Mantra bahasa Dayak Desa : studi tentang gaya bahasa, tujuan, proses ritual, dan fungsi - USD Repository
MANTRA BAHASA DAYAK DESA:
STUDI TENTANG GAYA BAHASA, TUJUAN, PROSES RITUAL,
DAN FUNGSI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Disusun oleh
Sri Astuti
NIM: 034114015
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDUNESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ia berkata kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan”.
Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau yang menyuruhnya, aku akan menebar jala juga”.
Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam. (Lukas 5:4-7)
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
- Tuhan dan sahabatku Yesus Kristus • Keluargaku yang tercinta, Ibu, Bapak, dan Tuai Ayang • Semua orang yang kukasihi dan mengasihiku
ABSTRAK
Astuti, Sri. 2008. Mantra Bahasa Dayak Desa Studi Tentang Gaya Bahasa,
Tujuan, Proses Ritual, dan Fungsi. Skripsi Strata I (S-I). Yogyakarta:
Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma.Penelitian ini membahas gaya bahasa, tujuan, proses ritual, dan fungsi mantra bahasa Dayak Desa. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan topik ini, yaitu (1) studi khusus tentang mantra bahasa Dayak Desa sampai saat ini belum pernah dilakukan, (2) ada keunikan penggunaan bahasa dalam mantra bahasa Dayak Desa. Selain itu, peneliti beranggapan bahwa budaya daerah sangat perlu dilestarikan, mengingat sifat mantra yang rahasia dan tertutup, akan membuka peluang punahnya mantra. Penelitian ini bertujuan untuk menyelamatkan budaya khususnya mantra dan dapat menjadi referensi bagi masyarakat luas untuk memahami realitas mantra yang tidak rasional.
Studi ini memiliki dua tujuan. Pertama, mengkaji dan memaparkan gaya bahasa pada mantra bahasa Dayak Desa. Kedua, mengkaji dan mengklasifikasi tujuan, mendeskripsikan proses ritual, dan memaparkan fungsi mantra bahasa Dayak Desa.
Pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara semantik dan pendekatan folklor. Pendekatan semantik digunakan untuk menganalisis gaya bahasa. Pendekatan folklor digunakan untuk menganalisis fungsi mantra dan proses ritual mantra.
Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu: teknik observasi dan teknik wawancara. Data dianalisis dengan metode padan dan metode agih. Metode padan yang digunakan adalah metode padan referensial dan metode padan pragmatik. Teknik dasar yang digunakan dalam metode agih adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL), sedangkan teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik baca markah. Data dalam penelitian ini disajikan dengan metode formal dan informal.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, gaya bahasa yang terdapat dalam mantra bahasa Dayak Desa adalah gaya bahasa perulangan dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa perulangan meliputi gaya bahasa aliterasi dan asonansi. Gaya bahasa kiasan meliputi gaya bahasa perbandingan, metafora, allegori, personifikasi, dan metonimia. Kedua, mantra bahasa Dayak Desa memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi religius, pengobatan, dan magis. Hampir semua mantra bahasa Dayak Desa memiliki fungsi religius. Fungsi religius ini berupa pemujaan atau ucapan terima kasih kepada Tuhan dan kepada nenek moyang. Mantra yang berfungsi sebagai pengobatan, yaitu menyembuhkan berbagai jenis penyakit, di antaranya adalah menyembuhkan sakit kepala, mengobati perut kembung, mengobati sakit perut mulas, mengobati sakit perut melilit, mengobati batuk, mengobati susah buang air besar, mengobati muntah, mengobati muntaber, mengobati radang tenggorokan, mengobati biduren, mengobati herpes, mengobati bisulan, mengobati terkena bisa ulat bulu, kala jengking, mengobati terkena racun ular berbisa, menyembuhkan luka bakar, mengobati penyakit yang kambuh saat tengah malam, mengobati sakit tubuh, mengobati penyakit yang dikirim dengan cara gaib, menangkal racun, mengobati sakit perut hendak melahirkan, mengatasi ari-ari yang susah keluar, mengatasi permasalahan pada payudara saat pertama kali melahirkan, mengobati keselak, dan menghindari kepunan. Mantra yang berfungsi magis, yaitu mengusir hantu, menambah daya ingat, kekebalan tubuh, melumpuhkan senjata tajam, meluluhkan hati orang lain, dan menambah daya pikat. Ketiga, ada tiga tahap dalam proses ritual yang dilakukan pada mantra bahasa Dayak Desa. Tahap pertama adalah ritual mendapatkan mantra. Pada proses ini ahli waris harus memenuhi persyarat sesuai dengan permintaan dari mantra tersebut. Tahap kedua adalah ritual pelaksanaan atau pengamalan mantra. Pada tahap ini, pemantra memiliki peranan yang terpenting, karena salah satu faktor keampuhan mantra, yaitu ada di tangan pemantranya. Tahap yang terakhir adalah imbalan yang harus diberikan kepada pemantra. Terpenuhinya imbalan yang diberikan kepada pemantra juga menjadi salah satu faktor keampuhan mantra. Semua tahap dalam proses ritual mantra menggunakan media. Media yang paling sering digunakan dalam proses ritual mantra bahasa Dayak Desa adalah garam, air putih, dan kapur sirih.
ABSTRAC
Astuti, Sri. 2008. Mantra of Dayak Desa Language The Study About
Language Style, Purpose, Ritual Prosess, and Function. Undergraduate
Thesis (S-1). Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Faculty of
Literature, Sanata Dharma UniversityThis research studies the language style, purpose, ritual process, and fungction of mantra Dayak Desa language. There are some reasons in choosing this topic, that is (1) the special study about Dayak Desa language, as we have known, is never researched. (2) there is the uniqueness in using the language in mantra Dayak Desa. Therefore, researcher consider that the culture is very important to persist. Because mantra tends to be used secretly and exclusively, it can easily extinct. This research was done to save the culture especially mantra. It will become the reference for all the people to understand the reality of mantra which can not be understood rationally.
This study has two purposes. First, to examine and explain the language style in mantra Dayak Desa. Second, to examine and clasify the purpose, describe the ritual process, and explain the function of Mantra Dayak Desa.
The main approaches which are used in this research are semantic and folklor. Semantic approach is used to analyze the language style. Folklor approach is used to analyze the function of mantra and ritual proccess.
The research using some collecting data techniques such as observation, interview, and note. The data is analyzed with padan method and agih method.
Padan method consist of padan referential, padan pragmatic, and padan
translational method. Base technique used in agih method is inmediate constituent technique. While the continuation techniques which used is read the mark technique. The data in this research is presented with the informal and formal method.
The result of the research as follows: First, the language styles used in mantra Dayak Desa are repetition and analogy. Repetition consist of alliteration and assonance. Analogy consist of comparison, metaphore, allegory, personification, and metonymy. Second, mantra Dayak Desa has some functions. They are religious, cure, and magic function. Almost all mantra Dayak Desa have religious function. It is seen on the worship and thankfulness to God and to the ancestor. The second function is cure. Mantra is used to cure some diseases, animal stings, and black magic. To cure diseases like headache, stomach puffing, vomit, diarrhea, laryngitis, suffer from rash, herpes, obscessed, suffer in bearing child, breast problem, keselek and kepunan. To cure stings from caterpillar, bee, centipede, scorpion, rattlesnake. And it can beat ghost, black magic and poison and functions as antibody, protector and charm. Third, there are three stages in ritual process of mantra Dayak Desa. The first stage is the ritual to get mantra. In his process, the heir should fulfill the conditions that the mantra needs. The second stage is the ritual of the implementation of mantra. In this stage, the person who spells the mantra has the important role because one of the magical powers belongs to the person. The last stage is the repayment to the person who spells the mantra. The repayment becomes one of the magic powers. All the stages in this mantra ritual process use the media. They are salt, water and betel.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Struktur, Fungsi dan Proses Ritual Mantra Bahasa Dayak Desa” disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa dalam proses persiapan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan baik secara material maupun spiritual dari berbagai pihak. Kebaikan, dukungan, serta bantuan senantiasa hadir dalam kehidupan penulis terutama saat menjalani perkuliahan di Universitas Sanata Dharma. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati perkenankan penulis menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi ini kepada: 1.
Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku dosen pembimbing I, yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketekunan serta masukan dan semangat yang selama ini telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
2. Drs.Yosep Yapi Taum, M.Hum. selaku dosen pembimbing II, yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketekunan serta masukan dan semangat yang selama ini telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
3. Drs. B. Rahmanto, M.Hum, Drs Hery Antono, M.Hum, Dra. F. Tjandrasih Adji, M.Hum, Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum, Drs. FX Santoso, MS, Dra.
S.E Peni Adji, S.S, M.Hum, atas ilmu dan dan perkuliahan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh kuliah di Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Agustinus dan Ibu Adriana Nani, kedua orang tuaku tercinta yang selalu memberi dukungan, semangat, perhatian dan kasih sayang yang berlimpah serta dukungan lainnya sehingga proses penyusunan skripsi ini dapat berjalan lancar, dan Tuai Ayang, kakak tersayang yang selalu menemaniku dalam suka dan duka. Semoga skripsi ini bisa membahagiakan kalian semua.
5. Keluarga besarku (kakek dan nenek tersayang, Bik Not sekeluarga, Bik Lina dan keluarga, Paman Joko dan keluarga, Paman Mida sekeluarga, Man Sam sekeluarga, Paman Simon, Paman Sangau sekeluarga, Bik Lunyai sekeluarga, Bik Marta sekeluarga, Bik Ratu dan keluarga, Paman Nayong dan keluarga, Paman Arun Sekeluarga, Paman Adon sekeluarga, Bang Kalis sekeluarga, Dek Hesty, Bang Yan, D’Ta, K’Ya, Om Klaw, Om Tom, Lipinus, Bang Damus, wawan, serta Ucok dan Ari, dan semua keluargaku yang lainnya, terimakasih untuk cinta, kasih sayang, perhatian dukungan, bantuan, nasehat dan kesabaran yang tiada henti yang kalian berikan untukku. Kehadiran kalian membuatku tak pernah merasa sendirian.
6. Kak Yuyun dan Ria yang banyak membantu dan memberi motifasi, dan dukungan serta selalu mendengarkan keluh kesahku. Kalian membuatku tak pernah merasa sendiri.
7. Teman-teman dan sahabat yang selalu memberi motivasi (Yuni, Lia, Rini, Tere, Dedek, Melia, Kak Neta, Suster Marta, Suster Marsiana, Firla, Tasya, Kak Iin, Kak Ulil, Kak Tuti, Rica, Yoan, Tante Ernes, Marcel, Yenny, Olandz, Trinil, Victor, Titus, Cakil, dan M’Fanny). “I love U all, My Friends”.
8. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu kelancaran proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penelitian dan penulisan ini.
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogykarta, 3 Juni 2008 Penulis Sri Astuti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... xii DAFTAR ISI.................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
1.5 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 5
1.6 Kerangka Teori .......................................................................................... 7
1.6.1 Hakikat Mantra ................................................................................. 7
1.6.2 Gaya Bahasa...................................................................................... 10
1.6.2.1 Gaya Bahasa Perulangan.......................................................... 11
1.6.2.2 Gaya Bahasa Kiasan................................................................. 12
1.6.3 Fungsi Mantra dan Proses Ritual ...................................................... 16 1.6.3.1 folklor Ilmu Gaib ..................................................................... 16
1.6.3.2 Tujuan dan Fungsi-Fungsi Mantra ........................................... 19
1.6.3.3 Proses Ritual ............................................................................ 21
1.7 Metode dan Teknik Penelitian ................................................................... 23
1.7.1 Pendekatan Penelitian ....................................................................... 23
1.7.2 Metode Penelitian ............................................................................. 23
1.7.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data............................................ 24
1.7.5 Metode dan Teknik Analisis Data..................................................... 26
1.7.6 Metode Penyajian Hasil Analisis Data.............................................. 28
1.8 Sistematika Penyajian ................................................................................ 29
BAB II DESKRIPSI TEKS, KLASIFIKASI DATA, TERJEMAHAN, DAN CATATAN ................................................................................. 30
2.1 Pengantar.................................................................................................... 30
2.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 30
2.3 Klasifikasi Data.......................................................................................... 32
2.3.1 Pengantar........................................................................................... 32
2.3.1.1 Deskripsi Teks.......................................................................... 32
2.3.1.2 Transkripsi ............................................................................... 33
2.3.1.3 Ejaan......................................................................................... 33
2.3.1.4 Terjemahan............................................................................... 35
2.3.1.5 Catatan Teks............................................................................. 35
2.3.1.6 Keterangan Mengenai Narasumber.......................................... 36
2.3.2 Deskripsi Teks................................................................................... 37
2.3.3 Catatan Teks...................................................................................... 70
BAB III GAYA BAHASA MANTRA BAHASA DAYAK DESA................ 79
3.1 Pengantar .................................................................................................. 79
3.2 Gaya Bahasa Perulangan............................................................................ 79
3.2.1 Aliterasi ............................................................................................. 79
3.2.2 Asonansi............................................................................................ 84
3.2.3 Gabungan .......................................................................................... 86
3.3 Gaya Bahasa Kiasan................................................................................... 88
3.3.1 Perbandingan..................................................................................... 89
3.3.2 Metafora ............................................................................................ 96
3.3.3 Allegori ............................................................................................. 97
3.3.4 Personifikasi...................................................................................... 102
3.3.6 Gabungan .......................................................................................... 108
4.2.1.7 Tawar Mutah ‘Mengobati Muntah’ ......................................... 131
4.2.3.2 Tawar Sengat Penyengat ‘Menyembuhkan Tersengat Penyengat’................................................................................ 142
4.2.3.1 Tawar Ulat Bulu ‘Mengobati Sakit Terkena Bisa Ulat Bulu... 141
4.2.3 Teks C (Mantra Mengobati Penyakit Terkena Binatang) ................. 140
4.2.2.3 Tawar Kepisak ‘Mengobati Bisulan ........................................ 139
4.2.2.2 Tawar Elamai ‘Menobati Herpes’ ........................................... 137
4.2.2.1 Tawar Merejan ‘Mengobati Biduren’...................................... 135
4.2.2 Teks B ( Mengobati Penyakit Kulit) ................................................ 135
4.2.1.9 Tawar Utai Tumuah de Nyawa ‘Mengobati Radang Tenggorokan’ ........................................................................... 133
4.2.1.8 Tawar Mutah Birak ‘Mengobati Muntaber’ ............................ 132
4.2.1.6 Tawar Netauk Birak ‘Mengobati Susah Buang Air Besar’..... 129
3.4 Rangkuman ................................................................................................ 112
4.2.1.5 Tawar Batuak ‘Mengobati Batuk’ ........................................... 127
4.2.1.4 Tawar Pediah Perut Ngasak ‘Mengobati Sakit Perut Melilit’ ..................................................................................... 125
4.2.1.3 Tawar Pediah Perut Ngeriak ‘mengobati Sakit Perut Mulas’.................................................................... 122
4.2.1.2 Tawar Pediah Perut Pasang ‘Mengobati Perut Kembung’ ....................................................................... 120
4.2.1.1 Tawar Pediah Kepalak ‘Mengobati Sakit Kepala’ .................. 117
4.2.1 Teks A (Mengobati Penyakit Biasa) ................................................. 117
4.2 Tujuan dan Proses Ritual Mantra Bahasa Dayak Desa.............................. 116
4.1 Pendahuluan ............................................................................................... 113
BAB IV TUJUAN, PROSES RITUAL, DAN FUNGSI MANTRA BAHASA DAYAK DESA................................................................................................ 113
4.2.3.3 Tawar sengat Nyelipan ‘Menyembuhkan Bisa Tersengat
4.2.3.4 Tawar Sengat Kala ‘Menyembuhkan Sakit Tersengat Kala Jengking .................................................................................. 144
4.2.3.5 Tawar Kenak Bisa Ular ‘Menyembuhkan Sakit Terkena Gigitan Ular Berbisa’ ............................................................... 146
4.2.4 Teks D (Mengobati Luka Bakar) ...................................................... 149
4.2.5 Teks E (Mantra Menyembuhkan Penyakit yang Disebabkan oleh Hantu dan Santet .............................................................. 151
4.2.5.1 Tawar Pediah Temu Tengah Malam ‘Mengobati Penyakit yang Kambuh Saat Tengah Malam’......................................... 151
4.2.5.2 Tawar Pediah Tubuah ‘Mengobati Sakit Tubuh’ .................... 153
4.2.5.3 Tawar Pediah Tubuh ‘Mengobati sakit Tubuh’....................... 157
4.2.5.4 Tawar Tepas ‘Mengobati Penyakit yang Dikirim dengan Cara Gaib ................................................................................. 160
4.2.5.5 Penangkal Racun ‘Menagkal Racun’....................................... 164
4.2.6 Teks F Mantra yang Berhubungan dengan Keluarga........................ 165
4.2.6.1 Tawar Pediah Perut Beranak ‘Mengatasi Sakit Perut Hendak Melahirkan.................................................................. 166
4.2.6.2 Tawar Temunik Dudi ‘Mengatasi Ari-ari yang Susah Keluar’ ..................................................................................... 167
4.2.6.3 Tawar Temunik ‘Mengeluarkan Ari-Ari’................................. 168
4.2.6.4 Tawar Tusu ’Mengatasi Berbagai permaslahan pada Payudara Saat Melahirkan Pertama Kali.................................. 169
4.2.6.5 Tawar Nemiak Nyabak ‘Mengatasi Bayi Yang Menangis
Karena Gangguan Makhluk Halus’.......................................... 171
4.2.7 Teks G (Pengusir Hantu)................................................................... 172
4.2.8 Teks H (Berhubungan dengan Makanan yang akan Dimakan) ........ 174
4.2.8.1 Tawar Tengkelan ‘Menobati Keselak’..................................... 174
4.2.8.2 Tawar Empunan ‘Mengobati Kepunan’ .................................. 175
4.2.8.3 Tawar Empunan ‘Menghindari Kepunan’ ............................... 177
4.2.9 Teks I (Daya Ingat) .......................................................................... 178
4.2.9.1 Tawar Pengingat ‘Menambah Daya Ingat’.............................. 179
4.2.9.2 Pengingat ‘Mempertajam Daya Ingat’..................................... 181
4.2.10 Teks J (Kekebalan Tubuh) .............................................................. 183
4.2.10.1 Baca Budak Tiga ‘Kekuatan Badan’...................................... 184
4.2.10.2 Asal Besi 1 ‘Melumpuhkan Senjata Tajam’........................... 185
4.2.10.3 Asal Besi 2 ‘Melumpuhkan Senjata Tajam’ .......................... 186
4.2.11 Teks K (Menundukan Orang Lain) ................................................. 187
4.2.11.1 Asal Penunuak Mensia ‘Meluluhkan Hati Orang Lain’......... 188
4.2.11.2 Penunuak ‘Meluluhkan Hati Orang Lain’ ............................. 190
4.2.11.3 Rajah Binyak ‘Menambah Daya Pikat’.................................. 192
4.3 Fungsi Mantra Berdasarkan Alasan Mistis yang Melatarbelakanginya..... 194
4.3.1 Fungsi Religius ........................................................................... 195
4.3.2 Fungsi Pengobatan ...................................................................... 195
4.3.3 Fungsi Magis............................................................................... 196
4.3 Rangkuman ................................................................................................ 196
BAB V PENUTUP........................................................................................... 199
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 199
5.2 Saran ........................................................................................................ 203 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 204 BIOGRAFI....................................................................................................... 207 LAMPIRAN..................................................................................................... 208
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat bahasa yang terdapat di wilayah Indonesia masing-masing memiliki kesusastraan, baik yang berbentuk lisan maupun yang berbentuk tulisan.
Di antara sekian banyak suku bangsa yang mendiami kepulauan Indonesia ada kekayaan budaya yang sama sekali belum pernah dicatat, ada pula yang baru dalam tahap penelitian.
Sastra lisan pada suku-suku bangsa Indonesia sebagian besar berbentuk puisi atau prosa berirama. Sastra lisan tersebut antara lain berisi mantra-mantra, pribahasa, lafal-lafal yang menyertai upacara, teka-teki, dongeng dan fabel. Tradisi bercerita di hadapan khalayak ramai merupakan bentuk hiburan terbesar di sebagian besar wilayah Nusantara.
Sastra tertulis (seperti novel, drama, dan puisi) terkait pada bentuk asli pengarangnya, dengan kata lain pengarang sangat dipentingkan. Sastra lisan ditandai oleh kebebasan bentuk dan pengarang tidak dipentingkan karena sastra lisan adalah milik masyarakat, seperti salah satu ciri folklor yang diungkapkan oleh Danandjaja (2002 : 4), yaitu bersifat anonim, nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi.
Khazanah sastra daerah suku Dayak Desa tidak ada yang berbentuk tulisan. Nenek moyang suku ini tidak mengenal tulisan, mereka hanya mengunakan tanda-tanda atau simbol-simbol. Tanda atau simbol tersebut seperti motif-motif pada kain tenun ikat dan anyaman, ukiran-ukiran kayu, burung enggang dan sebagainya. Sebagian besar sastra daerah suku Dayak merupakan sastra lisan.
Salah satu bentuk sastra lisan daerah suku Dayak adalah mantra. Mantra pada masyarakat suku Dayak, masih bertahan pada bentuk tradisional hingga saat ini. Bagi masyarakat pemakainya, mantra dianggap dapat membantu mereka untuk memperoleh sesuatu yang mereka kehendaki. Contohnya adalah mantra untuk mengobati penyakit, mantra untuk percintaan, mantra untuk kekebalan tubuh dan lain-lain.
Peneliti memilih mantra khususnya mantra suku Dayak Desa sebagai objek penelitian karena sejauh yang peneliti ketahui, belum pernah diteliti. Selain itu, mantra menggunakan bahasa yang unik. Keunikan tersebut terlihat dari kosa kata yang digunakan dalam setiap mantra. Kosa kata yang digunakan tersebut terkadang tidak dapat dimengerti secara harafiah. Namun, dengan keunikan bahasa yang digunakan itu, mantra dianggap memiliki suatu “kekuatan” tersendiri bagi masyarakat pemakainya. Mantra adalah magic kata yang dimaksudkan untuk memperoleh suatu kekuatan dan keuntungan bagi orang yang mengucapkannya.
Selain dari beberapa hal yang disebutkan di atas, peneliti beranggapan bahwa budaya daerah sangat perlu dilestarikan. Mengingat bahwa sifat mantra adalah rahasia dan tertutup, dan hanya dimiliki oleh kalangan tertentu serta diturunkan kepada orang tertentu pula. Hal ini membuka kemungkinan punahnya mantra. Berikut adalah salah satu contoh mantra bahasa Dayak Desa.
(1) mantra yang digunakan untuk mengobati penyakit.
Tawar mata mpeleman megobati mata kelilipan Pipit serit-serit bunyi kicau burung pipit Nepan tengah laman bermain di tengah halaman
Datai bujang jepit datang pemuda bertubuh kecil
Nyungkit mata mpleman mengobati mata yang kelilipan
Contoh (1) adalah mantra yang berfungsi untuk mengobati penyakit, yaitu mengobati mata yang kemasukan debu atau binatang kecil yang masuk ke mata, sehingga membuatnya kelilipan. Mantra ini diucapkan dengan maksud agar sesuatu yang memasuki mata tersebut segera keluar sehingga mata yang kelilipan segera sembuh.
Pada contoh (1) terdapat bunyi akhir yang berpola ab-ab. Mantra ini berasonansi t dan n. Hal ini dapat dilihat pada akhir larik pertama dan larik ketiga terdapat kata serit – serit dan jepit, pada larik kedua dan larik ketiga terdapat kata
laman dan mpleman. Bunyi tersebut terasa sebagai permainan bunyi untuk
mendapatkan keindahan.Mantra pada contoh (1) dapat diucapakan oleh siapa saja (tidak memandang umur). Mantra ini sangat mudah untuk didapatkan karena tidak membutuhkan persyaratan apa pun. Biasanya yang sering mengucapkan mantra ini adalah anak–anak usia sekolah dasar ke bawah.
Jika dilihat dari jenisnya, mantra bahasa Dayak Desa memiliki beragam jenis dengan fungsinya masing-masing karena nenek moyang suku ini sangat percaya dengan kekuatan mantra. Hampir di setiap bidang kehidupan ada mantranya, seperti mengobati berbagai jenis penyakit, mantra untuk mata pencaharian, mantra percintaan, kekebalan tubuh, melindungi diri dari roh jahat dan sebagainya.
Proses ritual yang dilakukan dari setiap mantra juga berbeda-beda sesuai dengan tingkat mantranya. Ada mantra yang sangat mudah untuk diamalkan, dan ada pula mantra yang tidak boleh digunakan dengan sembarangan.
Untuk itulah penulis tertarik untuk mengkaji gaya bahasa, fungsi, dan proses ritual mantra bahasa Dayak Desa. Dengan mengkaji topik ini diharapkan dapat memberi informasi-informasi yang berguna bagi siapa pun yang ingin mendalami perihal mantra.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, studi ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut.
1.2.1 Bagaimana gaya bahasa yang digunakan pada mantra bahasa Dayak Desa?
1.2.2 Apa saja tujuan fungsi mantra serta bagaimana proses ritual mantra bahasa Dayak Desa?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Mengkaji dan memaparkan gaya bahasa pada mantra pada bahasa Dayak Desa.
1.3.2 Mengkaji, mengkalisifikasikan dan mendeskripsikan tujuan, fungsi dan poses ritual mantra bahasa Dayak Desa.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis.
Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat dalam bidang semantik. Dalam bidang semantik, hasil penelitian ini bermanfaat bahwa makna dapat diungkapkan dengan berbagai cara yang terwujud dalam gaya bahasa. Hasil penelitian ini juga bermanfaat untuk menerapkan teori sastra ke dalam teks-teks sastra lisan yang selama ini tidak dianggap sebagai karya sastra.
Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu wujud melestarikan budaya daerah dan menambah perbendaharaan pustaka khususnya bidang penelitian kebudayaan daerah. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memperkenalkan mantra suku Dayak, khususnya suku Dayak Desa.
Dalam bidang sastra lisan, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai penelitian tradisi lisan, termasuk mantra yang masih banyak terdapat dalam masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat luas, hasil penelitian ini dapat memberikan referensi untuk memahami realitas tentang mantra yang tidak bisa dimengerti secara rasional.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang mantra pernah dilakukan, di antaranya oleh Soedjijono dkk (1987:14), yaitu yang berjudul Srtuktur dan Isi Mantra Bahasa Jawa di Jawa
Timur . Penelitian ini memaparkan bahwa ciri khas mantra adalah untuk
membangkitkan suasana sakral atau efek magis. Suasana sakral yang dimaksud di sini adalah bahwa mantra menunjuk kepada dunia di luar batas-batas kemampuan wajar manusia, dunia di luar kekuasaan hukum alam, yaitu alam gaib sebagai pengaruh dari kekuatan sakti.
Soedjijono dkk (1987 : 52) mengemukakan bahwa mantra sebagai suatu wacana persuasi menggunakan alat–alat itu berupa sugesti, perintah, identifikasi, permintaan, ajakan, proyeksi, rasionalisasi, dan konformitas. Di antara kedelapan alat ini yang paling banyak di dipakai yaitu sugesti. Hal ini sesuai dengan hakekat mantra yang merupakan suatu ungkapan maksud yang ditujukan kepada zat gaib, untuk itu diperlukan suatu teknik dalam membujuk zat gaib tersebut secara sugesti.
Abdulrachman dkk (1996) dalam bukunya berjudul Fungsi Mantra dalam
Masyarakat Banjar, menemukan 83 buah mantra yang ada dalam masyarakat
Banjar beserta fungsinya masing-masing.Ketika manusia masih percaya kepada kekuatan animisme dan dinamisme (yakni pada waktu manusia masih sangat percaya kepada kekuatan supranatural), mantra digunakan untuk memuja kekuatan superanatural itu dengan harapan kekuatan tersebut tidak akan mendatangkan bala kepada manusia. Rasa takut dan tekanan yang dirasaka oleh manusia yang dibarengi dengan pemujaan telah membuat manusia mengadakan berbagai macam upacara yang dimaksudkan untuk memohon sesuatu kepada kekuatan itu ( Yusri Yusuf dkk :2001) dalam buku yang berjudul Struktur dan Fungsi Mantra Bahasa Aceh.
Soedjijono dkk meneliti mantra bahasa Jawa Timur dari segi struktur dan isinya, Abdulrachman dkk meneliti mantra masyarakat Banjar dari segi fungsinya, sedangkan Yusri Yusuf dkk juga meneliti mantra bahasa Aceh dari segi struktur dan fungsinya. Uraian tersebut menunjukan bahwa studi yang secara khusus mengungkap mantra masih sangat sedikit, dan mantra dalam kebudayaan Dayak khususnya bahasa Dayak Desa, sejauh ini belum pernah dilakukan.
1.6 Kerangka Teori
Untuk memahami lebih mendalam mengenai mantra dan aspek-aspek yang diteliti yang meliputi gaya bahasa, fungsi, dan proses ritual, berikut ini dikemukakan konsep tentang hakikat mantra, gaya bahasa, fungsi-fungsi mantra, proses ritual mantra, folklor dan ilmu gaib.
1.6.1 Hakikat Mantra
Mantra adalah perkataan yang dapat mendatangkan daya gaib atau susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995 : 629).
Umar Junus dalam bukunya yang berjudul Mitos dan Komunikasi (1981 : 214-216) mengatakan bahwa bahasa sebuah mantra bersifat esoterik, yang tidak mudah dipahami, bahkan mungkin tak punya arti, atau paling kurang tidak punya arti nominal. Yang penting bagi sebuah mantra bukanlah bagaimana orang dapat memahaminya, tetapi kenyataannya sebagai sebuah mantra dan kemanjurannya sebagai sebuah mantra. Kita hanya mungkin berbicara tentang eksistensinya dan bukan tentang apa yang dibawanya.
Kenyataan mantra sebagai sebuah mantra menyarankan kita kepada hal berikut: pertama, ia tidak berhubungan dengan soal pemahaman sama sekali. Pada dasarnya mantra adalah ucapan yang tidak perlu dipahami, sehingga kadang- kadang memang tidak dapat dipahami, karena ia lebih merupakan permainan bunyi dan bahasa belaka. Berikutnya, karena tidak ada persoalan pemahaman, menyebabkan ia mesti dilihat dari sudut mantra itu sendiri atau dari kenyataan yang ada padanya.
Hal yang penting dari sebuah mantra adalah kemanjurannya bukan kejelasan penyampaian amanatnya. Mantra harus dinilai dari segi efek atau akibat dari kehadirannya dan dari penggunaannya. Sebuah mantra akan menjadi lebih baik dari yang lain bila mendatangkan efek yang kuat. Mantra mesti mempunyai kekuatan majik yang didapat dengan permainan bahasa, yang biasanya melalui perulangan bunyi, kata, dan struktur. Permainan bahasa bertugas menetralisir dan melawan, sehingga misteri kehilangan kuasa atau kuasanya menjadi lemah. Mantra pada dasarnya memiliki dua hal yang bertentangan, yaitu rayuan dan perintah. Permintaan yang merayu-rayu biasanya dicapai dengan pemborosan pengucapan bahasa yang didapat melalui berbagai perulangan. Bila makhluk gaib telah melemah, ia dapat diperintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Mantra menghubungkan manusia dengan dunia yang penuh dengan misteri. Mantra merupakan suatu alat dalam usaha membujuk dunia misteri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu terhadap manusia yang mengucapkannya. Mantra tidak lagi menjadi mantra jika kehilangan unsur misteri di dalamnya.
Bahasa dan kepercayaan serta dunia yang tak terlihat adalah unsur-unsur penting dalam mantra. Bahasa dan kepercayaan menimbulkan kekuatan yang luar biasa sehingga mampu mempangaruhi dunia yang tak kelihatan. Kepercayaan merupakan sebuah pengalaman pribadi setiap manusia dengan dunia yang tak kelihatan. Sedangkan bahasa digunakan setiap pribadi dalam melakukan ritual kepercayaan dengan mengucapkan kata atau kalimat dengan irama tertentu dengan tujuan agar bisa berinteraksi dengan dunia yang tidak kelihatan. Dua hal ini akan berlangsung terus menerus dan menjadi semacam tradisi. Keane dalam karyanya yang berjudul Religious Language (1997 : 47), mengutip pendapat beberapa ahli, di antaranya William James dan EB Tylor berikut ini:
“Religion is founded on the subjective experience of an invisible presence” (William James). “Prayers begin as spontaneous utterances and degenerate into traditional formulas” (EB Tylor).
Pengalaman subjektif akan sebuah kehadiran itulah yang menjadi dasar bagi agama. Doa-doa pada mulanya diucapkan secara spontan, tetapi pada masyarakat tradisional, doa-doa itu seringkali dirumuskan menjadi sesuatu yang bersifat ‘baku’ (formulaic). Dalam konteks seperti inilah, mantra menduduki tempat yang penting. Mantra menjadi sarana penghadiran kekuatan penyembuhan (healing power) yang menggunakan rumusan-rumusan bahasa yang unik.
Bisa dikatakan bahasa merupakan media atau alat yang menghubungkan antara kepercayaan dengan dunia yang tak kelihatan (kekuatan yang luar biasa di luar manusia). Bahasa dalam mantra bisa berbentuk nyanyian, ucapan, bacaan, tulisan. Semua itu bertujuan untuk mengungkap atau mengalami kekuatan besar di
“Concrete activities such as speaking, chanting, singing, reading, writing-or their purposeful suppression-can be as much a condition of possibility for the experience of the divine as a response to it” (Ferguson). “Religious observance tends to demand highly marked and self conscious uses of linguistic resources” (Asad).
Karena mantra digunakan untuk berinteraksi dengan dunia yang tak kelihatan, setiap pribadi percaya bahwa respon dari dunia gaib itu berupa sesuatu yang tak terlihat namun dapat ditangkap bunyinya, entah itu berupa ucapan, nyanyian, atau desiran angin. Contoh konkritnya terjadi pada St. Augustine saat dia memutuskan menjadi kristen. Kata-kata yang ia dengar dari mulut seorang anak kecil yang tak terlihat, ia yakini sebagai jawaban dari Tuhan.
“Upon hearing the words “take and read, take and read” (tolle lege, tolle lege) spoken in a “sing-song” voice by an unseen child from the other side of a wall, Augustine understood them to be a command from God” (Keane, 1997 : 49).
1.6.2 Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam mantra khususnya mantra bahasa Dayak Desa ditemukan juga penggunaan gaya bahasa. Penggunaan gaya bahasa tersebut untuk melukiskan sesuatu secara kiasan agar terasa indah dan meningkatkan efek yang diinginkan. Pemilihan kata atau diksi dilakukan untuk mendapatkan kepuitisan atau untuk menimbulkan nilai estetik.
Keraf (1984: 113) menyebutkan bahwa gaya bahasa merupakan kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah. Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:545) gaya bahasa adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakan dengan sesuatu yang lain; kiasan. Bahasa kiasan adalah penggunaan kiasan untuk meningkatkan efek pernyataan atau pemerian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 77) Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan sesuatu benda atau hal tertentu dengan benda yang lain yang lebih umum (Tarigan, 1985:112).
1.6.2.1 Gaya Bahasa Perulangan
1) Gaya Bahasa Aliterasi Gaya bahasa aliterasi adalah gaya bahasa yang yang berwujud perulangan konsonan yang sama (Keraf, 1984 : 130). Aliterasi merupakan pengulangan bunyi-bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh (1) berikut ini
Pipit serit-serit ‘kicauan burung pipit’ Nepan tengah laman ‘bermain di halaman’ Datai bujuang jepit ‘datang bujang yang bertubuh kecil’
Nyungkit mata empeleman ‘mengobati mata yang kelilipan’
Contoh (1) terdapat persajakan bunyi akhir yang berpola ab-ab. Larik pertama berpasangan dengan larik ketiga dan larik kedua berpasangan dengan larik keempat.
2) Gaya Bahasa Asonansi Gaya bahasa asonansi adalah gaya bahasa yang berwujut perulangan bunyi vokal yang sama (Keraf, 1984 : 130). Asonansi merupakan bentuk persajakan dari bunyi-bunyi vokal.
(2) teks E (2)
Bisa kenuk antu ‘berbisa kata hantu’ Tabar kenuk aku ‘tawar kata aku’ Manih kenuk antu ‘manis kata hantu’ No kenuk aku ‘tidak kata aku’ Asin kenuk antu ‘asin kata hantu’ Tabar kenuk aku ‘tawar kata aku’
Contoh (2) merupakan gaya bahasa asonansi yang pola aaa, dengan persajakan yang terdapat pada bunyi akhir dari setiap larik.
1.6.2.2 Gaya Bahasa Kiasan
1) Gaya Bahasa Perbandingan Gaya bahasa perbandingan atau persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat ekplisit (Keraf, 1984 : 138). Perbandingan ini lansung menyatakan sesuatu dengan hal yang lain. Pradopo (2005 : 62), menyatakan bahwa perbandingan atau perumpamaan atau simile ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding lainnya. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.
(3) teks C (4)
Temeran rebiah kampel Jatuk ningang lawang kewari
Kujeput sebagai lumut Kejadi kau batang padi
‘temeran rebiah kampel’ ‘jatuh menimpa rumah Kewari’ ‘kala jengking menyatakan dirinya berbisa’ ‘kujeput sebagai lumut’ ‘terjadikau dari batang padi’ Pada contoh nomor (3) merupakan perbandingan yang ditunjukan dengan kata pembanding sebagai.
2) Gaya bahasa Metafora Gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat (Keraf, 1984 : 139). Gaya bahasa metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, laksana, seperti, dan sebagainya (Pradopo, 2005 : 62). Gaya bahasa metafora ini menyamakan suatu benda atau suatu hal dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut: