t mat 0907752 chapter1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan
penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata
banyak konsep matematika diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah
dalam kehidupan sehari-hari yang dihadapi, seperti halnya untuk membantu
manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan
alam.
Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap
jenjang pendidikan sekolah, diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
rangka mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis,
kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara
berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika,
karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar
konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil
berpikir rasional sehingga siap menghadapi permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari.
Tujuan
pembelajaran
matematika
sebagaimana
dinyatakan
dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa tujuan mempelajari
matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan: 1) Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah;
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
2
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyususn bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) Mengkomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaaan atau
masalah; dan 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Sumarmo (2005) mengklasifikasikan kemampuan dasar matematik
dalam 5 (lima) standar kemampuan sebagai berikut:
1. Pemahaman matematik (mathematical understanding)
2. Pemecahan masalah matematik (mathematical problem solving)
3. Penalaran matematik (mathematical reasoning)
4. Koneksi matematik (mathematical connection)
5. Komunikasi matematik (mathematical communication.).
Namun kenyataannya matematika merupakan pelajaran yang menakutkan
bagi siswa karena matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit
dipahami siswa (Wahyudin, 2008), sehingga tidak heran jika banyak siswa tidak
menyukai matematika dan berdampak pada rendahnya kemampuan matematik
siswa.
Rendahnya kemampuan matematik siswa, bisa jadi salah satunya
disebabkan karena kemampuan siswa dalam melakukan koneksi dan pemecahan
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
3
masalah matematik masih rendah. Penelitian Wahyuni (2010) mengungkapkan
bahwa rendahnya kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa
akan berdampak pada rendahnya hasil belajar matematik siswa di sekolah. Selama
ini hasil belajar matematika siswa belum menggembirakan khususnya dalam
aspek koneksi matematik (Nuriadin, 2009) dan aspek pemecahan masalah
matematik (Nasir, 2008).
Kemampuan koneksi matematik merupakan salah satu faktor penting
dalam melakukan pemahaman konsep matematika. Dengan melakukan koneksi,
konsep-konsep matematika yang telah dipelajari tidak ditinggalkan begitu saja
sebagai bagian yang terpisah, tetapi digunakan sebagai pengetahuan dasar untuk
memahami konsep yang baru (Wahyuni, 2010), dan melalui koneksi matematik
maka konsep pemikiran dan wawasan siswa akan semakin terbuka terhadap
matematika, tidak hanya terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari,
sehingga akan menimbulkan sikap positif terhadap matematika itu sendiri. (Nasir,
2008). Selain kemampuan koneksi, kemampuan pemecahan masalah merupakan
hal yang penting dalam pembelajaran matematika seperti dikemukakan
Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah lebih
mengutamakan proses daripada hasil, sehingga hal itu akan melatih siswa untuk
berfikir kritis, logis, dan kreatif.
Koneksi dan pemecahan masalah merupakan dua kemampuan dasar yang
harus dikuasai siswa sekolah menengah, National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM) tahun 2000, mengungkapkan bahwa siswa diharapkan
memiliki kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematika. Kemampuan
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
4
koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu keterampilan yang
harus dibangun dan dipelajari supaya kemampuan dan keterampilan tersebut dapat
dimanfaatkan dalam menghadapi permasalahan kehidupan individu sehari-hari.
Hasil belajar yang belum menggembirakan seperti yang diungkapkan oleh
Nasir (2008) dan Nuriadin (2009) di atas salah satunya dikarenakan model
pembelajaran yang digunakan oleh guru pada saat pembelajaran. Model
pembelajaran matematika kurang mendorong siswa untuk berinteraksi dengan
sesama siswa dalam belajar, siswa belajar secara individual, terisolasi, bekerja
sendiri dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika (Davidson,
1990).
Berkenaan dengan pembelajaran, Slavin (1995) mengemukakan suatu
model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan sesama
siswa dalam belajar, siswa belajar secara kelompok, tidak merasa terisolasi,
bekerjasama dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika, model
tersebut yaitu pembelajaran kooperatif atau cooperative learning. Slavin (1995)
juga mengungkapkan agar pembelajaran optimal perlu diciptakan suatu kondisi
yang memungkinkan siswa lebih aktif dalam melakukan eksplorasi, investigasi,
mengemukakan pendapat, saling membantu dan berbagi pendapat dengan teman
untuk menyelesaikan masalah yaitu melalui belajar dengan kelompok-kelompok
kecil yang disebut cooperative learning, dan salah satu model dari cooperative
learning yaitu Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
Metode CIRC merupakan pembelajaran kelompok yang memadukan atau
menggabungkan kegiatan membaca dengan kegiatan lainnya seperti menulis,
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
5
diskusi, presentasi dan kegiatan lainnya dalam proses belajar-mengajar yang
dilakukan
secara
kooperatif
dalam
kelompok-kelompok
kecil.
Menurut
Ruseffendi (2006 : 18) salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru
matematika sekolah menengah adalah mampu mendemonstrasikan dalam
penerapan macam-macam metode dan teknik mengajar dalam bidang studi yang
diajarkan.
Pembelajaran dengan metode CIRC atau pembelajaran terpadu, dalam
pelaksanaannya setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya,
siswa saling bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci,
memberikan
tanggapan)
terhadap
wacana
kemudian
menuliskan
hasil
kolaboratifnya, mempresentasikan hasil kerja kelompok, dan refleksi. Melalui
metode ini, suasana belajar akan terasa lebih menyenangkan karena siswa dapat
berinteraksi dan saling bertukar pikiran dengan temannya sendiri yang pada
akhirnya memacu peningkatan hasil belajar siswa khususnya kemampuan koneksi
dan pemecahan masalah matematik.
Temuan Ruspiani (2000), Nasir (2008), dan Wahyuni (2010), menyatakan
bahwa pencapaian kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik cukup
baik dengan memberikan pendekatan pembelajaran yang beragam. Pemberian
perlakuan pembelajaran yang berbeda tersebut mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian mengenai kemampuan koneksi dan pemecahan masalah
matematik
dengan
memberikan
perlakukan
pembelajaran
model
CIRC.
Berdasarkan hal itu, peneliti mengambil topik “Meningkatkan Kemampuan
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
6
Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematik Siswa Melalui Pembelajaran
Kooperatif Model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC).”
B.
Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah, peneliti membatasi masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan model CIRC lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan model CIRC lebih baik daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?
3. Apakah ada kaitan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah
dan kemampuan koneksi matematik siswa?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti ini adalah sebagai
berikut:
1. Membandingkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model CIRC dan siswa
yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.
2. Membandingkan peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan model CIRC dan siswa yang
memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
7
3. Mengetahui keterkaitan antara kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan koneksi matematik siswa.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini memberikan alternatif pembelajaran yang dapat digunakan
di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan koneksi dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pembelajaran
dengan model CIRC.
2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran dan
pengembangan diri peneliti.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan/referensi bagi peneliti
lain (penelitian yang relevan) pada penelitian yang sejenis.
E.
Definisi Operasional
Berikut ini akan disajikan beberapa istilah penting yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Kemampuan koneksi matematik
Kemampuan koneksi matematik pada penelitian ini adalah kemampuan siswa
dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur; memahami
hubungan antar topik matematika; dan kemampuan siswa mengaplikasikan
konsep matematka dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Kemampuan
pemecahan
masalah
adalah
kemampuan
siswa
dalam
menyelesaikan suatu masalah matematik yang metode pemecahannya tidak
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
8
diketahui
sebelumnya,
langkah-langkah
pemecahannya
meliputi
1)
Memahami masalah, 2) Merencanakan pemecahannya, 3) Menyelesaikan
masalah sesuai rencana langkah kedua, dan 4) Memeriksa kembali hasil yang
diperoleh.
3. Pembelajaran Kooperatif model Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC)
Cooperative
Learning
adalah
suatu
strategi
belajar-mengajar
yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu
di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang
terdiri dari dua orang atau lebih. Model CIRC merupakan bagian dari
Pembelajaran Kooperatif, yaitu model pembelajaran yang memadukan atau
menggabungkan kegiatan membaca dengan kegiatan lainnya seperti menulis,
diskusi, presentasi dan kegiatan lainnya.
4. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran
dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi
materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah
merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang
kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada guru
dan komunikasi searah dari guru kepada siswa. Guru mendominasi seluruh
kegiatan, sedang siswa hanya memperhatikan dan membuat catatan
seperlunya.
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan
penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata
banyak konsep matematika diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah
dalam kehidupan sehari-hari yang dihadapi, seperti halnya untuk membantu
manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan
alam.
Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap
jenjang pendidikan sekolah, diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
rangka mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis,
kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara
berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika,
karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar
konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil
berpikir rasional sehingga siap menghadapi permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari.
Tujuan
pembelajaran
matematika
sebagaimana
dinyatakan
dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa tujuan mempelajari
matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan: 1) Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah;
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
2
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyususn bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) Mengkomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaaan atau
masalah; dan 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Sumarmo (2005) mengklasifikasikan kemampuan dasar matematik
dalam 5 (lima) standar kemampuan sebagai berikut:
1. Pemahaman matematik (mathematical understanding)
2. Pemecahan masalah matematik (mathematical problem solving)
3. Penalaran matematik (mathematical reasoning)
4. Koneksi matematik (mathematical connection)
5. Komunikasi matematik (mathematical communication.).
Namun kenyataannya matematika merupakan pelajaran yang menakutkan
bagi siswa karena matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit
dipahami siswa (Wahyudin, 2008), sehingga tidak heran jika banyak siswa tidak
menyukai matematika dan berdampak pada rendahnya kemampuan matematik
siswa.
Rendahnya kemampuan matematik siswa, bisa jadi salah satunya
disebabkan karena kemampuan siswa dalam melakukan koneksi dan pemecahan
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
3
masalah matematik masih rendah. Penelitian Wahyuni (2010) mengungkapkan
bahwa rendahnya kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa
akan berdampak pada rendahnya hasil belajar matematik siswa di sekolah. Selama
ini hasil belajar matematika siswa belum menggembirakan khususnya dalam
aspek koneksi matematik (Nuriadin, 2009) dan aspek pemecahan masalah
matematik (Nasir, 2008).
Kemampuan koneksi matematik merupakan salah satu faktor penting
dalam melakukan pemahaman konsep matematika. Dengan melakukan koneksi,
konsep-konsep matematika yang telah dipelajari tidak ditinggalkan begitu saja
sebagai bagian yang terpisah, tetapi digunakan sebagai pengetahuan dasar untuk
memahami konsep yang baru (Wahyuni, 2010), dan melalui koneksi matematik
maka konsep pemikiran dan wawasan siswa akan semakin terbuka terhadap
matematika, tidak hanya terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari,
sehingga akan menimbulkan sikap positif terhadap matematika itu sendiri. (Nasir,
2008). Selain kemampuan koneksi, kemampuan pemecahan masalah merupakan
hal yang penting dalam pembelajaran matematika seperti dikemukakan
Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah lebih
mengutamakan proses daripada hasil, sehingga hal itu akan melatih siswa untuk
berfikir kritis, logis, dan kreatif.
Koneksi dan pemecahan masalah merupakan dua kemampuan dasar yang
harus dikuasai siswa sekolah menengah, National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM) tahun 2000, mengungkapkan bahwa siswa diharapkan
memiliki kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematika. Kemampuan
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
4
koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu keterampilan yang
harus dibangun dan dipelajari supaya kemampuan dan keterampilan tersebut dapat
dimanfaatkan dalam menghadapi permasalahan kehidupan individu sehari-hari.
Hasil belajar yang belum menggembirakan seperti yang diungkapkan oleh
Nasir (2008) dan Nuriadin (2009) di atas salah satunya dikarenakan model
pembelajaran yang digunakan oleh guru pada saat pembelajaran. Model
pembelajaran matematika kurang mendorong siswa untuk berinteraksi dengan
sesama siswa dalam belajar, siswa belajar secara individual, terisolasi, bekerja
sendiri dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika (Davidson,
1990).
Berkenaan dengan pembelajaran, Slavin (1995) mengemukakan suatu
model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan sesama
siswa dalam belajar, siswa belajar secara kelompok, tidak merasa terisolasi,
bekerjasama dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika, model
tersebut yaitu pembelajaran kooperatif atau cooperative learning. Slavin (1995)
juga mengungkapkan agar pembelajaran optimal perlu diciptakan suatu kondisi
yang memungkinkan siswa lebih aktif dalam melakukan eksplorasi, investigasi,
mengemukakan pendapat, saling membantu dan berbagi pendapat dengan teman
untuk menyelesaikan masalah yaitu melalui belajar dengan kelompok-kelompok
kecil yang disebut cooperative learning, dan salah satu model dari cooperative
learning yaitu Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
Metode CIRC merupakan pembelajaran kelompok yang memadukan atau
menggabungkan kegiatan membaca dengan kegiatan lainnya seperti menulis,
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
5
diskusi, presentasi dan kegiatan lainnya dalam proses belajar-mengajar yang
dilakukan
secara
kooperatif
dalam
kelompok-kelompok
kecil.
Menurut
Ruseffendi (2006 : 18) salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru
matematika sekolah menengah adalah mampu mendemonstrasikan dalam
penerapan macam-macam metode dan teknik mengajar dalam bidang studi yang
diajarkan.
Pembelajaran dengan metode CIRC atau pembelajaran terpadu, dalam
pelaksanaannya setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya,
siswa saling bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci,
memberikan
tanggapan)
terhadap
wacana
kemudian
menuliskan
hasil
kolaboratifnya, mempresentasikan hasil kerja kelompok, dan refleksi. Melalui
metode ini, suasana belajar akan terasa lebih menyenangkan karena siswa dapat
berinteraksi dan saling bertukar pikiran dengan temannya sendiri yang pada
akhirnya memacu peningkatan hasil belajar siswa khususnya kemampuan koneksi
dan pemecahan masalah matematik.
Temuan Ruspiani (2000), Nasir (2008), dan Wahyuni (2010), menyatakan
bahwa pencapaian kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik cukup
baik dengan memberikan pendekatan pembelajaran yang beragam. Pemberian
perlakuan pembelajaran yang berbeda tersebut mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian mengenai kemampuan koneksi dan pemecahan masalah
matematik
dengan
memberikan
perlakukan
pembelajaran
model
CIRC.
Berdasarkan hal itu, peneliti mengambil topik “Meningkatkan Kemampuan
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
6
Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematik Siswa Melalui Pembelajaran
Kooperatif Model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC).”
B.
Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah, peneliti membatasi masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan model CIRC lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan model CIRC lebih baik daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?
3. Apakah ada kaitan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah
dan kemampuan koneksi matematik siswa?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti ini adalah sebagai
berikut:
1. Membandingkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model CIRC dan siswa
yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.
2. Membandingkan peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan model CIRC dan siswa yang
memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
7
3. Mengetahui keterkaitan antara kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan koneksi matematik siswa.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini memberikan alternatif pembelajaran yang dapat digunakan
di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan koneksi dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pembelajaran
dengan model CIRC.
2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran dan
pengembangan diri peneliti.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan/referensi bagi peneliti
lain (penelitian yang relevan) pada penelitian yang sejenis.
E.
Definisi Operasional
Berikut ini akan disajikan beberapa istilah penting yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Kemampuan koneksi matematik
Kemampuan koneksi matematik pada penelitian ini adalah kemampuan siswa
dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur; memahami
hubungan antar topik matematika; dan kemampuan siswa mengaplikasikan
konsep matematka dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Kemampuan
pemecahan
masalah
adalah
kemampuan
siswa
dalam
menyelesaikan suatu masalah matematik yang metode pemecahannya tidak
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
8
diketahui
sebelumnya,
langkah-langkah
pemecahannya
meliputi
1)
Memahami masalah, 2) Merencanakan pemecahannya, 3) Menyelesaikan
masalah sesuai rencana langkah kedua, dan 4) Memeriksa kembali hasil yang
diperoleh.
3. Pembelajaran Kooperatif model Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC)
Cooperative
Learning
adalah
suatu
strategi
belajar-mengajar
yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu
di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang
terdiri dari dua orang atau lebih. Model CIRC merupakan bagian dari
Pembelajaran Kooperatif, yaitu model pembelajaran yang memadukan atau
menggabungkan kegiatan membaca dengan kegiatan lainnya seperti menulis,
diskusi, presentasi dan kegiatan lainnya.
4. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran
dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi
materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah
merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang
kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada guru
dan komunikasi searah dari guru kepada siswa. Guru mendominasi seluruh
kegiatan, sedang siswa hanya memperhatikan dan membuat catatan
seperlunya.
BUDI SETIAWAN, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu