PENGARUH CONCEPT ATTAINMENT MODEL TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN BERPIKIR KRITIS SERTA DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS MAHASISWA PGMI : Kuasi-Eksperimen pada Mahasiswa PGMI UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
SERTA DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS MAHASISWA PGMI (Kuasi-Eksperimen pada Mahasiswa PGMI UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
LILIS MARINA ANGRAINI NIM. 1101576
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA (S2) SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
(2)
ii Lilis Marina Angraini, 2013
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH CONCEPT ATTAINMENT MODEL
TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN BERPIKIR KRITIS SERTA DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS MAHASISWA PGMI
(Kuasi-Eksperimen pada PGMI di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Oleh:
Lilis Marina Angraini 1101576
Disetujui dan Disahkan Oleh: Pembimbing I
Bana G. Kartasasmita, Ph.D. NIP. 130676130
Pembimbing II
Dr. Dadan Dasari, M.Si. NIP. 196407171991021001
Mengetahui:
(3)
iii Lilis Marina Angraini, 2013
Dr. M. Solehuddin, M.Pd., M.A. NIP. 196202081986011002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengaruh
Concept Attainment Model terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis serta Disposisi Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa PGMI ” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pertanyaan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya.
Bandung, 13 November 2012 Yang membuat pernyataan
(4)
iv Lilis Marina Angraini, 2013
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh concept attainment model
terhadap kemampuan komunikasi dan berpikir kritis serta disposisi berpikir kritis matematis mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI) berdasarkan keseluruhan dan kemampuan awal matematis (KAM). Kuasi eksperimen dengan desain kelompok eksperimen-kontrol ekuivalen ini melibatkan 82 orang mahasiswa semester V di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Instrumen yang digunakan berupa postes dan skala disposisi berpikir kritis matematis. Analisis statitistik yang dilakukan adalah uji t, uji ANOVA satu jalur dan uji ANOVA dua jalur. Hasil penelitian yang diperoleh adalah:(1) Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.; (2) Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa; (3) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) pada masing-masing kelompok pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa; (4) Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan; (5) Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa; (6) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) pada masing-masing kelompok terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa; (7) Tidak terdapat perbedaan disposisi berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Kata kunci : Concept Attainment Model, komunikasi matematis, berpikir kritis matematis, disposisi berpikir kritis matematis.
(5)
v Lilis Marina Angraini, 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, kekuatan dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis merupakan tugas yang menantang. Ujian dan cobaan yang mengiringi perjalanan, semakin menambah semangat penulis untuk bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan studi. Alhamdulillah penulisan tesis ini dapat tercapai juga.
Tesis ini berjudul “Pengaruh Concept Attainment Model terhadap
Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis serta Disposisi Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa PGMI” sebagai tugas yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar magister pendidikan dalam pendidikan matematika di Universitas Pendidikan Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi saya sendiri, para pembaca dan dunia pendidikan.
Bandung, 13 November 2012 Penulis
(6)
vi Lilis Marina Angraini, 2013
Lilis Marina Angraini
LEMBAR PERSEMBAHAN
TeruntukMU...
Wahai yang maha segalanya...
Tesis ini ku persembahkan sebagai salah satu upaya untuk mengabdikan diriku.... Sebagai rasa syukurku atas nikmatMU yang tak terhingga...
Semua orang boleh saja memujiku....
Tapi pujian itu sebenarnya adalah milikMU.... Semua orang boleh saja mengagumiku...
Tapi kekaguman itu sebenarnya adalah milikMU... Semua orang boleh saja membanggakanku...
Tapi kebanggagaan itu sebenarnya adalah milikMU.... Namun jika orang membenci sifatku...
Semua itu kesalahanku atas kekhilafanku yang belum menyempurnakan perintahMU dan anjuran-anjuranMU...
Allah...
Engkau seperti nyanyian dalam hatiku yang memanggil rinduku padamu,,,, Engkau seperti udara yang ku hela...
Hanya diriMU yang bisa membuatku tenang... Tanpa diriMU aku merasa hilang dan sepi.... Allah...
(7)
vii Lilis Marina Angraini, 2013
Karena ada satu hal yang sangat ingin aku sampaikan secara langsung...
Hal itu adalah sebuah ucapan ”terima kasih”
Terima kasih karena telah menitipkanku di dunia ini kepada ABAH dan IBU ku sekarang...
Terima kasih ini aku sampaikan karena selama menjadi anak ABAH dan IBU aku selalu merasa aku adalah anak yang paling beruntung di dunia ini....
ABAH....
Engkau adalah sosok yang sangat menginspirasiku... Engkau mengajarkanku untuk berbagi dengan sesama....
Satu ucapan darimu mampu membuatku merasa tegar atas masalah-masalah yang kuhadapi....
Engkau adalah satu-satunya sosok yang belum pernah mengucapkan kata-kata yang keras bahkan marah kepadaku...
IBU....
Engkau adalah wanita yang paling aku kagumi... Engkau mengajarkanku untuk berpikir lebih cerdas... Engkau mengajarkanku untuk selalu bekerja keras....
Engkau mengajarkanku untuk mudah memaafkan orang lain.... Engkau adalah kekuatan di rumah kita...
Karena itulah lilis berharap kepada ALLAH...
Agar Allah selalu memudahkan langkah lilis untuk bisa menjadi anak yang bisa menjadi penolong bagi ABAH dan IBU di dunia dan di akhirat nanti.
(8)
viii Lilis Marina Angraini, 2013
Ibu dan Abahku (Syamsimar dan Ilzam), Jazakumullah khairan katsiran
untuk limpahan cinta dan kasih sayang yang diberikan
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan sepenuh hati penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala bantuan, bimbingan, arahan, motivasi, semangat serta doa yang telah diberikan pada penulis selama penyelesaian tesis ini, terutama kepada :
1. Bapak Bana G. Kartasasmita, Ph.D., selaku Pembimbing I, terima kasih telah membangkitkan semangat penulis sehingga menjadikan sesuatu yang awalnya dirasa sebagai suatu kekurangan atau kesalahan justru menjadi sesuatu yang bernilai tinggi. Terima kasih atas berjuta wawasan yang Bapak berikan dan nasehat-nasehat yang memotivasi penulis untuk lebih maju.
2. Bapak Dr. Dadan Dasari, M.Si., selaku pembimbing II yang memberikan kepercayaan, kebebasan namun tetap terorganisir serta memberikan tantangan kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan tertantang untuk menggali ilmu lebih banyak lagi.
3. Amak Syamsimar dan Abah Ilzam tercinta, jazakumullah untuk limpahan kasih sayang serta doa yang terus mengalir bagi penulis.
4. Kak Trisna Laila Yunita, S.Hi., dan adikku Erpindo Soni Pebrianto, terima kasih atas motivasi yang telah diberikan.
(9)
ix Lilis Marina Angraini, 2013
Penulis
(10)
Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Pernyataan ... iii
Abstrak ... iv
Kata Pengantar ... v
Lembar Persembahan ... vi
Ucapan Terima Kasih ... viii
Daftar Isi ... ix
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar ... xii
Daftar Lampiran ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
E. Definisi Operasional ... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 19
B. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 23
C. Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 31
D. Concept Attainment Model ... 32
E. Teori Belajar yang Mendukung ... 44
F. Hipotesis ... 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 51
B. Subjek Penelitian ... 54
C. Instrumen Penelitian ... 54
D. Teknik Pengumpulan Data ... 56
E. Teknik Analisis Data ... 62
F. Prosedur Penelitian ... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 68
1. Analisis Data Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 69
2. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 73
3. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 84
4. Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 95
(11)
ii Lilis Marina Angraini, 2013
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 117
B. Implikasi ... 119
C. Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 121
(12)
iii Lilis Marina Angraini, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokan KAM ... 52
Tabel 3.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel terikat, dan Variabel Kontrol ... 53
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 57
Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 59
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 60
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 61
Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 69
Tabel 4.2 Deskripsi Data KAM Mahasiswa ... 70
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data KAM Mahasiswa ... 71
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Data KAM Mahasiswa ... 72
Tabel 4.5 Uji Kesetaraan Data KAM Mahasiswa ... 73
Tabel 4.6 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 75
Tabel 4.7 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis... 76
Tabel 4.8 Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77
Tabel 4.9 Uji ANAVA Dua Jalur ... 78
Tabel 4.10 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM... 80
Tabel 4.11 Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM... 82
Tabel 4.12 Uji ANAVA Satu Jalur ... 83
Tabel 4.13 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 86
Tabel 4.14 Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 87
Tabel 4.15 Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 88
Tabel 4.16 Uji ANAVA Dua Jalur ... 89
Tabel 4.17 Deskripsi Data Kemampuan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan KAM... 91
Tabel 4.18 Uji Homogenitas Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan KAM ... 92
Tabel 4.19 Uji ANAVA Satu Jalur ... 94
Tabel 4.20 Deskripsi Data Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 96
Tabel 4.21 Uji Normalitas Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 97
Tabel 4.22 Uji Homogenitas Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 98
(13)
iv Lilis Marina Angraini, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Concept Attainment Model dalam Bentuk Kerangka
Operasional ... 43
Gambar 4.1 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 100
Gambar 4.2 Jawaban Hasil Diskusi Kelas Eksperimen ... 101
Gambar 4.3 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Kontrol ... 104
Gambar 4.4 Hasil Jawaban Tes Komunikasi Kelas Eksperimen ... 106
Gambar 4.5 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 109
Gambar 4.6 Aktivitas Penemuan Konsep yang Dilakukan di Kelas Eksperimen ... 110
Gambar 4.7 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Kontrol ... 111
elajaran ... 109
Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 127
Lampiran A.4 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 128
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 130
Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 133
Lampiran A.7 Angket untuk Siswa ... 136
Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 137
Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 139
Lampiran C.1 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Eksperimen 140
Lampiran C.2 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 141
Lampiran C.3 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 142
Lampiran C.4 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 145
Lampiran C.5 Data Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking ... 148
Lampiran C.6 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Guru ... 150
Lampiran C.7 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Siswa ... 151
Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Pemecahan Masalah ... 152
Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Koneksi Matematis ... 163
Lampiran E.1 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI ... 174
(14)
v Lilis Marina Angraini, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.1 Silabus ... 124
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 126
Lampiran A.3 Lembar Kerja Mahasiswa ... 165
Lampiran A.4 Kisi-kisi Instrumen Komunikasi dan Berpikir Kritis ... 177
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 184
Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 198
Lampiran A.7 Kisi-kisi Skala Disposisi Berpikir Kritis ... 202
Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 208
Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Komunikasi dan Berpikir Kritis Matematis ... 211
Lampiran C.1 Kemampuan Awal Matematis Kelas Eksperimen... 216
Lampiran C.2 Kemampuan Awal Matematis Kelas Kontrol ... 218
Lampiran C.3 Kemampuan Komunikasi, Berpikir Kritis, Disposisi Berpikir Kritis Matematis dan Penormalan Data Kelas Eksperimen ... 220
Lampiran C.4 Kemampuan Komunikasi, Berpikir Kritis, Disposisi Berpikir Kritis Matematis dan Penormalan Data Kelas Kontrol ... 225
Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Awal Matematis (KAM) Mahasiswa ... 230
Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa ... 232
Lampiran D.3 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa ... 236
Lampiran D.4 Hasil Penelitian mengenai Disposisi Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa ... 240
(15)
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh concept attainment model terhadap kemampuan komunikasi dan berpikir kritis serta disposisi berpikir kritis matematis mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI) berdasarkan keseluruhan dan kemampuan awal matematis (KAM). Kuasi eksperimen dengan desain kelompok eksperimen-kontrol ekuivalen ini melibatkan 82 orang mahasiswa semester V di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Instrumen yang digunakan berupa postes dan skala disposisi berpikir kritis matematis. Analisis statitistik yang dilakukan adalah uji t, uji ANOVA satu jalur dan uji ANOVA dua jalur. Hasil penelitian yang diperoleh adalah:(1) Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.; (2) Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa; (3) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) pada masing-masing kelompok pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa; (4) Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan; (5) Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa; (6) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) pada masing-masing kelompok terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa; (7) Tidak terdapat perbedaan disposisi berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Kata kunci : Concept Attainment Model, komunikasi matematis, berpikir kritis matematis, disposisi berpikir kritis matematis.
(16)
DAFTAR ISI
Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Pernyataan ... iii
Abstrak ... iv
Kata Pengantar ... v
Lembar Persembahan ... vi
Ucapan Terima Kasih ... viii
Daftar Isi ... ix
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar ... xii
Daftar Lampiran ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
E. Definisi Operasional ... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 19
B. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 23
C. Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 31
D. Concept Attainment Model ... 32
E. Teori Belajar yang Mendukung ... 44
F. Hipotesis ... 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 51
B. Subjek Penelitian ... 54
C. Instrumen Penelitian ... 54
D. Teknik Pengumpulan Data ... 56
E. Teknik Analisis Data ... 62
F. Prosedur Penelitian ... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 68
1. Analisis Data Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 69
2. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 73
3. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 84
4. Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 95
(17)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 117
B. Implikasi ... 119
C. Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 121
(18)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokan KAM ... 52
Tabel 3.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel terikat, dan Variabel Kontrol ... 53
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 57
Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 59
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 60
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 61
Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 69
Tabel 4.2 Deskripsi Data KAM Mahasiswa ... 70
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data KAM Mahasiswa ... 71
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Data KAM Mahasiswa ... 72
Tabel 4.5 Uji Kesetaraan Data KAM Mahasiswa ... 73
Tabel 4.6 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 75
Tabel 4.7 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis... 76
Tabel 4.8 Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77
Tabel 4.9 Uji ANAVA Dua Jalur ... 78
Tabel 4.10 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM... 80
Tabel 4.11 Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM... 82
Tabel 4.12 Uji ANAVA Satu Jalur ... 83
Tabel 4.13 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 86
Tabel 4.14 Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 87
Tabel 4.15 Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 88
Tabel 4.16 Uji ANAVA Dua Jalur ... 89
Tabel 4.17 Deskripsi Data Kemampuan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan KAM... 91
Tabel 4.18 Uji Homogenitas Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan KAM ... 92
Tabel 4.19 Uji ANAVA Satu Jalur ... 94
Tabel 4.20 Deskripsi Data Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 96
Tabel 4.21 Uji Normalitas Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 97
Tabel 4.22 Uji Homogenitas Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 98
(19)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Concept Attainment Model dalam Bentuk Kerangka
Operasional ... 43
Gambar 4.1 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 100
Gambar 4.2 Jawaban Hasil Diskusi Kelas Eksperimen ... 101
Gambar 4.3 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Kontrol ... 104
Gambar 4.4 Hasil Jawaban Tes Komunikasi Kelas Eksperimen ... 106
Gambar 4.5 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 109
Gambar 4.6 Aktivitas Penemuan Konsep yang Dilakukan di Kelas Eksperimen ... 110
Gambar 4.7 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Kontrol ... 111
elajaran ... 109
Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 127
Lampiran A.4 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 128
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 130
Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 133
Lampiran A.7 Angket untuk Siswa ... 136
Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 137
Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 139
Lampiran C.1 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Eksperimen 140 Lampiran C.2 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 141
Lampiran C.3 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 142
Lampiran C.4 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 145
Lampiran C.5 Data Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking ... 148
Lampiran C.6 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Guru ... 150
Lampiran C.7 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Siswa ... 151
Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Pemecahan Masalah ... 152
Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Koneksi Matematis ... 163
Lampiran E.1 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI ... 174
(20)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.1 Silabus ... 124
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 126
Lampiran A.3 Lembar Kerja Mahasiswa ... 165
Lampiran A.4 Kisi-kisi Instrumen Komunikasi dan Berpikir Kritis ... 177
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 184
Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 198
Lampiran A.7 Kisi-kisi Skala Disposisi Berpikir Kritis ... 202
Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 208
Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Komunikasi dan Berpikir Kritis Matematis ... 211
Lampiran C.1 Kemampuan Awal Matematis Kelas Eksperimen... 216
Lampiran C.2 Kemampuan Awal Matematis Kelas Kontrol ... 218
Lampiran C.3 Kemampuan Komunikasi, Berpikir Kritis, Disposisi Berpikir Kritis Matematis dan Penormalan Data Kelas Eksperimen ... 220
Lampiran C.4 Kemampuan Komunikasi, Berpikir Kritis, Disposisi Berpikir Kritis Matematis dan Penormalan Data Kelas Kontrol ... 225
Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Awal Matematis (KAM) Mahasiswa ... 230
Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa ... 232
Lampiran D.3 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa ... 236
Lampiran D.4 Hasil Penelitian mengenai Disposisi Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa ... 240
(21)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bidang studi matematika, kemampuan-kemampuan matematis yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD/ MI sampai SMA/ MA adalah: (1) Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematis dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan, dan pernyataan matematis; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
Kemampuan-kemampuan matematis yang tercantum dalam KTSP sejalan dengan kemampuan-kemampuan matematis yang disusun oleh National of Council Teachers of Mathematics (NCTM) (2000: 402) yaitu:
(22)
“...ability to apply their knowledge to solve problems within mathematics and in other disciplines, ability to use mathematical language to communicate ideas, ability to reason and analyze, knowledge and understanding of concepts and procedures, disposition toward mathematics, understanding of the nature of mathematics, integration of these aspects of mathematical knowledge”.
Kemampuan-kemampuan matematis yang dituntut NCTM tersebut terdiri dari: komunikasi matematis (mathematical communication), penalaran matematis
(mathematical reasoning), pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving), koneksi matematis (mathematical connection), dan pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics).
Kemampuan-kemampuan di atas juga merupakan bagian dari hakikat pengembangan matematika. Sumarmo mengungkapkan hakikat pendidikan matematika mempunyai dua arah pengembangan, yaitu pengembangan untuk kebutuhan masa kini dan masa akan datang. Pengembangan kebutuhan masa kini yang dimaksud adalah pembelajaran matematika mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematis dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan di masa yang akan datang adalah terbentuknya kemampuan nalar, logis, sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka (Somakim, 2010: 2).
Selanjutnya UNESCO (Mulyana, 2008: 2) menetapkan empat pilar pembelajaran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) Learning to know yang bermakna bahwa proses pembelajaran harus mengantarkan siswa untuk menguasai teknik memperoleh pengetahuan dan bukan semata-mata memperoleh pengetahuan; (2) Learning to do yang bermakna bahwa proses pembelajaran harus memberikan kesempatan pada siswa untuk
(23)
berkembangnya kemampuan pemecahan masalah; (3) Learning to live together
yang bermakna bahwa proses pembelajaran harus menuntut terjadinya kerjasama untuk mencapai tujuan bersama; (4) Learning to be yang bermakna bahwa proses pembelajaran harus mengantarkan siswa untuk terbentuknya siswa yang berkepribadian, mantap dan mandiri.
Proses pembelajaran matematika diharapkan berakhir dengan sebuah pemahaman siswa yang komprehensif. Pemahaman siswa yang diharapkan tidak hanya sekedar memenuhi tujuan pembelajaran matematika secara substantif saja, namun juga diharapkan tercapainya tujuan-tujuan lain dari pembelajaran matematika tersebut. Tujuan-tujuan lain dari pembelajaran matematika menurut TIM MKPBM (2001: 254) adalah: (1) Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik lainnya; (2) Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain; (3) Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia; (4) Lebih mampu berpikir logis, kritis, dan sistematis; (5) Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah masalah; (6) Lebih peduli pada lingkungan sekitarnya.
Kemampuan-kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah juga harus dimiliki oleh mahasiswa calon guru yang akan mengajarkan matematika. Committee on the Undergraduate Program in Mathematics (CUPM) (Karlimah, 2010: 2) memberikan enam rekomendasi dasar untuk jurusan, program, dan mata kuliah dalam matematika. Salah satu rekomendasinya menerangkan bahwa setiap mata kuliah dalam matematika hendaknya merupakan aktivitas yang akan membantu mahasiswa
(24)
dalam pengembangan analitis, penalaran kritis, pemecahan masalah, dan keterampilan komunikasi. Rekomendasi CUPM di atas menerangkan, tugas lembaga pendidikan yang bertugas mendidik calon guru yang akan mengajarkan matematika, diantaranya adalah mempersiapkan mahasiswa-mahasiswinya untuk memiliki kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis. Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan (LPTK), Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang bertugas melahirkan calon guru yang akan mengajarkan matematika ikut bertanggung jawab mempersiapkan mahasiswa-mahasiswinya untuk memiliki kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis. Kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis adalah kemampuan yang dapat ditumbuhkembangkan, sehingga dosen ikut berperan dalam usaha pengembangan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis.
Banyak hasil penelitian menunjukkan rendahnya kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis mahasiswa PGSD diantaranya adalah: Hasil pengamatan yang dilakukan Supriadi (2010) tahun 2005 selama beberapa semester terhadap mahasiswa D2 PGSD, S1 PGSD yang berasal dari SMA, SMK, MA dan SPG dengan program studi IPA dan non-IPA ternyata kurang memuaskan dengan diperolehnya rerata kurang dari 50% dari skor maksimal untuk kelompok tersebut. Mahasiswa masih kesulitan memahami matematika yang dipandangnya sebagai mata kuliah yang paling sulit dan tidak menyenangkan. Ekspresi, komunikasi, dan kemampuan berpikir matematika diantara mahasiswa masih kurang. Hasil penelitian Mayadiana (2005) yang berjudul Pembelajaran dengan Pendekatan Diskursif untuk Mengembangkan
(25)
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD, bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD masih rendah, yakni mencapai 36,62% untuk mahasiswa berlatar belakang IPA, 26,62% untuk mahasiswa berlatar belakang non-IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan mahasiswa. Maulana (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pendekatan Metakognitif sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD, bahwa rerata kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD sebesar 33,3%.
Mahasiswa PGSD, yang selanjutnya akan disebut dengan mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI), adalah mahasiswa yang disiapkan untuk menjadi guru kelas yang profesional di sekolah dasar. Guru kelas yang profesional antara lain harus menguasai pengetahuan konseptual dan prosedural serta keterkaitan keduanya dalam konteks materi matematika di MI (Permendiknas No. 16 tahun 2007). Keprofesionalan calon guru MI sudah semestinya sejalan dengan kurikulum matematika di MI yang memfokuskan pada pengembangan pemecahan masalah.
Mahasiswa dalam memecahkan masalah matematis diharapkan seakan-akan berbicara dan menulis tentang apa yang sedang dikerjseakan-akan. Penulisan penyelesaian masalah matematis mendorong mahasiswa untuk merefleksikan pekerjaan mereka dan mengklarifikasi ide-ide mereka. Ketika mahasiswa dilibatkan secara komunikatif dalam mengerjakan masalah matematis, berarti mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, berbicara dengan mahasiswa lain, mendengarkan mahasiswa yang lain untuk berbagi ide, strategi, dan solusi.
(26)
Oleh karena itu keterampilan komunikasi matematis perlu dimiliki oleh mahasiswa.
Wahyudin (Hendriana, 2009: 2) mengungkapkan matematika merupakan ilmu yang bernilai guna. Kebergunaan matematika lahir dari kenyataan bahwa matematika menjelma sebagai alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat, dan tidak memiliki makna ganda. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Dengan demikian komunikasi matematis memegang peranan penting baik sebagai representasi pemahaman siswa terhadap konsep matematis sendiri, maupun bagi dunia keilmuan lainnya.
Komunikasi matematis merupakan suatu cara untuk bertukar ide-ide dan mengklarifikasi pemahaman mahasiswa (Hendriana, 2009: 3). Melalui komunikasi matematis, ide-ide berubah menjadi objek-objek yang direfleksikan untuk didiskusikan dan diubah. Proses komunikasi membantu makna dan ketetapan ide-ide dan membuatnya menjadi sesuatu yang umum. Dalam mengeksplor kemampuan komunikasi matematis, guru perlu menghadapkan siswa pada berbagai masalah yang merupakan situasi nyata untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengkomunikasikan gagasannya dan mengkonsolidasi pemikirannya untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Kadir (2010: 4) mengatakan bahwa kemampuan mahasiswa mengkomunikasikan ide-ide matematisnya ketika memecahkan masalah, atau ketika menyampaikan proses dan hasil pemecahan masalah juga merupakan kemampuan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat
(27)
tinggi seperti logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan produktif. Proses pembelajaran matematika yang memfasilitasi pengembangan kedua kemampuan ini dapat mengembangkan potensi berpikirnya secara maksimal.
Menurut Krulik dan Rudnick kemampuan berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun masalah yang menjadi pemicu dan diikuti dengan pertanyaan: “bagaimana menyelesaikan soal itu dengan cara yang lain”, mengajukan pertanyaan “bagaimana jika, apa yang salah dan apa yang akan kamu lakukan” (Somakim, 2010). Situasi seperti ini belum muncul dalam pembelajaran matematika konvensional, sehingga kemampuan berpikir kritis mahasiswa kurang terlatih. Padahal kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan oleh mahasiswa dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan berpikir kritis, mahasiswa menjadi lebih curious karena adanya dorongan keingintahuan dan keinginan untuk memperoleh kebenaran. Kebiasaan untuk berpikir kritis akan meningkatkan kemampuan matematis mahasiswa, karena mahasiswa terdorong untuk melakukan berbagai aktivitas seperti: menghadapi berbagai tantangan dalam pembelajaran, menemukan hal-hal yang baru, dan menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat non-rutin. Dengan berpikir kritis, mahasiswa dapat memahami masalah dengan baik, membuat rencana penyelesaian masalah, dan membuat alternatif penyelesaian masalah dengan cara yang lebih praktis, oleh karena itu mahasiswa yang memiliki
(28)
kemampuan berpikir kritis diharapkan dapat mencapai suatu kualitas solusi yang baik dari permasalahan matematika yang perlu dipecahkan.
Hasil studi pendahuluan terhadap sejumlah mahasiswa PGMI yang telah mengikuti perkuliahan konsep dasar matematika di Universitas yang akan diteliti menunjukkan rendahnya kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis mahasiswa, hal ini ditunjukkan dari hasil UTS dan UAS mahasiswa yang telah mengikuti perkuliahan konsep dasar matematika selama satu semester. Mahasiswa yang mengikuti UTS dan UAS mata kuliah konsep dasar matematika sebanyak 109 mahasiswa, namun 64 orang diantara mereka mendapat nilai di bawah 70, sehingga hasil akhir yang diperoleh rata-rata mendapatkan nilai C. Hal ini juga didukung dari hasil wawancara peneliti dengan dosen-dosen yang mengajarkan mata kuliah matematika di PGMI, berdasarkan hasil wawancara dengan dosen, peneliti mendapat keterangan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung mahasiswa kurang aktif, pemahaman mahasiswa akan konsep yang diajarkan masih lemah, komunikasi yang terjadi satu arah, serta kemampuan berpikir mahasiswa masih rendah.
Sementara itu, proses pembelajaran matematika di kelas juga kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high-order thinking skills) dan kurang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari (kurang penerapan, kurang membumi, kurang realistik ataupun kurang kontekstual). Menurut Shadiq penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk
(29)
penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi matematis dan bernalar matematis (Kadir, 2010: 5).
Selanjutnya menurut Ashari (Kadir, 2010: 6) karakteristik pembelajaran matematika saat ini lebih mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian sekolah, kabupaten/kota, atau nasional), materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low-order thinking skills, bergantung pada buku paket, lebih dominan soal rutin dan pertanyaan tingkat rendah.
Permasalahan yang terjadi di kelas tersebut salah satunya disebabkan kurangnya kualitas calon guru dalam meningkatkan kemampuan siswa, di sisi lain, mahasiswa sebagai calon guru juga mengalami permasalahan yang sama di universitas, menurut Fruner dan Robinson (Rochaminah, 2008: 9) dalam National Commission on Mathematics and Science Teaching for the 21st Century
menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar mahasiswa, sedangkan yang menjadi faktor kunci dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa adalah kualitas pengajaran dosen, oleh karena itu dosen dirasakan perlu untuk meningkatkan kualitas calon guru, agar mereka juga bisa meningkatkan kualitas siswa-siswi di sekolah nantinya.
Moore dan Stein mengungkapkan kemampuan lulusan di semua jenjang pendidikan dirasakan lemah dalam keterampilan matematis, terutama dalam dunia kerja seperti bisnis dan industri. Keluhan seperti ini tidak hanya berfokus pada keterampilan dasar matematis, akan tetapi yang lebih penting lagi adalah kemampuan lulusan untuk mengungkapkan fakta dalam menyelesaikan masalah
(30)
atau terlibat dalam apa yang disebut dengan penalaran dan berpikir tingkat tinggi dalam matematika (Stanley, 2004: 1).
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan matematis ini mungkin karena terbatasnya kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang dimiliki para lulusan (baik sekolah menengah maupun pendidikan tinggi), yang meliputi aspek penalaran, pemecahan masalah, komunikasi dan koneksi matematis, padahal kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam meningkatkan mutu dan daya saing global lulusan dalam dunia kerja (Stanley, 2004: 2).
Penekanan dalam proses pembelajaran sebaiknya lebih kepada aspek
thinking. Apa yang ada dalam proses pembelajaran sebaiknya bukan hanya berkaitan dengan bagaimana mengerjakan sesuatu, akan tetapi lebih kepada mengapa demikian dan apa implikasinya. Dengan kata lain kemampuan berkomunikasi dan berpikir kritis matematis menjadi basis pemahaman dalam belajar, artinya mahasiswa diberikan kesempatan untuk memikirkan ide-ide mereka dan menemukan konsep sendiri.
Selain kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan komunikasi dan berpikir kritis matematis, perlu juga dikembangkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Pengembangan ranah afektif tersebut pada hakekatnya untuk menumbuhkembangkan disposisi matematis. Pentingnya pengembangan disposisi matematis sesuai dengan pernyataan Sumarmo (Karlimah, 2010)
(31)
“...dalam belajar matematika siswa dan mahasiswa perlu mengutamakan pengembangan kemampuan berpikir dan disposisi matematis. Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan tuntutan kemajuan IPTEKS dan suasana bersaing yang semakin ketat terhadap lulusan semua jenjang pendidikan”.
Disposisi matematis mahasiswa berkembang ketika mereka mempelajari aspek kompetensi matematis. Sebagai contoh, ketika mahasiswa membangun kompetensi strategi dalam menyelesaikan persoalan non-rutin, banyak konsep yang dipelajari dan dipahami, sehingga persoalan tersebut dapat diselesaikan, pada akhirnya matematika itu dapat dikuasai. Sebaliknya, bila mahasiswa jarang diberikan tantangan berupa persoalan matematika untuk diselesaikan, mereka cenderung menjadi menghafal daripada mengikuti cara-cara belajar matematika yang semestinya. Dari contoh tersebut menimbulkan dua sikap yang berbeda. Perlakuan contoh pertama akan menimbulkan sikap percaya diri karena mahasiswa mampu menyelesaikan masalah matematis. Perlakuan yang kedua akan menimbulkan sikap mudah menyerah ketika dihadapkan pada masalah, karena mahasiswa tidak terlatih menghadapi tantangan.
Menurut Bruner proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif, jika dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan/ mewakili aturan yang menjadi sumbernya (Uno, 2006: 12), dengan kata lain, mahasiswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.
Proses belajar yang dikemukakan oleh Bruner di atas sejalan dengan teori
(32)
lebih menitikberatkan pada cara-cara untuk memperkuat dorongan-dorongan internal manusia dalam memahami ilmu pengetahuan, dengan cara menggali dan mengorganisasikan, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya.
Pembelajaran Concept attainment model terdiri dari beberapa tahapan pembelajaran, tahapan-tahapan pembelajaran dalam concept attainment model
tersebut membantu mahasiswa dalam melatih kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis. Tahapan pembelajaran kedua yaitu tahapan pengetesan pencapaian konsep, pada tahap ini mahasiswa diminta mengidentifikasi contoh-contoh konsep dan membuat contoh-contoh tambahan, di sini mahasiswa terlatih untuk berpikir kritis karena mahasiswa memikirkan ciri-ciri apa yang mewakili dari suatu konsep dan contoh seperti apa yang memenuhi kriteria dari konsep tersebut. Tahapan pembelajaran ketiga yaitu tahap analisis strategi berpikir, pada tahap ini mahasiswa terlatih untuk mengkomunikasikan matematikanya, karena mahasiswa diminta untuk mengungkapkan konsep dengan kata-kata sendiri, mengungkapkan alasan-alasan yang berkenaan dengan membuat contoh tambahan, dan menuliskan langkah-langkah penyelesaian soal dari konsep-konsep yang sedang dipelajari, serta merumuskan konsep matematikanya, sehingga dengan model pembelajaran yang dikemukakan oleh Bruce, et al ini, secara teoritis diyakini bahwasanya kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis mahasiswa menjadi lebih baik.
Kauchak dan Eggen mengemukakan concept attainment model adalah suatu model pembelajaran induktif yang didesain dosen untuk membantu mahasiswa dalam mempelajari konsep dan melatih keterampilan mahasiswa
(33)
dalam mempraktekkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Silitonga, 2006: 170).
Concept attainment model sangat relevan dalam mengajarkan matematika (Mustamin, 2005: 72), karena concept attainment model dapat membantu perkembangan pemahaman dan penghayatan mahasiswa terhadap konsep, prinsip sehingga tumbuh daya nalar, berpikir logis, kritis, sistematis dan lain-lain.
Concept attainment model adalah suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu mahasiswa memahami suatu konsep tertentu. Model pembelajaran ini lebih tepat digunakan ketika penekanan pembelajaran lebih dititikberatkan pada pengenalan konsep baru, sehingga dapat melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (Uno, 2008: 10).
Concept attainment model mula-mula didesain oleh Bruce, et al (1972), yang didasarkan pada hasil riset Jerome Bruner dengan maksud bukan saja didesain untuk mengembangkan berpikir induktif, tetapi juga untuk menganalisis dan mengembangkan konsep. Bruner, Goodnow, dan Austin (Aunurrahman, 2009: 158) menyatakan bahwa concept attainment model sengaja dirancang untuk membantu para mahasiswa mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi, sehingga dapat memberi kemudahan bagi mahasiswa untuk mempelajari konsep itu dengan cara yang lebih efektif.
Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa concept attainment model
merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang untuk membantu mahasiswa mempelajari konsep sehingga mahasiswa mampu menemukan konsep sendiri dan mengungkapkan secara bahasa maksud dari konsep yang ditemukannya, dengan demikian kemampuan komunikasi dan berpikir kritis
(34)
matematis mahasiswa dalam pembelajaran matematika menjadi lebih baik. Untuk itu peneliti ingin mengadakan penelitian yang yang terkait dengan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis mahasiswa PGMI, sehingga penelitian ini berjudul “Pengaruh Concept Attainment Model terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis serta Disposisi Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa PGMI”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa?
4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan?
(35)
5. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa?
6. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa?
7. Apakah terdapat perbedaan disposisi berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan
komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
concept attainment model dan pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
2. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa.
3. Menelaah dan mendeskripsikan interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa.
(36)
4. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
concept attainment model dan pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
5. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa.
6. Menelaah dan mendeskripsikan interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa.
7. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan disposisi berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
concept attainment model dan pembelajaran konvensional. D. Manfaat Penelitian
Peneltian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi dosen matematika dan institusi terkait, tentang keefektifan pembelajaran concept attainment model
terkait dengan kemampuan komunikasi, berpikir kritis, serta disposisi berpikir kritis matematis mahasiswa.
2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan berpijak di ruang lingkup yang lebih luas, serta membuka wawasan penelitian bagi para ahli pendidikan matematika untuk mengembangkannya.
(37)
3. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pembelajaran khususnya bagi dosen-dosen yang mengajarkan mata kuliah matematika di PGMI dalam rangka meningkatkan kualitas PGMI.
E. Istilah Operasional
Dalam usulan penelitian ini, akan ditemukan beberapa istilah yang terkait dengan penelitian, untuk menghindari perbedaan makna, maka peneliti akan menguraikan makna yang dimaksud dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1) Kemampuan menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematis secara tertulis; (2) Kemampuan mengungkapkan kembali suatu masalah matematis secara tertulis; (3) Kemampuan menyusun argumen/ mengungkapkan pendapat dan memberikan penjelasan secara tertulis berdasarkan data/ bukti yang relevan; (4) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematis. 2. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1)
Kemampuan membuat generalisasi dan mempertimbangkan hasil generalisasi; (2) Kemampuan mengidentifikasi relevansi; (3) Kemampuan merumuskan masalah ke dalam model matematis; (4) Kemampuan mendeduksi dengan menggunakan prinsip; (5) Kemampuan memberikan contoh inferensi; (6) Kemampuan merekonstruksi argumen.
3. Disposisi berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1) Bertanya secara jelas dan beralasan; (2) Berusaha memahami dengan baik; (3) Menggunakan sumber yang terpercaya; (4) Mencari berbagai alternatif;
(38)
(5) Tetap mengacu/ relevan ke masalah pokok; (6) Bersikap terbuka, berani mengambil posisi; (7) Bertindak cepat; (8) Memandang sesuatu secara menyeluruh; (9) Memanfaatkan cara berpikir orang yang kritis; (10) Bersikap sensitif terhadap perasaan orang lain.
4. Concept attainment model yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang menuntun mahasiswa untuk meremukan konsep dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Dosen menyajikan data kepada mahasiswa, setiap data merupakan contoh dan bukan contoh yang terpisah, kemudian mahasiswa diminta untuk memberi nama konsep tersebut, dan menjelaskan definisi konsep berdasarkan ciri-cirinya; (2) Mahasiswa menguji perolehan konsep mereka dengan cara mengidentifikasi contoh tambahan lain yang mengacu pada konsep tersebut, dan memunculkan contoh mereka sendiri; (3) Mahasiswa diminta untuk menganalisis atau mendiskusikan strategi yang mereka gunakan sampai mereka dapat menemukan konsep tersebut.
5. Pembelajaran konvensional diartikan sebagai pembelajaran ekspositori, dalam pembelajaran ini dosen menjelaskan materi kuliah, mahasiswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan dosen, mahasiswa belajar tidak dalam kelompok, kemudian dosen memberikan latihan dan mahasiswa mengerjakan latihan yang diberikan oleh dosen, dan mahasiswa diperbolehkan bertanya apabila ada materi kuliah yang belum dimengerti.
(39)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab I sebelumnya dikemukakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran Concept Attainment Model (CAM) dan pembelajaran konvensional secara keseluruhan. Kemudian untuk menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model
berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa. Selain itu, dikaji pula interaksi antara faktor pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal matematis mahasiswa terhadap kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis, serta menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan disposisi berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan CAM dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional.
Kemampuan Awal Matematis (KAM) mahasiswa terdiri dari tiga kategori yaitu: kategori tinggi, kategori sedang, dan kategori rendah. Berikut disajikan sebaran sampel penelitian.
(40)
Tabel 4.1
Sebaran Sampel Penelitian
KAM Kontrol (PK) Eksperimen (CAM) Jumlah
Tinggi 6 8 14
Sedang 26 29 55
Rendah 6 7 13
Total 38 44 82
Keterangan: CAM = Concept Attainment Model.
PK = Pembelajaran Konvensional.
Analisis statistik terhadap hasil tes dan skala disposisi menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2010 dan SPSS 16.0 yang meliputi: statistika deskriptif, uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas Levene, uji-t, uji ANAVA satu jalur, uji ANAVA dua jalur, dan uji lanjut Scheffe. Sebelum melakukan uji statistik, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi, yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas varians. Pada bab ini akan disajikan rangkuman hasil-hasil analisis data dari semua pengujian tersebut dan pembahasannya.
1. Analisis Data Kemampuan Awal Matematis (KAM)
Data kemampuan awal matematis dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui kemampuan awal matematis mahasiswa sebelum penelitian ini dilaksanakan. Kemampuan awal matematis diperoleh dari nilai mata kuliah Pendidikan Matematika I yang mereka peroleh di semester IV. Nilai tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah. Untuk memperoleh gambaran kemampuan awal matematis mahasiswa tersebut, data dianalisis secara deskriptif agar dapat diketahui rerata, deviasi standar, nilai minimum, dan nilai maksimum. Rangkuman hasil analisis
(41)
deskriptif data kemampuan awal matematis mahasiswa berdasarkan hasil pembelajaran sebelumnya disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Deskripsi Data KAM Mahasiswa
Statistik Deskriptif Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
N 38 44
82,62 80,64
Sd 8,64 6,22
Max 97,10 92
Min 65,80 66,80
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa deskripsi nilai kemampuan awal matematis kelas kontrol lebih baik dari kelas eksperimen. Namun perbedaannya tidak terlalu jauh, alasan peneliti untuk tetap memilih kelompok mahasiswa yang memiliki rata-rata 80,64 sebagai kelas eksperimen, karena peneliti ingin menjadikan rata-rata kelas eksperimen (kelompok yang mendapatkan pembelajaran concept attainment model) lebih baik dari rata-rata kelas kontrol (kelas yang mendapatkan pembelajaran konvensional) secara keseluruhan.
Selanjutnya akan dilakukan pengujian kesetaraan kemampuan awal matematis kedua kelompok pembelajaran dengan menggunakan uji t, namun sebelum melakukan uji t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dan uji homogenitas varians.
Rumusan hipotesis untuk menguji normalitas data adalah: H0 : Data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
(42)
Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari = 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Uji normalitas data yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data kemampuan awal matematis mahasiswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Uji Normalitas Data KAM Mahasiswa
Kolmogorov-Smirnov Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
N 38 44
Sig. 0,41 0,82
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (sig.) data pada pembelajaran pembelajaran konvensional dan concept attainment model lebih dari 0,05. Hal ini berarti H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa data sampel kedua kelompok tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Selanjutnya akan diuji homogenitas varians kemampuan awal matematis kedua kelompok dengan menggunakan uji Levene. Rumusan hipotesis statistik untuk menguji homogenitas varians kedua kelompok data adalah:
H0: 12 = 22 H1: 12≠ 22
Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari = 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Hasil uji homogenitas varians data kemampuan awal matematis mahasiswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada tabel berikut:
(43)
Tabel 4.4
Uji Homogenitas Data KAM Mahasiswa
Uji Levene Data Kriteria
N 82
H0 ditolak
Sig. 0,007
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (sig.) data kecil besar dari 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa varians data kedua kelompok tersebut tidak homogen. Karena kedua kelompok sampel memenuhi asumsi normalitas data namun tidak memenuhi asumsi homogenitas varians, selanjutnya akan diuji kesetaraan data kemampuan awal matematis dengan menggunakan uji-t’. Rumusan hipotesis statistik yang diuji adalah:
H0: μ1= μ2 H1: μ1≠μ2 dengan
μ1= Rerata KAM mahasiswa yang mendapat pembelajaran PK μ2= Rerata KAM mahasiswa yang mendapat pembelajaran CAM
Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika p-value (sig.) lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima; untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Hasil uji kesetaraan data kemampuan awal matematis mahasiswa berdasarkan pendekatan pembelajaran disajikan pada tabel berikut.
(44)
Tabel 4.5
Uji Kesetaraan Data KAM
Uji-t’ Data Kriteria
N 82 H0 diterima
Sig. (2-tailed) 0,23
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari 0,05, sehingga H0 diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan rerata kemampuan awal matematis antara mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran
concept attainment model dan mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Hal ini semakin memperkuat pernyataan pada tabel 4.2 sebelumnya, bahwa secara keseluruhan deskripsi nilai kemampuan awal matematis kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis
Untuk melihat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dan pembelajaran konvensional secara keseluruhan akan dilakukan uji perbedaan rata-rata dalam hal ini adalah uji ANAVA dua jalur. Kemudian untuk melihat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa akan dilakukan uji ANAVA satu jalur dan uji lanjut Scheffe. Selanjutnya, untuk melihat interaksi antara faktor pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal matematis mahasiswa terhadap kemampuan komunikasi
(45)
matematis mahasiswa akan dilakukan uji ANAVA dua jalur. Dalam hal ini, data yang digunakan adalah data hasil tes komunikasi matematis mahasiswa.
Hipotesis-hipotesis yang diuji adalah: Hipotesis 1
“Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran Concept Attainment Model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan”.
Hipotesis 2
“Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran Concept Attainment Model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa”.
Hipotesis 3
“Terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa”.
Pengujian Hipotesis 1: Hipotesis yang diuji adalah:
H0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan Concept Attainment Model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
H1: Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan Concept Attainment Model dan
(46)
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
Pengujian Hipotesis 3: Hipotesis yang diuji adalah:
H0: Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan KAM terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa.
H1: Terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan KAM terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai sig. lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya maka H0 ditolak.
Agar memperoleh gambaran kualitas kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok mahasiswa tersebut, maka data dianalisis secara deskriptif, sehingga dapat diketahui rerata, deviasi standar, nilai minimum, dan nilai maksimum. Rangkuman hasil analisis deskriptif data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa pada kedua pembelajaran disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.6
Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa Statistik Deskriptif Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
N 38 44
46,31 30,09
Sd 11,19 12,07
Min 15 1
Max 59 55
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa deskripsi data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang mendapat pembelajaran konvensional
(47)
lebih baik dari pada mahasiswa yang mendapat pembelajaran concept attainment model. Artinya secara keseluruhan rata-rata kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model tidak lebih baik dari pada rata-rata keseluruhan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Namun, deviasi standar pada kedua pembelajaran tidak terlalu berbeda.
Sebelum dilakukan uji perbedaan rata-rata, terlebih dahulu akan diuji normalitas data dan homogenitas varians dari data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model
(kelas eksperimen) dan pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Rumusan hipotesis untuk menguji normalitas data adalah: H0: Data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: Data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari = 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Uji normalitas data yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematis
Kolmogorov-smirnov Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
N 38 44
Sig. 0,16 0,48
(48)
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai signifikansi kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok pembelajaran lebih besar dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol diterima. Artinya, data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa baik untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen berdistribusi normal.
Selanjutnya akan diuji homogenitas varians kemampuan komunikasi kedua kelompok sampel dengan menggunakan uji Levene. Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari = 0,05 maka
H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Hasil uji homogenitas varians data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Uji Homogenitas
Uji-Levene df1 df2 Sig.
1,22 5 76 0,27
Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi homogenitas varians data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model (kelas eksperimen) dan pembelajaran konvensional (kelas kontrol) lebih besar dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol diterima. Karena data kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok pembelajaran memenuhi asumsi normalitas data dan homogenitas varians, maka selanjutnya untuk melihat apakah terdapat perbedaan secara signifikan antara rerata kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang mendapat
(49)
pembelajaran concept attainment model (kelas eksperimen) dan mahasiswa yang mendapat pembelajaran pembelajaran konvensional (kelas kontrol), dan apakah terdapat pengaruh dari interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa akan diuji menggunakan ANAVA dua jalur. Hasil perhitungan disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.9
Uji ANAVA dua jalur Jumlah
kuadrat
Dk Kuadrat rata-rata
F Sig. H0 Pembelajaran 3242,61 1 3242,61 26,95 0,00 Ditolak
KAM 1727,85 2 863,92 7,18 0,001 Ditolak Interaksi 72,03 2 36,01 0,29 0,74 Diterima Kesalahan 9142,45 76 120,29
Total 132264,00 82
Dari tabel di atas, terlihat bahwa faktor pembelajaran yang digunakan oleh masing-masing kelompok pembelajaran memberikan pengaruh yang signifikan tehadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,00 lebih kecil dari 0,05. Artinya terdapat perbedaan secara signifikan antara rerata kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang mendapat pembelajaran concept attainment model (kelas eksperimen) dan mahasiswa yang mendapat pembelajaran pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Hal ini memperkuat pernyataan pada tabel 4.6
(50)
sebelumnya, bahwa deskripsi nilai komunikasi matematis kelas kontrol lebih baik dari kelas eksperimen. Artinya secara keseluruhan kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen tidak lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Kemudian faktor kemampuan awal matematis secara keseluruhan juga memberikan pengaruh yang signifikan tehadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi yang diperoleh 0,001 lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor pembelajaran yang diperoleh oleh masing-masing kelompok dan faktor kemampuan awal matematis secara keseluruhan memberikan pengaruh yang signifikan tehadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa. Selanjutnya diperoleh nilai signifikansi interaksi antara faktor pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis secara keseluruhan sebesar 0.74 lebih besar dari 0,05. Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan yang disebabkan oleh interaksi antara faktor pembelajaran yang digunakan pada masing-masing kelompok pembelajaran dan kemampuan awal matematis secara keseluruhan tehadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa. Selanjutnya akan dilihat pengaruh faktor kemampuan awal matematis berdasarkan kriteria tinggi, sedang dan rendah terhadap kemampuan komunikasi matematis pada mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model.
Pengujian Hipotesis 2: Hipotesis yang diuji adalah:
(51)
H0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan Concept Attainment Model berdasarkan KAM.
H1: Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan Concept Attainment Model berdasarkan KAM.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai sig. lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya maka H0 ditolak.
Agar memperoleh gambaran kualitas kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan Concept Attainment Model
berdasarkan kemampuan awal matematis tersebut, maka data dianalisis secara deskriptif, sehingga dapat diketahui rerata, deviasi standar, nilai minimum, dan nilai maksimum. Rangkuman hasil analisis deskriptif data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa pada tabel berikut.
Tabel 4.10
Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Kategori Statistik Deskriptif Eksperimen (CAM)
Tinggi
N 8
36,75
Sd 7,83
Min 26
Max 50
Sedang
N 29
29,86
Sd 12,33
Min 7
Max 55
Rendah N 7
(52)
Sd 12,35
Min 1
Max 35
Pada tabel di atas, terlihat bahwa deskripsi kemampuan komunikasi matematis mahasiswa tidak dipengaruhi oleh faktor kemampuan awal matematis. Hal ini terlihat dari nilai maksimum yang diperoleh mahasiswa dengan kemampuan awal matematis sedang adalah 55, sedangkan mahasiswa dengan kemampuan awal matematis tinggi hanya 50. Selain itu nilai maksimum yang diperoleh mahasiswa dengan kemampuan awal matematis rendah adalah 35, sedangkan nilai minimum yang diperoleh mahasiswa dengan nilai kemampuan awal matematis tinggi adalah 26. Artinya mahasiswa dengan nilai kemampuan awal matematis tinggi tidak selalu memiliki kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari mahasiswa yang memiliki kemampuan awal matematis sedang dan kemampuan awal matematis rendah. Selanjutnya mahasiswa dengan nilai kemampuan awal matematis sedang juga tidak selalu memiliki kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari mahasiswa yang memiliki kemampuan awal matematis rendah. Ini terlihat dari perolehan nilai minimum mahasiswa yang memiliki kemampuan awal matematis sedang adalah 7, sedangkan nilai maksimum mahasiswa yang memiliki kemampuan awal matematis rendah adalah 35.
Sebelum dilakukan uji ANAVA satu jalur, terlebih dahulu akan diuji homogenitas varians dari kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model (kelas eksperimen) dengan
(53)
menggunakan uji Levene. Rumusan hipotesis statistik untuk menguji homogenitas varians kedua kelompok data adalah:
H0: 12 = 22= 32
H1: Minimal ada satu tanda sama dengan (=) tidak dipenuhi.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari = 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Hasil uji homogenitas varians data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.11
Uji Homogenitas Kemampuan Komunikasi Matematis
Uji-Levene df1 df2 Sig.
0,52 2 41 0,59
Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi homogenitas varians kemampuan komunikasi matematis yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis lebih besar dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol diterima. Artinya, varians data setiap kelompok eksperimen berdasarkan kemampuan awal matematis homogen. Selanjutnya untuk melihat apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model
berdasarkan kemampuan awal matematis akan diuji menggunakan ANAVA satu jalur dan uji lanjut Scheffe.
(54)
Rumusan hipotesis statistik untuk menguji perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis adalah:
H0: μ1= μ2 = μ3
H1: Minimal ada satu tanda sama dengan (=) tidak dipenuhi. dengan
μ1= Rerata kemampuan komunikasi matematis mahasiswa untuk kategori kemampuan awal matematis yang rendah.
μ2= Rerata kemampuan komunikasi matematis mahasiswa untuk kategori kemampuan awal matematis yang sedang.
μ3= Rerata kemampuan komunikasi matematis mahasiswa untuk kategori kemampuan awal matematis yang tinggi.
Hasil perhitungan uji perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model
berdasarkan kemampuan awal matematis disajikan pada tabel berikut. Tabel 4.12
Uji ANAVA satu jalur Jumlah
kuadrat
Dk Kuadrat rata-rata
F Sig. Antar kelompok 666,97 2 333,48 2,44 0,10 Dalam kelompok 5602,66 41 136,65
(55)
Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi kemampuan komunikasi matematis pada setiap kelompok yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis lebih besar dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol diterima. Artinya, tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis. Hal ini memperkuat pernyataan pada tabel 4.10 sebelumnya, bahwa kemampuan komunikasi matematis mahasiswa tidak dipengaruhi oleh faktor kemampuan awal matematis. Artinya tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis. Karena tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran CAM concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis, maka tidak perlu dilakukan uji lanjut Scheffe.
3. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Untuk melihat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dan pembelajaran konvensional secara keseluruhan akan dilakukan uji ANAVA dua jalur. Kemudian untuk melihat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model
berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa akan dilakukan uji ANAVA satu jalur dan uji lanjut Scheffe. Selanjutnya, untuk melihat interaksi antara faktor pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal matematis
(56)
mahasiswa terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa akan dilakukan uji ANAVA dua jalur. Dalam hal ini, data yang digunakan adalah data hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa. Hipotesis-hipotesis yang diuji adalah:
Hipotesis 4
“Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran Concept Attainment Model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan”.
Hipotesis 5
“Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran Concept Attainment Model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa”.
Hipotesis 6
“Terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa”.
Pengujian Hipotesis 4: Hipotesis yang diuji adalah:
H0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan Concept Attainment Model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
(57)
H1: Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan Concept Attainment Model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
Pengujian Hipotesis 6: Hipotesis yang diuji adalah:
H0: Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan KAM terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa.
H1: Terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan KAM terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai sig. lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya maka H0 ditolak.
Agar memperoleh gambaran kualitas kemampuan berpikir kritis matematis kedua kelompok mahasiswa tersebut, maka data dianalisis secara deskriptif, sehingga dapat diketahui rerata, deviasi standar, nilai minimum, dan nilai maksimum. Rangkuman hasil analisis deskriptif data kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pada kedua kelompok pembelajaran disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.13
Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Statistik
Deskriptif
Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
(58)
11,23 8,81
Sd 7,04 6,94
Min 0 0
Max 31 30
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa deskripsi kemampuan berpikir kritis matematis kelas kontrol lebih baik dari kelas eksperimen. Namun, deviasi standar pada kedua pembelajaran tidak terlalu berbeda.
Sebelum dilakukan uji perbedaan rata-rata, terlebih dahulu akan diuji normalitas data dan homogenitas varians dari kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa berdasarkan pada pembelajaran concept attainment model
(kelas eksperimen) dan pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Rumusan hipotesis untuk menguji normalitas data adalah:
H0: Data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: Data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari = 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Uji normalitas data yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.14
Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Kolmogorov-smirnov Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
N 38 44
Sig. 0,59 0,22
(59)
Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi kemampuan berpikir kritis matematis pada kedua kelompok pembelajaran lebih besar dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol diterima. Artinya, data kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa baik untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Selanjutnya akan diuji homogenitas varians dari kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa berdasarkan pada pembelajaran concept attainment model
(kelas eksperimen) dan pembelajaran konvensional (kelas kontrol) dengan menggunakan uji Levene.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari = 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Hasil uji homogenitas varians data kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.15
Uji Homogenitas
Uji-Levene df1 df2 Sig.
1,16 5 76 0,33
Dari di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi homogenitas varians dari kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa berdasarkan pada pembelajaran
concept attainment model (kelas eksperimen) dan pembelajaran konvensional (kelas kontrol) lebih besar dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol diterima. Artinya, varians data kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa kedua kelompok pembelajaran homogen. Selanjutnya untuk melihat apakah terdapat terdapat
(60)
perbedaan secara signifikan antara rerata kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang mendapat pembelajaran concept attainment model (kelas eksperimen) dan mahasiswa yang mendapat pembelajaran pembelajaran konvensional (kelas kontrol), dan pengaruh dari interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa akan diuji menggunakan ANAVA dua jalur. Hasil perhitungan disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.16
Uji ANAVA dua jalur Jumlah
kuadrat
Dk Kuadrat rata-rata
F Sig. H0 Pembelajaran 134,59 1 134,59 2,88 0,09 Diterima
KAM 302,16 2 151,08 3,23 0,04 Ditolak Interaksi 74,45 2 37,22 0,79 0,45 Diterima Kesalahan 3546,24 76 46,66
Total 12127,00 82
Dari tabel di atas, terlihat bahwa faktor pembelajaran yang digunakan pada masing-masing kelompok pembelajaran tidak memberikan pengaruh yang signifikan tehadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi yang diperoleh 0,09 lebih besar dari 0,05. Hal ini menggambarkan meskipun secara deskriptif, rata-rata kemampuan berpikir kritis kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan kelompok eksperimen (tabel 4.13), namun secara keseluruhan kemampuan berpikir kritis matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak terdapat perbedaan secara signifikan. Kemudian faktor
(1)
(2)
Test of Homogeneity of Variances
BK.B
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.453 2 41 .246
Between-Subjects Factors
N
PEMBELAJARAN 1 44
2 38
KAM 1 13
2 55
3 14
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable:HOMOGENITAS
F df1 df2 Sig.
1.169 5 76 .332
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + PEMBELAJARAN + KAM + PEMBELAJARAN * KAM
(3)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:HOMOGENITAS
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 480.451a 5 96.090 2.059 .080
Intercept 4718.163 1 4718.163 101.116 .000
PEMBELAJARAN 134.597 1 134.597 2.885 .094
KAM 302.163 2 151.081 3.238 .045
PEMBELAJARAN * KAM 74.455 2 37.228 .798 .454
Error 3546.244 76 46.661
Total 12127.000 82
Corrected Total 4026.695 81
(4)
Hasil Penelitian Mengenai Disposisi Berpikir Kritis Matematis
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
EKSPERIMEN 44 71.75 103.07 83.3055 1.28451 8.52044
KONTROL 38 67.02 101.99 81.3305 1.07752 6.64225
Valid N (listwise) 38
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
EKSPERIMEN KONTROL
N 44 38
Normal Parametersa Mean 83.3055 81.3305
Std. Deviation 8.52044 6.64225
Most Extreme Differences Absolute .149 .103
Positive .149 .103
Negative -.088 -.069
Kolmogorov-Smirnov Z .988 .634
Asymp. Sig. (2-tailed) .284 .816
a. Test distribution is Normal.
Group Statistics
(5)
(6)
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
HOMOGENITA S
Equal variances assumed 4.464 .038 1.157 80 .251 1.97493 1.70718 -1.42247 5.37233
Equal variances not