Pengaruh model pmbelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Indri Fajriyati Kamalia

(1110017000052)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Berpikir Kreatif Matematis Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Maret 2015.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dan yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional serta menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share

(SSCS) dan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini dilakukan di MTs Darul ‘Amal Babelan-Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Two-group Post-Test Only Design. Sampel penelitian diperoleh sebanyak dua kelas dengan teknik cluster random sampling yang terdiri dari kelas eksperimen (SSCS) sebanyak 32 siswa dan kelas kontrol (konvensional) sebanyak 33 siswa. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan pembelajaran kovensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) adalah sebesar 11,50 dan nilai rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional adalah sebesar 8,94. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika pada pokok bahasan Peluang dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dibandingkan yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Kata kunci : Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa.


(6)

ii

Creative Thinking Skills”. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiya and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, Maret 2015.

The purpose of this research is to analyze the mathematical creative thinking skill who are taught by learning model of Search, Solve, Create and Share (SSCS) and conventional learning and to analyze the difference mathematical creative thinking skill between students who are taught by learning model of Search, Solve, Create and Share (SSCS) and students taught by conventional learning. The research was conducted at MTs Darul ‘Amal Babelan-Bekasi, for academic year 2014/2015. The method used in this research is quasi experimental method with Two-group Post-Test Only Design. Samples were obtained as many as two classes by cluster random sampling technique consisting of experimental class (SSCS) as many as 32 students and control class (conventional) as many as 33 students. The data collection after treatment conducted with test of the student’s mathematical creative thinking skill.

The result of research that the student’s mathematical creative thinking skills who are taught by learning model of Search, Solve, Create and Share (SSCS) is higher than students taught by conventional learning. This matter visible from the mean score of the results test student’s mathematical creative thinking who taught with learning model of Search, Solve, Create and Share (SSCS) is 11,50 and who taught with conventional learning have mean score of the test student’s mathematical creative thinking is 8,94. Conclusion the results of this research that the student’s mathematical creative thinking skills of social aritmetic and comparison who are taught by learning model of Search, Solve, Create and Share (SSCS)model is higher than students taught by conventional learning.

Key words: Learning Model of Search, Solve, Create and Share (SSCS), The


(7)

iii

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan kemudahan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penyelamat umat, pemberi syafaat hingga yaumil kiamat.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas. Namun, berkat dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd sebagai Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai

Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bimbingan, kesabaran, pengarahan, waktu, nasihat dan semangat dalam penulisan skripsi ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga Bapak dan Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

2. Ibu Gusni Satriawati, M.Pd sebagai Dosen Pembimbinng II yang telah memberikan bimbingan, kesabaran, pengarahan, waktu, nasihat dan semangat dalam penulisan skripsi ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga Bapak dan Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

3. Ibu Khairunnisa, S,Pd, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, kesabaran, pengarahan, waktu, nasihat dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

iv

mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

7. Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Pimpinan dan staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

9. Ibu Nabilah Mahjar, Lc. M.Pd.I, kepala MTs Darul ‘Amal Babelan-Bekasi, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

10.Seluruh dewan guru MTs Darul ‘Amal Babelan-Bekasi, khususnya Ibu Neneng Latipah, S.Pd., selaku guru mata pelajaran yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

11.Siswa dan siswi kelas IX MTs Darul ‘Amal Babelan-Bekasi, khususnya kelas IX-A dan IX-C yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.

12.Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda dan Ibunda, yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis, serta kepada adik-adik kesayangan. 13.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’10, kelas

A, B dan C terutama Lucyana, Rici Elnanda, Eillen Pranandya N., Dentika Aprilia W., Mimi Umayah, Sinta Munika, Kurniati Aisah, Reski Meidasari, Donna Selvi R., Ratu Rahma F., dan Saghrillah R., yang selalu memberikan motivasi, memberikan bantuan, doa dan semangat selama penulisan skripsi ini.

14.Teman-teman seperjuangan selama penyusunan Skripsi terutama Diana Martiana, Zulfah Ubaidillah, Rahmadiah, Siti Heni Hanifah, Sinta Munika, dan Winda


(9)

v

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih belum mendekati sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat dibutuhkan demi kesempurnaan penulis dimasa datang. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menembah pengetahuan dan bermanfaat bagi yang membacanya.

Ciputat, Maret 2015


(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR DIAGRAM... . xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 4

C.Pembatasan Masalah ... 5

D.Perumusan Masalah... 5

E. Tujuan Penelitian... 5

F. Manfaat Penelitian... 6

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 7

A.Deskripsi Teoretik ... 7

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 7

2. Matematika dan Pembelajaran Matematika ... 11

3. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ... 13

4. Pembelajaran Konvensional ... 17

B.Hasil Penelitian yang Relevan... 19

C.Kerangka Berpikir ... 19

D.Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 23


(11)

vii

G.Hipotesis Statistik ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A.Deskripsi Data ... 36

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa... 36

2. Uji Normalitas, Homogenitas, dan Hipotesis ... 40

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 41

C.Keterbatasan Penelitian ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A.Kesimpulan... 54

B.Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(12)

viii

Tabel 3.2 Kisi-kisi Intstrumen Tes Berpikir kreatif Matematis Siswa... 24 Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis ... ... 25 Tabel 3.4 Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ... 28 Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Pembeda dan

Taraf Kesukaran ... 29 Tabel 4.1 Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 36 Tabel 4.2 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan

Indikator Berpikir Kreatif ... 38 Table 4.3 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 40 Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 40 Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Kelas Eksperimen dan Kontrol .... 41


(13)

ix

Gambar 4.1 Siswa Melakukan Tahapan Diskusi Kelompok ... 43 Gambar 4.2 Siswa Mempresentasikan Jawaban LKS ... 44 Gambar 4.3 Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Pada Indikator

Kelancaran ... 45 Gambar 4.4 Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Pada Indikator

Kelancaran ... 46 Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Pada Indikator

Keluwesan ... 47 Gambar 4.6 Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Pada Indikator

Keluwesan ... 47 Gambar 4.7 Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Pada Indikator

Orisinal ... 48 Gambar 4.8 Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Pada Indikator

Orisinal ... 49 Gambar 4.9 Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Pada Indikator

Keterincian ... 50 Gambar 4.10 Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Pada Indikator


(14)

(15)

xi

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 37 Diagram 4.2 Persentase Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan


(16)

xii

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol... 72 Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 82 Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Siswa ... 112 Lampiran 5 Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Siswa ... 113 Lampiran 6 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis Siswa ... 115 Lampiran 7 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 119 Lampiran 8 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis Siswa ... 120 Lampiran 9 Perhitungan Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa ... 121 Lampiran 10 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis Siswa ... 123 Lampiran 11 Perhitungan Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 124 Lampiran 12 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 125 Lampiran 13 Perhitungan Uji Daya Beda Instrumen Tes Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa ... 126 Lampiran 14 Hasil Uji Daya Beda Instrumen Tes Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa ... 127 Lampiran 15 Perhitungan Reliabilitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa ... 128 Lampiran 16 Hasil Reliabilitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa ... 129 Lampiran 17 Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa


(17)

xiii

Eksperimen Berdasarkan Indikator Berpikir Kreatif ... 132 Lampiran 20 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Kontrol

Berdasarkan Indikator Berpikir Kreatif ... 133 Lampiran 21 Uji Normalitas, Uji Homogenitas, dan Uji T Skor Posttest

Menggunakan PSPP ... 134 Lampiran 22 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment ... 135 Lembar Wawancara Pra Penelitian

Uji Referensi


(18)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pentingnya pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan ditekankan oleh para wakil rakyat melalui ketetapan MPR-RI No. 11/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar haluan Negara sebagai berikut:

“sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu, dan efisiensi kerja”.1 Kreativitas seseorang berasal dari pemikiran kreatifnya. Oleh karena itu, sistem pendidikan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Salah satu bidang yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah matematika.

Matematika merupakan mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir.2 Dalam arti luas, tujuan matematika adalah memberi peluang berkembangnya kemampuan menalar logis, sistematik, kritis, cermat, dan kreatif.3 Hal tersebut sejalan dengan peraturan menteri No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyebutkan bahwa matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik (siswa) mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.4

Namun pada kenyataannya kemampuan siswa di Indonesia dalam bidang matematika masih tergolong dalam level rendah. kondisi ini ditunjukkan dari hasil

1

Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 46-47.

2

Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 55.

3

Utari Sumarmo, Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik, (Bandung: FPMIPA UPI, Dalam makalah matematika, 2010), h. 3.

4

Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya: Unesa University Press, 2008), h. 2.


(19)

Programme for International Student Assessment (PISA) 2012. Dari hasil PISA tersebut Indoesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di ranking terbawah.5 Hasil dari PISA tersebut mengungkapkan bahwa kemampuan bernalar siswa Indonesia masih rendah, karena sekolah di Indonesia terlalu fokus mengajarkan kecapakan yang sudah kadaluarsa, seperti menghafal dan berhitung ruwet, hal tersebut ditegaskan oleh Guru Besar Matematika Institut bandung Iwan Pronoto dalam menanggapi hasil PISA.6

Berpikir kreatif merupakan bagian dari penalaran, hal ini dijelaskan oleh Krulik dan Rudnick yang membuat tingkatan penalaran menjadi 3 tingkatan di atas pengingat (recall), yaitu berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical), dan berpikir kreatif.7 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masih banyak siswa yang kemampuan kreatifnya rendah. Hal ini didukung berdasarkan pengalaman Tatag Yuli Eko Siswono ketika memberikan pelatihan (baik nasional maupun lokal) dan ketika supervisi klinis maupun monitoring ke beberapa sekolah, beliau menyatakan bahwa motivasi dan kemampuan guru dalam mengajar untuk mendorong kreativitas atau kemampuan berpikir kreatif siswa masih belum memadai, kondisi tersebut dikarenakan tidak tersedianya strategi atau model pembelajaran yang sistematis yang berorientasi pada peningkatan kreativitas siswa dalam belajar matematika.8

Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru

matematika di MTs. Darul ‘Amal Babelan-Bekasi, guru menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih tergolong rendah karena dalam pembelajaran matematika siswa masih belum bisa mengembangkan gagasan atau ide untuk menyelesaikan masalah matematika yang diberikan. Kemudian ketika guru memberikan soal yang mempunyai lebih dari satu penyelesaian, siswa tidak dapat mengerjakan soal dengan penyelesaian yang

5

KOMPAS, Skor PISA: Posisi Indonesia Nyaris Jadi Juru Kunci, 2013, di akses dari (http://www.kopertis12.or.id), pada 28 maret 2014.

6 Ibid. 7

Tatag Yuli, op. Cit., h.28-29.

8


(20)

belum diajarkan guru, sehingga siswa tidak memberikan penyelesaian dengan cara yang berbeda. Dalam proses pembelajaran juga lebih sering menggunakan strategi ekspositori dan belum mengembangkan model-model maupun strategi-strategi yang mendorong kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.9

Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di MTs. Darul ‘Amal yang

tergolong rendah terlihat juga pada saat siswa mengisi soal kemampuan berpikir

kreatif matematis. Seperti soal berikut ini: “Diketahui suatu balok mempunyai

panjang seluruh rusuknya adalah 76 cm. Hitunglah kemungkinan-kemungkinan ukuran panjang, lebar, dan tinggi yang diperoleh dari panjang seluruh rusuk balok tersebut!”. Kebanyakan siswa tidak dapat menjawab soal tersebut dengan benar dan siswa hanya dapat menjawab soal dengan satu jawaban, padahal dari pertanyaan tersebut diminta untuk menjawab beberapa jawaban.

Pada proses pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah peranan guru yang sangat berpengaruh dalam mendorong terjadinya proses belajar secara optimal. Ketepatan model pembelajaran yang digunakan oleh guru juga yang mempengaruhi pembelajaran tersebut. Kenyataannya model yang digunakan guru pada umumnya cenderung yang berpusat pada guru. Hal tersebut sebagaiman ditegaskan oleh Tatag Yuli Eko Siswono, seperti yang sebelumnya saya sudah paparkan di atas, beliau menyatakan bahwa motivasi dan kemampuan guru dalam mengajar untuk mendorong kreativitas atau kemampuan berpikir kreatif siswa masih belum memadai, dikarenakan tidak tersedianya strategi atau model pembelajaran yang sistematis yang berorientasi pada peningkatan kreativitas siswa dalam belajar matematika.10 Oleh karena itu usaha perbaikan proses pembelajaran ini dilakukan dengan memilih model pembelajaran yang tepat dan inovatif.

Berdasarkan hal di atas dapat peneliti simpulkan bahwa kemampuan peserta didik dalam bidang matematika masih tergolong rendah. Oleh karena itu, rendahnya kemampuan matematika peserta didik pada dominan kemampuan berpikir kreatif perlu mendapat perhatian. Sehubungan dengan hal tersebut maka

9

Hasil wawancara, 10 juli 2014. (terlampir)

10


(21)

proses pembelajaran harus diperbaiki. Ini menunjukan bahwa proses pembelajaran matematika yang diterapkan masih sangat lemah. Karena ternyata proses pembelajaran saat ini masih kurang mendorong perkembangan berpikir kreatif siswa.

Salah satu model pembelajaran yang diperkirakan mampu mendukung upaya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, yaitu model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS). Model pembelajaran SSCS ini meliputi empat fase, yaitu pertama fase search yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah, kedua fase solve yang bertujuan untuk merencanakan penyelesaian masalah, ketiga fase create yang bertujuan untuk melaksanakan penyelesaian masalah, dan keempat adalah fase share yang bertujuan untuk mensosialisasikan penyelesaian masalah yang kita lakukan.11

Pada model pembelajaran SSCS ini siswa berpikir secara aktif untuk mengatasi masalah matematika yang diberikan, menemukan cara penyelesaian permasalahan yang beragam dengan bekerjasama, kemudian mampu menciptakan produk yang berupa solusi masalah sebagai cara untuk menyelesaikan masalah dan dapat menampilkan hasil atau solusi secara kreatif, serta mampu mengkomunikasikan apa yang mereka tulis ataupun yang masih ada dalam pikirannya. Dengan demikian model pembelajaran ini dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share

(SSCS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permaslahan yang akan dibahas dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

11

Irwan, Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam Upaya Meningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No.1, Universitas Negeri Padang, 2011, h. 3.


(22)

2. Proses pembelajaran yang kurang mendorong perkembangan kemampuan berpikir siswa.

3. Model pembelajaran matematika yang digunakan oleh guru kurang mendorong siswa untuk berpikir kreatif.

C. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas pemahaman tentang variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1) Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS). Dengan langkah-langkah yaitu mengidentifikasi masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan penyelesaian masalah, dan mensosialisasikan penyelesaian masalah.

2) Kemampuan berpikir kreatif matematis yang akan diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada indikator kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility),

keorisinalan (originality), kerincian (elaboration).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share

(SSCS) lebih tinggi dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah membandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diterapkan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional.


(23)

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah seagai berikut:

1. Bagi guru

Bagi para guru mata pelajaran matematika, model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

2. Bagi siswa

Bagi siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS).

3. Bagi peneliti

Bagi para peneliti model pembelajaran Search, Solve, Create and Share


(24)

7

A. Deskripsi Teoretik

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Menurut Peter, “berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending).1

Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak untuk mengembangkan pikirannya hingga di luar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi. Sedangkan menurut Suryabrata berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses jalannya (pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan).2

Pendapat Suryabrata di atas menunjukkan jika seseorang dihadapkan pada situasi tertentu, maka dalam berpikir orang tersebut akan menyusun informasi yang ada sebagai pengertian-pengertian, kemudian membuat pendapat yang sesuai dengan pengetahuannya, dan akan membuat kesimpulan yang digunakan untuk membahas atau mencari solusi tersebut. Hal terebut menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu masalah yang dihadapi, maka ia melakukan aktivitas berpikir. Sebagaimana yang dikatakan Ruggiero, berpikir merupakan suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan.3 Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah kegiatan yang melibatkan proses mental seseorang dalam memecahkan masalah yang memerlukan kemampuan mengingat dan memahami.

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Prroses Pendidikan,

(Jakarta: Kencana, 2011), Cet. 8, h. 230.

2

Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya: Unesa University Press, 2008), h. 12.

3


(25)

Dalam membahas berpikir kreatif tentunya tidak akan lepas dengan kata kreativitas. Kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta suatu produk baru. Menurut Munandar, kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru; kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru berdasarkan unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.4 Setiap orang memiliki kreativitas, tapi jelas ada perbedaan antara kreativitas yang dimiliki orang yang satu dengan orang yang lain. Kreativitas seseorang dapat dilihat dari sejauh mana seseorang bisa membuat kombinasi baru dari hal-hal yang ada.

Sejalan dengan kreativitas di atas, berpikir kreatif juga dapat dipandang sebagai suatu proses untuk memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan dari ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan. Hal tersebut ditegaskan juga oleh pendapat The, yang mengatakan bahwa berpikir kreatif merupakan suatu rangkaian tindakan yang dilakukan orang dengan menggunakan akal budinya untuk menciptakan buah pikiran baru dari kumpulan ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman, dan pengetahuan.5 Serupa dengan pendapat sebelumnya, Evans menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan yang terus-menerus, sehingga ditemukan kombinasi baru atau yang belum dikenal sebelumnya.6

Berpikir kreatif juga sering disebut bepikir divergen. Hal ini sejalan dengan pendapat Pehkonen, yang mengatakan bahwa berpikir kreatif merupakan suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran.7 Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah, maka berpikir divergen dapat menghasilkan banyak ide yang akan berguna dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

4

Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta : Gramedia, 1999), h. 47.

5

Tatag Yuli, op. Cit., h.14.

6

Ibid, h. 14.

7


(26)

Terkait dengan berpikir matematik (mathematical thinking), secara umum berpikir matematik diartikan sebagai melaksanakan proses matematik (doing mathematics) atau tugas matematik (mathematical task).8 Berpikir kreatif matematis merupakan perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Menurut Krutetski kreativitas matematika ditunjukkan sebagai berikut:9

....Creative school abilities related to an independent creative mastery of mathematics under the cndition of school intruction, to the independent formulation of uncomplicated mathematical problems, to finding ways and means of solving these problems, to invention of proofs of the theorems, to independent deduction of formulas, and to finding original methods of solving nonstandard problems. All of this undoubtedly is also a manifestation of mathematical creativity.

Penjelasan Krutetski tersebut menunjukkan bahwa kreativitas matematika sekolah merupakan bagian dari kreativitas matematika yang meliputi formulasi masalah matematis, pemecahan masalah, penemuan bukti-bukti teorema, atau deduksi struktur matematis. Kreativitas matematika sekolah dapat berupa formulasi (pengajuan) masalah matematis yang tidak rumit, penemuan cara-cara penyelesaian suatu masalah, pembuktian teorema, atau penurunan rumus-rumus.

Kemudian menurut Balka berpikir kreatif matematis meliputi kemampuan berpikir konvergen dan divegen yang meliputi:10

1) Kemampuan memformulasi hipotesis matematika yang berkaitan dengan sebab dan akibat dari suatu situasi masalah matematis.

2) Kemampuan menentukan pola-pola dalam situasi matematis.

3) Kemampuan memecahkan kebuntuan pikiran dengan mengajukan solusi baru dari masalah matematis.

4) Kemampuan mengemukakan ide matematika yang tidak biasa dan dapat mengevaluasi konsekuensi yang ditimbulkannya.

8

Utari Sumarmo, Kumpulan Makalah Berfikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2013), h. 75.

9

Tatag Yuli, op. Cit., h.11-12.

10


(27)

5) Kemampuan mengidentifikasi informasi yang hilang dari masalah yang diberikan.

6) Kemampuan merinci masalah umum ke dalam sub-sub masalah yang spesifik.

Pada kemampuan berpikir kreatif terdapat beberapa aspek atau indikator berpikir kreatif. Menurut munandar indikator berpikir kreatif didefinisikan sebagai berikut:11

1) Lancar

a) Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah b) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal c) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

2) Luwes (fleksibel)

a) Menghasilkan gagasan atau jawaban yang bervariasi

b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda c) Mencari banyak alternatif/arah yang berbeda

d) Mampu mengubah cara pedekatan atau pemikiran. 3) Orisinal

a) Mampu melahirkan ungkapan baru dan unik b) Memikirkan cara-cara yang tak lazim

c) Mampu membuat kombinasi yang tak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.

4) Memperinci (mengelaborasi)

a) Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk b) Menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu obyek, gagasan,

atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Kemudian menurut Guilford indikator berpikir kreatif adalah sebagai berikut:12

1) Kelancaran (fluency), yaitu kemampuan menghasilkan gagasan.

11

Utami Munandar, op. Cit., h. 88-91.

12

Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (pendidikan berbasis agama dan budaya bangsa), (Bandung: Pustaka Setia, 2013) h. 297.


(28)

2) Keluwesan (flexibility), yaitu kemampuan untuk mengemukakan berbagai pemecahan masalah.

3) Keaslian (originality), yaitu kemampuan mencetuskan gagasan dengan cara asli dan tidak klise.

4) Perumusan kembali (redefinition), yaitu kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda-beda dari yang telah dikemukakan dan diketahui oleh orang banyak.

Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan definisi kemampuan berpikir kreatif yang diterapkan untuk penelitian ini yaitu, kemampuan berpikir untuk megembangkan ide atau gagasan secara lancar, luwes, asli, dan terperinci. Kelancaran (fluency) adalah kemampuan memberikan banyak gagasan dari masalah yang diberikan, keluwesan (flexibility) adalah kemampuan memberikan cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, keaslian

(originality) adalah kemampuan memberikan gagasan yang unik berdasarkan masalah yang diberikan, dan kerincian (elaboration) adalah kemampuan untuk merinci jawaban dari masalah yang diberikan.

2. Matematika dan Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan mata pelajaran yang tercakup dalam kurikulum lembaga pendidikan taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Matematika merupakan mata pelajaran yang dipandang penting untuk dipelajari oleh semua tingkat pendidikan. Tidak ada keraguan bahwa setiap peserta didik harus mendapatkan pelajaran matematika di sekolah, karena matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang esensial seiring dengan perkembangan ilmu matematika sebagai ilmu pengetahuan.

Fungsi mata pelajaran matematika sekolah ada tiga yaitu:13

1. Matematika sebagai alat, siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan-persamaan atau tabel-tabel dalam model-model

13

Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2001). h.55.


(29)

matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

2. Matematika sebagai pola pikir, bagi para siswa belajar matematika juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu.

3. Matematika sebagai ilmu atau pengetahuan, guru harus mampu menunjukkan betapa matematika selalu mencari kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang telah diterima bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.

Menurut Cobb, belajar matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.14 Berarti belajar matematika merupakan usaha siswa untuk membangun konsep-konsep matematika dengan kemampuannya sendiri. Belajar matematika juga mengarah pada pengembangan berpikir dan pengembangan konsep atau ide-ide terdahulu yang dipersiapkan untuk mempelajari dan menguasai konsep baru. Jadi belajar matematika adalah suatu proses belajar untuk memahami hubungan-hubungan antar konsep dan simbol-simbol yang terkandung dalam matematika secara sistematis, cermat, dan tepat, kemudian menerapkan konsep-konsep tersebut dalam pemecahan masalah baik dalam pelajaran matematika maupun kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika pada dasarnya menganut prinsip belajar sepanjang hayat, prinsip siswa belajar aktif yang merujuk pada pengertian belajar sebagai sesuatu yang dilakukan oleh siswa, dan bukan sesuatu yang dilakukan

terhadap siswa, dan prinsip “learning how to learn”.15 Cobb dkk menguraikan bahwa belajar sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba menyelesaikan masalah matematika yang muncul sebagaimana mereka

14

Ibid, h.71.

15

Utari Sumarmo, Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik, (Bandung: FPMIPA UPI, Dalam makalah matematika, 2010), h. 14.


(30)

berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas.16 Berdasarkan proses belajar yang diuraikan Cobb dkk tersebut, guru sedemikian rupa berupaya merancang proses pembelajaran secara aktif, sehingga dalam pembelajaran guru berperan sebagai fasiltator, motivator, dan manajer bagi siswanya. Jadi pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang prinsipnya terpusat pada siswa.

3. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

Model pembelajaran SSCS ini pertama kali dikembangkan oleh Pizzini pada mata pelajaran sains (IPA) saja, selanjutnya model ini disempurnakan oleh Pizzini, Abel dan Shepardson sehingga model ini tidak hanya berlaku untuk pendidikan sains saja tetapi juga cocok untuk pendidikan matematika dan

Regional Education Laboratories juga mengeluarkan laporan, bahwa model SSCS termasuk model pembelajaran yang memperoleh grand untuk dikembangkan dan dipakai pada mata pelajaran Matematika dan IPA.17

Menurut laporan Laboratory Network Program, standar NCTM yang dapat dicapai oleh model pembelajaran SSCS adalah sebagai berikut:18

1) Mengajukan (pose) soal/masalah matematika, 2) Membangun pengalaman dan pengetahuan siswa,

3) Mengembangkan keterampilan berfikir matematika yang meyakinkan tentang keabsahan suatu representasi tertentu, membuat dugaan, memecahkan masalah atau membuat jawaban,

4) Melibatkan intelektual siswa yang berbentuk pengajuan pertanyaan dan tugas-tugas yang melibatkan siswa, dan menantang setiap siswa,

5) Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan matematika siswa,

6) Merangsang siswa untuk membuat koneksi dan mengembangkan kerangka kerja yang koheren untuk ide-ide matematika,

16

Erman, op. Cit., h.72.

17

Irwan, Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam Upaya Meningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No.1, Universitas Negeri Padang, 2011, h. 4.

18


(31)

7) Berguna untuk pemecahan masalah dan penalaran matematika dan

8) Mempromosikan pengembangan semua kemampuan siswa untuk melakukan pekerjaan matematika.

Kegiatan belajar dengan model pembelajaran SSCS dimulai dengan pemberian masalah atau kondisi berkaitan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian siswa mencari (search) informasi untuk mengidentifikasi situasi atau masalah yang disajikan, setelah mengetahui permasalahan yang dihadapi kemudian siswa membuat hipotesis dan merencanakan cara menyelesaikan (solve) masalah tersebut, dengan informasi dan rencana yang telah disiapkan, siswa membuat (create) solusi penyelesaian kemudian menyajikannya untuk di dibahas bersama-sama dengan teman dan guru, siswa membagi (share) pengetahuan satu sama lain.19

Pizzini secara lebih rinci menjelaskan kegiatan pada setiap tahapan SSCS sebagai berikut :20

Search

1) Menggali pengetahuan awal dengan menuliskan informasi yang diketahui dan berhubungan dengan situasi yang diberikan.

2) Mengamati dan menganalisa informasi yang diketahui.

3) Menyimpulkan masalah dengan membuat pertanyaan-pertanyaan.

4) Menggeneralisasikan informasi sehingga timbul ide-ide yang mungkin digunakan untuk menyelesaikan masalah.

Solve

1) Menentukan kriteria yang akan digunakan dalam memilih beberapa alternatif. 2) Membuat dugaan mengenai beberapa solusi yang dapat digunakan.

3) Memikirkan segala kemungkinan yang terjadi saat menggunakan solusi tersebut.

4) Membuat perencanaan penyelesaian masalah (didalamnya temasuk menentukan solusi yang akan digunakan).

19

Edward Pizzini, SSCS Implementation Handbook, (Iowa: The University of Iowa, 1991), h. 5.

20


(32)

Create

1) Menyelesaikan masalah sesuai rencana yang telah dibuat sebelumnya. 2) Meyakinkan diri dengan menguji kembali solusi yang telah didapat. 3) Menggambarkan proses penyelesaian masalah.

4) Menyiapkan apa yang akan dibuat untuk dipresentasikan.

Share

1) Menyajikan solusi kepada teman yang lain. 2) Mempromosikan solusi yang dibuat.

3) Mengevaluasi tanggapan dari teman yang lain.

4) Merefleksi keaktifan sebagai problem solver setelah menerima umpan balik dari guru dan teman yang lain.

Keunggulan dari penggunaan model pembelajaran SSCS adalah sebagai berikut:21

a. Bagi guru

1) Mengembangkan ketertarikan siswa,

2) Menanamkan kemampuan berpikir tingkat tinggi,

3) Membuat seluruh siswa aktif dalam proses pembelajaran, dan

4) Meningkatkan pemahaman mengenai keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari

b. Bagi siswa

1) Memperoleh pengalaman langsung dalam menyelesaikan masalah,

2) Mempelajari dan menguatkan pemahaman konsep dengan pembelajaran bermakna,

3) Mengolah informasi secara mandiri,

4) Menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi

5) Mengembangkan berbagai metode dengan kemampuan yang telah dimiliki 6) Meningkatkan rasa ketertarikan

7) Bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran dan hasil kerja 8) Bekerja sama dengan siswa yang lain

9) Mengeintegrasikan kemampuan dan pengetahuan.

21


(33)

Salah satu contoh penerapan model SSCS dalam pembelajaran matematika disampaikan oleh Irwan dalam tulisannya sebagi berikut:22

1) Search (menyelidiki masalah). Dalam tahapan ini siswa memahami soal atau kondisi yang diberikan dengan menggali informasi mengenai apa yang diketahui, yang tidak diketahui dan apa yang ditanyakan, membuat pertanyaan-pertanyaan kecil sehingga timbul sebuah ide untuk dijadikan fokus dalam penyelesaikan masalah.

2) Solve (merencanakan penyelesaian masalah yang telah ditemukan). Dari data yang telah ditemukan dalam tahap search siswa diberikan kesempatan membuat beberapa dugaan (hipotesis) alternatif untuk memecahkan masalah kemudian merencanakan penyelesaian masalah dengan metode yang telah dipilih.

3) Create (menciptakan). Siswa menciptakan produk atau membuat formula sebagai cara untuk menyelesaikan masalah berdasarkan hipotesis pada tahap sebelumnya, memeriksa kembali hasil temuannya kemudian menyajikan laporan solusi penyelesaian masalah tersebut sekreatif mungkin untuk dikomunikasikan kepada teman yang lain.

4) Share (mengkomunikasikan hasil penyelesaian). Setelah siswa menyelesaikan dan membuat laporan solusi penyelesaian masalah, siswa diminta untuk menjelaskan hasil kerja mereka kepada guru dan teman-temanya untuk umpan balik dan evaluasi.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa pada pembelajaran SSCS, siswa dibimbing untuk memperluas pengetahuan mereka dengan mengkonstruk pendapat atau pemahamannya sendiri terhadap masalah matematika. SSCS juga digunakan untuk membuat pembelajaran aktif yaitu pembelajaran yang terfokus pada siswa, guru lebih sedikit memberikan ceramah dan hanya memberi arahan serta menjadi fasilitator saja, sedangkan siswa lebih banyak berdiskusi dan bereksplorasi. Maka model tersebut sangat ideal untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.

22


(34)

Secara operasional langkah-langkah pembelajaran dengan model SSCS yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran untuk memecahkan masalah melalui fase-fase Search, Solve, Create, and Share (SSCS).

1. Fase Search adalah fase dimana siswa mengamati masalah yang diberikan, kemudian menuliskan informasi dari yang telah siswa amati pada masalah yang diberikan.

2. Fase Solve adalah fase dimana siswa menghasilkan dan menerapkan rencana untuk memperoleh solusi dari masalah yang diberikan, kemudian siswa menyelesaikan masalah yang diberikan.

3. Fase Create adalah fase dimana siswa diminta untuk menyatakan tentang hasil yang berkaitan dengan masalah yang diberikan berdasakan solusi dari tahapan sebelumnya.

4. Fase Share adalah fase dimana siswa mempresentasikan solusi penyelesaian masalah secara kelompok di depan kelas. Kemudian kelompok lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

4. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam mengajar. Pada umumnya pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang lebih terpusat pada guru. Akibatnya terjadi praktik pembelajaran yang kurang optimal karena guru membuat siswa pasif dalam kegiatan belajar. Metode dan strategi yang sering dipakai adalah metode ceramah dan strategi ekspositori.

Dalam penelitian ini juga menggunakan pembelajaran konvensional dengan strategi ekspositori. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang proses penyampaian materinya dilakukan secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.23 Menurut Roy Killen strategi eksposirori ini adalah

23

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Prroses Pendidikan,


(35)

strategi yang penyampaian materi pelajarannya disampaikan langsung oleh guru dan siswa tidak dituntut untuk mengkonstruk pendapatnya atau pemahamannya sendiri.24 Jadi dalam strategi pembelajaran ekspositori guru memberikan materi secara langsung kepada siswa, dan siswa menerima materi tanpa harus menggali pengetahuan mereka.

Terdapat beberapa karakteristik ekspositori yaitu: 25

1. Penyampaian materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah.

2. Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.

3. Penguasaan materi itu sendiri, artinya setelah proses pembelajaran terakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

Beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu:26

1. Persiapan (preparation), langkah persiapan ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Salah satu tujuan dalam tahap ini adalah membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar. 2. Penyajian (presentation), pada langkah penyajian ini guru menyampaikan

materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan dan guru harus memikirkan bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditanggkap dan dipahami oleh siswa.

3. Menghubungkan (correlation), pada langkah ini guru menghubugkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.

4. Menyimpulkan (generalization), langkah menyimpulkan ini adalah tahap untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan.

24

Ibid, h. 179.

25 Ibid. 26


(36)

Menyimpulkan berarti pula meyakinkan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan. Dengan demikian siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru.

5. Penerapan (aplication), langkah ini adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Pada langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Naili Inayati, (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh Pendekatan Problem

Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap Kreativitas

Siswa”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan

pendekatan problem posing model SSCS berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.27

2. Penelitian Irwan (2010) dengan judul Pengaruh Pendekatan Problem Solving Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Mahasiswa Matematika. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran SSCS memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatnya kemamapuan penalaran mahasiswa.28

C. Kerangka Berpikir

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Dalam pembelajaran matematika siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir, seperti kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif siswa yang juga menunjukan rendahnya kemampuan berpikir siswa merupakan permasalahan

27

Naili Inayati, Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap Kreativitas Siswa. Artikel Jurnal Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2013, h. 8.

28


(37)

yang dapat menjadi penghalang terwujudnya tujuan dari pembelajaran matematika itu sendiri.

Selama ini pembelajaran matematika di kelas juga masih banyak yang menekankan pemahaman siswa tanpa melibatkan kemampuan berpikir kreatif Padahal, dalam pembelajaran matematika bukanlah hanya sekedar mentransfer ide/gagasan dan pengetahuan dari guru kepada siswa. Lebih dari itu, proses pembelajaran matematika merupakan suatu proses yang dinamis, dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati dan memikirkan gagasan-gagasan yang diberikan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran matematika sebenarnya merupakan kegiatan interaksi antara guru-siswa, siswa-siswa, dan siswa-guru untuk memperjelas pemikiran dan pemahaman terhadap suatu gagasan.

Model pembelajaran Serach, Solve, Create, and Share (SSCS) merupakan model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran dengan mengembangkan keterampilan berpikir siswa dan melibatkan siswa secara aktif. Dengan demikian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat dipengaruhi dengan model pembelajaran ini. Model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) mempunyai empat fase, yaitu: fase serach (mencari) yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah. Siswa mengamati masalah yang diberikan, kemudian menuliskan informasi dari yang telah siswa amati pada masalah yang diberikan. Sehingga siswa dapat memberikan banyak gagasan. Pada fese search

ini, diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara lancar. Fase kedua yaitu solve (mengatasi) yang bertujuan merencanakan penyelesaian masalah termasuk penyelesaian masalah. Siswa menghasilkan dan melaksanakan rencana untuk mencari solusi. Pada fase ini siswa membuat dugaan mengenai beberapa solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Kemudian siswa menyelesaikan masalah yang diberikan dengan langkah-langkah terperinci. Fase solve ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara luwes dan terperinci.

Selanjutnya fase yang ketiga yaitu fase create (menciptakan) siswa melaksanakan penyelesaian masalah. Siswa diminta untuk menyatakan tentang


(38)

hasil yang berkaitan dengan masalah yang diberikan berdasarkan solusi dari tahapan sebelumnya. Pada fase create ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara orisinal. Fase yang ke empat adalah fase

share (membagi) yang bertujuan untuk mensosialisasikan penyelesaian masalah yang kita lakuakan. Siswa berkomunikasi dengan guru dan teman sekelompok, serta temen kelompok lain atas temuan, solusi masalah. kemudian siswa mengartikulasikan pemikiran mereka, menerima umpan balik dan mengevaluasi solusi. Pada fase share ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara terperinci.

Bagan 2.1

Kerangka Berpikir Penelitian Search

Keorisinalan

(Originality) Solve

Create

Share

Kelancaran (Fluency)

Keluwesan (flexibility)

Kerincian (Elaboration)

Berpikir Kreatif Matematis


(39)

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoretik dan kerangka berpikir yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : “kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa yang diterapkan model pembelajaran SSCS lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional”.


(40)

23

A. Tempat dan Waktu Penelittian

Penelitian ini dilakukan disalah satu MTs di Bekasi. Waktu penelitian, yaitu semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 di kelas IX selama satu bulan yaitu bulan November sampai dengan Desember 2014.

B. Desain Penelitian

Penelitan ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi eksperimen). Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1 Dalam penelitian ini sampel diberikan perlakuan pembelajaran yaitu kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran SSCS dan kelompok kontrol diberikan perlakuan secara konvensional.

Desain ekperimen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk Two-group Post-Test Only Design yaitu pemilihan anggota dilakukan secara acak.2 Desain Penelitian tersebut dinyatakan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Treatment

(perlakuan)

Postest (tes akhir)

E XE Y

K XK Y

Keterangan:

E : Kelompok kelas eksperimen K : Kelompok kelas kontrol

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2010), cet. 11, h. 114.

2

Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), cet. 6, h. 162-163.


(41)

XE : Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran SSCS

XK : Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional Y : Test akhir yang sama pada kedua kelas

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX MTs Darul

‘Amal Bekasi pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik Cluster Random Sampling.3 Teknik ini mengambil 2 kelas dari 5 kelas yang ada. Kemudian dari 2 kelas tersebut diundi, kelas mana yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kontrol, maka terpilih kelas IX-A dengan jumlah siswa 32 orang sebagai kelas eksperimen dan IX-C dengan jumlah sisiwa 33 orang sebagai kelas kontrol.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa berupa soal-soal uraian sebanyak 6 butir soal yang diberikan dalam bentuk post test. Instrumen tes ini diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pokok bahasan peluang, dimana tes yang diberikan kepada kedua kelas tersebut adalah sama.

Adapun indikator yang akan diukur melalui tes uraian akan dijelaskan sebagaimana terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Berpikir Kreatif Matematis

3

Sugiyono, op. Cit., h. 121. Indikator

Berpikir Kreatif

Indikator Kompetensi No. Butir

Soal

Kelancaran

(fluency)

Menentukan percobaan-percobaan yang mungkin berdasarkan banyaknya anggota ruang sampel yang diketahui.

2


(42)

Sedangkan untuk memperoleh data kemampuan berpikir kreatif matematis, diperlukan penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal. Kriteria penskoran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor rubrik yang dimodifikasi dari Nancy Bosch (2008) disajikan pada tabel berikut ini:4

Tabel 3.3

Rubrik Penilaian Tes kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Aspek yang diukur

Respon Siswa terhadap Soal atau masalah Skor

Kemampuan Berpikir Lancar

(Fluency)

Tidak memberikan jawaban atau memberikan jawaban yang tidak relevan.

0

Memberikan beberapa jawaban yang kurang relevan. 1 Memberikan kurang dari atau sama dengan dua jawaban yang relevan.

2

Memberikan lebih dari dua jawaban yang relevan. 3 Kemampuan

Berpikir Luwes

Tidak memberikan jawaban. 0

Memberikan jawaban yang berbeda tanpa menggunakan konsep matematika.

1

4

Nancy Bosch, Rubric for Creative Thinking Skills Evaluation, diakses dari

http://www.icyte.com/system/snapshots/fs1/6/8/4/2/6842aa3cbeee972f1441c7boc4433aeacf36961 b/index.html, pada 1 November 2014.

suatu kejadian pada suatu percobaannya diketahui.

Keluwesan

(flexibility)

Menentukan peluang komplemen suatu kejadian dengan cara yang berbeda.

6

Keaslian

(originality)

Menentukan frekuensi relatif dengan uraian jawaban yang unik.

4

Kerincian

(elaboration)

Menentukan ruang sampel dengan mendata titik sampelnya secara rinci.

1

Menentukan frekuensi harapan dengan memberikan alasan yang rinci.


(43)

(Flexibility) Memberikan jawaban yang berbeda tetapi belum menggunakan konsep matematika dengan tepat.

2

Memberikan jawaban yang berbeda dengan konsep matematika yang tepat.

3

Kemampuan Berpikir Orisinal

(Originality)

Tidak menjawab atau memberi jawaban yang salah. 0 Memberikan jawaban dengan caranya sendiri tetapi tidak dapat dipahami.

1

Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, jawabannya sudah terarah tetapi belum tepat.

2

Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, jawabannya sudah terarah dan tepat.

3

Kemampuan Berpikir Rinci

(Elaboration)

Tidak memberikan jawaban. 0

Memberikan sebagian jawaban yang benar dan tidak rinci. 1 Memberikan jawaban yang benar tetapi belum rinci. 2

Memberikan jawaban yang benar dan rinci. 3

Sebelum soal-soal tes digunakan, dilakukan uji coba instrumen. Soal-soal tes diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah instrumen tersebut memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas, selain itu juga untuk mengetahui tingkat kesuaran dan daya pembeda soal.

1. Validitas

Validitas adalah salah satu ciri yang menandai tes hasil belajar yang baik. Validitas dikatakan baik apabila mampu mengukur apa yang harus diukur.5 Pengukuran validitas soal dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi

product moment sebagai berikut:6

5

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Ed. 2, Cet I, h. 73.

6


(44)

 

 

  2 2 2

2 X N Y Y

X N Y X XY N rxy Keterangan:

: koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y.

N : banyaknya peserta tes.

: jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y.

: jumlah seluruh skor X.

: jumlah seluruh skor Y.

Uji validitas instrumen dikatakan untuk membandingkan hasil perhitungan

dengan pada taraf signifikan 5%. Soal dikatakan valid jika , sebaliknya soal dikatakan tidak valid jika

Peneliti membuat 6 butir soal kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Setelah dilakukan analisis dengan perhitungan statistika, semua butir soal valid. Soal tersebut terdiri dari nomor 2 dan 3 yang mewakii indikator pertama yaitu kelancaran (fluency), nomor 6 mewakili indikator kedua yaitu keluwesan

(flexibility), nomor 4 mewakili indikator ketiga yaitu orisinal (originality), dan nomor 1 dan 5 mewakili indikator keempat yaitu kerincian (elaboration).

2. Taraf Kesukaran

Untuk mengetahui bermutu atau tidaknya butir item tes untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis dapat diketahui dari derajat kesukaran atau tingkat kesukaran yang dimiliki masing-masing butir soal tes tersebut. Butir soal yang baik adalah apabila butir soal tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk menghitung tingkat kesukaran pada tes berbentuk uraian dengan menggunakan rumus sebagai berikut:7

P =

7

Zainal Arifin, Evaluasi pembelajaran (Prinsip, teknik, prosedur), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 272.


(45)

Keterangan :

P : tingkat kesukaran

: jumlah skor yang diperoleh peserta didik N : Skor maksimum peserta didik

Untuk menafsirkan tingkat kesukaran di atas dapat dignakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.4

Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran

Besarnya P Interpretasi

P < 0,30 Sukar

0,30  P  0,70 Sedang

P > 0,70 Mudah

Instrumen tes berpikir kreatif matematis siswa yang telah diujikan. Terdapat satu soal dengan kategori sukar, yaitu soal nomor 4. lima soal dengan kategori sedang, yaitu soal nomor 1,2,3,5 dan 6.

3. Daya Pembeda

Perhitungan daya pembeda soal dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana soal yang diberikan dapat menunjukkan siswa yang mampu dan yang tidak mampu menjawab soal.8

Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus :9

Keterangan:

= indeks daya pembeda

= total skor kelompok atas

= total skor kelompok bawah

= total keseluruhan nilai peserta kelompok atas

8

Sumarna Surapranata, Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 23.

9


(46)

= total keseluruhan nilai peserta kelompok bawah = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Klasifikasi daya pembeda yang digunakan adalah:10

sangat jelek

jelek

cukup

baik

sangat baik

Instrumen tes kemampuan berpikir keatif matematis yang telah diujikan, dianalisis dengan perhitungan statistika. Hasilnya terdapat 4 soal dengan daya pembeda cukup, yaitu nomor 1, 2, 3, dan 6. Soal dengan daya beda baik ada dua soal, yaitu nomor 4 dan 5.

Berikut rekapitulasi hasil uji validitas, daya pembeda dan taraf kesukaran:

Tabel 3.5

Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Pembeda dan Taraf Kesukaran No.

Item Validitas

Daya Pembeda

Tingkat

Kesukaran Kesimpulan

1. Valid Cukup Sedang Dipakai

2. Valid Cukup Sedang Dipakai

3. Valid Cukup Sedang Dipakai

4. Valid Baik Sukar Dipakai

5. Valid Baik Sedang Dipakai

6. Valid Cukup Sedang Dipakai

4. Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterpercayaan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Adapun rumus yang digunakan

10


(47)

untuk mengukur reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan menggunakan rumus Alpha, yaitu:11

Keterangan :

: reliabilitas yang dicari

n : banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes.

2

i

 : jumlah varians skor dari tiap-tiap item 2

t

 : varians total

Kriteria koefisien reliabilitasnya menggunakan kriteria koefisien reliabilitas yang dibuat oleh J.P. Guilford, yaitu sebagai berikut:12

derajat reliabilitas sangat rendah

derajat reliabilitas rendah

derajat reliabilitas sedang

derajat reliabilitas tinggi

derajat reliabilitas sangat tinggi

Berdasarkan kriteria koefisien reliabilitas, nilai = 0,79 berada diantara kisaran 0,70 < ≤ 0,90, maka dari 6 butir soal yang valid, memiliki derajat reliabilitas tinggi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah skor tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam belajar matematika. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes, yaitu tes kemampuan berpikir kreatif matematis. Tes kemampuan berpikir kreatif matematis diberikan kepada kelas eksperimen yaitu kelas IX-A yang dalam proses pembelajarannya diterapkan model pembelajaran SSCS dan kelas kontrol yaitu kelas IX-C yang diterapkan model pembelajaran konvensional. Tes kemampuan berpikir kreatif matematis

11

Suharsimi Arikunto, op. Cit., h. 122.

12


(48)

yang diberikan terdiri dari 6 butir soal berbentuk uraian dengan pokok bahasan peluang.

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji-t. Data yang telah terkumpul dari kelas eksperimen dan kelas kontrol diolah dan dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis penelitian. Keseluruhan pengolahan data mulai dari menguji normalitas hingga menguji kesamaan dua rata-rata kelompok penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak PSPP (Perfect Statistics Perfessionally Presented).

1. Uji Persyaratan Analisis

Sebelum melakukan uji hipotesis dengan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis. Uji persyaratan analisis ini perlu dipenuhi agar hasil dari penelitian yang dilakukan mampu digeneralisasikan dan valid. Uji persyaratan analisis yang perlu dipenuhi adalah uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Apabila sebaran data berdistribusi normal, maka dalam menguji kesamaan dua rata-rata digunakan analisis Independent Samples T Test. Namun, apabila sebaran data tidak berdistribusi normal maka dalam pengujian kesamaan dua rata-rata menggunakan uji non-parametrik.

Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji Chi-Square yang terdapat pada perangkat lunak PSPP. Namun sebelumnya telah ditetapkan terlebih dahulu hipotesis statistiknya, yaitu sebagai berikut:

 H0 = sampel berasal dari distribusi normal;  H1 = sampel berasal dari distribusi tidak normal.

Untuk memutuskan hipotesis mana yang akan dipilih, perhatikan nilai yang ditunjukkan oleh Asymp. Sig. pada output yang dihasilkan setelah

pengolahan data, nilai ini dalam karya ilmiah biasa disimbolkan dengan “p”.


(49)

 Jika signifikansi (p) ≤ α (0,05) maka 0 ditolak, yaitu sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

 Jika signifikansi (p) > α (0,05) maka 0 diterima, yaitu sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.

Pengujian normalitas data hasil penelitian dengan menggunakan Chi-kuadrat atau Chi-Square dapat menggunakan rumus berikut ini:13

Keterangan:

K : banyaknya kelas fo : frekuensi yang diamati fe : frekuensi yang diharapkan

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan unuk mengetahui apakah varians kedua kelompok data sama (homogen) atau tidak. Untuk melakukan pengujian homogenitas, dapat menggunakan analisis Independent Samples T Test pada perangkat lunak PSPP. Namun sebelumnya telah ditetapkan terlebih dahulu hipotesis statistiknya, yaitu sebagai berikut:

 H0 = varians nilai kemampuan berpikir kreatif matematis kedua kelompok sama atau homogen;

 H1 = varians nilai kemampuan berpikir kreatif matematis kedua kelompok berbeda atau tidak homogen.

Untuk memutuskan hipotesis mana yang akan dipilih, perhatikan nilai yang ditunjukkan oleh Sig. pada output yang dihasilkan setelah pengolahan data, nilai ini dalam karya ilmiah biasa disimbolkan dengan “p”. Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

 Jika signifikansi (p) ≤ α (0,05) maka 0 ditolak, yaitu varians kedua kelompok berbeda atau tidak homogen.

13

Kadir, Statistiks untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Rosemata Sampurna, 2010), h. 113.


(50)

 Jika signifikansi (p) > α (0,05) maka H0 diterima, yaitu varians kedua kelompok sama atau homogen.

Uji homogenitas menggunakan uji Levene adalah untuk menguji apakah sampel sebanyak memiliki varians yang sama. Bila diketahui suatu variabel dengan besar sampel yang dibagi menjadi subgroup, di mana merupakan besar sampel dari subgroup ke-i, maka rumus uji Levene adalah sebagai berikut:14

Keterangan:

di mana = purata (mean) dari subgroup ke-i

= purata (mean) group ke-i

= purata (mean) keseluruhan data

2. Uji Hipotesis

Setelah uji persyaratan analisis dilakukan ternyata sebaran distribusi rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis pada kelas eksperimen maupun kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Oleh karena itu, untuk menguji kesamaan dua rata-rata digunakan analisis Independent Samples T Test yang terdapat pada perangkat lunak PSPP. Namun sebelumnya telah ditetapkan terlebih dahulu hipotesis statistiknya, yaitu sebagai berikut:

 H0 = rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelompok eksperimen lebih kecil sama dengan siswa kelompok kontrol;

 H1 = rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelompok eksperimen lebih besar daripada siswa kelompok kontrol.

Untuk memutuskan hipotesis mana yang akan dipilih, perhatikan nilai yang ditunjukkan oleh Sig. (2-tailed) pada output yang dihasilkan setelah pengolahan data. Penelitian ini menggunakan analisis satu ekor, sehingga untuk mendapatkan nilai Sig. (1-tailed) adalah dengan membagi dua hasil Sig.

14

S. Uyanto, Pedoman Analisis Data dengan SPSS/Stanislaus, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 161-162.


(51)

tailed), nilai ini dalam karya ilmiah biasa disimbolkan dengan “p”. Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

 Jika signifikansi (p) ≤ α (0,05) maka 0 ditolak, yaitu rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelompok eksperimen lebih kecil sama dengan siswa kelompok kontrol.

 Jika signifikansi (p) > α (0,05) maka 0 diterima, yaitu rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelompok eksperimen lebih besar daripada siswa kelompok kontrol.

Pengujian kesamaan dua rata-rata menggunakan uji t dapat menggunakan rumus berikut ini: 15

dengan,

, dan db =

Keterangan:

: rata-rata hasil tes kemampuan kelas eksperimen.

: rata-rata hasil tes kemampuan kelas kontrol. : varians kelas eksperimen.

: varians kelas kontrol.

: jumlah siswa kelas eksperimen. : jumlah siswa kelas kontrol.

: Simpangan baku gabungan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

G. Hipotesis Statistik

Perumusan hipotesis statistik adalah sebagai berikut: H0 : 1 2

H1 : 1 2

15


(52)

Keterangan: 1

 : Rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelompok eksperimen.

2

 : Rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelompok kontrol.


(53)

36

A. Deskripsi Data

Penelitian mengenai kemampuan berpikir kreatif matematis siswa ini

dilakukan di MTs Darul ‘Amal Babelan-Bekasi, yaitu kelas IX-A sebagai kelas eksperimen dan kelas IX-C sebagai kelas kontrol. Pada penelitian ini kelas eksperimen yang terdiri dari 32 orang siswa diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) sedangkan kelas kontrol yang terdiri dari 33 orang siswa diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

Berikut ini disajikan analisis data hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah pembelajaran dilaksanakan.

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

Data hasil tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM) yang diperoleh pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, disajikan sebagai berikut:

Tabel 4.1

Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

Statistik Kelas

Eksperimen Kontrol

Jumlah Siswa 32 33

Skor Ideal 18 18

Minimum (X.min) 6 5

Maksimum (X.max) 16 15

Rata-Rata 11,50 8,94

Simpangan Baku 2,54 2,69

Dari tabel 4.1 dapat terlihat perbedaan statistik baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Dapat dijelaskan bahwa dari 32 siswa kelas eksperimen dan 33 siswa kelas kontrol, nilai rata-rata yang diperoleh kelas


(54)

eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan selisih 2,56. Jika dilihat dari simpangan baku, skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen lebih merata dan tidak terlalu jauh sebarannya dibanding kelas kontrol.

Secara visual perbandingan penyebaran data di kedua kelas yaitu kelas yang diterapkan dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share

(SSCS) dan kelas yang diterapkan pembelajaran secara konvensional dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Diagram 4.1

Perbandingan Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kemampuan berpikir kreatif matematis dalam penelitian ini didasarkan pada empat indikator, meliputi kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility),

orisinal (originality), keterincian (elaborasi). Skor kemampuan berpikir kreatif matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan indikator disajikan dalam tabel berikut ini:

0 2 4 6 8 10 12 14

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

F

re

k

uens

i

Nilai


(55)

Tabel 4.2

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Indikator Berpikir Kreatif

No. Indikator Skor Ideal

Eksperimen Kontrol

Jumlah Skor Siswa

%

Jumlah Skor Siswa

%

1. Kelancaran

(fluency) 6 135 4,22 70,31 114 3,45 57,58

2. Keluwesan

(flexibility) 3 35 1,09 36,46 29 0,88 29,29

3. Orisinal

(originality) 3 45 1,41 46,88 21 0,64 21,21

4. Kerincian

(elaboration) 6 153 4,78 79,69 131 3,97 66,16

Total 18 368 11,50 63,89 295 8,94 49,66

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari empat indikator kemampuan berpikir kreatif. Setiap indikator berpikir kreatif memiliki skor ideal yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap indikator diwakilkan oleh jumlah soal yang berbeda pula. Untuk indikator pertama, yaitu kemampuan berpikir siswa secara lancar, diwakilkan oleh 2 soal dengan skor maksimum tiap soal adalah 3 sehingga skor ideal per siswa untuk indikator tersebut adalah 6, sedangkan skor ideal seluruh siswa adalah 6 x 32 siswa = 192 untuk kelas eksperimen dan skor ideal seluruh siswa kelas kontrol adalah 6 x 33 siswa = 198. Untuk indikator lainnya sama dengan perhitungan indikator pertama.

Siswa yang mampu mencapai indikator pertama yaitu kelancaran (fluency)

pada kelas eksperimen sebesar 70,31% dari seluruh siswa sedangkan pada kelas kontrol lebih sedikit (57,58%), artinya siswa pada kelas eksperimen lebih mampu memberikan banyak gagasan dari masalah yang diberikan. Untuk indikator


(56)

kedua, yaitu keluwesan (flexibility), persentase skor siswa kelas eksperimen sebesar 36,46%, skor ini lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (29,29%). Persentase skor siswa kelas eksperimen untuk indikator ketiga sebesar 46,88%, sedangkan kelas kontrol sebesar 21,21%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas eksperimen untuk indikator orisinal (originality) yang diberikan lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Presentase skor siswa untuk indikator keempat yaitu kerincian (elaboration) kelas eksperimen sebesar 79,69%,

sedangkan kelas kontrol sebesar 66,16%. Hal ini menunjukan kelas eksperimen lebih mampu untuk merinci jawaban dari masalah yang diberikan. Selisih persentase skor antara siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dengan siswa kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional pada indikator orisinal

(originality) terlihat paling besar yaitu 25%. Secara lebih jelas presentase skor rata-rata siswa berdasarkan indikator kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam diagram berikut ini:

Diagram 4.2

Persentase Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Indikator Berpikir Kreatif

70,31 36,46 46,88 79,69 59,38 30,21 21,88 68,23 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

kelancaran keluwesan orisinal elaborasi

P er sent a se Indikator


(57)

2. Uji Normalitas, Homogenitas, dan Hipotesis

Sebelum menguji kesamaan rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperlukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu. Data hasil perhitungan normalitas dan homogenitas kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan sebagai berikut:

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kontrol

Eksperimen Kontrol

Chi-Square df

Asymp. Sig.

16,12 9 ,06

10,33 9 ,32

Hasil uji normalitas dengan analisis Chi-Square pada taraf signifikansi = 0,05 menunjukkan data skor hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal, hal ini didapat dengan membandingkan nilai signifikansi hasil perhitungan dengan yang telah ditetapkan. Nilai signifikansi skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kedua kelas tersebut (kontrol = 0,32 dan eksperimen = 0,06) lebih besar daripada harga = 0,05.

Tabel 4.4

Hasil Uji Homogenitas Kelas Ekperimen dan Kontrol Levene’s Test for Equality

of Variances

F Sig.

Skor Equal variances assumed ,10 ,75

Equal variances not assumed

Hasil uji homogenitas pada taraf signifikansi = 0,05 menunjukkan data skor hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen, hal ini didapat dengan membandingkan nilai


(58)

signifikansi yang tertera pada hasil pengujian homogenitas tersebut (signifikansi = 0,75) lebih besar daripada harga = 0,05.

Pengujian normalitas dan homogenitas telah menunjukkan bahwa skor kemampuan berpikir kreatif matematis pada kedua kelompok berdistribusi normal dan varians kedua kelompok juga sama atau homogen. Selanjutnya dilakukan pengujian kesamaan dua rata-rata. Data hasil perhitungan kesamaan dua rata-rata disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.5

Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Kelas Ekperimen dan Kontrol

t-test for Equality of Means

t df Sig. (2-tailed)

3,94 63,00 ,000205

Pada penelitian ini menggunakan analisis satu ekor, sehingga nilai Sig. (1-tailed) adalah 0,0001025 didapat dari hasil membagi dua nilai Sig. (2-tailed). Maka dapat disimpulkan bahwa hasil uji kesamaan rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk kemampuan berpikir kreatif matematis menunjukkan untuk menolak H0 dan menerima H1. 1 menyatakan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat diidentifikasi dari nilai signifikansi perhitungan (signifikansi = 0,0001025) yang bernilai kurang dari nilai = 0,05.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada penelitian ini diketahui bahwa perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang menunjukan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, karenamodel pembelajaran SSCS merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, melatih siswa menyelesaikan suatu


(59)

permasalahan dengan tahapan atau langkah penyelesaian secara mandiri, guru tidak lagi menjadi pusat pada proses pembelajaran tetapi sebagai fasilitator yang membimbing proses pembelajaran di kelas sehingga melatih siswa untuk berpikir kreatif. Sedangkan pada pembelajaran konvensional guru merupakan sumber dari proses pembelajaran. Siswa hanya pasif mendengarkan penjelasan guru sehingga kemampuan berpikir kreatifnya tidak berkembang.

Model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam penelitian ini terdiri dari 4 tahapan pembelajaran, yaitu : mengidentifikasi masalah (search), merencanakan penyelesaian dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan (solve), menyatakan tentang hasil yang berkaitan dengan masalah yang diberikan berdasarkan solusi dari tahapan sebelumnya (create), mengkomunikasikan hasil penyelesaian (share). Dalam proses pembelajaran siswa diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan menyelesaikannya secara berkelompok.

Tahapan pertama dalam pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) yaitu : mengidentifikasi masalah (search), Siswa diberikan suatu kasus atau permasalahan diawal, kemudian siswa diminta untuk menuliskan informasi dari masalah yang diberikan. Pada tahap search ini, mengembangkan kemampuan siswa untuk dapat memberikan banyak gagasan terhadap masalah yang diberikan. Sehingga indikator kemampuan berpikir kreatif yang sesuai dan dapat dikembangkan dari tahapan ini yaitu kemampuan berpikir kreatif siswa secara lancar. Tahap kedua yaitu merencanakan penyelesaian dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan (solve). Pada tahapan ini siswa merencanakan cara untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan kemudian menyelesaikannya. Tahap solve ini mengembangkan kemampuan siswa dalam membuat dugaan mengenai beberapa solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dan menyelesaikannya dengan langkah-langkah terperinci. Sehingga indikator kemampuan berpikir kreatif yang sesuai dan dapat dikembangkan dari tahapan ini yaitu kemampuan berpikir kreatif siswa secara luwes dan terperinci.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Sscs (Search, Solve, Create And Share) Untuk Meningkatkan Disposisi Matematik Siswa

21 139 156

Penerapan model pembelajaran kooperatif informal tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

11 55 158

Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FSLC (Formulate-Share-Listen-Create) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

16 28 186

Pengaruh model search, solve, create and share terhadap hasil belajar siswa pada konsep fluida statis

1 18 214

Penerapan Model Pemecahan Masalah Matematis Tipe Search, Solve, Create and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Dasar.

1 2 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE (SSCS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP : Penelitian Kuasi Eksperimen di salah satu SMP Negeri di Lembang.

0 2 40

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH TIPE SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE (SSCS) TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI.

0 4 45

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE (SSCS) BERBANTU MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA.

0 0 44

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE (SSCS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMA.

0 6 57

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa MTs melalui Model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dengan Metode Hypnoteaching - repository UPI T MTK 1303183 Title

0 0 5