PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI METODE IMKUIRI ALBERTA.

(1)

DAFTAR ISI

Hal.

PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Definisi Operasional ... 14

F. Hipotesis ... 17

BAB II STUDI LITERATUR A. Berpikir Matematis ... 18

B. Pemahaman Matematis ... 25

C. Pemecahan Masalah Matematis ... 34 D. Metode Inkuiri ...

1. Pengertian Metode Inkuiri ... 2. Ciri-ciri Metode Inkuiri ... 3. Prinsip-prinsip Metode Inkuiri ... 4. Jenis-jenis Metode Inkuiri ... a. Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) ... b. Inkuiri Bebas (Free Inquiry) ...

39 39 46 47 49 49 50


(2)

c. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasi ... 5. Langkah-langkah Metode Inkuiri ... 6. Kelebihan dan Kekurangan Metode Inkuiri ...

52 58 55

E. Langkah-langkah Metode Inkuiri Model Alberta ... 58

F. Dampak Metode Inkuiri terhadap Sikap Siswa ... 64

G. Metode Konvensional ... 68

H. Metode Ekspositori ... 70

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 73

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 74

C. Instrumen dan Pengembangannya 1. Tes Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... a. Analisis Validitas ... b. Analisis Reliabilitas ... c. Analisis Tingkat Kesukaran Siswa dan Daya Pembeda .. 2. Angket Sikap ... 74 75 77 78 83 D. Prosedur Pengumpulan Data ... 85

E. Analisis Data 1. Data Hasil Tes... 2. Data Hasil Non Tes ... 86 93 F. Prosedur Penelitian ... 95 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... 1. Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa

a. Analisis data pretes kemampuan pemahaman matematis ... b. Analisis data gain ternormalisasi kemampuan pemahaman matematis ...

96

96 100


(3)

2. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

a. Analisis data pretes kemampuan pemecahan masalah matematis ... b. Analisis gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah matematis ... 3. Analisis Sikap Siswa ... a. Sikap siswa terhadap pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta ... b. Sikap siswa terhadap kegiatan diskusi selama belajar dengan metode inkuiri model Alberta ... c. Sikap siswa terhadap soal-soal kemampuan

pemahaman dan pemecahan masalah matematis ...

105 109 113 113 115 118 B.Pembahasan ...

1. Metode Pembelajaran ... 2. Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis ... 3. Sikap Siswa terhadap pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta ... 4. Profil Aktivitas dan Kinerja Siswa ...

121 121 127 129 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 135 B. Saran ... 136 DAFTAR PUSTAKA ... 137 LAMPIRAN

DOKUMENTASI SURAT – SURAT


(4)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 2.1 Perbandingan Langkah-langkah dalam Proses Menemukan

antara Penelitian Ilmiah dengan Masalah Matematis ... 45 Tabel 3.1 Koefisien Korelasi ... 76 Tabel 3.2 Hasil Perhitungan dan Interprestsi Validitas Butir Soal

Kemampuan Pemahaman Matematis ... 76 Tabel 3.3 Hasil Perhitungan dan Interprestasi Validitas Butir Soal

Kemampuan Pemecahan Masalah ... 77 Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas ... 78 Tabel 3.5 Tingkat Kesukaran ... 79 Tabel 3.6 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir

Soal Kemampuan Pemahaman Matematis ... 79 Tabel 3.7 Hasil perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir

Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 80 Tabel 3.8 Daya Pembeda ... 81 Tabel 3.9 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir

Soal Kemampuan Pemahaman Matematis ... 81 Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Hasil Belajar Kemampuan

Pemahaman Matematis ... 82 Tabel 3.11 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda butir

Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 82 Tabel 3.12 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Hasil Belajar Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis ... 83 Tabel 3.13 Kriteria Indeks Gain ... 86 Tabel 4.1 Deskripsi Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis 97 Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemahaman

matematis ... 98 Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Kemampuan


(5)

Tabel 4.4 Uji Perbedaan Rata-Rata Pretes Kemampuan Pemahaman

Matematis ... 100 Tabel 4.5 Deskripsi Gain Ternormalisasi Kemampuan pemahaman

matematis ... 101 Tabel 4.6 Hasil Uji Normalisasi Gain Ternormalisasi Kemampuan

pemahaman Matematis ... 102 Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas varians Gain Ternormalisasi

Kemampuan pemahaman Matematis ... 103 Tabel 4.8 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi Kemampuan

Pemahaman Matmatis ... 104 Tabel 4.9 Deskripsi Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 105 Tabel 4.10 Hasil Uji Coba Normalitas Pretes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 107 Tabel 4.11 Hasil Uji Coba Homogenitas Varians pretes Kemampuan

pemecahan Masalah Matematis ... 107 Tabel 4.12 Hasil Uji Coba Perbedaan Rata-rata Pretes Kemampuan

Pemecahan masalah matematis ... 108 Tabel 4.13 Deskripsi Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 109 Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan

Pemecahan Masalah matematis ... 111 Tabel 4.15 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi Kemampuan

pemecahan Masalah ... 112 Tabel 4.16 Rekapitulasi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran

Matematika dengan Metode Inkuiri Model Alberta ... 114 Tabel 4.17 Rekapitulasi Rasa Senang Siswa terhadap Kegiatan Diskusi

Selama Belajar dengan Metode Inkuiri Model Alberta... 116 Tabel 4.18 Rekapitulasi Hubungan antara Diskusi dengan Belajar

Bersama ... 117 Tabel 4.19 Rekapitulasi Hubungan Antara Diskusi dengan Soal-soal


(6)

Matematika ... 118 Tabel 4.20 Rekapitulasi Sikap Siswa yang Merasa Tertantang dengan

Soal-soal yang Diberikan ... 119 Tabel 4.21 Rekapitulasi Hubungan Soal dengan Materi Sebelumnya ... 120 Tabel 4.22 Rekapitulasi soal dengan Kemampuan Diri ... 120


(7)

DAFTAR GAMBAR

Hal. Gambar 2.1 Proses Dinamis Pemecahan Masalah menurut Wilson, et al 37 Gambar 2.2 Langkah-langkah Metode Inkuiri Model Alberta ... 58 Gambar 3.1 Diagram Analisis Uji Statistik ... 93 Gambar 3.2 Diagram Prosedur Penelitian ... 95 Gambar 4.1 Skor Rata-Rata Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis 97 Gambar 4.2 Skor Rata-rata Gain Ternormalisasi Kemampuan

Pemahaman Matematis ... 102 Gambar 4.3 Skor Rata-Rata Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 106 Gambar 4.4 Skor Rata-rata Gain Ternormalisasi Kemampuan

Pemecahan masalah Matematis ... 110 Gambar 4.5 Contoh Hasil Kinerja Siswa Kelas Eksperimen dalam Tes

Kemampuan Pemahaman Matematis ... 133 Gambar 4.6 Contoh Hasil Kinerja Siswa Kelas Kontrol dalam Tes


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal. Lampiran 1 Silabus Pembelajaran ... 142 Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 162 Lampiran 3 Pekerjaan Rumah Siswa ... 200 Lampiran 4 Kemampuan Pemahaman Matematis

a. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... b. Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ..

207 210 Lampiran 5 Kemampuan Pemecahan Masalah matematis

a. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... b. Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ...

213 217 Lampiran 6 Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Matematis ... 221 Lampiran 7 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 225 Lampiran 8 Output Uji Instrumen Kemampuan Pemahaman

Matematis ... 245 Lampiran 9 Output Uji Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 251 Lampiran 10 Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematis

a. Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas Kontrol ... b. Gani Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman

Matematis Kelas Eksperimen ...

257 259 Lampiran 11 Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis

a. Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol ... b. Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen ...

261 263


(9)

Lampiran 12 Output Kemampuan Pemahaman Matematis

a. Data Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis ... b. Data Gain Ternormalisasi Pemahaman Matematis ...

265 269 Lampiran 13 Output Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

a. Data Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... b. Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...

273 277 Lampiran 14 Angket Sikap

a. Kisi-kisi Angket Sikap ... b. Pernyataan Angket Sikap ... c. Hasil Angket Sikap ...

280 281 286


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Undang-undang ini syarat dengan tuntutan yang cukup mendasar, karena harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Salah satu upaya yang harus segera dilakukan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Sebagai mata pelajaran yang dipelajari di Sekolah Menengah Pertama, matematika harus memiliki tujuan seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang mengungkapkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik Sekolah Menengah Pertama memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.


(11)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Harus diakui bahwa sejak jaman dulu sampai sekarang, matematika merupakan salah satu ilmu yang penting dalam kehidupan, tetapi tidak mudah atau masih dirasa sulit untuk dipelajari. Ada siswa yang pada mulanya menyenangi pelajaran matematika, namun beberapa bulan kemudian siswa tersebut menjadi tidak menyenanginya lagi, bahkan sikapnya acuh terhadap pelajaran matematika. Kondisi seperti ini, menurut Suherman dan Winataputra (1992:241) kemungkinan salah satu penyebabnya adalah cara mengajar guru yang tidak cocok dengan siswanya, misalnya guru hanya mengajar dengan satu metode yang kebetulan metode tersebut tidak cocok dan sukar dimengerti oleh siswanya.


(12)

Sejak diberlakukan Kurikulum 1975, khususnya untuk mata pelajaran matematika, guru seharusnya tidak lagi mendominasi kelas. Proses pembelajaran diupayakan berpusat pada siswa, sehingga siswa menjadi aktif, gembira dan menyenangkan. Guru matematika harus memperhatikan apakah metode yang digunakan sudah sesuai atau tidak dengan materi dan kesiapan mental siswanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode mengajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar dan sikap siswa dalam matematika.

Lebih lanjut, Ruseffendi (1991:328) menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. Sedangkan menurut Rif’at (2001:25) kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Kondisi seperti ini sering tidak disadari oleh guru matematika dalam proses pembelajaran yang lebih dikenal dengan sebutan rote learning. Berdasarkan hal tersebut, Kramarski dan Slettenhaat (dalam Ansari, 2003:3) menyatakan bahwa model pembelajaran seperti di atas, umumnya aktivitas siswa mendengar dan menonton guru melakukan kegiatan matematik, kemudian guru menyelesaikan soal sendiri dengan satu cara penyelesaian dan memberi soal latihan untuk diselesaikan oleh siswanya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mettes (1979:82) bahwa siswa


(13)

hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan, maka mereka bingung karena karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja.

Pembelajaran matematika hendaknya lebih mengutamakan pada pengembangan daya matematika siswa yang meliputi kemampuan menemukan kembali, menyusun konjektur dan menalar secara logic, menyelesaikan soal yang tidak rutin dan menyelesaikan masalah, berkomunikasi secara matematik, dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya.

Kurangnya kemampuan pemahaman matematis mempengaruhi kemampuan siswa dalam matematika itu sendiri. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Wahyudin (1999:222) bahwa salah satu penyebab siswa lemah dalam matematika adalah kurang memiliki kemampuan untuk memahami (pemahaman) dan mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksiomatik, definisi, kaidah dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan.

Kemampuan pemahaman dengan kemampuan pemecahan masalah dalam matematika mempunyai kaitan yang erat atau saling terkait satu dengan yang lainnya. Ada seseorang yang telah memahami suatu konsep, tetapi ia lemah dalam menemukan strategi pemecahan masalah, ada juga seseorang yang telah dapat memikirkan strategi pemecahan masalah, namun kurang dalam pemahaman konsep matematika dan ada juga yang


(14)

kedua-duanya lemah. Berdasarkan hal tersebut, peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa menjadi fokus pertama dalam penelitian ini.

Guru mempunyai tugas dan peran sebagai pendorong siswa dalam belajar (stimulation of learning) agar siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktivitas matematika, dan bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of information). Sejalan dengan hal tersebut, Nurhadi (2004:8) menyatakan bahwa peran guru dalam setiap proses pembelajaran, 1) Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep-konsep tersebut sebagai sebuah kompetensi yang berguna; 2) Bagaimana setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh; 3) Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu menanyakan tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan dari apa yang mereka pelajari; 4) Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir seluruh siswa yang beragam, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata dan membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya.

Sullivan (1992:98) mengatakan bahwa tugas guru matematika dalam setiap proses pembelajaran di kelas adalah memberi kesempatan


(15)

kepada siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan eksplorasi matematis; mampu mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada dalam diri mereka sebelumnya; mampu mendorong siswa agar dapat mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi; mampu mendorong siswa agar berani menyelesaikan masalah dan memberi kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan ide-ide; serta mau mendengar ide-ide temannya. Selain itu Silver dan Smith (1996:20) mengatakan bahwa peran guru adalah agar mampu melibatkan siswa dalam setiap tugas atau kegiatan matematika, mampu mengorganisir aktivitas intelektual siswa, seperti diskusi dan komunikasi, serta mampu membantu siswanya memahami ide matematis dan mampu memonitor pemahaman mereka.

Sebagai sosok yang menjabarkan isi kurikulum di kelas, guru matematika mempunyai peranan yang cukup strategis dalam proses pembelajaran di kelas. Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh setiap guru matematika adalah kemampuan menguasai dan menggunakan berbagai metode pembelajaran, di samping menguasai materi matematika itu sendiri. Hal ini sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Wahyudin (1999:107) bahwa kemampuan para guru matematika menggunakan berbagai metode atau pendekatan dengan tepat dan benar dalam mengajar, dapat mempengaruhi tingkat penguasaan siswa dalam matematika itu sendiri.


(16)

Penguasaan guru matematika terhadap metode atau pendekatan yang digunakan dalam setiap proses pembelajaran merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat membantu siswanya dalam mempelajari dan memahami konsep-konsep matematika serta dapat memecahkan masalah matematis, sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar siswanya. Hal ini sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Wahyudin (1999:9) bahwa kompetensi guru dapat berupa penguasaan metode mengajar merupakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Dengan demikian sudah sewajarnya guru matematika dalam setiap proses pembelajaran di kelas agar mampu menggunakan metode pembelajaran yang efektif.

Berkaitan dengan uraian di atas, maka salah satu metode efektif yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran matematika adalah Metode Inkuiri. Dalam proses pembelajaran dengan Metode Inkuiri, siswa diberi keleluasaan dan diarahkan untuk melakukan investigasi dan membuat perkiraan, merumuskan konjektur, melakukan eksperimen dan mengemukakan pendapat mereka berdasarkan hasil pengamatan, observasi, bahkan hasil pengalaman mereka sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya pada level SMP di Kota Bandung, disimpulkan bahwa siswa dalam proses pembelajaran matematika di kelas (kelas eksperimen) yang diajarkan dengan metode inkuiri dapat meningkatkan salah satu kemampuan daya matematik (math power) siswa, yaitu kemampuan koneksi matematis (Kusuma, 2003).


(17)

Selain itu diperoleh pula kesimpulan bahwa melalui metode inkuiri ternyata dapat meningkatkan minat dan rasa senang siswa dalam belajar matematika. Hal ini tercermin dari jawaban yang diberikan oleh siswa kelas eksperimen melalui lembaran observasi.

Pembelajaran dengan metode inkuiri pada dasarnya dapat membuat siswa belajar untuk menentukan bagaimana cara yang terbaik untuk mengemukakan temuan mereka, serta bagaimana menjelaskan, kemudian mengaitkan dengan ide-ide lain. Siswa dalam perspektif metode inkuiri dipandang sebagai siswa yang aktif, sedangkan guru berperan sebagai pembimbing, atau dengan kata lain sosok guru bukanlah sebagai pusat pembelajaran. Menurut Hamalik (2001:51) posisi guru berperan sebagai pembimbing, fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran metode inkuiri. Selain itu, Dimyati dan Mudjiono (2002:173) menyebutkan bahwa guru selain pembimbing, juga berfungsi agar mampu menciptakan suasana, sehingga siswa berani bereksplorasi dalam penemuan dan pemecahan masalah. Berkaitan dengan hal tersebut, sudah sewajarnya lembaga pendidikan (sekolah) dan guru matematika membiasakan diri dalam proses pembelajaran untuk menerapkan metode inkuiri. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Fark dan Dryton (2001:3) bahwa sekolah, terutama guru agar dapat membangun Budaya Inkuiri dengan membiasakan penerapan metode inkuiri dalam proses pembelajaran di dalam kelas.


(18)

Siswa dalam melakukan proses penyelidikan tidak mungkin menemukan pemecahan atau jawabannya secara mudah dan secara tiba-tiba, namun memerlukan beberapa tahap yang harus dilalui. Selanjutnya, tahap-tahap metode inkuiri yang diterapkan dalam penelitian ini diadopsi dari metode inkuiri yang dikembangkan oleh Lembaga Pendidikan Alberta Learning yang berkedudukan di Canada, sehingga disebut Metode Inkuiri Model Alberta. Donham (dalam Alberta Learning, 2004:7) mengatakan bahwa menyelesaikan suatu masalah dalam Metode Inkuiri Model Alberta ada enam tahap, yaitu: 1) Merencanakan (Planning), 2) Mengingat (Retrieving), 3) Menyelesaikan (Processing), 4) Mencipta (Creating), 5) Berbagi (Sharing), dan 6) Menilai (Evaluating).

Pada tahap perencanaan, siswa diarahkan agar dapat membuat atau menyusun perencanaan penyelesaian berdasarkan data yang terdapat pada soal. Tahap kedua adalah mengingat kembali berbagai informasi, termasuk konsep-konsep matematika yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam tahap ini, siswa juga harus mampu memeriksa rencana yang telah disusun, di mana data yang terdapat pada soal yang diperlukan apakah sudah cukup atau belum. Selanjutnya, jika data yang terdapat pada soal yang diperlukan sudah cukup, masalah dipecahkan pada tahap penyelesaian. Pada tahap ketiga, siswa diarahkan agar dapat menemukan cara tersendiri (boleh lebih dari satu cara pemecahan atau banyak solusi). Pada tahap ke empat, siswa membuat format presentasi dengan menyusun informasi yang dipilih ke dalam kata-kata sendiri. Pada tahap kelima,


(19)

jawaban-jawaban yang telah diperoleh, selanjutnya didiskusikan dengan teman-teman yang lain. Sebagai tahap terakhir, dalam tahap menilai siswa diarahkan untuk memeriksa kembali keseluruhan jawaban dari tahap-tahap sebelumnya.

Penyerapan materi dan informasi siswa sangat bergantung pada cara mereka mengusahakannya dan hal itu memiliki konsekuensi yang luas terhadap keberhasilan mereka dalam pembelajaran. Di antara semua unsur yang membentuk gaya belajar siswa secara keseluruhan indera melihat, mendengar, menyentuh dan merasa mempengaruhi penyerapan informasi, ingatan, dan proses belajar. Penelitian yang dilakukan Howard Gardner (dalam Mulas, 2010) menunjukkan, gaya belajar siswa tercermin dari kecenderungan jenis kecerdasan visual yang dimiliki oleh siswa tersebut. Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan visual-spasial, gaya belajarnya akan ditunjukkan dengan banyak mengingat apa yang dilihat dari pada apa yang didengar, senang membaca daripada dibacakan, senang menggambar dan mendesain serta senang berdemontrasi daripada ceramah. Gaya belajar ini menjadi modal untuk menerapkan gaya mengajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa tersebut yaitu melakukan pembelajaran denganMetode Inkuiri Model Alberta.

Metode Inkuiri Model Alberta merupakan metode belajar yang melibatkan siswa secara aktif. Dampak dari keaktifan siswa dalam kegiatan matematika akan meningkatkan kemampuan pemahaman terhadap konsep-konsep matematika, karena siswa diarahkan untuk


(20)

menyusun rencana dan mengingat kembali berbagai informasi pengetahuan yang telah ada dalam otak mereka sebelumnya untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, dapat diprediksi bahwa penerapan Metode Inkuiri Model Alberta dalam proses pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka muncul suatu permasalahan yang ingin dikaji lebih jauh untuk mengetahui apakah dengan Metode Inkuiri Model Alberta peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa dalam matematika lebih baik dibandingkan metode konvensional? Untuk menjawab permasalahan tersebut maka diambilah sebuah judul penelitian yaitu: “Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa melalui Metode Inkuiri Model Alberta”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitan ini adalah:

a. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional?


(21)

b. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Metode Konvensional?

c. Bagaimana sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran Metode Inkuiri Model Alberta?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

a. Mengkaji peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta dibandingkan dengan metode konvensional.

b. Mengkaji peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta dibandingkan dengan metode konvensional.

d. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap penerapan Metode Inkuiri Model Alberta dalam pembelajaran matematika.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya adalah :


(22)

a. Bagi siswa, memberikan pengalaman yang baru dan berbeda mengenai model pembelajaran dengan menggunakan Metode Inkuiri Model Alberta.

b. Bagi guru, memberikan informasi dan masukan tentang penerapan pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa dan memberikan variasi pembelajaran.

c. Bagi sekolah, jika ternyata terdapat peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa, maka Metode Inkuiri Model Alberta ini dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran yang bermanfaat dalam pembelajaran matematika di sekolah.

d. Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan bahan penelitian untuk peneliti lain dan memberikan gambaran mengenai penerapan pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta.

E. DEFINISI OPERASIONAL

Berikut ini akan diuraikan pengertian beberapa istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini yang sesuai dengan kajian teoritis pada uraian sebelumnya, agar tidak menimbulkan berbagai tafsiran yang saling berbeda. Adapun pengertian beberapa istilah penting tersebut adalah sebagai berikut:


(23)

a. Kemampuan pemahaman matematis adalah perilaku kognitif siswa yang mencakup pengetahuan konsep-konsep matematika, prinsip, algoritma dan pengetahuan prosedural. Pemahaman juga berarti dapat mengerti arti dari apa yang tersaji, kemampuan untuk menterjemahkan dari satu bentuk ke bentuk yang lain dalam kata-kata, angka, maupun interpretasi yang berbentuk penjelasan, ringkasan, prediksi dan hubungan sebab akibat.

Kemampuan pemahaman yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah:

1. Pemahaman relasional, yaitu kemampuan siswa untuk mengaitkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.

2. Pemahaman interpretasi, yaitu kemampuan siswa untuk menentukan konsep-konsep yang tepat dalam menyelesaikan soal dan mampu mengartikan suatu kesamaan.

3. Pemahaman ekstrapolasi, yaitu kemampuan siswa untuk memahami agar dapat meramalkan kecenderungan suatu data dengan memberikan alasannya.

4. Pemahaman mekanikal, yaitu kemampuan siswa untuk mengingat rumus, menerapkan rumus tersebut dan menghitung secara sederhana.

b. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematis yang meliputi: memahami


(24)

atau menyederhanakan masalah, menyusun berbagai strategi penyelesaian, menyelesaikan dan memeriksa proses serta hasil secara keseluruhan. Kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis yang meliputi:

1) Mampu menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. 2) Mampu menerapkan matematika secara bermakna.

3) Mampu memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematis dan atau di luar matematika.

4) Mampu membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya.

c. Sikap siswa adalah respon siswa sebagai tolok ukur positif atau tidak positif terhadap pembelajaran yang meliputi sikap siswa terhadap: 1) Pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta,

2) Kegiatan diskusi selama belajar dengan metode inkuiri model Alberta, dan

3) Soal-soal kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis.

d. Pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta terdiri dari enam tahap. Tahapan tersebut meliputi:


(25)

1) Tahap merencanakan (planning). Pada tahap ini siswa dengan bimbingan dari guru merumuskan topik/tema yang ingin didiskusikan dari suatu materi pelajaran;

2) Tahap mengingat (retrieving). Pada tahap ini siswa menggali dan aktif mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan topik diskusi;

3) Tahap menyelesaikan (processing). Pada tahap ini siswa mengolah informasi yang didapat sesuai dengan kebutuhan topik diskusi; 4) Tahap mencipta (creating). Pada tahap ini siswa membuat format

presentasi dengan menyusun informasi yang dipilih ke dalam kata-kata sendiri;

5) Tahap berbagi (sharing). Pada tahap ini dilakukan diskusi kelas dengan bimbingan dari guru apabila diperlukan;

6) Tahap menilai (evaluating). Pada tahap ini siswa bersama dengan guru melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran.

e. Metode konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai sumber belajar yang dominan, guru lebih banyak menggunakan waktunya di kelas untuk menyampaikan materi, dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran lebih bersifat penyampaian informasi atau pengetahuan sehingga siswa menjadi lebih pasif dalam mengkonstruksi pengetahuannya.


(26)

F. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan dan kajian pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini mengajukan beberapa hipotesis, diantaranya adalah:

a. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Metode Konvensional.

b. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Metode Inkuiri Model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Metode Konvensional.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam menjawab pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu untuk melihat sejauh mana pengaruh pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri model Alberta terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP, maka penelitian ini didesain dalam jenis eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretes-postes.

Dalam penelitian ini diambil sampel dua kelas yang homogen dengan pembelajaran berbeda. Kelompok pertama, diberikan pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta (X), sedangkan kelompok kedua sebagai kelompok pembanding menggunakan pembelajaran dengan metode konvensional. Dengan demikian, desain eksperimen dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

R O X O

R O - O

Keterangan:

R = Pemilihan kelas secara acak O= Tes awal (pre test)

O= Tes akhir (post test)


(28)

B. Populai dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Kawali di Kabupaten Ciamis, sedangkan untuk sampel dari hasil wawancara dengan guru-guru yang ada di sekolah tersebut diperoleh keterangan bahwa seluruh kelas memiliki kondisi siswa yang sama, sehingga sampel diambil secara acak sederhana dari seluruh kelas VIII SMPN 1 Kawali dengan mengambil dua kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sampel dipilih siswa kelas VIII berdasar pertimbangan, bahwa mereka dianggap sudah bisa beradaptasi dengan pembelajaran baru yang berbeda dengan pembelajaran konvensional dan tidak mengganggu program sekolah dalam mempersiapkan ujian akhir.

C. Instrumen dan Pengembangannya

1. Tes Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Tes kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis masing-masing sebanyak 4 (empat) butir soal berbentuk uraian. Penyusunan instrumen kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis mengikuti saran pembimbing dan dikembangkan melalui penyusunan kisi-kisi tes kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis yang berpedoman pada Silabus Kurikulum Matematika SMP kelas VIII.


(29)

Setelah soal untuk tes pemahaman dan pemecahan masalah matematis diuji cobakan, kemudian dilakukan analisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya.

a. Analisis validitas

Peneliti menganalisis validitas soal dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson (Suharsimi, 2002), dengan cara mengkorelasikan antara skor yang didapat siswa pada suatu butir soal dengan skor total.

Rumus yang digunakan adalah:

  

 

 

2 2 2 2

Y Y N X X N Y X XY N rxy           

dengan : rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y X = Jumlah nilai variabel X

Y = Jumlah nilai variabel Y

X2= Jumlah kuadrat nilai variabel X Y2 = Jumlah kuadrat nilai variabel Y


(30)

Tabel 3.1 Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi Kriteria

1,00 ≥ r > 0,80 Sangat Tinggi

0,80 ≥ r > 0,60 Tinggi

0,60 ≥ r > 0,40 Cukup

0,40 ≥ r > 0,20 Rendah

0,20 ≥ r Sangat Rendah

(Arikunto, 2002) Dengan taraf signifikansi 5%, rhitung dibandingkan dengan rtabel, dengan interpretasi sebagai berikut:

rhitung <r tabel , maka korelasi tidak signifikan rhitung ≥ r tabel , maka korelasi signifikan

Hasil perhitungan dan interpretasi yang berkenaan dengan validitas butir soal untuk tes kemampuan pemahaman matematis dalam penelitian ini dinyatakan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Validitas Butir Soal Kemampuan Pemahaman matematis

No r Interpretasi r

Interpretasi Signifikansi untuk r tabel (0,01)

1 0,606 Tinggi Signifikan

2 0,648 Tinggi Signifikan

3 0,761 Tinggi Sangat Signifikan


(31)

Hasil perhitungan dan interpretasi yang berkenaan dengan validitas butir soal untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini dinyatakan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Validitas Butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

No r Interpretasi r

Interpretasi Signifikansi untuk r tabel (0,01)

1 0,768 Tinggi Sangat Signifikan

2 0,802 Sangat Tinggi Sangat Signifikan

3 0,680 Tinggi Signifikan

4 0,826 Sangat Tinggi Sangat signifikan

b. Analisis Reliabilitas

Untuk menghitung Reliabilitas tes dihitung dengan menggunakan rumus Alpha-Cronbach, sebagai berikut:

               

2

2 1 1 t i n n r

 (Sugiono, 2002)

Dengan: n = banyak soal

2 i

 = variansi item 2

t

 = variansi total

Dari hasil uji coba diperoleh koefisien reliabilitas dengan klasifikasi Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990) dikategorikan sebagai berikut:


(32)

Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Klasifikasi

rp≤ 0,20 Sangat Rendah

0,20 <rp ≤ 0,40 Rendah

0,40 <rp ≤ 0,60 Sedang

0,60 <rp ≤ 0,80 Tinggi

0,80 <rp ≤ 1,00 Sangat Tinggi

Hasil perhitungan reliabilitas instrumen untuk tes kemampuan pemahaman matematis didapat 0,50 dengan interpretasi sedang, sedangkan untuk hasil perhitungan reliabilitas instrumen kemampuan pemecahan masalah matematis didapat 0,80 dengan interpretasi tinggi.

c. Analisis Tingkat Kesukaran Soal dan Daya Pembeda

Untuk mengidentifikasi soal-soal mana yang baik dan mana yang kurang baik atau jelek, dilakukan analisis butir soal, sehingga dapat diketahui tingkat kesukaran dan daya pembeda dari masing-masing soal. Penentuan indeks kesukaran ditentukan dengan rumus:

N B TK

dengan: B = jumlah skor yang didapat siswa pada butir soal itu N = jumlah skor ideal pada butir soal itu


(33)

Kriteria interpretasi tingkat kesukaran (Suherman, 1990) sebagai berikut:

Tabel 3.5 Tingkat Kesukaran

Tingkat Kesukaran Kriteria

IK = 0,00 Sangat Sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar

0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang

0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 1,00 Terlalu Mudah

Hasil perhitungan dan interpretasi yang berkenaan dengan tingkat kesukaran butir soal untuk kemampuan pemahaman matematis dalam penelitian ini dinyatakan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan pemahaman Matematis

No. Soal

Tingkat Kesukaran (%)

Interpretasi

1 61,17 Sedang

2 73,33 Mudah

3 68,67 Sedang

4 68,33 Sedang

Hasil perhitungan dan interpretasi yang berkenaan dengan tingkat kesukaran butir soal untuk kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini dinyatakan pada Tabel 3.7.


(34)

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir SoalKemampuan Pemecahan Masalah Matematis

No. Soal

Tingkat Kesukaran (%)

Interpretasi

1 70,00 Sedang

2 80,33 Mudah

3 14,67 Sukar

4 65,00 Sedang

Untuk menghitung daya pembeda menggunakan rumus sebagai berikut:

A B A

I S S

DP 

dengan:

DP = daya pembeda soal

SA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah SB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang

diolah

Menurut Suherman (1990: 213), daya pembeda (DP) dikategorikan sebagai berikut:


(35)

Tabel 3.8 Daya Pembeda

Daya Pembeda Kategori

DP = 0,00 Sangat Jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Hasil perhitungan dan interpretasi yang berkenaan dengan daya pembeda butir soal untuk kemampuan pemhaman matematis dalam penelitian ini dinyatakan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan pemahaman Matematis

No. Soal

Daya Pembeda (%)

Interpretasi

1 17,67 Jelek

2 30,00 Cukup

3 62,67 Baik

4 26,67 Cukup

Secara lengkap, hasil uji coba perangkat tes untuk kemampuan pemahan matematis ditampilkan pada Tabel 3.10.


(36)

Tabel 3.10

Rekapitulasi Hasil uji Coba Tes Hasil Belajar Kemampuan Pemahaman Matematis

No Validitas Reabilitas Daya Pembeda

(%)

Tingkat Kesukaran

(%)

Keputusan

1 0,606 Tinggi

0,50 Sedang

17,67 Jelek 61,17 Sukar Dipakai

2 0,648 Tinggi 30,00 Cukup 73,33 Mudah Dipakai

3 0,761 Tinggi 62,67 Baik 68,67 Sukar Dipakai

4 0,582 Cukup 26,67 Cukup 68,33 Sukar Dipakai

Hasil perhitungan dan interpretasi yang berkenaan dengan daya pembeda butir soal untuk kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini dinyatakan pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

No. Soal

Daya Pembeda (%)

Interpretasi

1 46,67 Baik

2 39,33 Baik

3 6,67 Jelek

4 70,00 Baik

Secara lengkap, hasil uji coba perangkat tes tersebut ditampilkan pada Tabel 3.12.


(37)

Tabel 3.12

Rekapitulasi Hasil uji Coba Tes Hasil Belajar Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

No Validitas Reabilitas Daya

Pembeda (%)

Tingkat Kesukaran (%)

Keputusan

1 0,768 Tinggi

0,80 Tinggi

46,67 Baik 70,00 Sedang Dipakai

2 0,802 Sangat Tinggi

39,33 Baik 80,33 Mudah Dipakai

3 0,680 Tinggi 6,67 Jelek 14,67 Sangat

Sukar

Dipakai

4 0,826 Sangat Tinggi

70,00 Baik 65,00 Sedang Dipakai

2. Angket

Penggunaan skala sikap bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa pada kelas eksperimen setelah memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta. Model skala sikap yang digunakan adalah model skala sikap Likert. Sikap siswa yang dilihat meliputi sikap siswa terhadap pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta, sikap siswa terhadap kegiatan diskusi selama belajar dengan metode inkuiri model Alberta, dan sikap siswa terhadap soal-soal kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis. Secara lengkap kisi-kisi angket sikap siswa dan perangkat angket sikap siswa dapat dilihat pada lampiran.

Skala sikap diberikan kepada siswa kelompok eksperimen setelah mereka melaksanakan tes akhir (postes). Komponen-komponen pada angket sikap memuat lima pilihan jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS),


(38)

Setuju (S), Netral atau tidak bisa menentukan pilihannya (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap pilihan jawaban yang mendukung pernyataan sikap positif diberi skor yaitu: SS=5, S=4, N=3, TS=2 dan STS=1, sedangkan pilihan jawaban yang mendukung pernyataan sikap negatif diberi skor yaitu: SS=1, S=2, N=3, TS=4 dan STS=5. Selanjutnya, angket sikap sebelum digunakan sebagai salah satu instrumen dalam penelitian ini, dilakukan uji coba untuk mengetahui tingkat validitasnya.

Berkenaan dengan validitas isi skala sikap, maka pertimbangan teman kuliah dan masukan-masukan dari dosen pembimbing sangat diperlukan. Validasi juga dilakukan dengan pengujian signifikansi perbedaan mean antara kelompok atas (xatas) dan bawah (xbawah). Rumus pengujian yang digunakan adalah uji-t:

 

 

1

2 2         n n x x x x x x t b b a a b a hitung (Subino,1997) Keterangan : a

= rata-rata kelompok atas = rata-rata kelompok bawah

a = kelompok atas b = kelompok bawah


(39)

Dengan kriteria pengujian:

Jika thitungttabel maka butir pernyataan dapat digunakan atau valid, dan

Jika thitung<ttabel maka butir pernyataan tidak dapat digunakan atau tidak valid.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dan teknik pengolahan data dilakukan dengan tahap sebagai berikut:

1. Melaksanakan tes awal. Tes ini meliputi tes kemampuan pemahaman dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis.

2. Melaksanakan proses pembelajaran matematika, dimana Metode Inkuiri Model Alberta dilaksanakan di kelas eksperimen, dan metode konvensional di kelas kontrol.

3. Melaksanakan tes akhir. Soal-soal pada tes ini sama dengan soal-soal pada tes awal. Selanjutnya, dihitung gain (selisih antara postes dengan pretes) untuk membandingkan dan melihat ada atau tidak adanya peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematika siswa.

4. Memberi angket sikap. Angket ini diisi oleh siswa kelas eksperimen untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan Metode Inkuiri Model Alberta.


(40)

6. Melakukan pembahasan yang berkaitan dengan analisis data, uji hipotesis dan kajian studi literatur.

7. Menyimpulkan hasil penelitian.

E. Analisis Data 1. Data Hasil Tes

Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri model Alberta pada kelas eksperimen dan metode konvensional pada kelas kontrol, maka dilakukan perhitungan gain ternormalisasi.

Meltzer (2002) mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan gain yang disebut normalized gain (gain ternormalisasi). Gain ternormalisasi (g) diformulasikan dalam rumus sebagai berikut:

Gain Ternormalisasi = � � −� �

� � −� �

Kriteria Indeks Gains (g) adalah:

Tabel 3.13

Kriteria Indeks Gain Ternormalisasi

Indeks Gain Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g≤ 0,7 Sedang

g≤ 0,3 Redah


(41)

Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : �1( � ) = �2( )

H1 : �1( � ) > �2( )

Hipotesis 1: Menguji peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa.

H0 : Tidak terdapat perbedaan antara peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional.

H1 : Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional.

Hipotesis 2: Menguji peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

H0 : Tidak terdapat perbedaan antara peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional.


(42)

H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional.

Untuk menguji hipotesis 1 dan hipotesis 2 digunakan uji perbedaan rata-rata dengan taraf signifikan � = 0,05. Langkah-langkah uji perbedaan rata-rata sebagai berikut:

a. Menghitung rata-rata

Menghitung rerata skor pretes dan postes (Ruseffendi, 1993) dengan menggunakan rumus:

=

1 =1 1

b. Menghitung deviasi standar

Rumus yang digunakan untuk menghitung deviasi standar hasil pretes dan postes (Uyanto, 2009) adalah sebagai berikut:

=

1

−1

1

2

�=1

c. Menguji normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan untuk mengetahui normalitas suatu data adalah sebagai berikut:


(43)

H1 : data tidak berdistribusi normal

Untuk menghitung normalitas suatu data akan dilakukan dengan uji Shaphiro-Wilk, karena data yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah lebih dari 30 siswa. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

Terima H0 jika P-value ≥ 0,05 dan Tolak H0 jika P-value < 0,05

dengan p-value adalah nilai signifikansi hasil perhitungan (Uyanto,2009).

d. Menguji homogenitas data

Pengujian homogenitas varians antara kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok sama ataukah berbeda. Hipotesis yang digunakan untuk menghitung homogenitas suatu data adalah sebagai berikut: H0 : varians kedua kelompok sampel homogen

H1 : varians kedua kelompok sampel tidak homogen

Untuk mengetahui homogenitas suatu data akan dilakukan dengan uji Lavene. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

Terima H0 jika P-value ≥ 0,05 dan Tolak H0 jika P-value < 0,05

dengan p-value adalah nilai signifikansi hasil perhitungan (Uyanto,2009).


(44)

Apabila sebaran data berdistribusi normal dan varians kedua kelompok sampel homogen, maka uji perbedaan rata-rata menggunakan uji t. Rumusnya adalah sebagai berikut:

t = X − Y

SX2Y 1

n x+ 1 n y

(Ruseffendi, 1998)

Dengan: dk = nx + ny– 2, dan varians : 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 2 2        y x y y x x y x n n n s n s s Keterangan :

= Skor rata-rata siswa yang belajar dengan Metode Inkuiri Model Alberta

= Skor rata-rata siswa yang belajar degan metode konvensional = Jumlah siswa yang belajar dengan Metode Inkuiri Model Alberta = Jumlah siswa yang belajar dengan metode konvensional

= Varians dari kelompok eksperimen yang belajar dengan Metode Inkuiri Model Alberta

= Varians dari kelompok kontrol yang belajar dengan Metode konvensional.

Apabila sebaran data berdistribusi tidak normal, maka uji perbedaan rata-rata menggunakan statistik nonparametrik dengan uji Mann-Whitney.


(45)

Apabila sebaran data berdistribusi normal dan varians kedua

kelompok sampel tidak homogen, maka menggunakan uji t’ (t aksen).

Rumusnya adalah sebagai berikut:

t’ = −1 2

12 1 +

2 2 2

Kriteria pengujian adalah Terima hipotesis H0 jika :

<w1t1+ w2t2

w1+ w2

dengan :

w1 =

s12

n1 , w2 = s22

n2 dan

1 = 1− � 1−1 , 2 = 1− � 2−1

Sudjana (1996)

Keterangan :

1

= Skor rata-rata siswa yang belajar dengan Metode Inkuiri Model Alberta

2

= Skor rata-rata siswa yang belajar degan metode konvensional

1 = Jumlah siswa yang belajar dengan Metode Inkuiri Model Alberta 2 = Jumlah siswa yang belajar dengan metode konvensional

1 = Varians dari kelompok eksperimen yang belajar dengan Metode

Inkuiri Model Alberta

2 = Varians dari kelompok kontrol yang belajar dengan Metode


(46)

Hipotesis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata suatu data adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : Kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

Untuk menghitung perbedaan rata-rata suatu data akan dilakukan dengan menggunakan uji t, uji Mann-Whitney, dan uji t’ (t aksen) tergantung distribusi data dan varians kedua kelompok sampel. Pengujiannya adalah sebagai berikut:

Terima H0 jika P-value (one tailed test) ≥ 0,05 dan Tolak H0 jika P-value ( one tailed test) < 0,05

dengan p-value adalah nilai signifikansi hasil perhitungan (Uyanto, 2009).


(47)

START

Data

Tidak

Normal Uji Nonparametrik ?

Ya

Tidak

Homogen Uji - t’ ?

Ya Uji - t END

Gambar 3.1

Diagram Analisis Uji Statistik

2. Data Hasil Non Tes

Data hasil skala sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan Metode Inkuiri Model Alberta dianalisis dengan menggunakan alat ukur yang dinamakan alat ukur sikap dengan Skala Likert.


(48)

Untuk mengetahui apakah siswa berpendapat positif atau negatif dilakukan perhitungan skor siswa dan perhitungan skor netral, yaitu rerata skor dari setiap pertanyaan. Apabila skor siswa lebih besar dari skor netral, maka dapat dikatakan siswa berpendapat positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan Metode Inkuiri Model Alberta.


(49)

F. Prosedur Penelitian

Gambar 3.2 Diagram Prosedur Penelitian

Identifikasi masalah, potensi, dan peluang yang berkaitan dengan mutu serta pembelajaran matematika di SMP

Telaah kurikulum, identifikasi bahan ajar dan materi yang relevan dengan metode pembelajaran, kemampuan pemahaman dan

pemecahan masalah, serta telaah terhadap model evaluasi

Penyusunan proposal

Penyusunan model pembelajaran, instrumen dan evaluasi

Seminar proposal

Pelaksanaan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol Pengurusan Izin kelapangan

Pembimbingan terhadap guru matematika yang kelasnya terpilih sebagai kelas sampel

Kelas Eksperimen : Metode Inkuiri Model Alberta

Pelaksanaan angket sikap

Pengumpulan dan penganalisisan data

Penulisan Laporan

Kelas Kontrol : Metode Konvensional

Pelaksanaan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol Penerapan pembelajaran


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV dan temuan selama pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah: 1. Tidak terdapat perbedaan antara peningkatan kemampuan pemahaman

matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa di kedua kelas berada dalam kualifikasi sedang dengan selisih yang tidak jauh berbeda.

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kedua kelas keduanya berada dalam kualifikasi sedang dengan selisih yang jauh berbeda.

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran yang meliputi sikap siswa terhadap pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta, kegiatan diskusi selama


(51)

belajar dengan metode inkuiri model Alberta, dan soal-soal kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis adalah positif.

B. Saran

Beberapa saran atau rekomendasi yang dapat dikemukakan:

1. Pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta hendaknya menjadi salah satu alternatif pembelajaran di kelas dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah siswa ini menurut tingkat kecerdasan siswa (tinggi, sedang, dan rendah).

3. Selain kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis yang penulis teliti, disarankan untuk penelitian selanjutnya meneliti kemampuan lain seperti kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi dan kemampuan koneksi dengan menggunakan pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta.


(1)

Hipotesis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata suatu data adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : Kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

Untuk menghitung perbedaan rata-rata suatu data akan dilakukan dengan menggunakan uji t, uji Mann-Whitney, dan uji t’ (t aksen) tergantung distribusi data dan varians kedua kelompok sampel. Pengujiannya adalah sebagai berikut:

Terima H0 jika P-value (one tailed test) ≥ 0,05 dan Tolak H0 jika P-value ( one tailed test) < 0,05

dengan p-value adalah nilai signifikansi hasil perhitungan (Uyanto, 2009).


(2)

START

Data

Tidak

Normal Uji Nonparametrik ?

Ya

Tidak

Homogen Uji - t’ ?

Ya Uji - t

END

Gambar 3.1

Diagram Analisis Uji Statistik

2. Data Hasil Non Tes

Data hasil skala sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan Metode Inkuiri Model Alberta dianalisis dengan menggunakan alat ukur yang dinamakan alat ukur sikap dengan


(3)

Untuk mengetahui apakah siswa berpendapat positif atau negatif dilakukan perhitungan skor siswa dan perhitungan skor netral, yaitu rerata skor dari setiap pertanyaan. Apabila skor siswa lebih besar dari skor netral, maka dapat dikatakan siswa berpendapat positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan Metode Inkuiri Model Alberta.


(4)

F. Prosedur Penelitian

Identifikasi masalah, potensi, dan peluang yang berkaitan dengan mutu serta pembelajaran matematika di SMP

Telaah kurikulum, identifikasi bahan ajar dan materi yang relevan dengan metode pembelajaran, kemampuan pemahaman dan

pemecahan masalah, serta telaah terhadap model evaluasi

Penyusunan proposal

Penyusunan model pembelajaran, instrumen dan evaluasi

Seminar proposal

Pelaksanaan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol Pengurusan Izin kelapangan

Pembimbingan terhadap guru matematika yang kelasnya terpilih sebagai kelas sampel

Kelas Eksperimen : Metode Inkuiri Model Alberta

Pelaksanaan angket sikap

Pengumpulan dan penganalisisan data

Penulisan Laporan

Kelas Kontrol : Metode Konvensional

Pelaksanaan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol Penerapan pembelajaran


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV dan temuan selama pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah: 1. Tidak terdapat perbedaan antara peningkatan kemampuan pemahaman

matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa di kedua kelas berada dalam kualifikasi sedang dengan selisih yang tidak jauh berbeda.

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kedua kelas keduanya berada dalam kualifikasi sedang dengan selisih yang jauh berbeda.

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran yang meliputi sikap siswa terhadap pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta, kegiatan diskusi selama


(6)

136

belajar dengan metode inkuiri model Alberta, dan soal-soal kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis adalah positif.

B. Saran

Beberapa saran atau rekomendasi yang dapat dikemukakan:

1. Pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta hendaknya menjadi salah satu alternatif pembelajaran di kelas dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah siswa ini menurut tingkat kecerdasan siswa (tinggi, sedang, dan rendah).

3. Selain kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis yang penulis teliti, disarankan untuk penelitian selanjutnya meneliti kemampuan lain seperti kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi dan kemampuan koneksi dengan menggunakan pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta.