ISU GENDER DALAM KUMPULAN CERPEN KARYA DANARTO DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA BERPERSPEKTIF GENDER DI SEKOLAH MENENGAH ATAS.

(1)

iv DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR BAGAN ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 9

1.3 Rumusan Masalah ... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Definisi Operasional ... 12

1.7 Paradigma Penelitian ... 13

BAB II ISU GENDER, CERPEN, DAN PEMBELAJARAN SASTRA... 14

2.1 Feminisme dan Sastra Feminisme ... 14

2.1.1 Feminisme ... 14

2.1.2 Sastra Feminisme ... 18

2.2 Isu Gender dalam cerpen ... 24

2.2.1 Pengertian Cerpen ... 24

2.2.2 Teori Gender ... 24

2.2.3 Profil Gender dan Identitas Gender ... 30

2.2.4 Peran Gender dan Relasi Gender ... 32

2.2.5 Stereotip Gender ... 36

2.2.6 Jenis Ideologi Gender ... 37

2.2.7 Ketidakadilan Gender ... 39

2.2.7.1 Gender dan Marginalisasi Perempuan ... 40

2.2.7.2 Gender dan Diskriminasi ... 41

2.2.7.3 Gender dan Subordinasi ... 42


(2)

v

2.3 Faktor-faktor yang Melestarikan Ideologi Gender ... 45

2.3.1 Tafsir Agama ... 46

2.3.2 Budaya Etnis ... 53

2.3.3 Politik (Kebijakan Pemerintah) ... 54

2.4 Pendekatan Kajian Cerpen Berisu Gender ... 58

2.4.1 Studi Kultural ... 58

2.4.2 Analisis Gender ... 61

BAB III METODE PENELITIAN DAN TEKNIK PENELITIAN ... 63

3.1 Metode Penelitian ... 63

3.2 Sumber Data ... 63

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 64

3.3.1 Studi Pustaka ... 65

3.3.2 Analisis Kualitatif ... 65

3.4 Teknik Pengolahan Data ... 66

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA ... 69

4.1 Identitas Kepengarangan Danarto ... 69

4.2 Persoalan Gender dalam Karya Danarto ... 71

4.3 Sikap Tersirat Pengarang dalam Menampilkan Isu Gender ... 94

4.4 Relevansi Isu Gender dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ... 99

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 101

5.1 Simpulan ... 101

5.2 Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN


(3)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembelajaran sastra di Indonesia saat ini mengalami penurunan

apabila dibandingkan dengan pembelajaran sastra di masa penjajahan.

Menurut Saparie (2006) pada zaman penjajahan, pengajaran sastra

diperhatikan ketat sejak di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan Meer

Uitgebried Laager Onderwijs (MULO). Siswa tamatan sekolah jaman

kolonial menunjukkan kualitas yang luar biasa di bidang kesastraan,

seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Armin Pane, Sanusi Pane, Mohamad

Yamin, Abdul Muis, Marah Rusli, Panji Tisna, Chairil Anwar, Amir

Hamzah, dan lain-lain. Sastrawan dan karya-karyanya yang disebut itu,

menurut Saparie (2006), kualitasnya ketika itu sudah menyamai sastrawan

Amerika dan Rusia.

Kegagalan pembelajaran sastra sudah lama dikeluhkan oleh

sastrawan dan pemerhati sastra. Setelah jaman kolonial berakhir dan

memasuki alam kemerdekaan, sastra dan pengajaran humaniora kurang

mendapat perhatian dari pemerintah. Perhatian pemerintah lebih tertuju

mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dipacu

dan masyarakat diajak untuk berlombaa-lomba meningkatkan


(4)

dengan menikmati karya sastra. Kondisi ini diperparah dengan

memprioritaskan pendidikan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

yang bertumpu pada bidang-bidang studi eksakta. Siswa dianggap

sebagai robot-robot hasil rekayasa teknologi, tanpa berpikir arti dan

makna kehidupan. Jadi, pembelajaran cenderung lebih diorientasikan

pada peningkatan kemampuan otak kiri, seperti berhitung. Sedangkan

peningkatan kemampuan otak kanan, seperti seni, kurang menjadi

perhatian.

Menurut Alwasilah (2006) pendidikan berbasis sastra perlu

ditingkatkan. Alasannya adalah Pertama, secara psikologis manusia

memiliki kecenderungan (hanifa) untuk menyukai realita dan fiksi. Sastra

memberikan kesempatan yang tidak terbatas untuk menghubungkan

bahasa dan pengalaman siswa. Kedua, karya sastra memperkaya

kehidupan pembacanya melalui pencurahan pengalaman dan masalah

pribadi dan lewat sastra pembaca belajar mengenai cara orang lain

meyikapi berbagai permasalahan. Ketiga, karya sastra adalah harta kaum

berbagai kearifan lokal (local wisdom) yang harus diwariskan secara

turun-temurun melalui pendidikan. Keempat, berbeda dengan

keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis),

sastra dalam dirinya ada isi, yakni nilai-nilai dan interpretasi kehidupan.

Sastra jauh lebih mantap daripada buku teks untuk mengembangkan

keterampilan berbahasa karena, antara lain, dalam sastra focus utama


(5)

cenderung terisolasi dan tidak konstekstual. Kelima, melalui sastra siswa

ditempatkan sebagai pusat dalam latar pendidikan bahasa yang

mengkoordinasikan komunikasi lisan, eksplorasi sastra, dan

perkembangan pengalaman personal dan kolektif. Dengan kata lain, siswa

diterjunkan langsung ke dalam dunia nyata melalui rekayasa imajiner.

Keenam, pembiasaan apresiasi terhadap karya sastra meningkatkan kecerdasan naratif atau narrative intelligence, yaitu kemampuan memakai

secara kritis dan kemampuan memproduksi narasi. Sastra menawarkan

ragam struktur cerita, tema, dan gaya penuisan dari para penulis. Dengan

narasi, dimaksudkan sejumlah teks seperti fiksi, biografi, autobiografi,

memoar, dan esai historis atau materi faktual lainnya dapat dipahami dan

mampu untuk memaparkannya kembali. Ketujuh, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pengajaran tata bahasa,

pengajaran sastra lebih berkontribusi terhadap kemampuan menulis.

Dengan membaca sastra, siswa dengan sendirinya akan mengenal tata

bahasa. Selain itu, apresiasi terhadap berbagai karya sastra

meninggalkan pada ingatan siswa model-model karya sastra yang dapat

dijadikan contoh dalam mengarang. Siswa belajar mengarang lewat

praktik mengarang. Pembelajaran sastra di berbagai jenjang pendidikan

formal hingga saat ini belum mencapai sasaran yang diharapkan. Tujuan

akhir pembelajaran sastra, yaitu penumbuhan dan peningkatan apresiasi


(6)

Menurut Hamid (2007) hal ini disebabkan dua faktor. Pertama,

pengetahuan dan kemampuan dasar dalam bidang kesastraan para guru

sangat terbatas. Materi kesastraan yang peroleh selama mengikuti

pendidikan formal atau di LPTK sangat terbatas. Materi kuliah kesastraan

yang peroleh lebih bersifat teoretis, sedangkan yang dibutuhkan di

lapangan lebih bersifat praktis. Kedua, buku dan bacaan penunjang

pembelajaran sastra di sekolah, misal di SLTP dan SMA terbatas.

Kalaupun ada, pemanfaatan buku bacaan tersebut belum maksimal

karena ada faktor lain yang berkaitan dengan ini, yaitu faktor minat siswa

rendah. Kelemahan pembelajaran sastra dalam pendidikan formal harus

diatasi. Pembelajaran sastra harus mampu menumbuhkan apresiasi siswa

terhadap karya sastra. Apresiasi sebagai sebuah istilah dalam bidang

sastra dan seni lebih mengacu pada aktivitas memahami,

menginterpretasi, menilai, dan pada akhirnya memproduksi sesuatu karya.

Oleh karena itu, pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal

idealnya tidak hanya sebatas pada pemberian teks sastra dalam genre

tertentu untuk dipahami dan diinterpretasikan oleh siswa (apresiasi

reseptif). Pembelajaran sastra harus diarahkan pada penumbuhan

kemampuan siswa dalam menilai atau mengkritik kelebihan dan

kekurangan teks yang ada. Berdasarkan penilaian tersebut, siswa mampu

membuat sebuah teks lain yang lebih bermutu, baik teks yang segenre


(7)

Pelajaran sastra penting untuk memperkaya ruang batin siswa.

Akan tetapi, saat ini pelajaran sastra dianggap pelajaran tidak terlalu

penting bagi masa depan sehingga pelajaran sastra terasa meletihkan

(Hartanto: 2007). Semua pelajaran harus ditujukan untuk memperkaya

ruang dalam batin siswa. Dengan memperkaya ruang batin siswa, sekolah

tidak menjadi mesin pencetak manusia yang tidak mempunyai nilai-nilai

luhur dan tidak menghormati lingkungannya, tetapi sekolah menjadi

tempat bagi siswa untuk berproses menjadi pribadi yang berkompeten dan

tidak mengukur segala sesuatu dengan materi.

Menurut Ismail (2005) pembelajaran sastra di SMA perlu

ditingkatkan. Pembelajaran sastra tidak hanya mengenalkan pengarang

karya sastra, tetapi mengenalkan karya sastra itu sendiri sampai pada

apresiasi sastra. Perbandingan buku sastra yang wajib dibaca oleh siswa

SMA, Indonesia berada jauh berada di bawah negara-negara tetangga.

Usaha peningkatan pembelajaran sastra salah satunya dengan cara

menggiatkan penelitian mengenai pembelajaran sastra di sekolah.

Penelitian mengenai pembelajaran sastra di sekolah selalu menyangkut

guru, siswa, kurikulum, metode, dan materi ajar. Penelitian ini dilakukan

untuk menawarkan sebuah gagasan yang diharapkan dapat turut

memberikan sumbangan pemikiran untuk mengurai dan menjawab salah

satu masalah yang berhubungan dengan kurikulum, materi, dan metode

dalam pembelajaran sastra, yaitu dengan menggagas pembelajaran


(8)

bahwa perkembangan paradigma ilmu-ilmu sosial, budaya, dan

pendidikan dalam menjawab permasalahan yang terjadi dalam

masyarakat akhir-akhir ini, diharapkan tidak terlepas dari isu gender

mainstreaming, seperti diamanatkan dalam Inpres No. 9 Tahun 2000, berupa keputusan untuk melakukan Gender Mainstreaming dalam

berbagai aspek pembangunan di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut,

maka dalam ranah pembelajaran, termasuk pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia di sekolah menengah atas diharapkan tidak melupakan

perspektif gender.

Sebelum menguraikan bagaimanakah idealnya pembelajaran

sastra berprespektif jender dilaksanakan di kelas, terlebih dulu akan

diuraikan hal pembelajaran sastra dan prespektif jender. Pembelajaran

merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan.

Menurut Undang-undang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran,

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Menurut UNESCO pendidikan

hendaknya dibangun dengan empat pilar, yaitu learning to know, learning

to do, learning to be, dan learning to live together. Pembelajaran dianggap sebagai suatu interaksi peserta didik dengan pendidik dalam proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran, serta


(9)

pembentukan sikap yang diharapkan mampu menjadi bekal untuk membentuk kecakapan hidupnya, sehingga berguna bagi dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.

Sejalan dengan pengertian tersebut, maka dalam lingkup pembelajaran sastra diharapkan setelah terlibat dalam proses pembelajaran peserta didik mampu menjadi insan berkualitas, mandiri, dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Untuk sampai pada

hal ideal tersebut, Rahmanto (1988) menyatakan bahwa tujuan tersebut

dapat dicapai apabila pengajaran sastra cakupannya meliputi empat

manfaat, yaitu (1) membantu keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan

pengetahuan budaya, (3) mengembangkan cipta, rasa, dan karsa, serta

(4) menunjang pembentukan watak. Di samping itu, juga dikemukakan

bahwa pengajaran sastra memiliki tiga fungsi, yaitufungsi ideologis, fungsi

kultural, dan fungsi praktis. Fungsi ideologis pengajaran sastra ialah

sebagai salah satu sarana untuk pembinaan jiwa Pancasila. Fungsi

kulturalnya memindahkan kebudayaan dari suatu generasi kepada

generasi berikutnya. Fungsi praktisnya membekali bahan-bahan yang

mungkin berguna bagi siswa untuk melanjutkan studi atau bekal terjun di

tengah kancah masyarakat. Pembelajaran berprespektif jender dalam hal

ini adalah sebuah proses pendidikan yang dijiwai oleh kesadaran adanya

keadilan dan kesetaraan jender. Jender mengacu pada suatu sifat yang

melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara


(10)

Konsep jender dibedakan dengan seks, yang mengacu pada perbedaan

jenis kelamin yang bersifat biologis, walaupun jenis kelamin laki-laki sering

dikaitkan dengan jender maskulin dan jenis kelamin perempuan

berhubungan dengan jender feminin (Fakih, 2006:8-9; Abdullah, 2000).

Karena merupakan hasil dari konstruksi sosial, maka ciri dari

sifat-sifat tersebut menurut Fakih (2006:8) dapat saling dipertukarkan. Artinya,

ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara itu juga

ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Sejarah perbedaan

jender antara lelaki dengan perempuan terjadi melalui suatu proses yang

panjang, melalui proses sosialisasi, penguatan, dan kontruksi sosial,

kultural, keagamaan, bahkan juga melalui kekuatan negara (Fakih,

2006:9).

Perbedaan jender (gender differences) tersebut telah melahirkan

berbagai ketidakadilan terutama bagi kaum perempuan. Fakih

(2006:12-19) mengemukakan berbagai bentuk ketidakadilan jender bagi perempuan

antara lain adalah marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan, dan

beban kerja lebih berat pada perempuan.

Melalui pembelajaran sastra berprespektif jender, dalam

masyarakat Indonesia yang masih didominasi oleh kultur patriarki,

diharapkan terjadi penanaman nilai-nilai keadilan dan kesetaraan jender

pada generasi muda dapat dilakukan, sehingga tercipta

masyarakat yang berkeadilan jender dan saling menghormati dan


(11)

dianggap penting dilaksanakan mengingat adanya fakta bahwa selama ini

pembelajaran sastra di sekolah dasar, menengah, sampai perguruan

tinggi masih sangat kental dengan bias jender. Sejumlah penelitian yang

pernah dilakukan beberapa ahli dan lembaga kajian wanita berkaitan

dengan persoalan jender dalam buku-buku ajar (Bahasa Indonesia, IPS,

Agama, dan PPKN) yang digunakan dari tingkat sekolah dasar sampai

sekolah menengah masih menunjukkan adanya bias jender yang dimikian

kuat mengakar pada buku-buku ajar tersebut (misalnya penelitian yang

pernah dilakukan oleh Pusat Studi Wanita Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan Universitas Negeri Semarang di Jawa Tengah, 2004, Pusat

Studi Wanita Universitas Gadjah Mada di DIY, 2007, Balitbang Depag dan

Depdiknas, 2004). Demikian juga dengan buku-buku Sejarah Sastra yang

digunakan di perguruan tinggi, misalnya buku Perkembangan Novel

Indonesia Modern karya Umar Junus (1984) dan Perkembangan Puisi Indonesia dan Melayu Modern karya Umar Junus (1981) tampak bahwa buku tersebut masih bias jender, karena hanya sejumlah kecil (Toety

Heraty dan Nh. Dini) pengarang perempuan dan karyanya dibahas dalam

buku tersebut.

1.2 Pembatasan Masalah

Karya sastra terbagi atas beberapa genre. Setidaknya, ada tiga

genre karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama. Dalam penelitian ini


(12)

fiksi jenis cerpen. Pengajuan cerpen di sini karena pertimbangan pada

nilai-nilai praktis cerpen. Nilai-nilai praktis tersebut adalah sebagai berikut:

(1) cerpen lebih ringkas dibandingkan dengan novel atau drama dan

cerpen bisa selesai dibaca dalam sekali duduk; (2) cerpen relatif mudah

dipahami; (3) cerpen mudah diperoleh, karena tersebar di berbagai media,

baik di surat kabar, majalah, atau buku-buku antologi; (4) cerpen cocok

dengan minat masyarakat, karena tidak usah berlama-lama menikmati

cerita. Cerpen yang dibahas adalah cerpen berideologi gender karya

Danarto yang ditulis antara tahun 1984-1990. Kualitas cerpen karya

Danarto tidak bisa diragukan lagi kualitasnya, Sastrawan yang sangat kuat

dengan perenungan religiusnya ini telah banyak mendapatkan

penghargaan untuk cerpen-cerpen yang ditulisnya.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Persoalan gender apa sajakah yang terdapat dalam cerpen-cerpen

karya Danarto?

2) Bagaimana sikap pengarang dalam menampilkan persoalan gender

dalam karya-karyanya?

3) Bagaimana relevansi analisis cerpen berisu gender bagi pembelajaran

sastra berperspektif gender di sekolah menengah atas?


(13)

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan

penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan persoalan gender yang terdapat dalam cerpen

karya Danarto secara terperinci.

2) Mengemukakan sikap dan cara pengarang dalam menampilkan

persoalan gender di dalam karyanya.

3) Merumuskan relevansi pembalajaran sastra berperspektif gender

bagi siswa sekolah menengah atas.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah

bagi:

1) bagi para teoritis dan praktisi bahasa Indonesia, bahwa hasil analisis

ini dapat digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan mata

pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang pengajaran

sastra.

2) bagi mahasiswa, pengkajian karya sastra seperti ini dapat

mengembangkan keterampilan dalam menganalisis cerpen berideologi


(14)

1. 6 Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya salah pengertian tentang

konsep-konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan

beberapa istilah seperti yang tertuang di bawah ini.

1) Gender adalah sistem nilai atau gagasan yang dianut masyarakat berikut proses-proses yang membedakan laki-laki dan perempuan

berdasarkan sifat-sifat yang dikonstruksi secara sosial, bukan

berdasarkan biologis.

2) Cerpen adalah salah satu genre sastra yang berupa prosa yang menampilkan satu peristiwa atau kejadian suatu tokoh.

3) Pembelajaran Sastra Berperspektif Gender adalah proses transformasional dan transaksional antara pengajar (guru) dan

pembelajar (siswa) mengenai nilai, pengetahuan, dan etika sosial

mengenai hakikat penciptaan wanita dan pria yang dilakukan melalui


(15)

1.7 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian dapat digambarkan seperti diagram di bawah ini.

Bagan 1.1

PARADIGMA PENELITIAN

PAYUNG ANALISIS KARYA SASTRA

- STUDI KULTURAL - FEMINIS - SASTRA FEMINISME - CERPEN BERIDEOLOGI GENDER

- BAHASA - AWK

PROSES PEMBELAJARAN SATRA BERPERSPEKTIF GENDER

PROSES PELAKSANAAN PROSES

PERENCANAAN

HASIL

KAJIAN CERPEN BERIDEOLOGI GENDER CERPEN


(16)

63 BAB 3

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif dilakukan untuk

menganalisis cerpen yang berisu gender dengan menggunakan

pendekatan analisis wacana kritis dan sastra feminis. Penelitian ini

berusaha menafsirkan fenomena-fenomena sosiokultural yang ideografis

dan kualitatif dalam cerpen yang berisu gender. Data penelitian

merupakan data penghayatan secara langsung dan pemahaman arti

secara rasional. Berdasarkan metodologinya, penelitian ini termasuk

penelitian yang berorientasi gender (gender oriented research) dalam arti

sadar gender (Saptari dan Holzner, 1997: 26). Alasannya, penelitian ini

mencoba mendeskripsikan ideologi gender yang dilembagakan dan

dioperasikan dalam cerpen yang diprediksi berideologi gender.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen yang berideologi

gender, yaitu cerpen-cerpen karya Danarto yang telah terpilih sebagai

cerpen yang baik dan telah diterbitkan oleh Penerbit Gramedia dalam


(17)

gender yang memenuhi tiga aspek kriteria ideologi gender, yaitu (1) aspek

pengetahuan meliputi peristiwa, konsep, prinsip, aturan, informasi yang

dapat dipelajari dan berhubungan dengan masalah gender; (2) aspek

pemahaman meliputi pandangan yang membutuhkan pemahaman

pembaca terhadap masalah gender; (3) aspek kepekaan/kesadaran

meliputi kritikan atau gugatan terhadap ideologi gender yang telah

terpakai dalam kehidupan masyarakat.

Adapun cerpen-cerpen tersebut di antaranya: (1) “Zizit!,” (1994), (2)

“Anakmu Bukanlah Anakmu”, ujar Gibran”, (3) “Rembulan di Dasar

Kolam”, (4) “Bulan Melahap Madu”, dan (5) “Gandasturi”. Banyak cerpen

karya penulis lain yang menceritakan masalah perempuan, tetapi hanya

merepresentasikan kenyataan sosial yang ada di masyarakat, misalnya

masalah kemiskinan yang tidak berhubungan dengan masalah ideologi

gender. Jadi, penulis memilih Danarto karena pengarang ini dianggap

sebagai pengarang yang sangat terbuka dalam memotret dan

mengambarkan persoalan sosial kemasyarakatan, termasuk di dalamnya

ideologi gender.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan


(18)

3.3.1 Studi Pustaka

Studi pustaka digunakan untuk memperoleh data, yaitu

cerpen-cerpen berideologi gender karya Danarto yang dimuat antara tahun

1984-1990. Data tersebut digunakan sebagai bahan kajian.

3.3.2 Analisis Kualitatif

Analisis ini menggunakan teknik studi dokumenter. Teknik ini

digunakan karena sumber data penelitian merupakan dokumen.

Penentuan teknik dokumentasi ini didasarkan pada sifat sumber data yang

hermeneutis-fenomenologis dan sifat ideografis data. Secara hermeneutis

kajian kepustakaan ini dilakukan dengan disertai penghayatan secara

langsung dan pemahaman arti secara rasional dan mendalam sehingga

diperoleh deskripsi yang mendalam. Adapun langkah-langkah yang

dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Peneliti membaca secara kritis, teliti, dan cermat teks cerpen-cerpen

yang berisu gender. Pembacaan ini dilakukan berulang-ulang (sampai

titik jenuh) dengan melibatkan pengetahuan, wawasan, kemampuan,

dan kepekaan yang dimiliki peneliti. Kegiatan ini bertujuan untuk

memahami dan mendapatkan kembali makna yang terkandung dalam

cerpen yang berisu gender.

2) Peneliti membaca sekali lagi cerpen-cerpen yang berisu gender yang

menjadi sumber data untuk memberi tanda atau kode bagian-bagian


(19)

gender, peran gender dan relasi gender, jenis ideologi gender dan

ketidakadilan gender.

3.3 Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam kajian cerpen yang

berideologi gender ini adalah model interaktif-dialektik atau bolak-balik

menurut keperluan dan kecukupan. Dengan teknik ini, analisis data

dilakukan secara melingkar, serempak dan sekaligus, berulang-ulang dan

bolak-balik (menurut keperluan) dengan fokus cerpen dalam rangka

memperoleh penghayatan dan pemahaman arti yang mendalam terhadap

ideologi gender. Hal ini berarti bahwa dalam proses pengumpulan data,

secara serempak peneliti mereduksi dan menyajikan data sebelum

menganalisisnya untuk memperoleh kesimpulan akhir.

Adapun langkah-langkah pengolahan datanya meliputi (1)

pembacaan secara kritis-kreatif terhadap sumber data, (2)

pengidentifikasian data, (3) penyajian data yang telah diidentifikasi adanya

ideologi gender, (4) penafsiran makna, dan (5) penyimpulan makna.

Langkah-langkah pengolahan data analisis gender ini dikemukakan dalam


(20)

Bagan 3.3.

Proses Pengkajian Cerpen Berideologi Gender

CERPEN SEBAGAI SUMBER DATA

PENGUMPULAN DATA - PEMBACAAN KRITIS KREATIF - PENGIDENTIFIKASIAN DATA

PENYAJIAN DATA - PROFIL GENDER DAN IDENTITAS GENDER - PERAN GENDER DAN RELASI GENDER

- JENIS IDEOLOGI GENDER DAN KETIDAKADILAN GENDER

PENAFSIRAN MAKNA

PENYIMPULAN MAKNA

HASIL PENGOLAHAN DATA

- PROFIL GENDER DAN IDENTITAS GENDER (PGIG) - PERAN GENDER DAN RELASI GENDER (PGRG) - JENIS IDEOLOGI GENDER DAN KETIDAKADILAN


(21)

Untuk mengolah cerpen, penulis membuat pola pikir kajian cerpen

berideologi gender dengan menggunakan AWK. Berikut ini bagan

pengkajiannya:

Bagan 3.4

Kajian Cerpen Berideologi Gender

dengan Menggunakan Sastra Feminis Model Sara Mills

MODEL ANALISIS WACANA KRITIS

KRITERIA IDEOLOGI GENDER

OBJEK PENCERITAAN

SUBJEK PENCERITAAN

MEDAN WACANA TEKS/WACANA

KRITIS

DESKRIPSI BAHASA

INTERPRETASI IDEOLOGI

GENDER

- PROFIL GENDER DAN IDENTITAS GENDER - PERAN GENDER DAN RELASI GENDER

- JENIS IDEOLOGI GENDER DAN KETIDAKADILAN GENDER

WACANA-WACANA KRITIS

EKSPLANASI KETIDAKADILAN


(22)

101 BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan

hal-hal sebagai berikut.

1) Persoalan gender yang terdapat dalam karya-karya Danarto

dipengaruhi oleh tiga ideologi, yaitu ideologi partiarki, ibuisme, dan

familialisme. Ideologi partiarki yang menganggap laki-laki superior

dibandingkan wanita terlihat dalam cerpen Zizit(!) dan “Anakmu

bukanlah Anakmu”, Ujar Gibran. Ideologi familialisme dilihat dalam cerpen Rembulan di Atas Kolam dan Bulan Melahap Madu,

sedangkan ideologi ibuisme dapat dilihat dalam cerpen Gandasturi.

2) Sikap pengarang terhadap persoalan gender dapat disimpulkan bahwa

secara umum pengarang menyetujui adanya perempuan yang protes

terhadap nilai-nilai patriarki. Pengarang menghargai perempuan yang

mandiri dan cerdas dan menyukai perempuan yang teguh, yang akan

diam apabila dicerca oleh lingkungan masyarakat (patriarki) ketika ia

berjuang untuk mewujudkan keinginanya. Pengarang berpandangan

bahwa perjuangan feminis masih harus diteruskan. Namun di sisi lain,

menurut pengarang, perjuangan feminis akan sulit terwujud. Nilai-nilai

patriarki tetaplah kokoh karena sudah mapan sekian lama dan


(23)

patriarki ini. Selain itu, nilai-nilai patriarki juga hadir karena adanya

ambivalensi yang dimiliki oleh perempuan itu sendiri. Terdapat

perempuan yang masuk dalam "rakitan" sistem patriarki serta

menikmati posisi yang diberikan kepada mereka (golongan tua dari

kelas atas). Di sisi lain terdapat juga perempuan sebagai feminis yang

protes dan menggugat terhadap sistem itu (golongan muda dari kelas

atas). Ironisnya, dalam posisinya sebagai feminis ini, perempuan itu

juga dihinggapi sikap ambivalen. Di dalam semangatnya untuk

menggugat itu terdapat juga sikapnya yang bertentangan dengan

gagasan feminis itu sendiri. Sikap tersirat pengarang sangat tidak

menyetujui perjuangan feminis yang dilakukan secara radikal, yang

menjadikan perempuan memiliki citra jahat, misalnya tindakan

menggugurkan janin dalam kandungan dengan dalih bahwa hal itu

merupakan hak perempuan. Selain itu, sikap perempuan juga

memaksa laki-laki tunduk pada semua kehendaknya dengan tidak

berkompromi. Sikap ini seolah-olah bermaksud mengubah pola

hubungan laki-laki perempuan: superior-inferior yang ada selama ini

menjadi inferior-superior. Dalam hal ini sikap tersirat pengarang

menggunakan tokoh perempuan untuk melawan perempuan yang

memiliki citra jahat tersebut. Hal ini sekaligus berfungsi untuk

mempertegas adanya ambivalensi yang terdapat dalam diri


(24)

3) Pengembangan model pembelajaran responsif gender dalam

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan salah satu

upaya untuk memutus mata rantai budaya bias gender sejak dini.

Merekayasa pembelajaran menjadi responsif gender dapat dilakukan

melalui dua aspek, yaitu pada perancangan materi ajar dan proses

belajar mengajar. Analisis terhadap cerpen Danarto merupakan

langkah awal yang dilakukan untuk menyusun bahan ajar yang

berwawasan gender. Relevansi nilai gender dalam karya Danarto

dapat ditransfer dan ditumbuhkembangkan dalam kegiatan belajar

mengajar sehingga dapat menjadikan siswa sebagai insan yang sadar

gender. Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjadi dalam

berbagai bidang kehidupan masyarakat terpresentasi dalam

karya-karya Danarto. Secara garis besar, fenomena kesenjangan gender

dalam karya Danarto dapat diklasifikasi dalam beberapa dimensi,

antara lain (a) kurangnya partisipasi (under-participation), (b)

kurangnya keterwakilan (under-representarion), dan (c) perlakuan yang

tidak adil (unfair treatment).

5.2 Saran

Sebagai akhir dari kajian ini, penulis menyampaikan saran-saran

sebagai berikut.

1) Segenap kegiatan transaksional pembelajaran seyogianya


(25)

mendesak untuk dilakukan agar institusi pendidikan tidak lagi

dipandang sebagai lembaga yang melestarikan dan menyebarkan cara

pandang bias gender yang salah di masyarakat. Mewujudkan siswa

yang sadar gender sudah menjadi hal yang wajib agar terwujud

sebuah kondisi masyarakat yang adil dan memahami nilai-nilai agama

secara benar dalam segenap aspek kehidupannya.

2) Penelitian gender dalam konteks pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia masih sangat minim. Untuk itu, sudah selayaknya dilakukan

kajian mengenai gender dalam subbidang lain dalam pembelajaran


(26)

105

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, I . (Ed). 1997. Sangkan Peran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Pusat Penelitian Kependudukan.

Aisyah, Nenden Lilis. 2003. “Pemilihan Bahan dan Perancangan Model Apresiasi Sastra sebagai Wahana Penyadaran Gender.” Tesis tidak dipublikasikan pada SPs UPI, Bandung.

Aisyah, Nenden Lilis. 2000. Ruang Belakang dalam Dua Tengkorak Kepala Antologi Cerpen Kompas 2000 hal 105-114. Jakarta: Kompas.

Alisjahbana, St. Takdir. 1999. Layar Terkembang. Jakarta: Balai Pustaka.

Alwasilah, Chaedar. 2004. “Sosiolinguistik Sastra: Telaah Wacana Kritis Atas Senja Di Nusantara.” Jurnal UvUla: Jurnal Sastra, November 2004 vol 2 no 2, hal. 137-146.

Aminuddin. 2000. “Pembelajaran Sastra sebagai Proses

Pemberwacanaan dan Pemahaman Perubahan Ideologi. Dalam Soediro Satoto dan Zainudin Fananie. (Eds). Sastra: Ideologi, Politik, dan Kekuasaan” (hal. 45-55). Surakarta: Muhamadyah University Press.

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berperspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Aryono, Suyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Baidhawy, Zakyuddin. (Ed). 1997. Wacana Teologi Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

de Beauvoir, Simone. 2003. Second Sex Fakta dan Mitos. Terjemahan Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea

Bertens, K. 1987. Fenomologi Eksistensial, Seri Filsafat Atma Jaya 8. Jakarta: PT Gramedia.

Bertens, K. 1983. Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman, Seri Filsafat Atma Jaya I. Jakarta: PT Gramedia.


(27)

Bhasin, K. 1996. Menggugat Patriarki: Pengantar tentang Persoalan Dominasi terhadap Kaum Perempuan. Yogyakarta: Bentang dan Kalyanamitra.

Black, James. A dan Champion, D.J. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Bogdan, R.C., and Biklen, S. 1982. Qualitative Research for Educations: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon. Brown, G. dan Yule, G. 1996. Analisis Wacana; Alih Bahasa Sutikno.

Jakarta: Gramedia.

Budianta, Melani. 1998. “Sastra dan Ideologi Gender.” Horison Th. XXXII, No. 4, Hal. 6-13.

Budiman, K. 1994. Wacana Sastra dan Ideologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Burhan, N. 1995. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.

Butt, D., et all. Using Functional Grammar an Explorer’s Guide. Sydney: Macquary University.

Dahlan, M.D. (ed). 1984. Model-model Mengajar. Bandung: Dipenogoro.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Damono, Sapardi Djoko.1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Jakarta:

Pustaka Firdaus.

Darma, Yoce A. 2002. “Peluang Wanita Berperan Ganda dalam Keluarga sebagai Upaya Mendukung Kemitrasejajaran Pria dan Wanita di Kabupaten Bandung.” P3W, Lembaga Penelitian UPI.

Darma, Yoce A. 2003. “Persepsi Aparat Pemerintah Kota Bandung terhadap Gender, Kesetaraan Gender, dan Pengarusutamaan Gender.” Bandung: Lembaga Penelitian UPI.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia.1997. Jakarta: Balai Pustaka.

Dewanto, Nirwan. 1993. Cerpen-Cerpen Terbaik Kompas 1992. Jakarta: Gramedia.


(28)

Dijk, Teun A. van. 1985. Discourse Analysis in Society. London: Academic Press Inc.

Dilworth, James B. 1992. Operation Management: Design, Planning and Control for Manufacturing and Sevices. NJ: McGraw-Hill, Inc.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Echols and Shadily. 1987. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Eppen, G.D., F.J. Gould, dan C.P. Schmidt. 1993. Introductory of Management Science (4th Ed.). Prentice-Hall, Inc.

Eriyanto. 2005. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, Pelangi Pelajar.

Fairclough, H. 1989. Language and Power. London: Longman.

Fairclough, H. 2003. Analyzing Discourse; Textual Analysis for Social Research. New York and London: Routledge.

Fakih, M. 1999. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Faruk, H.T. 1997. “Selayang Pandang Reproduksi Gender di Indonesia” dalam Humaniora Nomor VI (Oktober-November). Yogyakarta.

Foucault. 1997. Seks dan Kekuasaan. Terjemahan oleh Rahayu S Hidayat. Jakarta: Gramedia.

Fraenkel, J.R. and Wallen, N.E. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: Mc Graw-Hil Inc.

Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotics. The Social Interpretation f Language and Meaning. London: Edward Arnold. Halliday, M.A.K. 1985. An Introduction to Functional Grammar. London:

Edwards Arnold Publishers Ltd.

Halliday, M.A.K. dan Hasan, R. 1985. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial: Terjemahan Barori T dari Language, Context, and Text. Aspect of Language in Social Semiotic Perspective. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


(29)

Hamidy, Zainudin, & Fachrudin, Hs. 1959. Tafsir Al-quran. Jakarta: Widjaya.

Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: Umm Press.

Hayat, Edi dan Surur, Miftahus. (ed). Perempuan Multikultural Negosiasi Dan Representasi. Jakarta: Desantara Utama.

Hellwig, T. 1987. “Rape in Two Indonesian Cerpens: An Analysis of the Female Images.” Dalam Elsbeth Locher-Scholten dan Anke Niekof (Eds.). Indonesian Women in Focus (hal. 240-254). Dordrecht: Foris Publications.

Heroepoetri, Arimbi dan Valentina R. 2004. Percakapan Tentang Feminisme vs Neoliberalisme. Jakarta: Institut Perempuan.

Humm, Maggie. 2002. Ensiklopedia Feminisme. (Terjemahan Mundi Rahayu). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Ibrahim, Ratna Indraswari. 1994. Rambutnya Juminten dalam Lampor Antologi Cerpen Kompas 1994 hal. 78-84. Jakarta: Kompas.

Ilyas, Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Quran Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iskandarwassid. 2002. Efektivitas Model Mengajar Membaca Interpretatif dalam Meningkatkan Hasil Belajar Apresiasi Sastra Mahasiswa. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

James, J. and Warling, S. 1999. Language and Politics: Language, Society, and Power: An Introduction. London: Routledge.

Jumadi. 2005. Representasi Power dalam Wacana Kelas (Kajian Etnografi Komunikasi di SMA 1 Malang). Disertasi Doktor pada PPS Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan.

Lukmana, I. 2003. “Critical Discourse Analysis: Rekonstruksi Kritis terhadap Makna.” Bandung: Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra dan Pengajarannya, FPBS UPI.

Maleong, L. J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(30)

Mananzan, M. J. 1996. “Sosialisasi Penindasan Wanita.” Basis, Tahun ke-45, No.07-08.

Mosse, J.C. 1996. Gender dan Pembangunan. Terjemahan Silawati dan Rifka Annisa. Women Crisis Centre. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Meneg UPW. 1992. Pengantar Teknik Analisis Gender. Jakarta: Kantor Meneg UPW.

Mills, S. 1997. Language and Gender: Interdisciplinary Perspectives. Longman.

Mills, S. Download in July 20, 2001. “Discourse.” Available on http://www.shu.ac.uk/sch/staff/mills/fcmhtml.

Mulyana, Yoyo. 2000. “Keefektifan Model Mengajar Resepsi Pembaca dalam Pengajaran Pengkajian Puisi (Studi Eksperimen pada Mahasiswa Jurdiksatrasia FPBS IKIP Bandung Tahun Akademik 1998/1999).” Disertasi tidak dipublikasikan pada PPS UPI Bandung.

Murniati, Nunuk P. 1993. Pengaruh Agama terhadap Ideologi Gender: Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia. Jogyakarta: Tiara Wacana.

Murniati, Nunuk P. 2004. Getar Gender. Magelang: Indonesia Terra.

Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta, Gadjahmada University Press.

Pamungkas, Lea. 1995. Mbok Nah 60 Tahun dalam Laki-laki Kawin dengan Peri Antologi Cerpen Kompas 1995 hal. 95-103. Jakarta: Kompas.

Pamungkas, Lea. 1996. Warung Pinggir Jalan dalam Pistol Perdamaian Antologi Cerpen Kompas 1995 hal. 135-146. Jakarta: Kompas.

Ruseffendi, H. E. T. 2001. Dosen-Dosen Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Press.

Roestam, Kardinah. S. 1993. Wanita, Martabat dan Pembangunan. Jakarta: Forum Pengembangan Keswadayaan.

Rusyana, Y. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: Dipenogoro.


(31)

Sanderson, S. 1995. Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Saptari and Holzner. 1997. Perempuan, Kerja, dan Perubahan Sosial: Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Sastrowardoyo, S. 1992. Pengantar dan Ideologi Kado Istimewa. Jakarta:

Gramedia.

Sebatu, Alfons. 1994. Psikologi Jung, Aspek Wanita dalam Kepribadian Manusia. Jakarta: Gramedia.

Selden, Raman. 1996. Panduan Membaca Teori Sastra Masa Kini. (Terjemahan Rahmat Djoko Pradopo). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Soemandoyo, P. 1999. Wacana Gender dan Layar Televisi. Yogyakarta: LP3Y dan Ford Foundation.

Syamsuddin, A.R. 1992. Studi Wacana Teori Analisis-Pengajaran. Bandung: FPBS Press.

Sugiharti. 2002. Wanita di Mata Wanita. Bandung: Nuansa.

Sumardjo, Jacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Alumni.

Sumardjo, Jacob. & Saini, K.M. 1991. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.

Suseno, Magnis F. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius.

Sutarno, A. 2003. Bahasa Politik Pascaorde Baru. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Stimpson, Chatarine R. 1981. On Feminist Criticisan dalam Sugihastuti. Feminist dan Sastra. Bandung: Katarsis.

Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. (Terjemahan Aquarini Priyatna Prabasmoro). Bandung: Jalasutra.


(32)

Umar, Nazaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Gender, Perspektif Al-Quran. Jakarta: Paramadina.

Yoice, Marsha and Shower. 1992. Models of Teaching 4th Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon.

Yulianeta. 2002. “Pengoperasian Ideologi Gender dalam Novel Saman.” Tesis tidak dipublikasikan pada PPs UNM.

Yusuf, S. 2001. Complete and Latest Works on Critical Discourse Analysis. Compiler Teun van Dijk’s. Bandung: UPI.

Van Nelson, A.G.M. 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita. Terjemahan oleh K. Bertens. Jakarta: PT Gramedia.

Wahid, M. H. N. 1996. “Kajian Atas Kajian DR. Fatimah Mernissi Tentang “Hadist Misogini” (Hadit yang Isinya Membenci Perempuan) hal 3-36.” Surabaya: Rislah Gusti.


(1)

Bhasin, K. 1996. Menggugat Patriarki: Pengantar tentang Persoalan Dominasi terhadap Kaum Perempuan. Yogyakarta: Bentang dan Kalyanamitra.

Black, James. A dan Champion, D.J. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Bogdan, R.C., and Biklen, S. 1982. Qualitative Research for Educations: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon. Brown, G. dan Yule, G. 1996. Analisis Wacana; Alih Bahasa Sutikno.

Jakarta: Gramedia.

Budianta, Melani. 1998. “Sastra dan Ideologi Gender.” Horison Th. XXXII, No. 4, Hal. 6-13.

Budiman, K. 1994. Wacana Sastra dan Ideologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Burhan, N. 1995. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.

Butt, D., et all. Using Functional Grammar an Explorer’s Guide. Sydney: Macquary University.

Dahlan, M.D. (ed). 1984. Model-model Mengajar. Bandung: Dipenogoro. Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar

Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Damono, Sapardi Djoko.1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Jakarta:

Pustaka Firdaus.

Darma, Yoce A. 2002. “Peluang Wanita Berperan Ganda dalam Keluarga sebagai Upaya Mendukung Kemitrasejajaran Pria dan Wanita di Kabupaten Bandung.” P3W, Lembaga Penelitian UPI.

Darma, Yoce A. 2003. “Persepsi Aparat Pemerintah Kota Bandung terhadap Gender, Kesetaraan Gender, dan Pengarusutamaan Gender.” Bandung: Lembaga Penelitian UPI.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia.1997. Jakarta: Balai Pustaka.

Dewanto, Nirwan. 1993. Cerpen-Cerpen Terbaik Kompas 1992. Jakarta: Gramedia.


(2)

Dijk, Teun A. van. 1985. Discourse Analysis in Society. London: Academic Press Inc.

Dilworth, James B. 1992. Operation Management: Design, Planning and Control for Manufacturing and Sevices. NJ: McGraw-Hill, Inc.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Echols and Shadily. 1987. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Eppen, G.D., F.J. Gould, dan C.P. Schmidt. 1993. Introductory of

Management Science (4th Ed.). Prentice-Hall, Inc.

Eriyanto. 2005. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, Pelangi Pelajar.

Fairclough, H. 1989. Language and Power. London: Longman.

Fairclough, H. 2003. Analyzing Discourse; Textual Analysis for Social Research. New York and London: Routledge.

Fakih, M. 1999. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Faruk, H.T. 1997. “Selayang Pandang Reproduksi Gender di Indonesia” dalam Humaniora Nomor VI (Oktober-November). Yogyakarta.

Foucault. 1997. Seks dan Kekuasaan. Terjemahan oleh Rahayu S Hidayat. Jakarta: Gramedia.

Fraenkel, J.R. and Wallen, N.E. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: Mc Graw-Hil Inc.

Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotics. The Social Interpretation f Language and Meaning. London: Edward Arnold. Halliday, M.A.K. 1985. An Introduction to Functional Grammar. London:

Edwards Arnold Publishers Ltd.

Halliday, M.A.K. dan Hasan, R. 1985. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial: Terjemahan Barori T dari Language, Context, and Text. Aspect of Language in Social Semiotic Perspective. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


(3)

Hamidy, Zainudin, & Fachrudin, Hs. 1959. Tafsir Al-quran. Jakarta: Widjaya.

Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: Umm Press.

Hayat, Edi dan Surur, Miftahus. (ed). Perempuan Multikultural Negosiasi Dan Representasi. Jakarta: Desantara Utama.

Hellwig, T. 1987. “Rape in Two Indonesian Cerpens: An Analysis of the Female Images.” Dalam Elsbeth Locher-Scholten dan Anke Niekof (Eds.). Indonesian Women in Focus (hal. 240-254). Dordrecht: Foris Publications.

Heroepoetri, Arimbi dan Valentina R. 2004. Percakapan Tentang Feminisme vs Neoliberalisme. Jakarta: Institut Perempuan.

Humm, Maggie. 2002. Ensiklopedia Feminisme. (Terjemahan Mundi Rahayu). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Ibrahim, Ratna Indraswari. 1994. Rambutnya Juminten dalam Lampor Antologi Cerpen Kompas 1994 hal. 78-84. Jakarta: Kompas.

Ilyas, Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Quran Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iskandarwassid. 2002. Efektivitas Model Mengajar Membaca Interpretatif dalam Meningkatkan Hasil Belajar Apresiasi Sastra Mahasiswa. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

James, J. and Warling, S. 1999. Language and Politics: Language, Society, and Power: An Introduction. London: Routledge.

Jumadi. 2005. Representasi Power dalam Wacana Kelas (Kajian Etnografi Komunikasi di SMA 1 Malang). Disertasi Doktor pada PPS Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan.

Lukmana, I. 2003. “Critical Discourse Analysis: Rekonstruksi Kritis terhadap Makna.” Bandung: Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra dan Pengajarannya, FPBS UPI.

Maleong, L. J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(4)

Mananzan, M. J. 1996. “Sosialisasi Penindasan Wanita.” Basis, Tahun ke-45, No.07-08.

Mosse, J.C. 1996. Gender dan Pembangunan. Terjemahan Silawati dan Rifka Annisa. Women Crisis Centre. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Meneg UPW. 1992. Pengantar Teknik Analisis Gender. Jakarta: Kantor

Meneg UPW.

Mills, S. 1997. Language and Gender: Interdisciplinary Perspectives. Longman.

Mills, S. Download in July 20, 2001. “Discourse.” Available on http://www.shu.ac.uk/sch/staff/mills/fcmhtml.

Mulyana, Yoyo. 2000. “Keefektifan Model Mengajar Resepsi Pembaca dalam Pengajaran Pengkajian Puisi (Studi Eksperimen pada Mahasiswa Jurdiksatrasia FPBS IKIP Bandung Tahun Akademik 1998/1999).” Disertasi tidak dipublikasikan pada PPS UPI Bandung. Murniati, Nunuk P. 1993. Pengaruh Agama terhadap Ideologi Gender:

Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia. Jogyakarta: Tiara Wacana.

Murniati, Nunuk P. 2004. Getar Gender. Magelang: Indonesia Terra.

Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta, Gadjahmada University Press.

Pamungkas, Lea. 1995. Mbok Nah 60 Tahun dalam Laki-laki Kawin dengan Peri Antologi Cerpen Kompas 1995 hal. 95-103. Jakarta: Kompas.

Pamungkas, Lea. 1996. Warung Pinggir Jalan dalam Pistol Perdamaian Antologi Cerpen Kompas 1995 hal. 135-146. Jakarta: Kompas.

Ruseffendi, H. E. T. 2001. Dosen-Dosen Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Press.

Roestam, Kardinah. S. 1993. Wanita, Martabat dan Pembangunan. Jakarta: Forum Pengembangan Keswadayaan.

Rusyana, Y. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: Dipenogoro.


(5)

Sanderson, S. 1995. Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Saptari and Holzner. 1997. Perempuan, Kerja, dan Perubahan Sosial: Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Sastrowardoyo, S. 1992. Pengantar dan Ideologi Kado Istimewa. Jakarta:

Gramedia.

Sebatu, Alfons. 1994. Psikologi Jung, Aspek Wanita dalam Kepribadian Manusia. Jakarta: Gramedia.

Selden, Raman. 1996. Panduan Membaca Teori Sastra Masa Kini. (Terjemahan Rahmat Djoko Pradopo). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Soemandoyo, P. 1999. Wacana Gender dan Layar Televisi. Yogyakarta: LP3Y dan Ford Foundation.

Syamsuddin, A.R. 1992. Studi Wacana Teori Analisis-Pengajaran. Bandung: FPBS Press.

Sugiharti. 2002. Wanita di Mata Wanita. Bandung: Nuansa.

Sumardjo, Jacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Alumni.

Sumardjo, Jacob. & Saini, K.M. 1991. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.

Suseno, Magnis F. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius.

Sutarno, A. 2003. Bahasa Politik Pascaorde Baru. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Stimpson, Chatarine R. 1981. On Feminist Criticisan dalam Sugihastuti. Feminist dan Sastra. Bandung: Katarsis.

Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. (Terjemahan Aquarini Priyatna Prabasmoro). Bandung: Jalasutra.


(6)

Umar, Nazaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Gender, Perspektif Al-Quran. Jakarta: Paramadina.

Yoice, Marsha and Shower. 1992. Models of Teaching 4th Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon.

Yulianeta. 2002. “Pengoperasian Ideologi Gender dalam Novel Saman.” Tesis tidak dipublikasikan pada PPs UNM.

Yusuf, S. 2001. Complete and Latest Works on Critical Discourse Analysis. Compiler Teun van Dijk’s. Bandung: UPI.

Van Nelson, A.G.M. 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita. Terjemahan oleh K. Bertens. Jakarta: PT Gramedia.

Wahid, M. H. N. 1996. “Kajian Atas Kajian DR. Fatimah Mernissi Tentang “Hadist Misogini” (Hadit yang Isinya Membenci Perempuan) hal 3-36.” Surabaya: Rislah Gusti.


Dokumen yang terkait

Pendidikan berperspektif gender (Studi deskriptif pada sekolah menengah di Kota Depok)

0 3 159

KETIDAKADILAN GENDER DALAM KUMPULAN CERPEN SAIA KARYA DJENAR MAESA AYU: TINJAUAN SASTRA FEMINIS DAN Ketidakadilan Gender Dalam Kumpulan Cerpen Saia Karya Djenar Maesa Ayu: Tinjauan Sastra Feminis Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA.

0 5 12

PENDAHULUAN Aspek Sosial Dalam Novel Orang-Orang Pulau Karya Giyan: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Relevansinya Dalam Pembelajaran Sastra Di Sekolah Menengah Atas.

1 6 4

PERSPEKTIF GENDER DALAM KUMPULAN CERPEN SEPOTONG HATI YANG BARU KARYA TERE LIYE: TINJAUAN Perspektif Gender Dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Hati Yang Baru Karya Tere Liye: Tinjauan Feminisme Dan Implementasi Pembelajaran Sastra Indonesia SMA.

0 2 14

“Mistik dalam Kumpulan Cerpen Godlob Karya Danarto”.

1 13 20

Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik pada Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2014 serta Relevansinya sebagai Materi Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas.

0 1 17

Menggagas Pembelajaran Sastra Berperspektif Gender

0 0 16

PENDIDIKAN SASTRA SENSITIF GENDER: ALTERNATIF METODE PEMBELAJARAN SASTRA BERPERSPEKTIF GENDER UNTUK JENJANG SEKOLAH DASAR | Susanti | PALASTREN Jurnal Studi Gender 971 3463 1 PB

0 0 18

Gaya Bahasa dan Diksi dalam Kumpulan Cerpen Kesetiaan Itu Karya Hamsad Rangkuti serta Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas - UNS Institutional Repository

1 7 16

KETIDAKADILAN GENDER TOKOH PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN YANG MENUNGGU DENGAN PAYUNG KARYA ZELFENI WIMRA DAN SARAN IMPLEMENTASI SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

0 5 13