IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN POLITIK DALAM PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM DI SMU : Studi Naturalistik Pendidikan Nilai Moral di SMUN 1 Sumedang.
IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN POLITIK DALAM
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM DI SMU
ts'tiigr Notyoiitt'tc I:'?i'ia'/i>ir^n h'tlai-Mo?"! di F.MUN ! Suxnsdans)
TESIS
Diajukan kepadaPanitiaUjian Tests KIP Bandung
untuk metnenuhi salah satu syarai tnetnperoleh
gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Pendidikan Umiim
OLEH
ENDANG DIMYATI
9596151/PU
PROGRAM P ASC ASA R. JAN A
1NSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1998
DISETUJUI DAN DISAHKAN UNTUK
UJIAN TAHAP H OLEH :
Pembimbing I
Pro/ Dr^l Nursid Sumaatmadja
osasih Djahiri
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1998
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBINC
HI
KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMA KASIH
Vlll
ABSTRAK
XI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
1
B. Masalah Penelitian
9
C. Difinisi Operasional
x"
D. Pertanyaan Penelitian
19
E. Tujuan Penelitian
19
F. Asumsi Penelitian
G.Manfaat Penelitian
BAB HKONSEP PENDIDIKAN POLITIK DALAM PENDIDIKAN PANCASILA
DAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM
A Konsep Pendidikan Politik Dalam PPKN
24
l.Makna Pendidikan Politik
"
2. Maksud dan Tujuan Pendidikan Politik
30
3. Perlunya Pendidikan Politik
*~
XI
4. Pendidikan Politik dalam membinaNilai-Moral
36
5. Pembinaan dan pengembangan Peserta Didik
dalam Pendidikan Politik
41
B. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sebagai Pendidikan Politik
48
1. Pengertian PPKN
48
2. Fungsi dan Tujuan PPKN
49
3. Kualifikasi PPKN sebagai Pendidikan Politik
50
C. Pendidikan Umum di SMU
54
1. Pengertian Pendidikan Umum
54
2. Tujuan Pendidikan Umum
61
3. Pendidikan Umum di SMU
63
D. Keterkaitan Antara Pendidikan Umum dengan Pendidikan Politik ..
65
BABDT ME.TODE PENELITIAN
A. Metoda dan Paradigma Penelitian
73
B. Karakteristik dan Sumber Data
77
C. Teknik Pengumpulan Data
79
D. Proses Analisis Data
82
E. Tahapan-tahapan Penelitian
82
xu
BAB IV DESKRIPSI, INTERPRETASI DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMUN I Sumedang
89
B. Deskripsi Pemaliaman Guru tentang Konsep Pendidikan Politik
91
C. Deskripsi Kegiatan Belajar Mengajar PPKN
D. Implementasi Pendidikan Politik di Lingkungan Sekolah
BAB V
102
...
121
E. Pembahasan Hasil Penelitian
130
F. Temuan Hasil Penelitian
136
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
AKesimpulan
139
B. Rekomendasi
141
DAFTAR PUSTAKA
144
LAMPIRAN
148
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Beiakang Masalah
Pendidikan merupakan wahana transformst pengetahuan, sikap dan
keterampilan untuk pengembangan pribadi dalam mencapai kematangan dan
kedewasaaa Pendidikan tidak hanya mengembangkan ilmu, teknologi dan
keterampilan, melainkan juga mengembangkan aspek-aspek lainnya, seperti
kepribadian, nilai-moral dan etika Oleh karena itu pendidikan memainkan dua fungsi
utamayaitu pxtuttafungsi kecendikiawanan dan keduafungsi pembudayaan. Fungsi
pertama berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan, sedangkan
fungsi kedua lebih menekankan kepada penanaman nilai-moral dan etika Kedua fungsi
itu seyogyanya berjalan harmonis dan seimbang tidak boleh berat sebelah.
Harmonisasi kedua fungsi pendidikan itu merupakan harapan dan tugas Pendidikan
Umum.
Pendidikan Umum diperlukan bagi setiap orang karena memiliki sasaran yang
sangat luas dan mendasar yaitu pembentukan manusia seutulinya Aspek mental yang
dikembangkan dalam pendidikan umum yakni keseimbangan antara aspek kognitif,
afektifdan psikomotor. Pendidikan umum bertujuan membina manusia seutuhnya, yaitu
manusia yang memiliki keseimbangan antara kemampuan pikir, kesadaran dan
keterampilan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh R.0 Hand dan D.B. Bidna dalam
Nursid Sumaatmadja (1990 : 2) baliwa tujuan pendidikan umum merupakan "the
making ofcomplete man ".
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, pembinaan pribadi manusia Indonesia
seutuhnya dilandasi dan ditujukan kepada sosok manusia yang diharapkan seperti
digambarkan dalam GBHN 1993, sebagai berikut:
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur , berkepribadian, berdisiplin, kerja keras, tangguh,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan
rohani, cinta tanah air, tebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan
sosial, percaya kepada diri sendiri sertra sikap dan perilaku yang inovatif,
kreatif, manusia pembangunan yang mampu membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
Sedangkan konsepsi manusia seutuhnya menurut Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 adalah bahwa:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusiaIndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa ierhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmanai dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Dengan demikian tujuan pendidikan nasional memberikan isyarat bahwa
peserta didik yang diupayakan melalui pendidikan nasional, selain cakap dan ahli
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditekuninya, juga harus dilandasi
dan diarahkan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa Pendidikan nasional ingin mewujudkan sosok manusia pembangunan berkualitas
yang harmonis dalam fungsinya sebagai makhluk Tuhan, sosial dan individu, yang
memiliki sikap dan wawasan kehidupan yang serasi dan seimbang. Jadi kecenderungan
dari rumusan tujuan pendidikan nasional ini, ingin mengsenapaskan iman, taqwa dan
kebudayaan dalam realita integral manusia Indonesia seutuhnya Hal ini mengandung
implikasi perlunya dilakukan upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia
Pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan
diharapkan bangsa Indonesia, adalah sumber daya manusia yang tidak hanya
berkualitas dari segi penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), metainkan
juga berkualitas dari segi mental spiritual Iman dan Takwa (IMTAK), moral, dan
etika Artinya penguasaan IPTEK tersebut tidak akan berarti apabila tidak didukung
iman dan taqwa, sikap dan perilaku yang baik, serta berpegang teguh kepada
kepribadian bangsa Indonesia yaitu nilai-nilai luhur Pancasila
Dalam kaitan ini, Nu'man Somantri (1996), berpendapat bahwa sumber daya
manusia yang bermutu adalah sumber daya manusia yang tidak hanya mampu dan
betahan hidup dalam masa pembahan, berorientasi nilai budaya, ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga beradab dan beriman. Hal ini berarti bahwa manusia
Indonesia seutuhnya tidak hanya berorientasi IPTEK dan mampu berpikir secara
sistematis dan canggih melainkan terutama juga harus beradab, sopan santun,
berdisiplin, rasa tanggung jawab, tenggang rasadan beriman.
Sejalan dengan itu, Ahmad Sanusi (1994) mengemukakan bahwa:
"....yang merupakan tantangan terhadap pendidikan sekarang ini ialah
bagaimana mendidik anak agar bukan saja memiliki kemampuan fisik untuk
mampu bekerja keras, akan tetapi memiliki kelembutan perilaku dan sikap
arifsebagaiorangpenyabar. Memiliki kelembutan perilaku dan sikap arif
adalah merupakan tujuan dari pendidikan nilai".
Berdasarkan pemikiran di atas, guna membantu generasi muda bersikap dan
bertindak sesuai dengan nilai-moral-norma dan etika masyarakat, maka untuk
memenuhi tuntutan tujuan pendidikan nasional seperti digambarkan di atas, kepada
mereka periu diupayakan suatu program pendidikan yang bisa membawa diri mereka
menjadi warga negara yang baik yang menyadari hak dan kewajibannya Hal ini
penting mengingat sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, sangat strategis dapat
membantu mentransmisi dan mentransformasikan nilai-moral, norma, etika, sosial
dan budaya kepada generasi muda, yang pada dasarnya bertanggung jawab terhadap
masyarakat, bangsa dan negara secara keseluruhan. Program pendidikan yang
dimaksud adalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Keberadaan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan
Umum, dapat dilihat pada pasal 39 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa : isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat (a) Pendidikan Agama, (b) Pendidikan Pancasila, (c) Pendidikan
Kewarganegaraan.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan mengarahkan perhatiannya pada nilai-moral yang diharapkan dapat
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan isi kelima
silaPancasila, yakni perilaku yang memancarkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, mendukung persatuan bangsa,
dalam masyarakat yang beraneka ragam kepentingan, mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan atas
dasar musyswarah untuk mufakat serta mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Kurikulum SMU: 1994).
Dengan demikian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai
Pendidikan Umum, menjadi ciri budaya dan pola pikir yang tumbuh dari kebutuhan
pendidikan nasional. Karena di dalamnya terkandung pesan edukatif dan psikologis
untuk membawa generasi muda Indonesia supaya berbudi pekerti luhur, cerdas,
terampil dan mandiri didasari iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sedangkan sebagai program pendidikan politik di tingkat persekolahan, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan harus mampu membina peserta didik menjadi
manusia hidonesia yang melek politik (political literacy), memiliki kesadaran
berbangsa dan bernegara
Sehingga menempatkan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan pada posisi sentral dan strategis.
Dalamkaitan ini, A Kosasih Djahiri (1996 :19) mengemukakan bahwa:
"salah satu misi pokok Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
adalah pendidikan politik, dalam pengertian pembinaan siswa sebagai
anak manusia Indonesia, maupun menjadi warga negara, masyarakat, bangsa
dan negara Republik Indonesia yang berkepribadian Pancasila dan UUD 1945
yang melek. politik..Warga negara yang melek politik adalah warga negara
Indonesia yang berkepribadian Pancasila, melek hukum dan konstitusi
(1945), melek kehidupan berbangsa dan bernegara, melek masalah dan
man serta mampu berkontribusi memecahkan masalah sesuai dengan fungsi
peran harapannya".
Sementara Abdul Azis Wahab (1996), dalam Pidato pengukuhan jabatan guru
besar tetap dalam ilmu pendidikan pada jurusan PMP KN dan Hukum FPIPS EKIP
Bandung 18 Oktober 1996, menegaskan bahwa :
"Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan salah satu bentuk
pendidikan politik, yang tujuannyamembentuk warga negara yang baik, yaitu
warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak
dan kewajibannya sebagai individu warga negara memiliki kepekaan dan
tanggung jawab sosial, maupun memecahkan masalah-masalahnya sendiri dan
jugamasalah-masalah kemasyarakatan secara cerdas sesuai dengan fungsinya
dan perannya (sosially sensitive, sosially responsible dan sosially
intelegence). Selain itu sebagai warga negara Indonesia yang baik ia
juga diharapkan memiliki sikap disiplin pribadi, maupun berpikir kritis, kreatif
dan inovatif, agar dicapai kualitas pribadi dan perilaku warga negara dan
warga masyarakat yang baik (socio civic behavior dan desirable personal
qualities).
Mengacu pada kedua pendapat di atas, hal ini menujukkan betapa pentingnya
dilakukan pendidikan politik di tingkat persekolahan, yang tertuang dalam Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Mengingat target harapan dan misi utama Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan adalah memanusiakan dan mendewasakan serta
mengembangkan anak manusia secara utuh paripurna berlandaskan nilai-moral dan
norma Pancasila, agama dan budaya luhur bangsa Sehingga dikemudian hari
diharapkan akan lahir suatu generasi manusia Indonesia Pancasila sejari, dalam
tatanan kehidupan budaya Pancasila, yakni generasi yang memiliki polapikir, zikir dan
sikap perilaku yang selaluberpijak atas nilai-moral Pancasila
Sebagai salah satu program pendidikan yang wajib dipelajari oleh semua
siswa di semua jenjang dan tingkat pendidikan di Indonesia, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan umum, mengemban tugas dan misi yang tidak
ringan dalam rangka turut mengfaasilkan sumber daya manusia Indonesia yang
berkualitas dan bertanggung jawab, terlebih lagi dalam era globalisasi. Sebab ia
merupakan salah satu wahana untuk mengembangkan dan metestarikan nilai-nilai luhur
dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, sehingga dapat diwujudkan
dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu,
anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Kurikulum SMU
1994).
Derasnya arus globalisasi sebagai salah satu fenomena dari kemajuan IPTEK,
mendorong perubahan yang drastis dalam tata kehidupan umat manusia Sebagai
sebuah fenomena kehidupan, tentu globalisasi membawa nuansa-nuansa positif dan
negatifsekaligus. Dengan kata lain globalisasi di samping membawa harapan-harapan
baru, memunculkan pula masalah dan tantangan baru. Dalam arti positif globalisasi
memberi harapan akan kecenderungan yang lebih universalistik, dimana umat manusia
dapat lebih saling mengenal sehingga menyebabkan manusia seakan-akan hidup dalam*
dunia tanpa batas (borderless world), dan mampu menerobos dinding geogrifis,
melalui arus informasi yang deras dan dahsyat Dalam arti negatif globalisasi
menimbulkan ancaman terhadap idiologi dan integritas suatu bangsa Bahkan pada
tingkat yang lebih riskan, globalisasi bukan saja menimbulkan ancaman budaya, akan
tetapi juga menimbulkan implikasi yang cukup serius bagi kehidupan politik, yang pada
gilirannya akan membawa ancaman terhadap kedaulatan suatu bangsa
Disinilah pentingnya pendidikan dan pembinaan nilai-moral Pancasila kepada
peserta didik, agar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat modern.
Sehingga kemajuan IPTEK yang diperlukan untuk membangun masyarakat modern,
tetap berkembang berlandaskan nilai-moral dan kepribadian bangsa sendiri. Oleh
karenanya yang penting adalah bagaimana melahirkan gagasan, pemikiran, dan ide
yang dapat dijadikan masukan dalam pembentukan pola pendidikan politik sebagai
model pendidikan nilai-moral, yang dapat menuntun generasi muda harapan bangsa
untuk tidak kehiiangan karsa, idea, dan arah untuk merambah masa depan serta siap
menghadapi tantangan dan rintangan berat yang menghadang.
Dengan berbekal
pengetahuan tentang hal itu, maka dapat diharapkan mereka dengan penuh kesadaran
mampu memberikan partisipasi' di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara
optimal.
Menyimak keterkaitan antara sasaran program pendidikan umum dengan
pendidikan politik/pendidikan nilai moral di atas, maka dapat dikatakan bahwa
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran sebagai pendidikan politik/pendidikan
nilai-moral merupakan wahana pengembangan pendidikan umum di tingkat
persekolahan (Pasal 39 USPN). Oleh sebab itu, sepantasnya kalau masalah penerapan
konsep pendidikan politik dalam Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaran sebagai
Pendidikan Umum, mendapat perhatian untuk ditelaah lebih jauh dari apa yang terjadi
saat ini, terutama di tingkat Sekolah Menengah Umum, yang para peserta didiknya
sedang mengalami banyak perubahan baik fisik maupun emosi. Pada umumnya mereka
ditandai dengan karakteristik ; usia puber diwarnai masa pancaroba, selalu ingin
mencoba hal-hal yang baru, bersifat heroik, senang menyerempet hal-hal yang
membahayakan, dan masih mencari identitas dirinya sendiri untuk diterima
lingkungannya Sedangkan SMU yang akan dijadikan obyek penelitian ini, yaitu SMU
Negeri I Sumedang.
Dipilihnya SMU Negeri I Sumedang sebagai lokasi penelitian, karena sekolah
ini memiliki tingkat kedisiplinan dan ketertiban yang tinggi didasari sikap saling
menghargai dan mengomati diantara semua pihak warga sekolah. Sehingga suasana
demokratis dan kekeluargaan dirasakan di lingkungan sekolah ini. Di sekolah ini nyaris
tidak ditemukan kasus kenakalan remaja di lingkungan sekolah seperti penggunaan obat
terlarang, minuman keras ataupun perkelahian massal. Para siswanya tampak
berpakaian rapi dan berlaku sopan. Suasana lingkungan sekolah yang indah dan bersih
ditambah sarana yang memadai, hal ini memungkinkan berlangsungnya suasana belajar
mengajar yang baik dan nyaman. Penegakkan disiplin sekolah yang lebih
dioperasionalkan lagi ke dalam nilai-nilai ketertiban, kebersihan, keteraturan, ketaatan
kesopanan, kebersamaan dan tanggung jawab serta nilai kesetiakawanan sosial, tidak
terlihat cara-cara pemaksaan, melainkan penyelesaiannya tetap dilakukan melalui
persuasif, edukatifdan demokratis.
Kecuali itu, guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan selain intensif
membina nilai-moral melalui kegiatan di kelas juga aktif dalam membina para siswa
dalam kegiatan ektra kurikuler. Sehingga terciptanya kondisi yang kondusif dalam
pembinaan nilai-moral di sekolah ini, kemungkinan besar disebabkan karena
dilakukannya pembinan nilai-moral dan pendidikan politik yang cukup intensif di
sekolah ini. Guru menempati kedudukan yang penting dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Karena gurulah yang menghubungkan pelajaran dengan
kebutuhan siswa, sehingga nilai-nilai yang terdapat dalam pelajaran dapat
diinternalisasikan dalam diri siswa M.L Soelaeman (1985 : 19) mengemukakan
bahwa "dalam peranannya guru berusaha menyampaikan gagasan dan informasi,
melatihkan keterampilan danmembina sikap tertentu kepadasiswa-siswanya".
Dilatarbelakangi oleh pemikiran tentang pentingnya pemberdayaan pendidikan
politik dalam mengembangkan kepribadian peserta didik di tingkat persekolahan
menengah dan gambaran pelaksanaan pendidikan politik/pendidikan nilai-moral di
SMU Negeri I Sumedang, maka persoalan yang muncul untuk segera dipecahkan
adalah tentang penerapan konsep pendidikan politik dalam Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan di SMUNegeri I Sumedang.
B. Masalah penelitian
Pada hakekamya setiap program pendidikan di Indonesia mengemban misi
pembudayaan nilai-nilai Pancasila agar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
10
(GBHN 1993). Namun paling tidak Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
mempunyai peranan yang "lebih" dibanding dengan mata pelajaran yang lairmya,
sebab ia secara eksplisit berisikan materi tentang nilai-nilai dari kelima sila
Pancasila
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan selalu berupaya membina
keutuhan, kebulatan, dan kesinambungan dalam wujud pembinaan konsep nilai dan
moral Pancasila Sehingga terbentuk manusia Indonesia seutuhnya yang serasi, selaras,
dan seimbang dalam kehidupan pribadi , bemasyarakat, berbangsa dan bernegara
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan usaha sadar untuk membina
kepribadian dan mengembangkan kemampuan warga negara Indonesia dengan cara
membinakan dan menanamkan keterampilan dan kemampuan untuk menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila melalui pemberian pemahaman dan penerapan
ajaran Pancasila
Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SMU adalah untuk
meningkatkan kemampuan dan mengembangkan kemampuan memahami, menghayati
dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga menjadi warga negara yang
bertanggung jawab dan dapat diandalkan serta memberi bekal kemampuan untuk
belajar lebih baik (Kurikulum SMU 1994).
Perubahan kondisi sosial ekonomi dan perkembangan IPTEK akan berdampak
kepada perubahan-perubahan cara berpikir, cara menilai, cara menghargai hidup dan
kenyataan, maupun perilaku seseorang. Kesemuanya ini akan berakibat terjadinya
11
kekaburan nilai-nilai yang ada dan kekaburan dimensi nilai yang sebenarnya selalu
ada dalam proses perkembangan dan perubahan masyarakat, maupun dalam pribadi
seseorang. Oleh karena itu diharapkan pendidikan nilai-moral dapat mangatasi
permasalahan-permasalahan tersebut
Di samping itu kecenderungan saat ini, yaitu ditemukannya gejala yang dapat
menyangsikan tercapainya tujuan dan misi utama Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. KarenaProses belajar mengajar lebih bersifat suject matter, hanya
menekankan pada aspek kognitif saja Oleh karenanya sangat1ah wajat apabila banyak
orang berpendapat bahwa ada kesenjangan antara Pancasila sebagai etika dengan
pelaksanannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menghilangkan kecenderungan seperti itu, dengan harapan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dikembangkan sesuai dengan tujuan, harapan
dan misinya, seorang guru mutlak haruslah memiliki kemampuan profesional, sosial,
dan personal.
Sebab kemampuan guru dalam membinakan dan menerapkan nilai-
moral Pancasila kepada siswa akan mendorong siswa mengakui dan menghargainya,
Sehingga siswa merasa memiliki nilai-moral tersebut dan menjadi bagian dari dirinya
Maka masalah utama yang harus diperiiatikan oleh guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaran yaitu pemahaman yang benar terhadap konsep pendidikan politik
/pendidikan nilai-moral dan bagaimana menerapkannya dalam kegiatan belajar
mengajar serta membinanya dalam perilaku siswa di lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran pemahaman guru PPKN SMU
Negeri I Sumedang akan konsep pendidikan politik, bagaimana penerapannya dalam
12
dalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, serta
bagaimana penerapannya dalam moralita perilaku siswa di lingkungan sekolah?.
Masalah-masalah tersebut merupakan masalah penting untuk diteiaah secara seksama,
dalam upaya membina dan mengembangkan generasi muda melalui pendidikan politik
di tingkat persekoiahau.
Dengan demikian, maka masalah pokok yang ingin diungkapkan dalam
penelitian ini, berkaitan dengan implementasi pendidikan politik/pendidikan nilai
moral di SMU Negeri I Sumedang, yakni mengenai pelaksanaan pendidikan politik
dalam pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran sebagai Pendidikan Umum di SMU.
C. Difinisi Operasional
Sebelum merumuskan ruang lingkup penelitian ini, terlebih dahulu akan
dijelaskan beberapa istilah dalam rangka difinisi operasional, yaitu :
1. Implementasi
Istilah implementasi (implementation) yang berarti pelaksanaan, berasal dari
konsep Bloom (1971: 120)
dimana untuk melaksanakannya perlu didahului oleh
pemahaman akan sesuatu. W. James Popham dan Eva L. Baker
(1983 : 40),
menjelaskan bahwa "implementasi mencakup digunakannya abstraksi dalam situasi
yang khusus dan konkrit". Abstraksi yang diterapkan dapat berbentuk prosedur,
gagasan umum atau metodayang digeneralisasikan, dapat juga berupa ide atau prinsip,
atau teori yang harus dilaksanakan.
13
Merujuk pada penjelasan di atas, yang dimaksud implementasi dalam penetetian
ini, adalah dilaksanakannya/dituangkannya pendidikan politik / pendidikan nilai-moral
dalam proses belajar mengajar Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan sebagai
pendidikan umum di SMUNegeri I Sumedang.
2. Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1990 : 456), konsep diartikan :
(1) rancangan atau buram sural,
(2) ide atau pengertian yang diabstraksikan dari
peristiwa konkrit, (3) gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di
luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal lain. Dalam kamus Istilah
Pendidikan ( 1977 : 250), konsep diartikan sebagai abstraksi atau prinsip yang
dturunkan dari fakta berdasarkan eksperimen atau pengamatan.
Merujuk pada pengertian di atas, dalam penelitian ini,
konsep diartikan
sebagai gagasan, ide, pengertian atau prinsip yang diabstraksikan dari suatu
situasi/peristiwa atau suatu istilah yangmempunyai pengertian yang luas, diangkat dari
sumber otentik dan dapat dipercaya Yakni konsep nilai-moral yang bersumber pada
nilai dasar Pancasila dan UUD 1945.
3. Pendidikan politik
Dalam berbagai literatur ditemukan istilah political education, political
sosocialization dan citizenship training yang digunakan silih berganti. Untuk
14
penelitian ini ketiga istilah tersebut diterjemahkan sebagai pendidikan politik.
Pendidikan politik dikenal juga sebagai political forming atau politische
bildung. Disebut "forming" karena terkandung intensi membentuk insan politik
yang menyadari kedudukan politiknya di tengah masyarakat Dan disebut "Bildung"
(pembentukan atau pendidikan diri sendiri), karena istilah tersebut mengandung
pengertian pembentakan diri sendiri dengan kesadaran dan tanggnng jawab sendiri
untuk menjadi insan politik dan warga negara yang baik.
Pada limumnya pendidikan politik atau istilah dalam ilmu politik disebut
"sosialisasi politik", Hifnhatnlnm sebagai "cara suatu masyarakat mentrasfer kultur
politiknya dari generasi ke generasi". Dalam pengertian bahwayang dimaksud dengan
"pendidikan" dari "pendidikan politik" ialah cara bagaimana suatu masyarakat
mengalihkan kultur politik dari suatu generasi kepada generasi berikumya. Cara ini
dapat berwujud edukasi formal dan non formal, interaksi sosial, komunikasi sosial
ataupun penteladanaa Sedangkan yang dimaksud "politik" dari "pendidikan politik"
ialah kultur politik. Kultur politik adalah keseluruhan paduan nilai, keyakinan empirik,
dan lambang-lambang ekspresif Untuk Indonesia yang dimaksud dengan "nilai" ialah
nilai-nilai intrinsik yang terkandung di dalam Pancasila dan UUD 1945.
R Hajer dalam Kartini Kartono (1989 : 13) menyatakan bahwa, Pendidikan
politik adalah usaha membentuk manusia menjadi partisipan yang bertanggung jawab
dalam politik Pendidikan politik selalu terkait dengan intemalisasi nilai (sherman and
Kolker :1987 : 16), suatu proses dengan mana individu mempelajari dan menjadi
15
bagian dari budaya tersebut sebagai unsur yang penting dari konsep dirinya Sebagai
proses pembudayaan, pendidikan politik terkait dengan nilai-nilai kepercayaan dan
pola-pola perilaku yang dipelajari pada usia dini yang membentuk sifat dasar (Idrus
Afandi: 1996 :25).
Sementara itu
A
Kosasih Djahiri (1996 :1), memberikan pengertian
pendidikan politik sebagai pembinaan siswa sebagai anak manusia Indonesia mampu
menjadi warga negara, warga masyarakat, bangsa dan negaraRepublik Indonesia yang
ber-Pancasila dan UUD 1945 dan melek politik Warga negara yang melek politik
menurutnya, adalah warga negara Indonesia yang berkepribadian Pancasila dan melek
hukum, melek kehidupan berbangsa dan bernegara, melek masalah dan man serta
mampu berkonsbribusi memecahkan masalah sesuai dengan fungsi dan perannya
Mengacu pada kutipan di atas, maka yang dimaksud pendidikan politik dalam
penelitian ini, adalah
pendidikan yang diarahkan pada upaya transmisi dan
transformasi yangmenunjang pembinaan nilai moral Pancasila, khususnya nilai-nilai
demokratis kepada pesertadidik melalui pendidikanPancasila dan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan politik di tingkat persekolahan.
4. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah salah satu program
pendidikan yang wajib diberikan pada tiap jenis, jenjang, dan jalur pendidikan di
tingkat persekolahan dan berfungsi sebagai wahana untuk mengembangkan dan
16
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang
diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari siswa
Perilaku yang dimaksud adalah seperti yang tercantum di dalam penjelasan
USPN No. 2 tahun 1989 pasal 39 ayat (2), yaitu:
"Perilaku yang memancarkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku
yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung
persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kepentingan,
perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersamr
di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiraL
pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat,
serta perilaku yang mendukung upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyathidonesia".
Menyimak tujuan PPKN di SMU di atas, berarti yang menjadi tuntutamrya
adalah bagaimana nilai-moral Pancasila itu betul-betul dihayati dan diamalkan, lebih
jauh lagi dijadikan pedoman dalam perilaku di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
diharapkan mampu membentuk sosok individu atau manusia Indonesia yang utuh
harapan di masadepan.
Sedangkan tujuan PPKN ialah untuk membina dan mengembangkan daya nalar,
sikap dan perilaku siswa yang bertanggimg jawab berlandaskan nilai-moral Pancasila
serta mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan belajar untuk mengikuti
pendidikan lebih lanjut dan untuk hidup dalam masyarakat (Kurikulum SMU: 1994).
Mengacu kepada uraian di atas, yang dimaksud Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam penelitian ini adalah program pendidikan nilai-moral yang
salah satu fungsinya sebagai pendidikan politik, berfungsi sebagai wahana untuk
17
membina, mengembangkan, dan melestarikan nilai moral Pancasila sehingga menjadi
salah satu andalan pembentuk manusia Indonesia harapan kini dan masa mendatang.
S. Pendidikan Umum
Dalam Dictionary of Education (1973 : 250), pendidikan umum diartikan
sebagai "Those phases of learning which should bethe common experience ofall men
and women". P.H. Phenix (19654 :5), menyatakan: "
general education is the
process of engendering essensial meaning". Pengertian ini didasari bahwa sebagai
pribadi yang terpadu dan menyeluruh (whole person) setiap manusia perlu memahami
makna essensi.
Pakar lain, yaitu C.H. Faust seperti dikutif oleh T.R Mc Connel dalam Nelson
B. Henry (1952 :4) mengemukakan bahwa"General education appears from this point
view to be the preparation of youth to deal with the personal and social problems
with which all men in democratic society are confronted".
Alberty andAlberty (1965) berpendapat, bahwa:
"General Education is that part of the program a which is required of all
students ata given levelonthe ground mat it is essensial to the development of
the common values, attitudes, understanding, ang skill needed by all for
common democratic citizenship".
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, dapat difahami bahwa
pendidikan umum adalah program pendidikan bagi semua orang (generasi muda)
dalam rangka mengembangkan nilai-nilai, sikap, pemahaman, dan keterampilan yang
18
esensi berkenaan dengan masalah pribadi dan sosial secara terintegrasi dan dibutuhkan
oleh semua orang, agar dapat hidup secara memuaskan dalam kedudukannya sebagai
pribadi anggota keluarga, pekerja maupun sebagai warga negara dalam masyarakat
yang demokratis.
Jadi Pendidikan Umum dalam penelitian ini lebih difahami sebagai suatu
pendidikan yang programnya diperuntukkan bagi semua orang pada setiap jenis,
jenjang dan jalur pendidikan, yang diarahkan untuk mengembangkan kepribadian
secara utuli dan menyeluruh. Yakni membina pemahaman, keyakinan dan sikap perilaku
warga negara Indonesia yang baik, yaitu warga negara yang paham dan sadar akan
harga diri - tugas - tanggung jawab dan kewenangan ataupun hak dirinya, orang lain,
pemerintah dan warga negaranya serta mampu melaksanakannya dalam kehidupan
dirinya, dengan lingkungan sesamanya dan dalam bermasyarakat berbangsa dan
bernegara, atas dasar sistem nilai-moral-norma sosial dan budaya Indonesia
Berdasarkan difinisi operasional seperti diuraikan di atas, maka lingkup
penelitian ini yang berjudul "Implementasi Konsep Pendidikan Politik dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan umum di SMU"
(Studi Naturalistik Pendidikan Nilai - Moral Pancasila di SMU Negeri I Sumedang),
adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman guru PPKN tentang konsep pendidikan politik dalam membina nilai
moral siswa di sekolah. Seperti pemahaman dasar filosofi, fungsi dan tujuan
pendidikan politik.
19
2. Penerapan konsep pendidikan politik dalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, meliputi penerapan pada tahap persiapan dan
pelaksanaan KBM.
3. Implementasi pendidikakan politik dalam moralita perilaku siswa di lingkungan
sekolah.
D. Pertanyaan Penelitian
Menurut Bogdan dan Biklen (1987 : 147) bahwa pertanyaan penelitian yang
disebutnya sebagai pertanyaan analitik perlu disusun dalam penelitian kualitatiC hal ini
diperlukan untuk mengarahkan fokus dalam pengumpulan data dan membantu
mengorganisasikannya dalam langkahberikutnya
Berdasarkan rumusan masalah dan lingkup penelitian yang telah diuraikan di
atas, maka masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut : Bagaimana pemahaman guru PPKN SMUN I Sumedang
tentang konsep pendidikan politik dalam membina nilai-moral di sekolah, Apakah
penerapannya dalam PBM sudah sesuai dengan konsep yang dipahaminya, serta
bagaimana implementasinya dalam moralita perilaku siswa di lingkungan sekolah?.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pemahaman
guru PPKN SMUN I Sumedang tentang konsep pendidikan politik, dan perapannya
20
dalam kegiatan belajar mengajar PPKN, serta implementasinya dalam moralita
perilaku siswa di lingkungan sekolah, sebagai dasar memberikan gambaran alternatif
upaya guru membina nilai moral yang sesuai dengan harapan, misi dan fungsinya
sebagai pendidikan umum Tujuan tersebut dijabarkan lagi yakni untuk :
1. Mendeskripsikan pemahaman guru PPKN tentang konsep pendidikan politik dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Umum di tingkat
persekolahan. Seperti pemahaman dasar filosifi, fungsi dan tujuan, serta lingkup
materi pendidikan politik
2. Mendeskripsikan penerapan pendidikan politik dalam kegaitan belajar mengajar
sesuai dengan konsep pendidikan politik yang dipahaminya Dalam hal persiapan
dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
3. Mendeskripsikan implementasi pendidikan politik dalam moralita perilaku siswa
di lingkungan sekolah.
F. Asunud Penelitian
Penelitian ini dilandasi oleh asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sangatlah diperlukan dalam rangka
pembentukan kepribadian yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan
mewujudkan sosok manusia pembangunan yang berkualitas dan harmonis dalam
fimgsinya sebagai makhluk Tuhan, makhluk Sosial, makhluk individu serta
21
memiliki sikap dan wawasan kehidupan yang serasi dan seimbang. Keberadaan
PPKN sebagai Pendidikan Umum dapat dilihat dapam pasal 39 UUSPN yang
nienyatsfcanVahwa: isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib
memuat (a) pendidikan Pancasila, (b) Pendidikan Agama, (c) pendidikan
Kewarganegaraa
1 Misi pokok Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah pendidikan politik
Dalam pengeruwpembinaan siswasebagai anak Indonesia maupun menjadi warga
negara, masyarakat bangsa dan negara Republik Indonesia yang berkepribadian
Pancasila dan UUD 1945 yang "melekpolitik" (A, Kosasih Djahiri :19960:1).
3. Melalui program pendidikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan siswa
dibina untuk menjadi seorang warganegara dan wargamasyarakat Indonesia yang
baik dan bertanggung jawab serta mencintai negara dan Bangsanya Karenanya
"guru menempati kedndukan sentral, sebab peranaonya sangat menentukan. Ia
harus mampu meiiteijemahkan nilai-nilai tersebut kepada para siswa melalui
kegiatan belajar mengajar di kelas" (Nana Sudjana :1989:1)
G. Manfaat Penelitian
Melalui pengkajtan konseptual maupun dari temuan-temuan otentik di
lapangan, diharapkan penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran yang bennanfaat
baik untuk keperluan teoritis ilmiah, maupun untuk keperluan praktis operasional. Hal
ini perlu dilakukan guna lebih memahami persoalan-persoalan nilai-moral dan
22
pendidikan politik yang adadalam dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan. Untuk lebih jelasnya, manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dari studi ini diharapkan dapat memberikan masukan guna memperkaya teori
dan memperjelas mengenai arti pentingnya dilakukan pendidikan politik di tingkat
persekolahan melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan, sebagai program
pendidikan yang wajib ditempuh oleh semua siswa di semua jenjang, tingkat, dan
jalur pendidikan. Yang akhirnya diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini, diharapkan secara praktis dapat bermanfaat bagi:
a. guru PPKN, sebagai masukan bagi guru PPKN dalam rangka meningkatkan mutu
pelaksanaan tugas mengajarnya sehingga dapat memperkecil kemungkinan adanya
kesenjangan antara apa yang diharapkan (kurikulum sebagai dokumen) dengan apa
yang dilaksanakan (kurikulum sebagai proses) dan apayang dicapai siswa (kurikulum
sebagai hasil). Disamping itu kiranya dapat menjadi titik tolak bagi guru untuk
berupaya melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang tidak hanya berisikan
pemberian pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-moral Pancasila (pendidikan
23
politik), melainkan pembinaan nilai-moral dalam bentuk moralita perilaku siswa
sehari-hari di lingkungan sekolah, di dalam maupun di luar kegiatan PBM.
b. kepala sekolah, yaitu untuk turut meningkatkan kepeduliannya terhadap mutu
pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
artinya kiranya tidak hanya berpuas diri dengan tingginya perolehan Nilai Ebtanas
Murai PPKN yang dicapai siswa, melainkan adalah terbinanya perilaku siswa yang
baik dan terciptanya suasana yang penuh diwarnai penerapan nilai-nilai demokratis,
serta terjalinnya komunikasi yang harmonis diantara berbagai pihak di lingkungan
sekolah.
c. peneliti sendiri,. melalui penelaahan secarakonseptual dari berbagai literatur dan
pengalaman di lapangan, serta berbagai saran dan arahan dari pembimbing maupun
nara sumber lain, menempa penulis menjadi lebih kritis dan tanggap- Sehingga pada
akhirnya akan menambah wawasan dan cakrawala berpikir serta kemampuan dalam
memecahkan berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi.
73
BAB HI
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Paradigma Penelitian
1. Metode Penelitian
Studi ini tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis maupun teori
tertentu, melainkan suatu upaya kearah menemukan pemahaman baru mengenai
penelusuran fenomena yang dikaji. Yakni pemahaman baru mengenai penerapan
konsep pendidikan politik dalam mata pengajaran Pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan sebagai pendidikan umum di SMU, khususnya nilai-moral Pancasila
yang ada di dalam pokok bahasan catur wulan pertama kelas satu serta penerapan
nilai-nilai tersebut oleh siswa. Cara kerja dari sudut ini bersifat; subyektifitas ke
obyektifitas, induksi ke deduksi, dan kontruksi ke enumerasi (Le Comte & Goez :
1984). Dalam hal ini, pertama-tama peneliti memperlakukan diri sebagai instrumen
utama {human instrumen), bergerak dari hal yang spesipik, dari tahapan satu ke
tahapan selanjutnya, memadukannya sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan
temuan-temuan penelitian, dan pada akhirnya dibuat kesimpulan- kesimpulaa Dengan
sifatnya yang demikian itu, maka studi ini tergolong kepada penelitian kualitatifnaturalistik.
Alasan digunakannya metode kualitatif dalam pengumpulan data
karena
pertama, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah menyangkut proses
artinya menyangkut kegiatan atau aktivitas guru dalam upaya menerapkan konsep
pendidikan politik sebagai pendidikan nilai-moral Pancasila, mulai persiapan yang
74
dilakukan sampai kepada pelaksanaan di kelas, serta penerapan nilai-nilai tersebut
oleh siswa
Kedua, karena masalah tersebut lebih banyak menyangkut nilai-nilai,
sedangkan nilai merupakan suatu realitas yang abstrak, yang indikatomya dapat
diketahui melalui ucapanataukata-kata, sikap, perilaku, moralita atau tindakan siswa
Untuk itu data yang diperoleh akan lebih mempunyai makna khusus jika disajikan
dalam bentuk data yang informatif agar lebih komunikatif Di samping itu dengan
metode kualitatif akan dapat mendeskripsikan secara luas serta memuat penjelasan
tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat "Dengan data kualitatif
kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab
akibatdalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang
banyakdan bermanfaaf' (Miles dan Huberban, 1982 :1).
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Oleh Lincoln dan Guba
(1987 : 37) bahwa dalam penelitian kualitatif, paradigma yang digunakan adalah
paradigmanaturalistik, di mana kenyataan dipandang sebagai sesuatu yang kompleks.
Studi naturalistik memiliki mekanisme kerja tersendiri, yangmembedakan dengan studi
lainnya Adapun karakteristik yang membedakannya adalah terletak dalam hal :
asumsi-asumsi terhadap realitas (paradigma), peran-peran peneliti, dan mekanisme
kerja yang bersifat fenomenologis dan holistik.
Dalam hal asumsi-asumsi (paradigma), studi naturalistik memandang bahwa
realitas bersifat khas dan holistik. terdapat saling keterkaitan antara satu situasi dengan
situasi lainnya, dan karena itu sesuatu situasi harus dimaknakan secara menyuluruh.
Lincoln dan Guba (1987), mendetail sejumlah asumsi (aksioma) penelitian
75
naturalistik, sehingga membedakannya dengan penelitian lainnya, yakni : (1) hakekat
realistis (the nature of reality), (2) hubungan peneliti - responden (the inquirer respondent relationships), (3) hakekat kebenaran-kebenaran (the nature of truth
statements), (4) sebab-akibat (causality), dan (5) relasi dengan nilai-nilai (relation
to values).
Dengan demikian peran peneliti pun bersifat khas. Dalam tradisi naturalistik,
peran peneliti bukan hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dipolakan
sebelumnya (predifined), melainkan ia diminta untuk mengangkat masalah-masalah
esensial yang ditemui dalam kancah penelitian. Maka tidak heran apabila dalam
sebuah studi naturalistik, peneliti sering harus mengadakan rekonseptualisasi
(memodifikasikan kembali konsep-konsep awal), manalaka ia menemukan hal-hal
yang baru (Le Comte & Goets : 1984). Selain itu dapat juga dikatakan bahwa pada
umumnya metodologi studi naturalistik, dikembangkan setelah peneliti beradadi lokasi
penelitian. Dan instrumen utama penelitian, adalah peneliti sendiri (human
instrumen).
2. Paradigma Penelitian
Bogdan dan Biklen (1982 : 32) mengartikan paradigma, "sebagai kumpulan
dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan
caraberpikir dalam penelitian". Ahmad Sanusi (1994) mengartikan paradigma adalah
"kerangka berpikir yang paling mendasar dalampenelitian".
76
Adapun kerangka pemikiran penelitian "Penerapan Konsep Pendidikan Politik
dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Umum di
SMU" dapat dilihat dari diagram berikut:
GAMBAR 2
PENDIDIKAN UMUM
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
AGAMA
PANCASILA
J PENDIDIKAN
~*|KEWaROANEGARAAN
1
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FN-M/P4
PPBN
PSPB
PKN
PP-HK
PENERAPAN KONSEP PENDIDIKAN POLITIK
DALAM PPKN PADA ASPEK:
- Pemahairaan Guru teuiang Pendidikan Poktik
-Kegiatan Belajar Mengajar PPKN
- Impleiaentasinya dalam Perilaku Siswa diSekolah
OBSERVASI
DESKRIPSI PEMAHAMAN DAN PENERAPAN
PENDIDIKAN POUTIK
iVAWANCARA
DOKUMEHTASa
ANALISIS
dan
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
dan
REKOMENDASI
Paradigma Penelitian Penerapan Konsep Pendidikan Politik dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
77
B. Karakteristik dan Somber Data
1. Karakteristik Data
Dalam studi ini data diartikan sebagai informasi verbal, atribut-atribut, dan
gejela-gejala (fisik dan non fisik) yang dapat memberi pemahaman tentang indikator
yang dicari oleh fokus dan tujuan penelitian. Secara keseluruhan data disebut dengan
"sistem data", yang berupa : pendapat (persepsi), sikap, motif-motif, dan tindakan
(perilaku) manusia (responden), maupun juga 'non human data' seperti seperangkat
peraturan, tatateitib, norma-norma sekolah, dan juga suasana lingkungan sekolah yang
ada hubungannya dengan pendidikan politik dalam pengertian pendidikan nilai-moral.
Dalam kaitan ini Lexy Moleong (1989 : 122), menegaskan bahwa sumber data utama
dalam penelitian kualitatifadalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati.
2. Sumber Data
Sesuai dengan karakteristik yang disebufkan di atas, maka sumber data dapat
berupa sumber primer maupun sumber sekunder. Data Primer adalah data yang
diperoleh secara langsung dari atau melalui informan (responden). Sedangkan yang
menjadi informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah
bidang kesiswaan/Pembina OSIS, guru PPKN, staf non-guru dan siswa Informaninfonnan tersebut ditentukan/dipilih secara selektif(non sampling).
Kecuali itu, terdapat juga data sekunder
yang dijaring melalui studi
dokumentasi, yakni data yang ada dalam dokumentasi sekolah. Data dimaksud antara
78
lain adalah identitas guru, siswa, catatan akademis maupun struktural yang dapat
memberi gambaran tentang penerapan konsep pendidikan politik sebagai pendidikan
nilai-moral di sekolah.
Oleh karena yang dikaji dalam penelitian ini adalah penerapan konsep
pendidikan politik dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas satu,
maka yang menjadi sumber data secara eksplisit adalah guru PPKN kelas satu yaitu
MK dan KS. sertasiswa kelas satuyaitu DFD danDAW.
Alasan dipilihnya guru MKdan KS menjadi sumber dataprimer adalah karena
mereka mempunyai loyalitas dan dedikasi yang tinggi terhadap profesi mengajarnya
Kedua guru ini tergolong rajin dan aktif dalam pembinaan kegiatan siswa di sekolah,
memiliki hubungan komunikasi yang baik dengan siswa dan kebetulan mengajar di
kelas satu. Di samping itu kedua guru ini disenangi juga disenangi para siswanya
karena di dalam membawakan atau menyajikan pelajaran, selalu bersikap antusias,
pamilier, hangat dan terbuka Demikian menurut sejumlah siswayang berhasil ditemui
peneliti, selain dari hasil pengamatan langsung peneliti dalam kegiatan PBM dikelas.
Dipilihnya DFD dan DAW, karena kedua siswa tersebut selalu aktif dalam
pelaksanaan PBM di kelas, mampu mengajukan pertanyaan yang kritis dan sistematis,
serta selalu aktif di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Di samping itu
mereka juga adalah siswa yang memiliki disiplin tinggi dan aktif dalam kegiatankegiatan OSIS.
Sedangkan alasan dipilihnya SMU Negeri I Sumedang sebagai lokasi
penelitian, yaitu karena sekolah ini mempunyai kedisiplinan dan ketertiban yang tinggi,
baik guru-guru maupun para siswa Suasana tersebut sangat terasa mariakalal pertama
79
kali peneliti datang di sekolah ini, dan pada saat itu jam pelajaran sedah berlangsung
sehingga suasana tenang tampak dari luar. Di setiap kelas sedang berlangsung proses
belajar mengajar dan tidak ada seorangpun siswa berkeliaran di luar kelas. Siswa
yang diterima di sekolah ini adalah siswa yang rata-rata memiliki Nilai Ebtanas Murai
yang tinggi, artinya memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan budi pekerti yang baik.
Di sekolah ini nyaris tidak di temukan kenakalan remaja di lingkungan sekolah, para
siswanya tampak berpakaian rapi, suasana lingkungan sekolah yang bersih dan indah,
ditambah sarana yang memadai. Di samping itu sekolah ini juga telah banyak
menghasilkan para iulusannya dengan NEM tertinggi dan masuk di perguruan Tinggi
Negeri, baik melalui PMDK maupun melalui UMPTN.
C. Tehirik Pengnmpulan Data
Dalam penelitian naturalistik, instrumen utama penelitian adalah peneliti
sendiri (human instrumen). Human instrumen ini merupakan ciri khas penelitian
kualitatif-naturalistik (Guba :1978, Nasution : 1985, Miles dan Huberman : 1984).
Istilah peneliti sebagai instrumen memberi pengertian bahwa peneliti meleburkan diri
secara intensif dalam kancah penelitian, tanpa mengambil jarak dengan obyek yang
diteliti.
Penelitian naturalistik sangat berkepentingan dengan dengan 'fenomena-
fenomena yang khas' (tacit knowledge) yang tidak terjamah secara obyektivistikkuantititif (Guba :1978). Fenomena-fenomena itu berkaitan dengan kesadaran, atau
ada dalam pengalaman deontis atau persepsi manusia Untuk memperoleh pengalaman
seperti itu peneliti melibatkan diri secara aktif dan intensif dalam kancah penelitian
80
serta mengadakan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang akan diteliti
(proses emic). Sedangkan instrumen pembantu yang digunakan dalam merekam dan
menghimpun datayang diperlukan, adalah :
1. Observasi
Tehnik ini merupakan pengamatan terhadap objek atau situasi yang diteliti.
Keuntungan utama dari tehnik ini adalah dapat memberikan pengalaman-pengalaman
"saat ini juga" secara mendalam. Proses pengamatan dilakukan melalui dua cara, yaitu
pengamatan langsung (partisipant observation), dan pengamatan tidak langstjag (nonpartisipant observation)
2. Wawancara
Wawancara digunakan terutama untuk memperoleh data yang tidak terjamah
secara visual. Bila tindakan dapat diamati, maka motivasi yang mendorong tindakan
tersdebut tidak sepenuhnya dapat diamati. Jadi wawancara digunakan dalam
menghimpun data non-tindakan atau pra-perilaku. Termasuk data yang dijaring dengan
tehnik wawancara ini antara lain, pendapat, alasan, motif-motif, dan sikap dari
responden/informan,'terhadap sesuatu hal. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara
dengan:
a) Guru PPKN, .untuk memperoleh gambaran pemahaman dan pendapat
guru
tentang pendidikan politik,
dan penerapannya dalam kegiatan belajar
mengajar, yang meliputi persiapan dan pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
81
b) Siswa, untuk memeperoleh informasi tentang Implementasi pendidikan
politik di lingkungan sekolah, sebagai perolehan nilai-moral melalui kegiatan belajar
mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, serta manafaatnya bagi
kehidupan sehari-hari.
cj Kepala dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan/pembina OSIS, untuk
memperoleh data mengenai guru, pola pembinaan pelaksanaan tugas guru maupun
perilaku siswa di lingkungan sekolah.
Dalam pelaksanaannya, didukung oleh alat bantu tape recorder dan catatan
lapangan. Penggunaan kedua alat bantu ini diperlukan, mengingat data yang
dikumpulkan bersifat verbal dan non-verbal serta pertanyaan terbuka S
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM DI SMU
ts'tiigr Notyoiitt'tc I:'?i'ia'/i>ir^n h'tlai-Mo?"! di F.MUN ! Suxnsdans)
TESIS
Diajukan kepadaPanitiaUjian Tests KIP Bandung
untuk metnenuhi salah satu syarai tnetnperoleh
gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Pendidikan Umiim
OLEH
ENDANG DIMYATI
9596151/PU
PROGRAM P ASC ASA R. JAN A
1NSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1998
DISETUJUI DAN DISAHKAN UNTUK
UJIAN TAHAP H OLEH :
Pembimbing I
Pro/ Dr^l Nursid Sumaatmadja
osasih Djahiri
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1998
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBINC
HI
KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMA KASIH
Vlll
ABSTRAK
XI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
1
B. Masalah Penelitian
9
C. Difinisi Operasional
x"
D. Pertanyaan Penelitian
19
E. Tujuan Penelitian
19
F. Asumsi Penelitian
G.Manfaat Penelitian
BAB HKONSEP PENDIDIKAN POLITIK DALAM PENDIDIKAN PANCASILA
DAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM
A Konsep Pendidikan Politik Dalam PPKN
24
l.Makna Pendidikan Politik
"
2. Maksud dan Tujuan Pendidikan Politik
30
3. Perlunya Pendidikan Politik
*~
XI
4. Pendidikan Politik dalam membinaNilai-Moral
36
5. Pembinaan dan pengembangan Peserta Didik
dalam Pendidikan Politik
41
B. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sebagai Pendidikan Politik
48
1. Pengertian PPKN
48
2. Fungsi dan Tujuan PPKN
49
3. Kualifikasi PPKN sebagai Pendidikan Politik
50
C. Pendidikan Umum di SMU
54
1. Pengertian Pendidikan Umum
54
2. Tujuan Pendidikan Umum
61
3. Pendidikan Umum di SMU
63
D. Keterkaitan Antara Pendidikan Umum dengan Pendidikan Politik ..
65
BABDT ME.TODE PENELITIAN
A. Metoda dan Paradigma Penelitian
73
B. Karakteristik dan Sumber Data
77
C. Teknik Pengumpulan Data
79
D. Proses Analisis Data
82
E. Tahapan-tahapan Penelitian
82
xu
BAB IV DESKRIPSI, INTERPRETASI DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMUN I Sumedang
89
B. Deskripsi Pemaliaman Guru tentang Konsep Pendidikan Politik
91
C. Deskripsi Kegiatan Belajar Mengajar PPKN
D. Implementasi Pendidikan Politik di Lingkungan Sekolah
BAB V
102
...
121
E. Pembahasan Hasil Penelitian
130
F. Temuan Hasil Penelitian
136
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
AKesimpulan
139
B. Rekomendasi
141
DAFTAR PUSTAKA
144
LAMPIRAN
148
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Beiakang Masalah
Pendidikan merupakan wahana transformst pengetahuan, sikap dan
keterampilan untuk pengembangan pribadi dalam mencapai kematangan dan
kedewasaaa Pendidikan tidak hanya mengembangkan ilmu, teknologi dan
keterampilan, melainkan juga mengembangkan aspek-aspek lainnya, seperti
kepribadian, nilai-moral dan etika Oleh karena itu pendidikan memainkan dua fungsi
utamayaitu pxtuttafungsi kecendikiawanan dan keduafungsi pembudayaan. Fungsi
pertama berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan, sedangkan
fungsi kedua lebih menekankan kepada penanaman nilai-moral dan etika Kedua fungsi
itu seyogyanya berjalan harmonis dan seimbang tidak boleh berat sebelah.
Harmonisasi kedua fungsi pendidikan itu merupakan harapan dan tugas Pendidikan
Umum.
Pendidikan Umum diperlukan bagi setiap orang karena memiliki sasaran yang
sangat luas dan mendasar yaitu pembentukan manusia seutulinya Aspek mental yang
dikembangkan dalam pendidikan umum yakni keseimbangan antara aspek kognitif,
afektifdan psikomotor. Pendidikan umum bertujuan membina manusia seutuhnya, yaitu
manusia yang memiliki keseimbangan antara kemampuan pikir, kesadaran dan
keterampilan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh R.0 Hand dan D.B. Bidna dalam
Nursid Sumaatmadja (1990 : 2) baliwa tujuan pendidikan umum merupakan "the
making ofcomplete man ".
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, pembinaan pribadi manusia Indonesia
seutuhnya dilandasi dan ditujukan kepada sosok manusia yang diharapkan seperti
digambarkan dalam GBHN 1993, sebagai berikut:
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur , berkepribadian, berdisiplin, kerja keras, tangguh,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan
rohani, cinta tanah air, tebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan
sosial, percaya kepada diri sendiri sertra sikap dan perilaku yang inovatif,
kreatif, manusia pembangunan yang mampu membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
Sedangkan konsepsi manusia seutuhnya menurut Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 adalah bahwa:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusiaIndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa ierhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmanai dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Dengan demikian tujuan pendidikan nasional memberikan isyarat bahwa
peserta didik yang diupayakan melalui pendidikan nasional, selain cakap dan ahli
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditekuninya, juga harus dilandasi
dan diarahkan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa Pendidikan nasional ingin mewujudkan sosok manusia pembangunan berkualitas
yang harmonis dalam fungsinya sebagai makhluk Tuhan, sosial dan individu, yang
memiliki sikap dan wawasan kehidupan yang serasi dan seimbang. Jadi kecenderungan
dari rumusan tujuan pendidikan nasional ini, ingin mengsenapaskan iman, taqwa dan
kebudayaan dalam realita integral manusia Indonesia seutuhnya Hal ini mengandung
implikasi perlunya dilakukan upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia
Pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan
diharapkan bangsa Indonesia, adalah sumber daya manusia yang tidak hanya
berkualitas dari segi penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), metainkan
juga berkualitas dari segi mental spiritual Iman dan Takwa (IMTAK), moral, dan
etika Artinya penguasaan IPTEK tersebut tidak akan berarti apabila tidak didukung
iman dan taqwa, sikap dan perilaku yang baik, serta berpegang teguh kepada
kepribadian bangsa Indonesia yaitu nilai-nilai luhur Pancasila
Dalam kaitan ini, Nu'man Somantri (1996), berpendapat bahwa sumber daya
manusia yang bermutu adalah sumber daya manusia yang tidak hanya mampu dan
betahan hidup dalam masa pembahan, berorientasi nilai budaya, ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga beradab dan beriman. Hal ini berarti bahwa manusia
Indonesia seutuhnya tidak hanya berorientasi IPTEK dan mampu berpikir secara
sistematis dan canggih melainkan terutama juga harus beradab, sopan santun,
berdisiplin, rasa tanggung jawab, tenggang rasadan beriman.
Sejalan dengan itu, Ahmad Sanusi (1994) mengemukakan bahwa:
"....yang merupakan tantangan terhadap pendidikan sekarang ini ialah
bagaimana mendidik anak agar bukan saja memiliki kemampuan fisik untuk
mampu bekerja keras, akan tetapi memiliki kelembutan perilaku dan sikap
arifsebagaiorangpenyabar. Memiliki kelembutan perilaku dan sikap arif
adalah merupakan tujuan dari pendidikan nilai".
Berdasarkan pemikiran di atas, guna membantu generasi muda bersikap dan
bertindak sesuai dengan nilai-moral-norma dan etika masyarakat, maka untuk
memenuhi tuntutan tujuan pendidikan nasional seperti digambarkan di atas, kepada
mereka periu diupayakan suatu program pendidikan yang bisa membawa diri mereka
menjadi warga negara yang baik yang menyadari hak dan kewajibannya Hal ini
penting mengingat sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, sangat strategis dapat
membantu mentransmisi dan mentransformasikan nilai-moral, norma, etika, sosial
dan budaya kepada generasi muda, yang pada dasarnya bertanggung jawab terhadap
masyarakat, bangsa dan negara secara keseluruhan. Program pendidikan yang
dimaksud adalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Keberadaan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan
Umum, dapat dilihat pada pasal 39 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa : isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat (a) Pendidikan Agama, (b) Pendidikan Pancasila, (c) Pendidikan
Kewarganegaraan.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan mengarahkan perhatiannya pada nilai-moral yang diharapkan dapat
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan isi kelima
silaPancasila, yakni perilaku yang memancarkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, mendukung persatuan bangsa,
dalam masyarakat yang beraneka ragam kepentingan, mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan atas
dasar musyswarah untuk mufakat serta mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Kurikulum SMU: 1994).
Dengan demikian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai
Pendidikan Umum, menjadi ciri budaya dan pola pikir yang tumbuh dari kebutuhan
pendidikan nasional. Karena di dalamnya terkandung pesan edukatif dan psikologis
untuk membawa generasi muda Indonesia supaya berbudi pekerti luhur, cerdas,
terampil dan mandiri didasari iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sedangkan sebagai program pendidikan politik di tingkat persekolahan, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan harus mampu membina peserta didik menjadi
manusia hidonesia yang melek politik (political literacy), memiliki kesadaran
berbangsa dan bernegara
Sehingga menempatkan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan pada posisi sentral dan strategis.
Dalamkaitan ini, A Kosasih Djahiri (1996 :19) mengemukakan bahwa:
"salah satu misi pokok Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
adalah pendidikan politik, dalam pengertian pembinaan siswa sebagai
anak manusia Indonesia, maupun menjadi warga negara, masyarakat, bangsa
dan negara Republik Indonesia yang berkepribadian Pancasila dan UUD 1945
yang melek. politik..Warga negara yang melek politik adalah warga negara
Indonesia yang berkepribadian Pancasila, melek hukum dan konstitusi
(1945), melek kehidupan berbangsa dan bernegara, melek masalah dan
man serta mampu berkontribusi memecahkan masalah sesuai dengan fungsi
peran harapannya".
Sementara Abdul Azis Wahab (1996), dalam Pidato pengukuhan jabatan guru
besar tetap dalam ilmu pendidikan pada jurusan PMP KN dan Hukum FPIPS EKIP
Bandung 18 Oktober 1996, menegaskan bahwa :
"Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan salah satu bentuk
pendidikan politik, yang tujuannyamembentuk warga negara yang baik, yaitu
warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak
dan kewajibannya sebagai individu warga negara memiliki kepekaan dan
tanggung jawab sosial, maupun memecahkan masalah-masalahnya sendiri dan
jugamasalah-masalah kemasyarakatan secara cerdas sesuai dengan fungsinya
dan perannya (sosially sensitive, sosially responsible dan sosially
intelegence). Selain itu sebagai warga negara Indonesia yang baik ia
juga diharapkan memiliki sikap disiplin pribadi, maupun berpikir kritis, kreatif
dan inovatif, agar dicapai kualitas pribadi dan perilaku warga negara dan
warga masyarakat yang baik (socio civic behavior dan desirable personal
qualities).
Mengacu pada kedua pendapat di atas, hal ini menujukkan betapa pentingnya
dilakukan pendidikan politik di tingkat persekolahan, yang tertuang dalam Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Mengingat target harapan dan misi utama Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan adalah memanusiakan dan mendewasakan serta
mengembangkan anak manusia secara utuh paripurna berlandaskan nilai-moral dan
norma Pancasila, agama dan budaya luhur bangsa Sehingga dikemudian hari
diharapkan akan lahir suatu generasi manusia Indonesia Pancasila sejari, dalam
tatanan kehidupan budaya Pancasila, yakni generasi yang memiliki polapikir, zikir dan
sikap perilaku yang selaluberpijak atas nilai-moral Pancasila
Sebagai salah satu program pendidikan yang wajib dipelajari oleh semua
siswa di semua jenjang dan tingkat pendidikan di Indonesia, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan umum, mengemban tugas dan misi yang tidak
ringan dalam rangka turut mengfaasilkan sumber daya manusia Indonesia yang
berkualitas dan bertanggung jawab, terlebih lagi dalam era globalisasi. Sebab ia
merupakan salah satu wahana untuk mengembangkan dan metestarikan nilai-nilai luhur
dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, sehingga dapat diwujudkan
dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu,
anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Kurikulum SMU
1994).
Derasnya arus globalisasi sebagai salah satu fenomena dari kemajuan IPTEK,
mendorong perubahan yang drastis dalam tata kehidupan umat manusia Sebagai
sebuah fenomena kehidupan, tentu globalisasi membawa nuansa-nuansa positif dan
negatifsekaligus. Dengan kata lain globalisasi di samping membawa harapan-harapan
baru, memunculkan pula masalah dan tantangan baru. Dalam arti positif globalisasi
memberi harapan akan kecenderungan yang lebih universalistik, dimana umat manusia
dapat lebih saling mengenal sehingga menyebabkan manusia seakan-akan hidup dalam*
dunia tanpa batas (borderless world), dan mampu menerobos dinding geogrifis,
melalui arus informasi yang deras dan dahsyat Dalam arti negatif globalisasi
menimbulkan ancaman terhadap idiologi dan integritas suatu bangsa Bahkan pada
tingkat yang lebih riskan, globalisasi bukan saja menimbulkan ancaman budaya, akan
tetapi juga menimbulkan implikasi yang cukup serius bagi kehidupan politik, yang pada
gilirannya akan membawa ancaman terhadap kedaulatan suatu bangsa
Disinilah pentingnya pendidikan dan pembinaan nilai-moral Pancasila kepada
peserta didik, agar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat modern.
Sehingga kemajuan IPTEK yang diperlukan untuk membangun masyarakat modern,
tetap berkembang berlandaskan nilai-moral dan kepribadian bangsa sendiri. Oleh
karenanya yang penting adalah bagaimana melahirkan gagasan, pemikiran, dan ide
yang dapat dijadikan masukan dalam pembentukan pola pendidikan politik sebagai
model pendidikan nilai-moral, yang dapat menuntun generasi muda harapan bangsa
untuk tidak kehiiangan karsa, idea, dan arah untuk merambah masa depan serta siap
menghadapi tantangan dan rintangan berat yang menghadang.
Dengan berbekal
pengetahuan tentang hal itu, maka dapat diharapkan mereka dengan penuh kesadaran
mampu memberikan partisipasi' di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara
optimal.
Menyimak keterkaitan antara sasaran program pendidikan umum dengan
pendidikan politik/pendidikan nilai moral di atas, maka dapat dikatakan bahwa
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran sebagai pendidikan politik/pendidikan
nilai-moral merupakan wahana pengembangan pendidikan umum di tingkat
persekolahan (Pasal 39 USPN). Oleh sebab itu, sepantasnya kalau masalah penerapan
konsep pendidikan politik dalam Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaran sebagai
Pendidikan Umum, mendapat perhatian untuk ditelaah lebih jauh dari apa yang terjadi
saat ini, terutama di tingkat Sekolah Menengah Umum, yang para peserta didiknya
sedang mengalami banyak perubahan baik fisik maupun emosi. Pada umumnya mereka
ditandai dengan karakteristik ; usia puber diwarnai masa pancaroba, selalu ingin
mencoba hal-hal yang baru, bersifat heroik, senang menyerempet hal-hal yang
membahayakan, dan masih mencari identitas dirinya sendiri untuk diterima
lingkungannya Sedangkan SMU yang akan dijadikan obyek penelitian ini, yaitu SMU
Negeri I Sumedang.
Dipilihnya SMU Negeri I Sumedang sebagai lokasi penelitian, karena sekolah
ini memiliki tingkat kedisiplinan dan ketertiban yang tinggi didasari sikap saling
menghargai dan mengomati diantara semua pihak warga sekolah. Sehingga suasana
demokratis dan kekeluargaan dirasakan di lingkungan sekolah ini. Di sekolah ini nyaris
tidak ditemukan kasus kenakalan remaja di lingkungan sekolah seperti penggunaan obat
terlarang, minuman keras ataupun perkelahian massal. Para siswanya tampak
berpakaian rapi dan berlaku sopan. Suasana lingkungan sekolah yang indah dan bersih
ditambah sarana yang memadai, hal ini memungkinkan berlangsungnya suasana belajar
mengajar yang baik dan nyaman. Penegakkan disiplin sekolah yang lebih
dioperasionalkan lagi ke dalam nilai-nilai ketertiban, kebersihan, keteraturan, ketaatan
kesopanan, kebersamaan dan tanggung jawab serta nilai kesetiakawanan sosial, tidak
terlihat cara-cara pemaksaan, melainkan penyelesaiannya tetap dilakukan melalui
persuasif, edukatifdan demokratis.
Kecuali itu, guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan selain intensif
membina nilai-moral melalui kegiatan di kelas juga aktif dalam membina para siswa
dalam kegiatan ektra kurikuler. Sehingga terciptanya kondisi yang kondusif dalam
pembinaan nilai-moral di sekolah ini, kemungkinan besar disebabkan karena
dilakukannya pembinan nilai-moral dan pendidikan politik yang cukup intensif di
sekolah ini. Guru menempati kedudukan yang penting dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Karena gurulah yang menghubungkan pelajaran dengan
kebutuhan siswa, sehingga nilai-nilai yang terdapat dalam pelajaran dapat
diinternalisasikan dalam diri siswa M.L Soelaeman (1985 : 19) mengemukakan
bahwa "dalam peranannya guru berusaha menyampaikan gagasan dan informasi,
melatihkan keterampilan danmembina sikap tertentu kepadasiswa-siswanya".
Dilatarbelakangi oleh pemikiran tentang pentingnya pemberdayaan pendidikan
politik dalam mengembangkan kepribadian peserta didik di tingkat persekolahan
menengah dan gambaran pelaksanaan pendidikan politik/pendidikan nilai-moral di
SMU Negeri I Sumedang, maka persoalan yang muncul untuk segera dipecahkan
adalah tentang penerapan konsep pendidikan politik dalam Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan di SMUNegeri I Sumedang.
B. Masalah penelitian
Pada hakekamya setiap program pendidikan di Indonesia mengemban misi
pembudayaan nilai-nilai Pancasila agar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
10
(GBHN 1993). Namun paling tidak Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
mempunyai peranan yang "lebih" dibanding dengan mata pelajaran yang lairmya,
sebab ia secara eksplisit berisikan materi tentang nilai-nilai dari kelima sila
Pancasila
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan selalu berupaya membina
keutuhan, kebulatan, dan kesinambungan dalam wujud pembinaan konsep nilai dan
moral Pancasila Sehingga terbentuk manusia Indonesia seutuhnya yang serasi, selaras,
dan seimbang dalam kehidupan pribadi , bemasyarakat, berbangsa dan bernegara
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan usaha sadar untuk membina
kepribadian dan mengembangkan kemampuan warga negara Indonesia dengan cara
membinakan dan menanamkan keterampilan dan kemampuan untuk menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila melalui pemberian pemahaman dan penerapan
ajaran Pancasila
Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SMU adalah untuk
meningkatkan kemampuan dan mengembangkan kemampuan memahami, menghayati
dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga menjadi warga negara yang
bertanggung jawab dan dapat diandalkan serta memberi bekal kemampuan untuk
belajar lebih baik (Kurikulum SMU 1994).
Perubahan kondisi sosial ekonomi dan perkembangan IPTEK akan berdampak
kepada perubahan-perubahan cara berpikir, cara menilai, cara menghargai hidup dan
kenyataan, maupun perilaku seseorang. Kesemuanya ini akan berakibat terjadinya
11
kekaburan nilai-nilai yang ada dan kekaburan dimensi nilai yang sebenarnya selalu
ada dalam proses perkembangan dan perubahan masyarakat, maupun dalam pribadi
seseorang. Oleh karena itu diharapkan pendidikan nilai-moral dapat mangatasi
permasalahan-permasalahan tersebut
Di samping itu kecenderungan saat ini, yaitu ditemukannya gejala yang dapat
menyangsikan tercapainya tujuan dan misi utama Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. KarenaProses belajar mengajar lebih bersifat suject matter, hanya
menekankan pada aspek kognitif saja Oleh karenanya sangat1ah wajat apabila banyak
orang berpendapat bahwa ada kesenjangan antara Pancasila sebagai etika dengan
pelaksanannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menghilangkan kecenderungan seperti itu, dengan harapan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dikembangkan sesuai dengan tujuan, harapan
dan misinya, seorang guru mutlak haruslah memiliki kemampuan profesional, sosial,
dan personal.
Sebab kemampuan guru dalam membinakan dan menerapkan nilai-
moral Pancasila kepada siswa akan mendorong siswa mengakui dan menghargainya,
Sehingga siswa merasa memiliki nilai-moral tersebut dan menjadi bagian dari dirinya
Maka masalah utama yang harus diperiiatikan oleh guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaran yaitu pemahaman yang benar terhadap konsep pendidikan politik
/pendidikan nilai-moral dan bagaimana menerapkannya dalam kegiatan belajar
mengajar serta membinanya dalam perilaku siswa di lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran pemahaman guru PPKN SMU
Negeri I Sumedang akan konsep pendidikan politik, bagaimana penerapannya dalam
12
dalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, serta
bagaimana penerapannya dalam moralita perilaku siswa di lingkungan sekolah?.
Masalah-masalah tersebut merupakan masalah penting untuk diteiaah secara seksama,
dalam upaya membina dan mengembangkan generasi muda melalui pendidikan politik
di tingkat persekoiahau.
Dengan demikian, maka masalah pokok yang ingin diungkapkan dalam
penelitian ini, berkaitan dengan implementasi pendidikan politik/pendidikan nilai
moral di SMU Negeri I Sumedang, yakni mengenai pelaksanaan pendidikan politik
dalam pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran sebagai Pendidikan Umum di SMU.
C. Difinisi Operasional
Sebelum merumuskan ruang lingkup penelitian ini, terlebih dahulu akan
dijelaskan beberapa istilah dalam rangka difinisi operasional, yaitu :
1. Implementasi
Istilah implementasi (implementation) yang berarti pelaksanaan, berasal dari
konsep Bloom (1971: 120)
dimana untuk melaksanakannya perlu didahului oleh
pemahaman akan sesuatu. W. James Popham dan Eva L. Baker
(1983 : 40),
menjelaskan bahwa "implementasi mencakup digunakannya abstraksi dalam situasi
yang khusus dan konkrit". Abstraksi yang diterapkan dapat berbentuk prosedur,
gagasan umum atau metodayang digeneralisasikan, dapat juga berupa ide atau prinsip,
atau teori yang harus dilaksanakan.
13
Merujuk pada penjelasan di atas, yang dimaksud implementasi dalam penetetian
ini, adalah dilaksanakannya/dituangkannya pendidikan politik / pendidikan nilai-moral
dalam proses belajar mengajar Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan sebagai
pendidikan umum di SMUNegeri I Sumedang.
2. Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1990 : 456), konsep diartikan :
(1) rancangan atau buram sural,
(2) ide atau pengertian yang diabstraksikan dari
peristiwa konkrit, (3) gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di
luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal lain. Dalam kamus Istilah
Pendidikan ( 1977 : 250), konsep diartikan sebagai abstraksi atau prinsip yang
dturunkan dari fakta berdasarkan eksperimen atau pengamatan.
Merujuk pada pengertian di atas, dalam penelitian ini,
konsep diartikan
sebagai gagasan, ide, pengertian atau prinsip yang diabstraksikan dari suatu
situasi/peristiwa atau suatu istilah yangmempunyai pengertian yang luas, diangkat dari
sumber otentik dan dapat dipercaya Yakni konsep nilai-moral yang bersumber pada
nilai dasar Pancasila dan UUD 1945.
3. Pendidikan politik
Dalam berbagai literatur ditemukan istilah political education, political
sosocialization dan citizenship training yang digunakan silih berganti. Untuk
14
penelitian ini ketiga istilah tersebut diterjemahkan sebagai pendidikan politik.
Pendidikan politik dikenal juga sebagai political forming atau politische
bildung. Disebut "forming" karena terkandung intensi membentuk insan politik
yang menyadari kedudukan politiknya di tengah masyarakat Dan disebut "Bildung"
(pembentukan atau pendidikan diri sendiri), karena istilah tersebut mengandung
pengertian pembentakan diri sendiri dengan kesadaran dan tanggnng jawab sendiri
untuk menjadi insan politik dan warga negara yang baik.
Pada limumnya pendidikan politik atau istilah dalam ilmu politik disebut
"sosialisasi politik", Hifnhatnlnm sebagai "cara suatu masyarakat mentrasfer kultur
politiknya dari generasi ke generasi". Dalam pengertian bahwayang dimaksud dengan
"pendidikan" dari "pendidikan politik" ialah cara bagaimana suatu masyarakat
mengalihkan kultur politik dari suatu generasi kepada generasi berikumya. Cara ini
dapat berwujud edukasi formal dan non formal, interaksi sosial, komunikasi sosial
ataupun penteladanaa Sedangkan yang dimaksud "politik" dari "pendidikan politik"
ialah kultur politik. Kultur politik adalah keseluruhan paduan nilai, keyakinan empirik,
dan lambang-lambang ekspresif Untuk Indonesia yang dimaksud dengan "nilai" ialah
nilai-nilai intrinsik yang terkandung di dalam Pancasila dan UUD 1945.
R Hajer dalam Kartini Kartono (1989 : 13) menyatakan bahwa, Pendidikan
politik adalah usaha membentuk manusia menjadi partisipan yang bertanggung jawab
dalam politik Pendidikan politik selalu terkait dengan intemalisasi nilai (sherman and
Kolker :1987 : 16), suatu proses dengan mana individu mempelajari dan menjadi
15
bagian dari budaya tersebut sebagai unsur yang penting dari konsep dirinya Sebagai
proses pembudayaan, pendidikan politik terkait dengan nilai-nilai kepercayaan dan
pola-pola perilaku yang dipelajari pada usia dini yang membentuk sifat dasar (Idrus
Afandi: 1996 :25).
Sementara itu
A
Kosasih Djahiri (1996 :1), memberikan pengertian
pendidikan politik sebagai pembinaan siswa sebagai anak manusia Indonesia mampu
menjadi warga negara, warga masyarakat, bangsa dan negaraRepublik Indonesia yang
ber-Pancasila dan UUD 1945 dan melek politik Warga negara yang melek politik
menurutnya, adalah warga negara Indonesia yang berkepribadian Pancasila dan melek
hukum, melek kehidupan berbangsa dan bernegara, melek masalah dan man serta
mampu berkonsbribusi memecahkan masalah sesuai dengan fungsi dan perannya
Mengacu pada kutipan di atas, maka yang dimaksud pendidikan politik dalam
penelitian ini, adalah
pendidikan yang diarahkan pada upaya transmisi dan
transformasi yangmenunjang pembinaan nilai moral Pancasila, khususnya nilai-nilai
demokratis kepada pesertadidik melalui pendidikanPancasila dan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan politik di tingkat persekolahan.
4. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah salah satu program
pendidikan yang wajib diberikan pada tiap jenis, jenjang, dan jalur pendidikan di
tingkat persekolahan dan berfungsi sebagai wahana untuk mengembangkan dan
16
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang
diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari siswa
Perilaku yang dimaksud adalah seperti yang tercantum di dalam penjelasan
USPN No. 2 tahun 1989 pasal 39 ayat (2), yaitu:
"Perilaku yang memancarkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku
yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung
persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kepentingan,
perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersamr
di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiraL
pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat,
serta perilaku yang mendukung upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyathidonesia".
Menyimak tujuan PPKN di SMU di atas, berarti yang menjadi tuntutamrya
adalah bagaimana nilai-moral Pancasila itu betul-betul dihayati dan diamalkan, lebih
jauh lagi dijadikan pedoman dalam perilaku di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
diharapkan mampu membentuk sosok individu atau manusia Indonesia yang utuh
harapan di masadepan.
Sedangkan tujuan PPKN ialah untuk membina dan mengembangkan daya nalar,
sikap dan perilaku siswa yang bertanggimg jawab berlandaskan nilai-moral Pancasila
serta mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan belajar untuk mengikuti
pendidikan lebih lanjut dan untuk hidup dalam masyarakat (Kurikulum SMU: 1994).
Mengacu kepada uraian di atas, yang dimaksud Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam penelitian ini adalah program pendidikan nilai-moral yang
salah satu fungsinya sebagai pendidikan politik, berfungsi sebagai wahana untuk
17
membina, mengembangkan, dan melestarikan nilai moral Pancasila sehingga menjadi
salah satu andalan pembentuk manusia Indonesia harapan kini dan masa mendatang.
S. Pendidikan Umum
Dalam Dictionary of Education (1973 : 250), pendidikan umum diartikan
sebagai "Those phases of learning which should bethe common experience ofall men
and women". P.H. Phenix (19654 :5), menyatakan: "
general education is the
process of engendering essensial meaning". Pengertian ini didasari bahwa sebagai
pribadi yang terpadu dan menyeluruh (whole person) setiap manusia perlu memahami
makna essensi.
Pakar lain, yaitu C.H. Faust seperti dikutif oleh T.R Mc Connel dalam Nelson
B. Henry (1952 :4) mengemukakan bahwa"General education appears from this point
view to be the preparation of youth to deal with the personal and social problems
with which all men in democratic society are confronted".
Alberty andAlberty (1965) berpendapat, bahwa:
"General Education is that part of the program a which is required of all
students ata given levelonthe ground mat it is essensial to the development of
the common values, attitudes, understanding, ang skill needed by all for
common democratic citizenship".
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, dapat difahami bahwa
pendidikan umum adalah program pendidikan bagi semua orang (generasi muda)
dalam rangka mengembangkan nilai-nilai, sikap, pemahaman, dan keterampilan yang
18
esensi berkenaan dengan masalah pribadi dan sosial secara terintegrasi dan dibutuhkan
oleh semua orang, agar dapat hidup secara memuaskan dalam kedudukannya sebagai
pribadi anggota keluarga, pekerja maupun sebagai warga negara dalam masyarakat
yang demokratis.
Jadi Pendidikan Umum dalam penelitian ini lebih difahami sebagai suatu
pendidikan yang programnya diperuntukkan bagi semua orang pada setiap jenis,
jenjang dan jalur pendidikan, yang diarahkan untuk mengembangkan kepribadian
secara utuli dan menyeluruh. Yakni membina pemahaman, keyakinan dan sikap perilaku
warga negara Indonesia yang baik, yaitu warga negara yang paham dan sadar akan
harga diri - tugas - tanggung jawab dan kewenangan ataupun hak dirinya, orang lain,
pemerintah dan warga negaranya serta mampu melaksanakannya dalam kehidupan
dirinya, dengan lingkungan sesamanya dan dalam bermasyarakat berbangsa dan
bernegara, atas dasar sistem nilai-moral-norma sosial dan budaya Indonesia
Berdasarkan difinisi operasional seperti diuraikan di atas, maka lingkup
penelitian ini yang berjudul "Implementasi Konsep Pendidikan Politik dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan umum di SMU"
(Studi Naturalistik Pendidikan Nilai - Moral Pancasila di SMU Negeri I Sumedang),
adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman guru PPKN tentang konsep pendidikan politik dalam membina nilai
moral siswa di sekolah. Seperti pemahaman dasar filosofi, fungsi dan tujuan
pendidikan politik.
19
2. Penerapan konsep pendidikan politik dalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, meliputi penerapan pada tahap persiapan dan
pelaksanaan KBM.
3. Implementasi pendidikakan politik dalam moralita perilaku siswa di lingkungan
sekolah.
D. Pertanyaan Penelitian
Menurut Bogdan dan Biklen (1987 : 147) bahwa pertanyaan penelitian yang
disebutnya sebagai pertanyaan analitik perlu disusun dalam penelitian kualitatiC hal ini
diperlukan untuk mengarahkan fokus dalam pengumpulan data dan membantu
mengorganisasikannya dalam langkahberikutnya
Berdasarkan rumusan masalah dan lingkup penelitian yang telah diuraikan di
atas, maka masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut : Bagaimana pemahaman guru PPKN SMUN I Sumedang
tentang konsep pendidikan politik dalam membina nilai-moral di sekolah, Apakah
penerapannya dalam PBM sudah sesuai dengan konsep yang dipahaminya, serta
bagaimana implementasinya dalam moralita perilaku siswa di lingkungan sekolah?.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pemahaman
guru PPKN SMUN I Sumedang tentang konsep pendidikan politik, dan perapannya
20
dalam kegiatan belajar mengajar PPKN, serta implementasinya dalam moralita
perilaku siswa di lingkungan sekolah, sebagai dasar memberikan gambaran alternatif
upaya guru membina nilai moral yang sesuai dengan harapan, misi dan fungsinya
sebagai pendidikan umum Tujuan tersebut dijabarkan lagi yakni untuk :
1. Mendeskripsikan pemahaman guru PPKN tentang konsep pendidikan politik dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Umum di tingkat
persekolahan. Seperti pemahaman dasar filosifi, fungsi dan tujuan, serta lingkup
materi pendidikan politik
2. Mendeskripsikan penerapan pendidikan politik dalam kegaitan belajar mengajar
sesuai dengan konsep pendidikan politik yang dipahaminya Dalam hal persiapan
dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
3. Mendeskripsikan implementasi pendidikan politik dalam moralita perilaku siswa
di lingkungan sekolah.
F. Asunud Penelitian
Penelitian ini dilandasi oleh asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sangatlah diperlukan dalam rangka
pembentukan kepribadian yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan
mewujudkan sosok manusia pembangunan yang berkualitas dan harmonis dalam
fimgsinya sebagai makhluk Tuhan, makhluk Sosial, makhluk individu serta
21
memiliki sikap dan wawasan kehidupan yang serasi dan seimbang. Keberadaan
PPKN sebagai Pendidikan Umum dapat dilihat dapam pasal 39 UUSPN yang
nienyatsfcanVahwa: isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib
memuat (a) pendidikan Pancasila, (b) Pendidikan Agama, (c) pendidikan
Kewarganegaraa
1 Misi pokok Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah pendidikan politik
Dalam pengeruwpembinaan siswasebagai anak Indonesia maupun menjadi warga
negara, masyarakat bangsa dan negara Republik Indonesia yang berkepribadian
Pancasila dan UUD 1945 yang "melekpolitik" (A, Kosasih Djahiri :19960:1).
3. Melalui program pendidikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan siswa
dibina untuk menjadi seorang warganegara dan wargamasyarakat Indonesia yang
baik dan bertanggung jawab serta mencintai negara dan Bangsanya Karenanya
"guru menempati kedndukan sentral, sebab peranaonya sangat menentukan. Ia
harus mampu meiiteijemahkan nilai-nilai tersebut kepada para siswa melalui
kegiatan belajar mengajar di kelas" (Nana Sudjana :1989:1)
G. Manfaat Penelitian
Melalui pengkajtan konseptual maupun dari temuan-temuan otentik di
lapangan, diharapkan penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran yang bennanfaat
baik untuk keperluan teoritis ilmiah, maupun untuk keperluan praktis operasional. Hal
ini perlu dilakukan guna lebih memahami persoalan-persoalan nilai-moral dan
22
pendidikan politik yang adadalam dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan. Untuk lebih jelasnya, manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dari studi ini diharapkan dapat memberikan masukan guna memperkaya teori
dan memperjelas mengenai arti pentingnya dilakukan pendidikan politik di tingkat
persekolahan melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan, sebagai program
pendidikan yang wajib ditempuh oleh semua siswa di semua jenjang, tingkat, dan
jalur pendidikan. Yang akhirnya diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini, diharapkan secara praktis dapat bermanfaat bagi:
a. guru PPKN, sebagai masukan bagi guru PPKN dalam rangka meningkatkan mutu
pelaksanaan tugas mengajarnya sehingga dapat memperkecil kemungkinan adanya
kesenjangan antara apa yang diharapkan (kurikulum sebagai dokumen) dengan apa
yang dilaksanakan (kurikulum sebagai proses) dan apayang dicapai siswa (kurikulum
sebagai hasil). Disamping itu kiranya dapat menjadi titik tolak bagi guru untuk
berupaya melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang tidak hanya berisikan
pemberian pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-moral Pancasila (pendidikan
23
politik), melainkan pembinaan nilai-moral dalam bentuk moralita perilaku siswa
sehari-hari di lingkungan sekolah, di dalam maupun di luar kegiatan PBM.
b. kepala sekolah, yaitu untuk turut meningkatkan kepeduliannya terhadap mutu
pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
artinya kiranya tidak hanya berpuas diri dengan tingginya perolehan Nilai Ebtanas
Murai PPKN yang dicapai siswa, melainkan adalah terbinanya perilaku siswa yang
baik dan terciptanya suasana yang penuh diwarnai penerapan nilai-nilai demokratis,
serta terjalinnya komunikasi yang harmonis diantara berbagai pihak di lingkungan
sekolah.
c. peneliti sendiri,. melalui penelaahan secarakonseptual dari berbagai literatur dan
pengalaman di lapangan, serta berbagai saran dan arahan dari pembimbing maupun
nara sumber lain, menempa penulis menjadi lebih kritis dan tanggap- Sehingga pada
akhirnya akan menambah wawasan dan cakrawala berpikir serta kemampuan dalam
memecahkan berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi.
73
BAB HI
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Paradigma Penelitian
1. Metode Penelitian
Studi ini tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis maupun teori
tertentu, melainkan suatu upaya kearah menemukan pemahaman baru mengenai
penelusuran fenomena yang dikaji. Yakni pemahaman baru mengenai penerapan
konsep pendidikan politik dalam mata pengajaran Pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan sebagai pendidikan umum di SMU, khususnya nilai-moral Pancasila
yang ada di dalam pokok bahasan catur wulan pertama kelas satu serta penerapan
nilai-nilai tersebut oleh siswa. Cara kerja dari sudut ini bersifat; subyektifitas ke
obyektifitas, induksi ke deduksi, dan kontruksi ke enumerasi (Le Comte & Goez :
1984). Dalam hal ini, pertama-tama peneliti memperlakukan diri sebagai instrumen
utama {human instrumen), bergerak dari hal yang spesipik, dari tahapan satu ke
tahapan selanjutnya, memadukannya sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan
temuan-temuan penelitian, dan pada akhirnya dibuat kesimpulan- kesimpulaa Dengan
sifatnya yang demikian itu, maka studi ini tergolong kepada penelitian kualitatifnaturalistik.
Alasan digunakannya metode kualitatif dalam pengumpulan data
karena
pertama, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah menyangkut proses
artinya menyangkut kegiatan atau aktivitas guru dalam upaya menerapkan konsep
pendidikan politik sebagai pendidikan nilai-moral Pancasila, mulai persiapan yang
74
dilakukan sampai kepada pelaksanaan di kelas, serta penerapan nilai-nilai tersebut
oleh siswa
Kedua, karena masalah tersebut lebih banyak menyangkut nilai-nilai,
sedangkan nilai merupakan suatu realitas yang abstrak, yang indikatomya dapat
diketahui melalui ucapanataukata-kata, sikap, perilaku, moralita atau tindakan siswa
Untuk itu data yang diperoleh akan lebih mempunyai makna khusus jika disajikan
dalam bentuk data yang informatif agar lebih komunikatif Di samping itu dengan
metode kualitatif akan dapat mendeskripsikan secara luas serta memuat penjelasan
tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat "Dengan data kualitatif
kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab
akibatdalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang
banyakdan bermanfaaf' (Miles dan Huberban, 1982 :1).
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Oleh Lincoln dan Guba
(1987 : 37) bahwa dalam penelitian kualitatif, paradigma yang digunakan adalah
paradigmanaturalistik, di mana kenyataan dipandang sebagai sesuatu yang kompleks.
Studi naturalistik memiliki mekanisme kerja tersendiri, yangmembedakan dengan studi
lainnya Adapun karakteristik yang membedakannya adalah terletak dalam hal :
asumsi-asumsi terhadap realitas (paradigma), peran-peran peneliti, dan mekanisme
kerja yang bersifat fenomenologis dan holistik.
Dalam hal asumsi-asumsi (paradigma), studi naturalistik memandang bahwa
realitas bersifat khas dan holistik. terdapat saling keterkaitan antara satu situasi dengan
situasi lainnya, dan karena itu sesuatu situasi harus dimaknakan secara menyuluruh.
Lincoln dan Guba (1987), mendetail sejumlah asumsi (aksioma) penelitian
75
naturalistik, sehingga membedakannya dengan penelitian lainnya, yakni : (1) hakekat
realistis (the nature of reality), (2) hubungan peneliti - responden (the inquirer respondent relationships), (3) hakekat kebenaran-kebenaran (the nature of truth
statements), (4) sebab-akibat (causality), dan (5) relasi dengan nilai-nilai (relation
to values).
Dengan demikian peran peneliti pun bersifat khas. Dalam tradisi naturalistik,
peran peneliti bukan hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dipolakan
sebelumnya (predifined), melainkan ia diminta untuk mengangkat masalah-masalah
esensial yang ditemui dalam kancah penelitian. Maka tidak heran apabila dalam
sebuah studi naturalistik, peneliti sering harus mengadakan rekonseptualisasi
(memodifikasikan kembali konsep-konsep awal), manalaka ia menemukan hal-hal
yang baru (Le Comte & Goets : 1984). Selain itu dapat juga dikatakan bahwa pada
umumnya metodologi studi naturalistik, dikembangkan setelah peneliti beradadi lokasi
penelitian. Dan instrumen utama penelitian, adalah peneliti sendiri (human
instrumen).
2. Paradigma Penelitian
Bogdan dan Biklen (1982 : 32) mengartikan paradigma, "sebagai kumpulan
dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan
caraberpikir dalam penelitian". Ahmad Sanusi (1994) mengartikan paradigma adalah
"kerangka berpikir yang paling mendasar dalampenelitian".
76
Adapun kerangka pemikiran penelitian "Penerapan Konsep Pendidikan Politik
dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Umum di
SMU" dapat dilihat dari diagram berikut:
GAMBAR 2
PENDIDIKAN UMUM
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
AGAMA
PANCASILA
J PENDIDIKAN
~*|KEWaROANEGARAAN
1
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FN-M/P4
PPBN
PSPB
PKN
PP-HK
PENERAPAN KONSEP PENDIDIKAN POLITIK
DALAM PPKN PADA ASPEK:
- Pemahairaan Guru teuiang Pendidikan Poktik
-Kegiatan Belajar Mengajar PPKN
- Impleiaentasinya dalam Perilaku Siswa diSekolah
OBSERVASI
DESKRIPSI PEMAHAMAN DAN PENERAPAN
PENDIDIKAN POUTIK
iVAWANCARA
DOKUMEHTASa
ANALISIS
dan
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
dan
REKOMENDASI
Paradigma Penelitian Penerapan Konsep Pendidikan Politik dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
77
B. Karakteristik dan Somber Data
1. Karakteristik Data
Dalam studi ini data diartikan sebagai informasi verbal, atribut-atribut, dan
gejela-gejala (fisik dan non fisik) yang dapat memberi pemahaman tentang indikator
yang dicari oleh fokus dan tujuan penelitian. Secara keseluruhan data disebut dengan
"sistem data", yang berupa : pendapat (persepsi), sikap, motif-motif, dan tindakan
(perilaku) manusia (responden), maupun juga 'non human data' seperti seperangkat
peraturan, tatateitib, norma-norma sekolah, dan juga suasana lingkungan sekolah yang
ada hubungannya dengan pendidikan politik dalam pengertian pendidikan nilai-moral.
Dalam kaitan ini Lexy Moleong (1989 : 122), menegaskan bahwa sumber data utama
dalam penelitian kualitatifadalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati.
2. Sumber Data
Sesuai dengan karakteristik yang disebufkan di atas, maka sumber data dapat
berupa sumber primer maupun sumber sekunder. Data Primer adalah data yang
diperoleh secara langsung dari atau melalui informan (responden). Sedangkan yang
menjadi informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah
bidang kesiswaan/Pembina OSIS, guru PPKN, staf non-guru dan siswa Informaninfonnan tersebut ditentukan/dipilih secara selektif(non sampling).
Kecuali itu, terdapat juga data sekunder
yang dijaring melalui studi
dokumentasi, yakni data yang ada dalam dokumentasi sekolah. Data dimaksud antara
78
lain adalah identitas guru, siswa, catatan akademis maupun struktural yang dapat
memberi gambaran tentang penerapan konsep pendidikan politik sebagai pendidikan
nilai-moral di sekolah.
Oleh karena yang dikaji dalam penelitian ini adalah penerapan konsep
pendidikan politik dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas satu,
maka yang menjadi sumber data secara eksplisit adalah guru PPKN kelas satu yaitu
MK dan KS. sertasiswa kelas satuyaitu DFD danDAW.
Alasan dipilihnya guru MKdan KS menjadi sumber dataprimer adalah karena
mereka mempunyai loyalitas dan dedikasi yang tinggi terhadap profesi mengajarnya
Kedua guru ini tergolong rajin dan aktif dalam pembinaan kegiatan siswa di sekolah,
memiliki hubungan komunikasi yang baik dengan siswa dan kebetulan mengajar di
kelas satu. Di samping itu kedua guru ini disenangi juga disenangi para siswanya
karena di dalam membawakan atau menyajikan pelajaran, selalu bersikap antusias,
pamilier, hangat dan terbuka Demikian menurut sejumlah siswayang berhasil ditemui
peneliti, selain dari hasil pengamatan langsung peneliti dalam kegiatan PBM dikelas.
Dipilihnya DFD dan DAW, karena kedua siswa tersebut selalu aktif dalam
pelaksanaan PBM di kelas, mampu mengajukan pertanyaan yang kritis dan sistematis,
serta selalu aktif di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Di samping itu
mereka juga adalah siswa yang memiliki disiplin tinggi dan aktif dalam kegiatankegiatan OSIS.
Sedangkan alasan dipilihnya SMU Negeri I Sumedang sebagai lokasi
penelitian, yaitu karena sekolah ini mempunyai kedisiplinan dan ketertiban yang tinggi,
baik guru-guru maupun para siswa Suasana tersebut sangat terasa mariakalal pertama
79
kali peneliti datang di sekolah ini, dan pada saat itu jam pelajaran sedah berlangsung
sehingga suasana tenang tampak dari luar. Di setiap kelas sedang berlangsung proses
belajar mengajar dan tidak ada seorangpun siswa berkeliaran di luar kelas. Siswa
yang diterima di sekolah ini adalah siswa yang rata-rata memiliki Nilai Ebtanas Murai
yang tinggi, artinya memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan budi pekerti yang baik.
Di sekolah ini nyaris tidak di temukan kenakalan remaja di lingkungan sekolah, para
siswanya tampak berpakaian rapi, suasana lingkungan sekolah yang bersih dan indah,
ditambah sarana yang memadai. Di samping itu sekolah ini juga telah banyak
menghasilkan para iulusannya dengan NEM tertinggi dan masuk di perguruan Tinggi
Negeri, baik melalui PMDK maupun melalui UMPTN.
C. Tehirik Pengnmpulan Data
Dalam penelitian naturalistik, instrumen utama penelitian adalah peneliti
sendiri (human instrumen). Human instrumen ini merupakan ciri khas penelitian
kualitatif-naturalistik (Guba :1978, Nasution : 1985, Miles dan Huberman : 1984).
Istilah peneliti sebagai instrumen memberi pengertian bahwa peneliti meleburkan diri
secara intensif dalam kancah penelitian, tanpa mengambil jarak dengan obyek yang
diteliti.
Penelitian naturalistik sangat berkepentingan dengan dengan 'fenomena-
fenomena yang khas' (tacit knowledge) yang tidak terjamah secara obyektivistikkuantititif (Guba :1978). Fenomena-fenomena itu berkaitan dengan kesadaran, atau
ada dalam pengalaman deontis atau persepsi manusia Untuk memperoleh pengalaman
seperti itu peneliti melibatkan diri secara aktif dan intensif dalam kancah penelitian
80
serta mengadakan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang akan diteliti
(proses emic). Sedangkan instrumen pembantu yang digunakan dalam merekam dan
menghimpun datayang diperlukan, adalah :
1. Observasi
Tehnik ini merupakan pengamatan terhadap objek atau situasi yang diteliti.
Keuntungan utama dari tehnik ini adalah dapat memberikan pengalaman-pengalaman
"saat ini juga" secara mendalam. Proses pengamatan dilakukan melalui dua cara, yaitu
pengamatan langsung (partisipant observation), dan pengamatan tidak langstjag (nonpartisipant observation)
2. Wawancara
Wawancara digunakan terutama untuk memperoleh data yang tidak terjamah
secara visual. Bila tindakan dapat diamati, maka motivasi yang mendorong tindakan
tersdebut tidak sepenuhnya dapat diamati. Jadi wawancara digunakan dalam
menghimpun data non-tindakan atau pra-perilaku. Termasuk data yang dijaring dengan
tehnik wawancara ini antara lain, pendapat, alasan, motif-motif, dan sikap dari
responden/informan,'terhadap sesuatu hal. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara
dengan:
a) Guru PPKN, .untuk memperoleh gambaran pemahaman dan pendapat
guru
tentang pendidikan politik,
dan penerapannya dalam kegiatan belajar
mengajar, yang meliputi persiapan dan pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
81
b) Siswa, untuk memeperoleh informasi tentang Implementasi pendidikan
politik di lingkungan sekolah, sebagai perolehan nilai-moral melalui kegiatan belajar
mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, serta manafaatnya bagi
kehidupan sehari-hari.
cj Kepala dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan/pembina OSIS, untuk
memperoleh data mengenai guru, pola pembinaan pelaksanaan tugas guru maupun
perilaku siswa di lingkungan sekolah.
Dalam pelaksanaannya, didukung oleh alat bantu tape recorder dan catatan
lapangan. Penggunaan kedua alat bantu ini diperlukan, mengingat data yang
dikumpulkan bersifat verbal dan non-verbal serta pertanyaan terbuka S