Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pengawasan oleh Komite Audit T2 932010011 BAB II

dapat menciptakan kepercayaan pemegang saham
kepada perusahaan.

II. TINJAUAN TEORITIS
Perkembangan adanya komite audit dimulai
pada tahun 1939, New York Stock Exchange (NYSE)
mulai mengusulkan agar perusahaan membentuk
komite audit dan hal tersebut didukung penuh oleh
Securites and Exchange Commission (SEC) di tahun
berikutnya. Selanjutnya komite audit menjadi syarat
wajib bagi setiap perusahaan yang listing di NYSE
pada tahun 1978. Kesadaran akan pentingnya
komite audit semakin nyata dengan dikeluarkannya
Sarbanes Oxley Act (SOA) di tahun 2002.
Di Indonesia keberadaan komite audit diatur
dalam berbagai ketentuan dan peraturan, antara
lain :
1. Surat Edaran Bapepam No. SE-03/PM/2000
yang merekomendasikan perusahaan-perusahaan
publik memiliki komite audit.
2. Pedoman Good Corporate Governance oleh Komite

Nasional tentang Kebijakan Corporate Governance
/KNKCG yang menganjurkan semua perusahaan
di Indonesia memiliki komite audit.
3. Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta No. KEP339/BEJ/07-2001 yang mengharuskan semua
perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta
(sekarang Bursa Efek Indonesia) memiliki komite
audit.
4. Surat Keputusan Ketua Bapepam No. Kep29/PM/2004 tentang Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit.
Sesuai lampiran Nomor IX.I.5 Keputusan Ketua
Bapepam
No.
Kep-29/PM/2004
tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit, dijelaskan bahwa emiten atau
perusahaan publik wajib memiliki komite audit dan
pedoman kerja komite audit (audit committee
charter). Dalam peraturan ini juga diatur tentang
3


keanggotaan komite audit yang terdiri dari
sekurang-kurangnya
satu
orang
Komisaris
Independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
anggota lainnya berasal dari luar Emiten atau
perusahaan publik yang bertanggungjawab kepada
Dewan Komisaris. Persyaratan keanggotaan komite
audit, berdasarkan keputusan Ketua Bapepam No.
Kep-29/PM/2004 mensyaratkan anggota komite
audit harus memiliki integritas yang tinggi,
kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang
memadai
sesuai
dengan
latar
belakang
pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan

baik dimana salah seorang dari anggota komite audit
memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau
keuangan. Anggota komite audit juga harus memiliki
pengetahuan yang cukup untuk membaca dan
memahami laporan keuangan serta pengetahuan
yang memadai tentang peraturan perundangan di
bidang pasar modal dan peraturan perundangundangan terkait lainnya.
Keputusan
Ketua
Bapepam
No.
Kep29/PM/2004 juga mensyaratkan anggota komite
audit bukan merupakan orang dalam Kantor
Akuntan Publik, Kantor Konsultan Hukum, atau
pihak lain yang memberi jasa audit, jasa non audit
dan atau jasa konsultasi lain kepada Emiten atau
Perusahaan Publik yang bersangkutan dalam waktu
6 (enam) bulan terakhir sebelum diangkat oleh
Komisaris. Selanjutnya, komite audit bukan orang
yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab

untuk
merencanakan,
memimpin,
atau
mengendalikan kegiatan Emiten atau Perusahaan
Publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir
sebelum diangkat oleh Komisaris, kecuali Komisaris
Independen. Anggota komite audit tidak mempunyai
saham baik langsung maupun tidak langsung pada
Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam hal anggota
komite audit memperoleh saham akibat suatu
peristiwa hukum, maka dalam jangka waktu paling
4

lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham
tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
Jabatan anggota komite audit tidak dimiliki oleh
seseorang yang mempunyai hubungan keluarga
karena perkawinan dan keturunan sampai derajat
kedua, baik secara horizontal maupun vertikal

dengan Komisaris, Direksi, atau pemegang saham
utama Emiten atau Perusahaan Publik, dan atau
hubungan usaha baik langsung maupun tidak
langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha
Emiten atau Perusahaan Publik.
Sesuai lampiran Nomor IX.I.5 Keputusan Ketua
Bapepam
No.
Kep-29/PM/2004
tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit, Komite audit bertugas memberikan
pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan
atau hal – hal yang disampaikan oleh direksi kepada
dewan komisaris, mengidentifikasi hal – hal yang
memerlukan
perhatian
komisaris,
dan
melaksanakan tugas – tugas lain yang berkaitan

dengan tugas dewan komisaris. Adapun tugas
lainnya yaitu melakukan penelaahan atas informasi
keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan
seperti laporan keuangan, proyeksi, dan informasi
keuangan
lainnya.
Komite
audit
melakukan
penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan
serta mengawasi pelaksanaan pemeriksaaan oleh
auditor internal. Tugas komite audit sebagai
pencegah hal – hal yang dapat mengakibatkan
pengaduan yang berkaitan dengan emiten atau
perusahaan dan melaporkan kepada komisaris
berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan
pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi. Komite

audit juga harus menjaga kerahasiaan dokumen,
data dan informasi perusahaan.
5

Anggota komite audit harus memiliki suatu
keseimbangan
ketrampilan
(keahlian)
dan
pengalaman dengan latar belakang usaha yang luas.
Selain itu, anggota komite audit harus independen,
obyektif dan profesional. Yang tidak kalah penting,
adalah komite audit harus pula mempuyai dedikasi
yang tinggi sehingga mereka dapat menjalankan
tugasnya dengan baik. Mengingat fungsi dan
tanggung jawabnya yang cukup berat tersebut, maka
paling sedikit 1 (satu) anggota komite audit harus
mempunyai pengetahuan
yang
baik

tentang
pelaporan keuangan (financial reporting).
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance
(2006), komite audit bertugas membantu dewan
komisaris untuk memastikan bahwa laporan
keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum dan struktur
pengendalian internal perusahaan dilaksanakan
dengan baik. Komite audit juga mengawasi
pelaksanaan audit internal maupun eksternal agar
sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan
menindak lanjuti temuan hasil audit apakah
dilaksanakan oleh manajemen atau tidak. Komite
audit dikatakan berperan efektif bila mereka mampu
menyediakan
laporan
keuangan
yang
dapat
diandalkan (Chtourou et all, 2001), meningkatkan

kualitas dari laporan keuangan (Turley dan Zaman,
2004), dan membatasi manajemen laba (Pamudji
dan Trihartati, 2009). Okoye dan Akenbor (2010)
berpendapat komite audit dikatakan efektif bila
mereka melakukan tugasnya. Pedoman kerja komite
audit berperan penting dalam efektifitas yang
berhubungan dengan power (Chtourou et all, 2001).
Penelitian ini melihat peran komite audit seperti
yang dikemukakan oleh Okoye dan Akenbor (2010),
yaitu apakah komite audit telah melaksanakan tugas
yang telah diberikan oleh dewan komisaris.

6

Terdapat beberapa pendekatan dari Song dan
Windram
(2000)
sebagai
panduan
dalam

mendeskripsikan peran dari komite audit, yaitu :
1. Pendekatan persepsi
Pendekatan ini pertama kali digunakan oleh
Brian Windram dalam pilot study pada 1997 yang
mencoba menyusun index efektifitas komite audit
melalui persepsi dari anggota komite audit, auditor
eksternal dan pihak – pihak terkait lainnya.
Kekurangan dari pendekatan ini adalah lack of
objectiveness. Dalam pendekatan persepsi hasil
penelitian ada kemungkinan bias karena sangat
tergantung dari subjektifitas responden. Persepsi
responden dipengaruhi oleh suka dan tidak suka
pada anggota komite audit tertentu dan tidak
berdasarkan kinerja komite audit yang sebenarnya.
2. Pendekatan karakteristik
Pendekatan ini melihat peran dari karakteristik
komite audit. Anggota komite audit yang memiliki
kriteria – kriteria yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku
dianggap

lebih
berperan
dalam
melaksanakan tugasnya (Okoye dan Akenbor 2010).
Komite audit tidak bisa efektif melaksanakan
tugasnya bila anggotanya bukan orang yang
kompeten. Penelitian Fitriasari (2007) dan Pamudji
dan
Trihartati
(2009)
menemukan
bahwa
karakteristik komite audit di Indonesia belum efektif
dalam
menjalankan
tugas
pengawasannya.
Pendekatan ini sering digunakan sebab kepraktisan
dalam pengumpulan data dan memiliki panduan
yang jelas tertuang dalam peraturan BAPEPAM No
29/PM/2004 tentang Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit.
3. Pendekatan Aktivitas
Pendekatan aktivitas diperkenalkan oleh Menon
and Williams tahun 1994 di US dan Collier and
Gregory tahun 1999 di UK. Pendekatan ini melihat
7

aktivitas komite audit melalui frekuensi pertemuan
komite audit dan durasi pertemuan. Frekuensi dan
durasi pertemuan menjadi indikator komitmen
tanggung jawab komite audit dalam mengawasi
perusahaan. Kurangnya frekuensi pertemuan dapat
mengindikasikan kurangnya komitmen terhadap
pengawasan perusahaan. Frekuensi pertemuan yang
terlalu sering tidak mengindikasikan pengawasan
menjadi efektif. Pertemuan sebaiknya dilakukan
untuk membahas hal penting yang berkaitan dengan
kelemahan pengendalian internal. Kelemahan dari
pendekatan ini adalah kurangnya informasi detail
terhadap apa yang dibahas dalam pertemuan yang
dilakukan oleh komite audit. Dalam laporan yang
dikeluarkan oleh perusahaan seringkali hanya
menampilkan jumlah pertemuan yang diadakan oleh
komite audit.
4. The benchmarking approach
Dengan membandingkan antara tugas yang
diberikan tercantum dalam audit committee charter
dengan tindakan nyata yang dilakukan oleh komite
audit. Kelebihan pendekatan ini dapat mengetahui
secara rinci apakah tugas yang diberikan telah
dilaksanakan oleh komite audit. Pendekatan
benchmark mempunyai kelemahan di dalam sulitnya
menggali informasi apa saja pekerjaan yang telah
dilakukan oleh komite audit dalam bertugas.
Dalam pendekatan aktivitas dan karakteristik
sejauh ini belum dapat membuktikan bahwa komite
audit telah melaksanakan tugasnya. Penelitian yang
dilakukan Fitriasari (2007) dan Pamudji dan
Trihartati (2009) yang menggunakan pendekatan
aktivitas menemukan bahwa frekuensi rapat anggota
komite audit kurang tepat dalam menunjukkan
kinerja dalam mengurangi manajemen laba. Hal ini
dapat berarti komite audit yang belum bekerja atau
8

pendekatan yang digunakan belum tepat untuk
mengetahui kinerja komite audit.

9