PENGEMBANGAN MODEL KURSUS WIRAUSAHA DESA PEMBIBITAN KARET UNGGUL UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI BERWIRAUSAHA WARGA BELAJAR :Studi di Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli dan Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara Provinsi La

(1)

KATA PENGANTAR

Kursus Wirausaha Desa (KWD) merupakan salah satu bentuk kegiatan satuan pendidikan luar sekolah, bertujuan memberi bekal berbagai keterampilan warga belajar untuk memasuki dunia kerja. Disertasi ini mengaji secara ilmiah sebagian dari permasalahan KWD pembibitan karet unggul untuk meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar dengan sistimatika penulisan terdiri atas: Bab ke satu pendahuluan, menguraikan antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan, kegunaan penelitian dan kerangka pikir. Bab ke dua, berisi kajian pustaka yang menguraikan landasan teori yang digunakan, referensi yang dijadikan dasar dalam penelitian, dan hipotesis. Bab ke tiga, berisi uraian tentang metodologi penelitian secara utuh yang meliputi disain penelitian, instrument yang digunakan, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab ke empat, berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Bab ke lima, berisi simpulan, implikasi dan rekomendasai. Bagian akhir disertasi ini memuat daftar pustaka yang dijadikan landasan ilmiah dalam penyusunan disertasi.

Segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT atas segala hidayah dan karunia yang diberikan-Nya. Kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan untuk memperbaiki keterbatasan disertasi ini. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi kalangan ilmiah khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya.

Bandung, September 2011


(2)

vii

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH

Disertai puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan disertasi ini, penulis sangat menyadari bahwa keberhasilan ini tidak terlepas dari bantuan dan pengorbanan banyak pihak. Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. H. Sutaryat Trisnamansyah, M.A. selaku Promotor, Prof. Dr. H. Enceng Mulyana, M.Pd. selaku Ko-Promotor, dan Dr. Ugi Suprayogi, M.Pd selaku anggota Promotor atas bimbingan, dorongan, saran, dan alternatif-alternatif yang ditawarkan dalam mengatasi berbagai dinamika dalam penyusunan disertasi ini. Semoga Allah SWT membalas jasa baik para guru besar tersebut dengan pahala yang setimpal dan selalu memperoleh keberkahan dari-Nya.

2. Prof. Dr. H. Engking Soewarman Hasan, M.Pd selaku penguji internal atas semua saran, masukan, dan fasilitas yang diberikan guna penyempurnaan disertasi ini.

3. Prof. Dr. H. Sudjarwo, M.S. yang telah bersedia menjadi penguji eksternal, atas semua saran, masukan, dan fasilitas yang diberikan guna penyempurnaan disertasi ini.

4. Dra. Hj. Masitoh, M.Pd. selaku Ketua STKIP Muhammadiyah Kotabumi Lampung atas segala bantuan dan dorongan untuk menyelesaikan penyusunan disertasi ini.


(3)

viii

5. Drs. Saroyo, M.Pd selaku Kepala SKB Lampung Utara yang telah banyak memberikan izin dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian untuk menyelesaikan penyusunan disertasi ini.

6. Kepala Badan Kesbang Pol & Linmas Kabupaten Lampung Utara, Camat Abung Semuli, dan Camat Abung Surakarta, Kepala Desa Sumuli Jaya dan Kepala Desa Bumi Raharja atas izin dan fasilitas yang diberikan dalam penelitian dan penyusunan disertasi ini.

7. Fitri Nurjanah, S.Pd isteriku tercinta dan putra putriku tersayang yang senantiasa sabara, penuh kasih sayang, memberikan dorong dan setia menanti penyelesaian disertasi ini.

8. Secara khusus, penulis juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Ketua Program Studi Pendidikan Luar Sekolah dan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia atas fasilitas dan kelancaran yang diberikan dalam penyusunan disertasi dan penyelesaian program S-3 ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan disertasi ini. Semoga pengorbanan dan

bantuan yang diberikan diterima sebagai amal saleh di sisi Allah SWT. Amin

Bandung, September 2011 Penulis,


(4)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN ………... ii

HALAMAN PERNYATAAN ………... iii

ABSTRAK ...………..……… iv

ABSTRACT ……….. v

KATA PENGANTAR ...………. vi

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH………..….. vii

DAFTAR ISI ...………... ix

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR ………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ………...… 1

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Identifikasi Masalah ... 23

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 26

D. Tujuan Penelitian ………...… 29

E. Kegunaan Penelitian ……….…… 30

F. Kerangka Berpikir ……… 31

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... ... 38

A. Pendidikan Luar Sekolah Dalam Pengembangan SDM ....… 38

B. Konsep Kursus Wirausaha Desa ……….... 59

C. Pendidikan Orang Dewasa Dalam KWD ... 89

E. Hipotesis ... 102

F. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan ………...….... 103

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….….……… 105

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ……….……… 105

B. Prosedur Penelitian ……….…….……… 114


(5)

x

D. Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen … 131

E. Teknik Analisis Data ……….. 166

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….……… 168

A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Utara ………… 168

B. Deskripsi dan Analisis Data Penelitian Pendahuluan …….. 178

C. Pengembangan Model Konseptual KWD Pembibitan Karet Unggul ……… 232

D. Validasi, Revisi, dan Uji coba Model Konseptual ……….. 250

E. Pengujian Hipotesis ……….. 253

F. Temuan Hasil Penelitian ……… 293

G. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 297

H. Model Akhir KWD Pembibitan Karet Unggul …………. 316

I. Implementasi Model Pembibitan Karet Unggul …………. 317

J. Efektivitas Model Pembibitan Karet Unggul ……… 328

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI …. . 332

A. Kesimpulan …….………..…..……….. 332

B. Implikasi…...……….……….. 333

C. Rekomendasi……….………... 336

DAFTAR PUSTAKA……… 339

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….... 345


(6)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Human Development Index 2000 ……….. 4 3.1 Perbandingan Perlakuan Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol Pengembangan Model KWD Pembibitan Karet Unggul ... 113 3.2 Penyebaran populasi dan sampel penelitian ………. 130 3.3 Kisi-kisi instrument variabel minat warga belajar KWD pembibitan

karet unggul ……….. 134

3.4 Validitas variabel minat warga belajar KWD pembibitan

karet unggul ………. 135

3.5 Kisi-kisi instrument variabel motivasi berprestasi KWD pembibitan

karet unggul ………. 138

3.6 Validitas variabel motivasi berprestasi KWD pembibitan

karet unggul ………. 139

3.7 Kisi-kisi instrument variabel partisipasi warga belajar KWD pembibitan karet unggul ……….. 141 3.8 Validitas variabel partisipasi warga belajar KWD pembibitan

karet unggul ………. 142

3.9 kisi-kisi instrument variabel kompetensi NST KWD pembibitan karet unggul ... 144 3.10 Validitas variabel kompetensi NST KWD pembibitan karet unggul .... 145 3.11 Kisi-kisi instrument variabel kurikulum pelatihan KWD

pembibitan karet unggul ……….. 148 3.12 Validitas variabel kurikulum pelatihan KWD pembibitan karet

unggul ………. 149

3.13 Kisi-kisi instrument variabel Sarana dan prasarana pembelajaran KWD pembibitan karet unggul ……… 151


(7)

xii

3.14 Validitas variabel Sarana dan prasarana KWD pembibitan karet

unggul ……….. 152

3.15 Kisi-kisi instrument variabel proses pembelajaran pada KWD pembibitan karet unggul ……….. 155 3.16 Validitas variabel proses pembelajaran KWD pembibitan

karet unggul ... 156 3.17 kisi-kisi instrument variabel lembaga penyelenggara KWD

pembibitan karet unggul ……….. 158 3.18 Validitas variabel lembaga penyelenggara pelatihan KWD

pembibitan karet unggul ………. 160 3.19 Kisi-kisi instrument variabel kompetensi berwirausaha KWD

pembibitan karet unggul ………..…… 162 3.20 Validitas variabel kompetensi berwirausaha warga belajar ………… 163 4.1 Jumlah penduduk desa Bumi Raharja menurut kelompok umur ….. 178 4.2 Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH KPP SATPAM di SKB

Lampung Utara ... 181 4.3 Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH KPP Pembuatan Batako

Di SKB Lampung Utara ……….. 184

4.4 Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH KPP bengkel Motor di SKB Lampung Utara ... 186 4.5 Kondisi Faktual Pelaksanaan KWD Pembuatan bokasi SKB

Lampung Utara... 190 4.6 Kondisi Faktual Pelaksanaan KWD Pembibitan Karet Unggul

Di SKB Lampung tara... 194 4.7 Data Penyelenggaraan Pendidikan Kecakapan Hidup di Kabupaten

Lampung Utara ……… 195

4.8 Analisis Swot PKH SKB Lampung Utara ……….... 198 4.9 Distribusi frekuensi data variabel kompetensi berwirausaha ………. 200


(8)

xiii

4.10 Distribusi frekuensi data variabel Minat Warga Belajar ... 202

4.11 Distribusi frekuensi data variabel Motivasi Berprestasi ... 204

4.12 Distribusi frekuensi data variabel Partisipasi warga belajar …………. 206

4.13 Distribusi frekuensi data variabel Kompetensi NST ……….. 208

4.14 Distribusi frekuensi data variabel Kurikulum Pelatihan ……… 210

4.15 Distribusi frekuensi data variabel Sarana dan prasarana ……… 212

4.16 Distribusi frekuensi data variabel Proses Belajar ……… 214

4.17 Distribusi frekuensi data variabel Lembaga Penyelenggara ……….. 216

4.18 Rangkuman Data Minat Warga Belajar, Motivasi Berprestasi, Partisipasi warga belajar, Kompetensi Nara Sumber Teknis, Kurikulum Pelatihan, Sarana dan prasarana, Proses Belajar, Lembaga Penyelenggara, dan variabel terikat Varibel kompetensi berwirausaha ……….. 218

4.19 Hasil Uji Normalitas Variabel-Variabel Penelitian ………... 219

4.20 Anava untuk Uji Signifikansi dan Linieritas, Minat Warga Belajar (X1) dan Kompetensi Berwirausaha Warga Belajar (Y), Ŷ = 17.391 + 0.552X1 ……….. 223

4.21 Anava untuk Uji Signifikansi dan Linieritas, Motivasi Berprestasi (X2) dan Kompetensi Berwirausaha Warga Belajar (Y), Ŷ = 15.224 + 0.633X2 ……… 224

4.22 Anava untuk Uji Signifikansi dan Linieritas, Partisipasi warga belajar (X3) dan Kompetensi Berwirausaha Warga Belajar (Y), Ŷ = 8.519+ 0.818 X3 ……….. 225

4.23 Anava untuk Uji Signifikansi dan Linieritas, Kompetensi NST (X4) dan Kompetensi Berwirausaha Warga Belajar (Y), Ŷ = 17.052 + 0.554 X4 ……….. 226

4.24 Anava untuk Uji Signifikansi dan Linieritas, Kurikulum pelatihan (X5) dan Kompetensi Berwirausaha Warga Belajar (Y), Ŷ = 16.244 + 0.589 X5 ……….. 227


(9)

xiv

4.25 Anava untuk Uji Signifikansi dan Linieritas, Sarana dan Prasarana (X6) dan Kompetensi Berwirausaha Warga Belajar (Y), Ŷ = 10.647 + 0.751 X6 ………... 228 4.26 Anava untuk Uji Signifikansi dan Linieritas, proses belajar (X7) dan

Kompetensi Berwirausaha Warga Belajar (Y), Ŷ= 21.521 + 0.420 X7 … 230 4.27 Anava untuk Uji Signifikansi dan Linieritas, Lembaga Penyelenggara

(X8) dan Kompetensi Berwirausaha Warga Belajar (Y), Ŷ = 20.527 + 0.446 X8 ………. 231 4.28 Ringkasan deskripsi analisis regregresi sederhana atas

variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat ………. 232 4.29 Interkorelasi Variabel-Variabel Penelitian Correlations ………. 233 4.30 Gambaran koefisien korelasi antara minat warga belajar dengan

kompetensi berwirausaha warga belajar KWD Pembibitan karet

unggul ………. 257

4.31 Gambaran koefisien korelasi antara motivasi berprestasi dengan kompetensi berwirausaha warga belajar KWD Pembibitan karet

unggul ………. 259

4.32 Gambaran koefisien korelasi antara partisipasi warga belajar dengan kompetensi berwirausaha warga belajar KWD Pembibitan

karet unggul ……… 261

4.33 Gambaran koefisien korelasi antara Kompetensi NST dengan kompetensi berwirausha warga belajar KWD Pembibitan

karet unggul ……….. 263

4.34 Gambaran koefisien korelasi antara Kurikulum pelatihan dan kompetensi warga belajar KWD Pembibitan karet unggul ………… 265 4.35 Gambaran koefisien korelasi antara sarana dan prasarana dengan

kompetensi berwirausaha warga belajar KWD Pembibitan


(10)

xv

4.36 Gambaran koefisien korelasi antara proses pembelajaran dengan kompetensi berwirausaha warga belajar KWD Pembibitan

karet unggul ……… 269

4.37 Gambaran koefisien korelasi antara Lembaga penyelenggara dengan

kompetensi warga belajar KWD Pembibitan karet unggul ………… 271 4.38 Deskripsi data Data Penelitian Eksperimental Uji Coba Tahap I …… 273 4.39 Uji Normalitas Sekor Tes Awal Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ………. 275

4.40 Uji Homogenitas Sekor Tes Awal Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ……….. 276

4.41 Tes Awal Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ………… 277 4.42 Uji T Tes Awal Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Uji Coba Tahap I ………. 278

4.43 Uji Normalitas Sekor Tes Akhir Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ………. 280

4.44 Uji Homogenitas Sekor Tes Akhir Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ………. 281

4.45 Tes Akhir Eksperimen dan Kontrol Tahap I ………. 282 4.46 Uji T Tes Akhir Eksperimen dan Kontrol Tahap I ……….. 283 4.47 Deskripsi data Data Penelitian Eksperimental Uji Coba Tahap II …... 284 4.48 Uji Normalitas Sekor Tes Awal Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ………. 286

4.49 Uji Homogenitas Sekor Tes Awal Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ………. 287

4.50 Tes Awal Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ………… 288 4.51 Skor Tes Awal Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Uji Coba Tahap II ……….. 289

4.52 Uji Normalitas Sekor Tes Akhir Kelompok Eksperimen dan


(11)

xvi

4.53 Uji Homogenitas Sekor Tes Akhir Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ………. 292

4.54 Tes Akhir Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Uji Coba Tahap II ………..

293

4.55 UjiTes Akhir Eksperimen dan Kontrol Uji Coba Tahap II …..……. 294


(12)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Berpikir Penelitian ………. 37 2.1 Formulasi kesenyawaan antara PNF dengan pembangunan

masyarakat ………. 52

2.2 Siklus pemberdayaan Hogan ……….. 56 2.3 Keterkaitan fungsional antar komponen pendidikan luar sekolah …… 68 3.1 Paradigma korelasional ……….... 107 3.2 Desain eksperimental nonequivalent contol group design …..…….... 110 3.3 Model Konseptual KWD Pembibitan Karet Unggul ...…………... 121 4.1 Peta Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli Lampung Utara …. 175 4.2 Peta Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Lampung

Utara ... 177 4.3 Diagram batang komptensi berwirausaha warga belajar KWD

pembibitan karet unggul .……….……….. 201 4.4 Diagram batang Minat warga belajar KWD pembibitan

karet unggul ……….……….. 203

4.5 Diagram batang Motivasi Berprestasi KWD pembibitan

karet unggul ………. 205

4.6 Diagram batang Partisipasi warga belajar KWD pembibitan

karet unggul ………. 207

4.7 Diagram batang Kompetensi NST KWD pembibitan

karet unggul ………. 209

4.8 Diagram batang Kurikulum Pelatihan KWD pembibitan karet unggul ………..…...…. 211 4.9 Diagram batang Sarana dan prasarana KWD pembibitan

karet unggul ……….. 213


(13)

xviii

4.11 Diagram batang Lembaga Penyelenggara KWD pembibitan

karet unggul ……….……….... 217

4.12 Model Pengembangan KWD Pembibitan Karet Unggul ... 252 413 Model Akhir KWD Pembibitan Karet Unggul ……… 319


(14)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. : SK pembimbing dan surat izin penelitian ……….... 351

B : Hasil Uji Coba Validitas dan Reliabilitas Instrumen ……… 358

C : Instrumen penelitian ……….……….. 368

D : Skor hasil penelitian ……… 388

E. : Hasil Analisis menggunakan perhitungan SPSS ……….... 394

F : Perangkat Pembelajaran ……….………….. 413

G : Foto kegiatan KWD pembibitan karet unggul …………..……... 437


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang terletak di garis khatulistiwa, beriklim tropis dan memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Keadaan tanahnya sangat subur dan tumbuh beraneka ragam tumbuhan yang berkualitas tinggi. Keanekaragaman tumbuhan dan hutan merupakan kekayaan Indonesia harus dimanfaatkan dikelola untuk kesejahteraan umat manusia. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang mampu bergerak cepat dan bertindak tepat (fast moving and fast acting) serta memiliki kepercayaan diri dan sikap optimis yang tetap menghargai kemampuan orang lain, yaitu SDM yang berkualitas tinggi. Kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang, artinya jika tingkat pendidikannya tinggi, kualitasnya juga tinggi demikian sebaliknya jika tingkat pendidikannya rendah, umumnya kualitasnya juga rendah.Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan kualitas SDM.

Peningkatan kualitas SDM dapat ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan bidang pekerjaan. Pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan pekerjaan merupakan komponen utama untuk menentukan profesionalitas seseorang. Profesional adalah pekerjaaan yang dilakukan sesuai dengan keahliannya yang diringi dengan rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya. Rasa tanggung jawab masyarakat akan terwujud, bila masyarakat


(16)

2

dilibatkan dalam merencanakan, melaksanakan, menilai, dan mengawasi pekerjaan.

Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan akan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap proses dan hasil pekerjaan (pembangunan). Idealnya hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat di pedesaan. Kenyataannya hasil pembangunan hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat tertentu saja dan tidak dirasakan oleh masyarakat lapisan bawah. Keadaan tersebut menimbulkan kecemburuan sosial dalam masyakat yang berakibat buruk bahkan sampai pada gejolak reaksi negatif dalam masyarakat.

Pada awal tahun 1998 badai krisis melanda Indonesia, krisis multi dimensional yang berkepanjangan, nyaris menggerogoti tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keadaan tersebut berpengaruh terhadap stabilitas perokonomian Indonesia hingga titik nadir, stabilitas politik terguncang yang menyebabkan kemiskinan dan daya beli masyarakat rendah.

Instabilitas ekonomi dan politik tersebut berdampak luas diantaranya daya beli masyarakat rendah dan miskin, menurunnya kualitas pendidikan yang berdampak menurunnya kualitas SDM. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya arus global yang melanda negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat menanggulangi berbagai permasalahan di Indonesia diperlukan SDM yang tangguh agar mampu membendung pengaruh negatif akibat globalisasi dan bekerja keras dengan semboyan “Thing Globally and Act Locally”, yaitu


(17)

3

berpikir global dan bertindak lokal untuk menggapai kemajuan bangsa dan mengubah kelemahan menjadi kekuatan.

Isjoni (2009: 25) mengemukakan bahwa “setiap bangsa di dunia ini menginginkan negerinya besar dan berjaya. Untuk mewujudkan itu, suatu bangsa tertentu harus mampu menguasai teknologi”. Suatu bangsa yang memiliki teknologi mutakhir akan dapat menguasai dunia, karena bangsa tersebut akan disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia.

Indikator maju tidaknya suatu bangsa antara lain ditentukan oleh kualitas SDM bangsa tersebut. Baik buruknya kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh komitmen bangsa sejauhmana pembangunan pendidikan yang sudah dilakukan. Pendidikan baik formal maupun nonformal harus mendapat perhatian karena pendidikanlah yang akan menjadi penentu terhadap peningkatan kualitas SDM dalam masyarakat di masa yang akan datang. Karena itulah pendidikan akan memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter generasi muda yang memiliki daya saing tinggi dan mampu menguasai teknonologi canggih serta menguasai dunia.

SDM yang berkualitas akan mampu berpikir kritis dan analitis terhadap berbagai fenomena yang muncul sehingga berbagai permasalahan yang timbul akan dapat diminimalisasi dan dicarikan jalan keluarnya dengan baik. Suryadi (2009:33) mengemukakan bahwa “pembangunan pendidikan negara kita, khususnya pembangunan pendidikian nonformal mengalami kemajuan yang berarti. Human Development Index (HDI)”.


(18)

4

Permasalahan pendidikan terkait dengan SDM Indonesia dapat dilihat dari turun naiknya peringkat HDI Indonesia. Sejak tahun 1995, peringkat HDI Indonesia menurun: peringkat ke-104 pada tahun 1995, ke-109 pada tahun 2000, ke-110 pada 2002, ke-112 pada tahun 2003, dan kemudian—sedikit membaik—ke-111 dari 172 negara, pada tahun 2004 dan ke-110 pada tahun 2005. Memasuki 2006, posisi Indonesia mulai naik hingga berada di posisi 108, dan pada tahun 2007 menjadi urutan ke-107. Kenaikan tersebut dipicu oleh peningkatan angka keniraksaraan penduduk Indoesia yang merupakan salah satu indikator kunci penilaian. Upaya pemberantasan buta aksara yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Aksara sangat efektif untuk meningkatkan peringkat HDI. Selain itu, reformasi pendidikan seharusnya mengacu pada pembangunan sosial dan ekonomi dan berbasis kebutuhan tenaga kerja di tingkat lokal dan nasional.

Meskipun ada pergerakan ke arah yang lebih baik pembangunan kualitas SDM jika dibandingkan dengan negara-negara di dunia, SDM Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1 yang menunjukkan kualitas SDM Indonesia sebagai berikut.

Tabel 1.1 Human Development Index 2000

NEGARA HDI

rank (1998) Pr;Sc;Ter; GER (1998) % Education Index Expenditure on Education ((% GNP) 1995-97 Expenditure on Education (% Total Expenditure)

Canada 1 100 0,99 6,9 12,9

Singapoe 24 73 0,86 3,0 23,4

Brunei D. 32 72 0,84 - -

Malaysia 61 65 0,79 4,9 15,4

Thailand 76 61 0,84 4,8 20,1

Philippines 77 83 0,91 3,4 15,7

China 99 72 0,79 2,3 12,2

Vietnam 108 63 0,83 3,0 7,4

Indonesia 109 65 0,79 1,4 7,9

Sierra Leone 174 24 0,29 - -

Japan 9 85 0,94 3,6 9,9

U.S.A. 3 94 0,97 5,4 14,4


(19)

5

Dari tabel HDI di atas Indonesia berada pada peringkat ke 109 dari174 negara dan berada di bawah Vietnam. Hal ini menunjukkan SDM Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara.

Dalam menentukan peringkat HDI didasarkan atas tiga komponen sosio ekonomi (1) aspek kesehatan, yaitu lamanya hidup yang diukur dengan angka harapan hidup pada saat lahir; (2) aspek pendidikan, yang diukur melalui kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa dengan rata-rata lama sekolah; dan (3) aspek ekonomi, yaitu tingkat kehidupan yang layak, diukur berdasarkan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan.

Peningkatan kualitas SDM berkaitan erat dengan peningkatan HDI. Upaya untuk meningkatkan HDI merupakan suatu keniscayaan untuk mendongkrak kualitas SDM agar bangsa kita dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas SDM adalah melalui pendidikan. Di dalam pendidikan terjadi pembelajaran, yaitu proses belajar yang dilakukan oleh murid dan mengajar dilakukan oleh guru. Hakikat dari belajar adalah perubahan, melalui kegiatan pembelajaran akan menghasilkan perubahan, yaitu peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental kearah yang lebih baik.

Eko Budiharjo yang dikutip Suparlan (2004: 82) mengemukakan bahwa selama kita masih dikaruniai hidup dan kehidupan, masih terbuka bagi semua pihak untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik’. Ujung tombak paling ampuh adalah pendidikan. Hal ini, sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nurcholis Majid yang dikutip Suparlan (2004:103-104) bahwa ‘pendidikan merupakan


(20)

6

langkah strategis mempersiapkan SDM yang berkualitas. Secara fungsional pendidikan berkorelasi positif dengan kualitas fisik, psikis, dan kualitas hidup manusia’.

Pendidikan luar sekolah mempunyai sumbangan yang berarti bagi peningkatan kualitas hidup manusia. Tidak semua warga masyarakat dapat menikmati pendidikan persekolahan, bagi mereka yang tidak berkesempatan mengikuti pendidikan persekolahan dapat menempuh jalur pendidikan luar sekolah. Oleh karena itu, pendidikan luar sekolah tidak dapat dipandang dengan sebelah mata karena telah terbukti sangat besar konstribusinya dalam pembangunan di bidang pendidikan dalam sistem pendidikan nasional. Sebagaimana dikemukakan oleh Suyanto (2008: 19-20) bahwa:

menyangkut pendidikan di luar sekolah. Walaupun diketahui bahwa tidak diragukan lagi arti penting pendidikan dalam system persekolahan, namun pendidikan di luar sekolah juga memiliki makna yang tidak kalah pentingnya dalam menumbuhkan dan mensosialisasikan semangat solidaritas sesama. Apalagi sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai solidaritas tersebut pendidikan luar sekolah seperti dalam keluarga dan masyarakat jauh lebih efektif ketimbang pendidikan dipersekolahan.

Seiring dengan diberlakukannya otonomi di bidang pendidikan, peningkatan kualitas SDM banyak mengalami masalah yang makin kompleks. Menurut Suparlan (2004: 38) mutu SDM Indonesia belum optimal baik secara umum maupun dari sudut pandang gender maupun dari sudut pandang lainnya seperti distribusi secara geografis, perubahan sosial baik vertikal maupun horizontal. Suatu program pendidikan tidak dapat diterapkan secara nasional karena suatu program mungkin cocok untuk suatu daerah tetapi belum tentu sesuai untuk daerah lain. Oleh sebab itu, lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan


(21)

7

baik formal maupun nonformal harus dibenahi untuk meningkatkan kualitas proses sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil pendidikan.

Kualitas hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas proses, kualitas input, dan kualitas tenaga kependidikan. Suatu program pendidikan yang dilaksanakan dengan proses yang baik akan menghasilkan output yang baik pula. Kualitas input mutlak diperlukan untuk meningkatkan mutu lulusan pendidikan.

Hal ini cukup beralasan karena input dari pendidikan akan mempengaruhi output, selanjutnya akan berpengaruh signifikan terhadap penyiapan SDM dan peningkatan sektor-sektor kehidupan dan penguatan keberadaan lembaga. Sektor kehidupan dan keberadaan lembaga dapat ditingkatkan dan diperkokoh bila dengan dukungan SDM yang berkualitas. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas SDM harus dibarengi dengan peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental pembangunan agar mampu bersaing secara lokal, nasional, dan global.

Untuk dapat memenangkan persaingan diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Tabrani (1992: 3) mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan cepat perlu diimbangi dengan perubahan kemampuan dan keterampilan, sebab dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lapangan pekerjaan menuntut kemampuan tersendiri.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bukti bahwa manusia telah berhasil melakukan rekayasa terbentuknya pengetahuan baru. Menurut Tilaar (2000:257) peran ilmu pengetahuan dalam perkembangan ekonomi telah menarik perhatian para pakar ekonomi. Peran ilmu pengetahuan


(22)

8

sangat menonjol telah menjadi sumber utama ekonomi bersama-sama dengan tenaga kerja dan capital. Selanjutnya ilmu pengetahuan dan jasa pelayanan akan menentukan kekuatan ekonomi dan produksi.

Tilaar (2000:258) mengatakan bahwa sejalan dengan perubahan kehidupan ekonomi, terjadi pula perubahan pola pendidikan dan pola kerja. Pola berurutan pendidikan → pelatihan → bekerja → pensiun, berubah menjadi pendidikan sepanjang hayat (PSH) dengan pola yang terintegrasi antara pendidikan, pekerjaan, pelatihan, dan pensiun.

Perubahan pola pendidikan dan pekerjaan terjadi karena adanya dinamika dan pembangunan masyarakat yang terus berjalan seiring dengan perkembangan zaman. Buchori dalam Safaruddin (2008: 2) menjelaskan bahwa hal yang krusial dilakukan di tengah perubahan zaman yang imperatif adalah mendesain relevansi pendididikan nasional supaya lebih dinamis, responsif, dan antisipatif, Pembangunan masyarakat dapat dilakukan melalui jalur pendidikan baik formal, informal maupun nonformal. Ndraha (1982: 18) mengemukakan sejak semula pembangunan desa di Indonesia dinyatakan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional (Undang-Undang Nomor 85 tahun 1958). Pembangunan masyarakat desa, perlu mendapat prioritas dalam hal ini cukup beralasan, karena sekitar 80 % penduduk Indonesia tinggal dan hidup di pedesaan, pada umumnya tingkat pendidikannya rendah dan tidak mempunyai keterampilan. Penduduk desa sebagian besar tingkat pendidikanya rendah, bekerja di sektor pertanian, dan perkebunan. Untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik diperlukan


(23)

9

penguasaan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidang pekerjaan yang ditekuninya.

Bagi warga masyarakat petani perkebunan yang bekerja secara tradisional turun-temurun perlu diberikan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap interpreneurship sesuai dengan tuntutan lapangan kerja agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas kerja sehingga mampu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan hidupnya.

Di samping itu, sumberdaya yang ada di masyarakat desa belum dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan masyarakat, seperti SDA dan lingkungan. Hal ini dikarenakan berbagai keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat. Belum dimanfaatkannya secara optimal sumber daya tersebut menjadi salah satu penyebab masyarakat di pedesaan miskin. Padahal potensi SDA dan lingkungan yang tersedia sangat memungkinkan untuk digali dan dikembangkan guna mengentaskan kemiskinan. Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri. Menurut Emil Salim yang dikutip Ala (1996: 8—9) orang miskin memiliki lima ciri, yaitu:

pertama, mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi, sendiri seperti tanah yang cukup, modal atau keterampilan,

kedua, mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, pendapat tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha,

ketiga, tingkat pendidikan mereka rendah, tak sampai tamat sekolah dasar. Waktu mereka tersisa habis untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar, karena harus membantu orang tua untuk mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adik di rumah, sehingga turun temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan di bawah garis kemiskinan,

keempat, kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Banyak diantara mereka tidak memiliki tanah. Kalaupun ada maka kecil sekali. Umumnya


(24)

10

mereka menjadi buruh tani atau pekerjaan kasar di luar pertanian. Karena pertanian bekerja dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka lalu menjadi “pekerja bebas” (self employed) bekerja apa saja.

kelima, banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan (skill) atau pendidikan, sedangkan kota di banyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa.

Tingkat pendidikan petani perkebunan di Kecamatan Abung Semuli dan Kecamatan Abung Surakarta pada umumnya rendah. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat identik dengan rendahnya pengetahuan dan keterampilan yang berdampak terhadap rendahnya pendapatan. Hal ini menjadi salah satu penyebab masyarakat petani miskin, ketidakmampuan masyarakat pedesaan yang identik dengan kemiskinan selalu relevan dengan tingkat pendidikan, kesehatan, dan gizi sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas kerja.

Dalam menghadapi persaingan kehidupan yang makin ketat, tanpa memiliki pengetahuan dan keterampilan, semakin terpuruk ke jurang kemiskinan dan tidak akan mampu bersaing menghadapi tantangan baik secara lokal, nasional, maupun global. Di balik keterpurukan dan kemiskinan timbul permasalahan, yaitu masalah pengangguran yang akhirnya akan menjadi suatu lingkaran permasalahan yang semakin kompleks dan rumit. Angka pengangguran pun semakin meningkat yang pada umumnya mereka yang tingkat pendidikannya rendah dan tidak memiliki keterampilan.

Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Dirjen PNFI (2008: 1) Data strategis BPS bulan Agustus 2008 menunjukkan jumlah angkatan kerja Indonesia sebanyak 111,4 juta orang. Dari jumlah tersebut tercatat 9,42 juta (8,48%) orang merupakan penganggur terbuka terdiri dari 7,4 juta orang (78,38%)


(25)

11

adalah pemuda usia produktif, yang berdomisili di pedesaan 4.186.703 orang (44,4%) dan di perkotaan 5.240.887 orang (55,6%). Selanjutnya penduduk miskin Indonesia saat ini mencapai 34,96 juta orang (15,42%) dengan komposisi 22.189.122 orang (63%) berada di desa dan 12.770.888 orang (37%) di kota.

Bagi generasi muda yang ingin memiliki keterampilan khusus untuk memasuki dunia kerja, lembaga kursus, dan pelatihan merupakan pilihan utama. Apalagi bagi 8,96 juta penganggur dari total angkatan kerja sebanyak 113,83 juta berdasarkan data BPS (2009), lembaga kursus dan pelatihan tentu sangat bermanfaat. Lembaga kursus dan pelatihan ini diselenggarakan di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI), Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Arah program kursus dan pelatihan tersebut adalah pembekalan kepada peserta didik dengan berbagai keterampilan untuk dapat bekerja (pekerja) atau usaha mandiri (berwirausaha). Program-program tersebut di antaranya: Kursus Para Profesi; Kursus Wirausaha Kota; Kursus Wirausaha Desa; dan Pendidikan Kecakapan Hidup bagi Lembaga Kursus dan Pelatihan (http://www. kemdiknas.go.id/peserta-didik/lembaga-kursus.aspx).

Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Dirjen PNFI (2008: 1--2) Beberapa komponen yang menyebabkan terjadinya pengangguran di Indonesia, diantaranya: Pertama, jumlah pencari kerja lebih besar dari jumlah peluang kerja yang tersedia (kesenjangan antara supply and demand). Kedua, kesenjangan antara kompetensi pencari kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja (mis-match), Ketiga, masih adanya anak putus sekolah maupun lulusan yang tidak melanjutkan namun tidak terserap dunia kerja/berusaha mandiri karena tidak


(26)

12

memiliki keterampilan yang memadai (unskill labour), Keempat, terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena krisis global, dan Kelima, melimpahnya sumber daya alam di pedesaan, tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal. Penduduk usia kerja di pedesaan cenderung pergi ke kota (urbanisasi) untuk bekerja sebagai buruh pabrik, bangunan, pembantu rumah tangga, sektor informal di kota, dan meninggalkan SDA di desanya yang berlimpah di daerahnya. Akibatnya kehidupan mereka masih serba kekurangan dan hidup dalam kemiskinan.

Depkominfo (2007:2) tingkat kemiskinan suatu rumah tangga secara umum terkait dengan tingkat pendidikan dan kesehatan. Rendahnya penghasilan keluarga sangat miskin menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, untuk tingkat minimal sekalipun. Kemiskinan menambah berat beban hidup masyarakat petani karena kemampuan daya beli masyarakat petani rendah. Kondisi seperti ini pada umumnya disebabkan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, tidak mempunyai keterampilan dan pekerjaan tetap. Keadaan tersebut menyebabkan masyarakat petani menjadi bertambah sulit dan tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi, sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin bertambah miskin.

Pada sisi lain kerusakan lingkungan hidup yang mengancam keberlanjutan spesies tertentu dan berakibat pada kerusakan lingkungan serta masyarakat petani tradisional tidak mampu mengimbangi perkembangan pengetahuan dan teknologi, sehingga menyebabkan bertambahnya kantong-kantong kemiskinan di hampir semua daerah atau provinsi di Indonesia, termasuk


(27)

13

di Provinsi Lampung. Provinsi lampung mempunyai potensi alam yang belum banyak dikembangkan termasuk potensi lokal belum mendapat perhatian. Padahal potensi lokal bila dikembangkan secara optimal akan turut menaikkan pendapatan asli daerah (PAD).

Elmi, (2003) mengemukakan bahwa apabila diperhatikan dari pemben-tukan Product Domestic Bruto (PPDRB) Kabupeten Lampung Utara maka sektor pertanian masih menjadi primadona dalam pembentukan PDRB dari pada sektor-sektor lain terutama didukung dari sub sektor-sektor perkebunan dengan sumbangan sebesar 27,33 persen dan sub sektor tanaman bahan makanan yang memberikan sumbangan sebesar 19,82 persen, sehingga pergerakan produksi dan harga pada sub sektor tersebut (khususnya komoditi tebu, kopi, dan karet) sangat berpengaruh pada pembentukan PDRB Kabupaten Lampung Utara.

Pada umumnya masyarakat Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli dan Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara hidup dari sektor pertanian karena di lokasi desa tersebut sebagian besar adalah areal persawahan khususnya di Desa Semuli Jaya sedangkan di Desa Bumi Raharja adalah sebagian besar areal peladangan. Namun kedua desa tersebut juga cocok untuk perkebunan dan saat ini banyak petani yang mengkonversi lahan baik dari persawahan maupun peladangan ke tanaman keras, yuitu perkebunan karet. Hal ini mereka lakukan karena perkebunan karet lebih menguntungkan daripada tanaman holtikultura yang salama ini mereka kerjakan.

Pada umunya perkebunan karet milik masyarakat masih dikelola secara tradisional dan karet yang ditanam berasal dari bibit karet alam. Hal ini terjadi


(28)

14

disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan tingkat ekonomi masyarakat. Pada sisi lain dinas perkebunan telah menganjurkan para petani untuk menanam bibit karet varitas unggul misalnya I.R. 260 atau jenis bibit karet unggul lainnya yang berkualitas tinggi dan dapat menghasilkan getah karet lebih banyak bila dibandingkan dengan karet alam. Apabila Perkebunan karet dikelola secara baik dan profesional tentu akan sangat menguntungkan bagi petani karena dapat meningkatkan produksi perkebunan sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani itu sendiri.

Dengan meningkatnya pendapatan petani, kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat sehingga dapat mengurangi pengangguran dan menurunkan angka kemiskinan. Oleh karena itu, masyarakat desa tersebut perlu mendapatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Usaha untuk memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui pendidikan baik pendidikan persekolahan maupun pendidikan luar sekolah. Pendidikan formal meletakkan landasan yang kuat bagi pengembangan kecerdasan intelektual masyarakat, tetapi tidak semua warga masyarakat dapat menikmati dan memiliki kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal karena berbagai alasan. Bagi warga masyarakat yang tidak memiliki kesempatan mengikuti pendidikan melalui pendidikan di sekolah dapat menempuh pendidikan melalui jalur pendidikan luar sekolah (PLS).

Tjokroamidjoyo dalam Trisnamansyah (1984) menyatakan bahwa upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dipandang sebagai kunci pembangunan yang dapat menjamin kemajuan ekonomi dan kestabilan sosial. Sebab itu investasi


(29)

15

harus diusahakan bukan saja untuk meningkatkan physical capital stock, tetapi juga human capital stock dengan mengambil prioritas kepada usaha meningkatkan mutu pendidikan, kesehatan, dan gizi.

Sudjana (2000:39—40) pendidikan luar sekolah dibanding dengan pendididkan sekolah lebih murah, lebih berkaitan dengan kebutuhan masyarakat dan program yang dilaksanakan lebih fleksibel. Murahnya biaya pendidikan luar sekolah disebabkan program-program yang dilaksanakan relatif singkat, peralatan yang digunakan dapat memanfaatkan bahan yang terdapat dan berasal dari lingkungan setempat. Biaya penyelenggaraan dapat dari hasil pemasaran produksi. Hoxeng dan Srinivasan dalam Sudjana (2004:19) menggolongkan program pendidikan nonformal ke dalam empat kategori, yaitu: pendekatan yang berpusat pada isi program (content centered approach), pendekatan yang diarahkan pada pemusatan perhatian terhadap pemecahan masalah (problem focused approach), pendekatan kesadaran (the concientization approarch), dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia dan perencanaan kreatif (human development and creative planning approach). Pendekatan pertama, biasanya digunakan oleh para ahli dalam menyusun dan menggunakan isi pendidikan nonformal untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru. Pendekatan kedua, membantu peserta didik agar mampu menghimpun dan menggunakan informasi yang tepat dalam menemukan dan memecahkan masalah. Pendekatan ketiga, membelajarkan dan mengarahkan peserta didik terhadap isu ketidakseimbangan dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan keempat, diarahkan untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan merencanakan yang terdapat


(30)

16

pada peserta didik. Hal ini dapat dilakukan karena program-program yang dilaksanakan berhubungan erat dengan kebutuhan masyarakat, isi program berkaitan erat dengan dengan kegiatan usaha masyarakat.

Peran pendidikan luar sekolah sangat penting dalam upaya peningkatan SDM. Sebagaimana dikemukakan Sudjana (2004:20) human development and creative planning approach, diarahkan untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan merencanakan yang terdapat pada diri peserta didik sehingga mereka dapat berfungsi lebih dinamis dan efektif dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, dan kepeloporan dalam perubahan dan pembangunan.

Pendidikan nonformal (PNF) sebagai subsistem pendidikan nasional mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional, Pasal 26 (Ayat 1) PNF diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pen-didikan formal dalam rangka mendukung penpen-didikan sepanjang hayat. Puspita (2007:28) mengemukakan pendidikan nonformal sebagai pelengkap, penambah, dan atau pengganti pendidikan formal, pendidikan nonformal memiliki peran yang sama pentingnya atau bahkan lebih strategis dibanding pendidikan formal karena melalui jalur pendidikan nonformal seseorang akan memperoleh pendidikan secara komprehensif terutama dalam menghadapi dan menyelesaikan segala macam permasalahan kehidupan. Pendidikan nonformal berpotensi diminati oleh masyarakat, yaitu kursus dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas yang dapat meningkatkan dengan harapan dapat memperoleh pekerjaan dan penghasilan bagi lulusannya.


(31)

17

Sudjana (2000; 142) mengemukakan bahwa tujuan dari pelaksanaan program PLS adalah agar warga belajar dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hidupnya; memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah. Dengan demikian PLS mencarikan solusi untuk memecahkan masalah tanpa masalah.

Kursus dan pelatihan yang berbasis pendidikan kecakapan hidup (Lifeskill), merupakan kegiatan Pendidikan Nonformal. Depdiknas (2008:5) Keterampilan yang diselenggarakan dalam program Kursus Wirausaha Desa (KWD) adalah jenis keterampilan fungsional praktis dengan kriteria:

1. Jenis keterampilan yang dikembangkan merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola dan meningkatkan produksi serta nilai tambah potensi atau unggulan lokal pedesaan, sehingga berdampak langsung terhadap peningkatan produktivitas dan penghasilan masyarakat desa;

2. mempunyai peluang pasar baik ditingkat lokal, regional, maupun nasional; 3. dapat dimanfaatkan untuk alih profesi/pekerjaan/usaha;

4. jenis keterampilan yang dapat diselenggarakan melalui program KWD antara lain; (a) pertanian, (b) perkewbunan, (c) perikanan, (d) kehutanan, ( e) peternakan, (f) pramuwisma, (g) keterampilan lain yang dianggap laku di pasar sekitar.

KWD Jenis keterampilan pembibitan karet unggul adalah termasuk dalam kelompok jenis keterampilan perkebunan, mempunyai tujuan untuk meningkatkan kompetensi berwirausaha bagi warga masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku masyarakat desa di Kecamatan Abung Semuli dan Kecamatan Abung Surakarta. KWD ini menjadi menarik karena menyentuh kebutuhan yang mendasar berkaitan dengan kondisi daerah perkebunan, yaitu pembibitan karet yang akan diikuti oleh pemuda-pemuda yang


(32)

18

putus sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tidak mempunyai keterampilan, pekerjaan, dan memiliki semangat atau motivasi tinggi untuk berwirausaha dengan tujuan agar mereka memiliki keterampilan dan kecakapan hidup terutama dalam pembibitan karet unggul yang meliputi okulasi lebeling (sertifikasi) dan pemasaran. Dengan pengetahuan dan keterampilan dalam pembibitan karet unggul, akan dapat melakukan kegiatan pembibitan karet unggul baik secara individu maupun secara berkelompok.

Berwirausaha pembibitan karet unggul merupakan peluang usaha yang strategis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, karena semakin banyaknya petani sawah atau ladang yang mengonversi tanaman holtikultura ke tanaman keras yaitu perkebunan karet. Bibit karet unggul selain dibutuhkan oleh masyarakat sekitar juga dibutuhkan oleh masyarakat di sekitar Provinsi Lampung bahkan sampai luar Provinsi Lampung. Dengan demikian KWD pembibitan karet unggul memberikan peluang kesempatan kerja strategis bagi warga masyarakat yang berminat berwirausaha dalam pembibitan karet unggul. Hal ini sejalan dengan pendapat Tambunan dalam Budimansyah (2004: 54) sebagai berikut.

1. Mendorong pertumbuhan perdesaan dengan mendisersifikasikan sumber pendapatan;

2. Meningkatkan dampak pertumbuhan permintaan di dalam atau di luar suatu daerah;

3. Meningkatkan kesempatan kerja baru;

4. Mendekatkan hubungan fungsional (functional lingkage) antara pertanian dengan sektor urban/industry;

5. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan industri; dan 6. Mengurangi kemiskinan di pedesaan.

KWD adalah program Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan secara khusus untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat pedesaan


(33)

19

agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya.

Peningkatan kuliatas hidup masyarakat tidak dapat dilepaskan dari fungsi pengawasan, Rozenzweig, E. at all diterjemahkan oleh Pamudji (1981: 88). kualitas selalu relatif dan dihubungkan dengan pertimbangan-pertimbangan lain, yaitu: (1) keadaan yang bagaimana produk akan digunakan, (2) suatu karakteristik yang dapat diukur dan dirumuskan, (3) ekonomisnya pembuatan barang, dan kualitas output (semakin tinggi kualitas, semakin tinggi untuk mencapai kuantitas tertentu).

KWD diharapkan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan warga belajar, sehingga mereka mampu melakukan pembibitan karet sesuai dengan anjuran dinas perkebunan. Bibit karet unggul yang dihasilkan dapat digunakan untuk kebutuhan sendiri maupun masyarakat lain yang membutuhkan. Selain dapat melakukan usaha pembibitan dapat juga memberikan jasa atau layanan tenaga kerja dalam pembibitan karet unggul.

Abdullah dkk (1990: 2) mengemukakan melalui pendidikan keterampilan harus dibarengi jiwa wirausaha, jumlah kelompok masyarakat miskin dapat ditekan dan suatu saat dapat dihilangkan dari bumi Indonesia tercinta ini. Dengan demikian, maka baik secara individu maupun berkelompok pada akhirnya dapat memperoleh penghasilan dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya.


(34)

20

Di samping itu, perkebunan karet pada masa mendatang telah mengikuti pola anjuran dinas perkebunan sehingga dapat meningkatkan produksi karet, karena telah menggunakan bibit karet unggul hasil okulasi yang telah dilakukan uji sertifikasi. Bahkah tahun 2020 diproyeksikan perkebunan karet Indonesia terluas di dunia. Kini perkebunan karet Indonesia menempati urutan ke dua setelah Tailand dan urutan ke tiga adalah Malaysia.

Pendidikan kecakapan hidup sangat penting dalam upaya mempersiapkan peserta didik menghadapi era informasi dan era AFTA/AFLA serta perdagangan bebas. Pendidikan kecakapan hidup diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat agar memiliki daya saing, sedangkan peran pemerintah hanya sebagai fasilitator dan mitra kerja masyarakat. Suryadi (2009:56) mengemukakan bahwa kebijakan pembangunan pendidikan nonformal telah menetapkan tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup sebagai salah satu dari lima tujuan yang ingin dicapai, yaitu melaksanakan program-program pendidikan dan pelatihan yang mampu mengembangkan keterampilan, keahlian, kecakapan, serta nilai-nilai kepro-fesionalan untuk mendorong produktivitas dan kemandirian berusaha bagi pesertanya. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah menempuh kebijakan antara lain:

1. mengembangkan kursus berstandar internasional dan nasional serta inovasi layanan kursus pada masyarakat ;

2. merintis model PKH-PLS wirausaha pedesaan, berbasis pengembangan potensi unggulan daerah serta wirausaha bagi para penganggur perkotaan, termasuk meningkatkan PKH-PLS para pekerja;


(35)

21

3. merintis atau mengembangkan model pendidikan para profesi untuk menyalurkan kerja di dalam maupun di luar negeri.

Untuk mewujudkan kebijakan pemerintah tersebut, perlu dikaji teknik atau model KWD yang aplicable, yaitu kegiatan yang sesuai kebutuhan masyarakat desa Abung Semuli Kecamatan Semuli Jaya dan desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara.

Berdasarkan Renstra Kabupaten Lampung Utara memiliki areal yang cocok untuk perkebunan dan menguntungkan petani. Pada umumnya masyarakat petani sawah di Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli dan masyarakat petani peladangan di Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta mengonversi tanaman dari tanaman holtikultura ke sektor perkebunan karet dalam hal ini perkebunan karet. Tingkat pendidikan petani pada umumnya rendah, kurang memahami tatacara berkebun karet, dan tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli bibit karet unggul. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan perkebunan karet terbukti dengan masih banyak petani yang mengelola perkebunan karet secara tradisional dan menanam karet alam yang tidak diokulasi (bukan jenis bibit karet unggul).

Kabupaten Lampung Utara memiliki potensi SDA dan SDM yang memungkinkan untuk dikembangkan guna meningkatkan pendapatan. Dalam situasi ketidakmampuan petani di pedesaan yang termarjinalkan terutama di sektor pertanian, masyarakat petani pedesaan perlu dilibatkan dalam setiap kegiatan pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan akan dapat


(36)

22

mengubah pola pikir masyarakat lebih baik dan mandiri, sehingga masyarakat dapat mengurangi ketergantungan pada orang lain.

Melalui kegiatan pendidikan luar sekolah merupakan upaya pemberdayaan dan pengelolalaan SDA yang berkelanjutan sehingga diharapkan warga masyarakat akan menyadari betapa pentingnya pengetahuan. Salah satu kunci dalam keberhasilan program pemberdayaan masyarakat pedesaan adalah dengan melibatkan partisipasi masyarakat melalui penguatan bertukar pikiran dan penguasaan teknologi yang sesuai dengan kondisi mereka. Dengan bertukar pikiran atas pilihan-pilihan teknologi yang relevan, dan berbagai upaya lain diharapkan akan menjadi penguatan posisi sosial dan ekonomi masyarakat perdesaan, khususnya masyarakat miskin.

Dari ketidakmampuan yang dialami masyarakat petani perkebunan, berpengaruh pada penurunan tingkat kesejahteraan. Permasalahan utama bagi petani perkebunan karet adalah rendahnya tingkat kesejahteraan yang disebabkan keterbatasan-keterbatasan, diantaranya :

1. pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat petani rendah, tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola perkebunan karet secara baik dan benar;

2. sebagian masyarakat tidak mempunyai pekerjaan tetap karena rendahnya tingkat pendidikan dan tidak mempunyai keterampilan;

3. sebagian petani memilih menanam bibit karet alam karena tidak tersedia bibit karet unggul dengan harga murah dan terjangkau;


(37)

23

4. sebagian petani miskin karena tidak memiliki kebun sendiri dan menggarap kebun orang lain dengan sistem bagi hasil;

5. luasnya lahan garapan petani semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang tidak berbanding lurus dengan luasnya lahan garapan;

6. keterbatasan informasi dan teknologi yang tepat untuk meningkatkan produksi yang disebabkan minimnya pelatihan yang diberikan;

7. struktur pasar yang tidak berpihak kepada petani, hasil produksi perkebunan dijual kepada tengkulak dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar.

Dari berbagai permasalahan yang diuraikan di atas, terdapat permasalahan penting yang harus dicarikan jawabannya yaitu: Bagaimana model kursus wirausaha untuk meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

B. Identifikasi Masalah

Pembangunan di bidang perkebunan perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan pihak-pihak terkait, perkebunan merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk pedesaan di kabupaten Lampung Utara terutama penduduk yang berdomisili di Kecamatan Abung Semuli dan Abung Surakarta. Beban hidup masyarakat semakin berat terutama sejak krisis monoter 1998 sampai sekarang sehingga angka kemiskinan di pedesaan terus bertambah. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I 2010 mencapai 5,8 % namun belum dapat dinikmati oleh petani daerah perkebunan karena mahalnya biaya produksi dan tidak diikuti dengan kenaikan harga produksi hasil


(38)

24

perkebunan. Pembangunan sektor perkebunan, masih belum mampu menyentuh kebutuhan masyarakat lapis bawah.

Banyak areal perkebunan dijadikan tempat permukinan perumahan, terminal, dan perkantoran sehingga berkurangnya lahan perkebunan dan petani mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan areal perkebunan dengan merambah hutan kawasan untuk areal perkebunan, akibatnya hutan menjadi tidak lagi mampu berfungsi sebagai resapan air karena terjadi penggundulan hutan sehingga bencana banjir terjadi. Masyarakat melakukan itu semua karena kurang kesadaran tentang pentingnya hutan lindung, keterdesakan ekonomi, kemiskinan, rendahnya pengetahuan, dan keterampilan. Di sisi lain masyarakat petani tidak memiliki bekal pengetahuan teknis yang cukup untuk digunakan sebagai dasar dalam mengelola atau mengolah SDA yang tersedia, semuanya dilakukan secara alamiah dan konvensional. Keadaan seperti ini tidak dapat dibiarkan terus menerus karena akan berakibat buruk bagi kelangsungan hidup masyarakat dan kerusakan SDA. Kerusakan SDA tersebut bisa terjadi disebabkan oleh kurangnya kesadaran, rendahnya pengetahuan, dan pola pikir masyarakat untuk kepentingan sesaat. Perlu disadari bahwa masyarakat perkebunan merupakan aset pembangunan yang harus diberdayakan, bahkan tidak sedikit kontribusi dari hasil perkebunan terhadap pembangunan nasional. Namun masyarakat perkebunan kurang mendapat perhatian dari pihak-pihak yang terkait sehingga menjadi terbelakang dan miskin.

Rendahnya pengetahuan, pola pikir yang statis, tradisional, dan sulit mengadopsi inovasi, sehingga tidak dapat memanfaatkan areal perkebunan dengan


(39)

25

baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan pengetahuan dan ketersediaan bibit karet unggul dan kalau ada harganya mahal menjadi penyebab masyarakat petani karet menanam bibit karet alam. Sedangkan di Desa Semuli Jaya dan Bumi Raharja terdapat potensi yang dapat dikembangkan untuk mengembangkan dirinya terutama dalam pengadaan bibit karet unggul.

Perone (2005: 3-4) Abraham Maslow mengemukakan bahwa perilaku dapat dijelaskan oleh proses pemenuhan kebutuhan manusia. Tingkatan kebutuhan spesifik: fisiologis, keamanan, kepemilikan, penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri digambarkan sebagai piramida. Paling dasar dan primitif, ke-butuhan fisiologis dan keamanan. Kepemilikan, penghargaan, dan keke-butuhan aktualisasi diri. Kebutuhan dasar seringkali disebut tingkat rendah sedangkan kebutuhan dasar, seperti aktualisasi diri dan selfesteem, tingkat kebutuhan atas.

Potensi masyarakat tersebut bila dikembangkan melalui program pendidikan luar sekolah akan mampu membekali warga masyarakat desa dengan pengetahuan yang praktis, sikap mental yang baik, keterampilan, dan kreativitas yang handal sehingga mereka mampu melaksanakan pembangunan secara efektif. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan program PLS dalam bentuk kursus untuk meningkatkan kompetensi berwirausaha diharapkan mampu membangkit-kan iklim berwirausaha pada masyarakat dan membebasmembangkit-kannya dari belengggu kemiskinan. Iksal (2009: 15) mengemukakan bahwa program kursus/pelatihan sebaiknya diarahkan pada dua hal, yaitu: (a) pendidikan bekal kerja yang membekali pengetahuan dan keterampilan guna memasuki lapangan kerja yang


(40)

26

ada serta diperlukan atau diciptakan, (b) pendidikan jiwa wirausaha (entrepreneurship).

Untuk dapat memenuhi harapan tersebut salah satunya adalah melalui kegiatan KWD pembibitan karet unggul, warga belajar mengikuti kegiatan pelatihan berupa pengetahuan teoretis dan praktis yang diharapkan akan dapat meningkatkan kompetensi berwirausaha, sampai dengan saat ini belum ditemukan model KWD pembibitan karet unggul yang efektif, maka penelitian ini dilakukan. Pelatihan merupakan salah satu satuan pendidikan pendidikan nonformal (Undang-Undang SISDIKNAS 2003, pasal 26 ayat 4).

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah tersebut di atas, dalam penelitian ini, mengkaji Model kursus wirausaha desa dalam meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar di Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli dan Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, rancangan model penelitian ini sebagai berikut ” Bagaimana Model Kursus Wirausaha Desa yang dapat meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar di Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli dan Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara”?

Berdasarkan permasalahan utama dalam penelitian tersebut di atas, dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(41)

27

a. Bagaimana penyelenggaraan Kursus Wirausaha Desa di Kabupaten Lampung Utara ?

Bagaimana kontribusi komponen-komponen pelatihan dalam meningkat-kan kompetensi berwirausaha Warga Belajar?

Bersumber dari masalah di atas dirumuskan masalah secara spesifik sebagai berikut.

1) Apakah terdapat kontribusi yang positif dan signifikan minat mengikuti pelatihan dan meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

2) Apakah terdapat kontribusi yang positif dan signifikan motivasi berprestasi mengikuti pelatihan dalam meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

3) Apakah terdapat kontribusi yang positif dan signifikan partisipapsi warga belajar dalam meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

4) Apakah terdapat kontribusi yang positif dan signifikan kompetensi narasumber teknis dalam meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

5) Apakah terdapat kontribusi yang positif dan signifikan kurikulum dan program pelatihan dalam meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?


(42)

28

6) Apakah terdapat kontribusi yang positif dan signifikan proses pembelajaran dalam meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

7) Apakah terdapat kontribusi yang positif dan signifikan sarana-prasarana dalam meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

8) Apakah terdapat kontribusi yang positif dan signifikan lembaga penyelenggara dalam meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

9) Apakah terdapat kontribusi yang positif dan signifikan secara bersama-sama minat belajar, motivasi berprestasi, partisipasi warga belajar, kompetensi narasumber teknis, kurikulum pelatihan, proses pembelajaran, sarana-prasarana, dan lembaga penyelenggara dalam meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

10) Apakah terdapat perbedaan peningkatan kompetensi berwirausaha warga belajar antara pelatihan yang menggunakan model yang dirancang dan model yang sudah ada?

b. Bagaimana Model Konseptual Kursus Wirausaha Desa dalam upaya meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

c. Bagaimana Implementasi Model Kursus Wirausaha Desa dalam upaya meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?

d. Bagaimana Efektivitas Model Kursus Wirausaha Desa dalam upaya menginkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar?


(43)

29

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, fokus penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model KWD pembibitan karet unggul dalam upaya meningkatkan kompetensi berwirausaha bagi warga belajar di Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli dan di Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara. Model yang dihasilkan hendaknya dapat diimplementasikan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta kualitas hidup masyarakat.

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui.

1. Penyelenggaraan Kursus/Pelatihan Pendidikan Kecapan Hidup (PKH) di kabupaten Lampung Utara dan informasi mengenai kontribusi komponen-komponen pelatihan dengan peningkatan kompetensi berwirausaha warga belajar setelah mengikuti pelatihan. Adapun komponen-komponen pelatihan tersebut adalah (a) minat warga belajar mengikuti pelatihan, (b) motivasi berprestasi, (c) partisipasi warga belajar, (d) kompetensi narasumber teknis, (e) kurikulum pelatihan, (f) proses pembelajaran, (g) sarana-prasarana, (h) lembaga penyelenggara.

2. Model Konseptual Kursus Kewirausahaan Desa dalam upaya meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar di Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli dan Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara,


(44)

30

3. Implementasi Model Kursus wirausaha desa dalam upaya meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar di Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli dan Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara,

4. Efektivitas Model Kursus Wirausaha Desa dalam upaya meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar di Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli dan Desa Bumi Raharja Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara,

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoretis maupun praktis dalam bidang pendidikan luar sekolah, khususnya berkenaan dengan KWD di Kecamatan Abung Semuli dan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara. Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut.

1. Kegunaan teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dimensi pendidikan luar sekolah (PLS). Hal ini terkait dengan pendidikan kecakapan hidup untuk meningkatkan kompetensi berwirausaha bagi masyarakat dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan pendapatan khususnya masyarakat Desa Semuli Jaya dan Bumi Raharja.

2. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam perencanaan program pembangunan ekonomi kerakyatan dan kursus wirausaha desa berbasis daerah perkebunan dengan program keterampilan untuk memperbaiki dan meningkatkan


(45)

31

pendapatan masyarakat petani, masukan bagi lembaga-lembaga penyelenggara program kursus, baik yang diselenggarakan dalam sistem pendidikan formal maupun nonformal, termasuk program PLS yang berkaitan dengan program pendidikan mata pencaharian, dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan masyarakat desa yaitu tokoh masyarakat dalam mendorong partisipasi masyarakat pada program pemberdayaan masyarakat miskin untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

3. Bagi peneliti lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasil awal bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan KWD untuk meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar.

F. Kerangka Berpikir

Pelaksanaan penelitian KWD pembibitan karet unggul di Desa Semuli Jaya kecamatan Abung Semuli dan di Desa Bumi Raharja kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara bertujuan untuk meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar. Kompetensi tersebut adalah meliputi: pengetahuan, keterampilan, dan sikap warga belajar dengan memanfaatkan SDA tersedia dan SDM yang terdapat di sekitar desa tempat tinggal warga belajar. Dalam kegiatan kursus tersebut terjadi proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Pembelajarannya berbasis masyarakat yaitu dari masyarakat yang berarti kegiatan tersebut berasal dari, diprakarsai, dan dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat menyadari akan kebutuhan yang dirasakan untuk segera dipenuhi.


(46)

32

Dalam penyelenggaraan KWD pembibitan karet unggul terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi, yaitu pelaksanaan kegiatan kursus tersebut masih sangat tergantung pada proyek bantuan pemerintah, belum sepenuhnya memanfaatkan SDA dan SDM yang ada disekitarnya. Dalam pendekatan sistem potensi lokal (lingkungan) termasuk SDA merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan program PLS.

Potensi lokal yang akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kegiatan pembelajaran PLS, dengan memanfaatkan SDA yang tersedia akan membantu pencapaian tujuan kegiatan pembelajaran. Weinberg dalam Mulyana (2008:31) menyatakan ciri umum dalam proses pembelajaran, yaitu: 1. seseorang yang belajar dalam lingkungan yang tidak ketat, lingkungan yang

memberikan peluang pada peserta belajar untuk mengembangkan potensi sumber dayanya. Lingkungan belajar yang kemudian untuk menetapkan pilihan sendiri dan kemampuan untuk mengekspresikan diri, kemauan, keinginan, pengetahuan, dan keterampilannya secara bersama-sama dengan sumber belajar atau sebaliknya;

2. pembelajaran dihubungkan dengan materi belajar dengan pengalaman yang dimiliki seseorang. Konsep ini sejak lama dikembangkan Dewey dengan learning by doing, yang artinya pengalaman untuk mengerjakan sesuatu harus merupakan pilihan dari peserta belajar berdasarkan pada keyakinan atau kebutuhan.

Pembelajaran dalam kursus wirausaha desa untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap warga belajar mengenai pembibitan karet


(47)

33

unggul mengikuti konsep belajar yang dikemukan oleh Knowles dalam Mulyana (2008:31--32) konsep belajar dimulai dari prinsip learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Lebih lanjut Mulyana (04-12-2009) mengemukakan akar pemikiran kearah pembelajar tugas pertama manusia dalam proses menjadi dirinya yang sebenarnya adalah menerima tanggung jawab untuk pembelajar, sedangkan pelajaran pertama dan terutama yang perlu dipelajari adalah belajar menjadi dirinya sendiri. Pada tahap pertama, pembelajaran membuka pintu gerbang kemungkinan untuk menjadi manusia dewasa dan mandiri. Pembelajaran memungkinkan seorang anak manusia berubah dari tidak mampu menjadi mampu atau dari tidak berdaya menjadi sumber daya.

Melalui kegiatan pembelajaran dapat mengubah sesuatu dari yang tidak mungkin menjadi mungkin, sehingga pembelajaran itu merupakan suatu keniscayaan untuk dapat mengubah suatu keadaan. Dalam KWD terdapat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan andragogi yang berupa pelatihan. Kegiatan pelatihan dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi berwira-usaha warga belajar dari yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak terampil menjadi terampil, dan yang tidak mempunyai sikap kemandirian untuk berwira-usaha menjadi bersemangat untuk berwiraberwira-usaha.

Setelah pelatihan dilaksanakan yang terpenting adalah bagaimana mengim-plementasikan hasil pelatihan dalam bentuk usaha mandiri baik secara individual ataupun berkelompok. Dengan pengetahuan yang dimilikinya pembelajar akan bertambah wawasan dan pola pikir di dalam menghadapi berbagai permasalahan kehidupan. Selain dari itu pelatihan akan dapat menambah keterampilan dan


(48)

34

sikap bagi yang mengikutinya, sehingga pola pikirnya akan berubah bahkan menjadi lebih baik lagi jika dibarengi dengan penguasaan keterampilan.

Penguasaan keterampilan dalam bidang tertentu akan menjadikan hidup ini semakin mudah dan masalah yang timbul dapat dipecahkan. Sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki warga belajar akan mempengaruhi kecenderungan pemikiran dalam melakukan sesuatu terutama kearah yang positif, yaitu berwirausaha. Dalam kegiatan KWD terdapat proses pembelajaran yaitu upaya untuk meningkatkan kompetensi berwirausaha warga belajar. Proses pembelajaran tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu komponen-komponen pembelajaran dalam kursus. Adapun komponen pembelajaran dalam kurusus terdiri atas; (1) komponen raw input adalah peserta didik (warga belajar) yang memiliki minat dan motivasi berprestasi, (2) komponen instrumental input meliputi kurikulum atau program pembelajaran, tenaga kependidikan (tutor, fasilitator, dan narasumber), (3) komponen environmental input meliputi lingkungan alam, sosial budaya, dan kelembagaan, (4) komponen processes, adalah interaksi edukatif antara masukan sarana terutama pelatih atau tutor dengan masukan mentah, yaitu warga belajar melalui kegiatan pembelajaran, (5) komponen output adalah lulusan dari kegiatan pembelajaran dalam pelatihan, (6) komponen other input adalah daya dukung yang memungkinkan lulusan dapat menerapkan hasil belajar, (7) komponen outcome, dampak yang dialami peserta didik.

Dalam penelitian ini dari komponen-komponen tersebut dijadikan sebagai variabel-variabel penelitian dikelompokkan ke dalam faktor internal dan faktor


(1)

Danim, S. (2004). Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdagri. (2007). Modul Manajeman dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara

Depdiknas, Dirjen PLSP (2003). Langkah Pelaksanaan Program Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarata: Depdiknas.

Depdiknas, Ditjen PNFI. (2008). Pedoman Penyaluran dan Pemanfaatan Bantuan Langsung (Block Grant) Penyelenggaraan Kursus Wira Usaha Desa. Regional II Jayagiri, Bandung

Depdiknas, (2008) Metode Penelitian Pengembangan, Pusat Penelitian Kebijakan Dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian Dan Pengembangan. Jakarta. Depdiknas Ditjen PNFI Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2008)

Pedoman Program Kursus Wirausaha Pedesaan (KWD) Jakarta.

Depdiknas Ditjen PNFI Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2009) Buku Pedoman Block Grant, Kursus Wirausaha Desa (KWD) Jakarta.

Depdiknas Ditjen PLS BPPLSP II (2007). Fakktor-Faktor Diterminan Penyelenggaraan PKBM Berbasis Keunggulan Komparatif Lokal. Jawa Barat.

Depkominfo. (2007). Pedoman Umum Program Keluarga Harapan, Jakarta.

Elmi, B. (2003). Studi Peningkatan Ekonomi dan Keuangan Kabupaten lampung utara tahun 2002, Kajian Ekonomi Dan Keuangan.[ online]. Tersedia: http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian %5CBachrul-1.pdf Vol. 7, No. 1, Maret 2003 (27Agustus 2010).

Faisal, S. dan Hanafi A. (Tanpa Tahun). Pendidikan Nonformal, Usaha Nasional: Surabaya.

Garna, K.J. (1992), Teori-Teori Perubahan Sosial. Bandung :Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran.

Hadisoegondo, S. (2006). Upaya penumbuhan wirausaha baru: masalah dan pendekatannya upaya penumbuhan wirausaha baru: masalah dan pendekatannya. Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006

Hidayat Nandang, (2010). Penguatan program Kursus dan pelatihan Keterampilan kreatif. [Online]. Tersedia: http://html-pdf-convert.com/cari/pengertian-kursus-dan-pelatihan.html) [16 Agustus 2010]

Hisrich, R.D., Peters, M. P., dan Sheperd, D. A. (2008). Kewirausahaan, New York: McGraw-Hill, Penerbit Salemba Empat.


(2)

http://ruanghati.com/2009/10/06/memprihatikan-index-pembangunan-sdm-indonesia-underdog-di-asean-urutan-111-dunia/

I.A. Suparman. (2006). “Mutu Sumber Daya Manusia di Indonesia Dipandang dari Perpektif Gender” Nasion, Jurnal Pusat Pengkajian Strategi Nasional 3 (2) 38—49.

If, Jim &Tesoriero F. (2008). Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community Development. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Iskal (2009). Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan Bagi Pemuda Pengangguran (Kasus di Kecamatan Coblong Kota Bandung), UPI: Disertasi tidak dipublikasikan.

Isjoni, (2009). Menuju Masyarakat Belajar Pendidikan dalam Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iskandar, S. D. (2010). “Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Pelayanan Pegawai Dalam Rangka Menignkatkan Efektivitas dan Efisiensi Layanan Publik”. Jurnal Ilmu Pendidikan Pedagogia 8 (2) 166—175.

Kamil M.(2007). “Pendidikan Luar Sekolah di Jepang”. Jurnal Ilmu Pendidikan Pedagogia 5 (2) 144—160.

Kamil, M. (2007). Teori Andragogi, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press

Kamil, M. (2009). Pendidikan Nonformal Pengembangan Melalui Pusat Kegiatan Belajar (PKBM) di Indonesia (sebuah pembelajaran dari Kominkan Jepang). Bandung: Alfabeta

Kamil, M. (2010). Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta

Kindervater, S. (1979). Nonformal Education as an Empowering Process With Case Studi es from Indonesia and Tailand. Amherst, Mss: Center for International Education University of Massachusetts

Kirkpartrick, D.L. (1998). Evaluating Training Programs: The Four Levels. (2nd ed). San Fransisco: Berrett-Koehler Publishers, Inc.

Knowles, M. S. (1973). The Adult Learner: Neglected Species, Houston: Gulf Publishing Company.

Mc. Millan, J. and Schumacher, S. (2001). Research In Education A Conceptual Introduction. New York and London: Longman.

McClelland, D.C. (1987). Human Motivation. New York: Cambridge Universit Press.


(3)

Muhyi A. H. (2007). Menumbuhkan jiwa dan kompetensi Kewirausahaan, Fisip Unpad, [online]. Tersedia: http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/ uploads/publikasi_dosen/ Herwan%20Makalah%20Menumbuhkan %20Jiwa %20dan%20 Kompetensi%20Wirausaha.pdf [11 Juni 2010]

Mulyana, E. (2008). Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam Perspektif Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Bandung: Alfabeta.

Mulyana, E. (04-12-2009). Kuliah S-3 Pendidikan Luar Sekolah Dalam Pembangunan Masyarkat Berkelanjutan : Bandung SPS UPI

Munthe B. (2009). Desain Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka Insan Madani. Nasution, S. (1988). Asas-Asas Kurikulum, Bandung : Jemmars.

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif: Bandung Tarsito Ndraha, T. (1982). Metodologi Penelitian Pembangunan Desa. Jakarta: PT Bina

Aksara.

Perone, J.S. and Winters, P. (2005). Assessing Hierarchy Of Needs In Levels Of Service, Universtity Of South Florida

Puspita, Widya Ayu. (2007). Pembinaan PTK-PNF Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas SDM, Jurnal Ilmiah VISI Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Non Formal (PTK-PNF) 2(1), Jakarta: Depdiknas.

Rahmat A. (2008). Andragogi Ilmu dan Seni Belajar Orang Dewasa, Manusia Satu Sama Lain Saling Mendidik Dengan Perantara Dunia, Sukabumi: Patlot Cendikia Press.

Rogers, J. (2007). Adults Learning, Open University Press, Fifth edition, and Two Penn Plaza, New York, NY 10121–2289, USA

Rogers, E.M. dan Shoemaker F. F. (1971). Communication of Innovations. New York: The Free Press.

Rooijakkrers, Ad (1987). Mengajar Dengan Sukses Petunjuk Untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran, Jakarta : Grasindo

Rozenzweig, E. atall (1963). The Theory And Management Of Systems, dterjemahkan oleh Pauji (1981), Jakarta : PT Ikhtiar Baru-van Hoeve.

Rusefendi, E,T. (20050. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Rusyan, T. (1992). Pendidikan Masa Kini dan Mendatang. Jakarta : Bina Mulia. Rusyan, T. (1992). Strategi Penerapan Kurikulum di Sekolah. Jakarta: Bina Mulia


(4)

Safaruddin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Setrategi, dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif. Jakarta: Rineka Cipta. Saiman, L. (2009). Kewirausahaan Teori, Praktik dan Kasus-kasus. Jakarta:

Salemba Empat.

Sakernas BPS tahun (2007), Jakarta.

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, Bandung: Alfabeta.

Sanjaya W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sihombing, U. (1999). Pendidikan Luar Sekolah, Kini dan Masa Depan. Jakarta: PD. Mahkota.

Silberman, M. (2009). Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Pengantar Hidyat K., Yogyakarta: Yappendis.

Slamet, R. M, (1985). Mahasiswa Dalam Pembangunan, Materi Pembekalan Kuliah Kerja Nyata. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Soedomo. (1989). Pendidikan Luar Sekolah Kearah Pembangunan Sistem Belajar Masyarakat, Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Depdikbud.

Stoltz, G. P. (2003). Adversitiy Quoitient @ Work Alih Bahasa Sindoro A. Mengatasi Kesulitan di Tempat Kerja, Batam: Interaksara.

Sudirman (2005). Model Keterampilan usaha terpadu bagi petani sebagai usaha alih komoditas, UPI: Disertasi tidak dipublikasikan.

Sudjana, H.D. (1993). Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : Nusantara Press.

Sudjana, H.D. (2000). Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung : Falah Production.

Sudjana, H.D. (2000). Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah, Bandung : Falah Production.

Sudjana, H.D. (2000). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung : Falah Production.

Sudjana, H.D. (2004). Pendidikan Nonformal (Nonformal Education) Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat, Teori Pendukung,dan Asas. Bandung : Falah Production.


(5)

Sudjana, H.D. (2005) Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung : Falah Production.

Sudjana, H.D. (2006). Evalkuasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : Falah Production.

Sudjana, H.D. (2007). Sistem & Manajemen Pelatihan Teori & Aplikasi. Bandung : Falah Production.

Sudjana, H.D. (2007). Andragogi Praktis. Bandung Pedagogiana Press.

Sudjana, H.D. (2007). Pendidikan Nonformal, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung Pedagogiana Press.

Sudjarwo, (2011). Strategi Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Materi Pelatihan Dosen di Provinsi Lampung.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherli Kusuma, (2010). Kompetensi Profesional Pendidik. [Online]. Tersedia:

http://suherlicentre.blogspot.com/2010/02/kompetensi-profesional-pendidik.html [16 Agustus 2010].

Sukartini dan Baihaqi. (2007) Teori Psikologi Pendidikan, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung Pedagogiana Press.

Sulina, R. dkk (2006). Kurikulum Pembelajaran, Bandung: Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP-UPI.

Suparlan, 2004. Mencerdaskan Kehdiupan Bangsa Dari Konsepsi Sampai dengan Implementasi. Yogyakarta: Hikayat.

Suryadi, A. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar, Konsep, kebijakan, dan implementasi. Bandung: Widya Aksara Press.

Suryadi, A. (2010). Kependudukan dan Pembangunan Pendidikan. [online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id/publikasi/ balitbang/070/j70_01. pdf [8-Juli-2010]

Suyanto. (2008). Dialog interaktif tentang pendididkan (dari konseptual menggelitik sampai yang ringan dan ringan sekali., Yogyakarta: Multi Pressindo.

Syamsuddin M. dan Isnaeni Y. (2003). Langkah Pelaksanaan Program Pendidikan Kecakapan Hidup Depdiknas, Jakarta: Ditjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Direktorat Kepemudaan.


(6)

Taqiyuddin. (2008). Pendidikan Untuk Semua;Dasar dan Falsafah Pendidikan Luar Sekolah, Bandung :Mulia Press.

Tilaar, H.A.R. (2000). Pendidikan Abad Ke-21 Menunjang Knowledge-Based Economy, Jurnal Jurnal Analisis CSIS Pendidikan Nasional Reformasi atau Revolusi, Tahun XXIX/2000 (3) 256—285.

Tilaar, H.A.R. (2002). Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta. Tilaar, H.A.R. (2006). Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis,

Jakarta: Rineka Cipta.

Trisnamansyah, S. (1984). Pengaruh Motif berafilisasi, Keterbukaan, Berkomunikasi, Persepsi dan Status Sosial Ekonomi terhadap Perilaku Petani: Studi Terhadap Kelompok Tani Peserta Penyuluhan Pertanian Sebagai Bentuk PLS di Pedesaan Jawa Barat. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung tidak diterbitkan.

Trisna, (2010). Makna Belajar Bagi Orang Dewasa. [Online]. Tersedia: http://trisna19.wordpress.com/2008/04/02/makna-belajar-bagi-orang-dewasa /[8 Juni 2010].

Tuckman, B.W. (1972). Conducting Educationa Research, New York: Harcourt Brace Yavanovich, Inc.

Tyler, R. (194). Basic Principles Curriculum and Intruction, Chicago: University of Chicago Press.

Undang-Undang R.I. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: CV Eko Jaya.

Uno, H. B. (2007). Model Pembelajaran menciptakan proses belajar yang kreatif dan efektif, Jakarta : Bumi Aksara.

Wahjosumidjo (1994). Kiat Kepemimpinan Dalam Teori Dan Praktik, Jakarta: PT Harapan Masa PGRI.

Yamin, M. (2009). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press.

Yusuf, N. (2006), Wirausaha dan Usaha Kecil, Jakarta; Modul PTKPNF Depdiknas.

Zais, R.S. (1949). Curriculum Principles and Foundations, New York: Heaper and Row Publisher

Zimerer, Searboroug dan Wilson [2009] (online). Tersedia: http://digilib.petra.ac .id/view(er.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual= high&fnam =/ jiunkpe /s1/eman/2009/jiunkpe-ns-s1-2009-31403364-12301-drive_factor-chapter2.pdf [9-Juli-2010]