STUDI KASUS PENERAPAN PASAL 170 KUHP MENGENAI KEKERASAN DENGAN TENAGA BERSAMA YANG DILAKUKAN OLEH GENG MOTOR DAN ALASAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.38 PK/PID/2009 ATAS TERPIDANA.
ABSTRAK
STUDI KASUS PENERAPAN PASAL 170 KUHP MENGENAI KEKERASAN
DENGAN TENAGA BERSAMA YANG DILAKUKAN OLEH GENG MOTOR
DAN ALASAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NO.38 PK/PID/2009 ATAS TERPIDANA ERWIN TAUPIK
Hakim sebagai pimpinan sidang harus menjalankan persidangan dengan
aturan perundang-undangan yang tepat. Pada kasus Erwin Taupik, majelis
hakim tidak mempertimbangkan seluruh fakta-fakta yang terungkap di
persidangan serta tidak melakukan penerapan hukum secara tepat dan
benar. Sehingga terdapat disparitas putusan hakim yang dijatuhkan terhadap
para pelaku yang didakwa melakukan kekerasan dengan tenaga bersama.
Yaitu Erwin Taupik dipidana selama 7 (tujuh) sedang pelaku lain yaitu Hendra
Dermawan dijatuhkan putusan bebas. Putusan bebas Hendra Dermawan
dijadikan alasan untuk mengajukan Peninjauan Kembali oleh Erwin Taupik.
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menganalisa dan meneliti
studi kasus ini adalah melalui metode yuridis normatif. Yakni penelitian
dengan data utamanya berupa data sekunder yang diperoleh dari studi
kepustakaan dan analisa perundang-undangan.
Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian studi kasus ini menunjukkan
bahwa terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi dalam persidangan
Erwin Taupik. Hal ini bermula dari Jaksa yang memajukan para pelaku ini ke
persidangan secara terpisah. Dalam persidangan Erwin Taupik, hakim tidak
menerapkan aturan sebagai mana mestinya. Antara lain hakim tidak
mempertimbangkan keterangan saksi di persidangan dan memilih untuk
mempertimbangkan BAP saksi meski BAP tersebut telah disangkal oleh
saksi-saksi sebab diambil dalam keadaan yang tidak bebas dan terdapat
tekanan
dari
penyidik.
Hakim
melakukan
kekeliruan
dengan
mempertimbangkan keterangan saksi yang bersumber pada opini atau
rekaan serta mempertimbangkan keterangan saksi yang diperoleh dari
pengakuan orang lain. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 185 KUHAP.
Disparitas putusan yang dijatuhkan memperlihatkan adanya perbedaan
substansial dalam proses persidangan hingga mempengaruhi putusan hakim.
Kekeliruan hakim tersebut memenuhi rumusan pasal 263 ayat (2) huruf c
bahwa suatu aturan yang tidak diterapkan sebagaimana mestinya dan hakim
telah salah melakukan cara mengadili dapat dijadikan dasar diterimanya
Peninjauan Kembali.
iv
STUDI KASUS PENERAPAN PASAL 170 KUHP MENGENAI KEKERASAN
DENGAN TENAGA BERSAMA YANG DILAKUKAN OLEH GENG MOTOR
DAN ALASAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NO.38 PK/PID/2009 ATAS TERPIDANA ERWIN TAUPIK
Hakim sebagai pimpinan sidang harus menjalankan persidangan dengan
aturan perundang-undangan yang tepat. Pada kasus Erwin Taupik, majelis
hakim tidak mempertimbangkan seluruh fakta-fakta yang terungkap di
persidangan serta tidak melakukan penerapan hukum secara tepat dan
benar. Sehingga terdapat disparitas putusan hakim yang dijatuhkan terhadap
para pelaku yang didakwa melakukan kekerasan dengan tenaga bersama.
Yaitu Erwin Taupik dipidana selama 7 (tujuh) sedang pelaku lain yaitu Hendra
Dermawan dijatuhkan putusan bebas. Putusan bebas Hendra Dermawan
dijadikan alasan untuk mengajukan Peninjauan Kembali oleh Erwin Taupik.
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menganalisa dan meneliti
studi kasus ini adalah melalui metode yuridis normatif. Yakni penelitian
dengan data utamanya berupa data sekunder yang diperoleh dari studi
kepustakaan dan analisa perundang-undangan.
Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian studi kasus ini menunjukkan
bahwa terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi dalam persidangan
Erwin Taupik. Hal ini bermula dari Jaksa yang memajukan para pelaku ini ke
persidangan secara terpisah. Dalam persidangan Erwin Taupik, hakim tidak
menerapkan aturan sebagai mana mestinya. Antara lain hakim tidak
mempertimbangkan keterangan saksi di persidangan dan memilih untuk
mempertimbangkan BAP saksi meski BAP tersebut telah disangkal oleh
saksi-saksi sebab diambil dalam keadaan yang tidak bebas dan terdapat
tekanan
dari
penyidik.
Hakim
melakukan
kekeliruan
dengan
mempertimbangkan keterangan saksi yang bersumber pada opini atau
rekaan serta mempertimbangkan keterangan saksi yang diperoleh dari
pengakuan orang lain. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 185 KUHAP.
Disparitas putusan yang dijatuhkan memperlihatkan adanya perbedaan
substansial dalam proses persidangan hingga mempengaruhi putusan hakim.
Kekeliruan hakim tersebut memenuhi rumusan pasal 263 ayat (2) huruf c
bahwa suatu aturan yang tidak diterapkan sebagaimana mestinya dan hakim
telah salah melakukan cara mengadili dapat dijadikan dasar diterimanya
Peninjauan Kembali.
iv