TORTOR MANGILIGI DALAM UPACARA SAYUR MATUA PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN KAJIAN TERHADAP NILAI SOSIAL.

(1)

TORTOR MANGILIGI DALAM UPACARA SAYUR MATUA

PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN

KAJIAN TERHADAP NILAI SOSIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

IMMANENSIA TAMBUN

NIM 2123140030

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

IMMANENSIATAMBUN, NIM 2123140030 Tortor Mangiligi Dalam Upacara Sayur Matua Pada Masyarakat Simalungun Kajian Terhadap Nilai Sosial. Jurusan : Sendratasik Program Studi Pendidikan Seni Tari. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.2016

Penelitian ini membahas tentang Tortor Mangiligi Dalam Upacara Sayur Matua Pada Masyarakat Simalungun Kajian Terhadap Nilai Sosial.

Untuk membahas tujuan penelitian diatas, digunakan teori-teori yang berhubungan dengan topik penelitian, seperti pengertian Tortor, pengertian SayurMatua, Nilai Sosial, dan Proses Pelaksanaan.

Waktu penelitian yang digunakan dalam membahas Tortor Mangiligi Dalam Upacara Sayur Matua Pada Masyarakat Simalungun Kajian Terhadap Nilai Sosial selama 3 (tiga) bulan yaitu pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2016. Tempat lokasi penelitian adalah Dalig Raya, Pematang Raya, Kabupaten Simalungun. Populasi pada penelitian ini adalah tokoh adat masyarakat Simalungun, video dokumentasi Tortor Mangiligi, serta pelaku Tortor Mangiligi dalam upacara Sayur Matua.Analisis data pada penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Tortor Mangiligi dilaksanakan sebagai wujud penghormatan anak-anaknya atas jasa-jasa, kebaikan, serta kerja keras kepada orang tuanya, dan sebagai ungkapan syukur pihak keluarga kepada Sang Pencipta atas umur panjang yang diberikan kepada orang tua yang meninggal tersebut. Melalui tahapan-tahapan perencanaan untuk melaksanakan acara upacara kematian Sayur Matua sampai kepada proses pelaksanaan, tersebut tergambar peran sistem kekerabatan orang Simalungun yakni ToluSahundulan dan Lima Saodaran. Mereka yang tergabung dalam sistem kekerabatan tersebut adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan hubungan tali persaudaraannya walau orangtua mereka meninggal, dan diantara mereka terjalin hubungan komunikasi yang baik, saling menghormati, mengasihi, serta bekerjasama dalam menyukseskan acara adat kematian Sayur Matua.

Kata Kunci : Tortor Mangiligi, Upacara Sayur Matua, Nilai Sosial .


(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan atas segala rahmat, karunia-Nya, perlindungan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul Tortor Mangiligi Dalam Upacara Kematian Sayur Matua Pada Masyarakat Simalungun, Kajian Terhadap Nilai Sosial”.

Tugas akhir ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Bahasa dan Seni Prodi Pendidikan Tari Universitas Negeri Medan.

Doa, bimbingan, masukan, dorongan semangat, dan bantuan diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, Rektor Universitas Negeri Medan. 2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum, Dekan Fakultas Bahasa Dan Seni. 3. Uyuni Widiastuti, M.Pd, Ketua Jurusan Sendratasik.

4. Sitti Rahmah, S.Pd, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Tari sekaligus Dosen Pembimbing Akademik.

5. Drs. Inggit Prastiawan, M.Sn, Dosen Pembimbing skripsi I dan Dra. R.H.D.Nugrahaningsih, M.Si, Dosen Pembimbing skripsi II yang bersedia meluangkkan waktu untuk membimbing dan memberi dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Yuznizar Heniwaty S.ST., M.Si, Dosen Penguji tugas akhir ini, serta Dosen Staf pengajar khususnya Program Studi Pendidikan Tari yang telah


(8)

ii

banyak memberikan pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan maupun ketika penelitian.

7. Lurah Dalig Raya Kabupaten Simalungun yang memberikan ijin dan arahan kepada penulis melakukan penelitian di daerah tersebut, serta Sahat Damanik dan Jan Derita Wilson Sinaga, narasumber peneliti.

8. Kedua orang tua penulis yang paling berjasa dalam hidup penulis yaitu Bapak Rimson Tambun, S.Th, S.H, M.Pd.K dan Ibu Nursitti Nainggolan beserta Abang saya, kakak saya, abang ipar saya dan kakak ipar saya : Josua Tambun, S.Si, S.Pd, Dewi Sitanggang , Millianna Novita Tambun, S.T, S.Pd, Pdt. H. P. Sipahutar, S.Th, Abednego Tambun, S.H, M.Pd.K , yang telah memberikan kasih sayang, serta dukungan yang sangat berharga, baik secara moral maupun material bagi penulis.

9. Gesti Riwanda, Arvika Tari, Sylvia Purnama Sari, Dini Wutsqa Amalia, dan Rindika Milzar Miraza, teman-teman PPL SMPN 1 Pegajahan, serta teman-teman seperkuliahan Seni Tari Stambuk 2012 lainnya, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam skripsi ini, Akhir kata penulis mengucapkan syukur, terima kasih dan berharap semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan berkat-Nya kepada kita dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2016 Penulis,

ImmanensiaTambun NIM. 2123140030


(9)

iii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II : LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 12

A. Landasan Teoritis ... 12

1. Tor-tor Mangiligi ... 13

2. Pengertian Sayur Matua ... 15

3. Pengertian Masyarakat ... 16

4. Nilai Sosial ... 17

5. Pengertian Proses Pelaksanaan ... 20


(10)

iv

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

1. Lokasi Penelitian ... 24

2. Waktu Penelitian ... 24

B. Populasi dan Sampel ... 24

1. Populasi ... 24

2. Sampel ... 25

C. Teknik Pengumpulan Data ... 25

1. Pengamatan ... 26

2. Wawancara ... 27

3. Dokumentasi ... 27

4. Studi Kepustakaan ... 28

D. Teknik Analisis Data ... 29

BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 31

A. Letak Geografis, Keadaan Penduduk, Sistem Religi ……….. 31

1. Letak Geografis ... 31

2. Keadaan Penduduk ... 34

3. Sistem Religi ... 34

B. Upacara Adat Pada Masyarakat Simalungun ………... 35

1. Malas ni uhur ………... 35

2. Pos ni uhur ………... 36

3. Sistem Kekerabatan Simalungun ……….. 37 4. Nilai Sosial Tortor Mangiligi Pada Upacara Adat Kematian


(11)

v

Sayur Matua ………... 40

a. Perencanaan Pelaksanaan Tortor Mangiligi …...….… 42

b. Proses Pelaksanaan Tortor Mangiligi ……...……..…. 45

BAB V. PENUTUP ……….……... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

DAFTAR ACUAN INTERNET ……….…..… 66 GLOSARIUM ... 67

DAFTAR LAMPIRAN ... 69


(12)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual ... 22

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Simalungun ... 31

Gambar 4.2. Pihak Tondong Pamupus membawa tinombu yang berisi daging ayam yang dimasak dalam bambu dengan nasi di dalam sumpit ... 51

Gambar 4.3. Gerak menyembah oleh pihak Suhut ketika menyambut Tondong ... 51

Gambar 4.4. Gerakan pihak Suhut menyambut pihak Tondong dengan menyembah dan menyerahkan dua buah piring berisi beras, sirih, gambir dan sejumlah uang ... 52

Gambar 4.5. Pihak tondong memeriksa isi persembahan dari pihak suhut ... 52

Gambar 4.6. Pihak Tondong pamupus menerima persembahan dari pihak Suhut ... 53

Gambar 4.7. Pihak Tondong Pamupus memberikan hio parpudi (kain terakhir) ... 53

Gambar 4.8. Rombongan pihak Tondong jabu ... 55

Gambar 4.9. Pihak Suhut memberikan persembahan ... 55

Gambar 4.10. Rombongan pihak Sanina dan Pariban ... 57

Gambar 4.11. Rombongan pihak Boru ... 59

Gambar 4.12. Peneliti sedang melakukan wawancara dengan narasumber ... 61

Gambar 4.13. Seperangkat alat musik yang digunakan untuk mengiringi Tortor Mangiligi ... 61


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya tersusun dari beberapa unsur seperti sistem agama, bahasa, adat istiadat, dan kesenian. Jensen dan Trenholm (1995)1, menyatakan bahwa pengertian budaya diartikan sebagai seperangkat norma, nilai, kepercayaan, adat-istiadat, aturan dan juga kode, yang jika dilihat secara sosial mendefinisikan kelompok-kelompok orang, kemudian mengikat mereka satu sama lain serta memberi mereka kesadaran bersama. Dalam pandangan Jensen dan Trenholm, pemahaman budaya ini menuntun kita untuk bisa mempersepsi dunia, bagaimana kita berpikir tentang diri kita sendiri serta hubungan kita dengan orang lain. Budaya adalah hasil cipta akal budi manusia, dimana ilmu pengetahuan, kesenian, hukum, kepercayaan, adat-istiadat adalah hasil cipta akal budi mansia dan disebut namanya kebudayaan2. Kesenian adalah bagian unsur dari budaya yang merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia.

Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian yakni bagian dari budaya juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan

1 Lihat di http://www.satujam.com/pengertian-budaya/ .Diakses pada 9 juni 2016 2


(14)

2

nilai kebudayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan sosial suatu masyarakat, dimana ada masyarakat di situ ada kesenian. Setiap masyarakat pasti memiliki kesenian,kesenian mewariskan berbagai bentuk adat istiadat, sehingga karena itulah kesenian sebenarnya membentuk norma dan mengatur perilaku manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.

Tari merupakan salah satu bagian dari kesenian yang mendapat perhatian cukup besar dari masyarakat. Hal ini tidak perlu diherankan, karena tari ibarat bahasa gerak merupakan alat ekspresi dan komunikasi yang universal, yang bisa dilakukan dan diikuti oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Karena melalui tari manusia dapat mengekspresikan jiwanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Soedarsono dalam Nurwani (2012 : 19 ) yang menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang dilahirkan melalui gerak indah dan ritmis3.

Peranan masyarakat menjadi sangat penting terhadap keberadaan tari mengingat masyarakat sebagai pelaku dan pelaksana kesenian tersebut. Hadi dalam Dyah Luffia (2014) menyatakan bahwa “keberadaan tari sebagai kesenian rakyat selalu mengikutsertakan aspek-aspek sosiologisnya. Kehidupan tari benar-benar merupakan masalah sosial dan hingga kini senantiasa ditanamkan dalam setiap masyarakat”4

.

Salah satu daerah yang memiliki warna kesenian yang khas adalah Sumatera Utara, yang sebagian masyarakatnya adalah suku batak. Suku batak terbagi kedalam 6 bagian, yaitu : Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Pak-Pak, Batak Karo, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Suku Simalungun merupakan

3 Nurwani, 2012. Pengetahuan Seni Tari, Medan : Hal.19 4


(15)

3

bagian dari etnis Batak yang berada di wilayah Sumatra Utara yang mempunyai warisan kesenian dari generasi sebelumnya. Di antara warisan bentuk kesenian tersebut, termasuk di dalamnya adalah Tortor, dalam bahasa Indonesia disebut tari. Tortor sudah menjadi bagian dari konteks adat Simalungun. Adat yang merupakan hasil cipta akal budi manusia, disebut namanya adat karena sudah dilakukan secara berulang-ulang dan sudah merupakan kelaziman dilakukan dari dulu dimana bila adat itu sebagai budaya maka yang tidak melaksanakannya disebut naso maradat (tidak beradat) yang berakibat rugi secara moral dalam arti seseorang itu akan merasakan malu dan jadi bahan omongan orang lain bila tidak melakukan dan melaksanakan adat5. Adat memiliki pengertian aturan-aturan perilaku serta kebiasaan yang telah berlaku di dalam pergaulan masyarakat6. Hal ini juga terdapat didalam Tortor, dimana bagi masyarakat Simalungun Tortor memiliki prinsip semangat kebersamaan, rasa persaudaraan, atau solidaritas untuk kepentingan bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumbayak Japiten (2001 : 1) yang menyatakan bahwa adat adalah suatu tata krama yang dibudidayakan dalam kehidupan manusia yang mengandung nilai-nilai luhur yang diwarisi dan dikembangkan dari generasi ke generasi7. Nilai-nilai luhur yang dimaksud adalah percaya kepada Tuhan, mengasihi terhadap sesama, saling menghormati, dan saling berkerjasama8. Begitu juga halnya dengan Tortor dimana Tortor dilakukan dalam berbagai kegiatan ritual maupun upacara keagamaan serta menjadi bagian dalam konteks adat. Tortor ditarikan sesuai dengan kedudukan masing-masing

5 Wawancara dengan Bapak Rimson Tambun S.Th, S.H , Marindal Medan, 10 Juni 2016 6

Lihat di https://uulgintingg.wordpress.com/2012/03/02/hukum-adat-yang-masih-berlaku-di-daerah-asal-sumatera-utara/ . Diakses pada 10 juni 2016

7 Japiten Sumbayak, 2001. Refleksi Habonaran Do Bona Dalam Adat Budaya Simalungun 8


(16)

4

warga masyarakat di dalam kehidupan adat masyarakat Simalungun yang disebut sebagai sistem kekerabatan.

Sistem kekerabatan pada masyarakat Simalungun disebut Tolu Sahundulan, yang artinya tiga sama duduk maksudnya tiga unsur kerabat berkumpul untuk bermusyawah merumuskan segala sesuatu secara adat9 . Pengertian dari Tolu Sahundulan ini adalah sebuah kesatuan yang utuh/tak terpecahkan dimana pada masyarakat Simalungun ke tiga unsur yang terdapat dalam Tolu Sahundulan ini wajib hadir dan berperan dalam segenap aktivitas yang berhubungan dengan adat isitiadat mereka. Dalam kehidupan masyarakat tradisional Simalungun, tari (Tortor) mempunyai peranan penting dalam aktivitas kehidupan mereka yang berkaitan dengan kehidupan spiritual dan sosial kemasyarakatan. Selain Tortor, masyrakat Simalungun mempunyai kesenian dibidang musik yang sering disebut gonrang/margonrang (memainkan alat musik tradisional Batak Simalungun). Dalam tradisi adat Masyarakat Simalungun, Tortor dan Gonrang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap bagian upacara adat. Menurut Juniadi Sipayung (2013 : 1) Tortor/menari adalah “menggerakkan tubuh, organ-organ tubuh dari kaki hingga kepala yang mencakup sebahagian atau seluruh badan, tangan, kelenturan tubuh, kelentikan dan kelekukan jari-jari dan pandangan mata serta mimik wajah sesuai dengan ketentuan-ketentuan standar gerakan yang sudah ditetapkan atau digerakkan bebas yang terikat atau tidak terikat untuk menyampaikan makna dan tujuan tarian itu sendiri yang serasi dan seirama

9


(17)

5

dengan musik pengiringnya”10. Gonrang ibaratkan bahan bakar minyak dan Tortor ibaratkan kendaraan sehingga saling mengisi dan melengkapi, yang mana jika seseorang ingin kendaraan yang ia miliki dapat dipergunakan untuk bepergian dalam membantu melaksanakan aktivitas maka seseorang tersebut harus mengisi bahan bakar minyak kedalam tangki minyak kendaraannya, maka dapatlah dipergunakan kendaraan tersebut dengan baik. Begitu pula dengan gonrang dipadukan dengan Tortor adalah satu kesatuan dalam acara adat yang saling melengkapi yang akan menghadirkan suatu keindahan yang membuat diri dan perasaan senang, terhibur dan bahagia.

Umumnya semua acara adat yang dilakukan pada Masyarakat Simalungun, dilakukan dengan adanya Tortor dan gonrang maka kegiatan ataupun acara tersebut dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku pada masyarakat Simalungun. Adapun kegiatan atau acara tersebut diantaranya adalah upacara pernikahan, upacara memasuki rumah baru, upacara kematian, dan lainnya. Upacara adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu, khusus, umum, yang memiliki tata aturan tertentu dan tidak dapat diganggu gugat, seperti halnya upacara kematian pada masyarakat Simalungun, Upacara kematian pada masyarakat Simalungun terbagi menjadi dua bagian, yaitu mandingguri dan mangiligi. Mandingguri adalah suatu acara yang ditampilkan pada waktu malam hari melalui musik dan tortor yang disajikan kepada keluarga yang berduka. Sedangkan Mangiligi adalah suatu acara yang dilakukan pada waktu siang hari untuk menyambut para pelayat atau sanak saudara dengan

10

Sipayung Juniadi, 2013. Mengenal Tor-tor & Hangoluan Simalungun, Pematang Siantar : Hutarih Jaya.


(18)

6

menampilkan tarian Toping-toping dan Tortor Mangilgi sebagai wujud memberikan penghormatan kepada sanak saudara yang hadir dalam acara tersebut, serta memberikan penghiburan kepada keluarga yang berduka.

Tortor Mangiligi ini lazim ditarikan pada saat upacara adat kematian Sayur matua (meninggal saat lanjut usia), dimana Tortor Mangiligi pada suku Simalungun hadir dalam upacara adat kematian Sayur Matua, yang dihadiri oleh keluarga dekat (suhut, sanina, dan tondong), dan didalam menarikan Tortor Mangiligi akan terjadi urutan-urutan atau rangkaian sosial dan religius yang mengenai kehidupan sosial dan hubungan kepada Sang Pencipta11.

Tortor Mangiligi diiringi oleh seperangkat alat musik tradisional Simalungun yaitu. gendang atau gonrang sidua-dua, atau dapat juga dua buah gonrang bahagian dari gonrang sipitu-pitu, ditambah dengan satu buah ogung, satu buah mong-mongan, dan satu buah sarunai bolon. Tortor Mangiligi adalah salah satu Tortor peninggalan masa lampau yang sedapat mungkin harus dilestarikan, dimana melalui Tortor Mangiligi tersebut terdapat adanya nilai sosial yang akan membantu terjaganya hubungan sosial yakni silahturahmi atau hubungan baik dengan sanak saudara. Dan memberikan pemahaman bagi pihak lain yang berpartisipasi dalam acara kematian Sayur Matua Pada masyaraka Simalungun, bahwa pentingnya nilai sosial yang tergambar melalui adanya sistem kekerabatan dalam suatu acara adat. Durkheim menyatakan bahwa :

“Hubungan sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Hubungan sosial menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan

11


(19)

7

kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional,pengalaman emosional dalam arti ingin tetap bersatu dan menjaga kesejahteraan bersama, sehingga memperkuat hubungan antar mereka”12. Sejalan dengan uraian-uraian diatas tersebut, penulis merasa terpanggil untuk melakukan penelitian sehingga dapat mendeskripsikan Tortor Mangilgi Dalam Upacara Sayur Matua Pada Masyarakat Simalungun Kajian Terhadap Nilai Sosial yang dapat dilihat melalui proses pelaksanaan Tortor Mangiligi pada masyarakat Simalungun dalam bentuk dokumentasi dan tulisan.

B. Identifikasi Masalah

Dalam latar belakang penelitian ini, maka penulis perlu membuat identifikasi masalah yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang luas terhadap apa yang akan diteliti serta agar penelitian yang dilakukan menjadi terarah serta cakupan masalah yang diketahui tidak terlalu luas. Identifikasi masalah tersebut sesuai dengan pendapat Sugiyono (2008:385) yang mengatakan bahwa : “Untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan baik, maka peneliti perlu melakukan penelitian studi studi pendahuluan ke objek yang akan diteliti, melakukan observasi dan wawancara keberbagai sumber sehingga semua permasalahan dapat teridentifikasi”13

.

Berdasarkan uraian yang tercatat dalam latar belakang maka menimbulkan beberapa masalah yang perlu diidentifikasi. Maka peneliti mencakup identifikasi masalah sebagai berikut:

12

Lihat di http://charlie-muhammad.blogspot.co.id/2012/04/pemikiran-emile-durkheim.html

13


(20)

8

1. Apa fungsi Tortor Mangiligi dalam upacara Sayur Matua pada masyarakat Simalungun?

2. Bagaimana nilai sosial yang terkandung didalam proses pelaksanaan Tortor Mangiligi dalam upacara Sayur Matua pada masyarakat Simlungun ?

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah yang diidentifikasi serta keterbatas waktu, dana dan kemampuan teoritis maka peneliti perlu mengadakan pembatasan masalah untuk memudahkan masalah yang dihadapi dalam penelitian. Hal ini dilakukan agar dalam proses penelitian, pembahasan tidak meluas sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah. Pembatasan masalah ini dilakukan sesuai dengan pendapat Surakhmad (1982:36), yang menyatakan bahwa :

“Sebuah masalah yang dirumuskan terlalu umum dan luas, tidak pernah dapat dipakai sebagai masalah penyelidikan oleh karena tidak akan pernah jelas batasan-batasan masalahnya. Sebab itu, masalah perlu pula memenuhi syarat dalam perumusan yang terbatas. Pembatasan ini diperlukan bukan saja untuk memudhkan atau menyederhanakan masalah bagi penyelidik, tetapi juga untuk dapat menetapkan lebih dahulu segala sesuatu yang diperlukan untuk pemecahannya; tenaga, waktu, ongkos, dan lain-lain yang timbul dari rencana tertentu”14

.

Oleh sebab itu pembatasan masalah yang dilakukan terhadap penelitian ini adalah:

Bagaimana nilai sosial yang terkandung didalam proses pelaksanaan Tortor

Mangiligi dalam upacara Sayur Matua pada masyarakat Simlungun ?

14 Lihat di


(21)

9

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah usaha yang dilakukan peneliti untuk menyatukan secara tersurat, pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan keluar. Dalam menentukan msalah peneliti berpedoman pada pendapat Maryaeni (2005:14) yang menjelaskan bahwa: “Rumusan masalah merupakan jabatan detail fokus penelitian yang akan digarap, rumusan masalah menjadi semacam kontrak bagi peneliti karena penelitian merupakan upaya dalam menentukan jabatan pertanyaan sabagaimana terpapar dalam rumusan masalah”.

Menurut pendapat diatas, sekaligus berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Tortor Mangiligi Dalam Upacara Sayur Matua Pada Masyarakat Simalungun Kajian Terhadap Nilai Sosial”.

E. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian selalu berorientasi pada tujuan. Tanpa tujuan yang jelas maka arah kegiatan yang dilakukan tidak terfokus karena tidak tahu apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Tujuan penelitian tidak lain untuk mengetengahkan indikator–indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian terutama yang berkaitan dengan variabel–variabel penelitian. Untuk melihat berhasil tidaknya suatu kegiatan, dapat dilihat melalui tercapainya tujuan yang diterapkan. Tujuan penelitian ini mengungkapkan sasaran hasil yang ingin dicapai dalam penelitian, ini sesuai dengan fokus yang telah dirumuskan.

Menurut pendapat Syahrum (2011:95) menyatakan bahwa: “Tujuan penelitian adalah sesuatu yang ingin diketahui dan didapatkan dari pertanyaan penelitian


(22)

10

yang harus dijawab oleh peneliti itu sendiri”. Maka tujuan yang penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Mendeskripsikan bagaimana nilai sosial yang terkandung didalam proses pelaksanaan Tortor Mangiligi dalam upacara Sayur Matua pada masyarakat Simalungun”.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah kegunaan dari hasil penelitian yang dilakukan dan juga merupakan sumber informasi dalam mengembangkan penelitian selanjutnya. Manfaat penelitian juga dapat bersifat keilmuan, dan dapat menjadi referensi untuk membuat suatu galian yang lebih luas cakupannya.

Setiap penelitian pastilah hasilnya akan bermanfaat, segala sesuatu yang dapat digunakan baik oleh peneliti itu sendiri maupun lembaga instansi tertentu ataupun orang lain. Sebuah penelitian diharapkan dapat menanamkan kesadaran dan membangkitkan keinginan pada generasi muda. Hal ini sejalan dengan pendapat Hariwijaya (2008:50) yang menyatakan bahwa: “Manfaat penelitian adalah apa yang diharapkan dari hasil penelitian tersebut, manfaat penelitian mencakup dua hal yaitu: kegunaan dalam pengembangan ilmu serta manfaat dibidang praktik”.

Maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Tortor Mangiligi.

2. Sebagai bahan apresiasi bagi masyarakat di luar etnis Simalungun dalam memahami adat istiadat masyarakat Simalungun.


(23)

11

3. Sebagai informasi tertulis tentang adanya nilai sosial dalam proses pelaksanaan Tortor Mangiligi dalam upacara SayurMatua pada masyarakat Simalungun.

4. Sebagai masukan bagi generasi muda Simalungun untuk terus memelihara adat istiadatnya


(24)

62

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari keseluruhan yang telah diteliti dilapangan yakni berupa video dokumentasi serta wawancara dengan beberapa narasumber dan berdasarkan dengan uraian-uraian yang sudah dijelaskan mulai dari latar belakang sampai dengan pembahasan, maka penulis dapat memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Upacara kematian Sayur matua dibagi menjadi dua jenis acara, yakni acara Mandiguri (dilaksanakan di dalam rumah pada malam hari yang bertujuan berjaga di dekat orang tua yang meninggal sampai pagi menjelang), dan acara Mangiligi yang menjadi fokus penelitian penulis (dilaksanakan di luar rumah pada siang hari yang dimana untuk menyambut para pelayat yakni sanak saudara dan kerabat lainnya dan dilengkapi dengan adanya -Gonrang dan Tortor Mangiligi.

2. Tortor Mangiligi dalam upacara adat kematian Sayur Matua wajib

dilaksanakan dan ditarikan karena itu merupakan bagian dari konteks adat Simalungun, dimana Tortor Mangiligi itu merupakan hasil cipta akal budi yang sudah dilakukan secara berulang-ulang dan sudah merupakan kelaziman dilakukan dari dulu sampai sekarang, maka yang tidak melaksanakan Tortor Mangiligi dalam upacara adat kematian Sayur Matua disebut naso maradat (tidak beradat) yang berakibat rugi moral dalam arti


(25)

63

pastinya seseorang itu akan merasakan malu dan jadi bahan omongan orang lain bila tidak melakukan dan melaksanakan adat.

3. Bagi masyarakat Simalungun, pelaksanaan upacara kematian pada setiap anggota kerabat yang meninggal sangat dihormati apalagi setelah berada pada kematian Sayur Matua, karena sebagai wujud penghormatan anak-anaknya atas jasa-jasa, kebaikan, serta kerja keras orang tua yang

meninggal Sayur Matua dan ungkapan syukur pihak keluarga kepada Sang Pencipta atas umur panjang yang diberikan kepada orang tua yang

meninggal tersebut.

4. Melalui tahapan-tahapan perencanaan untuk melaksanakan acara upacara kematian Sayur Matua sampai kepada proses pelaksanaan, serta gerakan-gerakan pada Tortor Mangiligi tersebut tergambar nilai sosial melalui peran sistem kekerabatan orang Simalungun yakni Tolu Sahundulan dan Lima Saodaran. dimana mereka yang tergabung dalam sistem kekerabatan tersebut adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan hubungan tali persaudaraannya walau orang tua mereka meninggal, dan diantara mereka terjalin hubungan saling menghormati, mengasihi, serta bekerjasama dalam menyukseskan acara adat kematian Sayur Matua.

B.Saran

Penulis mengajukan beberapa saran-saran yang sesuai dengan penelitian ini kepada beberapa pihak yakni :

-kepada masyarakat Simalungun khususnya bagi generasi muda untuk semakin lebih mengenal dan menjaga hubungan sistem kekerabatan yang


(26)

64

ada dan adat-istiadat didaerahnya, agar terjalinnya hubungan baik terhadap sesama.

-Kepada pihak pelaku-pelaku seni agar mendokumentasikan upacara-upacara adat dan kebudayaan dalam hal kesenian, terutama seni tari, agar nantinya dapat diperkenalkan dan sebagai salah satu daya tarik kepada turis-turis yang mengunjungi Simalungun dan wilayah-wilayah lainnya khususnya di Sumatera Utara.

-Kepada Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan di kebudayaan Kabupaten Simalungun, agar tetap melakukan pembelajaran Seni Budaya Simalungun kepada peserta didik mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah (Sebagai mata pelajaran muatan lokal atau kearifan lokal yang memuat pelajaran khusus sesuai dengan kebutuhan daerah), dan kalau memungkinkan sampai tingkat Perguruan Tinggi, demi lestarinya nilai budaya yang sangat baik dan sangat berguna ini.

-Kepada para tokoh adat dan pakar-pakar budaya Simalungun, agar menulis buku-buku refrensi yang banyak dalam rangka kebutuhan refrensi, acuan dan bacaan generasi muda Simalungun dan pemerhati tentang budaya lainnya.


(27)

65

DAFTAR PUSTAKA

Agustono Budi,dkk. (2012). Sejarah Etnis Simalungun. Siantar: Percetakan Hutaria Jaya.

Asli Dearnita Saragih. (2008) Tortor Mangiligi Dalam Upacara Sayur Matua Pada Masyarakat Simalungun. Skripsi, FBS Universitas Negeri Medan

Efendi Zainal Hasibuan, 2015. Panduan Praktis Menulis Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Kulitatif, Kuantitatif, dan Kepustakaan. Medan : Penerbit Mitra.

M.Setiadi Elli, M.Si, dkk. (2012). Ilmu Sosial Budaya & Dasar. Edisi Kedua, Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.

Nugrahaningsih RHD, & Heniwaty Yusnizar ,. (2012). Tari Identitas dan Resistensi, Medan: Unimed Pers.

Nurwani, 2012. Pengetahuan Seni Tari, Unimed pers. Medan : Hal.19

Rinda Turnip. (2016) Makna Gerak Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur Matua Pada Masyarakat Batak Toba. Skripsi, FBS Universitas Negeri Medan.

Sipayung Juniadi, 2013. Mengenal Tor-tor & Hangoluan Simalungun, Pematang Siantar : Hutarih Jaya.

Sinaga Richard , 2012. Meninggal Adat Dalihan Natolu. Jakarta : Dian Utama dan Kerabat.

Sumbayak Japiten .(2001). Refleksi Habonaran Do Bona Dalam Adat Budaya Simalungun, Pematang Raya : Dinas Pendidikan dan Pengajaran.

Syarfina Tengku, 2016. Kamus Pelajar Simalungun-Indonesia. Medan : Penerbit Mitra Medan.

Tambun Rimson, Hukum Adat Dalihan Na Tolu, 2012. Medan : Penerbit Mitra.

Teti Elena Siburian. (2013), Analisis Pertunjukan Toping-toping Pada Pesta Rondang Bittang Ke XIVII Di Saribu Dolok Kecamatan Silima Kuta Kabupaten Simalungun. Skripsi, Medan: FIB Universitas Sumatera Utara.

Wawancara dengan Bapak Rimson Tambun S.Th, S.H , Marindal Medan, 10 Juni 2016

Wawancara dengan narasumber, Bapak Sahat Damanik , pada tanggal 14 Juni 2016


(28)

66

DAFTAR ACUAN INTERNET

http://www.satujam.com/pengertian-budaya/.

http://eprints.uny.ac.id/9205/2/bab%201-08209241046.pdf\ http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial.Diaksespada 9 Juni 2016

http://charlie-muhammad.blogspot.co.id/2012/04/pemikiran-emile-durkheim.html http://alfinnitihardjo.ohlog.com/nilai-sosial.oh112673.html.Diaksespada 9 Juni 2016 http://ragam-budayabatak.blogspot.co.id/ diakses tanggal 10 juni 2016

https://uulgintingg.wordpress.com/2012/03/02/hukum-adat-yang-masih-berlaku-di-daerah-asal-sumatera-utara/.

https://sefmimijuliati.wordpress.com/2011/10/26/identifikasi-masalah-batasan-masalah-serta-rumusan-masalah/

http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/04/objek-sosiologi-artikel-lengkap.html http://blogdeee.blogspot.co.id/2011/03/macam-macam-nilai-menurut-prof.html

https://buntokhacker.wordpress.com/materi-pemelajaran/sosial/pengertian-dan-definisi-sosial-menurut-para-ahli/

http://www.radhitisme.com/2011/03/pengantar-sosiologi-ii.html http://kumpulanskripdanmakalah.blogspot.co.id/2015/10/v

behaviorurldefaultvmlo.html

http://www.gurupendidikan.com/14-pengertian-observasi-menurut-para-ahli-terbaru/


(29)

67

GLOSARIUM

Anak Boru : Pihak penerma istri atau pihak yang mengambil istri dari kelompok satu marga

Boru mintori : Pihak penerima isteri dari boru

Hio : Kain adat Simalungun

Gonrang : Gendang

Gonrang Sidua-dua : Seerangkat gendang yang jumlahnya dua buah

Hio : Kain adat Simalungun

Gual : Musik

Lima Saodoran : Lima sebarisan Malas ni uhur : Kabar gembira

Manatik Gonrang : Memukul gendang sebagai tanda awal acara dimulai Manakkil Gonrang : Memukul gendang sebagai tanda akhir acara ditutup

Manortor : Menari

Marsombah : Menyembah

Nagori atas : Negeri atas Nagori tongah : Negeri tengah Nagori bawah : Negeri bawah

Ogung : Gong besar

Panggual : Pemain musik

Pariban : Anak perempuan paman dari ibu yang dapat dijodohkan Parhabonaron : Kepercayaan kepada makhluk yang dipercayai

Pahoppu : Cucu


(30)

68

Pos ni uhur : Kabar duka

Sarunei Bolon : Alat musik tiup daerah Simalungun

Sanina : Orang-orang yang semarga (saudara semarga)

Sayur Matua : Meninggal lanjut usia (Seluruh anaknya sudah menikah dan memiliki cucu)

Sinumbah : Benda yang dipercayai didiami oleh roh gaib

Sombah : Sembah

Tortor Mangiligi : Tarian untuk menyambut kedatangan para pelayat, dan sebagai ungkapan penghormatan terakhir kepada yang meninggal atas kerjakeras serta jasa-jasanya, dan ungkapan rasa syukur atas umur panjang yang diberikan Tuhan kepada yang meninggal, sekaligus memberi bantuan dana kepada pihak yang kemalangan.

Tolu Sahundulan : Tiga sekedudukan

Tondi : Roh manusia

Tondong : Pihak pemberi istri (pihak orang tua istri) Tondong Ni Tondong : Pamannya paman


(1)

pastinya seseorang itu akan merasakan malu dan jadi bahan omongan orang lain bila tidak melakukan dan melaksanakan adat.

3. Bagi masyarakat Simalungun, pelaksanaan upacara kematian pada setiap anggota kerabat yang meninggal sangat dihormati apalagi setelah berada pada kematian Sayur Matua, karena sebagai wujud penghormatan anak-anaknya atas jasa-jasa, kebaikan, serta kerja keras orang tua yang

meninggal Sayur Matua dan ungkapan syukur pihak keluarga kepada Sang Pencipta atas umur panjang yang diberikan kepada orang tua yang

meninggal tersebut.

4. Melalui tahapan-tahapan perencanaan untuk melaksanakan acara upacara kematian Sayur Matua sampai kepada proses pelaksanaan, serta gerakan-gerakan pada Tortor Mangiligi tersebut tergambar nilai sosial melalui peran sistem kekerabatan orang Simalungun yakni Tolu Sahundulan dan Lima Saodaran. dimana mereka yang tergabung dalam sistem kekerabatan tersebut adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan hubungan tali persaudaraannya walau orang tua mereka meninggal, dan diantara mereka terjalin hubungan saling menghormati, mengasihi, serta bekerjasama dalam menyukseskan acara adat kematian Sayur Matua.

B.Saran

Penulis mengajukan beberapa saran-saran yang sesuai dengan penelitian ini kepada beberapa pihak yakni :

-kepada masyarakat Simalungun khususnya bagi generasi muda untuk semakin lebih mengenal dan menjaga hubungan sistem kekerabatan yang


(2)

ada dan adat-istiadat didaerahnya, agar terjalinnya hubungan baik terhadap sesama.

-Kepada pihak pelaku-pelaku seni agar mendokumentasikan upacara-upacara adat dan kebudayaan dalam hal kesenian, terutama seni tari, agar nantinya dapat diperkenalkan dan sebagai salah satu daya tarik kepada turis-turis yang mengunjungi Simalungun dan wilayah-wilayah lainnya khususnya di Sumatera Utara.

-Kepada Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan di kebudayaan Kabupaten Simalungun, agar tetap melakukan pembelajaran Seni Budaya Simalungun kepada peserta didik mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah (Sebagai mata pelajaran muatan lokal atau kearifan lokal yang memuat pelajaran khusus sesuai dengan kebutuhan daerah), dan kalau memungkinkan sampai tingkat Perguruan Tinggi, demi lestarinya nilai budaya yang sangat baik dan sangat berguna ini.

-Kepada para tokoh adat dan pakar-pakar budaya Simalungun, agar menulis buku-buku refrensi yang banyak dalam rangka kebutuhan refrensi, acuan dan bacaan generasi muda Simalungun dan pemerhati tentang budaya lainnya.


(3)

65

DAFTAR PUSTAKA

Agustono Budi,dkk. (2012). Sejarah Etnis Simalungun. Siantar: Percetakan Hutaria Jaya.

Asli Dearnita Saragih. (2008) Tortor Mangiligi Dalam Upacara Sayur Matua Pada Masyarakat Simalungun. Skripsi, FBS Universitas Negeri Medan

Efendi Zainal Hasibuan, 2015. Panduan Praktis Menulis Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Kulitatif, Kuantitatif, dan Kepustakaan. Medan : Penerbit Mitra.

M.Setiadi Elli, M.Si, dkk. (2012). Ilmu Sosial Budaya & Dasar. Edisi Kedua, Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.

Nugrahaningsih RHD, & Heniwaty Yusnizar ,. (2012). Tari Identitas dan Resistensi, Medan: Unimed Pers.

Nurwani, 2012. Pengetahuan Seni Tari, Unimed pers. Medan : Hal.19

Rinda Turnip. (2016) Makna Gerak Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur Matua Pada Masyarakat Batak Toba. Skripsi, FBS Universitas Negeri Medan.

Sipayung Juniadi, 2013. Mengenal Tor-tor & Hangoluan Simalungun, Pematang Siantar : Hutarih Jaya.

Sinaga Richard , 2012. Meninggal Adat Dalihan Natolu. Jakarta : Dian Utama dan Kerabat.

Sumbayak Japiten .(2001). Refleksi Habonaran Do Bona Dalam Adat Budaya Simalungun, Pematang Raya : Dinas Pendidikan dan Pengajaran.

Syarfina Tengku, 2016. Kamus Pelajar Simalungun-Indonesia. Medan : Penerbit Mitra Medan.

Tambun Rimson, Hukum Adat Dalihan Na Tolu, 2012. Medan : Penerbit Mitra.

Teti Elena Siburian. (2013), Analisis Pertunjukan Toping-toping Pada Pesta Rondang Bittang Ke XIVII Di Saribu Dolok Kecamatan Silima Kuta Kabupaten Simalungun. Skripsi, Medan: FIB Universitas Sumatera Utara.

Wawancara dengan Bapak Rimson Tambun S.Th, S.H , Marindal Medan, 10 Juni 2016

Wawancara dengan narasumber, Bapak Sahat Damanik , pada tanggal 14 Juni 2016


(4)

DAFTAR ACUAN INTERNET

http://www.satujam.com/pengertian-budaya/.

http://eprints.uny.ac.id/9205/2/bab%201-08209241046.pdf\ http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial.Diaksespada 9 Juni 2016

http://charlie-muhammad.blogspot.co.id/2012/04/pemikiran-emile-durkheim.html http://alfinnitihardjo.ohlog.com/nilai-sosial.oh112673.html.Diaksespada 9 Juni 2016 http://ragam-budayabatak.blogspot.co.id/ diakses tanggal 10 juni 2016

https://uulgintingg.wordpress.com/2012/03/02/hukum-adat-yang-masih-berlaku-di-daerah-asal-sumatera-utara/.

https://sefmimijuliati.wordpress.com/2011/10/26/identifikasi-masalah-batasan-masalah-serta-rumusan-masalah/

http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/04/objek-sosiologi-artikel-lengkap.html http://blogdeee.blogspot.co.id/2011/03/macam-macam-nilai-menurut-prof.html

https://buntokhacker.wordpress.com/materi-pemelajaran/sosial/pengertian-dan-definisi-sosial-menurut-para-ahli/

http://www.radhitisme.com/2011/03/pengantar-sosiologi-ii.html http://kumpulanskripdanmakalah.blogspot.co.id/2015/10/v

behaviorurldefaultvmlo.html

http://www.gurupendidikan.com/14-pengertian-observasi-menurut-para-ahli-terbaru/


(5)

67

GLOSARIUM

Anak Boru : Pihak penerma istri atau pihak yang mengambil istri dari kelompok satu marga

Boru mintori : Pihak penerima isteri dari boru Hio : Kain adat Simalungun

Gonrang : Gendang

Gonrang Sidua-dua : Seerangkat gendang yang jumlahnya dua buah Hio : Kain adat Simalungun

Gual : Musik

Lima Saodoran : Lima sebarisan Malas ni uhur : Kabar gembira

Manatik Gonrang : Memukul gendang sebagai tanda awal acara dimulai Manakkil Gonrang : Memukul gendang sebagai tanda akhir acara ditutup Manortor : Menari

Marsombah : Menyembah Nagori atas : Negeri atas Nagori tongah : Negeri tengah Nagori bawah : Negeri bawah

Ogung : Gong besar

Panggual : Pemain musik

Pariban : Anak perempuan paman dari ibu yang dapat dijodohkan Parhabonaron : Kepercayaan kepada makhluk yang dipercayai

Pahoppu : Cucu


(6)

Pos ni uhur : Kabar duka

Sarunei Bolon : Alat musik tiup daerah Simalungun

Sanina : Orang-orang yang semarga (saudara semarga)

Sayur Matua : Meninggal lanjut usia (Seluruh anaknya sudah menikah dan memiliki cucu)

Sinumbah : Benda yang dipercayai didiami oleh roh gaib

Sombah : Sembah

Tortor Mangiligi : Tarian untuk menyambut kedatangan para pelayat, dan sebagai ungkapan penghormatan terakhir kepada yang meninggal atas kerjakeras serta jasa-jasanya, dan ungkapan rasa syukur atas umur panjang yang diberikan Tuhan kepada yang meninggal, sekaligus memberi bantuan dana kepada pihak yang kemalangan.

Tolu Sahundulan : Tiga sekedudukan Tondi : Roh manusia

Tondong : Pihak pemberi istri (pihak orang tua istri) Tondong Ni Tondong : Pamannya paman