Pemurnian dan Pengembangan Mutu Genetik Sapi Bali di Bali.

PEMURNIAN DAN PENGEMBANGAN MUTU GENETIK
SAPI BALI DI BALI

OLEH
Ir. I NYOMAN ARDIKA, M.Si
NIP. 196207231987031001

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

PEMURNIAN DAN PENGEMBANGAN MUTU GENETIK
SAPI BALI DI BALI
I Nyoman Ardika
Program Studi Peternaka, Fakultas Peternakan Universitas Udayana
Email: nyomanardika89@Yahoo.co.id
RINGKASAN
Pengkajian mengenai pemurnian dan mengembangan mutu genetik sapi Bali
telah dipelajari dari berbagai literature dan pengetahuan penulis.


Dari pengkajian

tersebut dapat disimpulkan bahwa pemurnian sapi Bali di Pulau Bali harus terus
dipertahankan, karena merupakan asset nasional atau plasma nutfah asli Indonesia
bahkan merupakan aset dunia. Sapi Bali memiliki keragaman genetik yang masih tinggi
sehingga masih bisa dikembangangkan mutu genetiknya dengan program seleksi yang
mantap dan terarah.

Peningkatan mutu genetik sapi Bali disarankan menggunakan

seleksi system inti terbuka (open nucleus breeding system) yang melibatkan peternakan
rakyat dan Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali Pulukan sebagai inti. Dengan
sistem seleksi ini mampu menekan cekaman silang dalam.

Untuk mempercepat

tercapainya bibit sapi Bali yang bermutu disarankan untuk dilakukan inseminasi buatan
dan bila memungkinkan dengan menggunakan multiple ovulation dan embryo transfer.

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ……………………………………………………………
PEMURNIAN GENETIK SAPI BALI
……………………………………
POTENSI PENGEMBANGAN MUTU GENETIK SAPI BALI ………………
Potensi Sapi Bali …………………………………………………………
Seleksi Sapi Bali …………………………………………………………
Perbaikan Mutu Genetik Sapi Bali ……………………………………..
Open Nucleus Breeding system (ONBS) ……………………………….
Pemanfaatan IB dan MOET …………………………………………..
KESIMPULAN ………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………

1
2
3
7
8
10
10
11

13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi bali merupakan plasma nutfah sapi asli Indonesia yang perlu dijaga
kelestariannya.

Dalam melestarikan sapi bali khususnya di Pulau Bali dilakukan

pemurnian, hal ini terbukti dari jaman bekas pemerintahan kolonial Belanda atas
persetujuan raja-raja di Bali dahulu yang telah menyusun dan melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang melarang perkawinan sapi bali yang dipelihara di pulau Bali
(dan pulau-pulau disekitarnya) dengan bangsa sapi lainnya, serta melarang pemasukan
sapi dari bangsa apapun, selain sapi bali ke pulau Bali. Kebijakan ini didukung pula oleh
pemerintah Repulik Indonesia bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia dan pulau
Bali merupakan khawasan pemurnian sapi Bali.
Disamping pemurnian, sapi juga menyumbang akan kebutuhan daging secara
nasional. Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat. Salah
satu upaya untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut yaitu dengan meningkatkan
populasi, produksi dan produktivitas sapi potong. Untuk itu bibit sapi bali merupakan
salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya
mendukung terpenuhinya kebutuhan daging, sehingga diperlukan upaya pengembangan
pembibitan sapi Bali secara berkelanjutan.
Pembibitan sapi bali saat ini masih berbasis pada peternakan rakyat yang berciri
skala usaha kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan teknologi seadanya, lokasi tidak
terkonsentrasi dan belum menerapkan sistem dan usaha agribisnis. Kebijakan
pengembangan usaha pembibitan sapi bali diarahkan pada suatu kawasan, baik kawasan
khusus maupun terintegrasi dengan komoditi lainnya serta terkonsentrasi di suatu
wilayah untuk mempermudah pembinaan, bimbingan, dan pengawasan dalam
pengembangan usaha pembibitan sapi bali yang baik.
Tujuan
Bertolak dari hal diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah ikut
menyumbangkan pemikiran mengenai pemurnian dan pengembangan sapi bali sesuai
dengan kaedah-kaedah ilmu pemuliaan/pembibitan ternak.

PEMURNIAN GENETIK SAPI BALI
Berkenaan dengan kadar kemurnian sapi bali yang ada di Pulau Bali dan

sekitatnya, Tim Peneliti Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2000) telah
menegaskan dari hasil-hasil penelitiaanya akan adanya kekhasan alel (gen) hemoglobin
dan DNA mikrosatelit serta struktur bulu sapi sebagai penciri uji keturunan dan/atau
kemurnian bangsa sapi, maka disimpulkan bahwa sapi bali yang ada di Pulau Bali
(termasuk pulau-pulau disekitarnya) adalah masih murni, belum terkontaminasi oleh
darah (sifat genetik) bangsa sapi lain. Selanjutnya Hardjosubroto (2000) mengusulkan
sapi bali di pulau Bali, terutama yang berada di peternakan rakyat, harus dijaga
kemurniaannya. Pulau Bali sedapat mungkin dipertahankan sebagai sumber genetik bagi
plasma nutfah sapi bali. Ada dua alasan pemurniaan sapi Bali di pulau Bali yaitu:
a. Sapi Bali, Bos (bibos) sondaicus, merupakan aset nasional di bidang peternakan
karena merupakan bangsa sapi ketiga di dunia, disamping Bos taurus dan Bos
indicus.
b. Sapi bali ternyata juga merupakan sumber genetic dengan adanya perbedaan tipe
hemoglobin ketiga di dunia (HbX), disamping adanya tipe HbA pada Bos indicus
dan HbB pada Bos Taurus.
Memang dalam kenyataannya, pada umur kronologis dan fisiologis yang sama
sapi bali memiliki laju pertambahan bobot badan, bobot potong, dan produksi karkas
absolut nyata lebih kecil dari bangsa sapi eksotik.

Tetapi, bukanlah berarti bahwa


keadaan ini selalu merugikan kalau dihubungkan dengan peningkatan produksi ternak
maupun penyediaan daging. Kalau laju pertambahan bobot badannya diukur secara
relatif bangsa sapi asli yang lebih kecil seperti sapi bali umumnya adalah lebih efisien
dan dengan mutu pakan yang seadanya dapat berproduksi dengan baik. Ini merupakan
suatu pencapaian yang akan dapat diperoleh pada sapi-sapi improved breed.
Jika ditinjau dari segi pelestarian keanekaragaman sumber daya alam, maka
upaya-upaya mempertahankan kemurnian sapi bali justru mempunyai nilai tinggi.
Lebih-lebih lagi telah terbukti bahwa sapi bali bukan saja aset nasional, melainkan juga
sebagai aset dunia. Hal ini dipertegas lagi oleh Keputusan Menteri Pertanian Nomor 325
tahun 2010, tentang Penetapan Sapi Bali Sebagai Rumpun Asli Indonesia.

Dalam

hubungannya ini maka adalah merupakan tindakan yang tepat seperti yang dilakukan
bekas pemerintahan kolonial Belanda atas persetujuan raja-raja di Bali dahulu yang telah

menyusun dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang melarang perkawinan
sapi Bali yaqng dipelihara di pulau Bali ( dan pulau-pulau disekitarnya) dengan bangsa
sapi lainnya, serta melarang pemasukan sapi dari bangsa apapun, selain sapi Bali ke

pulau Bali.
Tanda-tanda khusus yang dipenuhi sebagai sapi bali murni yaitu warna putih
pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, dan pada paha kaki bawah mulai tarsus
dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada pada
bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada bagian atas
punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak
congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu
membengkok keatas kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada sapi
betina bentuk tanduk yang ideal disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan
tanduk satu garis dengan dahi arah kebelakang sedikit melengkung ke kebawah dan pada
ujungnya sedeikit mengarah ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam.
Dibawah ini disajikan gambar sapi Bali jantan dan betina.

Sapi Bali Betina

Sapi Bali Jantan

POTENSI PENGEMBANGAN MUTU GENETIK SAPI BALI
Potensi Sapi Bali
Potensi sapi bali sebagai penghasil daging yang memberikan hasil dan mutu

daging yang baik dan memberikan harapan untuk dikembangkan menjadi sapi tipe
daging bermutu prima adalah cukup menjanjikan. Hal ini bisa dicapai jika dilakukan
perbaikan mutu genetik dan manajemen.

Selama ini penelitian-penelitian yang

menyangkut perbaikan mutu pakan pada sapi bali telah banyak dilakukan, ternyata sapi
bali memberikan tanggapan terhadap sifat pertumbuhan dan produksi baik jumlah
maupun mutu daging yang cukup baik terhadap mutu pakan yang diberikan. Akan tetapi
perbaiakan mutu genetik melalui program seleksi yang terencana secara ilmiah, cermat,
sungguh-sungguh dan berkelanjutan hingga kini belum banyak dilakukan.
Sifat genetik yang harus dipenuhi oleh suatu breed/bangsa/rumpun ternak untuk
dapat ditingkatkan populasinya dalam waktu yang relatif singkat adalah sifat reproduksi
dan sifat produksi termasuk kekuatan/daya hidupnya. Mengenai sifat reproduksi sapi
bali, hasil penelitian telah membuktikan bahwa sapi bali mempunyai laju reproduksi
yang tinggi. Ini terbukti dengan angka panen pedet (calv crop) yang cukup tinggi yakni
sebesar 80 persen (Ngadiyono, 1997), bahkan telah dilaporkan ada sampai mencapai 100
persen (Payne dan Rollinson, 1973; Hardjosubroto, 2000).

Hal ini dicapai dalam


keadaan asupan pakan yang sederhana dan pada sistem pemeliharaan yang tradisional,
serta dalam keadaan digunakan untuk kerja membajak. Mengenai kekuatan/daya hidup
sapi Bali dikenal mempunyai daya adaptasi yang sangat tinggi terhadap lingkungan. Ini
terbukti bahwa di Indonesia sapi ini tersebar cepat ke pulau-pulau lainnya, khususnya di
pulau Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Sumatera dan bahkan di Australia.
Bahkan dilaporkan pula bahwa di Kalimantan sapi-sapi bali masih menunjukkan
penampilan produksi dan reproduksi yang cukup baik meski dipelihara di tempat-tempat
pengembalaan yang terdiri atas rumput alang-alang saja.
Mengenai sifat produksi sapi bali, hasil penelitian menunjukkaan bahwa sifat
produksi sapi bali dapat ditingkatkan melalui perbaikan mutu genetiknya serta
pengelolaan yang baik, yang dalam hal ini adalah melalui suatu program yang mantap
dan terpadu.

Hal ini terbukti bahwa nilai heritabilitas bobot sapih (205 hari)

dikatagorikan sedang sampai tinggi yaitu 0.44 ± 0.09 (Tanari.1999). 0.34± 0.14 (Ardika,
1995), 0.15 ±0.05 (Djegho dan Pane, 1992). Nilai heritabilitas bobot setahun sapi Bali
sebesar 0.31 ±0.08 (Djegho dan Pane, 1992), 0.58 ±0.23 (Ardika, 1995). Dari nilai


heritabilitas bobot sapih dan bobot setahun ini menunjukkan bahwa keragaman genetik
kedua sifat tersebut cukup tinggi, yang berarti bahwa seleksi cukup efektif dilakukan
untuk meningkatkan ke dua sifat tersebut.

Seleksi Sapi Bali
Salah satu cara untuk mengembangkan mutu genetik sapi bali yaitu dengan
melakukan program seleksi yang terarah. Proyek Pengembangan dan Pembibitan Sapi
Bali (P3Bali) atau yang sekarang dikenal dengan nama Balai Pembibitan Ternak Unggul
(BPTU) Sapi Bali melakukan seleksi untuk mendapatkan bibit sapi bali. BPTU terdiri
aas dua bagian yaitu Instalasi Populasi Dasar dan Pusat Pembibitan Pulukan. Pada
Instalasi Populasi Dasar dilakukan recording dan identifikasi sehingga didapatkan sapisapi yang mutunya bagus. Instalasi ini merupakan kegiatan pembibitan di pedesaan yang
merupakan awal dari pelaksanaan seleksi. Selanjutnya pada Pusat Pembibitan Pulukan,
sapi-sapi yang berasal dari Populasi Dasar dan keturunan dari Pusat Pembibitan Pulukan
akan mengikuti uji performans dan progeny, 5% sapi jantan terbaik dari hasil uji
performans selanjutnya mengikuti uji progeny. Dan hasil terbaik akan dikirim ke Balai
Inseminasi Buatan Singosari.
BPTU Pulukan merekomendasikan standar penilaian performans sapi Bali seperti
table 1 dibawah ini.
Table 1. Standarisasi Penilaian Performans Sapi Bali BPTU Sapi Bali.
a. Sapi Jantan

No
1
2
3

4

Klasifikasi
Jantan sapihan(205 hari)
Berat badan
Jantan umur 1 tahun
Berat badan
Jantan umur 2 tahun
Lingkar dada
Panjang badan
Tinggi gumba
Jantan umur 4 tahun
Lingkar dada
Panjang badan
Tinggi gumba

Bagus

Sedang

Jelek

>162 Cm
>122 Cm
>122 Cm

156-162 Cm
115-122 Cm
114- 122 Cm

134 Cm

191-200 Cm
129-138 Cm
125-134 Cm

145 Cm
>110 Cm
>112 Cm

136-145 Cm
101-110 Cm
103-112 Cm

118 Cm

153-162 Cm
113-122 Cm
109-118 Cm