Penerapan Model Pembelajaran Sscs (Search, Solve, Create And Share) Untuk Meningkatkan Disposisi Matematik Siswa

(1)

Disusun Oleh :

PUSTI LESTARI

109017000015

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Kata kunci: Model Pembelajaran SSCS, Disposisi Matematik.

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji 1) Bagaimana model pembelajaran SSCS dapat meningkatkan disposisi matematik siswa, 2) Bagaimana peningkatan disposisi matematik siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan model SSCS, 3) Bagaimana peningkatan hasil tes belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan SSCS. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Jatisari tahun ajaran 2012/2013 pada bulan Maret 2013 – Mei 2013.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala disposisi matematik, tes hasil belajar, wawancara, lembar observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan Model Pembelajaran SSCS dapat meningkatkan disposisi matematik dan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari peningkatan rata-rata skor disposisi matematik siswa dari 68,69 pada siklus I menjadi 71,51 pada siklus II. Peningkatan mencangkup setiap aspek disposisi, yaitu ketertarikan, kepercayaan diri, kegigiha, fleksibilitas dan metakognisi siswa. Selain itu, hasil penelitian juga menujukan bahwa nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan di siklus II.


(6)

ii

to Increase Student’s Mathematical Disposition. Skripsi of Mathematics Education at Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University.

Keywords: SSCS learning model , Mathematical disposisition.

The purpose of this research are: 1) How can SSCS Learning Model Increase Student’s mathematical Disposition, 2) How does student’s mathematical disposition increase after using SSCS model 3) How does student’s mathematical ability improve after using SSCS model.This research was conducted in SMPN 1 Jatisari academic year 2012-2013 on March 2013- May 2013.

The methodology of research is Classroom Action Research (CAR) which consists of four stages, planning, action, observation and reflecting. The research instruments are the mathematical disposition scale, the mathematical ability test, observation sheets, observation notes and documentation

The results of the research show that Implementation of SSCS model in teaching mathematics can increase student’s mathematical disposition and ability. It is showed increasing of the student’s mathematical disposition average score on first cycle test was 68.69 up to 71.51 on second cycle. This increase including each aspects. There are interest, self confidence, persisting, flexibility, and metacognition. In addition, the study also shows that the student’s mathematical ability improve as well.


(7)

iii

penyusunan tugas akhir skripsi ini, untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Mateatika di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarih Hidayatullah.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Nurlena Rifai, Ph.D.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd.

3. Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Otong Suhyanto, M.Si. 4. Dosen Penasehat Akademik, Bapak Dr. Kadir, M.Pd atas segala nasehat dan

bimbingan keilmuan.

5. Ibu Dr Gelar Dwirahayu, M.Pd dan Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu guna memberikan semangat dan bimbingan yang sangat membangun selama penyusunan skripsi. 6. Selurus dosen dan staf Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan serta memberikan kemudahan dalam hal administrasi. 7. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan pengertian, doa, dan dukungan

yang begitu besar kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. 8. Bapak H. Mansur, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMPN 1 Jatisari yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di kelas VII H SMPN 1 Jatisari.


(8)

iv

11. Teman-teman seperjuangan Santi AP, Fitrian DP, Annisa MR dan Darsih yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa.

12. Teman-teman mahasiswa pendidikan matematika angkatan 2008 yang telah memberikan berbagai bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Serta semua pihak yang selalu memberikan motifasi dan do’a kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sehingga dapat membuat pemikiran ini bisa lebih disempurnakan lagi dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap bahwa skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.

Jakarta, Juni 2013

Penulis, Pusti Lestari


(9)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GRAFIK……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II: KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan Teori dan Fokus Penelitian 1. Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share) 8 2. Penerapan SSCS dalam Pembelajaran Matematika ... 13

3. Disposisi Matematik ... 15

B. Hasil Penelitian yang Relevan... 25

C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan ... 27

D. Hipotesis Tindakan ... 31

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 32

C. Subjek Peneltian, Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 36

D. Tahap Intervensi Tindakan ... 36

E. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 37


(10)

vi

BAB IV: DESKRIPSI, ANALISIS DATA, REKAPITULASI DATA, DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan ... 46

1. Penelitian Pendahuluan ... 47

2. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I... 47

3. Deskripsi apelaksanaan Tindakan Siklus II ... 61

B. Pembahasan Data Penelitian ... 72

1. Lembar Observasi Siswa ... 72

2. Hasil skala Disposisi Matematik Siswa ... 74

3. Hasil Belajar Siswa ... 76

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN ... 83


(11)

vii

Tabel 4.3 Data Disposisi Matematik Siswa Siklus I Setiap Aspek ... 58

Tabel 4.4 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 58

Tabel 4.5 Persentase Keterlaksanaan Proses Pebelajaran SSCS Siklus I ... 59

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Disposisi matematik Siswa Siklus II ... 70

Tabel 4.7 Data Disposisi Matematik Siswa Siklus II Setiap Aspek ... 71

Tabel 4.8 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 71

Tabel 4.9 Persentase Keterlaksanaan Proses Pebelajaran SSCS Siklus II ... 71

Tabel 4.10 Persentase Aktivitas Belajar matematika Siswa Siklus I dan Siklus II ... 72

Tabel 4.11 Rata-rata Skor Disposisi Matematik Siswa Setiap Aspek Siklus I dan Siklus II ... 75

Tabel 4.12 Statistik Deskriptif Skor Disposisi Matematik Siswa Siklus I dan Siklus II ... 76

Tabel 4.3 Statistik Deskripstif Peningkatan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ... 76


(12)

viii

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir ... 30

Gambar 4.1 Gambar Segitiga yang Dibuat Siswa ... 49

Gambar 4.2 Kegiatan Siswa Pada Tahap Solve ... 52

Gambar 4.3 Siswa Berpresentasi Pada Tahap Share ... 54

Gambar 4.4 Kegiatan Siswa pada Tahap Create ... 56

Gambar 4.5 Kegiatan Siswa pada Tahap Search ... 62

Gambar 4.6 Metode Siswa Menyelesaikan Masalah pada Tahap Solve ... 64


(13)

ix Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I (RPP Siklus I)… Lembar Kerja Siswa (LKS)………...… Lembar Observasi Siswa………... Kisi-kisi Skala Disposisi Matematik………. Skala Dispoisis Matematik……… Tes Hasil Belajar Siklus I……….. Tes Hasil Belajar Siklus II……… Lembar Wawancara Guru Sebelum Tindakan……….. Analisis Disposisi Matematik Siswa Siklus I………... Analisis Disposisi Matematik Siswa Siklus II………... Skor Disposisi Matematik Siswa Siklus I dan Siklus II……… Analisis Hasil Belajar Matematik Siswa Siklus I………. Analisis Hasil Belajar Matematik Siswa Siklus II……… Nilai Hassil Belajar Matematik Siwa Siklus I dan Siklus II…. Lembar Uji Referensi……… Surat Bimbingan Skripsi………... Surat Izin Penelitian……….. Surat Keterangan Penelitian………..

89 95 116 117 118 120 121 122 123 126 129 131 132 133 134 139 140 141


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran di sekolah bukan hanya bertujuan untuk mengumpulkan pengetahuan semata melainkan juga untuk membentuk sikap dan perbuatan serta menanamkan konsep dan kecekatan atau keterampilan. Tujuan tersebut dewasa ini lebih dikenal dengan tujuan pendidikan menurut taksonomi bloom yaitu di mana tujuan belajar harus mencangkup tiga ranah: kognitif, afektif serta psikomotorik. Ranah kognitif mencangkup pengetahuan fakta atau ingatan, pemahaman, aplikasi, serta kemampuan menganalisis, sintesis, evaluasi dan menciptakan. Kemudian ranah afektif mencangkup perolehan sikap positif, apresiasi dan karakteristik, sedangkan psikomotorik adalah untuk memperoleh keterampilan fisik yang berkaitan dengan keterampilan ekspresi verbal dan non verbal.1

Sejalan dengan tujuan pembelajaran di atas, pemerintah merumuskan tujuan pembelajaran matematika untuk semua jenjang sekolah dasar dan menengah yaitu:2 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasimatematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, ataumenjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkansolusi yang diperoleh, 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalamkehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalammempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hal kelima yang menjadi komponen tujuan pembelajaran

1

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu jaya , 2007).h.58. 2

Sri Whardani, Paket Fasilitas Pemberkemamapuanan KKG/MGMP Matematika ,(Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberkemamapuanan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008).h.8


(15)

matematika di atas adalah termasuk dalam tujuan ranah afektif, yang berarti selain kemampuan pengembangan kemampuan kognitif pembelajaran matematika pun perlu mengembangkan ranah afektif siswa untuk mencapai tujuan tersebut.

Reaksi afektif sebenarnya selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan aspek kognitif seseorang. Saat siswa mengerjakan tugasnya dan mempelajari bagaimana menyelesaikan tugas tersebut mereka secara bersamaan mempelajari apakah mereka suka atau tidak melakukakannya. Siswa mengatassi tugas-tugas sulit dengan lebih efektif ketika mereka menikmati apa yang mereka kerjakan, dan kesuksesan tersebut kemudian membuat merka gembira dan bangga terhadap dirinya sendiri. Begitu sebaliknya, siswa mungkinakan merasa cemas dan frustasi dalam mempelajari materi dan mengembangkan rasa tidak senang atau sikap negatif.3Bayangkan jika siswa tidak memiliki sikap positif terhadap

matematika. Siswa akan merasa tertekan saat mempelajarinya sehingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran matematika.

Aspek afektif tersebut, dalam dunia matematika lebih dikenal dengan disposisi matematik.Disposisi matematik adalah keinginan, kesadaran, kecenderungan dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk berfikir dan berbuat secara matematik, dengan demikian disposisi matematik bukan hanya mengenai sikap tetapi juga kecenderungan untuk berfikir secara matematik.Disposisi matematik siswa memuat bagaimana mendekati latihan-latihan dengan kepercayaan diri, mau mengeksplorasi metode-metode alternatif, tertarik dan mau menemukan hal-hal baru serta memiliki kecenderungan untuk merefleksi pemikiran mereka sendiri.4

Siswa memerlukan disposisi matematik untuk bertahan saat menemukan kesulitan dalam mempelajari matematika juga mengembangkan kebiasaan kerja sendiri dan kerja sama yang baik. Dengan kebiasaan tersebut perlahan siswa mampu menguasai materi yang dipelajarinya sehingga mendapatkan hasil belajar yang baik. Dijelaskan selanjutnya bahwa selain kemampuan matematika, disposisi matematik sangat perlu dimiliki siswa untuk menghadapi era informasi dan

3

Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Erlangga, 2009).h.78

4

National Council of Teachers of Mathematics, Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. (VA: NCTM Inc, 1989),h.233.


(16)

suasana kompetisi yang semakin ketat.5 Dengan demikian, idealnya hasil dari

pembelajaran matematika adalah menciptakan individu yang memiliki kemamapuan matematis tinggi serta disposisi yang baik sehingga mampu mengaplikasikan matematika dalam memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari baik sekarang maupun di masa yang akan datang.

Namun dalam realita pembelajaran matematika itu sendiri, tidak mudah untuk meningkatkan kemampuan disposisi matematik tersebut.Selama ini siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan perlu untuk dihindari.Selain faktor internal siswa ketidaksukaan itu bisa terjadi karena proses pembelajaran yang membosankan dan lingkungan belajar yang tidak mendukung. Saat mempelajari matematika di Sekolah Dasar siswa mungkin masih menyukai matematika karena guru dan lingkungan sekolah yang nyaman, juga materi yang dipelajari tidak terlalu sulit walaupun tidak sedikit siswa SD saat ini yang sudah tidak menyukai matematika.Menginjak sekolah menengah, kompleksitasmateri matematika meningkat sehingga memerlukan perlakuan yang lebih baik dari siswa itu sendiri maupun guru. Perubahan kompleksitas materiini harus dibarengi dengan strategi pengajaran yang lebih pasagar tujuan dari pembelajaran tersebuttercapai, di pihak lain siswa juga perlu memiliki kemauan untuk belajar dan memahami materi tersebut. Ketidak harmonisan ini lah yang bisa mengakibatkan banyak siswa tidak memiliki kemamapuan matematis yang baik apalagi menyukainya.Siswa hanya berusaha untuk bisa mengerjakan soal agar nilai mereka setidaknya memenuhi KKM.

Kasus tersebut teridentifikasi di salah satu sekolah menengah kelas VII di Karawang. Saat observasisiswa terlihat tidak begitu antusias saat belajar, mereka hanya diam memperhatikan guru, menulis dan mengerjakan soal yang diberikan. Adapun aktifitas lain selain hal tersebut adalah menanyakan jawaban kepada temannya dan mengobrol. Rutinitas tersebut membuat sikap siswa terhadap matematika akhirnya cenderung negatif. Dari hasil wawancara dengan guru

5

Utari Sumarmo, Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI, diakses di http://math.sps.upi.edu/?p=58


(17)

matematika kelas bersangkutan di dapat informasi bahwa mayoritas siswa masih bingung dan cepat menyerah saat diberikan soal yang sedikit lebih rumit.Hal ini disebabkan karena siswa masih terfokus dengan rumus baru yang sedang diajarkan sehingga melupakan materi sebelumnya yang bisa membantu menyelesaikan soal tersebut. Sedangkan dari sisi siswa sendiri, saat diberikan angket terbuka, jawaban bebarapa siswa juga mmenunjukan bahwa sebagian besar dari mereka tidak menyukai matematika dan malas saat belajar karena pelajaran matematika di SMP lebih rumit dan susah dimengerti dari pelajaran matematika di SD. Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah yang terjadi adalah rendahnya disposisi matematik.

Jika rendahnya disposisi matematik tersebut tidak segera diatasi, siswa akan terus menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dan cepat menyerah saat menemukan kesulitan. Siswa tidak lagi tahu dan mungkin tidak ingin tahu apa yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah sehingga muncul berbagai macam kecurangan. Hal tersebut membuat siswa tidak lagi mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan matematika mereka dan lambat laun akan kehilangan keinginan untuk mempelajari matematika padahal matematika memiliki karakteristik yang mengarahkan bahwa matematika merupakan kebutuhan di masa kini dan masa yang akan datang. Matematika diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lain, dan juga memberi peluang berkembangnya kemampuan yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah.

Dengan memperhatikan hal-hal di atas, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan disposisi matematik agar kualitas pembelajaran matematika di SMPN tersebut menjadi lebih baik.. Dalam upaya peningkatan disposisi matematik tersebut tentu saja proses pembelajaran tidak dilakukan seperti biasa.Disposisi matematik akan terbentuk dan tumbuh jika siswa terbiasa bersikap kritis, cermat, objektif, kreatif, terbuka serta menghargai matematika juga terbiasa dengan kegiatan berfikir matematik.6 Dengan demikian guru harus menciptakan

6


(18)

proses pembelajaran yang sedemikian rupa sehingga siswa terbiasa dengan kebiasaan yang dapat menumbuhkan disposisi matematik tersebut.

Banyak alternatif model pembelajaran yang bisa digunakan guru untuk membuat proses pembelajaran yang optimal untuk meningkatkan disposisi matematik siswa, salah satu di antaranya adalah model pemecahan masalahSSCS

(Search Solve Create and Share). Model ini merupakan model pembelajaran pemecahan masalah yang berpusat pada siswa di mana aktifitas pada fase-fasenya membuat siswa tidak hanya mendengarkan guru di depan kelas tetapi dilatih untuk terbiasa aktif menggali informasi sendiri dengan bantuan guru dan teman yang lain juga terbiasa membagi pengetahuan mereka. Siswa dibiasakan berfikir kritis dan cermat saat mengidentifikasi masalah, objektif serta fleksibel dalam menyelesaikan masalah, juga kreatif dalam membuat alternatif solusi penyelesaian masalah yang lain sehingga siswa memahami materi pelajaran dengan kemampuan mereka sendiri dan timbul rasa percaya diri serta kebanggaan.

Berdasarkan uraian di atas, sangat menarik untuk dilakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share)dalam pembelajaran metematika, selanjutnya dapat dilihat seberapa jauh penerapan model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan disposisi matematik siswa.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Area dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa SMP Jatisari kelas VII. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, fokus penelitian ini berkenaan dengan disposisi matematik siswa dengan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share).

Berikut identifikasi masalah yang ditemukan peneliti :

1. Banyak siswa belum memiliki sikap positif terhadap matematika

2. Siswa masih malas dalam mengerjakan tugas yang sulit dan cepat menyerah.


(19)

3. Siswa belum terbiasa menyelesaikan masalah matematika dengan berbagai metode.

4. Metode pembelajaran yang digunakan cenderung membuat siswa pasif 5. Belum terciptanya interaksi yang baik antara guru dan siswa

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya perasalahan ini maka penelitian dibatasi pada :

1. Penggunaan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share)

yaitu model pembelajaran pemecahan masalah yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk secara aktif memperoleh pengetahuan dan menyelesaikan masalah mereka sendiri kemudian membagi pengetahuan tersebut kepada temannya sehingga mereka dapat memandang matematika dari sisi yang berbeda guna meningkatkan disposisi matematik siswa. 2. Disposisi yang penulis maksud adalah keinginan, kecenderungan siswa

untuk menilai dan bersikap positif terhadapmatematika. Adapun indikator disposisi yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini adalah :1) ketertarikan, 2) kepercayan diri, 3) ketekunan dan kegigihan 4) fleksibelitas, dan 5) metakognitif.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini addalah :

1. Bagaimanamodel pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share)

dapat meningkatkan disposisi matematik siswa?

2. Bagaimana peningkatan disposisi matematik siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran SSC?

3. Bagaimana peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran SSC?


(20)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tindakan kelass ini antara lainuntuk:

1. Mendeskripsikan bagaimana penggunaan model pembelajaran SSCS

(Search, Solve, Create and Share) dalam meningkatkan disposisi matematik siswa.

2. Medeskripsikan peningkatan disposisi matematik siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaranSSCS

3. Mendeskripsikan peningkatan hasil belajarkognitif matematik siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajara SSCS.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat :

1. Sebagai informasi tentang penggunaan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share) dalam kegiatan pembelajaran.

2. Sebagai bahan wawasan bagi guru tentang salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pengajaran matematika.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi yang ingin menerapkan model pembelajaran SSCS.

4. Sebagai acuan dan motivasi untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut. 5. Sebagai referensi atau tolak ukur serta pembanding dalam melakukan

penelitian ataupun dalam hal lainya selama penelitian ini berguna dan representatif.


(21)

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN

A. Acuan Teori dan Fokus yang Diteliti

1. Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share)

Pizzini mengenalkan model pembelajaraan problem solving SSCS

(Search, Solve, Create and Share) dalam pengembangan pembelajaran IPA yang didesain untuk memperluas pengetahuan konsep sains dan penerapannya dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari serta untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.Penggunaan model pembelajaran SSCS ini membuat siswa lebih aktif terlibat dalam penggunaan konsep dan terbiasa melakukan berpikir tingkat tinggi.1

Dalam proses pelaksanaanya, kegiatan belajar dimulai dengan pemberian masalah atau kondisi berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Kemudian siswa mencari (search) informasi untuk mengidentifikasi situasi atau masalah yang disajikan, setelah mengetahui permasalahan yang dihadapi kemudian siswa membuat hipotesis dan merencanakan cara menylesaikan (solve) masalah tersebut, dengan informasi dan rencana yang telah disiapkan siswa, membuat (create) solusi penyelesaian kemudian menyajikannya untuk di dibahas bersama-sama dengan teman dan guru, siswa membagi (share) pengetahuan satu sama lain.2

Seiring dengan lahirnya penelitian mengenai penerapan SSCS, Regional Education Laboratories salah satu lembaga pada Departemen Pendidikan Amerika Srikat menegeluarkan laporan bahwa model pembelajaran SSCS

1

Edward Pizzini, SSCS Implementation Handbook. (Lowa: The University of Lowa, 1991)., h.3

2


(22)

merupakan salah satu model pembelajaran yang memperoleh pengakuan untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika3.

North Central Regional Education Laboratory menjelaskan bahwa terdapat delapan standar National Council of Teacher of Mathematic (NCTM) yang dapat dicapai oleh model pembelajaran SSCS yaitu:4

1) Mengajukan (pose) soal/masalah matematika, 2) Membangun pengalaman dan pengetahuan siswa,

3) Mengembangkan kemampuan berpikir matematika yang meyakinkan siswa tentang keabsahan suatu keadaan, solusi, dugaan dan jawaban.

4) Menumbuhkan intelektual siswa : mengajukan pertanyaan dan tugas-tugas yang melibatkan siswa, dan menantang cara berpikir siswa,

5) Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan matematika siswa,

6) Merangsang siswa untuk membuat koneksi dan mengembangkan kerangka kerja yang berhubungan dengan ide-ide matematika,

7) Menanamkan kemampuan perumusan masalah, pemecahan masalah, dan penalaran matematika, dan

8) Mengembangkan seluruh disposisi siswa untuk melakukan pekerjaan matematika.

Laporan tersebut menunjukan secara jelas bahwa model pembelajaran

problem solving SSCS tidak hanya berlaku untuk pendidikan sain saja, tetapi juga cocok untuk digunakan dalam proses pembelajaran matematika.Selanjutnya Pizzini secara lebih rinci menjelaskan kegiatan pada setiap tahapan SSCS sebagai berikut :5

1. Search

1) Menggali pengetahuan awal. Menuliskan informasi yang diketahui dan berhubungan dengan situasi yang diberikan

3

Irwan.Pengaruh Pendekatan Problem Posing model Search, Solve, Creat and Share (SSCS) dalam Upaya meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Mahasiswa Matematika, (Jurnal Penelitian Pendidikan vol.12 No 1, 2011), h.4

4

Laboratory Network Program. (1994). Promising Practice in Mathematics and Science Education. North Central Regional Educational Laboratory.

5


(23)

2) Mengamati dan menganalisa informasi yang diketahui

3) Menyimpulkan masalah dengan membuat pertanyaan-pertanyaan.

4) Menggeneralisasikan informasi sehingga timbul ide-ide yang mungkin digunakan untuk menyelesaikan masalah.

2. Solve

1) Menentukan kriteria akan digunakan dalam memilih beberapa alternatif. 2) Membuat dugaan mengenai beberapa solusi yang dapat digunakan.

3) Memikirkan segala kemungkinan yang terjadi saat menggunakan solusi tersebut

4) Membuat perencanaan penyelesaian masalah (didalamnya temasuk menentukan solusi yang akan digunakan)

3. Create

1) Menyelesaikan masalah sesuai rencana yang telah dibuat sebelumnya. 2) Meyakinkan diri dengan menguji kembali solusi yang telah didapat 3) Menggambarkan proses penyelesaian masalah

4) Menyiapkan apa yang akan dibuat untuk dipresentasikan 4. Share

1) Menyajikan solusi kepada teman yang lain 2) Mempromosikan solusi yang dibuat

3) Mengevaluasi tanggapan dari teman yang lain

4) Merefleksi keaktifan sebagai problem solver setelah menerima umpan balik dari guru dan temanyang lain

Berikut merupakan keunggulan dari penggunaan model pembelajaran SSCS:6

1) Bagi guru

1) Mengembangkan ketertarikan siswa,

2) Menanamkan kemampuan berpikir tingkat tinggi,

3) Membuat seluruh siswa aktif dalam proses pembelajaran, dan

4) Meningkatkan pemahaman mengenai keterkaian antara ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari

6


(24)

2) Bagi siswa

1) Memperoleh pengalaman langsung dalam menyelesaikan masalah,

2) Mempelajari dan menguatkan pemahaman konsep dengan pembelajaran bermakna,

3) Mengolah informasi secara mandiri,

4) Menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi

5) Mengembangkan berbagai metode dengan kemampuan yang telah dimiliki 6) Meningkatkan rasa ketertarikan

7) Bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran dan hasil kerja 8) Bekerja sama dengan siswa yang lain

9) Mengeintegrasikan kemampuan dan pengetahuan.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pada pembelajaran SSCS, siswa dibimbing untuk mencari apa yang mereka butuhkan dalam belajar dan memperluas pengetahuan mereka sendiri sehingga mengalami proses pembelajaran bermakna.SSCS juga digunakan untuk membuat pembelajaran lebih terfokus pada siswa atau disebut dengan pembelajaran aktif. Guru lebih sedikit meberikan ceramah dan siswa lebih banyak berdiskusi, dan bereksplorasi. Model pembelajaran tersebut sangatlah ideal untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika.

Teori yang mendasari model pembelajaran SSCS adalah teori konstruktivismePiaget yang menjelaskan bahwa proses dibangunnya sebuah pengetahuan dari stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasi baru ke dalam struktur pikiran. Sedangkan akomodasi adalah proses membentuk atau memodifikasi struktur pikiran karena adanya informasi baru yang tidak dapat diasimilasi. Dengan demikian dalam proses asimilasi, seseorang hanya memperoleh pengetahuan baru tetapi tidak menambahkan kualitas pengetahuan, sedangkan pada proses akomodasi kualitas pengetahuan seseorang akan bertambah.7

7

Eman Suherman dkk, strategi pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA Press, 2003), h.36.


(25)

Berangkat dari pemahaman bahwa pengetahuan seseorang diperoleh dari konstruksi pengalaman dan rekonstruksi pengetahuan, Slavin menjelaskan bahwa teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan dan membangun sendiri pengetahuan mereka.Ia juga menjelaskan bahwa “konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang berpusat pada siswa dan menekankan pada aktivitas siswa mengkonstruksi pengetahuan dalam benaknnya sendiri”.8Peranan guru dalam pembelajaran

konstruktivisme bukan untuk memberikan jawaban akhir kepada siswa tetapi sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk memebentuk pengetahuannya sendiri.Siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sehingga memperoleh sendiri pemahamannya tentang suatu konsep dengan aktivitas-aktivitas yang dikerjakan.

Berikut merupakan prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme:9

1) Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif,

2) Fokus dalam proses belajar terletak pada siswa(student centered) 3) Mengajar dalah membantu siswa belajar

4) Fokus terhadap proses belajar bukan hasil 5) Menekankankan partisipasi siswa

6) Guru berperan sebagai fasilitator

Selanjutnya dikatakan bahwa dalam pembelajaran konstruktivisme, aktivitas matematika mungkin terwujud dengan masalah yang menantang, diskusi kecil dan diskusi kelas atau bisa dikatakan bahwa proses pembelajaran dalam konstruktivisme merupakan problem centered approach.10Sejalan dengan prinsip

dan pendapat tersebut makan terlihat bahwa model pembelajaran problem solving

SSCS berorientasi pada teori pembelajaran konstruktivisme.

8

Ratna Nurhayati, loc cit.

9

Ibid

10

Eman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : UPI,2002)


(26)

2. Penerapan SSCS dalam Pembelajaran Matematika

Penerapan SSCS dalam pembelajaran matematika artinya melaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi SSCS.Salah satu contoh penggunaan model SSCS dalam pembelajaran matematika disampaikan oleh Irwan dalam tulisannya sebagi berikut:

1) Search (menyelidiki masalah). Dalam tahapan ini siswa memahami soal atau kondisi yang diberikan dengan menggali informasi mengenai apa yang diketahui, yang tidak diketahui dan apa yang ditanyaakan, membuat pertanyaan-pertanyaan kecil sehingga timbul sebuah ide untuk dijadikan fokus dalam penyelesaikan masalah.

2) Solve (merencanakan penyelesaian masalah yang telah ditemukan). Dari data yang telah ditemukan dalam tahap search siswa diberikan kesempatan membuat beberapa dugaan (hipotesisa) alternatif untuk memecahkan masalah kemudian merencanakan penyelesaikan masalah dengan metode yang telah dipilih.

3) Create (menyelesaiakn masalah). Siswa menciptakan produk atau membuat formula sebagai cara untuk menyelesaikan masalah berdasarkan hipotesis pada tahap sebelumnya, memeriksa kembali hasil temuannya kemudian menyajikan laporan solusi penyelesaian masalah tersebut sekreatif mungkin untuk dikomunikasikan kepada teman yang lain.

4) Share (mengkomunikasikan hasil penyelesaian). Setelah siswa menyelesaikan dan membuat laporan solusi penyelesaian masalah, siswa diminta untuk menjelaskan hasil kerja mereka kepada guru dan teman-temanya untuk umpan balik dan evaluasi.

Dengan mengacu pada teori-teori yang telah diuraikan sebelumnya,secara umum langkah pembelajaran dengan model pemecahan masalah SSCS yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pendahuluan

1) Guru menyiapkan materi pokok dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). 2) Guru melakukan apersepsi.


(27)

3) Guru menjelaskanproses pembelajar dengan SSCS. 4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

5) Guru memberikan motivasi. b. Kegiatan Inti

1) Guru memberikan permasalahan atau situasi terkait materi pembelajaran yang akan disampaikan dalam LKS.

2) Siswa memperhatikan dan mendengarkan secara aktif penjelasan dan istruksi dari guru.

Search

3) Siswa diminta untuk mencari dan menuliskan informasi apa yang diketahui dari masalah atau situasi yang diberikan

4) Siswa menganalisa informasi yang telah ditemukan dan menyimpulkan masalah atau situasi yang dihadapi

Solve

5) Siswa mencari dan memilih informasi yang berkaitan dengan pertanyaan dalam masalah atau situasi yang diberikan kemudian

6) Menyelesaikan masalah atau situasi yang diberikan

Create

7) Siswa diminta untuk membuat produk yang berkaitan dengan masalah atau situasi yang diberikan dalam LKS.

8) Siswa membuat laporan penyelesaian tersebut dengan sekreatif mungkin

Share

9) Siswa mempresentasikan proses penyelesaian msalah secara individual atau kelompok di depan kelas.

10) Individu atau kelompok lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

(SSCS terlaksana)

11) Guru dansiswa melakukan membuat kesimpulan mengenai solusi dari sebuah permasalahan yang diberikan dan materi yang dipelajari.

12) Siswa diberi kesempatan untuk memperbaiki hasil penyelesaian setelah pengambilan kesimpulan.


(28)

Guru c. Kegiatan Penutup

1) Memberikan tugas individual kepada siswa.

2) Guru memberikan informasi tentang pembelajaran dipertemuan yang akan datang.

Berikut adalah desain pembelajaran dengan model problem solving SSCS yang diterapkan dalam penelitian ini:

Gambar 1. Desain Pembelajaran dengan SSCS

3. Disposisi Matematik

Terdapat delapan kompetensi yang diharapkan muncul setelah peserta didik belajar matematika, yaitu :1) pemahaman konsep, 2) penalaran adaptis, 3) penguasaan prosedur, 4) penguasaan komunikasi, 5) penguasaan koneksi,

Masalah atau kondisi

Proses pembelajaran dengan SSCS

Membaca LKS dan mencari informasi

Search

Solve

Menyelesaikan masalah yang

diberikan

Create

Membuat laporan penyelesaian yang akan dipresentasikan

Share

Mempresentasikan hasil penyelesaian di


(29)

6) kompetensi strategis, 7) pemecahan masalah dan 8) disposisi produktif.11

.Kompetensi tersebut secara umum bisa kita kelompokan menjadi dua, kompetensi kognitif yang mencangkup kompetensi pertama sampai ke-tujuh dan disposisi matematik sebagai kompetensi afektif.

Salah satu kompetensi yang diharapkan muncul setelah siswa mempelajari matematika di atas adalah disposisi produktif.Disposisi matematik itu sendiri diungkapkan oleh Suhendra merupakan kemampuan untuk selalu memandang matematika secara positif, menguntungkan dan bermanfaat.12 Individu yang memiliki disposisi yang baik akan mencari hal positif pada matematika meskipun dia menemukan kesulitan dalam matematika itu sendiri karena dia meyakini bahwa apa yang dipelajari dari matematika selalu bisa digunakan baik dalam proses pembelajaran atau dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Sementara Utari menjelaskan bahwa disposisi matematik diartikan sebagai keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika.13Siswa dengan disposisi matematik yang baik merasa kegiatan matematika seperti memahami serta memecahkan masalah matematika merupakan hal yang tidak sukar lagi karena dia sudah terbiasa melakukannya. Dalam proses pembelajaran siswa akan terlihat nyaman dalam mempelajari matematika, tidak ada rasa cemas saat menemui kesulitan dalam memahami materi atau menyelesaikan masalah.

Sejalan dengan kedua pendapat di atas Katz lebih khusus mendefinisikan disposisi sebagai kecenderungan untuk berperilaku secara sadar, teratur, dan sukarelauntuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks pembelajaran matematika disposisi matematik (mathematical disposition) berkaitan dengan bagaimana sikap siswa menyelesaikan masalah matematik, apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian

11

Suhendra dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta: UT. 2007), h.7.21.

12

Suhendra, op cit, h.7.23

13

Rochman Natawidjaja dkk (ed), Rujukan filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan, (Bandung : UPI Press. 2008), h.684.


(30)

masalah, bagaimana siswa bertanya, menjawab pertanyaan, mengkomunikasikan ide-ide matematik dan bekerja dalam kelompok.14

Dari penjelasan di atas disimpulkan secara singkat bahwa disposisi matematik adalah kecenderungan untuk memandang matematika sebagai hal yang bermanfaat, bersikap positif terhadap matematikadanterbiasa melakukan kegiatan matematik.

Suhendra menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki disposisi produktif melakukan beberapa hal seperti: 1) memandang ideatau gagasan matematika sebagai sesuatu yang benar, 2) meyakini bahwa matematika selalu bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun bidang lain bila kitamemanfaatkanya dengan baik dan benar, dan 3) berusaha untuk lebih menguasai dan memahami matematika.15 Individu yang memiliki disposisi produktif akan senantiasa melihat matematika secara positif dan yakin bahwa mempelajari matematika dengan kesungguha selalu dapat memberikan manfaat dalam kehidupannya.

Secara lebih rinci National Council of Teacher Mathematis menjelaskan bahwa untuk menilai disposisi matematik siswa bisa dilihat dari tujuh indikator berikut:16

1) Percaya diri menggunakan matematika dalam menyelesaikan masalah, menyampaikan ide dan pendapat,

2) Fleksibel dalam bermatematika dan mencoba menggunakan berbagai metode lain dalam memecahkan masalah,

3) Gigih dan tekun dalam mengerjakan tugas matematika

4) Memiliki rasa ingin tahu dan ketertarikan yang baik terhadap matematika 5) Melakukan refleksi atas cara berpikir dan tugas yang telah diselesaikan

14

Ali Mahmudi, Tinjauan Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematikdan Disposisi Matematik, makalah disampaikan Pada Seminar Nasional Pendidikan MatematikaDiselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan MatematikaFMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 17 April 2010.

15

Suhendra dkk.loc.cit.

16

National Council of Teachers of Mathematics,Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. (VA: NCTM Inc, 1989),h.233.


(31)

6) Menghargai aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari dan disiplin ilmu yang lain

7) Mengapresiasi matematika sebagai alat dan bahasa.

Ketujuh indikator di atas mencangkup sikap positif dan kebiasaan berpikir serta bertindak matematis yang menjelaskan bahwa disposisi matematik bukan hanya berkaitan dengan sikap positif seperti menyukai dan semangat tetapi juga bagaimana prilaku siswa saat melakukan kegiatan matematika.

Disposisi dan perilaku cerdas dalam upaya menyelesaikan persoalan sederhana sampai kompleks dinamai Costa (Costa, Ed, 2001) dengan istilah

habits of mind (kebiasaan berpikir).17Habits of mind adalah karakter dan sikap

yang diterlihatdari seseorang yang cerdas saat dihadapkan kepada masalah yang tidak bisa langsung diselesaikan.

Risnanosanti menjelaskan bahwa karakteristik psikologis yang termasuk dalam habitd of mind adalah ketekunan pribadi, kecenderungan untuk memilih strategi yang efektif dan mengaplikasikan strategi tersebut dalam menyelesaikan masalah.18 Selanjutnya Costa menjelaskan mengenai sifat dan sikap yang

merupakan indikator yang akan terlihat saat seseorang yang memiliki disposisi yang baik dan prikalu cerdas, yaitu:19

1) Bertahan atau pantang menyerah (Persisting).

Siswa terkadang menyerah dan merasa putus asa saat jawaban dari sebuah masalah tidak langsung mereka ketahui dan berkata “aku nggak bisa jawab” atau “ini sulit banget”, kemudian secepat mungkin menulis jawaban apa saja untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Dengan persisting, siswa tidak akan pantang menyerah ketika menghadapi masalah yang rumit. Mereka mampu mennganalisa suatu masalah kemudian

17

Utari sumarmo, Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik, 2011, h.12. (http://math.sps.upi.edu/?p=58)

18

Risnanosati, Habits of Mind dan kaitannya dengan kemampuan berpikir matematis, h 256.

19

Arthur L.Costa dan Bena Kallick, Describing 16 Habits of Mind, 2012, (http://www.ccsnh.edu/documents/CCSNH%20MLC%20HABITS%20OF%20MIND%20COSTA -KALLICK%20DESCRIPTION%201-8-10.pdf)


(32)

mengembangkan strategi untuk menyelesaikannya.Mereka mencoba apakah strategi yang mereka miliki dapat digunakan atau tidak, dan saat strategi itu tidak berhasil mereka tahu dari mana harus memulai untuk memperbaikinya dan mencobanya kembali sampai berhasil.

2) Mengatur kata hati (Managing Impulsivity). Individu yang dapat mengatur kata hatinya akanberpikir sebelum bertindak. Ia akan megumpulkan, memahami dan mempertimbangkan segala informasi yang dimilikinya sebelum mengatur stategi untuk mencapai tujuan serta selalu memandang positif alternatif lain yang bisa digunakan.

3) Mendengarkan pendapat orang laindengan rasa empati. Menurut beberapa psikolog, salah satu bentuk prilaku cerdas adalah menghabiskan waktu untuk mendengarkan pendapat orang lain dengan rasa empati dan perhatian yang besar sehingga mampu memahami apa yang mereka sampaikan. Tapi tentu saja bukan selalu harus setuju dengan pendapat tersebut.

4) Berpikir luwes (Thinking flexibly). Penemuan yang menakjubkan tentang otak manusia adalah kemapuannya mengikat kembali, merubah bahkan memperbaiki sendiri untuk menjadi lebih pandai. Individu yang fleksibel sangat terbuka dan mampu mengubah pandangannya saat mendapatkan informasi baru yang membuat ia menjadi semakin pandai.

5) Berpikir metakognitif, yaitu berpikir tentang apa yang sedang difikirkan. Individu yang berpikir matekognitif memahami apa yang diketahui dan tidak diketahuinya kemudian menggunakan kesadaran tersebut untuk mengontrol apa yang dilakukan.

6) Berusaha bekerja secara teliti dan tepat. Individu yang memliki karakter ini akan bekerja lebih teliti dan cenderung memiliki standar yang tinggi dalam melakukan sesuatu serta belajar terus menerus. Ia akan meriksa kembali dan berusaha memperbaiki apa yang telah dikerjakannya untuk memperoleh hasil yang baik dan benar sehingga terhindar dari kesalahan.

7) Bertanya dan mengajukan masalah secara efektif. Individu yang cerdas mengetahui bagaimana cara bertanya yang efektif untuk mengumpulkan data dan atau informasi pendukung asumsi dan kesimpulan mereka.


(33)

8) Memanfaatkan pengetahuan lama untuk membangun pengetahuan yang baru. Salah satu prilaku cerdas adalah belajar dari pengalaman. Ketika dihadapkan dengan masalah baru dan membingungkan ia akan menganalogikan dan menghubungkanya dengan pengalaman lama.

9) Berpikir dan berkomunikasi secara jelas dan tepat. Bahasa yang baik memiliki peran yang penting dalam peningkatan kognitif seseorang dan kemampuannya untuk berpikir kritis. Penggunaan bahasa yang jelas, tepat dan tidak berlebihan serta menghindari distorsi akan melahirkan pemikiran yang efektif.

10) Memanfaatkan indera dalam mengumpulkan dan mengolah data. Individu yang memiliki karakter ini dapat berpikir intuitif dalam memperkirakan solusi sebelum menyelsaikan tugas secara analitik.

11) Mencipta, berkayal, dan berinovasi. Karakter ini bukan merupakan hal yang tumbuh begitu saja, tetapi berkembang dengan pembiasaan yang terus menerus. Individu yang terbiasa mencipta dan berinovasi serta berkhayal cenderung memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda sehingga menghasilkan sesuatu yang kreatif.

12) Bersemangat dalam merespons. Individu yang bekerja dengan penuh semangat tidak hanya mengungkapkan saya mampu tetapi juga saya senang melakukannya. Ia akan dengan senang hati merespon apa yang tejadi di sekitarnya.

13) Berani bertanggung jawab dan menghadapi resiko atas masalah yang telah diselesaikan. Briggs mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk sukses adalah berani mengambil segala resiko yang mungkin akan terjadi. individu yang memiliki karakter ini tidak akan takut menghadapi kegagalan karena telah memperkirakan hal tersebut.

14) Humoris. Gelak tawa memberikan manfaat positif terhadap psikologi seseorang. Selain itu, rasa humor dapat melahirkan kreatifitas dan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk membuat cerita yang berhubungan, mebandingkan dan menganalogi sesuatu.

15) Berpikir saling bergantung satu sama lain. Sebagai makhluk sosial manusia tentu tidak lepas dari ketergantunganya terhadap orang lain karena saling


(34)

membutuhkan satu sama lain. Individu yang memiliki karakter ini menyadari bahwa dengan bersama akan menjadi lebih kuat daripada sendiri. Ia akan merasa nyaman saat belajar dan bekerja secara kelompok.

16) Belajar yang berkelanjutan. Individu yang cerdas akan terus belajar, mencari sesuatu yang baru untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan kemapuan mereka.

Indikator-indikator yang dijelaskan di atas sejalan dengan KTSP yang menjelaskan bahwa tujuan pendidikan matematika dalam ranah afektif adalah memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, memiliki rasa ingin tahu, minat dan perhatian dalam mempelajari matematika, serta gigih dan tekun dalam menyelesaikan permasalahan matematika.20Ini menyimpulkan bahwa pengembangan disposisi matematika siswa juga menjadi salah satu tujuan pendidikan di Indonesia.

Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa disposisi matematik lebih dari sekedar menyukai matematika. Siswa yang menyukai matematika mungkin masih semangat dalam mengikuti proses pembelajaran dan mengerjakan tugas tetapi bisa jadi tidak yakin dengan kemampuan mereka saaat diberikan masalah yang berbeda, hal ini tidak akan terjadi pada siswa yang memiliki disposisi matematik, ia akan percaya diri dan yakin bahwa masalah akan terpecahkan walaupun dengan cara yang sedikit lebih rumit. Keyakinan ini, mempengaruhi pekerjaan siswa ketika mereka memecahkan masalah.Dengan demikian bisa kita katakana bahwa walaupun beberapa siswa memiliki sikap yang baik terhadap matematika, mereka bisa saja tidak memiliki indikator disposisi matematik yang telah dirumuskan.21

Berdasarkan pengkajian masalah dan teori, indikator disposisi matematik yang akan ditingkatkan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:

20

Sri Whardani, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika ,(Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008).h.8

21


(35)

1) Ketertarikan terhadap matematika

Ketertarikan merupakan modal utama siswa untuk menyukai matematika. Jika siswa tidak lagi menganggap matematika sebagi pelajaran yang menakutkan aplikasinya adalah siswa akan merasa enjoy saat belajar dan semangat untuk terus mempelajari matematika. Indikator ketertarikan yang akan ditingkatkan dalam penelitian adalah, semangat dalam belajar dan aktif mengajukan pertanyaan.

2) Kapercayaan diri siswa

Indikator kepercayaan diri siswa yang akan ditingkatkan dalam penelitian adalah percaya diri dengan kemampuan matematika yang dimiliki dan percaya diri dalam mengemukaan pendapat.

3) Kegigihan dan ketekunan

Indikator kepercayaan diri siswa yang akan ditingkatkan dalam penelitian adalah tidak pantang menyerah saat menemukan masalah dan mengerjakan tugas sebaik-baiknya

4) Fleksibelitas

Indikator fleksibelitas siswa yang akan ditingkatkan dalam penelitian adalah bekerja sama dan berbagi pengetahuan dan menggunakan beragam strategi dalam menyelesaikan masalah.

5) Metakognisi

Indikator metakognisi yang akan ditingkatkan dalam penelitian adalah mengetahui apa yang diketahui dan apa yang akan dilakukan dalam menyelesaikan masalah, menggambarkan proses penyelesaian masalah dan memeriksa kembali hasil pekerjaan

4. Keterkaitan Model Pembelajaran SSCS dengan Disposisi Matematik Telah dijelaskan sebelumnya bahwa disposisi matematik akan tumbuh dengan kebiasaan bersikap kritis, cermat, objektif, kreatif, terbuka serta menghargai matematika juga berpikir matematik.Secara umum, kegiatan dalam model pembelajaran SSCS memberikan kesempatan kepada siswa untuk terbiasa


(36)

melakukan hal tersebut di atas.Siswa dilatih untuk bersikap kritis dan cermat saat mengindentifikasi masalah dan mencari (search) informasi guna menyelesaikan masalah. Siswa terbiasa berpikir objektif dan terbuka dalam memilih caramenyelesaikan (solve) masalah, serta kreatif membuat (create) solusi penyelesaiannya. Hal ini sejalan dengan laporan dari laboratory Network program yang menginformasikan bahwa model pembelajaran SSCS mampu mengembangkan disposisi matematik siswa.

Lebih rinci lagi, keterkaitan model pembelajaran SSCS dengan aspek disposisi matematik siswa dalam penelitian ini bisa terlihat dalam kegiatan pada setiap tahapanberikut:22

1. Search

1) Siswa diminta untuk mencari dan menuliskan informasi apa yang diketahui dari masalah atau situasi yang diberikan

2) Siswa menganalisa informasi yang telah ditemukan dan menyimpulkan masalah atau situasi yang dihadapi

Pada tahap ini, dengan aktif mencari informasi sendiri ketertrikan siswa terhadap matematika dapat ditumbuhkan. Dengan menggali dan menganalisa informasi yang diberikan secara mandiri siswa berinteraksi langsung dengan masalah matematika, selain itu dalam kegiatan di fase ini siswa juga diberi kesempatan untuk bertanya dan belajardari berbagi sumber sehingga lambat laun tanggapan mengenai matematika susah bisa dihilangkan dan siswa bisa menyukai matematika yang kemudian membuat siswa semangat belajar

2. Solve

1) Siswa mencari dan memilih informasi yang berkaitan dengan pertanyaan dalam masalah atau situasi yang diberikan

2) Menyelesaikan masalah atau situasi yang diberikan

Pada tahap solve siswa dituntut untuk menyelesaika tugas atau masalah yang diberikan. Siswa tidak bisa melanjutkan ke tahap selanjutnya sebelum menyelesaikan masalah. Dengan demikian siswa terlatih untuk tidak mudah

22


(37)

menyerah dalam menyelesaikan tugas dan mengerjakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya.

3. Create

1) Siswa diminta untuk membuat produk yang berkaitan dengan masalah atau situasi yang diberikan dalam LKS.

2) Siswa membuat laporan proses penyelesaian tersebut dengan sekreatif mungkin

Pada kegiatan ini siswa diminta untuk membuat sesuatu yang berkaitan denga materi yang diajarkan dan laporan penyelesaian yang berisi tentang prosespenyelesaian masalah. Dalam membuat sesuatu seseorang haruslah memiliki pikiran yang luwes sehingga menghasilkan sesuatu yang beda dan kreatif.seseorang yang tidak memiliki pemikiran yang luwes yang dia hasilkan hanya itu-itu saja. Dengan demkian fleksibelitas dapat siswa ditingkatkan pada fase ini. Selain itu kemampuan metakognisi siswa juga terlatih saat ia menuliskan kembali proses penyelesaian yang ia lakukan.

4. Share

1) Siswa mempresentasikan proses penyelesaian msalah secara individual atau kelompok di depan kelas.

2) Individu atau kelompok lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

3) Memeriksa kembali solusi setelah menerima umpan balik dari guru dan teman yang lain.

Kegiatan pada tahap terakhir model SSCS ini melatih tiga aspek disposisi matematik sekaligus, yaitu: 1) Menanamkan keberanian siswa menunjukan kemampuan dirinya dalam menyelesaikan msalah dan mengemukakan pendapat serta berargumentasi membuat kepercayaan diri siswa tumbuh, 2) Membiasakan siswa medengarkan pendapat teman-temanya yang membuat siswa berpikir fleksibel dalam berbagi pengetahuan, dan 3) metakognitis siswa, si mana siswa diberikan kesempatan untuk memperbaiki hasil kerja mereka.Siswa yang


(38)

memperbaiki hasil pekerjaanya tentu tahu dimana dia harus menambah atau mengurang.

Dari penjelasan di atas, dapat diasumsikan bahwa model pembelajaran SSCS dapat meningkatkan aspek disposisi matematik yang menjadi bahasan dalam penelitian ini, yaitu: 1) ketertarikan, mencangkup semangat dalam belajar dan aktif mengajukan pertanyaan, 2) kepercayaan diri siswa, mencangkup percaya akan kemampuan yang dimiliki, dan kepercayaan diri dalam mengungkapkan pendapat, 3) kegigihan dan ketekunan, mencangkup tidak pantang saat menemukan masalah dan mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya, 4) fleksibel, mencangkup bekerja sama dan berbagi pengetahuan serta menggunakan beragam strategi dalam menyelesaikan masalah, dan 5) berpikir metakognitif, mencangkup mengetahui apa yang diketahui dan apa yang akan dilakukan dalam menyelesaikan masalah, mendeskripsikan proses penyelesaian masalah dan memeriksa kembali hasil kerja.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan penguat penelitian mengenai peningkatan disposisi matematik siswa dengan model pembelajaran SSCS, penulis mengutip beberapa penelitian yang memberikan informasi bahwa model pembelajaran SSCS dapat meningkatkan sikap positif matematik di antaranya:

1) Penelitian Irwan (2010) dengan judul Pengaruh Pendekatan Problem Solving model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran matematik Mahasiswa Matematika. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran SSCS memeberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatnya kemamapuan penalaran mahasiswa. Peneliti juga menjelaskan bahwa selain dapat meningkatkan penalaran matematik, model SSCS dapat meningkatkan semangat,aktifitas dan kerjasama sehingga tercipta sikap positif siswa dalam matematika.23

2) Penelitian Ratna Nurhayati pada skripsinya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) untuk Meningkatkan

23


(39)

Kemampuan Pemecahan MasalahMatematik Siswa SMP” Hasil penelitian menginformasikan bahwa dengan penerapan SSCS kemampuan pemecahan matematika siswa meningkat, danpada umumnya siswa SMP tertarik jugamemberikan sikap positif terhadap matematika.24

Selain penelitian tetang model SSCS yang dapat meningkatkan sikap posistif siswa terhadap matematika peneliti juga mengutip beberapa penelitian yaneg memberikan informasi bahwa pembelajaran berbasispemecahan masalah dapat meningkatkandisposisi matematik, antara lain:

1) Penelitian Mumun Syaban dengan judul Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi. Hasil penelitian Mumun ini menunjukan bahwa daya matematik dan sisposisi siswa yang mendapat pembelajaran investigasi jauh lebih baik dari siswa SMA yang mendapat pembelajaran konvensional.25

2) Penelitian Novita Yuanari pada skripsisnya yang berjudul Penerapan Strategi TTW (Think-Talk-Write) Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematik Siswa Kelas VIII SMPN 5 Wates Kulonprogo menunjukan bahwa banyak siswa mengalami peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Adapun mengenai disposisi matematik siswa, penelitian menunjukan bahwa pada siklus I disposisi matematik siswa masih perlu ditingkatkan, dan pada siklus II baru terlihat bahwa disposisi meningkat setelah belajar dengan strategi TTW.26

3) Penelitian Karlimah pada desertasinya yang berjudul “Pengembangan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematik Mahasiswa PGSD melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”.Penelitian menunjukan bahwa kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah serta

24

Ratna Nurhayati, op cit, h.61.

25

Mumun Syaban, “Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi”, Jurnal Pendidikan Educationist vol. III No. 2, Juli 2009.h.136.

26

Novita Yunarti, “Penerapan Strategi TTW (Think-Talk-Write) Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematik Siswa Kelas VIII SMPN 5 Wates Kulonprogo (2011)


(40)

disposisi matematik mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah jauh lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.27.

4) Penelitian Sri Wardhani, Utari Sumarmo dan Izumi Mishitina dengan judul “Mathematical creativity and Disposition : Experiment with Grade-10 Students using Silver Inquiry Approach menunjukan bahwa tidak ada siswa yang memiliki disposisi negative setelah mengikuti pelajaran dengan pendekatan Silver Inquiry yang merupakan pendekatan pemecahan masalah.

C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan

Pembelajaran matematika tidak hanya menitikberatkan kepada kemampuan kognitif semata melainkan juga afektif mengingat bahwa reaksi afektif sebenarnya selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan aspek kognitif seseorang.Saat siswa mengerjakan tugasnya dan mempelajari bagaimana menyelesaikan tugas tersebut mereka secara bersamaan mempelajari apakah mereka suka atau tidak melakukakannya. Siswa mengatasi tugas-tugas sulit dengan lebih efektif ketika mereka menikmati apa yang mereka kerjakan, dan kesuksesan tersebut kemudian membuat merka gembira dan bangga terhadap dirinya sendiri. Begitu sebaliknya, siswa mungkin akan merasa cemas dan frustasi dalam mempelajari materi dan mengembangkan rasa tidak senang atau sikap negatif.28

.

Lebih lanjut, selain reaksi afektif yang dijelaskan di atas, disposisi matematik juga berkaitan dengan bagaimana siswa berpikir dan betindak dalam bermatematika. Oleh sebab itu disposisi matematik merupakan hal penting yang diperlukan siswa dalam proses pembelajaran dan sebagai modal untuk menjadi

ploblem solver yang handal baik di dalam kelas dan kehidupan sehari-hari.

Sampai saat ini peserta didik masih menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga mempengaruhi kepada pandangan dan

27

Karlimah ,Pengembangan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematik Mahasiswa PGSDmelalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, disertasiFMIPA UPI, 2012, (respository UPI).

28


(41)

tindakannya terhadap matematika. Pandangan dan tindakan yang negatif tersebut membuat siswa tidak senang dalam mempelajari matematika yang kemudian mengakibatkan mereka tidak sepenuhnya memahami konsep yang dipelajari apalagi merasakan manfaat matematika itu sendiri. Hal ini jelas menunjukan bahwa tujuan pembelajaran matematika yang ideal belum tercapai.

Belum tercapainya tujuan pembelajaran metematika si atas seyogyanya perlu diperhatikan oleh pelajar dan pengajar dalam proses pembelajaran.Guru yang memiliki tugas utama dalam keterlaksanaan proses pembelajaran harus lebih memperhatikan tujuan yang ideal tersebut, yang salah satunya dengan merancang skenario pembelajaran sedemikian rupa sehingga disposisi matematik siswa bisa tumbuh dan berkembang.

Berdasarkan paparan kajian teori dan penelitian yang dijadikan rujukan di atas, diasumsikan bahwa salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan disposisi matematik adalah pendekatan berbasis masalah. Pada proses pembelajaran berbasis masalah siswa diberikan sebuah permasalahan di mana mereka harus memahami dan menyelesaikannya sehingga siswa terbiasa dengan kegiatan berpikir matematika. Pada proses memahami dan menyelesaikan masalah tersebut siswa diberi kesempatan untuk mengenal lebih jauh tentang aplikasi matematika, mereka terbiasa berpikir kritis, cermat, objektif serta terbuka.Siswa dilatih untuk bekerja secara aktif dan mandiri.Bekerja secara aktif dan mandiri dalam menyelesaikan masalah membuat siswa berpikir dan berhati-hati dalam bertindak dan mengambil keputusan dengan pengalam lama dan informasi yang baru mereka temukan,saat siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan kemampuannya sendiri timbulah kepercayaan diri dan sikap positif terhadap matematika.29

Model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share) merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah. Dengan demikian diasumsikan pula bahwa dengan tahapan kegiatan pada proses

29

Erna Suwangsih dan Tiurlina ,Model Pembelajaran Matematika, (Bandung, UPI: 2006), h. 128.


(42)

pembelajaran model pembelajaran SSCS dapat meningkatkan disposisi matematik siswa, terlebih pada tahap terakhir dalam model pembelajaran ini siswa membagikan informasi mengenai penemuan atau hasil penyelesaikan masalah kepada kawan-kawannya yang lain. Denganya siswa terlatih untuk mendengarkan pendapat orang lain, mengajukan dan mempertahankan pendapat, bersemangat dalam merespon, dan berani bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan.


(43)

(44)

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori-teori yang melandasi objek kajian penelitian serta mengacu pada hasil penelitian yang relevan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Penerapan model pembelajaran SSCS (Search, solve, Create and Share) dapat meningkatkan disposisi matematik siswa kelas VIII di SMP Negeri Jatisari”


(45)

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN Jatisari Karawang yang beralamat di Jalan Raya Jatisari, Jatisari Karawang 41374 di kelas VII H. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2013 - Mei 2013.

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan salah satu bagian dari penelitian tindakan yang memiliki tujuan lebih khusus, yaitu berkaitan dengan kelas.1 PTK secara umum bertujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan proses pembelajaran di dalam kelas dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan secara bersama di kelas.2 Adapun tujuan utama pada penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan dan sikap siswa dalam pembelajaran di kelas, khususnya peningkatan disposisi matematik setelah siswa mengalami proses pembelajaran dengan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share).

Tahap penelitian ini diawali dengan dilakukannya penelitian pendahuluan (pra tindakan) yang akan dilanjutkan dengan tindakan berupa siklus yang terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi pada siklus I. jika hasil siklus II menunjukan terdapat indikator keberhasilan penelitian yang belum tercapai, maka penelitian dilanjutkan ke siklus II dengan mengacu pada refleksi I. Penelitian tindakan dihentikan saat hasil dari siklus II sudah menunjukan indikator keberhasilan telah tercapai, jika sebaliknya maka tindakan kembali dilakukan pada siklus selanjutnya.

1

Suharsimi Arikunto, suhardjono dan Supardi, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara,2008), hal 57.

2

Basrowi, dkk, Prosedur Penelitian Tindakan Kelas, (Bogor : Ghalia Indonesia,2008). Hal 52.


(47)

Adapun uraian kegiatan yang dilakukan peneliti pada setiap tahap intervensi dalam diagram di atas adalah sebagai berikut:

1. Penelitian pendahuluan a. Observasi proses pembelajaran

Pengamatan proses pembelajaran dilakukan untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika di kelas berlangsung. Adapun aspek yang diamati meliputi kesiapan siswa dalam belajar, perhatian siswa terhadap penjelasan guru, repon siswa terhadap pertanyaan yang diajukan, intensitas bertanya siswa, serta interaksi siswa dengan siswa dan sisa dengan guru selama proses pembelajaran.

b. Wawancara dengan guru tentang aktivitas belajar siswa

Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai masalah yang apa yang biasa ditemui guru dan siswa dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Adapun hal-hal yang ditanyakan meliputi sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung, respon siswa jika diminta untuk menjelaskan kembali materi atau jawaban di depan kelas, sikap siswa terhadap teman yang sedang menjelaskan, dan kebiasaan jelek yang biasa dilakukan siswa

c. Angket terbuka

Angket terbuka diberikan kepada siswa untuk melihat bagaimana pandangan siswa mengenai matematika. Hal yang ditanyakan dalam angket ini adalah, apakah siswa menyukai pelajaran matematika dan apa alasanya, apa yang dirasakan siswa saat belajar matematika, dan kesulitan apa yang ditemui siswa dalam belajar matematika.

2. Siklus 1

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan peneliti merancang kegiatan yang akan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan LKS (lembar Kerja Siswa). Selain itu, peneliti juga


(48)

mempersiapkan instrument-instrumen berupa lembar observasi kegiatan, catatan lapangan, skala disposisi matematik dan tes hasil belajar siswa.

Sebagai acuan perbaikan pada siklus II dari refleksi siklusI, peniliti membuat rencana perbaikan sebagai berikut:

1) Jika kekurangan terdapat pada hasil kognitif siswa maka perbaiakan yang akan dilakukan adalah membuat siswa lebih banyak berlatih dengan memberikan tugas individu.

2) Jika kekurangan terdapat pada disposisi matematik, guru menggunakan nama-nama siswa dalam LKS agar siswa merasa dekat dan tertarik dengan matematika pada tahap search. Selain itu guru meminta siswa untuk mencari soal-soal bangun ruang yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari untuk dikerjakan padda tahap solve sehingga siswa terbiasa untuk fleksibel dan mengetahui apa yang telah dipelajari dan dikerjakan. Kemudian siswa akan merasa percaya diri saat masalah yang diberikan ternyata dapat mereka selesaikan dan presentasikan di hadapan teman-temanya.

b. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, guru menjelaskan proses pembelajaran dengan model Search, Solve, Create and Share SSCS. Kemudian guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya, yaitu pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran SSCS pada materi bangun datar segitiga. Guru memberikan lembar Kerja Siswa (LKS) di mana siswa diarahkan untuk mengalami proses pembelajaran dengan SSCS yang diasumsikan dapat meningkatkan disposisi matematik siswa.

c. Tahap Observasi

Observasi dilakukan oleh peneliti dan kolaborator untuk mengamati aktivitas dalam pembelajaran dengan model SSCS di kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Peneliti mengumpulkan data tentang proses dan hasil pembelajaran dengan catatan lapangan, lembar observasi kegiatan, dan dokumentasi. Sedangkan untuk mengumpulkan data tentang disposisi matematika peneliti memberikan skala disposisi matematik


(49)

d. Tahap Refleksi

Pelaksanaan refleksi berupa evaluasi data-data yang telah dikumpulkan. Peneliti dan guru mata pelajaran bediskusi untuk menganalisis dan mengevaluasi hasil data yang telah didapat. Evaluasi yang dilaksanakan antara lain meliputi kualitas aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, disposisi matematik siswa, serta kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa. Keseluruhan hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai pedoman untuk merancang tindakan yang akan dilaksanakan siklus II yang lebih baik sehingga kekurangan yang terdapat di siklus I tidak terjadi lagi dan indikator keberhasilan penelitian bisa tercapai.

3. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang merupakan perbaikan dari pelaksanaan tindakan siklus I beserta bahan ajar atau LKS. Peneliti menyiapkan instrumen-instrumen penelitian, yaitu lembar observasi, catatan lapangan, tes hail belajar dan skala disposisi matematik siswa pada akhir siklus II

b. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya, yaitu pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran SSCS pada materi bangun datar segitiga. Guru memberikan bahan ajar berupa lembar Kerja Siswa (LKS) di mana siswa diarahkan untuk mengalami proses pembelajaran dengan SSCS yang diasumsikan dapat meningkatkan disposisi matematik siswa.

c. Tahap Observasi

Observasi dilakukan oleh peneliti dan kolaborator untuk mengamati aktivitas dalam pembelajaran dengan model SSCS di kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Peneliti mengumpulkan data tentang proses dan hasil pembelajaran dengan catatan lapangan, lembar observasi kegiatan, dan


(50)

dokumentasi. Sedangkan untuk mengumpulkan data tentang disposisi matematika peneliti memberikan skala disposisi matematik

d. Tahap Refleksi

Pada tahap ini peneliti dan observer melakukan analisis terhadap hasil pengamatan observer untuk seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran pada siklus II. Jika hasil dari siklus II sudah menunjukan bahwa indikator keberhasilan tercapai, maka penelitian dihentikan. Sedangkan jika belum tercapai, maka penelitian akan dilanjutkan ke siklus selanjutnya.

C. Subjek Penelitian, Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN Jatisari I Karawang yang memiliki disposisi matematik rendah. Sedangkan objek penelitianya seluruh proses dan hasil pembelajaran matematika yang dirancang untuk meningkatkan disposisi matematik siswa dengan menggunakan model pembelajaran SSCS pada materi bangun datar segitiga dan segiempat.

Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai pelaku penelitian yang berperan langsung sebagai guru yang melakukan proses pembelajaran dengan model SSCS dan pengamat. Peneliti bekerjasama dengan guru mata pelajaran matematika kelas VII SMPN Jatisari I yang berperan sebagi pengamat dan penasehat peneliti dalam membuat rancangan, melakukan tindakan, mengobservasi proses pembelajaran dan merefleksi data yang telah terkumpul serta memperbaiki segala kekurangan untuk diperbaiki di siklus selanjutnya.

D. Intervensi Tindakan

Intervensi tindakan yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan disposisi matematik siswa dengan model pembelajaran SSCS adalah sebagai berikut:

1. Siklus I

Pada taap pelaksanaan guru menjelaskan proses pembelajaran dengan model SSCS. Kemudian guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya, yaitu pembelajaran matematika menggunakan


(51)

model pembelajaran SSCS pada materi bangun datar. Guru memberikan lembar kerja siswa (LKS) di mana siswa diarahkan untuk mengalami proses pembelajaran dengan SSCS yang diasumsikan dapat meningkatkan disposisi matematik siswa.

Setelah pertemuan ke-empat proses pembelajaran dengan model SSCS dilaksanakan, pada pertemuan ke-lima peneliti memberikan angket skala disposisi matematik untuk disisi sebelu sisa mengerjakan soal tes hasil belajar kognitif.

2. Siklus II

Sebelum melaksanakan tindakan di siklus II peneliti mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan LKS yang merupakan perbaikan dari pelaksanaan tindakan siklus I.

Pada tahap pelaksanaan, guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya, yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran SSCS pada mater bangun datar. Guru memberikan bahan ajar berupa LKS.

Di pertemuan ke-sepuluh peneliti memberikan skala disposisi matematik dan soal tes hasil belajar kognitif untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil skala disposisi matematik dan hasil test kognitif siswa, serta untuk mengetahui seberapa jauh ketercapaian indikator keberhasilan penelitian sehingga dapat diambil keputusan apa tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.

E. Hasil intervensi Tindakan yang Diharapkan

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah rendahnya disposisi matematik siswa kelas VII SMPN Jatisari I Karawang yang ditingkatkan dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS). Penerapan model dilakukan berdasarkan asumsi bahwa SSCS merupakan salah satu model yang dapat meningkatkan disposisi matematik.

Adapun hasil yang diharapkan dari intervensi tindakan di atas yang merupakan indikator keberhasilan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(52)

1) Banyak siswa yang nilai disposisi matematiknya ≥ 70 mencapai 70 % 2) Banyak siswa yang nilai hasil belajarnya melebihi KKM mencapai 70 %

Jika kedua indikator keberhasilan telah tercapai, maka penelitian dihentikan. Namun sebaliknya, jika terdapat salah satuatau dua idikator keberhasilan belum tercapai, maka penelitian tindakan ini dilanjutkan ke siklus berikutnya.

F. Data dan Sumber

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam data, yaitu :

1. Data kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini berupa hasil observasi proses pembelajaran, hasil catatan lapangan, hasil angket terbuka mengenai respon siswa, serta hasil wawancara guru dan siswa.

2. Data kuantitatif

Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa hasil pengamata dan skala disposisi matematik siswa serta skor hasil belajar siswa pada materi bangun datar.

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN Jatisari I Karawang yang diberikan treatment dengan model pembelajaran SSCS.

G. Instrumen Pengumpulan Data

Instrument dalam penelitian berfungsi sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data yang diperlukan.3 Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran sehingga dapat diketahui bagaimana keterlaksanaan proses

3

Ihat Hatimah, Rudi susilana, dan Nur Aedi, Penelitian Pendidikan, (Bandung ; UPI Press, 2010) h. 203


(53)

pembelajaran SSCS di dalam kelas. Panduan lembar observasi mengacu kepada kegiatan yang dilakukan pada setiap tahapan model pembelajaran SSCS dan aspek yang diamati meliputi keaktifan siswa dalam mencari informasi, keaktifan siswa bertanya, keaktifan siswa dalam menyelesaikan LKS, keaktifan siswa menyusun bahan presentasi, keaktifan siswa mengajukan berpresentasi dan pendapat serta respon siswa terhadap teman yang mempresentasikan hasil kerja. Lembar observasi terlampir.

2. Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan adalah berupa pengambilan gambar kegiatan proses pembelajaran bangun datar dengan model pembelajaran SSCS di kelas. Dokumentasi dibuat untuk melengkapi data mengenai kejadian yang ditemukan peneliti dalam proses pembelajaran.

3. Catatan lapangan

Catatan lapangan digunakan untuk mencatat kejadian yang ditemukan peneliti dan observer dalam proses pebelajaran yang belum teramati dalam lembar observasi. temuan bisa berbentuk masalah yang terjadi saat proses pembelajaran berlangsung.

4. Skala disposisi matematik

Skala disposisi matematik digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai disposisi matematik siswa. Dalam penelitian ini skala disposisi matematik disusun berdasarkan aspek yang telah ditentukan dalam definisi operasional, yaitu: 1) ketertarikan yang meliputi: semangat dalam belajar, aktif mengajukan pertanyaan dan belajar dari berbagai sumber, 2) kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimiliki, 3) kegigihan ketika menemukan kesulitan, 4) fleksibelitas yang meliputi: bekerja sama dan berbagi pengetahuan, dan mencoba menggunakan solusi alternatif dalammenyelesaikan masalah, 5) metakognisi yang meliputi: mengetahui apa yang diketahui dan yang akan dilakukan, menggambarkan proses penyelesaian masalah dan memeriksa kembali hasil


(54)

jawaban. Pilihan jawaban dalam skala disposisi matematik ini adalah SL (selalu), SR (sering), KD (kadang-kadang) dan TP (tidak pernah).

5. Test

Test formatif berupa soal-soal digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi geometri bangun datar segitiga dan segiempat setelah mengikuti proses pembelajaran SSCS. Soal disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang sebelumnya telah direncanakan dalam RPP.

Untuk mendapatkan data yang valid haruslah disusun instrumen yang baik pula. Suharsimi menjelaskan bahwa sebuah instrumen dikatakan baik jika instrument tersebut valid dan reliabil. Untuk instrmen berupa lembar observasi, dan angket terbuka kevalidannya dilihat dari validitas isi yang dimiliki instrument tersebut.

Sedangkan untuk skala disposisi matematik dan soal tes formatif validitasnya diukur dengan menghitung korelasi skor butir dengan skor total Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus product moment sebagai berikut:4

= (∑ )−(∑ ) (∑ )

[ (∑ ) −(∑ ) ] (∑ ) −(∑ )

Keterangan:

= koefisien korelasi

n = banyaknya subjek

x

 = Jumlah nilai setiap butir soal

y

 = Jumlah nilai total

xy

 = Jumlah hasil perkalian tiap-tiap skor asli dari x dan y

Perhitungan validitas menggunakan program Microsoft Excel. Setelah diperoleh harga kemudian nilai korelasi yang diperoleh ditafsirkan dengan

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara 2010) , Cet ke-11,hlm. 72


(55)

interpretasi yang telah ditentukan5. Jika besar korelasi lebih besar sama dengan 0,36 maka soal atau butir peyataan disposisi matematik dikatakan valid.

Sedangkan reliabilitas kedua instrumen tersebut diuji dengan metode

alpha sebagai berikut: 6

11 =

−1 1−

∑ 2

2

Keterangan:

11 = reliabilitas yang dicari = banyaknya butir soal

∑ 2 = jumlah varian skor tiap-tiap item 2 = varian total

H. Teknik Pengumpulan Data

Dengan instrument yang telah ditetapkan, teknik penggunaanya dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

1. Lembar observasi. Pengisisian checklist pada lembar observasi dilakukan oleh peneliti dan kolaborator pada setiap pertemuan. Pengumpulan data dengan lembar observasi dilakukan untuk mengamati keterlaksanaan proses pembelajaran geometri bangun datar dengan model pembelajaran SSCS dalam meningkatkan disposisi matematik siswa.

2. Catatan lapangan diisi oleh peneliti dan observer jika ditemukan kejadian yang belum teramati dalam lembar observasi. catatan lapangan disiapkan setiap pertemuan.

3. Dokumentasi. Penggambilan gambar aktivitas siswa yang terjadi pada setiap tahapan SSCS dilakukan oleh peneliti setiap pertemuan saat proses pembelajaran berlangsung.

5

Ibid, hal 75

6


(56)

4. Angket terbuka. Diberikan kepada siswa di setiap akhir siklus dengan pernyataaan sedemikian rupa untuk mengetahui respon mereka terhadap proses pembelajaran SSCS.

5. Skala disposisi matematik Skala disposisi matematik yang berisi pernyataan-pernyataan mengenai disposisi matematik diberikan kepada seluruh siswa pada setiap akhir siklus.

6. Tes. Diberikan kepada siswa setelah materi disampaikan untuk mengetahui kompetensi matematik yang dimiliki siswa.

I. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan

Teknik yang digunakan untuk memeriksa keabsahan dan derajat kepercayaan data dalam penelitian ini adalah triangulasi metode, yaitu penggunaan berbagai macam metode7. Triangulasi metode digunakan untuk mengecek apakah informasi yang didapat beberapa metode pengumpulan data yang berbeda memberikan informasi yang sama.

Dalam penelitian ini, tujuan penggunaan triangulasi metode adalah untuk mengecek apakah data dari hasil lembar observasi aktivitas siswa, dan skala disposisi memberikan informasi yang sama atau tidak. Selain data yang berkaitan dengan disposisi matematik, triangulasi metode juga digunakan untuk mengecek kesamaan informasi dari hasil observasi, catatan lapangan dan dokumentasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran dengan model SSCS.

J. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian merupakan data kuantitatif dan kualitatif. Data yang akan dianalisis terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Data Kualitatif terdiri dari lembar observasi, dan catatan lapangan. Hasil analisis data kualitatif dan kuantitatif akan memberikan gambaran yang jelas tentang hasil penelitian maupun proses pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini.

7


(57)

1. Analisis Keterlaksanaan Prose Pembelajaran SSCS

 Menghitung nilai setiap aktivitas siswa dan jumlah total nilai aktivitas siswa yang diamati dalam lembar observasi setiap pertemuan.

 Menghitung persentase setiap aktivitas siswa yang diamati selama satu siklus.

 Menghitung persentase aktivitas siswa setiap pertemuan dan secara keseluruhan selama satu siklus.

 Membandingkan persentase aktivitas siswa di siklus I dan siklus II

2. Analisis Data Disposisi Matematik

 Menghitung skor setiap butir pernyataan sesuai dengan pedoman dan kriteria yang telah ditetapkan

 Mengelompokan setiap butir pernyataan sesuai aspek disposisi matematik yang telah dirumuskan

 Menghitung nilai disposisi matematik siswa secara keseluruhan dan setiap aspek disposisi matematik dengan menggunakan rumus :8

ℎ = ℎ 100

 Menghitung rata-rata dan standar deviasi disposisi matematik siswa secara keseluruhan dan setiap aspeknya.

 Menghitung banyaknya siswa yang memiliki nilai lebih besar sama dengan 70.

 Membandingkan nilai rata-rata dan deviasi disposisi matematik siswa pada siklus I dan siklus II.

 Membandingkan banyak siswa yang memiliki nilai nilai lebih besar sama dengan 70 pada siklus I dan siklus II.

8

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.102.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pmbelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

3 13 162

Pengaruh model search, solve, create and share terhadap hasil belajar siswa pada konsep fluida statis

1 18 214

PENGEMBANGAN MEDIA SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA PADA MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE

5 23 101

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE (SSCS) BERBANTUAN KARTU MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA KELAS VIII

0 40 387

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE (SSCS) BERBANTUAN PhET UNTUK MENINGKATKAN STRATEGI METAKOGNITIF DAN PEMAHAMAN KONSEP

34 161 158

Pengaruh Model Pembelajaran Search Solve Create And Share (SSCS) dan Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa

0 5 15

Penerapan Model Pemecahan Masalah Matematis Tipe Search, Solve, Create and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Dasar.

1 2 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE (SSCS) BERBANTU MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA.

0 0 44

Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP Pada Topik Cahaya.

4 12 41

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREAT, DAN SHARE (SSCS) UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR KREATIF DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA BERDASARKAN DISPOSISI MATEMATIKA PADA SISWA SMP - repo unpas

0 0 9