MODEL INDIGENOUS LEARNING DALAM MEMELIHARA KEAKSARAAN : Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.

DAFTAR ISI

PERNYATAAN
ABSTRAK……………………………………………………………...

i

ABSTRACT…………………………………………………………….

ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………..

iii

UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………..

iv

DAFTAR ISI……………………………………………………………


vii

DAFTAR TABEL………………………………………………………

xi

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...

xiii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………

BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN…………………………………………


1

A.

Latar Belakang Masalah……………………………..

1

B.

Identifikasi dan Perumusan Masalah………………...

5

C.

Tujuan Penelitian…………………………………….

5


D.

Definisi Operasional…………………………………

6

E.

Kegunaan Penelitian…………………………………

11

F.

Kerangka Pikir Penelitian …………………… ……

12

KAJIAN PUSTAKA


16

A.

Indigenous Learning………………………................

16

B.

Keaksaraan ……………………………………………

23

C.

Kewirausahaan……………………………………….

35


D.

Potensi Lokal ...………………………………………

43

E.

Model………………………………………………..

51

F.

Konsep Belajar Orang Dewasa ………………………

52

METODE PENELITIAN………………………………...


63

A.

63

Metode Penelitian……………………………………

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB IV

B.

Subjek Penelitian…………………………………….


64

C.

Instrumen Penelitian…………………………………

65

D.

Teknik Pengumpulan Data…………………………..

65

E.

Analisis Data ………………………………………..

68


F.

Langkah-langkah Penelitian…………………………

70

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………

72

Hasil Penelitian ………………………….…………..

72

A.

1. Deskripsi Kondisi Empirik Kegiatan Wirausaha
Berbasis Potensi Lokal yang Dilakukan Subjek
Penelitian …………………………………………
1.1.Deskripsi


Kondisi

Empirik

Kegiatan

Wirausaha Opak………………………………
1.2.Deskripsi

Kondisi

Empirik

Kondisi

Empirik

Kondisi


Empirik

82

Kegiatan

Wirausaha Wajit………………………………
1.4.Deskripsi

74

Kegiatan

Wirausaha Sele Pisang………………...……
1.3.Deskripsi

73

89


Pemanfataan

Potensi Lokal dalam Kegiatan Wirausaha
Subjek Penelitian …………..…………………

100

1.4.1.

Wirausaha Opak………………….

100

1.4.2.

Wirausaha Sele Pisang…………..

102

1.4.3.

Wirausaha Wajit…………………

103

2.

Deskripsi Empirik Model Indigenous Learning

.

yang Dilakukan Oleh Subjek Penelitian Melalui
Kegiatan Wirausaha Berbasis Potensi Lokal…….

107

2.1. Deskripsi Kondisi Empirik Model Indigenous
Learning Subjek Penelitian Msrh (Wirausaha
Opak) ………………………………………..
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

107

2.2. Deskripsi Kondisi Empirik Model Indigenous
Learning Subjek Penelitian Lw (Wirausaha
Sele Pisang ) ……………..........................

111

2.3. Deskripsi Kondisi Empirik Model Indigenous
Learning Subjek Penelitian AS (Wirausaha
Wajit ) ……………………………………….
3

115

Analisis Model Indigenous Learning dalam Kaitan
dengan Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian
3.1.

Model

Indigenous

Learning

118

Subjek

Penelitian Ke satu (Msrh) dalam Upaya
Memelihara Keaksaraan……...................
3.2.

Model

Indigenous

Learning

Subjek

Penelitian Ke dua (Lw) dalam

Upaya

Memelihara Keaksaraan……..................
3.3.

Model . Indigenous Learning

121

133

Subjek

Penelitian Ke tiga (AS) dalam Upaya
Memelihara Keaksaraan……...................
B.

Pembahasan Hasil Penelitian

146
190

1. Deskripsi Kondisi Empirik Kegiatan Wirausaha
Berbasis Potensi Lokal

yang Dilakukan Oleh

Subjek Penelitian……. …………………………...
2.

Analisis

Model

Dilakukan oleh

3.

Indigenous

Learning

190

yang

Subjek Penelitian Melalui

kegiatan Wirausaha berbasis potensi lokal :

198

2.1. Untuk subjek penelitian Msrh………………

198

2.2. Untuk subjek penelitian Lw..………………

201

2.3. Untuk subjek penelitian AS..………………

204

Analisis

Model

Kaitannya dengan

indigenous

learning

dalam

Memelihara Keaksaraan

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Subjek Penelitian ………………………………...

209

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………

232

A.

Kesimpulan ………………………………………….

232

B.

Rekomendasi ………………………………………..

234

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….

237

BAB V

LAMPIRAN-LAMPIRAN :
1. Permohonan Ijin Melakukan Observasi/Penelitian……………….

1

2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Pejabat
Berwenang………………………………………………………..

2

3. Panduan Pengamatan Berperanserta Model Indigenous Learning
dalam Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian ……………….

3

4. Panduan Garis-garis Besar Wawancara Mendalam Model
Indigenous Learning dalam Memelihara Keaksaraan Subjek
Penelitian terhadap Terwawancara Subjek Penelitian dan
Narasumber/Partisipan/Informan yang Berhubungan dengan
Situasi Sosial Subjek Penelitian …………………………………

4

5. Hasil Pengamatan Berperanserta Model Indigenous Learning
dalam Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian terhadap Ke
tiga Subjek Penelitian ……………………………………………
6.

5-7

Hasil Wawancara Mendalam Model Indigenous Learning dalam
Memelihara
Terwawancara

Keaksaraan
Subjek

Subjek

Penelitian
Penelitian

terhadap
dan

Narasumber/Partisipan/Informan…………………………………

8-10

7. Dokumentasi model indigenous learning dalam memelihara
keaksaraan subjek penelitian …………………………………….

1113

RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………...

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

14

DAFTAR TABEL

Tabel
4.1

Perhitungan Laba/Rugi Wirausaha Opak……………………….

79

4.2

PendapatanvOpak Per Bulan Tahun 2011……………………….

80

4.3

Perhitungan Laba/Rugi Wirausaha Sele Pisang Per Minggu……

87

4.4

Pendapatan Sele Pisang Per Bulan Tahun 2011…………………

88

4.5

Perhitungan Laba/Rugi Wirausaha Wajit Per 5 Liter Ketan…….

95

4.6

Pendapatan Wajit Per Bulan Tahun 2011……………………….

95

4.7

Persamaan dan Perbedaan Tahap Wirausaha Subjek Penelitian…

98

4.8

Persamaan dan Perbedaan Pemanfaatan Potensi Lokal dalam

106

Kegiatan Wirausaha Subjek Penelitian…………………………..
4.9

Deskripsi Empirik Model Indigenous Learning dalam Kaitannya
dengan Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Satu
(Msrh)…………………………………………………………….

4.10

122

Model Indigenous Learning Sebagai Proses Pembelajaran dalam
Memelihara Keaksaraan yang Dialami Subjek Penelitian Ke
Satu (Msrh)………………………………………………………

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

128

4.11

Data Hasil Penilaian terhadap Subjek Penelitian Ke Satu (Msrh)

4.12

Deskripsi Empirik Model Indigenous Learning dalam Kaitannya
dengan Kemampuan Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Dua (Lw)

4.13

132

134

Model Indigenous Learning Sebagai Proses Pembelajaran dalam
Memelihara Keaksaraan yang Dialami Subjek Penelitian Ke
Dua ( Lw)………………………………………………………...

130

4.14

Data Hasil Penilaian terhadap Subjek Penelitian Ke Dua (Lw)…

145

4.15

Deskripsi Empirik Model Indigenous Learning dalam Kaitannya
dengan Kemampuan Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Tiga
(AS) ……………………………………………………………...

4.16

148

Model Indigenous Learning Sebagai Proses Pembelajaran dalam
Memelihara Keaksaraan yang Dialami Subjek Penelitian AS
(Wirausaha Wajit)……………………………………….............

153

4.17

Data Hasil Penilaian terhadap Subjek Penelitian Ke Tiga (AS)…

157

4.18

Analisis Model Indigenous Learning dalam kaitannya dengan
Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Satu (Msrh) …....

4.19

Analisis Model Indigenous Learning dalam kaitannya dengan
Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Dua (Lw)……….

4.20

160

Analisis Model Indigenous Learning dalam kattannya dengan
Memelihara Keaksaraan Subjek Penelitian Ke Tiga (AS)………

4.21

158

Persamaan dan Perbedaan Penggunaan Keaksaraan

Subjek

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

162

Penelitian…………………………………………………………
4.22

Persamaan dan Perbedaan Pemeliharaan Keaksaraan Subjek
Penelitian…………………………………………………………

4.23

166

168

Persamaan dan Perbedaan Pelaksanaan Model Indigenous
Learning oleh Subjek Penelitian…………………………………

185

.

DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.1

Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………..

15

2.1

Ciri dan watak Kewirausahaan…………………………………

37

3.1

Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif………..

69

4.1

Proses Wirausaha Opak ………………………………….

75

4.2

Generasi Pelaku Wirausaha …………………………………..

76

4.3

Proses Produksi Opak…………………………………………..

78

4.4

Grafik Pendapatan Opak Per Bulan Tahun 2011………………

81

4.5

Proses Wirausaha Sele Pisang ……….………………….

83

4.6

Generasi Pelaku Wirausaha Sele Pisang ……………………..

84

4.7

Proses Produksi Sele Pisang……………………………………

86

4.8

Grafik Pendapatan Sele Pisang Per Bulan Tahun 2011…………

88

4.9

Proses Wirausaha Wajit ………………….……………………..

91

4.10

Generasi Pelaku Wirausaha Wajit ……………………………

92

4.11

Proses Produksi Wajit………………………………………….

94

4.12

Grafik Pendapatan Wajit Per Bulan Tahun 2011………………

96

4.13

Dokumen foto kegiatan wirausaha (pemasaran dan perhitungan

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

laba/rugi secara sederhana) dengan
menghitung (keaksaraan)

membaca, menulis dan

catatan jumlah opak yang dijual,

harga jual serta pembayarannya………………………………..
4.14

130

Dokumen model indigenous learning dalam memelihara
keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi
lokal ( sub kegiatan pengolahan/operasi membuat opak)……….

4.15

130

Dokumen model indigenous learning dalam memelihara
keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi
lokal ( sub kegiatan pemasaran opak)……………………………

4.16

131

Dokumen model indigenous learning dalam memelihara
keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi
lokal ( sub kegiatan perhitungan laba/rugi secara sederhana)…. .

4.17

Foto kegiatan

131

wirausaha (pengadaan bahan baku dan

perhitungan laba/rugi),

dengan

membaca, menulis dan

berhitung (keksaraan) catatan penimbangan bahan baku yang
dibeli dari petani/pemasok……………………………………….
4.18

141

Dokumen model indigenous learning dalam memelihara
keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi
lokal ( sub kegiatan pengadaan bahan baku sele pisang)………..

4.19

Dokumen model indigenous learning dalam memelihara

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

142

keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi
lokal ( sub kegiatan pengolahan/operasi sele pisang)……………
4.20

143

Dokumen model indigenous learning dalam memelihara
keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi
lokal ( sub kegiatan pemasaran sele pisang)……………………..

4.21

144

Dokumen model indigenous learning dalam memelihara
keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi
lokal ( sub kegiatan perhitungan laba/rugi secara sederhana sele
pisang)……………………………………………………………

4.22

145

Dokumen model indigenous learning dalam memelihara
keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi
lokal ( sub kegiatan pengolahan/operasi wajit)………………….

4.23

155

Dokumen model indigenous learning dalam memelihara
keaksaraan melalui kegiatan kewirausahaan berbasis potensi
lokal ( sub kegiatan pemasaran wajit)…………………………..

4.24

Model Indigenous Learning dalam Memelihara Keaksaraan
Subjek Penelitian Mrsh (Pelaku Wirausaha Opak)……………..

4.25

170

Model Indigenous Learning dalam Memelihara Keaksaraan
Subjek Penelitian Lw (Pelaku Wirausaha Sele Pisang)…………

4.26

156

174

Model Indigenous Learning dalam Memelihara Keaksaraan
Subjek Penelitian AS (Pelaku Wirausaha Wajit)……………….

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

178

4.27

Gambar Significant Effect Keaksaraan terhadap Ideologi,
Politik,

Ekonomi,

Budaya,

Agama,

Ilmiah

dan

Psikologi…………………………………………………………

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

189

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Program pemberantasan buta aksara di Indonesia sesungguhnya telah dimulai
sebelum

Indonesia merdeka tahun 1945 sampai sekarang

dengan berbagai

macam program yang pelaksanaannya didukung oleh badan internasioanal seperti
UNESCO dan World Bank. Namun, penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas
pada tahun 2008 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) masih ada sejumlah
9.763.256 orang, sekitar 64% diantaranya adalah perempuan. Dari jumlah
tersebut, sebagian besar tinggal di daerah pedesaan seperti: petani kecil, buruh,
nelayan, dan kelompok masyarakat miskin perkotaan yaitu buruh berpenghasilan
rendah atau penganggur. Mereka juga tertinggal dalam hal pengetahuan,
keterampilan, sikap mental pembaharuan

pembangunan. Akibatnya, akses

terhadap informasi dan komunikasi yang penting untuk membuka cakrawala
kehidupan dunia juga terbatas karena mereka tidak memiliki kemampuan
keaksaraan yang memadai. Selanjutnya menurut data terakhir dari Kementrian
Pendidikan Nasional melalui Survei Pusat Statistik Pendidikan Tahun 2010
(Achmad Fauzi, 2011), menunjukan jumlah penduduk buta aksara di Indonesia
tercatat mencapai 8,7 juta orang atau 5,10 % dari jumlah penduduk. Kemudian
fenomena munculnya buta aksara kembali dari sebagian warga belajar yang sudah
dibelajarkan melalui ragam program pendidikan

keaksaraan dasar

seperti

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
1
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2

mengutip tulisan Ace Suryadi (2009: 102) yang menyebutkan bahwa :”…buta
aksara kembali setelah mengikuti program pendidikan keaksaraan

diperkirakan

mencapai 30 %”
Buta aksara dan fenomena munculnya buta aksara kembali dari sebagian
warga belajar yang sudah dibelajarkan melalui ragam program pendidikan
keaksaraan dasar tersebut di atas merupakan bola salju yang apabila tidak
ditangani secara sistematik dapat berdampak buruk.
Masyarakat yang buta aksara jarang sekali mengakui secara terbuka bahwa
dirinya buta aksara dan berkeinginan kuat untuk belajar baca, tulis, dan berhitung.
Untuk memotivasi pembelajaran mereka, maka diperlukan suatu pendekatan yang
sesuai dengan karakter dan budaya yang ada dalam masyarakat agar tingkat buta
aksara dapat diatasi atau paling tidak diperkecil.
Secara empirik, diperoleh gambaran bahwa lingkungan telah mendorong
masyarakat untuk melakukan kegiatan wirausaha dengan memanfaatkan potensi
lokal sebagai mata pencaharian pokok yang bersifat turun temurun dari keluarga
pendahulunya. Dalam kegiatan wirausaha, terdapat proses belajar yang tumbuh
dan terpelihara oleh lingkungan dengan karakteristik masing-masing yang
selanjutnya menurut pakar pendidikan
sebagaimana tulisan

disebut model indigenous learning

Hickey (Hufad, 2011) yang menyebutkan, bahwa:

„Indigenous learning adalah suatu proses pembelajaran asli yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat walaupun bersifat lokal dan sederhana‟.

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3

Hal di atas nampaknya selaras dengan

ide awal mengenai keaksaraan

fungsional yang bertujuan membuat peserta didik buta aksara mampu berfungsi
sesuai dengan budayanya sendiri, tetapi sejak konferensi UNESCO di TeheranIran tahun 1965, menurut H.S.Bhola (A. Kusmiadi, 2009: 11), menyatakan
:‟…telah terjadi peralihan pemikiran dan keaksaraan fungsional jadi lebih terkait
dengan ekonomi yang berarti bahwa tujuan akhir dari keaksaraan adalah untuk
membantu pihak penerima (sasaran didik) mampu berfungsi dalam kehidupan
ekonomi‟.
Melalui pendekatan ekonomi diharapkan dapat lebih memotivasi warga
belajar dalam memelihara keaksaraan
dkk (2005: 10) yang

selaras

dengan pendapat

Kusnadi,

menyebutkan : “…beralasan bahwa motivasi ekonomi

memainkan peranan utama dalam

kaitannya dengan keaksaraan fungsional”.

Selanjutnya Kusnadi,dkk menulis (2005: 193) bahwa :” Di masyarakat pedesaan
yang masih tradisional, kegiatan program keaksaraan fungsional diawali dengan
upaya membelajarkan masyarakat dalam aspek ekonomi, sehingga mereka mampu
melakukan fungsi penyediaan sarana produksi, produksi barang, dan pemasaran
hasilnya”.
Kegiatan wirausaha yang secara turun temurun dibangun oleh lingkungannya,
secara fungsional terpakai dalam keseharian hidup dan kehidupannya, maka telah
mendorong terjadinya proses pembelajaran khususnya pembelajaran keaksaraan,
hal ini sejalan dengan tulisan H.S Bhola seperti dikutip oleh Kusnadi, dkk (2005:
9) yang

menyebutkan bahwa : „Untuk memelihara keaksaraan masyarakat

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4

diperlukan pendekatan ekonomi‟. Penulis lain seperti Yuni Sugiarti (2006) dalam
jurnal pendidikan keaksaraan dalam perspektif psikologi sosial menyebutkan
bahwa :
Psikologi sosial dapat menjelaskan perilaku individu dan konteks sosial
sangat diperlukan dalam proses pendidikan keaksaraan. Karakter utama
kelompok buta aksara adalah orang dewasa dan miskin. Langkah awal
pendidikan keaksaraan adalah membangkitkan motivasi mereka melalui
materi yang bisa meningkatkan pendapatan dan kecakapan real hidup mereka.

Nampaknya cukup beralasan bahwa pendekatan ekonomi dapat memainkan
peranan dalam upaya memelihara keaksaraan masyarakat melalui model
indigenous learning, mengingat buta aksara dan kemiskinan merupakan dua
dimensi yang tidak dapat dipisahkan, sesuai dengan tulisan Ace Suryadi
(2009:101) yang menyebutkan :
Buta aksara dan kemiskinan merupakan dua dimensi yang tidak
terpisahkan. Permasalahan mendasar dalam pembangunan masyarakat
miskin yang terjadi selama ini adalah tidak dimilikinya kemampuan
keaksaraan dari sebagian besar penduduk miskin, yang mengakibatkan
mereka tidak mampu mengakses informasi untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan. Untuk itu sangatlah perlu dilakukan program dan strategi yang
inovatif, efisien dan efektif untuk memberantas buta aksara dan kemiskinan
secara bersamaan.

Berdasarkan pendapat pakar di atas, menunjukan bahwa upaya memelihara
keaksaraan masyarakat perlu dicarikan model yang lebih efektif dari model yang
sudah ada, sebagaimana pendapat Umberto Sihombing (1999: 52) bahwa:
“…pendidikan masyarakat itu tidak perlu harus ada program yang standar,
berbagai model harus dikembangkan”.

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5

Berdasartkan latar belakang masalah di atas, salah satu model yang akan
dikonstruk oleh peneliti adalah : “Model Indigenous Leaning dalam Memelihara
Keaksaraan

dengan Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele

Pisang dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa
Barat“. Harapan peneliti melalui model yang dikonstruk di atas dapat menjawab
permasalahan dan atau tujuan penelitian.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah penelitian, menunjukkan
bahwa jumlah penyandang buta aksara masih tinggi terutama pada penduduk
usia 15 tahun ke atas disamping adanya fenomena munculnya buta aksara kembali
dengan berbagai penyebab.
Peneliti tertarik untuk meneliti sebuah model pembelajaran yang tumbuh,
terpelihara, dan dikembangkan oleh masyarakat yang dipadukan dengan kegiatan
wirausaha berbasis potensi lokal, sehingga dapat memelihara keaksaraannya.
Atas dasar latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian yang
penulis ajukan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana deskripsi kondisi empirik kegiatan wirausaha berbasis
potensi lokal yang dilakukan oleh subjek penelitian ?
2. Bagaimana deskripsi kondisi empirik model indigenous learning yang
dilakukan oleh

subjek penelitian

melalui kegiatan wirausaha

berbasis potensi lokal ?

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

6

3. Apakah model indigenous learning yang dilakukan subjek penelitian
ada kaitannya dengan

upaya memelihara keaksaraan

subjek

penelitian ?

C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana disebutkan pada identifikasi dan perumusan masalah,

maka

tujuan penelitian ini adalah untuk :
1.

Mendeskripsikan kondisi empirik kegiatan wirausaha berbasis potensi
lokal yang dilakukan oleh subjek penelitian.

2.

Mendeskripsikan kondisi empirik model indigenous learning yang
dilakukan oleh

subjek penelitian melalui kegiatan wirausaha

berbasis potensi lokal.
3.

Menganalisis model indigenous learning yang dilakukan oleh subjek
penelitian dalam kaitannya dengan memelihara keaksaraannya.

D. Definisi Operasional
Sebagai acuan, peneliti menggunakan beberapa konsep/teori utama yang
digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk definisi operasional, yaitu sebagai
berikut :
a. Indigenous Learning
Pengertian

model indigenous learning adalah model pembelajaran yang

dipelajari secara turun temurun melalui proses belajar yang bersifat lokal
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

7

sebagaimana tulisan Roy Ellen, Peter Parkes dan Alan Bicker ( 2000: 4-5) yang
menulis bahwa indigenous learning adalah sebagai salah satu model atau metode
pembelajaran yang tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat walaupun bersifat lokal atau dalam tulisan lengkapnya : Indigenous
is local, indigenous is orraly-transmitted, or transmitted through imitation and
demonstration, indigenous is the consequence of practical engagement in
everyday life and is constantly reinforced by experience, trial and error, and
deliberate experiment; repetation is a defining characteristic of tradition,
tradition is a fluid and transforming agent with no real end when applied to
knowledge; characteristically shared to a much greater degree then other forms
of knowledge. Artinya, indigenous learning adalah model pembelajaran yang
bersifat lokal, penyampaian pengetahuan melalui contoh dan peragaan yang
bersifat praktis dan terpakai dalam kehidupan sehari-hari dan terus diperkuat oleh
pengalaman, menggunakan metode trial and error
pengamatan, lebih mengedepankan pendekatan

serta uji coba.

juga

empiris dari pada teoritis,

menggunakan cara belajar pengulangan, memiliki kekhasan yang lebih kuat,
memfokuskan

pada individual tertentu untuk

tertentu, bersifat terpadu serta mempertahankan

mencapai tingkat kemampuan
tradisi-tradisi atau budaya,

pembelajarannya ada yang bersifat teknik dan non teknis namun tetap rasional dan
berorientasi pada masalah.
Model indigenous learning, tidak semata-mata diturunkan secara genetik,
melainkan melalui proses belajar karena budaya belajar dibentuk oleh lingkungan
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

8

budaya. Model indigenous learning, disamping merupakan model yang bersifat
turun temurun dan dipelihara oleh lingkungan, tetapi

memiliki proses belajar

tersendiri, maksudnya bahwa indigenous learning dihasilkan melalui proses
belajar tidak semata-mata turunan lingkungan sebagaimana tulisan Jajat S.
Ardiwinata, dkk (2011: 4) yang menyatakan, bahwa : “ Budaya belajar bukanlah
sesuatu yang diturunkan secara genetik atau herediter, melainkan dihasilkan
melalui proses belajar oleh individu atau kelompok sosial di lingkungannya.
Budaya belajar adalah produk ciptaan manusia yang bersifat khas dibentuk
melalui lingkungan budaya”
Dalam penelitian ini, peneliti tetap menggunakan istilah indigenous learning
dengan definisi operasional yaitu sebagai sebuah model pembelajaran atau proses
belajar asli atau lokal yang tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan sehari-hari
pada masyarakat tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan tertentu.
b. Memelihara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional (2008), kata “memelihara” diartikan : (1)
menjaga dan merawat baik-baik, (2) mengusahakan dan menjaga (supaya tertib,
aman, dan sebagainya), (3) mengusahakan (mengolah), (4) menjaga dan mendidik
baik-baik, (5) memelihara atau beternak (binatang), dan (6) mempunyai.
Dalam penelitian ini, pengertian kata “memelihara” mengunakan pendekatan
pragmatis sesuai kebutuhan penelitian dikaitkan dengan keaksaraan, sehingga
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

9

kata memelihara diartikan sebagai kegiatan menjaga dan merawat baik-baik serta
membiasakan diri untuk menggunakan bahasa tulisan dari pada bahasa lisan.
c. Keaksaraan
Abdulhak (1990: 22 ) memberi definisi keaksaraan ke dalam beberapa makna,
yaitu : Pertama, literasi adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung
yang dituntut bagi seseorang dalam kehidupan bermasyarakat; Kedua, literasi
adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang digunakan sabagai alat
belajar, atau alat khusus untuk memahami dan merubah kehidupan diri beserta
lingkungannya.
Untuk mengukur kemampuan keaksaraan, lebih lanjut dijelaskan oleh Ace
Suryadi (2009: 116) bahwa kompetensi standar yang harus dikuasai warga belajar
setelah menyelesaikan program pembelajaran pada tingkat dasar adalah :

(1)

mampu membaca dan menulis kalimat sederhana (terdiri atas subyek, predikat,
dan obyek) sekurang-kurangnya 7 kata dengan menggunakan bahasa Indonesia;
(2) mampu melakukan perhitungan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian angka 1 – 100; dan (3) mampu berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa Indonesia secara lisan.
Dalam penelitian ini, definsi keaksaraan adalah kemampuan membaca,
menulis, berhitung, berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia serta
memiliki kemampuan fungsional yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tolak ukur kemampuan keaksaraan yang dipakai dalam penelitian ini
adalah : (1) mampu membaca dan menulis kalimat sederhana (terdiri atas subyek,
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

10

predikat, dan obyek) sekurang-kurangnya tujuh

kata dengan menggunakan

bahasa Indonesia; (2) mampu melakukan perhitungan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian angka 1 – 100; dan (3) mampu berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia secara lisan.
d. Wirausaha
Menurut Dan Steinhoff dan John F. Burgess (Suryana, 2003: 11) bahwa
wirausaha : „Adalah orang yang mengorganisir, mengelola, dan berani
menanggung risiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha‟.
Beberapa konsep entrepreneur diatas lebih menekankan pada kemampuan dan
perilaku seseorang sebagai pengusaha. Bahkan Dun Steinhoff dan John F. Burgess
(Soesarsono Wijandi, 1988: 23), memandang kewirausahaan sebagai pengelola
perusahaan kecil atau pelaksana perusahaan kecil. Menurutnya, ‘Entrepreneur is
considered to have the same meaning as small business owner-manager" or
"small busines operator’.
Dalam konteks manajemen, Marzuki Usman ( Suryana, 2003: 10) memberi
pengertian entrepreneur :
adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan sumber
daya seperti financial (money), bahan mentah (materials), dan tenaga kerja
(labor), untuk menghasilkan suatu produk baru, bisnis baru, proses produksi,
atau pengembangan organisasi usaha.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud kegiatan wirausaha adalah kegiatan
ekonomi keseharian subjek penelitian mulai dari kegiatan pengadaan bahan baku,

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

11

proses produksi, pemasaran atau penjualan serta keuangan berupa perhitungan
laba/rugi wirausaha secara sederhana.
e. Potensi Lokal
Mengacu kepada pendapat Geertz Clifford (1983: 31), menyebutkan
bahwa:”…the core of local potency is the resource in a certain region," artinya
bahwa potensi lokal pada intinya merupakan sumber daya yang ada dalam suatu
wilayah tertentu.
Adapun yang dimaksud potensi lokal dalam penelitian ini tediri dari : (1) jenis
potensi lokal yang tersedia ( sumber daya manusia, alam, budaya, teknologi, pasar,
kelembagaan keuangan, dan kemitraan) serta (2) pemanfaatan potensi lokal yang
meliputi : potensi lokal yang diugunakan dalam pembelajaran dan cara
menghimpun potensi lokal. Dalam penelitian ini, pemanfaatan potensi lokal
sebagai

masukan

lingkungan

mendapat

perhatian

peneliti

dalam

penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah khususnya program pendidikan
keaksaraan.

E. Kegunaan Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menemukan dan/atau
menghasilkan model

program pendidikan keaksaraan yang secara fungsional

terpakai dalam kehidupan dan penghidupan keseharian masyarakat, sehingga
dipandang lebih efektif dalam memelihara keaksaraan masyarakat dengan
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

12

memperhatikan model indigenous learning yang tumbuh, berkembang, dan
dipelihara oleh lingkungannya melalui kegiatan wirausaha yang berbasis potensi
lokal.
b. Manfaat Praktis
Sementara manfaat praktis, diharapkan dapat : (1) memberikan masukan pada
penyelenggara program

pendidikan keaksaraan

sebagai salah satu upaya

memelihara keaksaraan yang telah diperoleh warga belajar, sehingga masyarakat
tidak buta aksara dan/atau tidak buta aksara kembali, (2) memberikan masukan
pada masyarakat untuk pengembangan model indigenous learning melalui
kegiatan wirausaha berbasis potensi lokal, (3) memberikan arah dan pedoman
bagi penelitian untuk melakukan penelitian lanjutan.

F. Kerangka Pikir Penelitian
Keaksaraan merupakan hal atau keadaan mengenai aksara yang meliputi
membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi secara fungsional yang
memungkinkan

seseorang

untuk

secara

terus-menerus

mengembangkan

kompetensinya sehingga dapat meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya,
namun kenyataannya masih ditemukan data yang menunjukan masih tinggginya
penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas disamping munculnya fenomena buta
aksara kembali padahal program pemberantasan buta aksara di Indonesia telah
dimulai sebelum

Indonesia merdeka tahun 1945 sampai sekarang

dengan

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

13

berbagai macam

program yang pelaksanaannya didukung oleh badan

internasional terkait.
Menurut Ihat Hatimah, dkk (2007: 5.3) sesungguhnya bahwa pendidikan
keaksaraan adalah usaha untuk membimbing dan membelajarkan pengetahuan
mengenai keaksaraan agar bermanfaat bagi dirinya. Permasalahan yang saat ini
terjadi di Indonesia adalah tingginya warga buta aksara yang disebabkan oleh
kurangnya kesempatan belajar yang dapat diperoleh karena kemiskinan yang
cukup tinggi sehingga warga tidak mampu memfasilitasi dirinya untuk belajar.
Masyarakat yang buta aksara jarang sekali mengakui secara terbuka bahwa
dirinya buta aksara dan berkeinginan kuat untuk belajar calistung (baca, tulis, dan
berhitung). Untuk memotivasi pembelajaran mereka, maka diperlukan suatu
pendekatan yang sesuai dengan karakter dan kultur yang ada dalam masyarakat
agar tingkat buta aksara dapat diatasi atau paling tidak diperkecil.
Sementara secara empirik, diperoleh gambaran bahwa sesungguhnya di
masyarakat telah terjadi model pembelajaran secara turun temurun dan
dikembangkan terus oleh lingkungannya melalui pendekatan indigenous learning
yaitu model pembelajaran asli yang merupakan warisan turun temurun dan
dikembangkan oleh lingkungan dan/atau keluarga dengan memanfaatkan kegiatan
wirausaha dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada di sekitar dimana
masyarakat tinggal. Kegiatan wirausaha masyarakat dengan memanfaatkan
potensi lokal secara turun temurun merupakan warisan nilai budaya dan
pengembangannnya bagi generasi selanjutnya untuk mencapai kemakmuran
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

14

melalui peningkatan daya beli masyarakat, menurut Hickey (Hufad, 2011):
„…dapat dilakukan melalui proses pembelajaran asli atau indigenous learning
yaitu suatu proses pembelajaran asli yang tumbuh dan berkembang di masyarakat
walaupun bersifat lokal dan sederhana‟
Model indigenous learning dimaksud nampak sekali bertahap mulai dari
tahap pengamata sewaktu pertama menerima pembelajaran

pengetahuan dan

keterampilan berwirausaha dari keluarga, tahap pengalaman dan pemahaman
setelah beberapa lama menerima pembelajaran pengetahuan dan keterampilan
berwirausaha, tahap pengembangan, serta terakhir tahap emelakukan uji coba
produk yang berbeda dengan yang lain dan lain sebagainya sebagai buah hasil
dari gagasan atau ide baru dalam berwirausaha.
Hal di atas nampaknya selaras dengan

ide awal mengenai keaksaraan

fungsional yang bertujuan membuat peserta didik buta aksara mampu berfungsi
sesuai dengan budayanya sendiri, tetapi sejak konferensi UNESCO di TeheranIran tahun 1965, menurut H.S.Bhola (A. Kusmiadi, 2009: 11), menyatakan
:‟…telah terjadi peralihan pemikiran dan keaksaraan fungsional jadi lebih terkait
dengan ekonomi yang berarti bahwa tujuan akhir dari keaksaraan adalah untuk
membantu pihak penerima (sasaran didik) mampu berfungsi dalam kehidupan
ekonomi‟.
Melalui pendekatan ekonomi diharapkan dapat lebih memotivasi warga
belajar dalam memelihara keaksaraan
dkk (2005: 10) yang

selaras

dengan pendapat

Kusnadi,

menyebutkan : “…beralasan bahwa motivasi ekonomi

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

15

memainkan peranan utama dalam

kaitannya dengan keaksaraan fungsional”.

Selanjutnya Kusnadi,dkk menulis (2005: 193) bahwa :” Di masyarakat pedesaan
yang masih tradisional, kegiatan program keaksaraan fungsional diawali dengan
upaya membelajarkan masyarakat dalam aspek ekonomi, sehingga mereka mampu
melakukan fungsi penyediaan sarana produksi, produksi barang, dan pemasaran
hasilnya”. Demikian juga beberapa studi tentang prinsip dan strategi pembelajaran
keaksaraan (Kusnadi, dkk, 2005; Ihat Hatimah, dkk 2007) menulis bahwa: “
Pendekatan yang digunakan dalam keaksaraan fungsional mempunyai prinsip dan
strategi utama yaitu : konteks lokal, desain lokal, proses partisipatif, dan
fungsionalisasi hasil belajar”.
Secara lebih terperinci kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada gambar 1.1.
dibawah ini :

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

16

KERANGKA PIKIR PENELITIAN

MASALAH PENELITIAN :
1. Masih tingginya angka buta aksara
penduduk usia 15 tahun ke atas;
2. Fenomena munculnya buta aksara
kembali.

KONDISI EMPIRIK :
1. Lingkungan mendorong masyarakat
untuk melakukan kegiatan wirausaha
dengan memanfaatkan potensi lokal
sebagai mata pencaharian;
2. Dalam kegiatan wirausaha terdapat
proses belajar yang tumbuh dan
terpelihara oleh lingkungan
yang
selanjutnya disebut model indigenous
learning;
3. Melalui model indigenous lerning
dengan media wirausaha, maka
masyarakat terbiasa menggunakan
kemampuan
keaksaraan
sehingga
keaksaraannya terpelihara.

ASUMSI :
1. Indigenous learning sebagai salah satu
model atau metode pembalajaran yang
tumbuh
dan
terpelihara
dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat
walaupun bersifat lokal dipandang
dapat membelajarkan masyarakat;
2. Untuk
memelihara
keaksaraan
masyarakat diperlukan pendekatan
ekonomi‟.
3. Sumber daya lokal sebagai masukan
lingkungan merupakan salah satu
komponen yang harus diperhatikan
dalam penyelenggaraan program PLS
apabila ditinjau dari pendekatan
sistem.

Model
indigenous
learning dalam
memelihara
keaksaraan

Asep Supriyatna, 2012
Model
Indigenous
Learning Dalam
Memelihara Keaksaraan
Gambar
1.1. Kerangka
Pikir Penelitian
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Keaksaraan
subjek
penelitian
terpelihara dan
tidak buta
aksara.

17

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Kajian studi ini difokuskan pada konstruksi sebuah
learning

dalam kaitannya dengan upaya memelihara

model indigenous
keaksaraan

dengan

melibatkan tiga anggota masyarakat, ke tiganya drop out sekolah dasar dengan
pekerjaan sebagai pelaku wirausaha yaitu wirausaha opak, sele pisang, dan wajit.
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yaitu metode penelitian yang
menurut Sugiyono (2009 : 9) adalah :
Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.
Adapun pendekatannya menggunakan studi kasus sebagaimana ditulis
oleh John W. Creswell (2010: 194) yang menyatakan bahwa ;”…studi kasus
dapat digunakan dalam penelitian kualitatif untuk mengeksplorasi suatu
proses”.
Adapun alasan menggunakan pendekatan studi kasus, karena pendekatan
ini akan menggali lebih mendalam mengenai masalah penelitian sehingga
akan terungkap keunikan dan kekhasan penelitian ini. Penelitian kasus adalah
penelitian yang mendalam mengenai kehidupan sosial seperti individu,
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat 63
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kelompok, keluarga, lembaga atau masyarakat yang hasilnya merupakan
gambaran lengkap dan terorganisasi dengan baik mengenai unit tersebut.
Hasil penelitian akan merupakan penggambaran (deskripsi) tentang latar
belakang,

kondisi,

karakteristik dari

narasumber

termasuk

kegiatan-

kegiatannya.
Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah bahwa peneliti dapat
mempelajari subjek secara mendalam dan menyeluruh.Hal ini selaras dengan
tulisan Suryabrata (1983: 23) yang menyatakan bahwa :” Tujuan dari
pendekatan studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar
belakang, keadaan sekarang dan hubungan timbal balik lingkungan sesuatu
unit sosial, individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat”.
Adapun tujuan dari pendekatan studi kasus menurut Kartini Kartono
(1996: 139) adalah : (1) Untuk mengetahui ada atau tidak adanya faktorkaktor tertentu yang memberikan ciri khas pada tingkah laku sosial yang
kompleks dari unit tadi; (2) Untuk memahami relasi antar unit tersebut
dengan sekitarnya; (3) Memahami sejarah dari unit sosial tersebut serta
memahami relsi dan pengaruh faktor-faktor sosial; dan (4) Berusaha
menemukan varitas fator-faktor yang berpengaruh terhadap unit sosial.

B. Subjek Penelitian
Agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka subjek penelitian
yang diteliti dibatasi jumlahnya dan dipilih menurut tujuan

penelitian.

Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka peneliti menentukan subjek penelitian
yang akan diteliti adalah tiga anggota masyarakat yang drop out dari sekolah
dasar, dalam keseharian

pekerjaanya sebagai wirausaha dengan memanfaatkan

potensi lokal yang telah berlangsung secara turun temurun dilakukan dan menjadi
komoditas khas yang bersangkutan yang tersebar di tiga Desa yaitu: (1) Desa
Hanjuang, (2) Desa Tegal Lega dan (3) Desa Bungbulang Kecamatan Bungbulang
Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat yaitu : (1) pelaku wirausaha opak (Msrh) di
Kampung Tegal Lega RT 01 RW 10 Desa Hanjuang; (2) pelaku wirausaha sele
pisang (Lw) di Kampung Tegal Lega RT 04 RW 04 Desa Tegal Lega , dan (3)
pelaku

wirausaha wajit ( AS)

di Kampung Cicatur RT 02 RW 02 Desa

Bungbulang. Informasi atau data yang diperlukan dari subjek penelitian adalah
yang berkaitan dengan kegiatan model indigenous learning dalam kaitannya
dengan upaya memelihara keaksaraan melalui kegiatan wirausaha berbasis potensi
lokal.

C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri dengan peran sebagai perencana, pelaksana pengumpul
data, analisis data, penafsir data dan akhirnya menjadi pelapor dari hasil
penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan

data

dilakukan

pada

kondisi yang alamiah, sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih
banyak pada pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, dokumentasi,
dan gabungan/ triangulasi.
Selanjutnya teknis pengumpulan data dapat diuraikan sebagai berikut :
a.

Pengamatan berperan serta, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari dari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa
yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.
Melalui pengamatan berperan serta ini, maka data yang diperoleh
diharapkan akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat
makna dari setiap perilaku yang nampak.

b.

Wawancara mendalam, adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.
Dalam penelitian ini, macam wawancaranya adalah wawancara tidak
berstruktur

yaitu

wawancara yang bebas di mana peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis
dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan.
Asep Supriyatna, 2012
Model Indigenous Learning Dalam Memelihara Keaksaraan
: Studi Kasus pada Pelaku Kegiatan Wirausaha Opak, Sele Pisang, dan Wajit di Kecamatan
Bungbulang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Adapun

langkah-langkah

wawancaranya

sebagai

berikut:

(1)

menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan; (2) menyiapkan
pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan; (3)
mengawali atau membuka alur wawancara; mengkonfirmasikan ikhtisar
wawancara dan mengakhirinya; (4) menuliskan hasil wawancara ke dalam
catatan lapangan; (5) dan mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara
yang telah diperoleh.
Selanjutnya

peneliti

merumuskan

jenis-jenis

pertanyaan

dalam

wawancara mendalam ke dalam beberapa jenis pertanyaan yang saling
berkaitan yaitu : (1) Pertanyaan berkaitan dengan latar belakang atau
demografi subjek penelitian yang meliputi sosial ekonomi, latar belakang
pendidikan, asal usul, tempat lahir, usia, status keluarga, pekerjaan dan lainlain; (2) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalamannya. Pertanyaan ini
digunakan untuk mengungkapkan pengalaman yang telah dialami oleh
subjek penelitian maupun oleh nara sumber/partisipan/informan terutama
yang berkaitan dengan fokus penelitian; (3) Pertanyaan yang berkaitan
dengan