PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DENGAN STRATEGI SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE (SSCS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMA KELAS X PADA TOPIK SUHU DAN KALOR.
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... ……….. xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. ... Batasan Masalah... 7
1.4. ... Tujuan Penelitian ... 8
1.5. ... Manfaat Penelitian ... 8
1.6. ... Definisi Operasional... 9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Problem Solving ... 12
2.2. Strategi SSCS ... 14
2.3. Peranan Guru dalam Strategi SSCS ... 17
2.4. Hasil Belajar ... 19
2.4.1 Ranah Kognitif... 20
2.4.2 Ranah Afektif... 21
2.4.3 Ranah Psikomotor ... 23
2.5. Suhu dan Kalor ... 27
2.6. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35
2.7. Hipotesis Penelitian ... 37
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian ... 39
3.2. Prosedur Penelitian... 40
3.3. Subyek Penelitian ... 42
3.4. Alur Penelitian ... 43
3.5. Instrumen Penelitian... 44
(2)
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ... 65
4.1.1 Deskripsi Pembelajaran ... 65
4.1.2 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Kognitif ... 69
4.1.3 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Afektif ... 73
4.1.4 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Psikomotor ... 78
4.1.5 Tanggapan Siswa Terhadap Model Pembelajaran ... 82
4.2. Pembahasan ... 83
4.2.1 Keterlaksanaan Pembelajaran ... 83
4.2.2 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Kognitif ... 86
4.2.3 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Afektif ... 90
4.2.4 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Psikomotor……….... 93
4.2.5Tanggapan Siswa Terhadap Model Pembelajaran……….. 96
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 98
B. Saran... 99
(3)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Keuntungan strategi SSCS menurut Pizzini... 16
Tabel 2.2.Peranan Guru selama pembelajaran menggunakan SSCS ... 18
Tabel 2.3.Kaitan antara strategi SSCS tehadap hasil belajar siswa ... 19
Tabel 2.4. Koefisien muai berbagai jenis zat ... 29
Tabel 2.5. Kalor jenis berbagai jenis zat ... 31
Tabel 3.1.Desain Penelitian ... 39
Tabel 3.2.Contoh rubrik penilaian psikomotor ... 45
Tabel 3.3.Contoh instrumen aspe afektif ... 52
Tabel 3.4.Teknik penskoran ... 53
Tabel 3.5.Kategori validitas butir soal ... 56
Tabel 3.6.Kategori analisis reliabilitas tes ... 58
Tabel 3.7.Kategori tingkat kesukaran ... 58
Tabel 3.8.Tafsiran indeks daya pembeda ... 59
Tabel 3.9. Hasil uji coba instrumen tes tertulis ... 60
Tabel 3.10.Kategori tingkat N-gain ... 61
Tabel 3.11.Kriteria Keterlaksanaan Model ... 64
Tabel 4.1.Hasil uji statistik skor pretest kelas eksperimen kontrol ... 66
Tabel 4.2.Observasi aktivitas guru ... 68
Tabel 4.3.Observasi aktivitas siswa ... 68
Tabel 4.4.Deskripsi skor aspek kognitif ... 69
Tabel 4.5.Hasil uji statistik hasil belajar aspek kognitif ... 72
Tabel 4.6.Hasil uji statistik data aspek afektif ... 76
(4)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1.Pemuaian panjang ... 28
Gambar 2.2.Perubahan wujud zat ... 30
Gambar 2.3. Perubahan wuwjud es ... 32
Gambar 3.1.Alur Penelitian ... 43
Gambar 4.1.Skorrata-rata pretes, postes, dan gain yang dinormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 70
Gambar 4.2. Grafik N-gain aspek kognitifkelas eksperimen dan kelas kontrol... 71
Gambar 4.3.Grafik rata-rata skor aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol... 74
Gambar 4.4.Grafik hasil belajar siswa aspek afektif tiap indikator ... 75
Gambar 4.5. Grafik rata-rata skor aspek psikomotor kelas kontrol dan kelas eksperimen ... 78
Gambar 4.6 Grafik rata-rata skor tiap aspek yang dinilai hasil belajar aspek psikomotor ... 79
(5)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 103
Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 144
Lampiran C : Lembar Judgement Instrumen ... 176
Lampiran D :Hasil Uji Coba Tes Tertulis ... 179
Lampiran E :Hasil Penelitian dan Pengolahan Data ... 189
(6)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses pembelajaran. Proses perubahan tingkah laku siswa merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Pola tingkah laku yang terjadi dapat dilihat dan diamati dalam bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental maupun fisik (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Perubahan tingkah laku sebagai hasil proses pembelajaran mengandung pengertian luas, mencakup pengetahuan, pemahaman, sikap, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi memiliki karakteristik: (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional, (3) tidak bersifat sementara, (4) bersifat positif dan aktif, (5) memiliki arah dan tujuan, dan (6) mencakup seluruh aspek perubahan tingkah laku, yaitu pengetahuan, sikap, dan perbuatan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Keberhasilan belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu kondisi dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri siswa sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Ada beberapa hal yang termasuk faktor internal yaitu: kecerdasan, bakat, keterampilan, minat, motivasi,
(7)
kondisi fisik, dan mental. Faktor eksternal adalah kondisi di luar individu siswa yang mempengaruhi belajarnya. Adapun yang termasuk faktor eksternal adalah: lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Pada hakikatnya belajar dilakukan oleh siapa saja, baik anak-anak maupun manusia dewasa. Pada kenyataannya ada kewajiban bagi manusia dewasa atau orang-orang yang memiliki kompetensi lebih dahulu agar menyediakan ruang, waktu, dan kondisi agar terjadi proses belajar pada anak-anak. Dalam hal ini proses belajar diharapkan terjadi secara optimal pada peserta didik melalui cara-cara yang dirancang dan difasilitasi oleh guru di sekolah. Dengan demikian diperlukan kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh guru.
Pembelajaran fisika merupakan pembelajaran yang langsung berhubungan dengan fenomena alam. Giancoli (2001) mengatakan bahwa tujuan utama mata pelajaran sains, termasuk fisika adalah mencari keteraturan dalam pengamatan manusia pada alam sekitarnya. Banyak orang yang berpikir bahwa sains itu merupakan proses mekanis dalam mengumpulkan fakta-fakta dan membuat teori. Sesungguhnya, ilmu sains termasuk fisika merupakan suatu aktivitas kreatif yang dalam banyak hal menyerupai aktivitas kreatif pikiran manusia.
Dalam pembelajaran, ilmu fisika dapat diklasifikasikan ke dalam bidang-bidang tertentu seperti gerak, fluida, panas, suara, cahaya, listrik dan magnet, serta topik-topik modern lainnya seperti relativitas, struktur atom, fisika zat padat, fisika nuklir, partikel elementer, dan astrofisika, (Giancoli, 2001). Cabang-cabang ilmu fisika diatas penting untuk dipelajari untuk siswa sekolah menengah
(8)
terutama siswa SMA. Konsep-konsep dasar fisika harus dikuasai siswa untuk bisa mempelajari fisika lebih lanjut.
Menurut Ausubel (Dahar,1996) belajar bermakna merupakan suatu proses yang mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ilmu fisika membahas tentang teori dan konsep-konsep tertentu yang berkaitan dengan konten yang dipelajari. Konsep-konsep tersebut pada tingkatan sekolah menengah, khususnya di SMA dijabarkan dalam bentuk definisi-definisi. Menurut Sardiman (2011), penguasaankonsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan konsep yang dipelajari, baik secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika berpengaruh kepada hasil belajar siswa itu sendiri.
Menurut Gagne (Dimyati, 2006) belajar merupakan kegiatan yang kompleks.Hasil belajar berupa kapabilitas dan setelah belajar siswa diharapkan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan siswa. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melalui pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru.
Purwanto (2009) mengatakan evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru. Seorang guru wajib mengetahui bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-keterampilan mengenai
(9)
mata pelajaran yang telah diberikannya. Evaluasi pencapaian belajar siswa tidak hanya menyangkut aspek kognitifnya saja, tetapi juga mengenai aplikasi (performance) yang dikenal dengan aspek psikomotor dan aspek afektif yang menyangkut sikap.
Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan di salah satu SMA di Kabupaten Kampar Propinsi Riau, diperoleh hasil belajar siswa SMA setempat pada mata pelajaran fisikamasih jauh dari hasil yang diharapkan. Keterangan dari guru fisika mengatakan rata-rata nilai semester kelas X pada tahun 2010 adalah 66,7 dan pada tahun 2011 menurun menjadi 66,4 dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) sebesar 65. Adapun faktor yang menyebabkan tidak tercapainya nilai semester siswa kelas X yang diharapkan adalah guru fisika mengajar di kelas selalu menggunakan metode ceramah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru fisika di salah satu SMAN di Kabupaten Kampar Riau, diperoleh keterangan bahwa, input siswa yang masuk ke sekolah tersebut tergolong rendah sehingga siswa kurang termotivasi untuk mempelajari fisika. Pada umumnya siswa yang masuk ke sekolah tersebut adalah siswa-siswa yang tidak diterima di sekolah unggulan.
Berdasarkan fakta tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian agar guru di sekolah dapat mengajar dengan menyenangkan dan bervariasi dalam mengajar. Pendekatan problem solvingdengan SSCS (Search Solve Create and Share) merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang terjadi SMA kelas X yang dalam hal ini akan diteliti pada topik suhu dan kalor. Penelitian yang dilakukan sebelumnya yang dilakukan oleh Ramson (2010) menunjukkan bahwa
(10)
penggunaan model SSCS secara signifikan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa pada materi cahaya. Peningkatan yang terjadi pada pemahaman konsep siswa diperoleh N-gain sebesar 0,48 yang termasuk pada kategori sedang. Peningkatan yang terjadi pada berpikir kritis siswa diperoleh N-gain sebesar 0,54 yang termasuk pada kategori sedang. Selanjutnya Ramson (2010), menyarankan bahwa model SSCS memungkinkan untuk bisa diterapkan pada materi suhu dan kalor. Penelitian yang dilakukan Ramson (2010), berfokus pada pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa saja, tanpa memperhatikan hasil belajar secara utuh yaitu: hasil belajar aspek kognitif, hasil belajar aspek afektif, dan hasil belajar aspek psikomotor.
Pizzini (1996) mengatakan model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) problem solving ini mempunyai keunggulan dalam merangsang para siswa untuk mengungkapkan data hasil pengamatan studinya. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCSmerupakan sebuah pembelajaran yang terpusat pada siswa.Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS adalah sangat efektif, dapat dipraktekkan, dan mudah digunakan dalam pembelajaran. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS membuat studi konteks pada perkembangan dan menggunakan perintah-perintah kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan hasil-hasil pada kondisi yang lebih penting pada kemampuan berpikir.
Topik suhu dan kalor merupakan materi pelajaran yang selalu muncul pada soal Ujian Nasional (UN). Materi suhu dan kalor dipandang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan penelitian. Berdasarkan masalah di atas peneliti tertarik
(11)
untuk meneliti dengan judul: Pendekatan Problem Solving dengan Strategi SSCS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Kelas X pada Topik Suhu dan Kalor.
1.2RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Sejauhmana penggunaan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA kelas X pada topik suhu dan kalor?”
Untuk memfokuskan masalah tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu :
a. Bagaimana peningkatanhasil belajar siswa aspekkognitif pada topik suhu dan kalor setelah menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS?
b. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa aspek afektifsetelah menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS?
c. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa aspekpsikomotorsetelah menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS?
d. Bagaimana tanggapan siswa setelah mempelajari suhu dan kalor menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS?
(12)
1.3Batasan Masalah
Agar penelitian yang akanditeliti lebih terarah, maka dilakukan pembatasan masalah yaitu:
1. Peningkatan hasil belajar aspek kognitif siswa dimaksudkan sebagai perubahan hasil belajar aspek kognitif siswa. Kategori peningkatan kemampuan aspek kognitif siswa ditentukan oleh skor rata-rata gain yang dinormalisasi (N-gain).Hasil belajar aspek kognitif siswa yang ditinjau pada penelitian ini dibatasi hanya mencakup pada jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4) pada ranah kognitif taksonomi Bloom. Hal ini disesuaikan dengan kompetensi dasar yang diharapkan pada silabus SMA kelas X.
2. Peningkatan hasil belajar aspek afektif siswa dimaksudkan sebagai perubahan hasil belajar aspek afektif siswa. Kategori peningkatan kemampuan aspek afektif siswa ditentukan oleh skor total siswa yang terdiri dari empat indikator yang terdiri dari: sikap, minat, konsep diri, dan moral.
3. Peningkatan hasil belajar aspek psikomotor siswa dimaksudkan sebagai perubahan hasil belajar aspek psikomotor siswa. Kategori peningkatan kemampuan aspek psikomotor siswa ditentukan oleh skor total siswa yang terdiri dari delapan aspek penilaian antara lain: penggunaan alat, langkah kerja, kerjasama, kemampuan menganalisis, ketelitian, keselamatan kerja, kerapihan dan kebersihan, serta ketepatan waktu.
(13)
4. Materi fisika yang ditinjau pada penelitian ini adalah materiKalor kelas X SMA yang terdiri dari tiga sub materi yaitu: pengaruh Kalor terhadap perubahan suhu, wujud, dan bentuk;dan perpindahan kalor;asas black.
1.4TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS pada topik suhu dan kalor pada siswa SMA, sehingga diperoleh gambaran kekuatan dan kelemahanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS dalam meningkatkan hasil belajar siswa SMA kelas X.
1.5MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, sekolah maupun institusi pendidikan lainnya.
a. Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif, afektif, dan psikomotor pada mata pelajaran fisika.
b. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat:
1. Memberikan masukan mengenai pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Memotivasi guru untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan pembelajaran.
(14)
c. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebuah informasi dan kajian dalam pengembangan dan inovasi pembelajaran fisika serta sebagai bahan masukan bagi para peneliti lainnya.
Penelitian ini juga diharapkan untuk bisa memperkaya hasil-hasil penelitian tentang pendekatan problem solving dengan strategi SSCS. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk menghasilkan rekomendasi mengenai layak tidaknya pendekatan problem solving dengan strategi SSCS digunakan dalam proses pembelajaran di masa mendatang berdasarkan temuan dan analisis bagian-bagian strukturnya.
1.6DEFINISI OPERASIONAL
1.6.1 Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS
Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum. Strategi pembelajaran adalah suatu perencanaan kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan agar tujuan pembejaran dapat dicapai. Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata untuk mencapai tujuan pembelajaran. Gabungan dari pendekatan, strategi, dan metode disebut dengan model pembelajaran.Pembelajaran tentang kalor pada penelitian ini menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS.Strategi SSCS ini merupakan kependekan dari istilah ‘Fase instruksional’ yaitu fase mendefinisikan masalah (search), mendisain solusi
(15)
(solve), memformulasikan hasil (create), dan mengkomunikasikan (share) hasil secara utuh.Melalui strategi ini, diharapkan peserta didik dapat membangun pemahaman sendiri tentang realita alam dan ilmu pengetahuan.
- Fase search membantu siswa untuk menghubungkan konsep-konsep yang terkandung dalam permasalahan ke konsep-konsep sains yang relevan. - Fase solve berpusat pada permasalahan spesifik yang ditetapkan pada fase
search dan mengharuskan siswa untuk menghasilkan dan menerapkan rencana mereka untuk memperoleh suatu jawaban.
- Fasecreate mengharuskan siswa untuk menghasilkan suatu produk yang terkait dengan permasalahan, membandingkan data dengan masalah, melakukan generalisasi, jika diperlukan memodifikasi.
- Fase share adalah untuk melibatkan siswa dalam mengkomunikasikan jawaban terhadap permasalahan atau jawaban pertanyaan. Bermunculnya pertanyaan terjadi bila yang diterima menciptakan pertanyaan baru atau bila kesalahan dalam perencanaan hasil untuk mengidentifikasi keterampilan problem solving yang diperlukan.
1.6.2 Hasil belajar
Hasil belajar yang diharapkan pada penelitian ini meliputi tiga ranah yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif yang harus dicapai meliputi kategori: mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Ranah afektif memiliki kategori: menerima (A1), menanggapi (A2), menilai (A3), mengorganisasi (A4),
(16)
karakter (A5). Ranah psikomotor memiliki kategori: penggunaan alat untuk mengukur imitasi (P1), langkah kerja untuk mengukur manipulasi (P2), kerjasama, ketelitian, keselamatan kerja dan ketepatan waktu untuk mengukur presisi (P3), kemampuan menganalisis untuk mengukur artikulasi (P4), serta kerapihan dan kebersihan untuk mengukur naturalisasi (P5). Instrumen yang digunakan untuk ranah kognitif adalah tes tertulis berbentuk pilihan ganda. Tes tertulis dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan (pretes) dan sesudah diberikan perlakuan (postes) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selanjutnya diperoleh gain dari pengurangan skor postes dengan skor pretes siswa. Hasilbelajar ranah afektif dinilai dengan menggunakan lembaran observasi (angket)yang terdiri dari empat aspek penilaian yaitu: sikap, minat, konsep diri dan moral. Hasil belajar ranah psikomotorik dinilai denganmenggunakan rubrik. Rubrik yang dinilai terdiri dari delapan aspek penilaian yaitu: penggunaan alat, langkah kerja, kerjasama, kemampuan menganalisis, ketelitian, keselamatan kerja, kerapihan dan kebersihan, ketepatan waktu.
1.6.3 Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional yang digunakan adalah pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.Praktikum terencana adalah praktikum yang prosedur percobaannya sudah disusun oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Fase praktikum terencana adalah sebagai berikut: (1) Siswa membaca petunjuk yang dibuat oleh guru, (2)Siswa mulai melakukan percobaan, (3) Siswa membuat laporan percobaan.
(17)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental) dengan disain nonequivalent control group design. Kelompok pertama yang dikenai perlakuan berupa pendekatan problem solving dengan strategi SSCS yaitu kelompok eksperimen, kelompok kedua dikenai perlakuan yang berbeda adalah kelompok kontrol yaitu sebagai pembanding, menggunakan pembelajaran konvensional dengan praktikum terencana. Disain dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 3.1(Sugiyono, 2010).
Tabel3.1 Desain Penelitian
Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes Akhir E (Eksperimen)
K (Kontrol)
O O
X Y
O O
Keterangan:
X = Perlakuan dengan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS Y = Pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.
O = Instrumen hasil belajar aspek kognitif (tes tertulis), afektif (lembar observasi) dan psikomotor siswa (rubrik) kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol.
(18)
Kedua kelompok diberi tes awal dengan soal yang telah di uji validitas dan reliabilitas di kelas lain. Tes awal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal dan sifat homogenitas dari kedua kelompok tersebut. Kemudian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberi perlakuan yang telah dirancang. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan, diberikan tes akhir pada kedua kelompok.
3.2. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.
3.2.1 Tahap Perencanaan
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain:
a. Studi pendahuluan berupa studi literatur terhadap jurnal dan laporan penelitian mengenai pendekatan problem solving dengan strategi SSCS, situasi belajar, menganalisis kurikulum KTSP pelajaran fisika 2011 dan materi pelajaran fisika SMA kelas X.
b. Penentuan materi pembelajaran yaitu suhu dan kalor.
c. Perancangan rencana proses pembelajaranpendekatan problem solving dengan strategi SSCS.
d. Membuat instrumen penelitian.
e. Melakukan validasi seluruh instrumen. f. Merevisi/memperbaiki instrumen.
(19)
g. Mempersiapkan dan mengurus surat izin penelitian. h. Menentukan subyek penelitian.
3.2.2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah:
a. Pelaksanaan tes awal bagi kelas eksperimen dan kelas kontrol (1x60menit).Pelaksanaan pembelajaran, perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen yaitu melalui pembelajaran pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dan kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran praktikum terencana masing-masing selama (6 x 45 menit).
b. Pelaksanaan observasi terhadap kemampuan psikomotor dan afektif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat proses pembelajaran berlangsung (3 kali pertemuan).
c. Pelaksanaan tes akhir bagi kedua kelompok dan pemberian angket tanggapan siswa pada kelas eksperimen.
3.2.3. Tahap akhir
a. Mengolah data hasil penelitian.
b. Menganalisis dan membahas hasil temuan penelitian. c. Menarik kesimpulan.
(20)
3.3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X semester 2 pada salah satu SMA Negeri di Kabupaten Kampar Riau tahun ajaran 2011/2012 yang akan mengikuti mata pelajaran fisika pada pokok bahasan suhu dan kalor. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling.Simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Empat kelas X yang ada pada SMA tersebut diatas diambil secara acak dan digunakan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
(21)
3.4. Alur Penelitian
Secara garis besar bagan alur penelitian ini diperlihatkan pada gambar berikut ini:
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Validasi Instrumen Tes Hasil Belajar
Pembelajaran langsung dengan Praktikum Terencana
Tes awal
Tes akhir
Kesimpulan
Analisa data
Pembelajaran Pendekatan problem solvingdengan strategi SSCS
Perancangan Pendekatan
problem solvingdengan strategi
SSCS Penyusunan Instrumen Tes Hasil Belajar
(Kognitif, Afektif, Psikomotor)
Studi Pendahuluan
Perumusan Masalah
Studi Literatur
Angket
Observasi aspek afektif dan psikomotor selama pembelajaran
(22)
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis,rubrik, angket untuk aspek afektif dan angket tanggapan siswa tentang pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS.
3.5.1. Tes Tertulis
Tes tertulis digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensionalpada kelas kontrol. Instrumen untuk tes tertulis ini berbentuk tes objektif (pilihan ganda) mengenai suhu dan kalor. Instrumen tes yang digunakan pada saat tes awal dan tes akhir merupakan instrumen tes yang sama.
3.5.2. Kriteria (Rubrik)
Kriteria atau rubrik adalah pedoman penilaian kinerja atau hasil kerja peserta didik. Dengan adanya kriteria, penilaian yang subjektif atau tidak adil dapat dihindari atau paling tidak dikurangi, guru menjadi lebih mudah menilai prestasi yang dapat dicapai peserta didik, dan peserta didik pun akan terdorong untuk mencapai prestasi sebaik-baiknya karena kriteria penilaiannya jelas.
Rubrik terdiri atas dua hal yang saling berhubungan. Hal pertama adalah skor dan hal lainnya adalah kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai skor itu. Banyak sedikitnya gradasi skor (misal 5, 4, 3, 2, 1) tergantung pada jenis skala penilaian yang digunakan dan hakikat kinerja yang akan dinilai. Berikut adalah contoh rubrik penilaian kinerja siswa:
(23)
Tabel 3.2. Contoh rubrik penilaian psikomotor
Aspek yang dinilai
Keterkaitan dengan
ranah psikomotor
NILAI
Baik Cukup Kurang Skor: 3 Skor: 2 Skor: 1 1. Penggunaan alat
2. Langkah kerja 3. Kerjasama
4. Kemampuan Menganalisis 5. Ketelitian
6. Keselamatan Kerja 7. Kerapihan dan kebersihan 8. Ketepatan waktu
P1 P2 P3 P4 P3 P3 P5 P3 Jumlah Nilai Akhir: 27 – 30 = A 24 – 26 = B 20 – 23 = C 15 – 19 = D 10 – 14 = E
Jumlah: Nilai akhir:
Petunjuk cara pemberian nilai:
Cara pemberian skor ialah pada kolom nilai, jika nilainya baik mendapat skor = 3, cukup = 2, dan kurang = 1. Skor maksimum = 30 dan minimum = 10. Selanjutnya untuk nilai akhir dikonversikan sebagaimana pada tabel. Sedangkan untuk memberikan nilai pada setiap aspek keterampilan sebagai berikut:
1. Menggunakan alat
Baik : menggunakan semua alat dengan benar.
Cukup : menggunakan hampir semua alat dengan benar. Kurang : menggunakan sebagian alat dengan tidak benar.
(24)
2. Langkah Kerja
Baik : semua langkah kerja dikerjakan dengan prosedur dan cara yang benar.
Cukup : sebagian langkah kerja dikerjakan dengan prosedur dan cara yang benar.
Kurang : sebagian langkah kerja dikerjakan dengan prosedur dan langkah kerja yang kurang benar.
3. Sikap Kerja
Baik : bekerja dengan penuh semangat dan disiplin kerja yang tinggi dan selalu ingin tahu apa yang sedang dikerjakan.
Cukup : bekerja dengan sungguh-sungguh.
Kurang : bekerja kurang serius, pokoknya asal bekerja. 4. Penggunaan Sumber Informasi
Baik : menggunakan lembar kerja, buku-buku manual, dan sumber informasi lainnya.
Cukup : menggunakan lembar kerja saja. Kurang : kurang memperhatikan lembar kerja. 5. Kemampuan Menganalisis Pekerjaan
Baik : dapat menganalisis permasalahan dan dapat menemukan pemecahannya.
Cukup : dapat menganalisis permasalahan, tetapi kurang sempurna pemecahannya.
(25)
Kurang : tidak dapat menganalisis permasalahan, dan tidak menemukan pemecahannya.
6. Ketelitian
Baik : semua pekerjaan dikerjakan dengan teliti.
Cukup : hampir semua pekerjaan dikerjakan dengan teliti.
Kurang : sebagian saja dari langkah-langkah kerja dikerjakan dengan teliti. 7. Keselamatan Kerja
Baik : semua alat digunakan sesuai dengan prosedur dan spesifikasinya. Cukup :sebagian alat digunakan sesuai dengan prosedur dan
spesifikasinya.
Kurang : alat digunakan dengan tidak memperhatikan spesifikasinya. 8. Kebersihan
Baik : semua alat dan ruangan setelah digunakan selalu dibersihkan kembali.
Cukup : hampir semua alat dan ruangan setelah selesai digunakan dibersihkan.
Kurang : sebagian alat, setelah selesai digunakan dibersihkan. 9. Kerapian
Baik : semua alat dan ruangan setelah digunakan selalu diatur dengan rapi.
Cukup : hampir semua alat dan ruangan setelah digunakan diatur kembali dengan rapi.
(26)
10.Waktu
Baik : semua langkah kerja dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Cukup : hampir semua langkah kerja dapat diselesaikan.
Kurang : sebagian langkah kerja saja yang dapat diselesaikan.
3.5.3. Angket aspek afektif
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri. Berikut adalah contoh kisi-kisi untuk penilaian afektif.
Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral.
a. Instrumen sikap
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
(27)
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran fisika: • Membaca buku fisika
• Mempelajari fisika
• Melakukan interaksi dengan guru fisika • Mengerjakan tugas fisika
• Melakukan diskusi tentang fisika • Memiliki buku fisika
Contoh pernyataan untuk kuesioner: • Saya senang membaca buku fisika • Tidak semua orang harus belajar fisika
• Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran fisika • Saya tidak senang pada tugas pelajaran fisika
• Saya berusaha mengerjakan soal-soal fisika sebaik-baiknya • Memiliki buku fisika penting untuk semua peserta didik b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.
Contoh indikator minat terhadap pelajaran fisika: • Memiliki catatan pelajaran fisika.
• Berusaha memahami fisika • Memiliki buku fisika
(28)
Contoh pernyataan untuk kuesioner:
• Catatan pelajaran fisika saya lengkap
• Catatan pelajaran fisika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting
• Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran fisika • Saya berusaha memahami mata pelajaran fisika
• Saya senang mengerjakan soal fisika.
• Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran fisika c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.
Contoh indikator konsep diri:
• Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami • Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran • Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit • Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik
Contoh pernyataan untuk instrumen:
• Saya sulit mengikuti pelajaran fisika • Saya mudah memahami fisika
(29)
• Saya mudah menghafal suatu konsep fisika • Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
• Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika. d. Instrumen moral
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang.
Contoh indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah: • Memegang janji
• Memiliki kepedulian terhadap orang lain • Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas • Memiliki Kejujuran
Contoh pernyataan untuk instrumen moral
• Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati.
• Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya. • Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya.
• Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain. • Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu. • Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
• Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya. • Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat
(30)
• Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar.
• Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.
Contoh Instrumen skala Likert: Sikap terhadap pelajaran fisika
Tabel 3.3. Contoh Instrumen Aspek Afektif
No Sikap yang dinilai SS S TS STS
1 Saya senang membaca buku fisika 2 Tidak semua orang harus belajar fisika 3 Saya jarang bertanya pada guru tentang
pelajaran fisika
4 Saya tidak senang pada tugas pelajaran fisika
5 Saya berusaha mengerjakan soal-soal fisika sebaik-baiknya
Keterangan:
SS : Sangat setuju S : Setuju
TS : Tidak setuju STS : Sangat tidak setuju
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert yang berisi 5 butir pertanyaan/pernyataan dengan 4
(31)
(empat) pilihan untuk mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif:
Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju. (4) (3) (2) (1)
Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju.
(1) (2) (3) (4)
Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 5 butir x 4 = 20, dan skor terendah 5 butir x 1 = 5. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi empat kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu.
Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 5 butir pernyataan, dengan rentang skor 5 – 20.
Tabel 3.4. Teknik penskoran
No. Skor peserta didik Kategori Sikap atau Minat 1. Lebih besar dari 35 Sangat tinggi/Sangat baik
2. 28 sampai 35 Tinggi/Baik
3. 20 sampai 27 Rendah/Kurang
(32)
Keterangan Tabel :
• Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 20 = 16, dan batas atasnya 20.
• Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 20 = 14, dan skor batas atasnya adalah 15.
• Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 20 = 10, dan skor batas atasnya adalah 14.
• Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 14.
3.5.4. Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran
Angket tanggapan yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu objek tanggapan yang dapat diberikan dalam bentuk skala rating atau daftar cek.Dalam penelitian ini digunakan angket tertutup artinya jawaban dari setiap pernyataan sudah disiapkan sehingga responden tinggal memilih.Pertanyaan dalam angket meliputi pertanyaan yang terdiri dari aspek tanggapan siswa terhadap pembelajaran setelah mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS. Dalam pengukuran tanggapan dikenal beberapa jenis skala metode summated ratings (Skala Likert). Ada dua jenis pertanyaan dalam skala Likert yaitu pertanyaan positif dan pertanyaan negatif.
Skala Likert dikatagorikan dengan skala Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
(33)
Untuk memperoleh data hasil tes yang dipercaya, diperlukan tes yang mempunyai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya bedayang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pembuatan instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyusun Kisi-Kisi Tes
Pembuatan kisi-kisi tes berdasarkan Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Fisika SMA kelas X mengenai konsep kalor dan asas black untuk menentukan konsep yang diukur yang sesuai dengan indikator pembelajaran.
b. Menentukan Validitas Butir Soal
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2011). Validitas instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif pada penelitian ini adalah validitas isi dengan cara di judgement (timbangan) kelompok ahli.
Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungansuatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi.
(34)
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson (Arikunto, 2011).
∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑ 3.1)
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yangdikorelasikan.
X =Skor item Y = Skor total
N =Jumlah perserta tes
Interpretasi untuk besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut: (Arikunto, 2011).
Tabel 3.5 Kategori Validitas Butir Soal
Batasan Kategori
0,80 1,00 Sangat Tinggi (sangat baik)
0,60 0,80 Tinggi (baik)
0,40 0,60 Cukup (sedang)
0,20 0,40 Rendah (kurang)
0,00 0,20 Sangat Rendah (sangat kurang)
Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji-t dengan rumus berikut: (Sudjana, 2010)
(35)
Keterangan:
t = Daya pembeda dan uji t N =Jumlah subjek
= Koefisien korelasi
c. Melakukan Analisis Butir Soal Hasil Uji Coba 1. Reliabilitas
Menurut Arikunto (2011), reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabilitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah reliabilitas internal. Reliabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengetesan (Arikunto, 2011). Data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus KR-20 (Kuder Richardson):
r =
− −
∑
2
1
1 s
pq k
k
3.3)
dimana: r = Koefisien reliabilitas secara keseluruhan. k = jumlah pokok uji dalam instrumen.
p = proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar. q = proporsi banyaknya subyek yang menjawab salah. s2= variansi total.
(36)
Tabel 3.6 Klasifikasi Analisis Reliabilitas Tes
Nilai r Interpretasi
0 < r < 0,2 Sangat rendah
0,2 ≤ r < 0,4 Rendah
0,4 ≤ r < 0,6 Cukup
0,6 ≤ r < 0,8 Tinggi 0,8 ≤ r ≤ 1 Sangat tinggi
Hasil perhitungan reliabilitas yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan kriteria reliabilitas (Tabel 3.3).
2. Tingkat kesukaran
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut; (Arikunto, 2011)
N B
P= 3.4)
keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul N = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi untuk indeks kesukaran adalah sebagai berikut; Arikunto, 2011)
Tabel 3.7. Kategori tingkat Kesukaran
Batasan Kategori
P < 0,30 soal sukar
0,30 ≤ P < 0,70 soal sedang 0,70 ≤ P < 1,00 soal mudah
(37)
3. Daya Pembeda
Daya pembeda suatu butir menyatakan seberapa jauh kemampuan butir tersebut mampu membedakan antara kelompok siswa pandai dengan kelompok siswa lemah.
Daya pembeda butir tes dihitung dengan rumus:
D =
R R
T T
N n N
n −
3.5) Keterangan:
D = indeks daya pembeda.
nT= jumlah siswa dari kelompok tinggi yang menjawab benar. nR = jumlah siswa dari kelompok rendah yang menjawab benar. NT = jumlah siswa kelompok tinggi.
NR = jumlah siswa kelompok rendah.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan indeks daya pembeda adalah sebagai berikut:
Tabel 3.8Tafsiran Indeks Daya Pembeda Daya Pembeda Kriteria -1,00 < DP < 0,00
0,00 < DP ≤ 0,20 0,20 < DP ≤ 0,40 0,40 < DP ≤ 0,70 0,70 < DP ≤ 1,00
jelek sekali jelek cukup
baik baik sekali
(38)
Tabel 3.9.Hasil Uji Coba Instrumen Tes Tertulis (Kognitif) Nomor
Soal Daya Pembeda
Tingkat
Kesukaran Validitas Reliabilitas Keterangan ID Kategori P Kategori rxy Kriteria Nilai Kriteria
1 0,50 Baik 0,60 Sedang 0,43 Sign
0,83 Sangat
Tinggi
Dipakai
2 0,62 Baik 0,63 Sedang 0,50 Sangat
Sign
Dipakai
3 0,62 Baik 0,60 Sedang 0,49 Sangat
Sign
Dipakai
4 0,75 Baik
Sekali
0,63 Sedang 0,63 Sangat
Sign
Dipakai
5 0,25 Cukup 0,50 Sedang 0,25 - Dibuang
6 0,75 Baik
Sekali
0,56 Sedang 0,57 Sangat
Sign
Dipakai
7 0,25 Cukup 0,53 Sedang 0,36 Sign Dipakai
8 0,25 Cukup 0,66 Sedang 0,31 - Dibuang
9 0,62 Baik 0,66 Sedang 0,52 Sangat
Sign
Dipakai
10 0,25 Cukup 0,66 Sedang 0,32 - Dibuang
11 0,62 Baik 0,60 Sedang 0,42 Sign Dipakai
12 0,50 Baik 0,63 Sedang 0,45 Sangat
Sign
Dipakai
13 0 Jelek 0,66 Sedang 0,1 - Dibuang
14 0,50 Baik 0,73 Mudah 0,43 Sign Dipakai
15 0,37 Cukup 0,46 Sedang 0,34 - Dibuang
16 0,37 Cukup 0,56 Sedang 0,46 Sangat
Sign
Dipakai
17 0,50 Baik 0,63 Sedang 0,28 - Dibuang
18 0,75 Baik
Sekali
0,33 Sedang 0,54 Sangat
Sign
Dipakai
19 0,50 Baik 0,63 Sedang 0,39 Sign Dipakai
20 0,37 Cukup 0,70 Sedang 0,26 - Dibuang
21 0,75 Baik
Sekali
0,63 Sedang 0,51 Sangat
Sign
Dipakai
22 0,75 Baik
Sekali
0,53 Sedang 0,54 Sangat
Sign
Dipakai
23 0,50 Baik 0,53 Sedang 0,35 Sign Dipakai
24 0,12 Jelek 0,43 Sedang 0,26 - Dibuang
25 0,62 Baik 0,53 Sedang 0,39 Sign Dipakai
26 0,12 Jelek 0,26 Sukar 0,02 - Dibuang
27 0,37 Cukup 0,66 Sedang 0,34 - Dibuang
28 0,75 Baik
Sekali
0,80 Mudah 0,54 Sangat
Sign
Dipakai
29 0,62 Baik 0,60 Sedang 0,38 Sign Dipakai
30 0,37 Cukup 0,70 Sedang 0,48 Sangat
Sign
(39)
3.6. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data secara garis besar dilakukan dengan menggunakan bantuan pendekatan serta hirarki statistik. Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (N Gain) sebagai berikut:
pre maks
pre post
S S
S S g
− −
= 3.6)
keterangan:
post
S = Skor tes akhir; Spre = Skor tes awal; Smaks= Skor maksimum
Kriteria tingkat N Gain adalah sebagai berikut:
Tabel 3.10.Kategori Tingkat N Gain
Batasan Kategori
g > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
g< 0,3 Rendah
Pengolahan data dengan menggunakan uji statistik dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Uji normalitas N Gain kelas eksperimen dan kontrol. 1. Uji normalitas
Asumsi normalitas merupakan prasyarat kebanyakan prosedur statistika inferensial. Pada penelitian ini asumsi normalitas dieksplorasi menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov melalui SPSS 16 dengan taraf signifikansi α =
(40)
H0 : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal H1 : data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal
Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau menerima H0 berdasarkan P-value adalah jika P-value< α maka H0 ditolak dan jika P-value≥ α maka H0diterima. Dalam program SPSS 16 digunakan istilah significance yang disingkat Sig untuk P-value, dengan kata lain P-value = Sig.
2. Uji Homogenitas
Setelah diketahui data berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas varians dengan Uji Levene menggunakan SPSS 16. Uji hipotesis Levene digunakan untuk mengetahui apakah varian kedua kelompok data sama besar terpenuhi atau tidak terpenuhi. Hipotesis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :
H0 : σ12 = σ22 H1 : σ12≠σ22
dengan H0 adalah skor kedua kelompok memiliki variansi homogen dan H1 adalah skor kedua kelompok memiliki variansi tidak homogen. Dasar pengambilan keputusan, jika P-value> α maka H0diterima sedangkan jika P-value< α maka H0 ditolak dan H1 diterima.
3. Uji Hipotesisdengan Uji-t
Uji perbandingan dua rerata pada penelitian ini dilakukan menggunakan uji t dua sampel independen melalui program SPSS 16 dengan taraf signifikansi α
(41)
rerata (mean) dari dua sampel yang independen dengan asumsi data terdistribusi normal.Rumusan hipotesis statistik pada uji ini adalah sebagai berikut:
H0 : µ1= µ2 H1 : µ1< µ2
dimana, H0 adalah rata-rata skor kelas kontrol sama denganrata-rata skor kelas eksperimen dan H1 adalah rata-rata skor kelas eksperimenlebih besar dibandingkan dengan rata-rata skor kelas kontrol. Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0 berdasarkanvalue adalah jika P-value< α maka H0 ditolak dan jika P-value≥ α maka H0 tidak dapat ditolak.
Jika sampel tidak berasal dari populasi yang normal, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis nonparametrik. Statistika nonparametrik yang sesuai adalah Uji Mann-Whitney U karena kedua data bersifat bebas.
4. Angket Tanggapan Siswa
Data yang diperoleh dari angket dihitung persentasenya menggunakan rumus, sebagai berikut:
! " # 100% 3.7)
keterangan:
T = persentase tanggapan terhadap setiap pernyataan J = jumlah jawaban setiap kelompok pernyataan. N = jumlah siswa
Untuk pernyataan yang bersifat positif kategori sangat setuju (SS) diberi skor 4, setuju (S) diberi skor 3, tidak setuju (TS) diberi skor 2, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1. Sedangan pernyataan negatif sangat setuju (SS) diberi
(42)
skor 1, setuju (S) diberi skor 2, tidak setuju (TS) diberi skor 3, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 4. Kemudian untuk menentukan skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pernyataan digunakan rumus sebagai berikut:
N S x J
R=
∑
3.8)keterangan:
R = skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pernyataan S = skor setiap kelompok
N = jumlah siswa.
Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11.
Kriteria Keterlaksanaan Model
KM (%) Kriteria
KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana 50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
(43)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat lebih meningkatkan hasil belajar aspek kognitif dibandingkan dengan pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.Peningkatan terbesar terjadi pada sub pokok bahasan asas black.
2. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat lebih meningkatkan hasil belajar aspek afektif dibandingkan dengan pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.Peningkatan terbesar terjadi pada indikator konsep diri dan moral.Sub pokok bahasan yang memiliki peningkatan terbesar terjadi pada sub pokok bahasan asas black.
3. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat lebih meningkatkan hasil belajar aspek psikomotor dibandingkan dengan pembelajaran langsung dengan praktikum terencana, peningkatan terbesar terjadi pada sub pokok bahasan asas black.Peningkatan terbesar dari aspek yang dinilai terjadi pada aspek kerjasama.
4. Siswa setuju dengan penggunaan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dalam pembelajaran pada topik suhu dan kalor.
(44)
5.2. Saran
Penelitian yang telah dilakukan menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCSmasihterdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu peneliti menyarankan sebagai berikut:
1. Penelitian menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor pada topik suhu dan kalor. Namun, peningkatan secara signifikan hanya terjadi pada sub topik asas black. Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada sub topik pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dan perpindahan kalor.
2. Penelitian menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat meningkatkan kemampuan menganalisis siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengukur kemampuan-kemampuan siswa seperti: keterampilan proses sains, keterampilan generik sains, keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir kreatif.
3. Keterlaksanaan proses pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS belum terlaksana secara maksimal karena waktu TOT (Training Of Trainer) yang diadakan kepada guru sangat singkat. Peneliti menyarankan untuk mengadakan TOT kepada guru yang akan mengajar jauh hari sebelum penelitian dilaksanakan agar pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS bisa terlaksana secara maksimal.
(45)
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R (2010). Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. Pustaka Belajar. Yokyakarta.
Arikunto, S (2011). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Bloom, B.S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of
Educational Goals, Hand Book 1: Cognitive Domain. USA: Longman Inc.
Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Darsono, dkk (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Departemen Pendidikan Nasional (2008), Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional (2008), Pengembangan Model Pembelajaran
Tatap Muka, Penugasan Terstruktur dan Tugas Mandiri Tidak Terstruktur, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, S.B dan Zain, A (2002).Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Echols, J.M dan Shadily, H (2007).Kamus Inggris Indonesia. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Foster, B (2004). Terpadu Fisika SMA Untuk Kelas VIII I. Jakarta: Erlangga. Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research
in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.
Gerace, W.J. (2005). Teaching vs Learning: Changing Perspectives on Problem Solving in Physics Instructions. [Online]. Tersedia: http://arxiv.org/ftp/physics/papers/0508/0508131.pdf. [25 November 2008].
(46)
Hamalik, O (2010). Proses Belajar Mengajar, Bumi aksara, jakarta. Hamzah, B.U (2008).Model Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.
Komalasari, K (2010). Pembelajaran Kontekstual, PT. Refika Aditama, Bandung. Liliasari. (2002). Pengembangan model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan
Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam Menerapkan Berfikir Konseptual Tingkat Tinggi. Laporan Penelitian Hibah Barsaing IX Perguruan Tinggi Tahun Ajaran 2001-2002. Bandung: FPMIPA UPI. Midzakir, dkk (1997).Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Pustaka Setia.
McIntosh, R. dan Jarret, D (2000).Teaching mathematical problem solving: Implementing the vision. New York: NWREL, Mathematics and Science Education Center.
Nasution,S (2004). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Natawidjaja, Rochman (1979). Alat Peraga dan Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Hendrastuti,N (2010). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Search Solve Create Share (SSCS) dan Experimenting Demonstrating Information (EDI) dengan Memperhatikan Sikap Ilmiah Siswa SMA terhadap Prestasi Belajar pada Pokok Bahasan Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit, UNS-FKIP Jur.Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-K.3302528-2010.
Pizzini, E.L dan Shepardson, D.P (1992). A Comparison of the Classroom Dynamics of a Problem-Solving and Traditional Laboratory Model of Instruction Using Path Analysis, Journal Of Research In Science Teaching, VOL. 29, NO. 3, PP. 243-258 (1992)
Pizzini, E.L (1996). Implementation Handbook for The SSCS Problem Solving Instructional Model, Iowa:The University of Iowa.
Polya, G (1973). How To Solve It, a new aspect of mathematical method. New Jersey:Princeton University Press.
Poerwodarminta, W.J.S (1984). Kamus Lengkap Inggris-Indonesia.Bandung: Hasta.
Prabawati, A (2010). Mengolah Data Statistik Hasil Penelitian dengan SPSS 17, Semarang, C.V Andi Offset.
(47)
Purwanto, M.N (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Purwoko, A. Dkk (2000). Kegiatan Belajar Mengajar Buku Paket PPL. Semarang: Unnes.
Ramson, (2010).Model Pembelajaran SSCS untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Topik Cahaya. Tesis, Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Rusman, (2010). Model – model pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Pres. SAESTU, T.M (2008) Penerapan Model Konstruktivisme Dengan Pendekatan
Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa, Bandung, Skripsi, FPMIPA UPI.
Sardiman, A.M (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudjana, N (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Stiggins, R.J (1994). Student Centered Classroom Assessment, New York, Macmillan College Publishing Company.
Sugiyono (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Suparno, P (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Suryatin, B (2005). Sukses Sains Fisika 2 Ringkasan Materi dan Kumpulan Soal Jakarta: Grasindo
Sutardi (2002). Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol.3. No.1. Hal.3-6 Tipler. A.P (1996). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.
Wojowasito, dkk (1984).Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Http://sidikpurnomo.net/kalor-dan-perubahan-wujud-zat.html
Sobry, M.S (2011). Peran Guru dalam membangkitkan Motivasi belajar Siswa. . Tersedia: http://bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html [26 november 2011]
(1)
skor 1, setuju (S) diberi skor 2, tidak setuju (TS) diberi skor 3, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 4. Kemudian untuk menentukan skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pernyataan digunakan rumus sebagai berikut:
N S x J
R=
∑
3.8)keterangan:
R = skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pernyataan S = skor setiap kelompok
N = jumlah siswa.
Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11.
Kriteria Keterlaksanaan Model
KM (%) Kriteria
KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana 50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat lebih meningkatkan hasil belajar aspek kognitif dibandingkan dengan pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.Peningkatan terbesar terjadi pada sub pokok bahasan asas black.
2. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat lebih meningkatkan hasil belajar aspek afektif dibandingkan dengan pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.Peningkatan terbesar terjadi pada indikator konsep diri dan moral.Sub pokok bahasan yang memiliki peningkatan terbesar terjadi pada sub pokok bahasan asas black.
3. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat lebih meningkatkan hasil belajar aspek psikomotor dibandingkan dengan pembelajaran langsung dengan praktikum terencana, peningkatan terbesar terjadi pada sub pokok bahasan asas black.Peningkatan terbesar dari aspek yang dinilai terjadi pada aspek kerjasama.
4. Siswa setuju dengan penggunaan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dalam pembelajaran pada topik suhu dan kalor.
(3)
5.2. Saran
Penelitian yang telah dilakukan menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCSmasihterdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu peneliti menyarankan sebagai berikut:
1. Penelitian menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor pada topik suhu dan kalor. Namun, peningkatan secara signifikan hanya terjadi pada sub topik asas black. Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada sub topik pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dan perpindahan kalor.
2. Penelitian menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat meningkatkan kemampuan menganalisis siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengukur kemampuan-kemampuan siswa seperti: keterampilan proses sains, keterampilan generik sains, keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir kreatif.
3. Keterlaksanaan proses pembelajaran menggunakan pendekatan problem
solving dengan strategi SSCS belum terlaksana secara maksimal karena
waktu TOT (Training Of Trainer) yang diadakan kepada guru sangat singkat. Peneliti menyarankan untuk mengadakan TOT kepada guru yang akan mengajar jauh hari sebelum penelitian dilaksanakan agar pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS bisa terlaksana secara maksimal.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R (2010). Pembelajaran, Pengajaran dan
Asesmen. Pustaka Belajar. Yokyakarta.
Arikunto, S (2011). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Bloom, B.S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of
Educational Goals, Hand Book 1: Cognitive Domain. USA: Longman
Inc.
Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Darsono, dkk (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Departemen Pendidikan Nasional (2008), Pengembangan Perangkat Penilaian
Afektif, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional (2008), Pengembangan Model Pembelajaran
Tatap Muka, Penugasan Terstruktur dan Tugas Mandiri Tidak Terstruktur, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,
Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, S.B dan Zain, A (2002).Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Echols, J.M dan Shadily, H (2007).Kamus Inggris Indonesia. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Foster, B (2004). Terpadu Fisika SMA Untuk Kelas VIII I. Jakarta: Erlangga. Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research
in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.
Gerace, W.J. (2005). Teaching vs Learning: Changing Perspectives on Problem
Solving in Physics Instructions. [Online]. Tersedia:
http://arxiv.org/ftp/physics/papers/0508/0508131.pdf. [25 November 2008].
(5)
Hamalik, O (2010). Proses Belajar Mengajar, Bumi aksara, jakarta. Hamzah, B.U (2008).Model Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.
Komalasari, K (2010). Pembelajaran Kontekstual, PT. Refika Aditama, Bandung. Liliasari. (2002). Pengembangan model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan
Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam Menerapkan Berfikir Konseptual Tingkat Tinggi. Laporan Penelitian Hibah Barsaing IX
Perguruan Tinggi Tahun Ajaran 2001-2002. Bandung: FPMIPA UPI. Midzakir, dkk (1997).Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Pustaka Setia.
McIntosh, R. dan Jarret, D (2000).Teaching mathematical problem solving:
Implementing the vision. New York: NWREL, Mathematics and Science
Education Center.
Nasution,S (2004). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Natawidjaja, Rochman (1979). Alat Peraga dan Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Hendrastuti,N (2010). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Search Solve
Create Share (SSCS) dan Experimenting Demonstrating Information (EDI) dengan Memperhatikan Sikap Ilmiah Siswa SMA terhadap Prestasi Belajar pada Pokok Bahasan Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit, UNS-FKIP Jur.Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam-K.3302528-2010.
Pizzini, E.L dan Shepardson, D.P (1992). A Comparison of the Classroom Dynamics of a Problem-Solving and Traditional Laboratory Model of Instruction Using Path Analysis, Journal Of Research In Science Teaching, VOL. 29, NO. 3, PP. 243-258 (1992)
Pizzini, E.L (1996). Implementation Handbook for The SSCS Problem Solving
Instructional Model, Iowa:The University of Iowa.
Polya, G (1973). How To Solve It, a new aspect of mathematical method. New Jersey:Princeton University Press.
Poerwodarminta, W.J.S (1984). Kamus Lengkap Inggris-Indonesia.Bandung: Hasta.
Prabawati, A (2010). Mengolah Data Statistik Hasil Penelitian dengan SPSS 17, Semarang, C.V Andi Offset.
(6)
Purwanto, M.N (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Purwoko, A. Dkk (2000). Kegiatan Belajar Mengajar Buku Paket PPL. Semarang: Unnes.
Ramson, (2010).Model Pembelajaran SSCS untuk Meningkatkan Pemahaman
Konsep dan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Topik Cahaya. Tesis,
Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Rusman, (2010). Model – model pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Pres. SAESTU, T.M (2008) Penerapan Model Konstruktivisme Dengan Pendekatan
Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa,
Bandung, Skripsi, FPMIPA UPI.
Sardiman, A.M (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudjana, N (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Stiggins, R.J (1994). Student Centered Classroom Assessment, New York, Macmillan College Publishing Company.
Sugiyono (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Suparno, P (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Suryatin, B (2005). Sukses Sains Fisika 2 Ringkasan Materi dan Kumpulan Soal Jakarta: Grasindo
Sutardi (2002). Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol.3. No.1. Hal.3-6 Tipler. A.P (1996). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.
Wojowasito, dkk (1984).Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Http://sidikpurnomo.net/kalor-dan-perubahan-wujud-zat.html
Sobry, M.S (2011). Peran Guru dalam membangkitkan Motivasi belajar Siswa. . Tersedia: http://bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html [26 november 2011]