PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG.

(1)

Muhammad ibadurrahman, 2014

No. Daftar FPIPS : 1602/UN.40.2.4/PL/2013

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP

PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi

Oleh

Muhammad Ibadurrahman 0808398

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Muhammad ibadurrahman, 2014

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP

PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

Oleh

Muhammad Ibadurrahman

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Muhammad Ibadurrahman 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Muhammad ibadurrahman, 2014

MUHAMMAD IBADURRAHMAN (0808398)

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :

PEMBIMBING I

Prof. Dr. H. Darsihardjo, M.Si. NIP. 19620921 198603 1 005

PEMBIMBING II

Drs. Jupri, MT NIP. 19600615 198803 1 003

Mengetahui :

Ketua Jurusan Pendidikan Geografi


(4)

Muhammad ibadurrahman, 2014


(5)

iv

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATkAN PARONGPONG

Oleh : Muhammad Ibadurrahman (0808398)

ABSTRAK

Penilitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan perubahan nilai lahan yang signifikan di hampir setengah wilayah Kecamatan Parongpong pada beberapa tahun terakhir. Perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor geografi antara lain faktor lokasi, aksesbilitas, infrastruktur, morfologi dan kegunaan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif, dengan teknik pengumpulan data observasi, interpretasi peta, wawancara, studi literatur, dan studi dokumentasi. Dalam menganalis data digunakan analisis persentase untuk melihat distribusi frekuensi data, kemudian menggunakan rumus Chi Square untuk mengukur terdapat pengaruh atau tidak, dan menggunakan rumus Korelasi Pearson’R untuk mengukur seberapa kuat kepengaruahan atau ketidakpengaruhan.

Hasil analisis data menunjukan bahwa secara keseluruhan nilai lahan di Kecamatan Parongpong mengalami peningkatan mulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2012. Peningkatan paling tinggi terjadi di sebelah Timur yaitu di Desa Cihideung dan Desa Cigugur Girang dengan perubahan rata-rata Rp 1.168.386 (agak cepat). Kemudian disebelah Selatan yaitu di Desa Ciwaruga dan Desa Sariwangi sebesar Rp 760.913 (sedang). Terakhir disebelah Barat dan Utara yaitu Desa Cihanjuang, Cihanjuang Rahayu dan Karyawangi sebesar Rp 613.112 (agak lambat). Faktor-faktor geografi yang mempengaruhi perubahan nilai lahan di Kecamatan Parongpong mulai dari tahun 2000 sampai tahun 2012 antara lain faktor infrastruktur dengan besar pengaruh 0,135, diikuti kegunaan sebesar 0,119, lokasi sebesar 0,111, morfologi dengan rata-rata 0,034 dan terakhir aksesbilitas sebesar 0,025.

Kata Kunci : Lokasi, Aksesbilitas, Infrastruktur, Morfologi, Kegunaan, Nilai Lahan


(6)

V

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSRTAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 11

A. Tanah ... 11

B. Lahan ... 12

C. Penggunaan Lahan di Pedesaan dan Perkotaan ... 14

D. Kepemilikan Lahan di Indonesia ... 15

E. Harga Lahan ... 17


(7)

vi

G. Pembagian Nilai Lahan ... 18

H. Pola Perkembangan Nilai Lahan ... 20

I. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Lahan ... 22

J. Faktor yang Menaikkan dan Menurunkan Nilai Lahan ... 28

K. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III PROSDUR PENELITIAN ... 30

A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian ... 30

1. Lokasi Penelitian ... 30

2. Populasi ... 30

3. Sampel ... 32

B. Metode Penelitian ... 37

C. Variabel Penelitian ... 38

D. Definisi Operasional ... 38

1. Faktor-faktor Geografi ... 39

2. Lahan ... 39

3. Nilai Lahan ... 39

4. Kecamatan Paronpong ... 39

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Observasi ... 40

2. Interpretasi Peta ... 40

3. Wawancara ... 40

4. Studi Literatur ... 41

5. Studi Dokumentasi ... 41

F.

Analisis Data ... 41

1. Teknik Pengolahan Data ... 41


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Kondisi Fisik Kecamatan Parongpong ... 44

1. Letak dan Luas ... 44

2. Iklim ... 46

3. Geologi dan Morfologi ... 47

4. Jenis Tanah ... 53

5. Hidrologi ... 55

6. Penggunaan Lahan ... 56

B. Kondisi Sosial Kecamatan Parongpong ... 59

1. Jumlah Penduduk ... 59

2. Komposisi Penduduk berdasarkan Usia ... 60

3. Komposisi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 61

4. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ... 62

C. Hasil Penelitian ... 63

1. Identitas Responden ... 63

2. Pembahasan ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

LAMPIRAN ... 102


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kota-kota besar di negara sedang berkembang seperti Indonesia memperlihatkan perbedaan perkembangan yang mencolok. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan wilayah kota yang pesat sebagai daerah yang penuh dengan berbagai kegiatan-kegiatan dibandingkan dengan wilayah pedesaan.

Kota yang berkembang pesat akan terlihat dari banyaknya lapangan pekerjaan, tingginya upah tenaga kerja, tersedianya fasilitas umum yang lengkap dan tersedianya berbagai hiburan. Hal-hal tersebut, dapat menjadi daya tarik yang mengakibatkan meningkatnya arus urbanisasi.

Di satu sisi, urbanisasi memberikan dampak positif untuk mengurangi pengangguran. Namun di sisi lain, dampak negatif yang mungkin terjadi adalah peningkatan penduduk, kepadatan lalu lintas, munculnya pemukiman kumuh dan pedagang kaki lima. Menurut Jayadinata dan Pramandika (2006:130), meningkatnya urbanisasi adalah sebagai salah satu penyebab timbulnya masalah di perkotaan.

Pada tahun akhir 2012, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan diperkirakan telah mencapai 54 persen. Jika saat ini penduduk Indonesia sudah lebih dari 240 juta orang, artinya paling sedikit ada 129,6 juta orang yang memadati perkotaan. Kenyataan ini akan membebani kota-kota di Indonesia di masa yang akan datang (http://nasional.kompas.com/read/2012/08/23/21232065/ Hampir.54.Persen.Penduduk.Indonesia.Tinggal.di.Kota).

Kota Bandung contohnya, kedatangan penduduk dari berbagai wilayah pedesaan dalam jumlah ribuan jiwa untuk mengadu nasib, baik sebagai pembantu, pekerja bangungan, pedagang kecil dan sebagainya akan terus terjadi. Fenomena ini menjadi salah satu faktor bertambahnya penduduk di Kota Bandung. Pertambahan jumlah penduduk Kota Bandung dalam tiap dekadenya dapat dilihat pada Tabel 1.1.


(10)

Tabel 1.1

Pertambahan Jumlah Penduduk di Kota Bandung

No Sensus

Penduduk

Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 1980 1.461.407

2 1990 2.058.649

3 2000 2.136.260

4 2010 2.394.873

Sumber : BPS Kota Bandung 2010

Dampak dari pertumbuhan penduduk di kota besar seperti Kota Bandung, ialah akan menjadikan daerah kotanya mengalami perkembangan pula. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Yunus (2008:127), pada pertumbuhannya, suatu kota didominasi oleh konsentarasi kegiatan-kegiatan utama di bagian pusat kota dan dikelilingi oleh daerah permukiman. Kegiatan utama tersebut makin lama makin berkembang ke arah luar dan mendesak daerah permukiman di sekitarnya dan hal itu terjadi terus menerus.

Pesatnya Kota Bandung disinyalir karena terjadinya multifungsi kota. Menurut Bintarto (1989:38) kota dari segi fungsinya tergolong dari kota berfungsi sebagai pusat produksi, pusat perdagangan, pusat pemerintahan, pusat kebudayaan, dan pusat kesahatan. Sedangkan di Kota Bandung memiliki fungsi-fungsi antara lain :

1. Sebagai pusat pemerintahan yaitu ibu kota Provinsi Jawa Barat.

2. Sebagai pusat produksi yaitu di Kawasan Cihampelas, Kawasan Binong Jati, Kawasan Cibaduyut, Kawasan Cigondewah, dan lain-lain.

3. Sebagai pusat kesehatan dengan keberadaannya rumah sakit provinsi dan terdapat pula banyak rumah sakit swasta.

4. Sebagai kota pariwisata, dengan terdapatanya banyak objek-objek wisata, terutama di Kawasan Bandung Utara dan Selatan seperti di Lembang dan Ciwidey.


(11)

3

5. Sebagai pusat budaya dan pusat perdagangan.

Kondisi seperti ini, akan berpengaruh kepada perkembangan daerah pinggiran yang diakibatkan pesatnya pertumbuhan penduduk di Kota Bandung.

Perkembangan Kota Bandung berdampak ke semua wilayah di sekelilingnya. Di sebelah Utara Kota Bandung mencakup Kecamatan Parongpong dan Kecamatan Lembang (Kabupaten Bandung Barat), di sebelah Timur mencakup Kecamatan Jatinangor (Kabupaten Sumedang), di sebelah Selatan mencakup Kecamatan Baleendah, dan sebelah Barat mencakup Kota Cimahi, yang saat ini telah menjadi kota tersendiri. Kota Cimahi pun diperkirakan berkembang seperti saat ini akibat pertumbuhan Kota Bandung yang pesat.

Daerah pinggiran akan mengalami perubahan yang signifikan, awalnya masih bersifat pedesaan namun dalam beberapa dekade setelahnya berubah seperti perkotaan. Perubahan yang terjadi di daerah pinggiran kota nampak dari kondisi fisik maupun sosialnya. Daerah pinggiran berkembang terlihat dari adanya alih fungsi lahan yang terjadi besar-besaran. Mengingat bahwa penduduk di kota membutuhkan tempat tinggal, maka para pengembang dan investor banyak yang tertarik berbisnis properti yaitu lahan di daerah pinggiran tersebut. Lahan yang pada awalnya bentuk pertanian akan diganti menjadi sektor-sektor non-pertanian, khususnya permukiman.

Daerah pinggiran kota biasa dijadikan tempat permukiman para penduduk yang bekerja di inti kota. Selain karena lahan di inti kota yang sudah penuh, alasan penduduk tinggal di daerah pinggiran kota, juga karena lahan di inti kota begitu mahal, dan akan rugi apa bila lahan di inti kota hanya dijadikan tempat tinggal saja, sehingga daerah pinggiran lah yang efektif untuk ditinggali oleh para penduduk yang kerja ke inti kota. Perubahan infrastruktur lainnya pun nampak terlihat dari terbangunnya seperti pusat pelayanan pendidikan, kesehatan, perdagangan.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat pun turut berubah, terutama jenis mata pencaharian penduduk. Penduduk yang awalnya sebagai petani setelah lahan pertanian mereka tidak ada atau dijual, mereka akan mengganti mata pencahariannya, ke non-pertanain guna memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya.


(12)

Wilayah-wilayah pinggiran Kota Bandung, cenderung menjadi pilihan pekerja-pekerja di Kota Bandung, sebagai tempat tinggal mereka. Seperti di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, daerah ini mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Pada Tabel 1.2 merupakan pertambahan jumlah penduduk di Kecamatan Parongpong. Pertumbuhan penduduk di wilayah ini merupakan tuntutan yang perlu disiapkan untuk memfasilitasi kehidupan penduduk tersebut.

Tabel 1.2

Pertambahan Jumlah Penduduk di Kecamatan Parongpong

No Tahun Jumlah

Penduduk (Jiwa)

1 2008 89.381

2 2009 90.678

3 2010 96.250

4 2011 100.524

Sumber : BPS Kabupaten Bandung Barat 2011

Wilayah Parongpong, menjadi pilihan yang cukup favorit, karena perkembangan penduduk di daerah ini diikuti oleh perkembangan-perkembangan lainnya, seperti dibukanya akses jalan tol Cipularang, yang dapat menghubungkan dengan DKI Jakarta dan Kota Bandung. Kemudian terdapat perekembangan Pusat Pendidikan di sekitar kecamatan ini yaitu Politeknik Bandung, Politeknik POS, Universitas Pendidikan Indonesia, dan pusat-pusat pelayanan pendidikan lainnya. Terdapat juga fasilitas perumahan yang disediakan para pengembang, seperti Perumahan Sentra Duta, Pondok Hijau, Sariwangi, dan berapa perumhan lainnya.

Dearah ini menarik untuk di teliti mengingat perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat. Hal tersebut akan menimbulkan masalah yang begitu cepat pula. Sehingga penanganannya pun harus di atasi sedini mungkin. Fenomena dari perkembangan daerah pinggiran dapat dilihat dari adanya alih fungsi (konversi)


(13)

5

lahan umumnya dari kawasan pertanian ke non-pertanian yang terjadi secara besar-besaran.

Tanpa adanya peraturan yang tegas, alih fungsi ini dengan berbagai dampak negatifnya akan terjadi. Di Kawasan Bandung Utara (KBU) sebetulnya direncanakan dalam Perda Jabar No. 2/2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), KBU termasuk dalam kawasan lindung. Kebijakan ini, tentunya harus diperhatikan dengan baik dan mesti dilakukan penegasan-penegasan di lapangan, mengingat daerah pinggiran ini akan terancam oleh perkembangan Kota Bandung, salah satunya yaitu pendatang yang mencari lahan untuk dijadikan tempat tinggal. Bila ketegasan tersebut tidak ada, maka dampak perekembangan Kota Bandung dan bahkan Kota Cimahi akan menjadikan Kawasan Bandung Utara dipenuhi sedikit demi sedikit oleh permukiman. Bila hal ini terjadi, resapan air akan berkurang dan salah satu dampaknya yaitu menimbulkan banjir (run off ) di wilayah Cekungan Bandung saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.

Selain itu, dampak sosial yang terjadi adalah melonjaknya nilai lahan. Kecamatan Parongpong sebagai daerah pinggiran Kota Bandung dan Cimahi, dengan segala kemudahan dalam segi aksesibilatasnya dan posisinya yang sangat strategis menjadikan nilai lahan di sana menjadi tinggi. Banyak orang yang berminat tinggal disana dengan banyaknya pengembang yang aktif.

Rata-rata harga lahan di Kecamatan Prongpong adalah berkisar Rp.137.358,- per meter pada Tahun 2003. Sedangkan pada Tahun 2011 sudah meningkat 273 %, yaitu berkisar Rp.375.433,- per meter. (Sumber: Data NJOP Kecamatan Parongpong, KPP Pratama Cimahi Tahun 2011). Perubahan harga lahan di Kecamatan Parongpong di atas, merupakan harga lahan yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ini versi Ditjen Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan mengenai harga lahan, pada kenyataannya berbasis harga pasar dan transaksi jual beli. Pada umumnya, tidak akan jauh berbeda.

Tingginya harga lahan di Kecamatan Parongpong, menjadikan kebanyakan para pemilik lahan, untuk menjual lahannya. Sementara para pekerja di Kota Bandung yang memiliki pendapatan tinggi, bersaing untuk membeli lahan di sana.


(14)

Kondisi seperti ini dapat diasumsikan bahwa di daerah yang tanahnya mahal, akan dimiliki oleh orang-orang yang berpendapatan tinggi. Sedangkan di daerah yang tanahnya murah, diasumsikan dimiliki oleh orang-orang yang berpendapatan lebih rendah. Hal ini, dapat saja menimbulkan berbagai dampak negatif berikutnya.

Seperti yang dikemukakan oleh Yunus (2008:85), bahwa makin banyak komplek permukiman baru yang berkategori sangat mewah sampai lux di daerah pinggiran kota terkadang menimbulkan kecemberuan sosial. Selain itu, mengakibatkan terdapatnya lingkungan kumuh di beberapa tempat, ketidaksiapan dalam perubahan mata pencaharian bagi para petani yang belum siap berubah serta kemacetan di ruas-ruas jalan di sekitar Kecamatan Parongpong mengingat lokasinya yang strategis untuk dilalaui oleh para mobilisan yang bekerja di Kota Bandung dan Cimahi.

Dampak-dampak di atas, harus cepat ditangani, mengingat perkembangan Kecamatan Parongpong sebagai daerah pinggiran begitu pesat. Penelitian ini, mencoba menggali penyebab perubahan-perubahan di Kecamatan Parongpong itu terjadi, khususnya mengenai perubahan nilai lahan yang begitu melonjak naik.

Dengan mengetahui penyebab perubahan-perubahan harga lahan, setidaknya kita akan dapat mengidentifikasi alasan mengapa suatu daerah berkembang begitu pesat seperti di Kecamatan Parongpong, dan begitu pun sebaliknya, dapat mengidentifikasi penyebab suatu dearah yang tidak terlalu pesat. Dengan didapatkannya hasil penelitian ini, mudah-mudahan dapat menjadi pertimbangan untuk memajukan daerah yang kurang pesat guna memeratakan perkembangan daerah.

Namun bila masalah ini dibiarkan maka perubahan-perubahan yang terjadi di Kecamatan Paronngpong akan terus berubah cepat tak terkendali. Kemungkinan akan terjadi pembangunan-pembangunan yang kebablasan. Seperti yang telah dicontohkan sebelumnya, bahwa Kecamatan Parongpong termasuk kawasan resapan air untuk daerah Cekungan Bandung. Bila pembangunan ini terus terjadi atau dengan kata lain terjadi transaksi-transaksi jual beli lahan yang tidak terarah, kemudian terjadi alih fungsi lahan dari pertanian ke non-pertanian,


(15)

7

maka akan berkonsekuensi pada perubahan tatanan eknomi dan ekologi wilayah tersebut.

Sebelum kondisinya semakin parah, maka masalah ini perlu diatasi sedini mungkin. Pertumbuhan di daerah pinggiran kota, memang sulit dihindari. Namun, khususnya di Kecamatan Parongpong, mau tidak mau, pertumbuhan itu harus berbasis lingkungan dan tidak melanggar aturan-aturan perda yang telah ditetapkan sebagai wilayah resapan air.

Dengan mengidentifikasi penyebab kenaikan nilai lahan yang terjadi, mudah-mudahan dapat menjadi salah satu instrumen untuk mengatasi pembangunan yang dikhawatirkan tidak terarah.

Untuk mengidentifikasi hal tersebut, ilmu geografi memiliki peranan yang cukup penting. Dengan pendekatan keruangan yang dimiliki ilmu geografi, maka perubahan nilai lahan yang terjadi akan dilihat dari berbagai aspek yang terdapat di dalam ruang daerah tersebut. Seperti mengkaji dari segi fisiknya dan juga dari kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terlibat dalam ruang itu, serta perubahan infrastruktur yang terjadi.

Dalam penelitian ini pula, mencoba akan diidentifikasi daerah-daerah yang berada di Kecamatan Parongpong yang mengalami kenaikan yang nilai lahan yang dan juga yang cenderung kurang pesat. Kemudain akan mengidentifikasi penyebabnya dari sudut pandang geografi mengenai hal tersebut.

Diharapkan pula, setelah teridentifikasi penyebab atau faktor yang tersebut, akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di Kecamatan Parongpong khususnya, seperti untuk pemeratakan daerah di Kecamatan Parongpong ini agar tidak terjadi kesenjangan dalam berbagai hal, dan juga dapat memanfaatkan lahan dengan optimal yang terus memperhatikan lingkungan.

Dengan latar belakang di atas, maka penilitian ini mencoba membahas perubahan nilai lahan di Kecamatan Parongpong beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga, judul dari penelitian ini adalah “PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG”.


(16)

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, di Kecamatan Parongpong terlihat mengalami beberapa masalah-masalah yang terjadi. Di beberapa desa contohnya, terdapat perbedaan perubahan nilai lahan yang berbeda, ada yang melonjak pesat dan ada yang tidak terlalu pesat. Faktor yang menyebabkan kondisi seperti itu pun perlu dikaji, guna melihat faktor apa saja yang berpengaruh dalam perubahan nilai lahan tersebut. Geografi merupakan ilmu yang tepat untuk mengkaji fenomena yang terjadi bumi, termasuk perubahan nilai lahan di Kecamatan Parongpong.

Berdasarkan uraian masalah-masalah di atas, penulis mencoba merumuskan masalah yang dikemukakan sebelumnya yang berkenaan dengan perubahan nilai lahan. Untuk rumusan masalah tersebut penulis membuat batasan masalah dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perkembangan nilai lahan aktual di Kecamatan Parongpong dari tahun 2000 sampai 2012?

2. Faktor-faktor geografi apa saja yang menyebabkan perubahan nilai lahan di Kecamatan Parongpong dari tahun 2000 sampai 2012?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mencapai hasil yang optimal dari suatu penelitian terlebih dahulu dirumuskan tujuan yang terarah. Untuk maksud tersebut penulis mencoba merumuskan tujuan dari penelitian ini di antaranya :

1. Mengidentifikasi perkembangan nilai lahan aktual di Kecamatan Parongpong dari tahun 2000 sampai 2012,

2. Menganalisis faktor-faktor geografi yang menyebabkan perubahan nilai lahan di Kecamatan Parongpong dari tahun 2000 sampai 2012.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dapat dirumuskan manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


(17)

9

1. Sebagai kontribusi dalam pengembangan penelitian khususnya mengenai faktor-faktor geografi yang mempengarui perubahan harga lahan yang terjadi antara tahun 2000 sampai dengan 2012 di Kecamatan Parongpong.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan Tataruang di Kecamatan Parongpong, mengingat tataruang di daerah ini perlu diperhatikan sebagai resapan air bagi cekungan bandung. Bila diabaikan begitu saja, seperti pembangunan yang tidak terarah, mungkin saja akan mengalami berbagai dampak negatif, seperti banjir yang melanda Cekungan Kota Bandung.

3. Sebagai bentuk kontribusi dalam memberi pencarahan pengalaman hidup kepada masyarakat, dengan memberikan gambaran dan aksi mengenai penyebab-penyebab fenomena perubahan harga lahan yang melonjak tinggi di Kecamatan Parongpong.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Dalam penyusunan Skripsi ini, dikerangkai oleh struktur organisasi sebagai berikut :

1. BAB I Pendahuluan a. Latar Belakang Penelitian

b. Identifikasi dan Perumusan Masalah c. Tujuan Penelitian

d. Manfaat Penelitian

e. Struktur Organisasi Skripsi

2. BAB II Kajian Pustaka a. Tanah

b. Lahan

c. Penggunaan Lahan di Pedesaan dan Perkotaan d. Kepemilikan Lahan di Indonesia

e. Harga Lahan f. Nilai Lahan


(18)

g. Pembagian Nilai Lahan

h. Pola Perkembangan Nilai Lahan

i. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Lahan

j. Faktor yang Menaikkan dan Menurunkan Nilai Lahan k. Hipotesis Penelitian

3. BAB III Prosedur Penelitian

a. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian b. Metode Penelitian

c. Variabel Penelitian d. Definisi Operasional e. Teknik Pengumpulan Data f. Analisis Data

4. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Kondisi Fisik Daerah Penelitian

b. Kondisi Sosial Daerah Penelitian c. Hasil Penelitian

d. Pembahasan

5. BAB V Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan


(19)

31

30 BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada cakupan wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Parongpong. Kecamatan Parongpong merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung Barat dan termasuk Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, Kecamatan Parongpong terletak pada 107033’ 36’’ LS – 1070 37’ 12’’ LS dan 060 43’ 12’’ BT – 060 52’ 48’’ BT. Parongpong merupakan daerah pegunungan dengan luas wilayah 4.012,4 ha. Batas wilayah kecamatan Parongpong adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Subang.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cimahi Utara-Kota Cimahi. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bandung

Barat.

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lembang-Kabupaten Bandung Barat.

2. Populasi

Populasi dan sampel dalam penelitian merupakan sumber data. Artinya, karakteristik dari sekelompok subjek, gejala, atau objek. Karaktersitik tersebut dijaring melalui instrumen yang dipilih dan dipersiapkan oleh peneliti. Populasi tidak terbatas luasnya, bahkan ada yang tidak dapat dihitung besarnya sehingga tak mungkin bisa diteliti. Oleh karena itu dipilih sebagian saja, asal memiliki karakteristik yang sama dengan populasinya. Proses penarikan sebagian subjek, gejala atau objek yang ada pada populasi disebut sampel.

Menurut Tika (2005: 24) menyatakan bahwa: “Populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas”. Sedangkan dalam Arikunto (2006: 130), dikatakan bahwa: “Keseluruhan subjek penelitian”.


(20)

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi wilayah dan populasi manusia. Populasi wilayah adalah seluruh wilayah Kecamatan Parongpong yang terdiri dari tujuh desa. Untuk lebih jelasnya terdapat pada Tabel 3.1. Sedangkan Populasi manusia adalah penduduk Kecamatan Parongpong yang ada di tujuh desa. Untuk lebih jelasnya, terdapat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.1

Luas Wilayah Kecamatan Parongpong

No Desa Luas Wilayah (Ha)

1 Ciwaruga 286,3

2 Cihanjuang Rahayu 469,3

3 Cihanjuang 418,0

4 Karyawangi 1.737,7

5 Sariwangi 244,3

6 Cigugur Girang 411,5

7 Cihideung 445,4

Jumlah 4.012,5

Sumber : Kecamatan Parongpong Dalam Angka 2011

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Kecamatan Parongpong

No Desa Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Ciwaruga 16.818

2 Cihanjuang Rahayu 10.382

3 Cihanjuang 17.119

4 Karyawangi 8.441

5 Sariwangi 16.361

6 Cigugur Girang 13.850

7 Cihideung 14.753

Jumlah 97.724


(21)

32

3. Sampel

Menurut Sumaatmadja (1988:112) mengungkapkan bahwa: “Sampel merupakan bagian dari populasi (cuplikan, contoh) yang mewakili populasi yang bersangkutan”.

Sampel yang diambil pada penelitan ini terdiri dari atas dua sampel, yaitu sampel wilayah dan sampel manusia.

a. Sampel Wilayah

Sampel wilayah dalam penelitian ini adalah desa-desa yang mewakali karakteristik wilayah Kecamatan Parongpong. Karakteristik yang digunakan dalam penentuan sampel wilayah ini adalah dengan mengasumsikan terdapat desa yang mengalami perubahan harga lahan yang tinggi, sedang, dan rendah. Adapun pada Tabel 3.3 adalah tabel perubahan nilai lahan di Kecamatan Parongpong.

Dari ketujuh desa yang berada pada Tabel 3.3, dipilih tiga desa yang mewakili karakteristik tinggi atau rendahnya perubahan nilai lahan yang terjadi. Desa Ciwaruga merupakan desa yang termasuk kelas tertinggi dalam perubahan nilai lahannya. Kemudian Cihideung mewakili dari kelas yang sedang. Terakhir Desa Cihanjuang mewakili desa terendah. Ketiga desa tersbut adalah seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 3.3

Nilai Lahan di Kecamtan Parongpong pada Tahun 2003 dan 2011

No Desa Tahun 2003

(Rp/meter)

Tahun 2011 (Rp/meter)

1 Ciwaruga 251.053 794.929

2 Cihanjuang Rahayu 91.313 200.704

3 Cihanjuang 85.762 216.529

4 Karyawangi 117.336 248.898

5 Sariwangi 192.444 615.084

6 Cigugur Girang 123.342 289.654

7 Cihideung 100.256 262.234

Rata-rata 137.358 357.433


(22)

Kemudian ketiga desa tersebut diklaster kembali dengan karakteristik aksesibilitasnya. Sehingga ada klaster tinggi, sedang dan rendah. Klaster-klaster tersebut merupakan pengelompokan wilayah-wilayah Rukun Warga (RW) sesuai dengan pengklasteran tadi. Sehingga sampel wilayah ini adalah RW-RW yang mewakili pengelompokan tersebut. Tabel 3.5 merupakan pengelompokan RW-RW sesuai dengan tingkat aksesibilitasnya.

Tabel 3.4

Sampel Wilayah Penelitian

No Desa Perubahan harga Lahan Tahun

2003-2011 (Rp/meter)

1 Ciwaruga 543.876

2 Cihideung 161.978

3 Cihanjuang 130.767

Sumber : Data NJOP Kecamatan Parongpong, KPP Pratama Cimahi Tahun 2011 Tabel 3.5

Pengelompokan RW-RW Berdasarkan Aksesibilitas

Desa Kelas RW-RW di Desa Ciwaruga, Cihideung dan Cihanjuang

Ciwaruga Tinggi 1 2 3 4 5 6 8 11

Sedang 7 10 13 15 16 18

Rendah 12 14 17 19

Cihideung Tinggi 10 13 14 15

Sedang 1 7 8 9 11

Rendah 2 3 4 5 6 12 16 17

Cihanjuang Tinggi 1 2 3 10

Sedang 4 5 8 12

Rendah 6 7 9

b. Sampel Manusia

Sampel manusia dalam penelitian ini adalah penduduk yang dijadikan responden yang tinggal di RW-RW yang dikelompokan berdasarkan klaster-klaster tersebut. Tentang besarnya jumah sampel yang harus diambil dari populasi tidak ada aturan tertentu yang pasti. Keabsahan sampel terlatak pada sifat dan karakteristik yang mendekati populasi, bukan besar atau banyaknya.


(23)

34


(24)

Menurut Arikunto (2006:134) mengatakan bahwa: “Banyaknya sampel tergantung pada : (1) kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana, (2) sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data, (3) besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti”.

Berdasarkan batasan tersebut, maka dalam penelitian ini ditentukan sampelnya yaitu penduduk yang terdapat di dalam RW-RW yang dijumpai saat pengamatan atau pencarian data. Untuk penentuan jumlah sampel penulis berpedoman kepada pendapat Tika (2005: 33) yang berpendapat bahwa : “Sampai saat ini belum ada ketentuan yang jelas tentang batas minimal besarnya sampel yang dapat diambil dan dapat mewakili suatu populasi yang akan diteliti. Namun, dalam teori sampling dikatakan bahwa sampel yang terkecil dan dapat mewakili distribusi normal adalah 30.

Jumlah sampel penduduk diperoleh dengan menggunakan formula dari Dixon dan B.Leach (Tika, 1997: 35), sebagai berikut :

 Menentukan persentase karakteristik (P)

 Menentukan Variabilitas (V)  Menentukan Jumlah Sampel

Keterangan : n = Jumlah Sampel

Z = Convidence level atau tingkat kepercayaan 95% dilihat dalam tabel z hasilnya (1,96)

V = Variabel yang diperoleh dengan rumus di atas C = Convidencelimit atau batas kepercayaan (10)


(25)

36

= 21,93% dibulatkan menjadi 22%

dibulatkan menjadi 66

= 65,81 dibulatkan menjadi 66

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara teknik sampel acak (random sampling), yaitu cara pengambilan sampel tempat dengan secara acak atau bebas. Populasi manusia yang ada di tiap daerah langsung ditarik dari wilayah-wilayah yang sudah dijadikan sampel wilayah.

Sampel manusia/penduduk yang diambil sebagai responden dalam penelitian ini adalah penduduk yang bertempat tinggal di daerah penelitian yaitu di Desa Ciwaruga, Cihideung dan Cihanjuang, Kecamatan Parongpong. Responden diambil secara aksidental. Menurut Sugiono dalam Hardiana (2009:42), mengatakan bahwa: Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasrkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu


(26)

dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai seumber data”.

Untuk mengambil jumlah sampel dari masing-masing wilayah dihitung dari jumlah kepala keluarga di wilayah tersebut dibagi dengan jumlah kepala keluarga seluruhnya.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam menggunakan data penelitiannya. Atau metode adalah cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa atau penelitian dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode yang mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungannya antara fenomena yang ada di daerah penelitiannya.

Adapun metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Metode survey ini dimaksudkan untuk pengamatan lansung di lapangan dalam rangka untuk lebih memahami kondisi setempat serta pengumpulan berbagai data yang berhubungan dengan kondisi suatu bidang tanah. Merode survey merupakan metode untuk memperoleh data yang ada pada saat penelitian dilakukan, data dikumpulkan melalui beberapa teknik, seperti wawancara dan pengamatan atau observasi.

Metode survey ini dapat berupa survey deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antar suatu gejala atau lebih. Penelitian deskriptif seperti ini menggunakan metode survey, sedangkan teknik pengambilan data yang digunakan adalah studi dokumentasi dan wawancara.

Ada beberapa keuntungan metode survey yang lebih lanjut dikemukakan oleh (Tika, 1997 : 9) berikut :


(27)

38

a) Dilibatkan oleh banyak orang untuk mencapai generalisasi atau kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.

b) Dapat menggunakan berbagai teknik pengumpulan data.

c) Sering tampil masalah – masalah yang sebelumnya tidak diketahui. d) Dapat dibenarkan atau mewakili teori tertentu.

e) Biaya lebih rendah kerena waktunya lebih singkat.

Pelaksanaan metode survei biasanya, menggunakan beberapa instrument baik untuk meneliti aspek fisik maupun aspek social dalam penelitian. Untuk penelitian aspek fisik instrument yang digunakan adalah berupa format observasi, sedangkan untuk meneliti aspek social biasanya menggunakan instrument berupa angket maupun format wawancara.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent), dan variabel terkati (dependent). Adapun yang menjadi variabel ini adalah seperti pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Variabel Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor Geografi : - Lokasi - Aksesibilitas - Infrastruktur - Morfologi

- Kegunaan

Perubahan Nilai Lahan

D. Definisi Operasional

Dari variabel-variabel penelitian tersebut, akan dijelaskan mengenai definisi opreasional variabel-variabel tersebut.


(28)

1. Faktor-Faktor Geografi

Ilmu geografi dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis sebuah fenomena. Dengan menggunakan konsep-konsep yang dimiliki geografi, dapat meneliti fenomena perubahan lahan di Kecamatan Parongpong.

Konsep-konsep Geografi menurut hasil seminar lokakarya di Semarang antara lain yaitu: Lokasi, Jarak, Keterjangkauan, Pola, Morfologi, Aglomerasi, Keterkaitan Keruangan, Diferensiasi areal, Interaksi/Interpedensi dan Kegunaan.

Faktor-faktor geografi yang akan diteliti dalam penelitian ini antara lain adalah faktor lokasi, aksesibilitas, infrastruktur, morfologi, dan kegunaan. Penampilan dalam bentuk peta pada penelitian ini pun akan memperlihatkan konsep pola spasial di Kecamatan Parongpong ini, khususnya mengenai perubahan nilai lahan.

2. Lahan

Menurut FAO dalam Arsyad (1989:207) lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk didalamnya hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti tersalinisasi. Dengan demikian maka lahan mengandung makna yang lebih luas dari tanah atau topografi, dan lahan ini yang akan dibahas dalam penelitian ini. 3. Nilai Lahan

Menurut Riza dalam Aryani (2009:8), nilai lahan adalah suatu penilaian atas lahan didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonominya. Sedangkan harga lahan adalah penilaian lahan atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam suatu uang untuk suatu satuan luas pada pasaran lahan. Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai harga lahan, dimana harga lahan merupakan perwujudan dari nilai lahan itu sendiri.

4. Kecamatan Parongpong

Adapun Kecamatan Parongpong merupakan wilayah yang dijadikan daerah fokus penelitian ini. Kecamatan Parongpong saat ini termasuk dalam wilayah


(29)

40

Kabapaten Bandung Barat yang pemekaran masih bergabung dengan Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung Barat merupakan Kabupaten baru yang terbentuk pada tahun 2007 sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat.

Saat ini, Kecamatan Parongpong memiliki tujuh desa, yaitu Desa Cihanjuang, Cihanjuang Rahayu, Karyawangi, Sariwangi, Cihideung, Cigugurgirang, dan Ciwaruga.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan aktual dalam penelitian, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik tentang fenomena-fenomena yang akan diteliti. Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mencari data morfologi, aksesibilitas, lokasi, dan Infrastruktur di di Kecamatan Parongpong.

2. Interpretasi Peta

Dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai kondisi kokasi penelitian sekaligus dijadikan sebagai analisis permasalahan-permasalahan yang timbul. Peta yang digunakan adalah peta rupa bumi maupun peta-peta tematik yang digunakan untuk memperoleh data masukan. Data yang diperoleh dari interpretasi peta adalah penggunaan lahan, administratif, serta letak dan luas lahan di Kecamatan Parongpong.

3. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dengan menggunakan pedoman wawancara yang diberikan kepada responden. Teknik wawancara ini dilakukan dengan cara peneliti datang langsung ke lapangan, kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat pada pedoman wawancara kepada penduduk yang dijadikan sampel responden, sehingga menghasilkan data yang dibutuhkan seperti


(30)

untuk mengetahui data nilai lahan di daerah penelitian dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2012, dan juga mengenai data faktor infrastuktur dan kegunaan. 4. Studi Literatur

Melalui teknik ini diperoleh konsep-konsep yang relevan dengan masalah penelitian yang dikumpulkan dari berbagai literatur, yaitu dengan cara mengkaji literatur baik berupa buku-buku ataupun artikel-artikel yang berhubungan dengan masalah penelitian. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data-data nilai lahan di Kecamatan Parongpong dan faktor kegunaan.

5. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan dan membaca dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian seperti surat kabar, majalah, buku, instansi terkait, dan lain-lain. Teknik ini digunakan untuk memperoleh perkembangan-perkembangan yang up to date mengenai kondisi yang berkaitan dengan kajian penelitian.

F. Analisis Data

1. Teknik Penolahan Data a. Editing data

Editing data adalah pengecekan data-data yang telah dikumpulkan agar data-data yang diolah lebih lanjut adalah data-data yang cukup baik dan relevan dengan tujuan penelitian.

b. Coding dan ferekuensi

Coding adalah usaha pengklasifikasian jawaban dari para responden menurut macamnya. Dalam melakukan coding, jawaban responden diklasifikasikan dengan memberikan kode tertentu berupa angka. Setelah coding dilaksanakan, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menghitung frekuensi.

c. Tabulasi Data

Tabulasi data adalah data yang sudah terkumpul kemudian ditabulasi dengan menguraikan, yang selanjutnya mengelompokan dari tiap-tiap butir seluruh pertanyaan yang ada pada angket isian dan pedoman wawancara


(31)

42

responden. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kode dari tiap-tiap item instrumen pengumpulan data yang selanjutnya dimasukan kedalam bentuk data.

2. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data-data yang terkumpul yang kemudian telah diolah, maka dilakukan beberapa teknik analisis data adalah Analisa Kuantitatif, yaitu mengolah dan mengiterpretasikan data verbal yang bersifat kuantitatif. Adapun jenis prosedur statistik yang digunakan adalah analisis persentase dan multipel regresi.

a. Perhitungan Presentase

Perhitungan persentase menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

P = persentase Jawaban f = frekuensi jawaban n = jumlah responden

Untuk memudahkan analisis, maka dapat digunakan kategori berikut untuk menafsirkan hasil penelitian.

0 % = tak seorangpum 1% - 24% = sebagian kecil

25% - 49% = hampir setengahnya 50% = setengahnya

51% - 74% = sebagian besar 75% - 99% = hampir seluruhnya 100% = seluruhnya

b. Perhitungan Chi Squre

Perhitungan Chi Square dapat digunakan untuk memeriksa ketidak-tergantungan dan homogenitas. Dalam penelitian ini, analisis Chi Square


(32)

digunakan untuk memeriksa ketergantungan maupun ketidak-tergantungan antar variabel, sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya yaitu mengidentifikasi pengaruh beberapa faktor geografi terhadap perubahan nilai lahan. Sulaiman (2003:112) menyebutkan bahwa “apabila antara kedua variabel tidak ada pertalian, maka kita mengatakan keduanya bebas (tidak saling mempengaruhi).”

Analisis chi-square dilakukan menggunakan software SPSS dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut :

1. Jika diperoleh hasil chi-square hitung < chi square tabel atau jika Asymp. Sig > taraf nyata (α), kedua variabel tersebut dinyatakan independen atau bebas, yang artinya tidak ada pengaruh antar kedua variabel tersebut.

2. Jika diperoleh hasil chi-square hitung > chi-square tabel atau jika Asymp. Sig < taraf nyata (α), maka kedua variabel tersebut dinyatakan dependen yang artinya ada pengaruh antara kedua variabel tersebut.

c. Perhitungan Korelasi Pearson’s R

Perhitungan korelasi Pearson’s R dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antar variabel penelitian dengan bentuk data interval. Dalam penelitian ini, analisis korelasi Pearson’s R digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh dari variabel bebas (beberapa faktor geografi) terhadap variabel terikat (perubahan nilai lahan).

Analisis korelasi Pearson’s R dilakukan menggunakan software SPSS 16.0 dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut :

1. Jika Approx. Sig di bawah 0,5 artinya ada/tidak ada pengaruh antara kedua variabel dianggap lemah.

2. Jika Approx. Sig di atas 0,5 artinya ada/tidak ada pengaruh antara kedua variabel dianggap kuat.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Bedasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan nilai lahan di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan. Peningkatan paling tinggi terjadi di sebelah Timur yaitu di Desa Cihideung dan Desa Cigugur Girang dengan perubahan rata-rata Rp 1.168.386 (agak cepat). Kemudian disebelah Selatan yaitu di Desa Ciwaruga dan Desa Sariwangi sebesar Rp 760.913 (sedang). Dan terakhir disebelah Barat dan Utara yaitu Desa Cihanjuang, Cihanjuang Rahayu dan Karyawangi sebesar Rp 613.112 (agak lambat).

2. Faktor-faktor geografi yang mempengaruhi perubahan nilai lahan di Kecamatan Parongpong Bandung Barat adalah Lokasi, Aksesibilitas, Infrastruktur, Morfologi dan Kegunaan.

3. Faktor geografi yang paing dominan mempengaruhi perubahan nilai lahan adalah infrastruktur dengan besar pengaruh 0,135, diikuti kegunaan sebesar 0,119, lokasi sebesar 0,111, morfologi dengan rata-rata 0,034 dan terakhir aksesibilitas sebesar 0,025.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan implikasi atau rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya,penelitian ini masih memiliki keterbatasan terutama dalam variabel-variabel pengkajian tentang faktor–faktor geografi lainnya yang berpengaruh terhadap perubahan nilai lahan.

2. Bagi pemerintah Kecamatan Parongongpong Kabaupaten Bandung Barat, perlu mengeluarkan kebijakan yang tepat mengenai pengaturan penjualan


(34)

lahan dan pembangunan-pembangunan di Kecamatan Parongpong, mengingat wilayah ini adalah resapan air yang perlu dijaga dengan baik.

3. Bagi masyarakat, khususnya para pengembang, dalam pembangunan yang sudah ada di Kecamatan Parongpong seharusnya tidak mengurangi nilai kelestarian lingkungan terutama kelestarian lahan, sudah seharusnya pengembang melakukan reklamasi lahan sehingga lahan-lahan yang dibangun berbagai infrastruktur di alokasikan sebagian wilayahnya untuk resapan air sesuai dengan perda yang berlaku.


(35)

100

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit: Rhineka Cipta, Jakarta.

Aryani, Dian. 2009. Model Pendugaan Nilai Tanah di Kawasan Jalur Lingkar Utara Kota Probolinggo. Penerbit: ITS, Surabaya.

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit: IPB, Bogor. Bintarto, R. 1979. Metode Analisa Geografi. Penerbit: LP3ES, Jakarta.

Bintarto, R. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Penerbit: Ghalia Indonesia, Jakarta Timur.

Budihardjo, Eko dan Sujarto, Djoko. 1999. Kota Berkelanjutan. Penerbit: Alumni, Bandung.

Ely, Suhayati. 2006. Perpajakan: Teori dan Perhitungan. Penerbit: Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hariadi, Dikdik. 2006. Perubahan Harga Lahan Pertanian Menjadi Komplek Perumahan di Desa Cinangsih Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang. Penerbit: UPI, Bandug.

Hermit, Herman. 2009. Teknik Penaksiran Harga Tanah Perkotaan. Penerbit: CV Mandar Maju, Bandung.

Jayadinata, Johara T. 2006. Pembangunan Desa Dalam Perencanaan. Penerbit: ITB, Bandung.

Rafi’i, Suryatna. 1985. Ilmu Tanah. Penerbit: Angkasa, Bandung.

Sitorus, Santun, R.P. 1995. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Penerbit: Tarsito. Bandung.

Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Penerbit: Alumni, Bandung.

Sugiyanto. 2004. Pola Harga Lahan Di Sepanjang Rencana Pembangunan Jalan Lingkar Utara Kota Tegal. Penerbit: UNDIP, Semarang.

Supriyanto, Heru. 2011. Penilaian Properti: Tujuan PBB. Penerbit: PT. Indeks, Jakarta.


(36)

Tika, Moh. Pabundu. 1997. Metode Penelitian Geografi. Penerbit: Gramedia Pustaka Buana, Jakarta.

Tika, Moh. Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.

Reksohadiprodjo, Sukanto dan Karseno, A.R. 1985. Ekonomi Perkotaan. Penerbit: BPFE-Yogyakarta.

Wahyudi, Z. (2012). “Hampir 54 Persen Penduduk Indonesia Tinggal di Kota”. Kompas (23 Agustus 2012).

Yunus, H.S. 2008. Manajemen Kota: Prespektif Sosial. Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Badan Pusat Statistik Kota Bandung

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat Badan Pusat Statistik Kota Cimahi

Bapeda Jabar

http://id.shvoong.com/business-management/accounting/-2187784-pengertian-nilai-value/

sosekling.pu.go.id/attachments/article/348/Penelitian Perhitungan Pemberian Ganti Rugi Kegiatan Pembebasan Lahan Berdasarkan Valuasi Ekonomi.pdf.


(1)

Muhammad Ibadurrahman,2014

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

responden. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kode dari tiap-tiap item instrumen pengumpulan data yang selanjutnya dimasukan kedalam bentuk data.

2. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data-data yang terkumpul yang kemudian telah diolah, maka dilakukan beberapa teknik analisis data adalah Analisa Kuantitatif, yaitu mengolah dan mengiterpretasikan data verbal yang bersifat kuantitatif. Adapun jenis prosedur statistik yang digunakan adalah analisis persentase dan multipel regresi.

a. Perhitungan Presentase

Perhitungan persentase menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

P = persentase Jawaban f = frekuensi jawaban n = jumlah responden

Untuk memudahkan analisis, maka dapat digunakan kategori berikut untuk menafsirkan hasil penelitian.

0 % = tak seorangpum 1% - 24% = sebagian kecil

25% - 49% = hampir setengahnya 50% = setengahnya

51% - 74% = sebagian besar 75% - 99% = hampir seluruhnya 100% = seluruhnya

b. Perhitungan Chi Squre

Perhitungan Chi Square dapat digunakan untuk memeriksa ketidak-tergantungan dan homogenitas. Dalam penelitian ini, analisis Chi Square


(2)

43

Muhammad Ibadurrahman,2014

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

perpustakaan.upi.edu

digunakan untuk memeriksa ketergantungan maupun ketidak-tergantungan antar variabel, sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya yaitu mengidentifikasi pengaruh beberapa faktor geografi terhadap perubahan nilai lahan. Sulaiman (2003:112) menyebutkan bahwa “apabila antara kedua variabel tidak ada pertalian, maka kita mengatakan keduanya bebas (tidak saling mempengaruhi).”

Analisis chi-square dilakukan menggunakan software SPSS dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut :

1. Jika diperoleh hasil chi-square hitung < chi square tabel atau jika Asymp. Sig > taraf nyata (α), kedua variabel tersebut dinyatakan independen atau bebas, yang artinya tidak ada pengaruh antar kedua variabel tersebut.

2. Jika diperoleh hasil chi-square hitung > chi-square tabel atau jika Asymp. Sig < taraf nyata (α), maka kedua variabel tersebut dinyatakan dependen yang artinya ada pengaruh antara kedua variabel tersebut.

c. Perhitungan Korelasi Pearson’s R

Perhitungan korelasi Pearson’s R dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antar variabel penelitian dengan bentuk data interval. Dalam penelitian ini, analisis korelasi Pearson’s R digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh dari variabel bebas (beberapa faktor geografi) terhadap variabel terikat (perubahan nilai lahan).

Analisis korelasi Pearson’s R dilakukan menggunakan software SPSS 16.0 dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut :

1. Jika Approx. Sig di bawah 0,5 artinya ada/tidak ada pengaruh antara kedua variabel dianggap lemah.

2. Jika Approx. Sig di atas 0,5 artinya ada/tidak ada pengaruh antara kedua variabel dianggap kuat.


(3)

98

Muhammad Ibadurrahman,2014

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Bedasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan nilai lahan di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan. Peningkatan paling tinggi terjadi di sebelah Timur yaitu di Desa Cihideung dan Desa Cigugur Girang dengan perubahan rata-rata Rp 1.168.386 (agak cepat). Kemudian disebelah Selatan yaitu di Desa Ciwaruga dan Desa Sariwangi sebesar Rp 760.913 (sedang). Dan terakhir disebelah Barat dan Utara yaitu Desa Cihanjuang, Cihanjuang Rahayu dan Karyawangi sebesar Rp 613.112 (agak lambat).

2. Faktor-faktor geografi yang mempengaruhi perubahan nilai lahan di Kecamatan Parongpong Bandung Barat adalah Lokasi, Aksesibilitas, Infrastruktur, Morfologi dan Kegunaan.

3. Faktor geografi yang paing dominan mempengaruhi perubahan nilai lahan adalah infrastruktur dengan besar pengaruh 0,135, diikuti kegunaan sebesar 0,119, lokasi sebesar 0,111, morfologi dengan rata-rata 0,034 dan terakhir aksesibilitas sebesar 0,025.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan implikasi atau rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya,penelitian ini masih memiliki keterbatasan terutama dalam variabel-variabel pengkajian tentang faktor–faktor geografi lainnya yang berpengaruh terhadap perubahan nilai lahan.

2. Bagi pemerintah Kecamatan Parongongpong Kabaupaten Bandung Barat, perlu mengeluarkan kebijakan yang tepat mengenai pengaturan penjualan


(4)

99

Muhammad Ibadurrahman,2014

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

lahan dan pembangunan-pembangunan di Kecamatan Parongpong, mengingat wilayah ini adalah resapan air yang perlu dijaga dengan baik.

3. Bagi masyarakat, khususnya para pengembang, dalam pembangunan yang sudah ada di Kecamatan Parongpong seharusnya tidak mengurangi nilai kelestarian lingkungan terutama kelestarian lahan, sudah seharusnya pengembang melakukan reklamasi lahan sehingga lahan-lahan yang dibangun berbagai infrastruktur di alokasikan sebagian wilayahnya untuk resapan air sesuai dengan perda yang berlaku.


(5)

100 Muhammad Ibadurrahman,2014

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit: Rhineka Cipta, Jakarta.

Aryani, Dian. 2009. Model Pendugaan Nilai Tanah di Kawasan Jalur Lingkar Utara Kota Probolinggo. Penerbit: ITS, Surabaya.

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit: IPB, Bogor. Bintarto, R. 1979. Metode Analisa Geografi. Penerbit: LP3ES, Jakarta.

Bintarto, R. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Penerbit: Ghalia Indonesia, Jakarta Timur.

Budihardjo, Eko dan Sujarto, Djoko. 1999. Kota Berkelanjutan. Penerbit: Alumni, Bandung.

Ely, Suhayati. 2006. Perpajakan: Teori dan Perhitungan. Penerbit: Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hariadi, Dikdik. 2006. Perubahan Harga Lahan Pertanian Menjadi Komplek Perumahan di Desa Cinangsih Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang. Penerbit: UPI, Bandug.

Hermit, Herman. 2009. Teknik Penaksiran Harga Tanah Perkotaan. Penerbit: CV Mandar Maju, Bandung.

Jayadinata, Johara T. 2006. Pembangunan Desa Dalam Perencanaan. Penerbit: ITB, Bandung.

Rafi’i, Suryatna. 1985. Ilmu Tanah. Penerbit: Angkasa, Bandung.

Sitorus, Santun, R.P. 1995. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Penerbit: Tarsito. Bandung.

Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Penerbit: Alumni, Bandung.

Sugiyanto. 2004. Pola Harga Lahan Di Sepanjang Rencana Pembangunan Jalan Lingkar Utara Kota Tegal. Penerbit: UNDIP, Semarang.

Supriyanto, Heru. 2011. Penilaian Properti: Tujuan PBB. Penerbit: PT. Indeks, Jakarta.


(6)

101

Muhammad Ibadurrahman,2014

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

Tika, Moh. Pabundu. 1997. Metode Penelitian Geografi. Penerbit: Gramedia Pustaka Buana, Jakarta.

Tika, Moh. Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.

Reksohadiprodjo, Sukanto dan Karseno, A.R. 1985. Ekonomi Perkotaan. Penerbit: BPFE-Yogyakarta.

Wahyudi, Z. (2012). “Hampir 54 Persen Penduduk Indonesia Tinggal di Kota”. Kompas (23 Agustus 2012).

Yunus, H.S. 2008. Manajemen Kota: Prespektif Sosial. Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Badan Pusat Statistik Kota Bandung

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat Badan Pusat Statistik Kota Cimahi

Bapeda Jabar

http://id.shvoong.com/business-management/accounting/-2187784-pengertian-nilai-value/

sosekling.pu.go.id/attachments/article/348/Penelitian Perhitungan Pemberian Ganti Rugi Kegiatan Pembebasan Lahan Berdasarkan Valuasi Ekonomi.pdf.