ilmu yang saling berhubungan dan berkaitan (connected) bukan sebagai kumpulan materi yang terpisah-pisah.


(5)

Artinya materi matematika berhubungan dengan materi yang dipelajari sebelumnya. Akibatnya, kemampuan koneksi ini sangat diperlukan siswa sejak dini karena melalui koneksi matematika ini maka pandangan dan pengetahuan siswa akan semakin luas terhadap matematika dan semua yang terjadi di kehidupan sehari-hari maupun materi yang dipelajari adalah hal yang saling berhubungan.

Konsekuensi logis kemampuan koneksi matematis ini perlu ditingkatkan karena topik-topik dalam matematika banyak memiliki relevansi dan manfaat dengan bidang lain, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu melalui koneksi konsep pemikiran dan wawasan siswa akan semakin terbuka dan luas terhadap matematika dan pengetahuan lain. Karena siswa akan memandang matematika sebagai suatu bagian yang terintegrasi bukan sebagai sekumpulan topik yang terpisah-pisah, serta mengakui adanya keterkaitan atau hubungan dan aplikasi di dalam kehidupan atau lingkungan sekitar siswa. Akibatnya, kemampuan koneksi matematis sangat penting untuk dimiliki siswa agar siswa mampu membuat suatu hubungan yang bermakna antar konsep matematika atau antara konsep dengan bidang lain ataupun dengan kehidupan serta dengan lingkungan sekitarnya. Selanjutnya jika kemampuan koneksi matematis ini dimiliki siswa maka semakin mudah siswa memahami konsep matematika dan aspek berfikir matematis tingkat tinggi yang lain.

Berdasarkan beberapa hasil studi, diantaranya (Henni, 2008) diungkapkan bahwa pembelajaran matematika yang terjadi pada umumnya masih terfokus pada pengembangan kemampuan berfikir tingkat rendah yang bersifat prosedural.


(6)

Secara umum pembelajaran matematika yang terjadi masih terdiri atas rangkaian kegiatan seperti, awal pembelajaran dimulai dengan penjelasan materi oleh guru, kemudian diberikan beberapa contoh soal, selanjutnya dilakukan demonstrasi penyelesaian contoh soal tersebut, dan akhir pembelajaran guru meminta siswa untuk menyelesaikan latihan soal. Dengan proses pembelajaran seperti ini, siswa cenderung menjadi pasif. Pengetahuan yang dimiliki siswa pun hanya terbatas pada apa yang ditransfer guru saja. Oleh karena itu kemampuan berfikir tingkat tinggi yang seharusnya berkembang dalam diri siswa, menjadi tidak berkembang secara optimal.

Kondisi pembelajaran seperti ini menyebabkan siswa hanya mampu menyelesaikan permasalahan yang sesuai dengan contoh yang pernah diberikan oleh guru. Ketika siswa diberikan permasalahan yang setara tetapi sedikit berbeda dengan contoh yang telah diberikan guru, siswa tidak mampu menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa tidak mampu mengaplikasikan konsep matematika yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hal ini terjadi karena pengetahuan yang dimiliki siswa adalah hasil transfer dari guru bukan hasil konstruksinya sendiri. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menyelesaikan masalah menurun drastis manakala seting (konteks) permasalahan diganti dengan hal yang tidak dikenal siswa, walaupun permasalahan matematiknya tetap sama.

Agar siswa mampu mengaplikasikan suatu konsep matematika dalam menyelesaikan masalah, siswa dituntut menguasai beberapa aspek yang terdapat dalam kompetensi dasar matematika, sebagaimana yang tercantum di atas, bahwa


(7)

kemampuan yang menjadi kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika diantaranya yaitu kemampuan penalaran pembuktian, pemecahan masalah, komunikasi, koneksi dan representasi matematis.

NCTM (2003) menyatakan bahwa koneksi matematik (mathematical connection) membantu siswa untuk mengembangkan perspektifnya, memandang matematika sebagai suatu bagian yang terintegrasi daripada sebagai sekelompok topik, serta mengakui adanya relevansi dan aplikasi baik di dalam maupun diluar kelas. Akibatnya, kemampuan koneksi matematis sangat penting untuk dimiliki siswa agar siswa mampu membuat suatu hubungan yang bermakna antara konsep matematika atau antara konsep matematika dengan bidang lain ataupun kehidupan siswa sehari-hari.

Selain kemampuan koneksi matematis, kemampuan representasi juga merupakan salah satu komponen penting dan fundamental untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa, karena pada proses pembelajaran matematika perlu mengaitkan materi yang sedang dipelajari serta mempresentasikan ide/gagasan dalam berbagai cara. Terdapat berapa alasan perlunya representasi, yaitu: memberi kelancaran siswa dalam mebangun suatu konsep dan berpikir matematis serta untuk memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel. Representasi membantu para siswa untuk mengatur pikirannya. Penggunaan representasi oleh siswa dapat menjadikan gagasan-gagasan matematika lebih konkrit dan membantu siswa untuk memecahkan suatu masalah yang dianggap rumit dan kompleks menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan matematika yang digunakan sesuai dengan permasalahan.


(8)

Dalam NCTM (2003) dinyatakan bahwa indikator kemampuan representasi matematika untuk tingkat satu sampai tujuh adalah:

1. Menggunakan representasi untuk menggambarkan dan menginterpretasikan fisik, sosial dan fenomena matematis.

2. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengatur, merekam dan mengkomunikasikan ide-ide matematis.

3. Memilih, menerapkan dan menerjemahkan di antara representasi matematis dalam pemecahan masalah.

Kemampuan koneksi dan representasi matematis memiliki keterkaitan yang sangat erat, dimana dengan kemampuan koneksi yang baik, akan sangat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan representasi matematiknya, demikian pula sebaliknya. Sebagaimana dinyatakan Sumarno (2006) bahwa meskipun penting untuk memiliki banyak representasi dari suatu konsep, keberadaan (eksistensi) representasi ini tidak cukup untuk dapat menyelesaikan masalah. Setiap orang tidak akan mendapat dukungan yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu masalah, kecuali jika berbagai representasi itu terhubung (terkait) dengan benar dan kuat.

Diperlukan kemungkinan untuk memindahkan satu bentuk representasi ke bentuk representasi lain setiap saat, apabila representasi akhir ini lebih efisien untuk proses berikutnya. Proses pemindahan representasi berkaitan erat dengan apa yang akan direpresentasikan. Dalam konteks ini, berarti bergerak dari suatu representasi ke suatu konsep matematika ke rerepresentasi yagn lain, atau bergerak dari satu formula pernyataan matematik ke formula yang lain.


(9)

Kenyataan di lapangan berdasarkan beberapa penelitian, diketahui bahwa kemampuan representasi dan koneksi matematik siswa rendah. Kusumah (2003) menyatakan tingkat kemampuan koneksi siswa kelas III SLTP dalam melakukan koneksi dan representasi masih rendah. Selanjutnya dalam studi pendahuluan yang dilakukan Hudiono (2005) menyimpulkan bahwa guru (pengajar) memberikan representasi seperti tabel dan gambar kepada siswa hanya sebagai penyerta atau pelengkap dalam penyampaian materi. Guru jarang memperhatikan representasi yang dikembangkan oleh siswa sendiri.

Dalam proses pembelajaran yang terjadi, guru mengajarkan representasi terbatas secara konvensional. Siswa jarang diberikan kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri yang dapat meningkatkan perkembangan daya representasi siswa dalam belajar matematika. Siswa mengerjakan soal matematika yang berkaitan dengan kemampuan representasi, hanya sebagian kecil siswa dapat menjawab benar, dan sebagian besar lainnya lemah dalam memanfaatkan kemampuan representasi yang dimilikinya khususnya representasi visual.

Berpedoman pada arti penting untuk dimilikinya kemampuan koneksi dan representasi matematis oleh siswa serta kenyataan yang terjadi di lapangan, member gambaran betapa permasalahan tentang kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa ini menjadi sebuah permasalahan serius yang harus disikapi. Sehingga tujuan dimilikinya kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas dapat tercapai.


(10)

Untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa, tentu dibutuhkan suatu teknik pembelajaran yang tepat. Ada begitu banyak pendekatan, model dan teknik pembelajaran yang ditawarkan para ahli, salah satunya adalah model pembelajaran berbasis Mind Map. Belajar berbasis pada peta pikiran (Mind Map) merupakan cara belajar yang menggunakan konsep pembelajaran komprehensif Total-Mind Learning (TML). Pada konteks TML, pembelajaran mendapatkan arti yang lebih luas. Bahwasanya, di setiap saat dan di setiap tempat semua makhluk hidup di muka bumi belajar, karena belajar merupakan proses alamiah. Semua makhluk belajar menyikapi berbagai stimulus dari lingkungan sekitar untuk mempertahankan hidup.

Mind Map dikembangkan oleh Tony Buzan pada tahun 1970-an berdasarkan pada riset tentang bagaimana otak memproses informasi. Otak mengambil informasi dari berbagai tanda, baik gambar, bunyi, aroma, pikiran maupun perasaan. Kenyataan yang harus disadari, bahwa dunia pembelajaran bagi anak saat ini dibanjiri dengan informasi yang up to date setiap saat. Ketidakmampuan memproses informasi secara optimal di tengah arus informasi menyebabkan banyak individu yang mengalami hambatan dalam belajar ataupun bekerja. Menurut Yovan (2008), hambatan pemrosesan informasi terletak pada dua hal utama, yaitu proses pencatatan dan proses penyajian kembali. Keduanya merupakan proses yang saling berhubungan satu sama lain.

Dalam hal pencatatan, seringkali individu tanpa disadari membuat catatan yang tidak efektif. Sebagian besar melakukan pencatatan secara linear, bahkan tidak sedikit pula yang membuat catatan dengan menyalin langsung seluruh


(11)

informasi yang tersaji pada buku atau penjelasan lisan. Hal ini mengakibatkan hubungan antar ide dan informasi menjadi sangat terbatas dan sangat spesifik, sehingga berakibat pada minimnya kreativitas yang dapat dikembangkan. Selain itu, bentuk pencatatan seperti ini juga memunculkan kesulitan untuk mengingat dan menggunakan seluruh informasi tersebut dalam belajar atau bekerja.

Sedangkan dalam hal penyajian kembali informasi, kemampuan yang paling dibutuhkan adalah memanggil ulang (recalling) informasi yang telah dipelajari. Pemaggilan ulang merupakan kemampuan menyajikan secara tertulis atau lisan berbagai informasi dan hubungannya, dalam format yang sangat personal. Hal ini merupakan salah satu indikator pemahaman individu atas informasi yang diberikan. Dengan demikian, proses pemanggilan ulang sangat erat hubungannya dengan proses mengingat atau remembering.

Salah satu hal yang berperan dalam megingat adalah asosiasi yang kuat antar informasi dengan interpretasinya. Kondisi ini, hanya bisa terjadi ketika informasi tersebut memiliki representasi mental dalam pikiran. Jika seseorang

ingin mengingat “rumah”, maka sebelumnya ia perlu merepresentasikan rumah dalam pikirannya, mungkin berupa gambar/skets, harga, lingkungan dan bentuk. Hubungan tersebut perlu dipahami secara personal, sehingga tercipta representasi mental yang lebih mudah diingat.

Bentuk pencatatan yang dapat mengakomodir berbagai maksud di atas adalah dengan peta pikiran (Mind Map). Dengan peta pikiran, individu dapat mengantisipasi derasnya laju informasi dengan memiliki kemampuan mencatat


(12)

out). Hal ini tidak hanya dapat membantu dalam mempelajari informasi yang diberikan, tapi juga dapat merefleksikan pemahaman personal yang mendalam atas informasi tersebut. Selain itu Mind Map juga memungkinkan terjadinya asosiasi yang lebih lengkap pada informasi yang ingin dipelajari, baik asosiasi antar sesama informasi yang ingin dipelajari ataupun dengan informasi yang telah tersimpan sebelumnya dalam ingatan.

Berdasarkan permasalahan dan fakta di atas, penulis mengajukan sebuah

studi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Mind Map”.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

3. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis Mind Map?

B. Tujuan Penelitian


(13)

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis Mind Map dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis Mind Map dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis Mind Map.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi sekolah (guru dan siswa), dan secara teoritis dapat bermanfaat bagi pengembangan keilmuan. Adapun rincian manfaat yagn diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi guru, pembelajaran berbasis Mind Map dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa.

2. Pada pembuat keputusan dan guru Mind Map dapat digunakan untuk pengembangan diri.

3. Bagi siswa, pembelajaran dengan basis Mind Map dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi matematis.

4. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran dan pengembangan diri.


(14)

5. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan acuan/referensi bagi penelitian lain yang relevan.

D. Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini antara lain penelitian yang dibuat oleh Jaenudin (2008), Yuniawatika (2011) menyimpulkan bahwa kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa dapat ditingkatkan melalaui pembelajaran matematika dengan strategi REACT. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap beberapa sekolah di Singapore (2007) dalam melaksanakan KBM Berbasis MM, dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1. MM dapat menjadi suatu alternatif di samping metode konvensional yang dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran karena membantu mengorganisir informasi dengan baik serta hanya menyajikan informasi dan konsep yang penting/inti saja.

2. MM dapat meningkatkan tingkat partisipasi siswa dalam belajar karena suasana belajar menjadi lebih menarik dan menyenangkan karena bahan pelajaran dapat diringkas ke dalam bentuk yang menarik serta mudah untuk dipahami dan diingat.

3. MM dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran secara lebih efektif dan efisien yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil akademis siswa.


(15)

4. MM dapat meringankan tugas siswa dan guru dalam menyelesaikan seluruh materi pelajaran dalam waktu yang lebih singkat namun tidak mempengaruhi kualitasnya.

Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat diduga bahwa pembelajaran berbasis Mind Map dapat meningkatkan kemampun koneksi dan representasi matematis siswa, sehingga peneliti terdorong untuk melaksanakan suatu eksperimen yang mengimplementasikan pembelajaran berbasis Mind Map.

E. Definisi Operasional

Untuk memperoleh kesamaan persepsi tentang istilah yang digunakan peneliti memberikan beberapa defenisi operasional sebagai berikut:

1. Kemampuan koneksi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur, memahami hubungan antar topik matematik, dan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep dalam bidang lain atau kehidupan sehari-hari.

2. Kemampuan representasi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan idea tau gagasan matematika yang dinyatakan melalui cara-cara tertentu, antara lain: gambar, ekspresi matematis (model matematis) dan kata-kata atau teks tertulis. 3. Mind Map adalah teknik pencatatan dalam bentuk visual dan perangkat

grafis lainnya yang mempermudah proses informasi dan memanggil ulang (recalling) informasi yang telah dipelajari. Agar penggunaannya maksimal, maka perlu diperhatikan bagaimana otak memproses informasi yang


(16)

diterima. Otak bekerja berdasarkan asosiasi, otak menyukai warna dan representasi sesuatu.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas diasumsikan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Peningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang mem-peroleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan variabel terikat adalah kemampuan koneksi dan representasi matematis sedangkan variabel bebasnya adalah pembelajaran berbasis Mind Map. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok pretes-postes (pretest-posttest control group design). Dengan desain penelitian digambarkan menurut Ruseffendi (2005) sebagai berikut :

O X O O O

Keterangan: X = Kelas pembelajaran Berbasis Mind Map. O = Pretes = postes

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Bangko, Bagansiapiapi, kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau tahun ajaran 2011/2012. Penentuan sampel dilakukan dengan cara kpurporsive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan pertimbangan guru matematika di sekolah tersebut. Sampel penelitian ini adalah kelas X.2 sebagai kelas kontrol dan kelas X.9 sebagai kelas eksperimen.


(18)

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu kondisi yang dimanipulasi, dikendalikan atau diobservasi oleh peneliti. Penelitian ini melibatkan dua jenis variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimodifikasi sehingga dapat mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadi modifikasi pada variabel bebas. Menurut Frenkel (1993) independent variable adalah variabel mandiri yang diduga dapat mempengaruhi variabel lain, sedangkan dependent variable adalah variabel yang dipengaruhi oleh independent variable. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai variabel terikat adalah kemampuan koneksi dan representasi matematika siswa, sedangkan variabel bebas adalah pembelajaran berbasis Mind Map.

Pada saat penelitian tidak menutup kemungkinan dapat muncul variabel-variabel luar (extraneous variable) yang dapat mempengaruhi variabel-variabel terikat, misalnya strategi pembelajaran yang digunakan, guru, waktu belajar dan lain sebagainya. Variabel luar pada penelitian ini diasumsikan tidak mempengaruhi secara signifikan (berarti) terhadap variabel terikatnya.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012 dengan rincian sebagai berikut:


(19)

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

E. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya 1. Instrumen Penelitian

a. Tes Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematis

Tes dalam penelitian ini yaitu seperangkat tes kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa dengan materi Trigonometri. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan koneksi dan representasi matematis siwa yang diberikan pada saat pretes dan postes. Tes yang digunakan berbentuk uraian, hal ini dimaksudkan agar langkah dan cara berfikir siswa dalam menyelesaikan soal dapat lebih tergambar dengan jelas. Sesuai dengan pendapat Ruseffendi (1993) yang mengemukakan bahwa salah satu kelebihan tes uraian adalah yaitu kita bisa melihat dengan jelas proses berpikir melalui jawaban-jawaban yang diberikan siswa.

Bulan Kegiatan

Januari-April 2012

Tahap persiapan:

 Pembuatan proposal  Ujian proposal  Bimbingan

 Uji coba instrument  Pengurusan izin penelitian 27 April – 10 Juni 2012

Pelaksanaan penelitian:  Pretes

 Pembelajaran  Postes,  Skala sikap

10 Juni-10 Juli 2012 Pengolahan dan analisis data serta penyempurnaan penulisan tesis


(20)

Materi tes kemampuan koneksi dan representasi matematis diambil dari materi pelajaran Matematika SMA kelas X semester genap yaitu pokok bahasan Trigonometri dan sub pokok bahasan Aturan Sinus dan Cosinus. Dalam penyusunan soal ini, terlebih dahulu disusun kisi-kisi soal, yang mencakup pokok bahsan, aspek kemampuan yang diukur, indikator serta banyaknya butir soal yang dilanjutkan dengan penyusunan soal serta kunci jawaban. Skor yang diberikan pada setiap jawaban siswa ditentukan berdasarkan pedoman penskoran. Skor ideal pada suatu butir soal ditentukan berdasarkan banyak tahapan yang harus dilalui pada soal tersebut. Adapun pedoman penskoran tes kemampuan koneksi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasar General Rubric yang dinyatakan Lane (1993) dalam Chicago Public School of student Assessment seperti disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2 Kriteria Penskoran Tes kemampuan Koneksi Matematis Kriteria jawaban dan alasan Skor

Tidak ada jawaban/tidak memahami masalah 0

Memahami sebagian konsep daproses matematis soal, menggunakan alat dan strategi penyelesaian yang tidak tepat dean melakukan banyak kesalahan perhitungan.

1 Hampir memahami konsep dan proses matematis soal, mengidentifikasi unsur-unsur penting, namun banyak ide-ide yang keliru, melakukan beberapa kesalahan perhitungan.

2 Pemahaman yang baik terhadap konsep dan proses matematis soal, menggunakan istilah dan notasi yang hamper benar, melaksanakan algoritma secara lengkap dan secara umum perhitungan benar, tetapi masih terdapat kesalahan.

3

Menunjukkan pemahaman terhadap konsep dan proses matematis soal, menggunakan istilah dan notasi yang tepat, melaksanakan algoritma secara benar dan lengkap.

4 Sumber: Lane (1993) SKOR IDEAL = 4


(21)

Sedangkan pedoman penyekoran tes kemampuan representasi matematis disusun berdasarkan indikator-indikator kemampuan represent-tasi matematis mengacu pada kriteria yang dikembangkan oleh Cai, Lane dan Jacobsin dengan pemberian skor 0 sampai 3. Kriteria penskoran seperti disajikan tabel berikut:

Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematis

Menjelaskan/Menulis (Written text) Menggambar (Drawing) Ekspresi Matematis (Mathematical Expression) Skor Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan

ketidakpahaman tentang konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.

0 Penjelasan secara

matematis masuk akal namun hanya sebagai aspek pertanyaan dijawab dengan benar.

Melukiskan diagram atau gambar yang sesuai dengan benar namun hanya sebagian aspek pertanyaan yang dijawab dengan benar/salah dalam memperoleh solusi. Membuat model matematika yang sesuai dengan benar namun hanya sebagian aspek pertanyaan dijawab dengan benar/salah dalam memperoleh solusi. 1 Penjelasan secara matematis masuk akal dan hampir semua aspek pertanyaan dijawab dengan benar.

Melukiskan diagram atau gambar yang sesuai dengan benar dan hampir semua aspek pertanyaan djawab dengan benar/memperoleh solusi namun kurang lengkap. Membuat model matematis yang sesuai dengan benar dan hampir semua aspek pertanyaan dijawab dengan benaar/ memperoleh solusi namun kurang lengkap.

2

Penjelasan secara matematis masuk akal, benar, jelas dan tersusun sistimatis

Melukiskan diagram atau gambar yang sesuai , memperoleh solusi yang benar, jelas dan lengkap

Membuat model matematis yang sesuai, memperoleh solusi yang benar, jelas dan lengkap

3


(22)

Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut harus dinilai validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Untuk mendapatkan validitas, reliabilitas daya pembeda dan tingkat kesukaran maka soal tes tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan pada expert dalam hal ini dosen pembimbing dan teman kuliah jurusan matematika S2 dan 1 orang S3. validasi dan diujicobakan pada kelas lain di sekolah pada tingkat yang sama. Soal ini diujicobakan di SMA Darul Hikam jalan Tubagus Ismail Bandung pada tanggal 12 April 2012 di kelas XI IPA. Pengukuran validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas soal tes diuraikan berikut ini: a) Analisis Validitas Butir Soal

Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut (Ruseffendi, 1991). Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk moment, yaitu (Arikunto, 2002):

  

 

 

2

2 2

2

Y Y

N X X

N

Y X XY

N rxy

Dengan: rxy = koofisien korelasi antara variabel x dan varibel y

N = banyaknya sampel X = skor item


(23)

Koofisien korelasi hasil perhitungan, kemudian diinterpretasikan, dengan klasifikasi menurut Arikunto (2002: 75) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Validitas

Hasil uji validitas soal tes kemampuan koneksi dan representasi matematis dapat dilihat di lampiran B. Ikhtisar dari hasil perhitungan disajikan dalam Tabel berikut:

Tabel 3.5 Hasil uji validitas Instrumen Tes

Dari ke enam soal tersebut 3 soal memiliki nilai korelasi sangat tinggi atau sangat signifikan dan 3 butir soal memiliki nilai korelasi tinggi. Artinya

Koefisien Interpretasi

00 , 1 80

,

0 rxy  Sangat tinggi

80 , 0 60

,

0 rxy  Tinggi

60 , 0 40

,

0 rxy  Cukup

40 , 0 20

,

0 rxy  Rendah

20 , 0 00

,

0 rxy  Sangat rendah

Nomor soal Koefisien korelasi Interpretasi

1 0,81 Sangat tinggi

2 0,81 Sangat tinggi

3 0,80 Tinggi

4 0,88 Sangat tinggi

5 0,78 Tinggi


(24)

seperangkat soal tersebut valid atau layak digunakan untuk mengukur kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa pada penelitian ini.

b) Reliabilitas

Suatu alat ukur (instrument) memiliki reliabilitas yang baik bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal walaupun dikerjakan oleh siapun (dalam level yang sama), di manapun dan kapanpun berada. Untuk mengukur reliabilitas soal menggunakan rumus (Russefendi, 2005):

Rumus Alpha-Cronbach:                

2

2 1 1 t i n n r 

Keterangan : n = banyak soal ∑

2

i

 = jumlah variansi skor tiap butir item

2

t

 = variansi total

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan menurut J.P. Guilford (Suherman 2003).

Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas

Besarnya r Tingkat Reliabilitas 0,00 r11 0,20 Kecil

0,20 r11 0,40 Rendah 0,40 r11 0,60 Sedang 0,60 r11 0,80 Tinggi 0,80 r11 1,00 Sangat tinggi


(25)

Hasil perhitungan koefisien reliabilita soal tes kemampuan koneksi dan representasi matematis adalah 0,47 dan 0,53. Artinya soal soal tes memiliki reliabilitas sedang dan akan memberikan hasil yang hampir sama jika diujikan kembali.

c) Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah soal adalah kemampuan suatu soal tersebut untuk dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang kemampuannya rendah. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik bila memang siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik, dan siswa yang kurang tidak dapat mengerjakan dengan baik. Discriminatory power (daya pembeda) dihitung dengan membagi testee kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas (the higher group) kelompok testee yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group)

kelompok testee yang tergolong rendah. Dan pembagiannya 50% untuk kelompok pandai dan 50% kelompok kurang mampu.

Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus :

IA SB SA

DP 

Keterangan :

DP= Daya pembeda

SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA= Jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal dipilih


(26)

Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan yang dikemukan oleh Ebel (Ruseffendi, 1993 ) sebagai berikut:

Tabel 3.7 Interpretasi koefisien Daya Pembeda

Koefisien Interpretasi

00 , 1 70

,

0 DP Sangat tinggi

70 , 0 40

,

0 DP Tinggi

40 , 0 20

,

0 DP Cukup

2 , 0 00

,

0 DP Rendah

00 , 0 

DP Sangat rendah

Hasil perhitungan daya pembeda soal tes disajikan pada tabel berikut: Tabel 3.8 Hasil perhitungan Daya Pembeda

Dari tabel terlihat bahwa seluruh soal memiliki daya pembeda yang sangat baik, artinya soal ini akan dapat diselesaikan dengan benar oleh kelompok atas dan akan sulit bagi kelompok bawah (kurang pandai) dan

Nomor soal Indeks daya pembeda Interpretasi

1 0,55 Tinggi

2 0,58 Tinggi

3 0,55 Tinggi

4 0,73 Sangat tinggi

5 0,63 Tinggi


(27)

instrument ini sudah mampu membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai.

d) Analisis Tingkat Kesukaran

Bermutu atau tidak butir-butir item pada instrument dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir item tes yang baik, apabila butir item tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Tingkat kesukaran dari setiap butir soal dihitung berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Menurut Ruseffendi (1991), tingkat kesukaran suatu butir soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu, dihitung menggunakan rumus:

IK

T T

I S

Dengan : IK = tingkat kesukaran

ST = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu

butir yang diolah

IT = jumlah skor ideal/maksimum yang diperoleh pada

satu soal itu.

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan mengguna-kan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan Suherman (2003) seperti tabel. 3.8 berikut:


(28)

Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu sukar 0,00 < IK < 0,30 Sukar 0,30 < IK < 0,70 Sedang 0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 1,00 Terlalu mudah

Berdasarkan kriteria dan perhitungan dengan rumus di atas, diperoleh hasil berikut:

Tabel 3.10 Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal

No Soal IK Interpretasi

1 0,35 Sedang

2 0,44 Sedang

3 0,48 Sedang

4 0,41 Sedang

5 0,54 Sedang

6 0,44 Sedang

Dari tabel hasil perhitungan terlihat bahwa tingkat kesukaran soal dalam taraf sedang, artinya soal tes tersebut merupakan instrumen yang baik. e) Rekapitulasi Analisis Hasil uji coba Instrumen tes

Pada Tabel 3.11 berikut disajikan rekapitulasi hasil uji coba instrumen tes kemampuan koneksi dan representasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.11 Rekapitulasi Analisis Uji Coba InstrumenTes Nomor

soal 1 2 3 4 5 6


(29)

Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda terhadap uji coba instrument tes kemampuan koneksi dan representasi matematis yang di ujikan pada kelas XI IPA SMA Swasta Darul Hikam Bandung, dapat disimpulkan bahwa instrumen tes tersebut layak dipakai sebagai alat ukur kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa kelas X SMA yang merupakan sampel penelitian ini.

b. Skala Sikap

Skala sikap siswa ini dipersiapkan dan dibagikan kepada siswa-siswa dikelompok eksperimen setelah postes dilaksanakan. Skala sikap siswa ini diberikan untuk mengetahui sikap para siswa tentang pembelajaran yang dilaksanakan dan perangkat tes yang mereka terima. Skala sikap siswa ini akan menggunakan skala Likert dimana setiap pernyataan dilengkapi dengan

lima pilihan jawaban terhadap seperangkat pernyataan yang berhubungan dengan pembelajaran berbasis Mind Map.

Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), Ragu-ragu ® dan sangat

Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi

Reliabilitas 0,53

Sedang Tingkat

Kesukaran

0,35 0,44 0,48 0,41 0,54 0,44

sedang sedang sedang sedang Sedang sedang Daya

Pembeda

0,55 0,58 0,55 0,73 0,63 0,43

Sngat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik


(30)

tidak setuju (STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala sikap kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian skor skala sikap untuk setiap pilihan jawaban berturut-turut 5,4,3,2,1 untuk pernyataan positif dan sebaliknya pemberian skor 1,2,3,4, 5 untuk pernyataan negatif.

Skala sikap terhadap pembelajaran berbasis Mind Map terdiri dari tiga indicator, yaitu (1) Menunjukkan minat terhadap pembelajaran matematika, (2) Menunjukkan kesukaan terhdap pembelajaran berbasis Mind Map, dan (3) Menunjukkan persetujuan terhadap soal-soal yang disajikan. Analisis skala sikap siswa ini dilakukan dengan cara mencari rata-rata skor dari setiap jawaban yang diberikan siswa dan mencari rata-rata skor setiap item pernyataan sikap siswa. Rta-rata skor dari setiap jawaban yang diberikan siswa dan rata-rata skor setiap item pernyataan tersebut kemudian dibandingkan dengan skor netral. Bila rata-rata skor siswa lebih kecil dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap yang negatif. Dan sebaliknya, bila rata-rata skor yang diberikan siswa lebih besar dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap yang positif.

2. Penunjang Penelitian a. Silabus

Silabus merupakan penjabaran dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan agar peneliti mempunyai acuan yang jelas dalam melakukan tindakan dan disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi. Pada silabus memuat identitas sekolah, standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran,


(31)

indicator, penilaian yang meliputi jenis tagihan, contoh instrumnt dan alokasi waktu serta sumber belajar.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun sebagai panduan peneliti. Secara umum RPP memuat standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi ajar model dan metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, sumber belajar dan penilaian. Skenario Pembelajaran berbasis Mind Map Secara umum yang dilaksanakan pada kelas eksperimen ini, adalah:

1. Overview : Tinjauan menyeluruh terhadap suatu topic pada saat proses pembelajaran baru dimulai. Khusus untuk pertemuan pertama di awal semester Overview dapat diisi dengan kegiatan untuk membuat master Mind Map yang merupakan rangkuman dari seluruh topik yang akan diajarkan selama satu semester yangsudah ada dalam silabus. Dalam penelitian ini Overview digunakan untuk mengenalkan Mind Map dan cara membuatnya.

2. Preview: yaitu tinjauan awal lebih mendalam dari pada overview, berupa penjabaran dari Silabus. Sehingga siswa sudah memiliki pengetahuan awal yang cukup mengenai sub-topik dari bahan sebelum pembahasan yang lebih detail dimulai.


(32)

4. Review yaitu tinjauan ulang pada pembahasan di akhir pembelajaran, dapat berupa ringkasan dari bahasan, penekanan pada informasi penting atau konsep dan rumus penting.

F. Teknik Pengolahan Data

Data yang dianalisis adalah hasil tes kemampuan awal berupa pretes dan postes dari kemampuan koneksi dan representasi matematis, serta data skala sikap. Seluruh data dalam penelitian ini diolah dengan bantuan program Software SPSS 16 dan Microsoft Excell 2007.

a. Pengolahan skor pretes kemampuan Koneksi dan Representasi matematis Dalam pengolahan terhadap hasil tes siswa digunakan Software SPSS 16 dan Microsoft Excell 2007. Setelah postes selesai, maka diperoleh data skor tes yaitu pretes dan postes kemampuan koneksi dan representasi matematis, data skala sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis Mind Map. Selanjutnya data yang telah diperoleh diolah.

Tahapan-tahapan pengolahan:

1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kriteria penskoran. 2) Menghitung rata-rata pretes dan postes

3) Menghitung peningkatan kompetensi yang terjadi setelah perlakuan pembelajaran baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, dihitung tidakn menggunakan nilai gain ternormalisasi atau N_gain yang dikembangkan oleh Meltzer (2002) sebagai berikut: (gain ternormalisasi)

=

( � � −� )


(33)

Hasil perhitungan n-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi yang dinyatakan oleh Hake (1999) sebagai berikut:

Tabel 3.12 Klasifikasi N- Gain Besarnya N_gain Interpretasi

g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

4) Menghitung statistik deskriptif skor pretes, skor postes dan skor N-gain meliputi skor terendah, skor tertinggi, rata-rata dan simpangan baku.

5) Menetapkan tingkat keabsahan atau tingkat signifikansi yaitu 5% (α = 0,05)

6) Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu dilakukan uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas variansi data. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik apa yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Hipotesis yang diuji:

H0: Data berdistribusi normal

H1 : Data tidak berdistribusi normal

Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria

pengujian, jika nilai signifikansinya > α maka H0 diterima. Uji

homogenitas antara dua kelompok data dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak. Adapun hipotesis yang diuji adalah :


(34)

H1: data tidak homogen

Uji statistik menggunakan Uji Levene.

Hipotesis penelitian diuji menggunakan statistik inferensial, yaitu uji perbedaan dua rerata. Uji perbedaan dua rerata yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas data dan uji homogenitas data. Adapun hipotesis yang diuji dalam uji perbedaan dua rerata adalah:

Uji dua pihak (2-tailed) H0: µ1 = µ2

H1: µ1≠ µ2

Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen maka uji perbedaan rerata menggunakan uji -t. Jika data tidak berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik non parametrik MannWhitney U.

b. Pengolahan Data skala sikap

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap siswa teranalisa difokuskan pada respons siswa terhadap metode pembelajaran yang diberikan (Mind Map) matematika, terhadap pembelajaran berbasis Mind Map dan terhadap soal koneksi dan representasi matematis yang diberikan. Perhitungan skor sikap siswa dilakukan dengan memberikan skor pada setiap jawaban siswa. Skor sikap siswa merupakan data ordinal sehingga agar operasi hitung dapat


(35)

dilakukan, maka data ditransformasi terlebih dahulu menjadi data interval. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi data kualitatif ordinal adalah Method Successive Internals (MSI). Tahapan dari (MSI) adalah sebagai berikut :

c. Hitung banyaknya data pengamatan untuk setiap kategori jawaban d. Hitung peluang dari setiap kategori jawaban

e. Hitung nilai kumulatif dari nilai peluanguntuk setiap kategori jawaban f. Selanjutnya, dengan memasukkan nilai kumulatif ke dalam tabel

normal baku (tabel Z) akan ditemukan nilai z- skor

g. Hitung nilai densitas dari setiap nilai z-skor (symbol: f(z) melalui rumus

� =1

2� (−1

2�) 2

dimana π = 3,14dan e = 2,7183 h. Hitung skala untuk setiap kategori melalui rumus:

��

i

=

� −

( +1)

�−��−1 dengan i menyatakan peubah ke-i

i.

Akhirnya, hitung nilai skor kuantifikasi dari setiap peubah melalui rumus: � = �� + 1 + min���

Data sikap sikap siswa yang telah ditransformasi menjadi data interval, kemudian ditentukan skor netralnya. Kemudian untuk menjawab rumusan masalah deskriptif, ditentukan pula skor idealnya. Skor ideal adalah skor yang ditetapkan dengan asumsi bahwa setiap siswa pada setiap pernyataan memberi jawaban tertinggi.


(36)

Sikap siswa dikatakan positif jika rata-rata skor sikap siswa untuk setiap butir pernyataan lebih besar dari skor netralnya.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian mengenai kegiatan pembelajaran berbasis Mind Map untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi matematis ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Prosedur dalam penelitian ini adalah:

1) Melakukan studi kepustakaan, yaitu mengidentifikasi dan merumus-kan masalah

2) Menyusun intrumen penelitian dan bahan ajar 3) Menguji validitas instrumen

4) Uji coba instrument

5) Menganalisis hasil uji coba

6) Menentukan subjek, kelompok eksperimen dan kelompok control 7) Mengadakan pretes

8) Melaksanakan pembelajaran berbasis Mind Map pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

9) Memberikan postes kepada kedua kelas

10) Memberikan skala sikap pada kelas eksperimen 11) Mengolah dan menganalisis data

12) Menyimpulkan hasil penelitian dan membuat saran

Untuk lebih jelas mengenai prosedur penelitian dapat diperlihatkan flowchart berikut.


(37)

Gambar 3.1 Prosedur Pelaksanaan Penelitian Pretes

Postes

Data

Skala sikap Pembelajaran

konvensional Pembelajaran Berbasis

Mind Map

Studi pendahuluan: Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah,

Analisis Data

Kesimpulan dan rekomendasi Pengembangan instrumen, validasi dan uji coba

Pemilihan populasi dan sampel


(38)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan-temuan dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ditinjau secara keseluruhan, peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan representasi siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Sikap siswa terhadap proses pembelajaran berbasis Mind Map dari ketiga aspek yaitu kesukaan terhadap matematika, pembelajaran berbasis Mind Map dan terhadap soal-soal koneksi dan representasi matematis yang diberikan menunjukkan sikap positif.

B. Implikasi

Implikasi yang ditemukan dari simpulan di atas adalah:

1. Pembelajaran Matematika berbasis Mind Map baik diberikan kepada Siswa SMA kelas X.

2. Penerapan Pembelajaran Berbasis Mind Map dapat merobah paradigma lama menjadi paradigma baru dimana guru dan siswa dapat membuat materi


(39)

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, berikut disampaikan beberapa rekomendasi:

1. Perlu diteliti bagaimana pengaruh pembelajaran berbasis Mind Map terhadap kemampuan matematis lainnya.

2. Penelitian ini hanya terbatas pada materi Trigonometri dan sub materi Aturan Cosinus dan Sinus. Diharapkan penelitian berikutnya pada materi lain.

3. Sampel penelitian ini belum mengenal Mind Map sebelumnya, sehingga ada waktu yang digunakan untuk mengenalkan Mind Map sebelum mengaplikasikan pembelajaran berbasis Mind Map sehingga ada celah atau kekurangan di mana alokasi waktu yang seharusnya sudah di gunakan untuk pembelajaran ( penelitian) tetapi digunakan untuk mengenalkan Mind Map, cara membuat dan aturan-aturannya, diharapkan peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian dengan sampel lain yang memiliki karakteristik yang sama dan sudah mengenal Mind Map sebelumnya sehingga hasil penelitian lebih memungkikan untuk digeneralisasi.


(40)

Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Bambang dan Wawan. (2008). “Studi Perbandingan antara Model Pembelajaran Berbasis Komputer Dalam Peningkatan Kemampuan Berfikir Matematis Tngkat Tinggi”. Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi Volume 1 Nomor 2.

Budiningsih, A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Buzan, T. (2007). Buku Pintar Mind Map untuk Anak .Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Coxford, A.F. (1995). “The Case for Connection” dalam Connecting Mathematics Across The Curriculum.NCTM Yearbook.

Djohan. (2008). Aplikasi Real-time Buzan Mind Mapping. Indomindmap® Learning Center – ILC. Applied RT-MM pdf.

Fadilah, S (2008). Representasi Matematis.[on line].Tersedia:

fadilahatick.blogspot.com/2008/06/Representasi-matematik.html. [November 2011].

Hake, R.R (1999). Analyzing Change Gain Scores.[online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf

Herdian. (2010). Kemampuan Koneksi Matematika. [Online]. Tersedia: http://www.Herdy07/wordpres.com/2010/05/27. [ 12 Januari 2012].

Hudiono, B. (2005). Peran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Matematika dan Daya Representasi pada Siswa SLTP.Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Hutabarat, D. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Representasi pada Kelompok Siswa yang Belajar Inkuiri dan Biasa. Tesis SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Hutagaol, Kartini (2007). Pembelajaran Matematika Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPS UPIBandung: Tidak diterbitkan


(41)

Halimah Tusaddiah, 2012

Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Representasi Matematis Siswa Sma Melalui Pembelajaran Jones, B.F., & Knuth, R.A. (1991). What does research ay about mathematics?

[on-line]. Available: http://www. ncrl.org/sdrs/areas/stw_esys/2math.html. [12 Februari 2011].

Kusuma, D. A. (2003). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SLTP

dengan Menggunakan Metode Inkuiri. Tesis PPS UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Lestari, P. (2009) Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMK Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Tesis SPS UPI .Tidak diterbitkan.

Lane (1993). The Conceptual Frame Work for Development of Mathematics Performance Assement Instrument. Educational Measurement: Issues and

Practice.[on-line]. Tersedia: http://web njit

edu/~ronkowit/teaching/rubrics/samples/math probsolv chicago.pdf [30 Januari 2012].

Mahmudin. (2009). Pembelajaran Berbasis Peta Pikiran (Mind Mapping). [Online]. Tersedia : http://mahmuddin.wordpress.com/2009/12/01.[12 Januari 2012]

Meltzer, D.E.(2002).The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physic: A Possible “Hidden Variable”in Diagnostik Pretes Scores. Iowa: Department of Physic and Astronomy Mustika, I. (2010) Pembelajaran Matematika melalui Brain Based Learnng untuk

Meningkatkan Kemampuan Conceptual Understanding dan Procedural Fluency. Skiripsi UPI. Tidak diterbitkan.

National Council of Teachers of Mathematics (1989), Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standarts for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nitta, P (2010) Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Strategi Kooperatif Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMP.Tesis SPS UPI. Tidak diterbitkan.


(42)

Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Rohansyah, W. (2008)Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Diskursus Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Rohendi, D. (2009). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis siswa Melalui Pembelajaran Elektronik (E-learning). Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Rostikawati. (2008). Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar dan Kreatifitas Siswa. [Online]. Tersedia: http://pkab.wordpress.com [17 Januari 2012].

Ruspiani. (2000). Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematis Tesis SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi.(2005) Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya.Bandung : Tarsito

Ruseffendi.(1993) Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan.DIKTI Santrock, J.W.(2007). Psikologi Pendidikan Jakarta: Kencana

Sugiyono.(2010) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Bandung : Alfabeta.

Yovan, P. (2008). Memori dan Pembelajaran Efektif. Jakarta: Yrama Widya Yuniawatika. (2008) Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Strategi

REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan UPI Edisi Khusus No 2 Agustus 2011 .ISSN 1412-565


(43)

Halimah Tusaddiah, 2012


(1)

83

Halimah Tusaddiah, 2012

Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Representasi Matematis Siswa Sma Melalui Pembelajaran Berbasis Mind Map

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan-temuan dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ditinjau secara keseluruhan, peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan representasi siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Sikap siswa terhadap proses pembelajaran berbasis Mind Map dari ketiga aspek yaitu kesukaan terhadap matematika, pembelajaran berbasis Mind Map dan terhadap soal-soal koneksi dan representasi matematis yang diberikan menunjukkan sikap positif.

B. Implikasi

Implikasi yang ditemukan dari simpulan di atas adalah:

1. Pembelajaran Matematika berbasis Mind Map baik diberikan kepada Siswa SMA kelas X.

2. Penerapan Pembelajaran Berbasis Mind Map dapat merobah paradigma lama menjadi paradigma baru dimana guru dan siswa dapat membuat materi pembelajaran lebih singkat tanpa mengurangi kualitas pembelajaran.


(2)

84

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, berikut disampaikan beberapa rekomendasi:

1. Perlu diteliti bagaimana pengaruh pembelajaran berbasis Mind Map terhadap kemampuan matematis lainnya.

2. Penelitian ini hanya terbatas pada materi Trigonometri dan sub materi Aturan Cosinus dan Sinus. Diharapkan penelitian berikutnya pada materi lain.

3. Sampel penelitian ini belum mengenal Mind Map sebelumnya, sehingga ada waktu yang digunakan untuk mengenalkan Mind Map sebelum mengaplikasikan pembelajaran berbasis Mind Map sehingga ada celah atau kekurangan di mana alokasi waktu yang seharusnya sudah di gunakan untuk pembelajaran ( penelitian) tetapi digunakan untuk mengenalkan Mind Map, cara membuat dan aturan-aturannya, diharapkan peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian dengan sampel lain yang memiliki karakteristik yang sama dan sudah mengenal Mind Map sebelumnya sehingga hasil penelitian lebih memungkikan untuk digeneralisasi.


(3)

Halimah Tusaddiah, 2012

Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Representasi Matematis Siswa Sma Melalui Pembelajaran Berbasis Mind Map

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 85

DAFTAR PUSTAKA

Amri. (2009). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Bambang dan Wawan. (2008). “Studi Perbandingan antara Model Pembelajaran Berbasis Komputer Dalam Peningkatan Kemampuan Berfikir Matematis Tngkat Tinggi”. Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi Volume 1 Nomor 2.

Budiningsih, A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Buzan, T. (2007). Buku Pintar Mind Map untuk Anak .Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Coxford, A.F. (1995). “The Case for Connection” dalam Connecting Mathematics Across The Curriculum.NCTM Yearbook.

Djohan. (2008). Aplikasi Real-time Buzan Mind Mapping. Indomindmap® Learning Center – ILC. Applied RT-MM pdf.

Fadilah, S (2008). Representasi Matematis.[on line].Tersedia:

fadilahatick.blogspot.com/2008/06/Representasi-matematik.html. [November 2011].

Hake, R.R (1999). Analyzing Change Gain Scores.[online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf

Herdian. (2010). Kemampuan Koneksi Matematika. [Online]. Tersedia: http://www.Herdy07/wordpres.com/2010/05/27. [ 12 Januari 2012].

Hudiono, B. (2005). Peran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Matematika dan Daya Representasi pada Siswa SLTP.Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Hutabarat, D. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Representasi pada Kelompok Siswa yang Belajar Inkuiri dan Biasa. Tesis SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Hutagaol, Kartini (2007). Pembelajaran Matematika Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPS UPIBandung: Tidak diterbitkan


(4)

Jensen, E. (2007). Brain Based Learning. Alih Bahasa: Narulita Yusron. Yogyakarta: Kanisius

Jones, B.F., & Knuth, R.A. (1991). What does research ay about mathematics? [on-line]. Available: http://www. ncrl.org/sdrs/areas/stw_esys/2math.html. [12 Februari 2011].

Kusuma, D. A. (2003). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SLTP dengan Menggunakan Metode Inkuiri. Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Lestari, P. (2009) Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMK Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Tesis SPS UPI .Tidak diterbitkan.

Lane (1993). The Conceptual Frame Work for Development of Mathematics Performance Assement Instrument. Educational Measurement: Issues and

Practice.[on-line]. Tersedia: http://web njit

edu/~ronkowit/teaching/rubrics/samples/math probsolv chicago.pdf [30 Januari 2012].

Mahmudin. (2009). Pembelajaran Berbasis Peta Pikiran (Mind Mapping). [Online]. Tersedia : http://mahmuddin.wordpress.com/2009/12/01.[12 Januari 2012]

Meltzer, D.E.(2002).The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physic: A Possible “Hidden Variable”in Diagnostik Pretes Scores. Iowa: Department of Physic and Astronomy Mustika, I. (2010) Pembelajaran Matematika melalui Brain Based Learnng untuk

Meningkatkan Kemampuan Conceptual Understanding dan Procedural Fluency. Skiripsi UPI. Tidak diterbitkan.

National Council of Teachers of Mathematics (1989), Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standarts for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nitta, P (2010) Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Strategi Kooperatif Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMP.Tesis SPS UPI. Tidak diterbitkan.


(5)

Halimah Tusaddiah, 2012

Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Representasi Matematis Siswa Sma Melalui Pembelajaran Berbasis Mind Map

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 87

Noer, M. (2009). Bagaimana Meringkas Sebuah Buku dalam Selembar Mind Map. [Online]. Tersedia: http://www.muhammadnoer.com/2009/10/. [17 Januari 2012].

Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Rohansyah, W. (2008)Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Diskursus Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Rohendi, D. (2009). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis siswa Melalui Pembelajaran Elektronik (E-learning). Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Rostikawati. (2008). Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar dan Kreatifitas Siswa. [Online]. Tersedia: http://pkab.wordpress.com [17 Januari 2012].

Ruspiani. (2000). Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematis Tesis SPS UPI. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi.(2005) Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya.Bandung : Tarsito

Ruseffendi.(1993) Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan.DIKTI Santrock, J.W.(2007). Psikologi Pendidikan Jakarta: Kencana

Sugiyono.(2010) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Bandung : Alfabeta.

Yovan, P. (2008). Memori dan Pembelajaran Efektif. Jakarta: Yrama Widya Yuniawatika. (2008) Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Strategi

REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan UPI Edisi Khusus No 2 Agustus 2011 .ISSN 1412-565


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

PENGARUH PEMBELAJARAN PEER LESSON TERHADAP KECEMASAN MATEMATIKA DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SERTA REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMA : Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas XI IPA Salah Satu SMA di Kota Bandar Lampung.

5 14 21

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH: Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas VIII Pada Salah Satu SMP di Bandung.

7 24 18

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, REPRESENTASI, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH : Penelitian Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Garut.

3 26 56

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI STRATEGI PREVIEW-QUESTION-READ-REFLECT-RECITE-REVIEW: Kuasi Eksperimen pada Siswa SMA di Kabupaten Indramayu.

2 9 50

PENCAPAIAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI SQ3R : Studi Eksperimen di Salah Satu SMA Negeri di Kabupaten Garut.

0 1 57

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN VISUAL THINKING : Kuasi-Eksperimen pada Siswa Salah Satu MTs Negeri di Tembilahan.

1 4 42

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PROSES BERPIKIR REFLEKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh.

0 1 65

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES BERPIKIR REFLEKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Sungailiat.

0 0 53

PENINGKATAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN AKTIF, INOVATIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAIKEM). (Studi Eksperimen pada salah satu SMA Negeri di Gunungsitoli).

0 0 58