PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN KARAKTER SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS X MIA SMA NEGERI 1 PURBA.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN KARAKTER SISWA DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS X MIA

SMA NEGERI 1 PURBA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

DEWANI ULINDA PURBA NIM : 8136172019

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

DEWANI ULINDA PURBA. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Karakter Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas X MIA SMA Negeri 1 Purba. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2015.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa, Karakter Siswa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. (2) Apakah peningkatan karakter siswa yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada karakter siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. (3) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. (4) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender siswa terhadap peningkatan karakter siswa. (5) Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa terkait dengan permasalahan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Purba. Kemudian dipilihlah kelas X MIA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X MIA 2 sebagai kelas kontrol dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol dengan pembelajaran biasa. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemecahan masalah matematika dan angket karakter siswa. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan persentase pencapaian skor siswa pada pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan Pembelajaran Biasa. Analisis inferensial data dilakukan dengan ANAVA 2 Jalur.

Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematika yang memperoleh pembelajaran biasa. (2) Peningkatan karakter siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada karakter siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. (3) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. (4) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender siswa terhadap peningkatan karakter siswa. (5) Proses penyelesaian jawaban yang dibuat oleh siswa ketika menjawab permasalahan kemampuan pemecahan masalah matematika menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang menggunakan Pembelajaran Biasa.

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan: Model pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan karakter siswa.


(7)

ABSTRACT

PURBA DEWANI ULINDA. The Increasing of Mathematica l Problem Solving Ability and Student’s Character Through Problem Based Learning of Model for Grade X MIA in SM A Negeri 1 Purba. Thesis. Medan: Postgraduate of Study Mathematics Education Program, State University of Medan. 2015.

Keywords : Problem Based Learning Model, Student’s Problem Solving Ability, Student’s Character

The purpose of this research is to analyze: (1) Is the increase in student’s mathematical problem solving ability who obtain Problem Based Learning model is higher than those are who received regular learning. (2) Is the increase student’s character who obtain Problem Based Learning model is higher than mathematics problem solving ability of students who received regular learning. (3) Is there an interaction between boy and girl and model of learning to increase student’s mathematics problem solving ability. (4) Is there an interaction between boy and girl and model of learning to increase student’s character. (5) How is the student’s answering process in solving the problem of student’s mathematics problem solving ability and student’s character in learning using Problem Based Learning model and regular learning.

This type of research is a quasi experiment research. The population of this research are all of students in SMA Negeri 1 Purba. Then X MIA 1 is chosen as the experimental class and class X MIA 2 is as a control class using purposive sampling technique. Experimental class was treated using Problem Based Learning model and control class was treated using regular learning. The instrument that used consist of: a test of mathematics problem solving ability and question form of student’s character. The data in this study were analyzed using descriptive statistical and inferential analysis. Descriptive analysis is intended to describe the persentage of achievement scores of students in learning by using a Problem Based Learning model and regular learning. Inferential analysis of data is performed by Two Ways ANOVA.

Based on those analyses, the researcher acquires the result, that are: (1) the learning model is higher than regular learning, (2) the increasing of student’s mathematics problem solving ability using Problem Based Learning model is higher than regular learning, (3) there is no interaction between student’s gender and model of learning on mathematics problem solving ability, (4) there is no interaction between student’s gender and model of learning on student’s character, (5) student’s answering process that taught by Problem Based Learning model is better than student’s answering process that taught by regular learning.

Based on results of this researcher suggest that Problem Based Learning model could increase student’s mathematics problem solving ability and student’s character.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Rahmat dan kasihNya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan harapan. Tesis yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Karakter Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas X MIA SMA Negeri 1 Purba” disusun untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Matematika pada Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan selesai dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. .Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Ketua dan Sekretaris Prodi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan..

2. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku pembimbing I dan Dr. Yulita Molliq Rangkuti, M.Sc selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis sejak awal sampai selesainya penulisan tesis ini.

3. Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd, Dr. Martua Manullang, M.Pd, Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd selaku Narasumber yang banyak memberikan masukan kepada penulis.

Ucapan terimakasih juga saya ucapkan kepada Bapak/Ibu dosen dan staf pegawai Program Pascasarjana Unimed yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada suami tercinta Ir. Richard Gordon Gultom yang telah memberikan dukungan moril dan materil yang sangat besar sehingga penulisan tesis ini dapat selesai dengan baik.

Kepada ananda tersayang, Chrisdart Ray Natanael Gultom, Rivani Grace Amanda Gultom, Indira Tri Oktahani Gultom yang selalu memberikan inspirasi dan semangat yang luar biasa kepada penulis selama perkuliahan sampai selesai perkuliahan. Tanpa semangat baik.

Teristimewa buat Ibunda St. D.Arista Damanik dan Ayahanda S. Purba (+) beserta Ibu mertua SM. Manurung berkat doa dan dukungan akhirnya ananda dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik dan tepat waktu. Kepada seluruh keluarga besar tercinta (Kakak, Adik beserta semua keponakanku) dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril pada penulis selama perkuliahan sampai penyelesaian tesis ini.

Demikian juga penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Tulus M. Tambunan selaku Kepala SMA Negeri 1 Purba Kabupaten Simalungun yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan. Kepada Bapak/Ibu guru, Pegawai, Observer serta seluruh siswa, khususnya kelas X-1 dan X -2 sehingga penelitian tesis ini dapat berjalan dengan lancar serta tepat waktu. Berkat dorongan dan bantuan Bapak/Ibu selaku teman sejawat tesis ini dapat selesai dengan baik.


(9)

iv

Kepada seluruh rekan-rekan kuliah khususnya Prodi Pendidikan Matematika 2013, dimana selama perkuliahan maupun dalam menyelesaikan tesis ini, selalu memberikan masukan serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam tulisan ini penulis juga mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa selaku manusia tak luput dari kesalahan sehingga tesis ini sudah tentu terdapat kekurangan di dalam penyelesaiannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti maupun kepada guru dan dapat menambah khasanah ilmu pendidikan dan pengetahuan.

Medan, Juni 2015 Penulis

DEWANI ULINDA PURBA NIM. 8136172019


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Identifikasi Masalah 17

1.3. Batasan Masalah 17

1.4. Rumusan Masalah 18

1.5. Tujuan Penelitian 19

1.6. Manfaat Penelitian 20

1.7. Definisi Operasional 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis 21

2.1.1. Pembelajaran Matematika 21

2.1.2. Masalah Dalam Matematika 22

2.1.3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 24

2.1.4. Proses Jawaban Siswa 27

2.1.5. Pendidikan Karakter 28

2.1.6. Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Masalah 34 2.1.7. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah 34 2.1.8. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis

Masalah 35

2.1.9. Pembelajaran Biasa 38

2.2. Kerangka Konseptual 40

2.2.1. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Lebih

Tinggi daripada Siswa yang Diajar

dengan Pembelajaran Biasa 40

2.2.2. Peningkatan Karakter Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Lebih Tinggi daripada Siswa yang Diajar dengan


(11)

2.2.3. Interaksi Antara Pembelajaran Berbasis Masalah dan Gender Siswa terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa 44 2.2.4. Interaksi Antara Pembelajaran Berbasis Masalah

dan Gender Siswa terhadap Karakter Siswa 45 2.2.5. Proses Jawaban yang dibuat siswa dalam

menyelesaikan masalah pada pembelajaran

berbasis masalah dan pembelajaran biasa 46

2.3. Teori Belajar yang Relevan 47

2.4. Penelitian yang Relevan 55

2.5. Hipotesis Penelitian 56

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian 57

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 57

3.3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 58

3.4. Variabel Penelitian 58

3.5. Desain Penelitian 58

3.6. Definisi Operasional 60

3.7. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 61

3.8. Proses Penyelesaian Jawaban Siswa 62 3.9. Analisis Instrumen Penelitian/Tes 65 3.9.1. Validitas/Penilaian Ahli terhadap Instrumen

Penelitian dan Perangkat Pembelajaran

(RPP dan LKS) 65

3.9.2. Validitas Butir Soal 69

3.9.3. Reliabilitas 70

3.9.4. Tingkat Kesukaran Soal dan Daya Pembeda 72

3.10. Prosedur Penelitian 74

3.11. Teknik Analisis Data 76

3.12. Uji Hipotesis Penelitian 78

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 82

4.1.1 Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa 82

4.1.1.1 Analisis Data Pretest dan Post test Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika 88

4.1.1.2. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika 85


(12)

4.1.2.1 Analisis Data Pretest dan Post test Data Angket

Karakter Siswa 88

4.1.2.2. Analisis Peningkatan Karakter Siswa 90

4.1.3. Uji Hipotesis 93

4.1.3.1. Uji Hipotesis Pertama 93

4.1.3.2. Uji Hipotesis Kedua 95

4.1.3.3.Uji Hipotesis Ketiga 96

4.1.3.4.Uji Hipotesis Keempat 101

4.1.4 Rangkuman Hipotesis 106

4.1.5 Analisis Proses Penyelesaian Masalah Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa 107

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian 114

4.2.1. Faktor Pembelajaran 115

4.2.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 134

4.2.3. Karakter Siswa 137

4.2.4. Interaksi Antara Faktor Pembelajaran (Model Pembelajaran Berbasis Masalah) dan Faktor Gender Siswa (Laki-Laki dan Perempuan) terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa dan Karakter Siswa 138

4.2.5. Keterbatasan Penelitian 142

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1. Simpulan 145

5.2 Implikasi 147

5.3 Saran 148


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Nilai-nilai akhlak mulia yang dikembangkan 31

Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah 37

Tabel 3.1. Desain Penelitian 59

Tabel 3.2. Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel Bebas,

Terikat dan Kontrol 60

Tabel 3.3. Kriteria Penelitian Kemampuan Pemecahan Maslah Siswa 62 Tabel 3.4. Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika 63

Tabel 3.5 Kriteria Proses Peneyelesaian Jawaban Kelas Eksperimen Lebih

Baik daripada Kelas Kontrol 64

Tabel 3.6. Kriteria Penilaian dan Katagori Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa 65

Tabel 3.7. Tabel Tingkat Kevalidan Perangkat Pembelajarn 67

Tabel 3.8 Hasil Validasi Ahli Terhadap Butir Soal Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa 67

Tabel 3.9 Hasil Validasi Ahli Terhadap Butir Soal Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa 68

Tabel 3.10. Hasil Validasi Ahli Terhadap Butir Pernyataan AngketKarakter68

Tabel 3.11. Kriteria Interprestasi dari Koefisien Korelasi 69

Tabel 3.12. Hasil Validasi Uji Coba 70

Tabel 3.13. Klasifikasi Koefisien Relabilitas 71

Tabel 3.14. Hasil Tes Reliabilitas Instrumen 71


(14)

Tabel 3.16. Kriteria Interprestasi Daya Pembeda Soal 73

Tabel 3.17. Kriteria Interprestasi Taraf Kesukaran Butir Soal 73

Tabel 3.18. Hasil Uji Daya Pembeda 74

Tabel 3.19. Hasil Uji Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah 74

Tabel 3.20. Kriteria Skor Gain Ternormalisasi 78

Tabel 3.21. Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji

dan Uji Statistik 80

Tabel 4.1. Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Pemecahan 83 Tabel 4.2. Data Hasil Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah 85 Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah 86 Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah 87 Tabel 4.5. Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Karakter Siswa 88

Tabel 4.6. Data Hasil Peningkatan Karakter Siswa 90

Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Peningkatan Karakter Siswa 92 Tabel 4.8. Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Karakter Siswa 92 Tabel 4.9. Hasil Uji ANAVA terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa Berdasarkan Pembelajaran 94 Tabel 4.10. Hasil Uji ANAVA terhadap Peningkatan Karakter Siswa

Berdasarkan Pembelajaran 96

Tabel 4.11. Hasil Uji Interaksi antara Pembelajaran dan Gender Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Menggunakan ANAVA 2 Jalur 97 Tabel 4.12. Hasil Uji Interaksi antara Pembelajaran dan Gender Terhadap


(15)

Tabel 4.13. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Karakter Siswa pada Taraf

Signifikan 5% 106

Tabel 4.14. Rata-rata Peningkatan (N-Gain) Setiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ditinjau dari Pembelajaran 107 Tabel 4.15. Deskripsi Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Terhadap Masalah

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen

Lebih Baik daripada Kelas Kontrol 127


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian 75

Gambar 4.2. Diagram Rerata N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah 85 Gambar 4.3. Diagram Rerata Tes Awal dan Tes Angket Karakter 89 Gambar 4.4. Diagram Rerata N-Gain Angket Karakter Siswa 91 Gambar 4.5. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan gender

terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa 98

Gambar 4.6.(a) Grafik Interaksi Antara Pembelajaran dan Gender Terhadap

Skor Tes Awal dan Skor Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Kelompok Eksperimen 99

Gambar 4.6.(b) Grafik Interaksi Antara Pembelajaran dan Gender Terhadap

Skor Tes Awal dan Skor Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Kelompok Kontrol 100

Gambar 4.7. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan

Gender Terhadap Peningkatan Karakter Siswa 103 Gambar 4.8.(a) Grafik Interaksi Antara Pembelajaran dan Gender Terhadap

Skor Tes Awal dan Skor Teks Akhir Angket Karakter

Siswa pada Kelompok Eksperimen 104

Gambar 4.8.(b) Grafik Interaksi Antara Pembelajaran dan Gender Terhadap Skor Tes Awal dan Skor Teks Akhir Angket Karakter


(17)

Gambar 4.9. Rata-rata Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Ditinjau dari Setiap Indikator 108 Gambar 4.10. Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Butir Soal 1 Siswa Bergender Laki-Laki 111 Gambar 4.11. Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Butir Soal 1 Siswa Bergender Perempuan 113 Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Butir Soal 2 Siswa Bergender Laki-laki 115 Gambar 4.13. Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Butir Soal 2 Siswa Bergender Perempuan 116 Gambar 4.14. Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Butir Soal 3 Siswa Bergender Laki-Laki 118 Gambar 4.15. Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Butir Soal 3 Siswa Bergender Perempuan 119 Gambar 4.16. Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Butir Soal 4 Siswa Bergender Laki-Laki 122 Gambar 4.17. Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada Butir Soal 4 Siswa Bergender Perempuan 123 Gambar 4.18. Persentase Kategori Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika adalah ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Soedjadi (dalam Fadillah, 2012: 144) bahwa pendidikan matematika seharusnya memperhatikan dua tujuan: (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu penataan nalar serta pembentukan pribadi anak didik dan (2) tujuan yang bersifat material, yaitu penerapan matematika serta keterampilan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Cockroft mengemukakan bahwa:

“Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang kehidupan memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.”

Cornelius juga mengungkapkan lima alasan perlunya belajar matematika, yaitu karena matematika merupakan (1) sarana berpikir jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Namun banyak siswa memandang matematika sebagai bidang studi yang sulit untuk dipahami.Hal tersebut terjadi dikarenakan matematika disajikan dalam bentuk yang kurang menarik dan terkesan sulit untuk dipelajari siswa, akibatnya


(19)

2

siswa sering merasa bosan dan tidak merespon pelajaran dengan baik.Selain itu metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang bervariasi dan cenderung membatasi siswa untuk berkreasi mengungkapkan pemikirannya saat belajar sehingga siswa kurang berminat belajar matematika dan hasil belajar yang kurang optimal. Akibatnya siswa tidak memahami apa arti penting matematika dalam kehidupan sehari-hari dan siswa kurang berminat dan kurang termotivasi dalam belajar matematika sehingga siswa lebih pasif saat belajar matematika, enggan, takut ataupun malu dalam mengungkapkan ide yang dimilikinya dalam pemecahan masalah matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa: “Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar, dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”.

Standar proses dari pembelajaran matematika menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) adalah problem solving (pemecahan masalah), reasoning dan proof (penalaran dan pembuktian), communication (komunikasi), connections (koneksi) dan representation (representasi). Pemecahan masalah merupakan bagian dari standar proses matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan untuk menggunakan keterampilan dan pengalaman yang mereka miliki untuk diterapkan dalam penyelesaian soal-soal yang tidak rutin karena setelah menempuh pendidikan, para siswa akan terjun ke masyarakat yang penuh dengan masalah-masalah kemasyarakatan.


(20)

3

Hal senada juga diungkapkan oleh Sumarno (dalam Fauziah, 2010: 1) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting sehingga menjadi tujuan umum pengajaran matematika bahkan sebagai jantungnya matematika. Proses berpikir dalam pemecahan masalah memerlukan kemampuan mengorganisasikan strategi. Hal ini akan melatih orang berpikir kritis, logis, kreatif yang sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan masyarakat.

Wilson menambahkan bahwa (dalam Setiawati, 2005: 7) dalam kemampuan pemecahan masalah matematik siswa harus mengembangkan proses kognitif dan metakognitifnya dengan memakai ide, contoh sebelumnya untuk memahami masalah yang sedang dihadapi, mengeneralisasi pendekatan yang mungkin dapat dilakukan dan memilihnya, memonitor sendiri kemajuan yang dicapainya dan menyeleksi masalah dengan cukup hati-hati. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah dikemukakan oleh Branca (dalam Effendi, 2012: 2), bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya matematika. Selanjutnya, Russefendi (dalam Effendi, 2012: 3) juga mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki siswa untuk melatih agar terbiasa menghadapi berbagai permasalahan, baik masalah dalam matematika, masalah dalam bidang studi lain, ataupun masalah dalam kehidupan sehari-hari yang lebih


(21)

4

kompleks. Oleh sebab itu, kemampuan siswa untuk memecahkan masalah matematis perlu terus dilatih sehingga siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi.

Pada kenyataannya saat siswa dihadapkan pada soal-soal yang tidak rutin, contohnya soal cerita yang terkait pemecahan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, nilai yang diperoleh oleh siswa biasanya akan lebih rendah jika dibandingkan dengan soal pilihan berganda. Sehingga, masih terlihat kesenjangan yang cukup besar antara apa yang diharapkan dalam belajar matematika dengan kenyataan yang akan dicapai. Hal ini menjadi salah satu masalah bagi guru karena pemecahan masalah sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya nalar dan melatih siswa agar mampu berpikir kritis, logis dan berkarakter.Dari jawaban yang diberikan siswa dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan ke dalam bentuk matematika. Dalam penyelesaian soal sering didapati siswa hanya mementingkan jawaban akhir tanpa memahami bagaimana proses jawabannya apakah sudah benar atau belum. Hal ini sering mengakibatkan proses jawaban siswa yang tidak benar. Siswa juga sering merasa kesulitan dalam menentukan konsep apa yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mereka cenderung menyelesaikan masalah tersebut dengan operasi hitung yang menurut mereka benar tanpa memahami masalah yang ada terlebih dahulu.

Seyogianya untuk menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin yang membutuhkan kemampuan pemecahan masalah siswa harus mampu melalui tahap-tahap pemecahan masalah seperti yang dirumuskan oleh Polya menyatakan


(22)

5

dalam menyelesaikan pemecahan masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu : “(1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaiannya, (3) melaksanakan masalah sesuai rencana dan (4) melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan.”

Selain kemampuan pemecahan masalah dalam soal-soal tidak rutin juga dibutuhkan karakter siswa, karena dalam memecahkan masalah tidak rutin diperlukan juga cara-cara untuk menyelesaikannya. Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau bertumpu pada pengembangan aspek kognitif tingkat rendah yang tidak mampu mengembangkan karakter siswa.

Dalam hal ini, salah satu tujuan pendidikan adalah membentuk karakter pada diri seseorang yang terwujud dalam kesatuan perilaku dan sikap hidup.Namun realitasnya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada.Pendidikan cenderung hanya mengejar kecerdasan intelektual, cenderung miskin budi pekerti, dan akhlak.Sehingga menjadikan manusia kehilangan karakternya.

Perwujudan masyarakat berkualitas menjadi tanggung jawab pendidikan. Menyadari hal tersebut, pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan sistem pendidikan, antara lain telah mencanangkan penerapan pendidikan karakter. Pendidikan karakter pun menjadi fokus Kementerian Pendidikan Nasional di seluruh jenjang pendidikan. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 (dalam Fadillah 2012: 143) yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi


(23)

6

mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Karakter menurut Hasratuddin (2013: 131) adalah perpaduan antara pengetahuan, perasaan dan tindakan moral yang telah berulang-ulang dilakukan. Beberapa bentuk pendidikan karakter yang sangat perlu diterapkan kepada peserta didik sejak dini yaitu : jujur, disiplin, percaya diri, peduli, mandiri, gigih, tegas, bertanggungjawab, kreatif, dan bersikap kritis. Namun pada penelitian ini, fokus nilai-nilai yang akan dikembangkan adalah tanggungjawab dan kejujuran.Dengan mengembangkan nilai-nilai akhlak mulia ini dalam proses pembelajaran diharapkan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud dengan menerapkan model pembelajaran yang efektif.

Fadillah (2012: 143-144) menambahkan bahwa nilai-nilai dasar pendidikan karakter bangsa terdapat 18 nilai karakter, yaitu sebagai berikut:

(1) bertakwa (religius), pendidikan diharapkan mampu mengarahkan peserta didik menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yakni mampu melaksanakan perintah-Nya dan mampu pula menjauhkan segala larangan-Nya; (2) bertanggung jawab, pendidikan diharapkan dapat membuat peserta didik menjadi manusia yang bertanggungjawab. Mampu mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukannya dan berani menanggung segala resiko dari apa yang telah diperbuatnya; (3) disiplin, para pendidik harus mampu menanamkan disiplin yang tinggi kepada peserta didik. Kedisiplinan harus dimulai pada saat masuk sekolah. Budaya tepat waktu harus ditegakkan; (4) jujur, para guru harus mampu memberikan contoh kepada peserta didik untuk mampu berlaku jujur; (5) toleransi, pendidikan diharapkan mampu menanamkan nilai toleransi kepada peserta didik, dalam wujud menghargai perbedaan yang ada di antara mereka. Toleransi harus dipupuk sejak dini, apalagi kepada hal-hal yang bernuansa suku, agama, dan ras (SARA); (6) kerja keras, peserta didik harus dilatih untuk mampu bekerja keras, bekerja cerdas, dan bekerja ikhlas; (7) kreatif, peserta didik harus diajarkan agar mampu berkreativitas. Siswa kreatif akan terbentuk proses


(24)

7

pendidikan yang berkelanjutan; (8) mandiri, proses pembelajaran harus dapat melatih siswa untuk menjadi siswa yang mandiri; (9) rasa ingin tahu, proses pembelajaran harus menciptakan semangat rasa ingin tahu yang besar pada diri peserta didik; (10) semangat kebangsaan, peserta didik harus didorong memiliki semangat kebangsaan. Dengan begitu akan ada rasa bangga kepada bangsanya sendiri; (11) menghargai, peserta didik harus mampu menghargai hasil karya ataupun pendapat orang lain yang dilihat dan didengarnya; (12) bersahabat, para guru diharapkan mampu menanamkan nilai pentingnya persahabatan pada peserta didiknya; (13) peduli sosial, peserta didik harus dilatih untuk peduli kepada sesama. Belajar melakukan empati kepada orang lain dengan rasa kepedulian yang tinggi; (14) cinta damai, melalui pendidikan diharapkan dapat membentuk peserta didik yang cinta damai dan membenci kekerasan; (15) demokratis, proses pembelajaran diharapkan dapat melatih peserta didik menjadi pribadi yang demokratis; (16) peduli lingkungan, pendidikan di sekolah harus melatih siswa untuk peduli pada lingkungannya, mulai dari hal yang terkecil, misalnya membuang sampah pada tempatnya; (17) gemar membaca, di sekolah harus tercipta suasana mendukung yang membuat peserta didik gemar membaca, misalnya dengan tersedianya perpustakaan sekolah yang memadai,(18) cinta tanah air, semangat cinta tanah air harus dapat ditumbuhkan pada peserta didik melalui proses pembelajaran.

Dari kedelapan belas nilai-nilai karakter yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti tertarik untuk melihat peningkatan karakter siswa khususnya karakter bertanggungjawab dan jujur. Hasil obsrvasi dan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti ditemukan beberapa hal mengenai karakter siswa, diantaranya kurangnya sikap tanggungjawab dan kejujuran dalam pemecahan masalah yang dilihat dari lembar jawaban siswa pada materi Persamaan Kuadrat.Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu Guru Matematika SMA Negeri 1 Purba :

“Siswa–siswi di SMA Negeri 1 Purba masih kesulitan dalam

mempelajari dan memahami materi pelajaran matematika yang diajarkan.Terlebih pada materi persamaan kuadrat.Siswa–siswi masih sulit memahami, menggunakan, mengaitkan materi persamaan kuadrat


(25)

8

yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata dalam kehidupan sehari–hari.Seperti menentukan luas dari suatu lahan.Siswa juga sangat kesulitan menyelesaikan soal–soal cerita pada materi tersebut.Siswa tidak mampu mengaitkan soal cerita yang berhubungan dengan kehidupan sehari–hari dengan materi yang telah mereka pelajari. Ketika menyelesaikan soal tersebut, mereka kurang memahami makna dari soal dan kurang bertanggungjawab dalam penyelesaiannya soal tersebut.”

Rosyada (dalam Hasratudin, 2013: 132) juga menambahkan bahwa permasalahan tidak berasal dari siswa saja, tetapi juga berasal dari guru tersebut. Kenyataan di lapangan, masih banyak para guru menganut paradigma transfer of knowledge (learning without heart) dalam pembelajaran dan lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal-soal rutin dan drill. Kondisi ini menyebabkan hasil pendidikan sekolah kita hanya mampu menghasilkan insan-insan yang kurang memiliki kesadaran diri, kurang berpikir kritis, kurang kreatif, kurang mandiri, dan kurang mampu berkomunikasi secara luwes dengan lingkungan fisik dan sosial dalam kehidupan.

Berikut hasil pemecahan masalah salah seorang siswa saat peneliti melakukan penelitian pendahuluan di SMA Negeri 1 Purba :

”Hendrik memiliki pekarangan (halaman) yang berbentuk persegi panjang.Lebar halaman 3 m kurangnya terhadap panjangnya.Jika luasnya 28 m2, berapakah ukuran panjang dan lebar pekarangan sebenarnya?


(26)

9

Pola Jawaban Siswa dalam Memecahkan Masalah Persamaan Kuadrat Berdasarkan hasil tes soal yang diberikan terlihat bahwa siswa masih kesulitan dalam memecahkan masalah matematika yang berkaitan dengan materi persamaan kuadrat. Pola jawaban siswa tersebut mencerminkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah. Hal tersebut dapat kita analisis berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dikemukakan oleh Polya. Pada indikator pertama, yakni memahami masalah, dari pola jawaban siswa masih kurang memahami masalah yang dipaparkan oleh peneliti. Terlihat bahwa siswa masih kebingungan dalam menentukan apa yang diketahui dalam masalah tersebut. Pada indikator kedua, dari siswa masih mengalami kebingungan dalam menentukan strategi penyelesaian yang dapat dipakai. Penentuan langkah serta rumus yang dilakukan

Siswa masih belum mampu memahami masalah yang disajikan, terlihat bahwa siswa kesulitan menuliskan apa yang diketahui dalam soal

Siswa juga belum mampu merencanakan strategi penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang dipaparkan

Dikarenakan siswa masih

kesulitan dalam

menentukan strategi penyelesaian, siswa juga kesulitan menyelesaikan masalah. Selain itu, siswa

cenderung jarang

melakukan pemeriksaan kembali penyelesaian yang telah ia peroleh apakah sudah sesuai dengan yang diminta dalam soal atau tidak.


(27)

10

oleh siswa masih keliru. Hal tersebut sangat wajar terjadi, dikarenakan pada indikator memahami masalah, siswa masih kesulitan. Sehingga, mempengaruhi langkah penyelesaian selanjutnya yang akan dilakukan oleh siswa. Pada indikator ketiga serta keempat, siswa juga masih mengalami kesulitan. Langkah penyelesaian yang dilakukan siswa juga masih tidak sesuai, serta siswa tidak melakukan tindakan pemeriksaan kembali. Sehingga wajar jika siswa tidak menyadari bahwa langkah penyelesaian yang telah ia lakukan masih tidak sesuai dengan permintaan soal.

Dari penyelesaian masalah di atas yang telah dikerjakan oleh siswa, dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang disajikan secara kontekstual dan kompleks. Selain itu, dapat pula disimpulkan bahwa, kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa tersebut masih rendah. Hal tersebut merupakan suatu fakta yang membuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah oleh siswa SMA masih rendah. Fakta tersebut juga didukung pula oleh kenyataan bahwa, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah disebabkan oleh siswa masih jarang melatih diri untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan permasalahan kontekstual serta permasalahan yang non rutin. Selain sebab tersebut, dapat pula disimpulkan bahwa, siswa tidak memahami maksud soal dan tidak memahami konsep matematis yang dapat digunakan; serta siswa tidak memahami bagaimana membuat model matematika dari permasalahan yang disajikan. Kemampuan pemecahan masalah siswa tampak masih jauh dari harapan dalam pembelajaran matematika. Selain dikarenakan ketidakmampuan siswa


(28)

11

dalam mengaplikasikan konsep matematis dalam permasalahan sehari-hari, penyebab lainnya (baca: kemampuan pemecahan masalah) adalah kurangnya maksimalnya guru dalam memberikan soal-soal yang berbasis masalah yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

Selama ini nilai-nilai karakter yang terkandung matematika diharapkan akan tercapai dengan sendirinya selama siswa belajar matematika. Melalui pembelajaran matematika diharapkan dengan sendirinya tujuan untuk membentuk karakter siswa seperti, bersikap kritis, cermat, jujur dan lain sebagainya dapat dicapai. Soedjadi (dalam Fadillah, 2012: 145) mengatakan pembelajaran semacam ini dinamakan pembelajaran by chance. Namun seiring dengan perkembangan matematika, maka diperlukan suatu pembelajaran yang secara sengaja memasukkan pembelajaran nilai-nilai karakter tersebut ke dalam perencanaan pembelajaran sehingga tujuan untuk membentuk karakter siswa melalui pembelajaran matematika dapat dicapai. Selain meningkatkan karakter siswa juga dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa, khususnya kemampuan pemecahan masalah. Pembelajaran semacam ini dinamakan pembelajarann by design (Fadillah, 2012: 145). Tentunya untuk melaksanakan pembelajaran semacam itu (by design) diperlukan suatu skenario pembelajaran atau pendekatan pembelajaran tertentu. Dalam merancang pembelajaran bydesign, rumusan tujuan pembelajaran perlu dilengkapi dengan tujuan domain afektif maupun psikomotor.

Setelah melakukan kajian berbagai model pembelajaran yang ada maka peneliti menganggap bahwa model pembelajaran berbasis masalah yang


(29)

12

selanjutnya disingkat dengan PBMmerupakan suatu strategi yang cocok digunakan. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pembelajaran yang didasarkan kepada psikolog kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dan lingkungannya. Melalui proses ini siswa akan berkembang secara utuh.Artinya perkembangan siswa tidak hanya terjadi secara kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui penghayatan secara internal akan masalah yang dihadapi.

Beberapa pakar pendidikan matematika telah mencoba mengkaji model-model pembelajaran yang dapat membentuk karakter siswa. Soedjadi (dalam Fadillah, 2012: 145) mengatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan berbagai model dan metodenya, dapat dijadikan sebagai alat untuk membangun karakter bangsa. Sementara itu Prabowo dan Sidi (dalam Fadillah, 2012: 145) mengatakan bahwa pendekatan pembelajaran matematika realistik (PMRI) dapat memahat karakter siswa.

Hakikat masalah pada pembelajaran berbasis masalah adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut dapat dirasakan dari adanya keresahan,keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, tetapi dapat juga bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku.


(30)

13

Model pembelajaran berbasis masalah juga merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi aktif dan kreatif kepada siswa. Menurut Arends (dalam Trianto, 2010: 93) Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang mengutamakan pengajuan masalah atau pertanyaan, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja sama, dan menghasilkan karya atau hasil peragaan.

Dalam pembelajaran matematika materi-materi yang dipelajari tersusun secara hierarkis dan konsep matematika yang satu dengan yang lainnya saling terhubung dan akhirnya membentuk konsep baru yang lebih kompleks. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudojo yang menyatakan bahwa: “matematika pada hakekatnya berkenaan dengan ide-ide abstrak, susunan materi terurut dan saling terkait, tidak terjadi pertentangan antara konsep yang satu dengan yang lain. Ilmu matematika itu tersusun dalam suatu struktur, dan penalaran yang digunakan adalah penalaran deduktif”.

Pembelajaran berbasis masalah juga membantu siswa menjadi siswa yang mandiri.Pada pembelajaran berbasis masalah ini, peran guru adalah mengajukan masalah atau mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan siswa, dan mendukung pembelajaran siswa. Guru matematika harus dapat mengajar siswa tidak hanya menyelesaikan soal-soal matematika saja tetapi juga dapat mengajarkan bagaimana cara memecahkan masalah baik itu masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun masalah non rutin dengan menggunakan matematika (MacMath, 2009: 1). Ketika banyak siswa dapat mengembangkan kemampuan proseduralnya, mereka juga dapat menguasai serta memahami konsep


(31)

14

yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah baru. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menghubungkan ide matematika yang telah siswa ketahui dengan masalah baru yang ingin dipecahkan. MachMath berpendapat bahwa, guru dapat mengembangkan kemampuan prosedural siswa dalam memecahkan masalah matematika, guru memerlukan suatu model pembelajaran yang efektif dan sesuai. Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran berbasis masalah (2009: 1).

Hal tersebut diperkuat pada penelitian Ajai (2013: 131) bahwa hasil post test siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari pada hasil post test siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi aljabar. Dalam penelitian Ajai, Roh (dalam Ajai, 2013: 132) dikemukakan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran dimulai dengan sebuah masalah yang dipecahkan dan masalah tersebut merupakan masalah yang dibutuhkan siswa untuk meningkatkan kemampuan baru siswa sebelum mereka dapat memecahkan masalah. Ajai menambahkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berdasarkan konstruktivisme, bahwa siswa mengkonstruks pengetahuan mereka dan menghubungkannya dengan pengalaman yang mereka miliki untuk menemukan penyelesaian dari masalah yang diberikan. Ali, Hukamdad, Akhter dan Khan (dalam Ajai, 2013: 132) juga menemukan bahwa siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik hasil tes yang diperoleh dari pada yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa. Mereka menyimpulkan bahwa perbedaan


(32)

15

siginifikan antara hasil tes yang diperoleh siswa disebabkan oleh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah.

Selain dilihat dari aspek kemampuan memecahkan soal cerita diperhatikanjuga aspek perbedaan gender, perbedaan gender sudah menjadi sorotan sejak jaman dahulu. Perbedaan jenis kelamin tidak lagi hanya berkaitan dengan masalah biologis saja tetapi kemudian berkembang menjadi perbedaan kemampuan antara laki-laki dan perempuan.

Krutetski (dalam Nafi’an, 2011: 574) menjelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuandalam belajar matematika sebagai berikut:

1. Laki-laki lebih unggul dalam penalaran, perempuan lebih unggul dalam ketepatan, ketelitian, kecermatan, dan keseksamaan berpikir.

2. Laki-laki memiliki kemampuan matematika dan mekanika yang lebih baikdaripada perempuan, perbedaan ini tidak nyata pada tingkat sekolah dasar akantetapi menjadi tampak lebih jelas pada tingkat yang lebih tinggi. Sementara Maccoby dan Jacklyn (dalam Nafi’an, 2011: 574) mengatakan laki-laki dan perempuanmempunyai perbedaan kemampuan antara lain sebagai berikut:

1. Perempuan mempunyai kemampuan verbal lebih tinggi daripada laki-laki. 2. Laki-laki lebih unggul dalam kemampuan visual spatial (penglihatan

keruangan)daripada perempuan.

3. Laki-laki lebih unggul dalam kemampuan matematika.

Menurut Susento (dalam Nafi’an, 2011: 574) perbedaan gender bukan hanya berakibat padaperbedaan kemampuan dalam matematika, tetapi cara


(33)

16

memperoleh pengetahuan matematika juga terkait dengan perbedaan gender. Keitel (dalam Nafi’an, 2011: 574) menyatakan “Gender, social, and cultural dimensions are very powerfully interacting inconceptualization of mathematics education”. Berdasarkan pendapat Keitel bahwa gender, sosial dan budaya berpengaruh pada pembelajaran Matematika. Brandon (dalam Nafi’an, 2011: 574) menyatakan bahwa perbedaan gender berpengaruh dalam pembelajaran matematika terjadi selama usia sekolah menengah.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang diuraikan di atas menunjukkan bahwaadanya keberagaman hasil penelitian mengenai peran gender dalam pembelajaran matematika. Beberapa hasil menunjukkan adanya faktor gender dalam pembelajaran matematika, namun pada sisi lain beberapa penelitian mengungkapkan bahwa gender tidak berpengaruh signifikan dalam pembelajaran matematika.

Dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah ini, diharapkan pembelajaran yang akan didapatkan siswa lebih bermakna, memberi kesan yang lebih kuat pada siswa, dapat mengatasi kesulitan siswa dalam mempelajari matematika dan siswa itu sendiri juga dapat menyelesaikan pemecahan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta dapat membentuk karakter siswa. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Karakter Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalahdi Kelas X MIA SMA Negeri 1 Purba.


(34)

17

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswamasih rendah. 2. Karakter siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah. 3. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang bervariasi.

4. Guru masih kesulitan dalam memberi soal-soal berbasis masalah dalam pembelajaran matematika didalam kelas.

5. Siswa laki-laki dan perempuan masih malas dalam mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas.

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti difokuskan dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan pembentukan karakter siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah di kelas X MIA SMA Negeri 1 Purba.

2. Proses jawaban siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa

3. Siswa laki-laki dan perempuan masih malas dalam mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas.


(35)

18

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakahpeningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakanmodel pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa ?

2. Apakah peningkatan karakter siswa yang diajar melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan pembelajaranbiasa ?

3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah dengan gender siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa? 4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah dengan

gender siswa terhadap karaktersiswa?

5. Bagaimana proses jawaban siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa diajar dengan pembelajaran biasa.

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan karakter siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa diajar dengan pembelajaran biasa.


(36)

19

3. Mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah dan gender terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 4. Mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah

dan gender terhadap karaktersiswa

5. Untuk mengetahui bagaimana proses jawaban siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa.

1.6. ManfaatPenelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis. Manfaat teoritis adalah:

1. Untuk memperkaya ilmu pengetahuan guna meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan pembentukan karakter siswa.

2. Sumbangan pemikiran dan bahan acuan bagi guru, pengelola lembaga pendidikan dan peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji, mencari suatu strategi pengembangan, pelatihan secara lebih mendalam tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam pemecahan masalah matematika dan karakter siswa.

Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini antara lain:

1. Sebagai bahan pertimbangan dan alternatif bagi guru tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan karakter siswa.


(37)

20

2. Memberikan gambaran bagi guru tentang efektifitas dan efisiensi penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan karakter siswa.


(38)

145

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, gender siswa, kemampuan pemecahan masalah matematika dan karakter siswa. Simpulan telah sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dicapai. Hal tersebut dapat dilihat pada paparan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Pada kelas eksperimen, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika terbesar terletak pada indikator melaksanakan rencana penyelesaian masalah yakni sebesar 0,65, sedangkan pada kelas kontrol, peningkatan yang paling besar juga terjadi pada indikator melaksanakan rencana penyelesaian masalah yaitu sebesar 0,47.

2. Peningkatan karakter siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan berbasis masalah lebih tinggi daripada karakter siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Rerata N-Gain data angket karakter siswa pada kelas eksperimen yakni sebesar 0,42 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan rerata N-Gain data angket karakter siswa yang diberi pembelajaran biasa yakni sebesar 0,33.

3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan gender siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini juga


(39)

146

diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) dan gender siswa (laki-laki, perempuan) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang digunakan bukan karena gender siswa. 4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan gender siswa terhadap

peningkatan karakter siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) dan gender siswa (laki-laki dan perempuan) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan karakter siswa. Perbedaan peningkatan karakter siswa disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang digunakan bukan karena gender siswa.

5. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada proses penyelesaian jawaban siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa ditinjau dari keseluruhan indikator kemampuan pemecahan masalah matematika siswa (memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian masalah dan memeriksa hasil penyelesaian masalah).


(40)

147

5.2 Implikasi

Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pembelajaran berbasis masalah. Karakteristik pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan mengacu pada keaktifan siswa untuk saling bertukar pendapat pada kegiatan kelompok belajar dengan diberikannya tugas LKS disetiap pertemuan. Di mana setiap siswa berusaha dalam menyelesaikan LKS untuk memecahkan masalah-masalah matematika yang terdapat pada LKS tersebut. Hasil penelitian ini sangat sesuai untuk digunakan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Oleh karena itu, kepada guru matematika di Sekolah Menengah Atas diharapkan memiliki pengetahuan teoritis maupun keterampikan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran seperti ini belum banyak dipahami oleh sebagian besar guru matematika, oleh karena itu kepada para pengambil kebijakan dapat mengadakan pelatihan maupun pendidikan kepada para guru matematika yang belum memahami model pembelajaran berbasis

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, antara lain:

1. Penyelidikan individual maupun kelompok dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang


(41)

148

mampu menumbuhkembangkan suasana kelas menjadi lebih dinamis, interaktif dan menimbulkan rasa senang dalam belajar matematika.

2. Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa konsekuensi keterdekatan hubungan guru dan siswa. Hal ini berakibat guru lebih memahami kelemahan dan kekuatan dari bahan ajar serta karakteristik kemampuan individu siswa.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberi beberapa saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru

a. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat diperluas penggunaannya, tidak hanya pada materi persamaan kuadrat tetapi juga pada materi pelajaran matematika lainnya. Dalam setiap pembelajaran guru harus menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika, siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.

b. Dalam menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, guru harus berperan sebagai pendamping, memupuk tanggung jawab, melakukan pemantauan, dan mengawasi jalannya diskusi kelompok dalam menyelesaikan masalah pada LKS. Selain itu, guru perlu membangun suasana diskusi dan tanya jawab dalam kelas, suasana kelas yang demikian dapat membantu


(42)

149

membiasakan siswa untuk ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan juga dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa.

c. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah memerlukan waktu yang relatif banyak, maka dalam pelaksanaanya guru diharapkan dapat mengefektifkan waktu dengan sebaik-baiknya.

2. Kepada Lembaga Terkait

a. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan karakter siswa masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan karakter siswa.

b. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan karakter siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai model pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.

3. Kepada Peneliti Lanjutan

a. Untuk peneliti lebih lanjut, hendaknya melakukan penelitian tentang model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan yang berbeda. b. Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan mengikutsertakan berbagai faktor yang berbeda, seperti faktor


(43)

150

sikap dan minat belajar siswa, latar belakang ekonomi keluarga siswa, dan lain sebagainya. Sehingga penelitian mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan karakter siswa tidak semata-mata dipengaruhi oleh model pembelajaran dan gender siswa saja.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Ajai, J.T, . 2013. Comparison of the Learning Effectiveness of Problem Based Learning (PBL) and Conventional Method of Teaching Algebra. Journal of Education and Practice (4): 1

Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Asmin dan Mansyur. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan Modern. Medan: LARISPA

Effendi dan Leo. 2012. Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 13 No. 2 Oktober 2012. Hal: 1-10.

Fadillah, S. 2012. Pembentukan Karakter Siswa Melalui Pembelajaran Matematika. Jurnal Paradikma, 6 (2). Hal. 142-148

Fauziah, A. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT. Forum Kependidikan, 30 (1)

Hasratuddin. 2013. Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, 6 (2) hal. 130-141 Hake, R. 2002. Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in

Mechanics with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on MachMath, S. 2009. Problem Based Learning: A Tool for Developing Students’

Conceptual Knowledge. Research Monograph: The Literacy and Numeracy Secretariat and Ontario Association of Deans of Education, November 2009

Nafi’an, M. 2011. Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau

dari Gender di Sekolah Dasar. Prosidding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ”Matematika dan Pendidikan

Karakter dalam Pembelajaran”, FMIPA UNY

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Setiawati, E. 2005. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Teknik SQ4R dan Peta Konsep Siswa Madrasah Aliyah. Tesis PPs UPI. Bandung: UPI (tidak diterbitkan)


(45)

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung: ALFABETA

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif. Jakarta: Kencana

Walpole, E. R. 2005. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Yeni dan Ety Mukhlesi. 2011. Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Geometri dan Kemampuan Tilikan Ruang Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Edisi Khusus No. 1 ISSN. 1412-565X


(1)

5.2 Implikasi

Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pembelajaran berbasis masalah. Karakteristik pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan mengacu pada keaktifan siswa untuk saling bertukar pendapat pada kegiatan kelompok belajar dengan diberikannya tugas LKS disetiap pertemuan. Di mana setiap siswa berusaha dalam menyelesaikan LKS untuk memecahkan masalah-masalah matematika yang terdapat pada LKS tersebut. Hasil penelitian ini sangat sesuai untuk digunakan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Oleh karena itu, kepada guru matematika di Sekolah Menengah Atas diharapkan memiliki pengetahuan teoritis maupun keterampikan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran seperti ini belum banyak dipahami oleh sebagian besar guru matematika, oleh karena itu kepada para pengambil kebijakan dapat mengadakan pelatihan maupun pendidikan kepada para guru matematika yang belum memahami model pembelajaran berbasis

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, antara lain:

1. Penyelidikan individual maupun kelompok dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang


(2)

148

mampu menumbuhkembangkan suasana kelas menjadi lebih dinamis, interaktif dan menimbulkan rasa senang dalam belajar matematika.

2. Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa konsekuensi keterdekatan hubungan guru dan siswa. Hal ini berakibat guru lebih memahami kelemahan dan kekuatan dari bahan ajar serta karakteristik kemampuan individu siswa.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberi beberapa saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru

a. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat diperluas penggunaannya, tidak hanya pada materi persamaan kuadrat tetapi juga pada materi pelajaran matematika lainnya. Dalam setiap pembelajaran guru harus menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika, siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.

b. Dalam menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, guru harus berperan sebagai pendamping, memupuk tanggung jawab, melakukan pemantauan, dan mengawasi jalannya diskusi kelompok dalam menyelesaikan masalah pada LKS. Selain itu, guru perlu membangun suasana diskusi dan tanya jawab dalam kelas, suasana kelas yang demikian dapat membantu


(3)

membiasakan siswa untuk ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan juga dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa.

c. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah memerlukan waktu yang relatif banyak, maka dalam pelaksanaanya guru diharapkan dapat mengefektifkan waktu dengan sebaik-baiknya.

2. Kepada Lembaga Terkait

a. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan karakter siswa masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan karakter siswa.

b. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan karakter siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai model pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.

3. Kepada Peneliti Lanjutan

a. Untuk peneliti lebih lanjut, hendaknya melakukan penelitian tentang model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan yang berbeda. b. Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan mengikutsertakan berbagai faktor yang berbeda, seperti faktor


(4)

150

sikap dan minat belajar siswa, latar belakang ekonomi keluarga siswa, dan lain sebagainya. Sehingga penelitian mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan karakter siswa tidak semata-mata dipengaruhi oleh model pembelajaran dan gender siswa saja.


(5)

Journal of Education and Practice (4): 1

Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Asmin dan Mansyur. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan Modern. Medan: LARISPA

Effendi dan Leo. 2012. Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 13 No. 2 Oktober 2012. Hal: 1-10.

Fadillah, S. 2012. Pembentukan Karakter Siswa Melalui Pembelajaran Matematika. Jurnal Paradikma, 6 (2). Hal. 142-148

Fauziah, A. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT. Forum Kependidikan, 30 (1)

Hasratuddin. 2013. Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, 6 (2) hal. 130-141 Hake, R. 2002. Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in

Mechanics with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on MachMath, S. 2009. Problem Based Learning: A Tool for Developing Students’

Conceptual Knowledge. Research Monograph: The Literacy and Numeracy Secretariat and Ontario Association of Deans of Education, November 2009

Nafi’an, M. 2011. Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau

dari Gender di Sekolah Dasar. Prosidding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ”Matematika dan Pendidikan

Karakter dalam Pembelajaran”, FMIPA UNY

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Setiawati, E. 2005. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Teknik SQ4R dan Peta Konsep Siswa Madrasah Aliyah. Tesis PPs UPI. Bandung: UPI (tidak diterbitkan)


(6)

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung: ALFABETA

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif. Jakarta: Kencana

Walpole, E. R. 2005. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Yeni dan Ety Mukhlesi. 2011. Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Geometri dan Kemampuan Tilikan Ruang Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Edisi Khusus No. 1 ISSN. 1412-565X


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI SMP NEGERI 4 MEDAN.

0 1 3

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 6 MEDAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 3 41

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 55

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 55

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 17

PENDAHULUAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 5

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA YANG DIAJAR DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TANJUNG MORAWA TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 1 22

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 4 43

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 4 5