PENGARUH PENERAPAN HYPNOTEACHING DALAM PROBLEM-BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN BERFIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA : Studi Kuasi-Eksperimen pada Siswa Salah Satu SMP Negeri di Bandung.
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii KATA PENGANTAR ... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ... vii DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 9 C. Tujuan Penelitian ... 10
(2)
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Definisi Operasional ... 11
F. Hipotesis Penelitian ... 12
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis ... 13
B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 17 C. Hipnosis ... 20
D. Hypnoteaching ... 24 E. Problem-Based Learning... 33
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Disain penelitian ... 37 B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 38
C. Instrumen Penelitian ... 39
D. Teknik Pengumpulan Data ... 51
E. Teknik Analisis Data ... 52
F. Prosedur penelitian ... 57
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58
(3)
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 102 B. Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35
3.1 Pedoman Penskoran Butir Soal
Kemampuan Komunikasi Matematis ... 39 3.2 Pedoman Penskoran Butir Soal
Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis ... 40 3.3 Indikator dari Aspek Kemampuan Matematis
(4)
pada Soal Tes ... 41
3.4 Klasifikasi Validitas Tes ... 43
3.5 Interpretasi Uji Validitas Tes ... 43
3.6 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 44
3.7 Klasifikasi Daya Pembeda ... 46
3.8 Interpretasi Daya Pembeda Butiran Soal ... 47
3.9 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 48
3.10 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butiran Soal ... 48
3.11 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Kemampuan Komunikasi dan Berfikir Kreatif Matematis ... 49
4.1. Deskripsi Data Nilai Mid Semester Siswa Kedua Kelas ... 58
4.2. Uji Normalitas Data Nilai Mid Semester Siswa Kedua Kelompok ... 61
4.3. Uji Hipotesis Data Nilai Mid Semester Siswa ... 62
4.4. Deskripsi Data Hasil Tes Komunikasi Matematis Siswa ... 64
4.5. Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 64
4.6. Deskripsi Data Hasil Tes Berfikir Kreatif Matematis Siswa ... 67
4.7. Uji Normalitas Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 68
4.8. Analisis Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 72
(5)
4.10. Analisis Sikap Siswa terhadap Hypnoteaching ... 73 4.11. Analisis Sikap Siswa terhadap Soal-Soal Komunikasi
dan Berfikir Kreatif Matematis ... 74
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.1 Contoh Soal Komunikasi Matematis TIMMS ... 3 1.2 Contoh Soal Berfikir Kreatif Matematis TIMMS ... 4
(6)
3.1 Bagan Prosedur Penelitian ... 57
4.1. Data Nilai Mid Semester Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 ... 59
4.2. Persentase Sikap Guru dalam Menerapkan Hypnoteaching ... 75
4.3. Keadaan Siswa ketika Berdiskusi untuk Menyelesaikan Permasalahan yang Diberikan ... 79
4.4. Siswa Fokus Berdiskusi Bersama Kelompoknya dalam Mengerjakan LKS ... 80
4.5. Guru Membantu Menjawab Pertanyaan Siswa dengan Cara yang Tidak Kaku ... 81
4.6. Guru Mengontrol Diskusi Siswa ... 82
4.7. TTS sebagai Salah Satu Game yang Diberikan untuk Siswa ... 83
4.8. Guru Bersiap-Siap Mengumumkan Nama-Nama Siswa yang Mendapatkan Reward ... 84
4.9. Guru Mengumumkan Nama-Nama Siswa yang Mendapatkan Reward ... 85 4.10. Guru Membagikan Hadiah kepada Siswa yang Mendapatkan Reward ... 85
4.11. Contoh Jawaban Siswa Soal No 1a ... 91
4.12. Contoh Jawaban Siswa Soal No 1a dan 1b ... 92
(7)
4.14. Contoh Jawaban Siswa Soal No 2 ... 94 4.15. Contoh Jawaban Siswa Soal No 2 (Lanjutan) ... 95 4.16. Contoh Jawaban Siswa Soal No 3a ... 96
(8)
Lampiran Halaman
A. 1 Silabus ... 104
A. 2 Kisi – Kisi Soal Berfikir Kreatif dan Komunikasi Matematis ... 108
A. 3 Tes Kemampuan Komunikasi dan Berfikir Kreatif Matematis ... 109
A. 4 Kisi-Kisi Skala Sikap ... 112
A. 5 Angket Skala Sikap Siswa ... 116
A. 6 Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 119
B. 1 Analisis Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 120
B. 2 Analisis Uji Coba Soal Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis ... 121
B. 3 Data Nilai MID Semester Siswa ... 122
B. 4 Output Analisis SPSS Data Nilai Mid Semester Siswa ... 124
C. 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 126
C. 2 Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 166
C. 3 Soal Latihan ... 190
C. 4 Games ... 197
D. 1 Data Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Eksperimen 1 ... 202
D. 2 Data Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Eksperimen 2 ... 203
(9)
D. 3 Outpun Hasil Analisis SPSS Data Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa ... 204 D. 4 Outpun Hasil Analisis SPSS Data Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa ... 206 D. 5 Analisis Data Skala Sikap Siswa ... 208 D. 6 Pengolahan Data Observasi Aktivitas Guru ` ... 210
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru dipandang sebagai komponen yang penting di dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu faktor utama dalam pencapaian tujuan pendidikan. Secara keseluruhan guru bertugas untuk mengembangkan kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun psikomotorik. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya guru harus melandasi diri dengan cerminan pribadi yang mulia, sikap yang membuat siswa nyaman melalui untaian kata-kata sarat dengan makna mendidik.
Semua mata pelajaran membutuhkan figur guru seperti yang tersebut di atas, tidak terkecuali dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti dengan beberapa orang siswa, mereka mengungkapkan bahwa guru matematika itu terlalu serius dan menegangkan sehingga mereka tidak menyukai pelajaran matematika. Asrori (2008: 241) juga menyatakan bahwa pelajaran metematika dianggap sulit sehingga cenderung tidak disenangi siswa. Tidak mengherankan jika ketika belajar mereka cenderung melakukan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan matematika seperti, membaca komik, SMS-an, facebook-an dfacebook-an kegiatfacebook-an lainnya.
(11)
Ketidakkondusifan kegiatan pembelajaran tersebut di atas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya akibat penyampaian pembelajaran oleh guru yang cenderung kaku dan tidak menarik. Ruspiani (Nasir, 2008: 7) mengemukakan bahwa guru cenderung mengajarkan siswa belajar dengan cara menghapal, kurang melakukan perlakuan yang berbeda pada siswa. Hasil observasi yang peneliti lakukan juga menunjukan bahwa dalam mengajarkan matematika guru cenderung hanya menyampaikan secara informatif materi yang ada di buku paket.
Kegiatan pembelajaran seperti itu tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri proses pembelajaran tersebut. Tidak mengherankan jika penguasaan siswa Indonesia terhadap matematika masih tergolong rendah seperti yang diungkapkan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) (2007) bahwa penguasaan matematika siswa di Indonesia berada di peringkat 35 dari 46 negara. Dibandingkan dengan dua negara tetangga, Singapore dan Malaysia, posisi ini jauh tertinggal, Singapore berada pada peringkat pertama, sedangkan Malaysia, pada peringkat 21. Hasil ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan hasil TIMSS 2003, yaitu Indonesia pada peringkat ke-35 dari 46 negara peserta.
Hasil penelitian yang dilakukan TIMSS tersebut menunjukkan bahwa siswa belum mampu mengembangkan kemampuan berfikirnya secara optimum dalam mata pelajaran matematika di sekolah. Peran guru
(12)
yang dominan dalam kegiatan pembelajaran, kurang memberi peluang untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam belajar. Seperti yang dikatakan oleh Suherman, dkk. (2003) bahwa siswa yang meniru kerja dan penyelesaian yang dilakukan oleh guru akan membuat siswa menjadi pasif dan tidak menumbuhkan kreatifitas siswa. Selain membuat siswa tidak menikmati pelajaran dan merasa bosan, kegiatan pembelajaran yang seperti itu juga berdampak kepada komunikasi yang terjadi di dalam kelas, komunikasi dalam pembelajaran cenderung satu arah dan kebanyakan menggunakan bahasa-bahasa angka saja.
Ditambah dari hasil penelitian, TIMSS dalam Kemendiknas (2011) menyampaikan bahwa siswa kita lemah dalam mengerjakan soal-soal yang menuntut berargumentasi dan berkomunikasi. Sebagai contoh, untuk soal komunikasi matematis di bawah ini:
Gambar 1.1
(13)
Menurut laporan hasil studi tersebut, hanya 1,15% siswa yang menjawab benar, 1,35% menjawab separuh benar, 75,93% mencoba menjawab tetapi salah dan yang tidak menjawab 21,57%. Hal tersebut merupakan suatu gambaran keadaan, bahwa siswa Indonesia belum mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematis secara maksimal. Selain komunikasi matematis, siswa Indonesia juga lemah dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan berfikir kreatif matematis. Sebagai ilustrasi disajikan soal TIMSS dalam Kemendiknas (2011) berikut:
Gambar 1.2
Contoh Soal Berfikir Kreatif Matematis TIMMS
Berdasarkan laporan hasil studi yang dilakukan oleh TIMMS, disebutkan bahwa ternyata hanya 25,2% saja dari siswa kita yang menjawab dengan benar, sementara 74,8% menjawab salah. Dari data dari TIMMS terlihat bahwa kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis siswa masih belum berkembang secara maksimal, padahal melalui pembelajaran matematika siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama dalam Permendiknas Tahun 2006.
Gambar ini adalah sebuah segienam beraturan. Berapakah x?
(14)
Dengan demikian, pembelajaran matematika yang diberikan harus dapat mengasah kemampuan siswa agar mereka memiliki kompetensi dasar sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang ditetapkan dalam Permendiknas Tahun 2006, yaitu:
1. Mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan matematika di atas hendaknya pembelajaran matematika mampu mengembangkan kemampuan siswa seperti komunikasi dan berfikir kreatif matematis.
Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Guru harus mampu merancang suatu
(15)
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tertentu yang mampu mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berfikir kreatif matematis. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mengembangkan berfikir kreatif dan komunikasi matematis siswa adalah Problem-Based Learning (pembelajaran berbasis masalah). Menurut Sanjaya (2006: 214) dalam pelaksanaannya pembelajaran berbasis masalah guru mengarahkan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah, sehingga siswa akan menjadi aktif berfikir, berkomunikasi, mencari penyelesaian, dan akhirnya menyelesaikannya. Dengan diberikannya permasalahan yang terlebih dahulu dirancang khusus oleh guru maka kemampuan siswa khususnya berfikir kreatif dan komunikasi metamatis siswa bisa dikembangkan.
Pembelajaran berbasis masalah menuntut aktivitas mental dan psikologi siswa. Siswa terlebih dahulu harus dikondisikan agar memiliki minat, ketertarikan, semangat, serta rasa percaya diri, sehingga mereka tidak cemas ataupun merasa enggan ketika mencoba menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Jadi dalam pembelajaran berbasis masalah ini, pengkondisian siswa merupakan salah satu hal terpenting agar tujuan pembelajaran bisa tercapai.
Upaya untuk mengkondisikan siswa tersebut bisa dengan cara menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan, tidak kaku serta memperbanyak interaksi guru dengan siswa. Kondisi seperti itu
(16)
membuat siswa nyaman dan rileks dalam belajar sehingga bisa lebih memahami pelajaran. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sugesti-sugesti positif kepada siswa melalui pemanfaatan metode hypnoteaching.
Hypnoteaching merupakan aplikasi dari ilmu hipnosis, namun bukan berarti guru harus menidurkan semua siswa pada proses pembelajaran yang dilakukan. Secara sederhana “Hypnoteaching adalah seni berkomunikasi dengan jalan memberikan sugesti agar para siswa menjadi lebih cerdas” (Nurcahyo dalam Hajar, 2011: 75). Sugesti yang diberikan mengondisikan siswa agar fokus pada suatu keadaan tertentu, sehingga apapun informasi yang diberikan oleh guru akan mudah diserap dan disimpan oleh memori mereka tanpa adanya hambatan-hambatan yang membebani.
Dalam prakteknya, seorang guru yang menerapkan hypnoteaching menggunakan bahasa persuasif sebagai alat komunikasi dalam pembelajaran agar mampu mensugesti siswa secara efektif. Selain itu teknik improvisasi yang bagus, intonasi suara yang diatur serta pemilihan kata yang tepat juga sangat penting dalam proses hypnoteching. Sugesti seperti itu akan membuat siswa fokus mengikuti kegiatan pembelajaran dan keadaan kelas pun menjadi terkendali sehingga terciptalah suasana pembelajaran yang nyaman dan kondusif.
Jika keadaan tenang dan terkendali serta siswa sudah merasa nyaman, maka saat itulah pelajaran yang disampaikan guru mudah dipahami
(17)
dan terekam dalam memori otak siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Hajar (2011: 80) bahwa pada prinsipnya hypnoteaching akan menciptakan suasana yang akrab dan menyenangkan sehingga mereka akan mudah menyerap dan memahami pelajaran.
Sikap guru yang memperhatikan siswa, juga akan mempengaruhi perilaku mereka, seperti memuji atau meminta tolong kepada siswa dapat dianggap sebagai bentuk perhatian kepada mereka. Apabila kedekatan emosi seperti itu sudah terjalin antara guru dan siswa maka siswa merasa senang dan siap melakukan aktivitas belajar.
Digunakannya metode hypnoteaching dalam pembelajaran matematika akan mengubah persepsi siswa yang menganggap pelajaran matematika itu kaku dan membosankan. Proses pemecahan masalah matematis akan menjadi menarik sehingga siswa bersemangat untuk menyelesaikannya. Sikap guru yang simpatik, akan membuat siswa merasa nyaman dan anggapan yang salah terhadap guru matematika pun akan berubah. Sugesti positif yang diberikan guru dalam proses pembelajaran menjadikan matematika suatu hal yang menantang untuk dipecahkan. Proses pembelajaran matematika dapat terkontrol dan materi matematika lebih gampang dipahami siswa.
Peran guru dalam kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode hypnoteaching tidak bersifat sebagai diktator, tetapi sebatas fasilitator, administrator, motivator dan evaluator, sehingga siswa
(18)
bebas memberikan gagasan-gagasan yang bervariasi dan kreatif dalam menyelesaikan persoalan matematika yang diberikan. Sugesti-sugesti yang diberikan guru pun bisa menimbulkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapatnya seperti menjelaskan suatu ide matematika secara lisan maupun tulisan serta mendiskusikan segala sesuatu tentang matematika. Hal-hal tersebut diharapkan dapat mendorong munculnya kemampuan berfikir kreatif matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Dengan hypnoteaching belajar matematika akan menjadi rileks dan menyenangkan. Pembelajaran berbasis masalah tidak akan menyebabkan siswa menjadi tertekan atau terbebani. Perasaan cemas dan takut siswa akan masalah yang diberikan dilebur oleh guru dengan sugesti-sugesti positif yang persuasif. Siswa akan lebih fokus ketika memecahkan masalah. Pembelajaran bersifat aktif dan pemantauan terhadap siswa lebih intensif. Hypnoteaching membuat hubungan yang terjalin antara guru dengan siswa menjadi kompak dan dinamis sehingga proses belajar-mengajar di kelas menjadi lebih efektif. Matematika akan menarik perhatian siswa dan guru matematikapun mendapatkan tempat di hati siswanya.
Dari uraian masalah dan pendapat-pendapat yang telah diungkapkan di atas, penulis mengajukan suatu penelitian yang berjudul
(19)
terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama”
B. Rumusan Masalah
Berlandaskan latar belakang di atas, fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh penerapan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning terhadap kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif dan matematis serta sikap siswa terhadap pembelajaran. Secara terperinci, masalah-masalah dalam penelitian ini akan dirumuskam sebagai berikut.
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem Based-Learning dan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berfikir kreatif matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning?
3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh penerapan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning terhadap
(20)
kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis serta sikap siswa terhadap pembelajaran. Secara terperinci, masalah-masalah dalam penelitian ini akan dirumuskam sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dengan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning.
2. Mendeskripsikan perbedaan kemampuan berfikir kreatif matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dengan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning.
3. Menelaah dan mendeskripsikan respon siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Membantu guru dalam memahami metode pembelajaran hypnoteaching
dan dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran dengan lebih baik. 2. Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan
berfikir kreatif matematis.
(21)
1. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk menyusun suatu argumen dan mengungkapkan pendapat, serta memberikan penjelasan secara tertulis berdasarkan data dan bukti yang relevan.
2. Kemampuan berfikir kreatif matematis adalah kemampuan siswa menyelesaikan suatu permasalah matematika secara fleksibel serta terbuka terhadap cara-cara yang bersifat baru.
3. Problem-Based Learning adalah pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang disimulasikan.
4. Pembelajaran hypnoteaching dalam Problem-Based Learning yaitu pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang disimulasikan serta didukung dengan sikap guru yang mengkondisikan siwa untuk siap menghadapi permasalahan yang diberikan dengan cara memberikan sugesti menggunakan kata-kata persuasif sehingga siswa tidak cemas ataupun enggan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dan
(22)
siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning.
2. Terdapat perbedaan kemampuan berfikir kreatif matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning.
(23)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menguji penerapan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning terhadap kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis. Karena peneliti tidak melakukan pengambilan sampel secara random terhadap titik sampelnya, maka penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan berupa perbandingan kelompok statis yang terdiri dari dua kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen 1 mendapat pembelajaran berbasis masalah tanpa menggunakan hypnoteaching. kelompok eksperimen 2 mendapatkan pembelajaran berbasis masalah dan hypnoteaching. Untuk mengetahui kesetaraan kemampuan awal siswa peneliti menggunakan hasil tes semester 1 siswa. Desain penelitian diilustrasikan sebagai berikut.
X1 O
X2 O
Keterangan:
X1 : Pembelajaran Problem-Based learning
X2 : Pembelajaran hypnoteaching dalam Problem-Based learning
(24)
Pada penelitian terdapat variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah hypnoteaching dalam pembelajaran berbasis masalah sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis.
B. Lokasi, Populasi, dan Sample Penelitian
Lokasi penelitian adalah SMP Negeri 15 Bandung. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 15 Bandung tahun pelajaran 20011/2012. Dari populasi tersebut dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian, yakni kelas VII-C dan VII-D. Kelas VII-C sebagai kelas eksperimen satu dan kelas VII-D sebagai kelas eksperimen dua. Pemilihan kelas sampel ini tidak dilakukan secara acak, melainkan berdasarkan data yang ditawarkan pihak sekolah serta pertimbangan terhadap kelas-kelas yang memiliki karakteristik atau gaya belajar yang hampir sama. Alasan tersebut diperkuat dengan melakukan pengujian rata-rata nilai mid semester kedua kelas. Dapat dilihat pada Lampiran B.2.2 yang menunjukkan bahwa kedua kelas tersebut secara statistik tidak berbeda.
Peneliti memilih populasi siswa kelas VII didasarkan dengan pertimbangan, antara lain: siswa kelas VII berada pada usia peralihan dari anak-anak ke remaja awal, masih berada pada masa remaja awal. Pada masa ini siswa berada dalam masa-masa transisi sehingga lebih terbuka dalam menerima hal-hal yang baru. Dengan demikian anak perlu mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
(25)
C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya
a. Tes hasil belajar kemampuan berfikir kreatif dan kemampuan komunikasi matematis.
Materi pelajaran yang diteskan adalah Bangun Datar Segi Empat, dengan instrumen tes berbentuk uraian. Tes komunikasi matematis terdiri dari dua soal dan tes berfikir kreatif matematis terdiri dari lima soal. Alokasi waktu untuk pengerjaan tes ini adalah 2 × 40 menit. Alasan pemilihan soal berbentuk uraian adalah agar terlihat sejauh mana kemampuan siswa dalam komunikasi dan berfikir kreatif matematis.
Dalam penentuan skor jawaban siswa, peneliti mengaju pada pedoman penskoran untuk masing-masing jenis tes, yakni tes komunikasi matematis dan tes berfikir kreatif matematis. Dengan tujuan agar ada pemberian skor bersifat objektif. Adapun pedoman penskoran dari kedua jenis tes ini dapat dilihat Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.1
Pedoman Penskoran Butir Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor Jawaban Siswa
4 Argumen atau penjelasan yang diberikan jelas/lengkap; mengggunakan bahasa matematika (model, simbol, atau tanda dll) dengan sangat efektif, tepat dan teliti untuk menjelaskan suatu konsep, dan proses; menggunakan bahasa tertulis dengan sangat baik untuk menjelskan masalah yang diberikan.
3 Argumen atau penjelasan yang diberikan cukup jelas/lengkap; mengggunakan bahasa matematika (model, simbol, atau tanda dll) dengan cukup efektif, tepat dan teliti untuk menjelaskan suatu konsep, dan proses; menggunakan bahsaa tertulis dengan cukup baik untuk menjelskan masalah yang diberikan.
2 Argumen atau penjelasan yang diberikan kurang jelas/lengkap; mengggunakan bahasa matematika (model, simbol, atau tanda dll) dengan kurang efektif, tepat dan teliti untuk menjelaskan suatu konsep, dan proses; menggunakan bahasa tertulis dengan kurang baik untuk menjelskan masalah yang diberikan.
1 Argumen atau penjelasan yang diberikan tidak jelas/lengkap; Ada usaha tapi respon yang diberikan salah.
(26)
(Diadaptasi dari Maryland Math Communication Rubric dalam Maryland State Department of Education)
Tabel 3.2
Pedoman Penskoran Butir Soal Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis
Aspek Skor Kriteria
Kelancaran
4
Menggunakan strategi dan melakukan prosedur matematis yang sesuai sehingga diperoleh lebih dari tiga solusi yang benar
3
Menggunakan strategi dan melakukan prosedur matematis yang sesuai sehingga diperoleh kurang dari tiga solusi yang benar
2
Menggunakan strategi dan melakukan prosedur matematis yang sesuai sehingga diperoleh satu solusi yang benar
1
Menggunakan strategi dan melakukan prosedur matematis yang tidak sesuai atau tidak mengarah kepada solusi
Kepekaan
4 Menggambarkan penyelesaian dalam memberikan jawaban dan jawaban benar.
3 Menggambarkan penyelesaian dalam memberikan jawaban dan jawaban salah
2 Tidak menggambarkan penyelesaian dalam memberikan jawaban dan jawaban benar 1 Tidak menggambarkan penyelesaian dalam
memberikan jawaban dan jawaban salah
Keaslian
4
Menggambarkan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dengan cara yang berbeda dari orang lain serta sesuai dengan konsep yang dimaksud dan lengkap
3
Menggambarkan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dengan cara yang berbeda dari orang lain dan sesuai dengan konsep yang dimaksud namun tidak lengkap
2
Menggambarkan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dengan cara yang berbeda dari orang lain namun tidak sesuai dengan konsep yang dimaksud. 1 Hanya sedikit penggambaran penyelesaian dari
permasalahan yang dimaksud dan tidak benar. Penguraian 4
Menguraikan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dengan terinci dan benar
(27)
diberikan dengan terinci dan tidak benar
2 Menguraikan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dengan kurang terinci dan benar
Menguraikan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dengan tidak terinci dan tidak benar
Sedangkan indikator dari setiap aspek kemampuan pada perangkat soal dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Indikator dari Aspek Kemampuan Matematis pada Soal Tes Aspek yang
Diukur Indikator
No Soal
Komunikasi Matematis
Siswa mampu mendefenisikan kembali bangun datar yang dibuat berdasarkan permasalahan yang diberikan
1b Siswa mampu menjelaskan secara konsep suatu permasalahan matematika yang diberikan serta menghubungkannya dengan unsur-unsur yang relevan dengan materi yang dipelajari.
4
Berfikir Kreatif Matematis
Siswa mampu menggambar bermacam-macam bangun datar segiempat yang terkait dengan bangun datar yang telah ditetapkan.
(Fluency/Kelancaran)
1a Siswa mampu menghitung luas daerah bangun
datar segi empat dengan berbagai cara.
(Sensitivity/Kepekaan)
2 Siswa mampu menghasilkan ide kreatif dengan
merancang suatu denah bangunan menggunakan beberapa bangun datar segiempat yang
digabungkan. (Originality/Keaslian)
3a Siswa mampu menghitung luas bangun datar
segi empat hasil rangkaiannya sendiri
(Elaboration/Penguraian)
1c, 3b Penyusunan kisi-kisi tes kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis berdasarkan indikator dan standar isi kurikulum SMP. Sebelum instrumen tes diuji coba, terlebih dahulu di konsultasikan kepada dua orang dosen pembimbing.
(28)
Selanjutnya peneliti melakukan uji coba instrumen tes ini kepada 12 orang siswa yang masing-masing terdiri atas 3 orang siswa berkemampuan tinggi, 6 orang siswa berkemampuan sedang, dan 3 orang siswa berkemampuan rendah.
Kemudian data tes dianalisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran untuk memperoleh instrumen tes yang baik. Berikut perhitungan tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal tes:
1. Validitas
Validitas merupakan syarat yang terpenting dalam suatu alat evaluasi. Suatu teknik evaluasi dikatakan mempunyai validitas yang tinggi (disebut valid) jika teknik evaluasi atau tes itu dapat mengukur apa yang sebenarmya akan diukur (Ruseffendi, 1991).
Teknik yang digunakan untuk menghitung validitas tes yang telah diuji cobakan adalah teknik korelasi product moment angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson yang dikenal dengan Spearman-Brown Arikunto (2008:72)
rxy =
2 2 2 2 y y n x x n y x xy nKeterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
(29)
y = Nilai rata – rata formatif n = Banyaknya subjek
Dengan klasifikasi untuk menginterpretasikan besarnya koefisien korelasi (Arikunto, 2008 : 75) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Klasifikasi Validitas Tes
Hasil perhitungan uji validitas soal tes dapat dilihat pada lampiran B.1 maka berdasarkan interpretasi koefisien korelasi menurut Arikunto (2008) maka hasil uji validitas tersebut dapat diinterpretasikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.5
Interpretasi Uji Validitas Tes
No
Soal Korelasi Interpretasi Signifikasi
1a 0,73 Tinggi Signifikan
1b 0,86 Sangat Tinggi Sangat Signifikan
1c 0,72 Tinggi Signifikan
2 0,84 Sangat Tinggi Sangat Signifikan
3a 0,74 Tinggi Signifikan
3b 0,57 Cukup Cukup signifikan
4 0,82 Sangat Tinggi Sangat Signifikan Dari Tabel 3.5 terlihat bahwa ketujuh soal dapat dikatakan signifikan atau valid sehingga soal-soal tersebut dapat dipakai sebagai
Nilai rxy Interpretasi
0,80 < rxy≤1,00 Validitas Sangat Tinggi
0,60 < rxy≤0,80 Validitas Tinggi
0,40 < rxy≤0,60 Validitas Cukup
0,20 < rxy≤0,40 Validitas Rendah
(30)
instrumen penelitian dan layak untuk mengukur kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis.
2. Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrumen adalah keajegan/kekonsistenan instrumen tersebut bila diberikan kepada subyek yang sama meskipun oleh orang lain yang berbeda, waktu yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Untuk menentukan koefisien reliabilitas tes yang berbentuk uraian digunakan rumus Alpha sebagai berikut Arikunto (2008 : 109):
1 1
r =
22 1 1 t i n n Keterangan : 1 1
r = Reliabilitas tes secara keseluruhan
n = Banyak butir soal (item)
2i
= Jumlah varians skor tiap item 2
t
= Varians skor total Dengan varian 2
t
s dirumuskan Arikunto (2008 : 110):
n n x x t
2 2 2 (31)
Sebagai patokan menginterprestasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003 : 177) dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Klasifikasi Koefisien Reliabelitas
Koefesien Korelasi Interpretasi
0,90 ≤ r1 1 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
0,70 ≤ r1 1 < 0,90 Reliabilitas tinggi
0,40 ≤ r1 1 < 0,70 Reliabilitas sedang
0,20 ≤ r1 1< 0,40 Reliabilitas rendah
1 1
r < 0,20 Reliabilitas sangat rendah
Perhitungan menggunakan Alpha Cronbach untuk soal komunikasi diperoleh rata-rata sebesar 4,42 dengan simpangan baku sebesar 2,58 dan reliabelitas tes sebesar 0,29. Untuk berfikir kreatif matematis diperoleh rata-rata sebesar 10,42 dengan simpangan baku sebesar 8,91 dan reliabilitas tes sebesar 0,2. Dalam Tabel 3.6 untuk komunikasi matematis berada reliabilitas tes rendah dan kemampuan berfikir kreatif matematis adalah sedang. Data dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.1.
3. Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2008: 211). Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi maupun siswa berkemampuan rendah, maka soal itu tidak baik karena tidak
(32)
mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa, baik siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah tidak dapat menjawab dengan benar. Soal tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda.
Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang berkemampuan tinggi saja (Arikunto, 2008: 211). Untuk memperoleh kelompok atas dan kelompok bawah maka dari seluruh siswa diambil 27% yang mewakili kelompok atas dan 27% yang mewakili kelompok bawah (Sudjana, 2009: 139). Siswa yang termasuk ke dalam kelompok atas adalah siswa yang mendapat skor tinggi dalam tes, sedangkan siswa yang termasuk kelompok rendah adalah siswa yang mendapat skor rendah dalam tes.
Untuk menyatakan soal tersebut memiliki daya beda digunakan oleh (Suherman, 2003) sebagai berikut:
A B A b
I S S
D
Keterangan: b
D = Indeks daya pembeda suatu butir soal. A
S = Jumlah skor yang dicapai siswa pada kelompok atas. B
S = Jumlah skor yang dicapai siswa pada kelompok bawah. A
(33)
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda (Suherman, 2003) yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7
Klasifikasi Daya Pembeda
Koefisien Korelasi Interpretasi
DP ≤ 0,00 Sangat Kurang Baik 0,00 < DP ≤ 0,20 Kurang Baik
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Setelah dilakukan perhitungan maka diperoleh indeks daya pembeda untuk setiap butir soal tes kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut.
Tabel 3.8
Interpretasi Daya Pembeda Butiran Soal
No. Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi
1a 0,33 Cukup
1b 0,58 Baik
1c 0,33 Cukup
2 0,50 Baik
3a 0,42 Baik
3b 0,17 Kurang Baik
4 0,42 Baik
Berdasarkan Tabel 3.8 dapat kita lihat hampir butir soal dapat membedakan mana siswa yang pandai dan mana siswa yang kurang pandai, sehingga soal-soal tersebut dapat digunakan untuk penelitian. Soal nomor enam karena memiliki klasifikasi yang kurang baik maka soal tersebut harus diperbaiki terlebih dahulu.
(34)
Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional), maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah (Arikunto, 2008: 206).
Untuk menganalisis tingkat kesukaran dari setiap item soal dihitung berdasarkan proporsi skor yang dicapai siswa kelompok atas dan bawah terhadap skor idealnya, kemudian dinyatakan dengan kriteria mudah, sedang dan sukar. Untuk mengukur indeks kesukaran tes berbentuk uraian digunakan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2008):
Maks
Skor
N
SB
SA
T
kx
Keterangan:
Tk = Tingkat kesukaran.
SA = Jumlah skor yang dicapai siswa kelompok atas. SB = Jumlah skor yang dicapai siswa kelompok bawah. N = Jumlah siswa pada kelompok atas dan bawah.
Klasifikasi interpretasi tingkat kesukaran soal menurut Arikunto (2008 : 10) dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9
Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Nilai TK Interpretasi 0,00≤TK≤ 0,30 Soal Sukar
0,30< TK≤ 0,70 Soal Sedang 0,70< TK≤ 1,00 Soal Mudah
(35)
Setelah dilakukan perhitungan yang dapat dilihat pada Lampirn B.1 diperoleh tingkat kesukaran untuk setiap butir soal kemampuan komunikasi dan berpikir kreatif matematis, yang hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 3.10.
Tabel 3.10
Interpretasi Tingkat Kesukaran Butiran Soal
No. Soal
Indeks Tingkat
Kesukaran Interpretasi
1a 0,56 Sedang
1b 0,56 Sedang
1c 0,44 Sedang
2 0,58 Sedang
3a 0,63 Sedang
3b 0,40 Sedang
4 0,54 Sedang
Berdasarkan Tabel 3.10 diperoleh hasil bahwa tingkat kesukaran soal berada pada level sedang. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa instrumen tes cukup memberikan toleransi kesukaran untuk digunakan dalam penelitian.
5. Rekapitulasi Analisi hasil Uji Coba Tes
Berikut ini disajikan Tabel 3.11 rekapitulasi analisis hasil uji coba tes kemampuan berfikir kreatif dan komunikasi matematis.
Tabel 3.11
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi dan Berfikir Kreatif Matematis
No Soal 1 2 3 4 5 6 7
Validitas Tinggi Sangat
Tinggi Tinggi
Sangat
Tinggi Tinggi Cukup
Sangat Tinggi
Reliabilitas Sedang
Tingkat
(36)
Daya
Pembeda Cukup Baik Cukup Baik Baik
Kurang
Baik Baik
Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabelitas, daya pembeda dan indek kesukaran soal terhadap hasil ujicoba instrumen tes kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis yang diujikan kepada 12 orang siswa kela VIII. Dapat disimpulkan bahwa instrumen tes tersebut layak dipakai untuk mengukur kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis siswa kelas VII yang merupakan sampel dalam penelitian ini.
b. Skala Sikap Siswa
Skala sikap siswa bertujuan untuk pandangan atau respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Pernyataan berhubungan dengan pembelajaran matematika, pendekatan pembelajaran berbasis masalah, hypnoteaching serta soal-soal komunikasi dan berfikir kreatif matematis. Waktu pengisian skala sikap ini dilakukan setelah postes untuk kelompok siswa kelas eksperimen.
Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap Likert yang terdiri atas pernyataan dengan empat pilihan, yaitu: Sangat Setuju (ST), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Agar perangkat skala sikap ini memenuhi persyaratan yang baik, maka terlebih dahulu meminta pertimbangan dosen pembimbing untuk
(37)
pernyataan yang terdiri dari 18 pernyataan positif dan 18 pernyataan negatif, hal ini dilakukan agar jawaban siswa menyebar tidak menuju ke satu arah. Kisi-kisi skala sikap dapat dilihat pada Lampiran A.4.
c. Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktifitas guru dalam menerapkan hypnoteaching dalam pembelajaran berbasis masalah. Format lembar observasi yang digunakan berupa daftar ceklis hasil pengamatan serta kritik/saran tentang jalannya pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga dapat diketahui aspek-aspek apa yang harus diperbaiki/ditingkatkan. Lembar observasi diisi oleh observer sesuai dengan keadaan pada saat penelitian berlangsung. Sebelum memulai penelitian, peneliti memberi arahan dan penjelasan kepada observer mengenai yang berkaitan dengan kegiatan observasi. Lembar observasi dapat dilihat pada Lampiran A.6
d. Bahan Ajar
Untuk menunjang pembelajaran, peneliti merancang dan mengembangkan beberapa bahan ajar berupa silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dan LKS (Lembar Kerja Siswa). Bahan ajar tersebut dirancang oleh peneliti berdasarkan pendekatan pembelajaran yang digunakan yaitu penerapan hypnoteaching dalam pembelajaran berbasis masalah serta dikonsultasikan dengan dua orang dosen pembimbing. Silabus, RPP dan LKS dapat dilihat pada Lampiran A.5.
(38)
Khusus untuk bahan ajar yang dikembangkan berupa LKS, ditujukan untuk membantu siswa dalam; (1) mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa; (2) mengembangkan kemampuan berfikir kreatif matematis siswa; serta (3) melatih kemampuan mereka dalam memecahkan masalah matematika non rutin.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes, observasi, skala sikap berupa angket. Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis siswa melalui postes. Angket skala sikap digunakan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, pembelajaran berbasis masalah, hypnoteaching, serta soal-soal komunikasi dan berfikir kreatif matematis.
Untuk mengumpulkan data berupa aktivitas guru dalam menerapkan hipnoteaching dalam pembelajaran berbasis masalah menggunakan lembar observasi.
E. Analisis Data
Data yang dianalisis adalah hasil tes kemampuan awal matematis, kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis siswa, serta hasil skala sikap siswa. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS 16, dan Microsoft Office Excel 2010.
(39)
Nilai siswa diperoleh dari hasil ujian semester I siswa kelas VII D SMP N 15 Bandung Tahun Pelajaran 2011/2012. Nilai awal siswa diperlukan untuk melihat kesetaraan dua kelompok sampel yang akan diteliti.
b. Pengolahan Data Hasil Kemampuan Komunikasi dan berfikir Kreatif Matematis Siswa
Pengolahan terhadap hasil tes kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis hal pertama yang dilihat adalah adalah analisis deskriptif yaitu rata-rata dan simpangan baku kedua kelas hasil olahan data SPSS yang bertujuan untuk melihat gambaran umum pencapaian siswa. Kemudian dilakukan uji statistik dan analisis inferensial untuk melihat apakah kedua kelas tersebut berdistribusi normal, maupun bervarian homogen serta untuk melihat kesamaan dua rata-rata.
Sebelum data hasil penelitian diolah, terlebih dahulu dipersiapkan beberapa hal, antara lain:
1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.
2. Membuat tabel skor tes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. 3. Menetapkan tingkat kesalahan atau tingkat signifikansi yaitu 5%
(�= 0,05)
(40)
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya data yang telah diperoleh serta untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam analisis selanjutnya.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Uji normalitas ini menggunakan uji kecocokan Saphiro-Wilk dengan taraf signifikansinya yaitu 5% atau 0,05 dengan kriteria
Terima H0 jika sig ≥ 0,05 dan
Tolak H0 jika sig < 0,05
5. Uji homogenitas varians
Pengujian homogenitas varians antara kelompok eksperimen 1 dan eksperimen 2 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok sama ataukah berbeda. Uji statistiknya menggunakan Uji-Levene dengan taraf signifikansinya yaitu 5% atau 0,05
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : variansi pada tiap kelompok sama
H1 : tidak semua variansi pada tiap kelompok sama
Dengan kriteria uji : Terima H0 jika sig ≥ 0,05 dan
Tolak H0 jika sig < 0,05
(41)
Melakukan uji hipotesis tergantung dari hasil uji normalitas dan homogenitas variansi data. Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka uji hipotesis menggunakan Uji Statistik Parametrik, yaitu Uji Independent-Samples T Test. Sedangkan jika data tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan Uji Homogenitas Varians dan uji hipotesis yang digunakan yaitu Uji Statistik Non-Parametrik berupa Uji Mann-Whitney U. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney U yaitu dikarenakan kedua sampel diuji saling bebas (independen) (Ruseffendi, 1993).
c. Data Skala Sikap
Data penelitan non-tes berupa skala sikap siswa dianalisis untuk mengetahui sikap atau respon siswa terhadap pembelajaran matematika yang menerapkan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning.
Perhitungan skor sikap siswa dilakukan dengan memberikan skor pada setiap jawaban siswa. Skor sikap siswa merupakan data ordinal, sehingga agar operasi hitung dapat dilakukan, maka data ditransformasi terlebih dahulu menjadi data interval.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi data kualitatif ordinal adalah Successive Internal Methods (SIM). Tahapan dari SIM adalah sebagai berikut:
(42)
2. Hitung nilai peluang dari setiap kategori jawaban.
3. Hitung nilai kumulatif dari nilai peluang untuk setiap kategori jawaban.
4. Selanjutnya, dengan memasukkan nilai kumulatif ke dalam tabel normal baku (tabel Z) akan ditentukan nilai dari z-skor.
5. Hitung nilai densitas dari setiap nilai z-skor (simbol : f(z)) melalui rumus:
Dimana π = 3,14 dan e = 2,7183
6. Hitung nilai skala untuk setiap kategori melalui rumus:
Dengan i menyatakan peubah ke-i
7. Akhirnya, hitung nilai skor kuantifikasi dari setiap peubah melalui rumus:
Data sikap siswa yang telah di transformasi menjadi data interval, kemudian ditentukan skor netralnya. Kemudian untuk menjawab rumusan masalah deskriptif, ditentukan pula skor ideal. Skor ideal adalah skor yang ditetapkan dengan asumsi bahwa setiap siswa pada setiap pernyataan memberi jawaban dengan skor tertinggi.Langkah pertama yang dilakukan adalah memberikan skor pada setiap butir pernyataan siswa dengan berpedoman pada skala sikap model Likert.
(43)
Sikap siswa dikatakan positif jika rata-rata skor sikap siswa untuk setiap butir pernyataan lebih besar dari skor netralnya. Sebaliknya sikap siswa dinyatakan negatif jika rata-rata skor sikap kurang dari skor netral.
d. Data Lembar Observasi
Data dari lembar observasi adalah aktivitas guru pada setiap pertemuan di kelas eksperimen 2 yang menerapkan hypnoteaching dalam pembelajaran berbasis masalah. Kegiatan pengamatan ini berpedoman pada lembar observasi dan dilakukan sebaik mungkin, hingga tidak mengganggu atau mempengaruhi aktivitas siswa di kelas selama pembelajaran. Aktivitas guru yang diamati terdiri dari dua belas aspek yang tercantum pada lembar observasi.
Hasil observasi merupakan data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data hasil observasi dinyatakan dengan skor 3, 2, dan 1 untuk setiap aspek yang diobservasi, skor tertinggi menunjukkan aktivitas yang sering terjadi dan skor terendah menunjukkan aktivitas yang tidak pernah terjadi. Skor hasil observasi ini dianalisis dengan cara mencari rata-ratanya kemudian dibandingkan dengan skor netralnya.
(44)
Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut:
Gambar 3.1
Bagan Prosedur Penelitian
Perlakuan pada eksperimen 1 (Problem-Based Learning)
Kesimpulan Pemberian Postes Pengidentifikasian masalah
& tujuan penelitian
Penyusunan instrumen dan bahan ajar
Penguji coba instrumen
Analisis hasil uji coba
Perbaikan instrumen
Analisis Data
a. Perlakuan pada kelas eksperimen 2 (Problem-Based Learning dengan menerapan hypnoteaching) b. Skala sikap
(45)
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Asikin, M. 2002. Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya (Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI).
Asrori, M. 2008. Pikologi Pembelajaran. Bandung; CV. Wacana Prima
Dahlan. 2010. Strategi Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah. Bahan Kuliah. Tidak Diterbitkan.
Evans, J.R. 1991. Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. USA: South-Western Publishing Co.
Hakim, A. 2011. Hypnosis in Teaching. Jakarta Selatan: Transmedia Pustaka. Hajar, I. 2011. Hypnoteaching. Yogyakarta: DIVA Press
Herman. T. (2005) Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan. Hulu, P. 2009. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah
Menengah Pertama Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Program Bermutu: Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading. PPPPTK Matematika.
Livne, N. L. 2008. Enchanting Mathematical Creativity through Multiple Solution to Open-Ended Problems Online. [Online]. Tersedia:
http:/www.iste.org/Content/NavigationMenu/Research/NECC_Research_Pa
per_Archives/NECC2008/Livne.pdf . [25 April 2012]
Mahmudi, A. 2010. Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan
(46)
Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Masbied. 2011. Prinsip-Prinsip Kunci Teori Konstruktivisme Vygotsky. [Online]. Tersedia:
http://www.masbied.com/2011/08/26/prinsip-prinsip-kunci-teori-konstruktivisme-vygotsky/. [17 Juni 2012]
Maryland State Department of Education. 1991. Sample Activities, Student’s Responses an Marryland Teacher’s Comments on a Sample Task: Mathematics Grade 8, February 1991. [Online]. Tersedia:
http:/www.intranet.cps.k12.il.us/Assessments/Ideas_and_Rubrics/Rubric_Ba
nk/MathRubrics.pdf. [9 Mei 2012]
Nasir, S. 2008. Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Berkemampuan Rendah melalui Pendekatan Kontekstual (studi Eksperimen pada SMA Negeri 1 Tandun,Rokan Hulu ). Tesis pada PPS Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan
National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM
National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Nicholl, M.J. 2006. Accelerated Learning for The 21st Century (Cara Belajar Cepat Abad 21). Bandung: Nuansa.
Noer, M. 2010. Hypnoteaching for Success Learning. Yogyakarta: PEDAGOGIA. Park, H. 2004. The Effect of Divergent Production Activities with Math Inquiry and
Think Alound of Students with Math Difficulty. Disertasi pada Texas A&M
University. [Online]. Tersedia:
http:/txspace.tamu.edu/bitstream/handle/1969.1/2228/etd-tamu-2004;jsessionid=BED099D46D00F1A54FDB51BF2E73CC609?sequence=1
[25 April 2012]
Pugalee, D. K. 2001. Using Comunication to Develop Student Mathematical Literacy. Mathematics Teaching in the Middle School, 6(5), 296-299.
Ruseffendi, E.T. 1991. Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: tidak diterbitkan.
(47)
_____________ .1993. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.
Sabirin, M. 2011. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi dan Representasi Matematis Siswa SMP. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: PrenadaMedia Group.
Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. 2003. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah
Suherman, Erman dkk. 2003. Srategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI
Sullivan, P & Mousley, 1. 1996. Natural Communication in Mathematics Classrooms.” What Does it Look Like". In P.c. Clarkson. (Ed.). Technology in Mathematics Education. Melbourne: Merga.
Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Supriadi, D. 1997. Kreatifitas Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfabeta
Surya, H. 2011. Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar. Jakarta: Kompas Gramedia
Suryadi, D. 2005. Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan Pendekatan Gabungan Langsung Dan Tidak Langsung Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkt Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
(48)
Wahyudin. 2008. Pembelajaran Dan Model-Model Pembelajaran (Pelengkap Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional). Bandung
Within. (1992). Mathematics Task Centre; Proffesional Development and Problem Solving. In J Wakefield and L. Velardi (Ed). Celebrating Mathematics Learning. Melbourne: The Mathematical Association of Victoria.
(1)
57
Ega Edistria, 2012
Pengaruh Penerapan Hypnoteaching Dalam Problem-Based Learning Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama
: Studi Kuasi-Eksperimen pada Siswa Salah Satu SMP Negeri di Bandung
Sikap siswa dikatakan positif jika rata-rata skor sikap siswa untuk setiap butir pernyataan lebih besar dari skor netralnya. Sebaliknya sikap siswa dinyatakan negatif jika rata-rata skor sikap kurang dari skor netral.
d. Data Lembar Observasi
Data dari lembar observasi adalah aktivitas guru pada setiap pertemuan di kelas eksperimen 2 yang menerapkan hypnoteaching dalam pembelajaran berbasis masalah. Kegiatan pengamatan ini berpedoman pada lembar observasi dan dilakukan sebaik mungkin, hingga tidak mengganggu atau mempengaruhi aktivitas siswa di kelas selama pembelajaran. Aktivitas guru yang diamati terdiri dari dua belas aspek yang tercantum pada lembar observasi.
Hasil observasi merupakan data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data hasil observasi dinyatakan dengan skor 3, 2, dan 1 untuk setiap aspek yang diobservasi, skor tertinggi menunjukkan aktivitas yang sering terjadi dan skor terendah menunjukkan aktivitas yang tidak pernah terjadi. Skor hasil observasi ini dianalisis dengan cara mencari rata-ratanya kemudian dibandingkan dengan skor netralnya.
(2)
58
Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut:
Gambar 3.1
Bagan Prosedur Penelitian Perlakuan pada eksperimen 1
(Problem-Based Learning)
Kesimpulan Pemberian Postes Pengidentifikasian masalah
& tujuan penelitian
Penyusunan instrumen dan bahan ajar
Penguji coba instrumen
Analisis hasil uji coba
Perbaikan instrumen
Analisis Data
a. Perlakuan pada kelas eksperimen 2 (Problem-Based Learning dengan menerapan hypnoteaching) b. Skala sikap
(3)
Ega Edistria, 2012
Pengaruh Penerapan Hypnoteaching Dalam Problem-Based Learning Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama
: Studi Kuasi-Eksperimen pada Siswa Salah Satu SMP Negeri di Bandung
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Asikin, M. 2002. Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya (Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI).
Asrori, M. 2008. Pikologi Pembelajaran. Bandung; CV. Wacana Prima
Dahlan. 2010. Strategi Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah. Bahan Kuliah. Tidak Diterbitkan.
Evans, J.R. 1991. Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. USA: South-Western Publishing Co.
Hakim, A. 2011. Hypnosis in Teaching. Jakarta Selatan: Transmedia Pustaka. Hajar, I. 2011. Hypnoteaching. Yogyakarta: DIVA Press
Herman. T. (2005) Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan. Hulu, P. 2009. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah
Menengah Pertama Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Program Bermutu: Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading. PPPPTK Matematika.
Livne, N. L. 2008. Enchanting Mathematical Creativity through Multiple Solution to Open-Ended Problems Online. [Online]. Tersedia: http:/www.iste.org/Content/NavigationMenu/Research/NECC_Research_Pa per_Archives/NECC2008/Livne.pdf . [25 April 2012]
Mahmudi, A. 2010. Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan
(4)
Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Masbied. 2011. Prinsip-Prinsip Kunci Teori Konstruktivisme Vygotsky. [Online]. Tersedia:http://www.masbied.com/2011/08/26/prinsip-prinsip-kunci-teori-konstruktivisme-vygotsky/. [17 Juni 2012]
Maryland State Department of Education. 1991. Sample Activities, Student’s Responses an Marryland Teacher’s Comments on a Sample Task: Mathematics Grade 8, February 1991. [Online]. Tersedia: http:/www.intranet.cps.k12.il.us/Assessments/Ideas_and_Rubrics/Rubric_Ba nk/MathRubrics.pdf. [9 Mei 2012]
Nasir, S. 2008. Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Berkemampuan Rendah melalui Pendekatan Kontekstual (studi Eksperimen pada SMA Negeri 1 Tandun,Rokan Hulu ). Tesis pada PPS Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan
National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM
National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Nicholl, M.J. 2006. Accelerated Learning for The 21st Century (Cara Belajar Cepat Abad 21). Bandung: Nuansa.
Noer, M. 2010. Hypnoteaching for Success Learning. Yogyakarta: PEDAGOGIA. Park, H. 2004. The Effect of Divergent Production Activities with Math Inquiry and
Think Alound of Students with Math Difficulty. Disertasi pada Texas A&M
University. [Online]. Tersedia:
http:/txspace.tamu.edu/bitstream/handle/1969.1/2228/etd-tamu-2004;jsessionid=BED099D46D00F1A54FDB51BF2E73CC609?sequence=1 [25 April 2012]
Pugalee, D. K. 2001. Using Comunication to Develop Student Mathematical Literacy. Mathematics Teaching in the Middle School, 6(5), 296-299.
Ruseffendi, E.T. 1991. Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: tidak diterbitkan.
(5)
Ega Edistria, 2012
Pengaruh Penerapan Hypnoteaching Dalam Problem-Based Learning Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama
: Studi Kuasi-Eksperimen pada Siswa Salah Satu SMP Negeri di Bandung
_____________ .1993. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.
Sabirin, M. 2011. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi dan Representasi Matematis Siswa SMP. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: PrenadaMedia Group.
Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. 2003. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah
Suherman, Erman dkk. 2003. Srategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI
Sullivan, P & Mousley, 1. 1996. Natural Communication in Mathematics Classrooms.” What Does it Look Like". In P.c. Clarkson. (Ed.). Technology in Mathematics Education. Melbourne: Merga.
Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Supriadi, D. 1997. Kreatifitas Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfabeta
Surya, H. 2011. Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar. Jakarta: Kompas Gramedia
Suryadi, D. 2005. Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan Pendekatan Gabungan Langsung Dan Tidak Langsung Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkt Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
(6)
Wahyudin. 2008. Pembelajaran Dan Model-Model Pembelajaran (Pelengkap Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional). Bandung
Within. (1992). Mathematics Task Centre; Proffesional Development and Problem Solving. In J Wakefield and L. Velardi (Ed). Celebrating Mathematics Learning. Melbourne: The Mathematical Association of Victoria.