PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMPETENSI STRATEGIS MATEMATIS SISWA SMP.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Pemahaman Konsep Matematis... 11

2.2 Kompetensi Strategis Matematis ... 12

2.3 Pendekatan Metaphorical Thinking ... 16

2.4 Penelitian-penelitian tentang Metaphorical Thinking .... 23

2.5 Teori-teori yang Mendukung ... 27

2.6 Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 30


(2)

3.3 Variabel Penelitian ... 31

3.4 Instrumen Penelitian ... 32

1. Soal Tes Tertulis ... 32

a. Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis ... 33

b. Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis ... 34

c. Analisis Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis ... 35

1. Validitas Instrumen ... 35

2. Reliabilitas ... 39

3. Tingkat Kesukaran ... 40

4. Daya Pembeda... 43

2. Bahan Ajar ... 45

3. Angket ... 46

4. Observasi ... 47

5. Wawancara ... 48

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.6 Teknik Analisis Data ... 49

3.7 Prosedur Penelitian ... 53

3.8 Jadwal Penelitian ... 54

3.9 Kerangka Penelitian ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 57

4.1.1 Deskripsi Hasil Pengolahan Data ... 57

4.1.2 Analisis Uji Data Rataan Pretes Pemahaman Konsep Matematis ... 64

a. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 65

b. Uji Kesamaan Rataan Data Pretes ... 66 4.1.3 Analisis Uji Data Rataan Pretes


(3)

Kompetensi Strategis Matematis ... 67

a. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 68

b. Uji Kesamaan Rataan Data Pretes ... 69

4.1.4 Analisis Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis ... 70

a. Perbandingan Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis Berdasarkan Pembelajaran ... 71

b. Perbandingan Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Matematis Siswa ... 73

4.1.5 Analisis Peningkatan Kompetensi Strategis Matematis ... 77

a. Perbandingan Peningkatan Kompetensi Strategis Matematis Berdasarkan Pembelajaran ... 78

b. Perbandingan Peningkatan Kompetensi Strategis Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Matematis Siswa ... 80

4.1.6 Deskripsi Sikap Siswa ... 85

a. Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 85

b. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking ... 87

c. Sikap Siswa terhadap Soal Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis ... 89

4.1.7 Aktivitas Guru dan Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 91

4.1.8 Hasil Wawancara ... 93

a. Deskripsi Hasil Wawancara dengan Guru ... 94

b. Deskripsi Hasil Wawancara dengan Siswa ... 95

4.2 Pembahasan ... 97

4.2.1 Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metaphorical Thinking ... 97


(4)

4.2.2 Peningkatan Pemahaman Konsep dan

Kompetensi Strategis Matematis ... 107 4.2.3 Keterbatasan Penelitian ... 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 110 5.2 Saran ... 111


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Klasifikasi Gain... 9

Tabel 3.1 Kriteria Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematis ... 34

Tabel 3.2 Kriteria Penskoran Tes Kompetensi Strategis Matematis ... 35

Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 37

Tabel 3.4 Tingkat Validitas Uji Coba Soal Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis ... 38

Tabel 3.5 Klasifikasi Reliabilitas ... 39

Tabel 3.6 Tingkat Reliabilitas Uji Coba Soal Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis ... 40

Tabel 3.7 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal ... 41

Tabel 3. 8 Tingkat Kesukaran Uji Coba Soal Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis ... 42

Tabel 3. 9 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.10 Daya Pembeda Uji Coba Soal Tes Pemahaman Konsep Dan Kompetensi Strategis Matematis ... 44

Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Coba Tes Pemahaman Konsep Dan Kompetensi Strategis Matematis ... 45

Tabel 3.12 Klasifikasi Gain (g) ... 50

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Pemahaman Konsep Matematis ... 58

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Skor Kompetensi Strategis Matematis... 60

Tabel 4.3 Deskripsi Pemahaman Konsep Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Matematis Siswa ... 62

Tabel 4.4 Deskripsi Kompetensi Strategis Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Matematis Siswa ... 63

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 65


(6)

Tabel 4.6 Uji Homogenitas N-Gain Pemahaman Konsep Matematis

Berdasarkan Kemampuan Matematis Siswa ... 66 Tabel 4.7 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Pemahaman Konsep

Matematis Siswa ... 67 Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Strategis

Matematis Siswa ... 68 Tabel 4.9 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kompetensi Strategis

Matematis Siswa ... 70 Tabel 4.10 Uji Normalitas Data N-Gain Pemahaman Konsep

Matematis Siswa ... 72 Tabel 4.11 Uji Mann-Whitney U Peningkatan Pemahaman Konsep

Matematis Siswa ... 73 Tabel 4.12 Uji Normalitas N-Gain Pemahaman Konsep Matematis

Berdasarkan Kemampuan Matematis Siswa ... 74 Tabel 4.13 Uji Homogenitas N-Gain Pemahaman Konsep Matematis

Berdasarkan Kemampuan Matematis Siswa ... 75 Tabel 4.14 Uji Perbedaan Rataan N-Gain Pemahaman Konsep Matematis

Berdasarkan Kemampuan Matematis Siswa ... 76 Tabel 4.15 Uji Normalitas Data N-Gain Kompetensi Strategis

Matematis Siswa ... 79 Tabel 4.16 Uji Mann-Whitney U Peningkatan

Kompetensi Strategis Matematis Siswa ... 80 Tabel 4.17 Uji Normalitas N-Gain Kompetensi Strategis Matematis

Berdasarkan Kemampuan Matematis Siswa ... 81 Tabel 4.18 Uji Homogenitas N-Gain Kompetensi Strategis Matematis

Berdasarkan Kemampuan Matematis Siswa ... 82 Tabel 4.19 Uji Perbedaan Rataan N-Gain Kompetensi Strategis Matematis


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 55 Gambar 4.1 Perbandingan Rataan Pretes dan Postes

Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 59 Gambar 4.2 Perbandingan N-Gain Pemahaman Konsep

Matematis Siswa ... 59 Gambar 4.3 Perbandingan Rataan Pretes dan Postes

Kompetensi Strategis Matematis Siswa ... 61 Gambar 4.4 Perbandingan N-Gain Kompetensi Strategis


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN

A.1 Silabus ... 118

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen ... 119

A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 161

A.4 Kisi-kisi dan Soal Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis... 197

A.5 Kisi-kisi dan Angket Skala Sikap Siswa ... 204

A.6 Pedoman Observasi dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metaphorical Thinking ... 207

A.7 Pedoman Wawancara Guru ... 212

A.8 Pedoman Wawancara Siswa ... 215

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA ... B.1 Skor Uji Coba Tes Pemahaman Konsep ... 218

B.2 Skor Uji Coba Tes Kompetensi Strategis ... 219

B.3 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Pemahaman Konsep ... 220

B.4 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Kompetensi Strategis... 225

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN C.1 Kategori Kemampuan Siswa ... 231

C.2 Data Hasil Pretes ... 233

C.3 Data Hasil Postes ... 237

C.4 Data Gain Ternormalisasi ... 241 C.5 Perhitungan Data dan Uji Statistik Pemahaman Konsep


(9)

Matematis ... 245

C.6 Perhitungan Data dan Uji Statistik Kompetensi Strategis Matematis ... 250

C.7 Uji Data Statistik Pemahaman Konsep Berdasarkan Kemampuan Matematis Siswa ... 254

C.8 Uji Data Statistik Kompetensi Strategis Berdasarkan Kemampuan Matematis Siswa ... 259

LAMPIRAN D: ANALISIS DATA SKALA SIKAP DAN OBSERVASI D.1 Data Skala Sikap Kelas Eksperimen ... 265

D.3 Data Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking ... 267

LAMPIRAN E: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN E.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 270

E.2 Surat Izin Penelitian ... 271

E.3 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian... 272


(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu dalam dunia pendidikan yang memegang peranan penting dalam perkembangan sains dan teknologi. Matematika juga bermanfaat dalam pengembangan berbagai bidang keilmuan yang lain. Dengan belajar matematika siswa dapat berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis, sitematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya. Untuk mengembangkan kompetensi tersebut, menurut TIM Kurikulum (2007:1) di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sekarang diberlakukan, disusun standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai landasan pembelajaran matematika.

Proses pembelajaran merupakan suatu bentuk interaksi edukatif, yakni interaksi yang bernilai pendidikan yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya. Dalam interaksi edukatif unsur guru dan anak didik harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi edukatif bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental, dan perbuatan (Djamarah, 2000).


(12)

Secara umum diindikasikan bahwa pembelajaran matematika kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal. Hal ini sesuai hasil studi Sumarmo (1993:55) terhadap siswa SMU, SLTP, dan guru di Kodya Bandung yang hasilnya antara lain pembelajaran matematika pada umumnya kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam belajar. Bahkan Wahyudin (1999:6) menegaskan bahwa guru matematika pada umumnya mengajar dengan metode ceramah dan ekspositori.

Pada beberapa tahun terakhir ini, pemahaman konsep dan kompetensi strategis banyak mendapat perhatian dari para pakar pendidikan. Apalagi setelah

Mathematics Learning Study Committee, National Research Council (NRC), Amerika

Serikat dalam publikasi bukunya yang berjudul Adding it Up: Helping Children

Learn Mathematics pada tahun 2001 yang ditulis oleh Kilpatrick, Swafford, dan

Findell, mengemukakan bahwa pemahaman konsep dan kompetensi strategis merupakan dua dari lima kecakapan matematis yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika.

Menurut Kilpatrick, Swafford, dan Findell (2001:116), pemahaman konsep (conceptual understanding) adalah kemampuan dalam memahami konsep, operasi dan relasi dalam matematika. Berkaitan dengan pentingnya komponen pemahaman dalam matematika, Sumarmo (2002:2) juga menyatakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kebutuhan masa kini yaitu pembelajaran matematika perlu diarahkan untuk pemahaman konsep dan prinsip matematika yang


(13)

kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari

Masih menurut Kilpatrick, Swafford, dan Findell (2001:116), kompetensi strategis (strategic competence) merupakan suatu kemampuan untuk memformulasikan, merepresentasikan, serta menyelesaikan permasalahan matematika.

Saat ini, pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis dinilai masih belum optimal dimiliki siswa. Sehubungan dengan masalah tersebut, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran yang cukup relevan digunakan adalah pendekatan metaphorical

thinking.

Menurut Carreira (2001:67), konsep berfikir yang menekankan pada kemampuan menghubungkan ide matematika dan fenomena yang ada diantaranya adalah metaphorical thinking.

Metaphorical thinking adalah proses berpikir yang menggunakan

metafora-metafora untuk memahami suatu konsep. Menurut Holyoak & Thagard (Hendriana, 2009:46), metafora bergerak dari suatu konsep yang diketahui siswa menuju konsep lain yang belum diketahui atau sedang dipelajari siswa.

Pendekatan Metaphorical thinking merupakan pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak


(14)

menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan.

Berdasarkan seluruh uraian di atas, terlihat bahwa pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis tersebut menentukan keberhasilan belajar matematika. Metaphorical thinking merupakan jembatan antara model dan interpretasi, dapat memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Dengan menggunakan

metaphorical thinking belajar siswa menjadi lebih bermakna karena ia dapat melihat

hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang dikenalnya. Hal ini diharapkan membuat siswa sadar bahwa matematika bukanlah pelajaran yang sulit tetapi sebaliknya sangat menyenangkan.

Untuk itu penulis tertarik meneliti peningkatan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa dengan pembelajaran dengan pendekatan

metaphorical thinking.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini adalah “apakah

pembelajaran matematika dengan pendekatan metaphorical thinking dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa SMP?” Dari masalah ini dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(15)

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari kategori kemampuan matematis siswa?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari kategori kemampuan matematis siswa?

5. Bagaimana sikap siswa selama berlangsungnya pembelajaran dengan pendekatan

metaphorical thinking?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan peningkatan pemahaman konsep matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan


(16)

pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

2. Untuk menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan peningkatan pemahaman konsep matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari kategori kemampuan matematis siswa.

3. Untuk menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan peningkatan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

4. Untuk menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan peningkatan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari kategori kemampuan matematis siswa.

5. Untuk menelaah, mendeskripsikan sikap siswa selama berlangsungnya pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan yang berarti bagi peneliti, guru, dan siswa. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


(17)

1. Bagi peneliti: penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai dapat tidaknya pembelajaran matematika dengan pendekatan metaphorical thinking meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa.

2. Bagi guru: hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika di kelas untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa.

3. Bagi siswa: dapat memberi pengalaman baru bagi siswa dan mendorong siswa untuk meningkatkan hasil belajar matematikanya dan diharapkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa meningkat.

4. Bagi sekolah: hasil penelitian ini dapat meningkatkan mutu sekolah dan dapat digunakan oleh sekolah-sekolah lain sebagai salah satu alternatif dalam rangka meningkatkan hasil belajar matematika dan mutu sekolah.

1.5 Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini penulis menetapkan beberapa definisi operasional yaitu:

1. Pemahaman konsep matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep matematis tertulis yang meliputi indikator kemampuan: 1. Menyatakan ulang secara verbal konsep yang telah dipelajari.


(18)

2. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan untuk membentuk konsep tersebut.

3. Menerapkan konsep secara algoritma.

4. Menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematika. 5. Mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika).

2. Kompetensi strategis matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi strategis matematis tertulis yang meliputi indikator kemampuan: 1. Memahami situasi serta kondisi dari suatu permasalahan.

2. Menemukan kata-kata kunci serta mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dari suatu permasalahan.

3. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk.

4. Memilih penyajian yang cocok untuk membantu memecahkan permasalahan. 5. Menemukan hubungan matematik yang ada di dalam suatu masalah.

6. Memilih dan mengembangkan metode penyelesaian yang efektif dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

7. Menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan.

3. Sikap siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah derajat kesetujuan dan ketidaksetujuan siswa terhadap suatu pernyataan tentang pelajaran matematika, pembelajaran matematika, soal-soal yang akan diukur. Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan siswa ke arah yang lebih baik.

4. Pendekatan metaphorical thinking yang dimaksud dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan


(19)

dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan.

5. Pembelajaran biasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang merupakan pembelajaran ekspositori (ceramah), dalam pembelajaran ini guru menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, kemudian siswa mengerjakan latihan, dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti.

6. Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa, yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi (N-Gain) dari perolehan skor pretes dan postes siswa.

Gain ternormalisasi (g) = (Meltzer, 2002)

Kategori gain ternormalisasi adalah sebagai berikut: Tabel 1.1

Klasifikasi Gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi

g  0,7 Tinggi

0,3  g < 0,7 Sedang

g <0,3 Rendah

(Hake, 1999)

7. Kategori Kemampuan Matematis (KKM) siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengkategorian siswa ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Pengelompokkan siswa berdasarkan


(20)

KKM tersebut dilakukan dengan melihat rataan nilai ulangan harian 1, ulangan harian 2, dan nilai ulangan harian 3. Kemudian dari rataan nilai tersebut diranking dari siswa yang memiliki nilai tertinggi sampai dengan terendah. Pengelompokkan KKM siswa juga berdasarkan sistem penilaian PAP (Penilaian Acuan Patokan), serta dengan aturan 27% siswa skor teratas termasuk dalam kategori tinggi, 27 % siswa skor terbawah merupakan kategori rendah dan sisanya merupakan kategori sedang (Sugiyono, 2010).


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 2005). Penggunaan desain ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah.

Pada penelitian ini digunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan pendekatan

metaphorical thinking dan kelas kontrol memperoleh pembelajaran biasa. Perlakuan

yang diberikan berupa pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking untuk dilihat pengaruhnya terhadap aspek yang diukur yaitu pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking dan variabel terikatnya adalah pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa.

Desain pada penelitian ini berbentuk:

Kelompok eksperimen O X O


(22)

Keterangan :

O : Pretes dan postes (tes pemahaman konsep dan tes kompetensi strategis matematis)

X : Perlakuan pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking.

3.2. Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP Negeri 12 Bandung. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester 2 (genap) di SMP Negeri 12 Bandung. Kelas VIII yang dimaksud adalah kelas VIII-E sebagai kelas eksperimen dan VIII-A sebagai kelas kontrol.

3.3. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010), jika dilihat berdasarkan hubungan antar satu variabel dengan variabel yang lain, maka jenis-jenis variabel dapat dibedakan menjadi dua jenis variabel yaitu variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel). Dalam penelitian ini, variabel yang ada terdiri atas variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).

1. Variabel Bebas (X)

Sugiyono (2010) berpendapat bahwa variabel bebas merupakan variabel yang akan mempengaruhi dan dapat dikatakan sebagai variabel sebab. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah: (1) pendekatan metaphorical thinking; (2) pembelajaran biasa.


(23)

Dalam pembahasan selanjutnya, pembelajaran dengan pendekatan

metaphorical thinking disingkat PMT, sedangkan pembelajaran biasa disingkat PB.

PMT diberikan di kelas eksperimen dan PB diberikan di kelas kontrol. 2. Variabel Terikat (Y)

Sugiyono (2010) berpendapat bahwa variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau yang menjadi akibat dari variabel bebas. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah: (1) pemahaman konsep matematis siswa; (2) kompetensi strategis matematis siswa.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima jenis instrumen yaitu soal tes tertulis mengenai pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis yang dibuat dalam bentuk uraian, bahan ajar, angket, pedoman observasi selama proses pembelajaran berlangsung dan pedoman wawancara.

1. Soal Tes Tertulis

Soal tes tertulis berupa tes pemahaman konsep dan tes kompetensi strategis matematis. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Tes yang diberikan pada setiap kelas eksperimen dan kelas kontrol baik soal-soal untuk pretes maupun postes dibuat sama. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran


(24)

dengan pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan. Jadi, pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

Dalam menyusun dan mengembangkan instrumen tes tertulis ini, peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi soal. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam membuat soal tes yang mengukur pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis. Selanjutnya, dengan bantuan pembimbing memeriksa validitas soal baik itu validitas muka dan validitas isi (content validity). Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dilakukannya uji coba instrumen tes.

Setelah instrumen tes tersebut divaliditas, selanjutnya dilakukan uji coba. Uji coba instrumen tes ini dilakukan pada siswa kelas IX di SMP Negeri 12 Bandung pada tanggal 4 April 2012. Hasil uji coba instrumen tes pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis dianalisis dengan menggunakan software Anates 4.0.7 untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda instrumen tersebut.

a. Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis

Materi yang disiapkan untuk mengukur pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis diambil dari materi pelajaran matematika SMP kelas VIII


(25)

(delapan) semester genap yang mengacu pada KTSP yaitu materi tentang Bangun Ruang Sisi Datar. Instrumen tes terdiri dari 6 soal untuk mengukur pemahaman konsep matematis dan 7 soal untuk mengukur kompetensi strategis matematis. Waktu yang dialokasikan untuk menyelesaikan tes tersebut adalah 80 menit (2 x 40 menit).

b. Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Dalam menentukan validitas butir soal, reliabilitas butir soal, dan indeks kesukaran butir soal, sebelumnya dilakukan pemberian skor terhadap jawaban siswa. Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes pemahaman konsep matematis berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (Subagiyana, 2009:56) seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Penskoran

Tes Pemahaman Konsep Matematis

Skor Kriteria

0 Tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika

1 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika sangat terbatas, jawaban sebagian besar terdapat perhitungan yang salah

2 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap, jawaban terdapat perhitungan yang salah

3 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika hampir lengkap, penggunaan istilah dan notasi matematika hampir lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap, perhitungan secara umum benar namun terdapat sedikit kesalahan

4 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap, penggunaan istilah dan notasi matematika secara tepat, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar


(26)

Selanjutnya, untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kompetensi strategis matematis diadaptasi dari buku How to

Evaluate Progress in Problem Solving (Charles, 1994) seperti pada tabel berikut: Tabel 3.2

Kriteria Penskoran

Tes Kompetensi Strategis Matematis

Skor Kriteria

0 Tidak ada solusi sama sekali 1 Hasil salah dan proses salah

2 Hasil salah atau sebagian salah, tetapi hanya karena salah perhitungan saja atau copying error

3 Hasil benar tetapi prosesnya kurang lengkap 4 Hasil dan proses benar

c. Analisis Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Data hasil uji coba instrumen yang diolah dalam penelitian ini meliputi: validitas tiap butir soal, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Pengolahan data tersebut menggunakan software Anates 4.0.7. Secara lengkap, proses analisis data hasil uji coba meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Validitas Instrumen

Suatu instrumen dikatakan valid (absah atau shahih) apabila instrumen tersebut mampu untuk mengevaluasi atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Oleh karena itu, untuk menguji valid tidaknya suatu instrumen, peneliti melakukan uji validitas instrumen.

1) Validitas Isi

Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai alat


(27)

evaluasi tersebut yang merupakan sampel representatif dari penguasaan yang dikuasai. Arikunto (2002:67) menyatakan bahwa validitas isi (content validity), artinya tes yang digunakan merupakan sampel yang mewakili kemampuan yang akan diukur.

Suatu tes matematika dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila dapat mengukur Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan indikator yang telah ditentukan sesuai dengan KTSP. Pertimbangan para pakar (dosen pembimbing) sangat berperan dalam menyusun validitas isi suatu instrumen dalam hal yang berkaitan dengan konsep-konsep matematikanya.

2) Validitas Muka

Validitas muka atau sering disebut pula validitas tampilan suatu alat evaluasi yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan multi tafsir. Validitas muka adalah derajat kesesuaian tes dengan jenjang sekolah atau pendidikan peserta didik. Soal tes disesuaikan dengan tingkat pendidikan subyek penelitian.

3) Validitas Butir Soal

Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut (Sudjono, 2001:182). Untuk menguji validitas tiap butir soal, skor-skor yang ada pada tiap item soal tes dikorelasikan dengan skor total. Perhitungan validitas tiap butir


(28)

soal akan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990:154), yaitu:

rxy =

  

 

 

 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

x = Skor siswa pada tiap butir soal

y = Skor total tiap responden (siswa)

N = Jumlah peserta tes

Tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat validitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:147).

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Korelasi Besarnya rxy Interprestasi

0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi

0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup

0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤rxy≤ 0,20 Sangat rendah Kriteria: Bila rhitung > rtabel , maka butir soal dikatakan valid.

Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran, validitas dari soal uji coba instrumen tes pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis adalah sebagai berikut:


(29)

Tabel 3.4

Tingkat Validitas Uji Coba

Soal Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Jenis Tes Nomor

Soal

Koefisien Korelasi

Interpretasi

Validitas Validitas

Pemahaman Konsep Matematis

1 0,756 Sangat Signifikan Valid

2 0,669 Signifikan Valid

3 0,853 Sangat Signifikan Valid

4 0,790 Sangat Signifikan Valid

5 0,791 Sangat Signifikan Valid

6 0,851 Sangat Signifikan Valid

Kompetensi Strategis Matematis

1 0,738 Sangat Signifikan Valid

2 0,654 Signifikan Valid

3 0,729 Sangat Signifikan Valid

4 0,763 Sangat Signifikan Valid

5 0,900 Sangat Signifikan Valid

6 0,773 Sangat Signifikan Valid

7 0,645 Signifikan Valid

Berdasarkan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat hasil uji coba dari 6 soal yang mengukur pemahaman konsep matematis, terdapat soal yang memiliki validitas tinggi dan sangat tinggi. Rata-rata nilai validitas tersebut adalah 0,785, sehingga dapat disimpulkan bahwa validitas soal yang mengukur pemahaman konsep matematis tersebut secara keseluruhan memiliki validitas tinggi. Untuk soal yang mengukur kompetensi strategis matematis, dari 7 soal yang diberikan terdapat validitas sangat tinggi dan tinggi. Jika dilihat rata-ratanya adalah 0,743, maka ini berarti secara keseluruhan soal tes yang mengukur kompetensi strategis matematis memiliki validitas yang tinggi.


(30)

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu instrumen dan untuk menunjukan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya. Sugiyono (2008:173) mendefinisikan reliabilitas alat ukur sebagai ketetapan alat ukur dalam mengukur apa yang diukurnya, yang artinya kapanpun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama.

Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian dapat diketahui menggunakan rumus Alpha (Suherman dan Sukjaya, 1990:194) sebagai berikut:

r11 =

              

2

2 1 1 t i s s n n keterangan :

r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan

n = Banyak butir soal (item)

2

i

s = Jumlah varians skor tiap item

2

t

s = Varians skor total

Tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas alat evaluasi digunakan kriteria menurut Guilfod (Suherman dan Sukjaya, 1990:177). Penafsiran harga korelasi reliabilitas sebagai berikut:

Tabel 3.5 Klasifikasi Reliabilitas

Besarnya r11 Interpretasi

0,90 < r11≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,70 < r11≤ 0,90 Tinggi

0,40 < r11≤ 0,70 Sedang

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11≤ 0,20 Sangat rendah


(31)

Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran, reliabilitas dari soal uji coba pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6

Tingkat Reliabilitas Uji Coba

Soal Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Jenis Tes Koefisien Reliabilitas Tingkat Reliabilitas

Pemahaman Konsep Matematis 0,91 Sangat Tinggi

Kompetensi Strategis Matematis 0,90 Sangat Tinggi

Berdasarkan Tabel 3.6 di atas, dapat dilihat bahwa reliabilitas untuk soal yang mengukur pemahaman konsep matematis maupun soal yang mengukur kompetensi strategis matematis termasuk ke dalam kategori sangat tinggi.

3. Tingkat kesukaran

Arikunto (2002:207) mengungkapkan bahwa soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir soal yang baik, apabila butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.

Taraf kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan. Penentuan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah, dilakukan dengan cara mengurutkan terlebih dahulu skor siswa dari yang tertinggi hingga terendah. Arikunto (2002:212) menyatakan bahwa untuk


(32)

kelompok kecil, ambil sebanyak 50% siswa yang skornya tertinggi dan 50% siswa yang skornya terendah. Selanjutnya masing-masing disebut kelompok atas dan kelompok bawah.

Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus:

B A B A J J S S IK    keterangan:

IK = indeks tingkat kesukaran A

S = jumlah skor kelompok atas B

S = jumlah skor kelompok bawah A

J = jumlah skor ideal kelompok atas B

J = jumlah skor ideal kelompok bawah

Kriteria penafsiran harga Indeks Kesukaran suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990:213) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.7

Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal

Nilai TK Klasifikasi

TK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < TK < 1,00 Mudah

TK = 1,00 Sangat mudah

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software Anates 4.0.7 seperti yang tertera pada lampiran, tingkat kesukaran dari soal uji coba pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis adalah sebagai berikut:


(33)

Tabel 3.8

Tingkat Kesukaran Uji Coba

Soal Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis

Jenis Tes Nomor

Soal

Indeks

Kesukaran Interpretasi

Pemahaman Konsep Matematis

1 0,500 Sedang

2 0,469 Sedang

3 0,500 Sedang

4 0,625 Sedang

5 0,469 Sedang

6 0,234 Sukar

Kompetensi Strategis Matematis

1 0,281 Sukar

2 0,672 Sedang

3 0,594 Sedang

4 0,328 Sedang

5 0,453 Sedang

6 0,219 Sukar

7 0,297 Sukar

Tabel 3.8 di atas, menyajikan tingkat kesukaran suatu soal. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa soal tes nomor 1, 2, 3, 4, dan 5 yang mengukur pemahaman konsep matematis tergolong ke dalam kategori sedang, hanya soal tes nomor 6 saja yang merupakan soal yang sukar. Untuk soal tes nomor 2, 3, 4, dan 5 yang mengukur kompetensi strategis matematis tergolong ke dalam kategori sedang. Untuk soal tes nomor 1, 6, dan 7 tergolong ke dalam kategori sukar. Hal ini tidak berarti bahwa soal yang diberikan memang benar-benar sukar, tetapi lebih dikarenakan jarangnya siswa mendapatkan soal-soal dengan karakteristik kompetensi strategis matematis.


(34)

4. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan kemampuan siswa. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (DP) yang berkisar antara 0,00 – 1,00. Discriminatory power (daya pembeda) dihitung dengan membagi siswa kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas (the

higher group) kelompok siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the

lower group) – kelompok siswa yang tergolong rendah. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:

A B A

J S S

DP  

keterangan:

DP = indeks daya pembeda suatu butir soal A

S = jumlah skor kelompok atas B

S = jumlah skor kelompok bawah A

J = jumlah skor ideal kelompok atas

Kriteria penafsiran Daya Pembeda suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990:202) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.9

Klasifikasi Nilai Daya Pembeda

Nilai DP Klasifikasi

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik


(35)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software Anates 4.0.7 seperti yang tertera pada lampiran, daya pembeda dari soal uji coba pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis adalah sebagai berikut:

Tabel 3.10

Daya Pembeda Uji Coba

Soal Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis

Jenis Tes Nomor

Soal

Indeks Daya

Pembeda Interpretasi

Pemahaman Konsep Matematis

1 0,625 Baik

2 0,312 Cukup

3 0,500 Baik

4 0,687 Baik

5 0,812 Sangat Baik

6 0,469 Baik

Kompetensi Strategis Matematis

1 0,562 Baik

2 0,406 Baik

3 0,625 Baik

4 0,406 Baik

5 0,656 Baik

6 0,437 Baik

7 0,219 Cukup

Tabel 3.10 di atas, menyajikan daya pembeda dari soal uji coba. Berdasarkan tabel tersebut, butir soal yang mengukur pemahaman konsep matematis memiliki daya pembeda yang cukup, baik dan sangat baik. Butir soal yang mengukur kompetensi strategis matematis memiliki daya pembeda yang cukup dan baik. Hal ini mencerminkan bahwa soal yang telah dibuat dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.


(36)

Berdasarkan uraian di atas, pada tabel berikut ini disajikan rangkuman uji coba instrumen untuk soal tes tertulis yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian.

Tabel 3.11

Rangkuman Hasil Uji Coba

Soal Tes Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis

Validitas Reliabilitas Indeks Kesukaran Daya Pembeda

PKM KSM PKM KSM PKM KSM PKM KSM

0,756 0,738

0,91 0,90

0,500 0,281 0,625 0,562

0,669 0,654 0,469 0,672 0,312 0,406

0,853 0,729 0,500 0,594 0,500 0,625

0,790 0,763 0,625 0,328 0,687 0,406

0,791 0,900 0,469 0,453 0,812 0,656

0,851 0,773 0,234 0,219 0,469 0,437

0,645 0,297 0,219

Keterangan:

PKM : Pemahaman Konsep Matematis KSM : Kompetensi Strategis Matematis 2. Bahan Ajar

Dalam penelitian ini, bahan ajar yang digunakan adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). RPP disusun sebagai panduan bagi peneliti dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dalam penelitian ini diterapkan pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking. Oleh karena itu, bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen adalah bahan ajar khusus. Pengembangan bahan ajar tersebut disusun dalam bentuk LKS. LKS tersebut hanya


(37)

diberikan pada kelas eksperimen. LKS dirancang dan dikembangkan sesuai dengan karakteristik dari pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking, serta dengan mempertimbangkan kecakapan matematis (mathematical proficiency) yang ingin dicapai, yaitu pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis.

3. Angket

Angket merupakan instrumen skala sikap. Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan melalui pendekatan metaphorical thinking. Data skala sikap berguna untuk mengetahui kualitas sikap siswa terhadap (1) pelajaran matematika, (2) pembelajaran matematika melalui pendekatan metaphorical thinking, serta (3) soal-soal tes pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis. Angket sikap yang digunakan terdiri dari 5 komponen, yaitu: (a) kepercayaan diri belajar matematika, (b) kecemasan matematika, (c) kegunaan matematika, (d) motivasi dalam belajar matematika, dan (e) peranan guru (Herdian, 2010).

Angket skala sikap yang disusun mengacu pada skala Likert. Kisi-kisi angket disusun berdasarkan lima komponen di atas, yang setiap komponennya memiliki pernyataan positif dan negatif. Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan tersebut terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), Netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi


(38)

skor 5, S diberi skor 4, N diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N diberi skor 3, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5. Penyusunan skala sikap diawali dengan pembuatan kisi-kisi skala sikap yang bertujuan agar efektif yang hendak diukur terangkum secara proporsional.

4. Observasi

Observasi merupakan kegiatan melihat sesuatu secara cermat untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sesuatu itu. Observasi ini digunakan untuk mengamati dan mengumpulkan semua data tentang aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen. Dalam pengumpulan data aktivitas siswa dan guru digunakan lembar observasi yang dilakukan dengan cara membubuhkan tanda cek () pada setiap aspek yang dilakukan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung yang berupa skor (Herdian, 2010).

Aktivitas siswa yang diamati pada kegiatan pembelajaran melalui pendekatan

metaphorical thinking adalah keaktifan siswa dalam mengajukan dan menjawab

pertanyaan, mengemukakan dan menanggapi pendapat, mengemukakan ide untuk menyelesaikan masalah, bekerjasama dalam kelompok, berada dalam tugas kelompok, membuat metafora dalam kelompok, membuat kesimpulan di akhir pembelajaran dan menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran. Sedangkan aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking. Untuk melihat aktivitas tersebut, peneliti meminta bantuan guru matematika SMP Negeri 12 Bandung dan


(39)

juga salah seorang mahasiswa sekolah pascasarjana UPI program magister, pada Program Studi Pendidikan Matematika.

Selain itu juga digunakan lembar observasi untuk mengamati setiap indikator kemampuan dari pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis yang dapat dicapai siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

5. Wawancara

Pedoman wawancara merupakan panduan yang digunakan untuk mencari informasi tambahan terhadap proses pembelajaran melalui pendekatan metaphorical

thinking yang sudah dilakukan. Siswa yang dipilih untuk diwawancarai adalah semua

siswa di kelas eksperimen.

3.5Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes, lembar observasi, angket skala sikap dan lembar wawancara. Data yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa dikumpulkan melalui tes (pretes dan postes). Sedangkan data yang berkaitan dengan sikap siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan metaphorical thinking dikumpulkan melalui angket skala sikap siswa.


(40)

3.6Teknik Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes dianalisis secara statistik. Sedangkan angket skala sikap, hasil pengamatan dengan menggunakan lembar observasi, dan pedoman wawancara dianalisis secara deskriptif.

Data yang dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa dan data kualitatif berupa angket skala sikap, hasil observasi, dan pedoman wawancara. Untuk melakukan uji hipotesis dilakukan pengolahan data dengan menggunakan Microsoft Excell 2007 dan software SPSS 16.

Sebelum data hasil penelitian diolah, terlebih dahulu dipersiapkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Menghitung skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.

b. Menghitung Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:

Gain ternormalisasi (g) = (Meltzer, 2002) Gain ternormalisasi ini untuk melihat mutu peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran.

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:


(41)

Tabel 3.12 Klasifikasi Gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi

g  0,7 Tinggi

0,3  g < 0,7 Sedang

g <0,3 Rendah

(Hake, 1999)

c. Menyajikan statistik deskriptif skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain yang meliputi skor terendah (Xmin), skor tertinggi (Xmaks), rata-rata , dan simpangan

baku (S).

d. Melakukan uji normalitas pada data pretes dan N-Gain pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam analisis selanjutnya.

Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Uji normalitas ini menggunakan statistik uji yaitu Kolmogorov- Smirnov atau

Shapiro-Wilk.

Kriteria pengujian, jika nilai signifikansi > αmaka H0 diterima.

e. Menguji homogenitas varians data skor pretes dan N-Gain pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis. Pengujian homogenitas antara dua kelompok data dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok


(42)

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah: H0 : variansi pada tiap kelompok sama

H1 : tidak semua variansi pada tiap kelompok sama

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene. Kriteria pengujian H0 diterima apabila nilai signifikansi > taraf signifikansi (α = 0,05).

Apabila data tersebut normal dan homogen, uji hipotesis dilakukan dengan uji t. Tetapi jika data tersebut normal tetapi tidak homogen dilakukan dengan uji t’, dan jika data tidak normal maka uji hipotesis menggunakan uji non parametric yaitu uji Mann-Whitney U. Adapun hipotesis yang diuji dalam uji perbedaan dua rataan:

Uji dua pihak/arah (2-tailed) H0 :

H1: Atau

Uji sepihak/searah (one-tailed) H0 :

H1:

Jika kedua data berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rerata menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Independent-Sample T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu

nilai pada baris “Equal variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua


(43)

baris “Equal variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rerata menggunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji Mann-Whitney U. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney U yaitu dikarenakan kedua sampel diuji saling bebas (independen) (Ruseffendi, 1993). Kriteria penerimaan H0 untuk uji dua pihak yaitu bila nilai signifikansi > 0,025. Dimana 0.025 diperoleh dari α , untukα = 0,05.

f. Skala Sikap

Data skala sikap berguna untuk mengetahui kualitas sikap siswa terhadap (1) pelajaran matematika, (2) pembelajaran matematika melalui pendekatan metaphorical

thinking, serta (3) soal-soal tes pemahaman konsep dan kompetensi strategis

matematis. Pembuatan angket dilakukan dengan berpedoman pada skala Likert. Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan tersebut terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), Netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 5, S diberi skor 4, N diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N diberi skor 3, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.


(44)

g. Data Observasi

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi. Tujuannya adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Selain itu, lembar observasi ini digunakan untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif.

3.7Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilaksanakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Menyusun jadwal penelitian b. Membuat rencana penelitian c. Menyusun instrumen penelitian 2. Tahap Pelaksanaan

a. Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol dari sampel yang telah dipilih.

b. Melakukan pretes di kelas eksperimen dan di kelas kontrol.

c. Melakukan perlakuan (treatment) pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran untuk masing-masing kelas.


(45)

d. Mengisi lembar observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

e. Melakukan postes di kedua kelas setelah pembelajaran selesai dilakukan pada masing-masing kelas.

f. Memberikan angket skala sikap pada kelas eksperimen

g. Memberikan lembar (pedoman) wawancara pada siswa kelas eksperimen. 3. Tahap Pengumpulan Data

4. Tahap Analisis Data

3.8Jadwal Penelitian

Jadwal kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai Desember 2011 sampai Juli 2012. Jadwal kegiatan penelitian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E.


(46)

3.9Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut:

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Kelas Kontrol Pelaksanaan Pembelajaran

biasa Studi Pendahuluan:

Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah,

Studi Literatur, dll

Pengembangan dan Validasi: Bahan Ajar, Pendekatan Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Ujicoba, Penentuan

Kategori Kemampuan Matematis Siswa

Pemilihan Responden Penelitian

Pretes

Kelas Eksperimen Pelaksanaan Pembelajaran Pendekatan metaphorical thinking

Postes

Observasi dan angket sikap siswa

Analisis Data


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical

thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

2. Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari kategori kemampuan matematis siswa.

3. Terdapat perbedaan peningkatan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

4. Terdapat perbedaan peningkatan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari kategori kemampuan matematis siswa.


(48)

5. Siswa menunjukkan respon yang positif terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking, serta terhadap soal-soal pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi para guru matematika, pembelajaran melalui pendekatan metaphorical

thinking hendaknya dijadikan sebagai salah satu alternatif pendekatan

pembelajaran untuk diimplementasikan dalam pengembangan pembelajaran matematika di kelas, terutama untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa.

2. Pembelajaran matematika melalui pendekatan metaphorical thinking hendaknya dapat diterapkan dalam jangka waktu yang lebih lama, dengan tujuan agar proses pembelajaran menjadi lebih optimal.

3. Untuk menerapkan pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking, sebaiknya guru membuat sebuah skenario dan perencanaan yang lebih baik, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara sistematis sesuai dengan rencana, dan diharapkan guru menyediakan benda nyata atau model yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan.

4. Perlu dikembangkan oleh pihak sekolah melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika, soal-soal untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa, agar siswa terbiasa


(49)

mengerjakan soal-soal tersebut sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa.

5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, tetapi pada level sekolah tinggi atau rendah atau terhadap jenjang pendidikan lain seperti sekolah dasar, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Carreira, S. (2001). Where There’s a Model, There’s a Metaphor: Metaphorical Thinking in Students’ Understanding of a Mathematical Model. An

International Journal Mathematical Thinking and Learning. 3(4), 261-287.

Charles, R. (1994). How to Evaluate Progress in Problem Solving. USA: NCTM. Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman

matematis Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Djamarah, S.B. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Ferara, F. (2005). Bridging Perception and Theory: What Role Can Metaphors and

Imagery Play?. Torino: Universita di Torino.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.[16 Januari 2012].

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Metaphorical Thinking untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Herdian. (2010). Pengaruh Penerapan Metode Discovery (Penemuan) Dalam

Pembelajaran Matematika Siswa Menengah Pertama Terhadap Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Hickey, D.J. (1999). Figurs of Trought : For College Writers. Michigan: Mayfield Publishing.

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (Eds.). (2001). Adding it Up: Helping

Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press.

Lakoff, G. and Johnson, M. (1980). Philosophy in the Flesh. Basic Books.

Ludlow-Saenz, A. (2004). Metaphor and Numerical Diagrams in The Arithmetical


(51)

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: a Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Score. American Journal of Physics. Vol. 70 (12)

1259-1268.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta

Lainnya. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, H. E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Edisi Revisi. Bandung: Tarsito.

Subagiyana. (2009). Pengaruh Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matemaris Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Sudjono, A. (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo,U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada Seminar

Nasional FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.


(52)

Wahab, A. (1995). Isu Linguistik : Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Widjajanti, D.B. (2011). Mengembangkan Kecakapan Matematis Mahasiswa Calon

Guru Matematika Melalui Strategi Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah. Makalah terdapat pada Prosiding Seminar Nasional Penelitian,

Pendidikan dan Penerapan MIPA. Seminar diselenggarakan oleh FMIPA

Universitas Negeri Yogyakarta. [Online]. Tersedia:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131569335/Makalah%20Djamilah%2 0Semnas%2014%20MEI%202011.pdf. [2 Januari 2012].


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

2. Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari kategori kemampuan matematis siswa.

3. Terdapat perbedaan peningkatan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

4. Terdapat perbedaan peningkatan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari kategori kemampuan matematis siswa.


(2)

5. Siswa menunjukkan respon yang positif terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking, serta terhadap soal-soal pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi para guru matematika, pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking hendaknya dijadikan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran untuk diimplementasikan dalam pengembangan pembelajaran matematika di kelas, terutama untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa.

2. Pembelajaran matematika melalui pendekatan metaphorical thinking hendaknya dapat diterapkan dalam jangka waktu yang lebih lama, dengan tujuan agar proses pembelajaran menjadi lebih optimal.

3. Untuk menerapkan pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking, sebaiknya guru membuat sebuah skenario dan perencanaan yang lebih baik, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara sistematis sesuai dengan rencana, dan diharapkan guru menyediakan benda nyata atau model yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan.

4. Perlu dikembangkan oleh pihak sekolah melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika, soal-soal untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa, agar siswa terbiasa


(3)

mengerjakan soal-soal tersebut sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis siswa.

5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, tetapi pada level sekolah tinggi atau rendah atau terhadap jenjang pendidikan lain seperti sekolah dasar, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Carreira, S. (2001). Where There’s a Model, There’s a Metaphor: Metaphorical

Thinking in Students’ Understanding of a Mathematical Model. An International Journal Mathematical Thinking and Learning. 3(4), 261-287. Charles, R. (1994). How to Evaluate Progress in Problem Solving. USA: NCTM. Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman

matematis Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Djamarah, S.B. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Ferara, F. (2005). Bridging Perception and Theory: What Role Can Metaphors and Imagery Play?. Torino: Universita di Torino.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.[16 Januari 2012].

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Herdian. (2010). Pengaruh Penerapan Metode Discovery (Penemuan) Dalam Pembelajaran Matematika Siswa Menengah Pertama Terhadap Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Hickey, D.J. (1999). Figurs of Trought : For College Writers. Michigan: Mayfield Publishing.

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (Eds.). (2001). Adding it Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press. Lakoff, G. and Johnson, M. (1980). Philosophy in the Flesh. Basic Books.

Ludlow-Saenz, A. (2004). Metaphor and Numerical Diagrams in The Arithmetical Activity of a Fourth-Grade Class. Carolina: University of North Carolina.


(5)

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: a Possible “Hidden Variable” in

Diagnostic Pretest Score. American Journal of Physics. Vol. 70 (12) 1259-1268.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, H. E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Edisi Revisi. Bandung: Tarsito.

Subagiyana. (2009). Pengaruh Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matemaris Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Sudjono, A. (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo,U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada Seminar Nasional FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.


(6)

Wahab, A. (1995). Isu Linguistik : Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan. Widjajanti, D.B. (2011). Mengembangkan Kecakapan Matematis Mahasiswa Calon

Guru Matematika Melalui Strategi Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah. Makalah terdapat pada Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Seminar diselenggarakan oleh FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. [Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131569335/Makalah%20Djamilah%2 0Semnas%2014%20MEI%202011.pdf. [2 Januari 2012].