PERANAN INKULTURASI BUDAYA JAWA TERHADAP PENGHAYATAN EKARISTI DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN SKRIPSI

  PERANAN INKULTURASI BUDAYA JAWA TERHADAP PENGHAYATAN EKARISTI DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN S K R I P S I

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh:

  Yohanes Agung Hari Prastowo NIM: 071124015

  PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  PERANAN INKULTURASI BUDAYA JAWA TERHADAP PENGHAYATAN EKARISTI DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN S K R I P S I

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh:

  Yohanes Agung Hari Prastowo NIM: 071124015

  PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  

PERSEMBAHAN

  Skripsi ini kupersembahkan kepada orang tuaku yang mengajari aku akan makna hidup, sumber inspirasiku Bapak J.A. Tukiman dan Ibu T.C Wuryanti,

  Keluarga besar Eyang Rejosoemarto Theresia Linata Adayu

  Teman-teman angkatan 2007 Adik-adik angkatan umat di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  

MOTTO

  “Kerjakanlah pekerjaan yang membawa berkah bagimu dan bagi orang yang kamu cintai” Kerjakanlah hal-hal kecil dengan cinta yang besar (Ibu Teresa).

  ABSTRAK

  Judul skripsi PERANAN

INKULTURASI BUDAYA JAWA

  

TERHADAP PENGHAYATAN EKARISTI DI PAROKI HATI KUDUS

TUHAN YESUS GANJURAN dipilih berdasarkan ketertarikan dan rasa

  keingintahuan penulis pada unsur-unsur kebudayaan Jawa dalam Gereja. Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran adalah salah satu paroki di Yogyakarta yang menggunakan secara pokok unsur-unsur budaya Jawa.

  Penulis ingin menguraikan inkulturasi sebagai sarana penghayatan iman umat terhadap Ekaristi. Penulisan skripsi ini menguraikan beberapa kajian pustaka mengenai inkulturasi dan Ekaristi. Inkulturasi adalah perpaduan budaya dengan iman Kristiani. Inkulturasi budaya Jawa membawa pengaruh positif bagi penghayatan iman umat dalam Perayaan Ekaristi. Melalui inkulturasi umat dapat memasuki suasana yang khidmat untuk mempersiapkan hati bertemu dengan Tuhan dalam Perayaan Ekaristi.

  Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui pemahaman dan keterlibatan umat dalam menggereja juga pelestarian budaya Jawa. Penulis juga memiliki keprihatinan akan situasi kaum muda saat ini. Kaum muda di zaman yang modern ini kurang memperhatikan budayanya sendiri. Diperlukan pembinaan iman dan katekese yang dapat membantu kaum muda dalam memahami dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam pelestarian budaya Jawa. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu pengumpulan data-data umat di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran telah dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh inkulturasi budaya Jawa terhadap penghayatan Ekaristi. Di samping itu, studi pustaka juga diperlukan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran untuk direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan bagi umat.

  Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh kaum muda Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran untuk meningkatkan pemahaman mengenai inkulturasi dan keterlibatan mereka untuk terlibat aktif dalam perayaan Ekaristi adalah dengan katekese model Shared Christian Praxis. Katekese yang dimaksudkan adalah suatu gerakan aksi bersama untuk membantu mereka dalam penghayatan Ekaristi melalui inkulturasi budaya Jawa. Katekese model Shared Christian

  

Praxis merupakan suatu model katekese yang berdasar pada pengalaman hidup

  umat dan juga melibatkan umat secara aktif dalam proses katekese sehingga mampu memeberikan daya dan kekuatan dalam hidup nyata sehari-hari.

  

ABSTRACT

  The title of this writing,THE ROLE OF THEINCULTURATION OF

  

JAVANESE CULTURE FOR THE COMPREHENSION OF EUCHARIST

AT HATI KUDUS TUHAN YESUS PARISH IN GANJURAN,is selected

  based on the interest and the curiosity of the writer on the elements of Javanese culture in the Church. Hati Kudus TuhanYesusParish in Ganjuran is one of churches in Yogyakarta which uses the elements of Javanese culture fundamentally in the Church.

  The writer attempts to elaborate inculturation as means for the people’s faith comprehensionofEucharist. This writing elaborates some library studies about inculturation and Eucharist. Inculturation connects cultureand Christian faith. The inculturation of Javanese culture brings positive influence for people’s faith comprehension ofEucharist. Through the inculturation, people can have a solemn situation to prepare their heartsto meet God in Eucharist.

  The main problem of this writing is to know the understanding and the involvement of the people who are active in Church activities and the conservation of Javanese culture. The writer also has a concern for youth condition. The youth in this modern era pay less attention to their cultures. It needs a faith formation and catechesis which can help the youth in comprehending and increasing their involvement in Javanese culture conservation. To study this problem requires the accurate data. Therefore, the data collected in Hati Kudus TuhanYesusParish in Ganjuran has been done to know the level of the inculturation influence of Javanese culture to Eucharist comprehension.Besides, the library study is needed to know the understanding of Eucharist which can be utilized as a contribution for the people.

  One of the ways which can be done by the youth of Hati Kudus TuhanYesusParish in Ganjuran to increase the understanding about inculturation and their involvementin Eucharist iscatechesis of Shared Christian Praxismodel.

  This catechesis is to assist them in Eucharist comprehension through theinculturation of Javanese culture. Catechesis ofShared Christian Praxismodel is a model of catechesiswhich is based on experience of people’s life as well as involving people actively in a process of catechesis so that it gives power and strength in daily life.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas rahmat cinta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERANAN INKULTURASI BUDAYA JAWA TERHADAP

PENGHAYATAN EKARISTI DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN.

  Skripsi ini di susun setelah berefleksi dan ketertarikan penulis pada saat mengikuti perayaan Ekaristi inkulturatif Jumat pertama di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Skripsi ini diharapkan menjadi pengetahuan/wawasan untuk dapat mengilhami umat dalam mengikuti Ekaristi inkulturatif, kemudian membantu keterlibatan umat dalam hidup menggereja dan melestarikan budaya Jawa di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Oleh karena itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dalam hidup menggereja dan pelestarian budaya Jawa. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:

  1. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ, selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga penulis diteguhkan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

  2. Dra. Y. Supriyati, M.Pd selaku dosen penguji II yang telah memberikan motivasi pada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

  3. Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J, selaku dosen penguji III yang telah bersedia membaca, memberikan kritik dan masukan, serta mendampingi penulis dalam mempertanggung-jawabkan skripsi ini.

  4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

  5. Romo Antonius Jarot Kusno. P, Pr, selaku Pastor Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  6. Bapak AG. Mujiya sekeluarga yang telah bersedia memberikan seluruh waktu, tempat dan perhatiannya bagi penulis selama penelitian. Terima kasih atas kerjasama, dukungan, saran dan cintanya yang begitu luar biasa bagi penulis selama melaksanakan penelitian di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  7. Para ketua lingkungan di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang telah menerima penulis di lingkungan dan mendukung pelaksanaan penelitian.

  Terima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama ini.

  8. Mas Indra dan kaka yang telah mengorbankan waktu dan tenaga membantu penulis dalam pengumpulan data skripsi ini.

  9. Seluruh umat Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang telah menerima dan membantu penulis selama proses penelitian.

  10. Bapak, Ibu, Eyang putri, kakak-kakak, adik dan semua keluarga yang memberikan semangat dan dukungan moral, material, dan spiritual selama penulis menempuh studi di IPPAK-USD Yogyakarta. Trimakasih atas cinta dan kasih yang penulis rasakan selama ini.

  11. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2007/2008 yang turut berperan dalam menempa pribadi dan motivasi penulis. Trimakasih atas kasih, kebersamaan dan persahabatan yang terjalin di IPPAK untuk bersama-sama menjadi seorang pewarta Kabar Gembira di tengah zaman yang penuh tantangan ini.

  12. Theresia Linata Adayu yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, semangat dan dukungan yang senantiasa memacu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  13. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga budi baik yang telah diberikan kepada penulis membawa berkah dan rahmat.

  Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai dan memberi apresiasi bagi siapapun yang memberi masukan demi perbaikan skripsi ini dan pengembangan diri penulis selanjutnya.

  

DAFTAR ISI

  4 F. Sistematika Penulisan ........................................................................

  12 b. Religiousitas Inkulturasi Jawa ...................................................

  3. Dasar Teologis Inkulturasi ............................................................ 10 a. Azas-azas dan Norma untuk Inkulturasi Ritus Romawi ...........

  9

  7 2. Tujuan Inkulturasi ..........................................................................

  7 1. Pengertian Inkulturasi ...................................................................

  7 A. Inkulturasi ..........................................................................................

  5 BAB II. INKULTURASI DALAM PERAYAAN EKARISTI DI PAROKI HKTY GANJURAN .......................................................................................

  4 E. Metode Penulisan ...............................................................................

  HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv MOTTO .......................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  3 D. Manfaat Penulisan .............................................................................

  3 C. Tujuan Penulisan ...............................................................................

  1 B. Rumusan Permasalahan .....................................................................

  1 A. Latar Belakang ..................................................................................

  KATA PENGANTAR .................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xviii BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................

  

ABSTRACT ...................................................................................................... ix

  ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................ vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii

  13

  4. Inkulturasi dalam Gereja ...............................................................

  15 a. Tahapan-tahapan Inkulturasi dalam Gereja Katolik ..................

  16

  b. Inkulturasi Budaya Jawa dalam Perayaan Ekaristi di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ...........................................

  17

  c. Contoh Perayaan Ekaristi Memadukan unsur Inkulturatif Budaya Jawa di Paroki HKTY Ganjuran ..................................

  20 B. Penghayatan Ekaristi ......................................................................... 22 1. Pengertian Penghayatan Ekaristi ...................................................

  22 2. Tata Perayaan Ekaristi dalam Gereja .............................................

  26 a. Ritus Pembuka ...........................................................................

  26 b. Liturgi Sabda .............................................................................

  28 c. Liturgi Ekaristi ..........................................................................

  30 d. Ritus Penutup ............................................................................

  30 C. Budaya Jawa ...................................................................................... 31 1. Pengertian Budaya Jawa ................................................................

  31 2. Agama yang tumbuh dari akar Jawa ..............................................

  32 D. Gambaran Umum Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ......... 32 1. Sejarah Singkat Gereja ..................................................................

  32 2. Sejarah Singkat Candi Ganjuran ....................................................

  37 3. Bangunan Candi Katolik dan Misi Kristiani .................................

  39 4. Visi dan Misi Paroki HKTY Ganjuran ..........................................

  43 E. Situasi Umum Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ................ 44 1. Letak Geografis dan Situasi Umat Paroki HKTY Ganjuran .........

  44 2. Wilayah dan Lingkungan Umat Paroki HKTY Ganjuran .............

  44 3. Perayaan Ekaristi secara Umum Paroki HKTY Ganjuran .............

  46 BAB III. INKULTURASI DAN PENGHAYATAN EKARISTI ................... 48 A. Tujuan Penelitian ...............................................................................

  48 B. Metode Penelitian ..............................................................................

  48 C. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................

  49 D. Responden Penelitian ........................................................................

  49

  E. Instrumen Penelitian ..........................................................................

  51 F. Variabel Penelitian .............................................................................

  53 G. Gambaran Pelaksanaan Penelitian dan Hasil Penelitian ...................

  54 1. Inkulturasi di Paroki HKTY Ganjuran ..........................................

  54 2. Penghayatan Ekaristi di HKTY Ganjuran .....................................

  57 3. Hasil Tanggapan Umat mengenai Inkulturasi ...............................

  59 4. Hasil Tanggapan Umat mengenai Penghayatan Ekaristi ...............

  65 BAB IV. USULAN PROGRAM PEMBINAAN IMAN KAUM MUDA UNTUK MENINGKATKAN PENGHAYATAN EKARISTI MELALUI INKULTURASI DI PAROKI HKTY GANJURAN ...... 70 A. Latar Belakang Pemilihan Program .................................................

  71 B. Pengertian Katekese ......................................................................... 72

  C. Tujuan Katekese ............................................................................... 74 D. Model Katekese ...............................................................................

  76 1. Tiga Komponen Pokok dalam Model Shared Christian Praxis ...

  77

  2. Langkah-langkah Shared Christian Praxis .................................. 79

  E. Usulan Tema dan Tujuan ................................................................. 82 F. Penjabaran Program .........................................................................

  84 G. Petunjuk Pelaksanaan Program ........................................................

  87 H. Contoh Persiapan Katekese (Shared Christian Praxis) ...................

  87 BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 103

  A. Kesimpulan ...................................................................................... 103

  B. Saran ................................................................................................. 107 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 109 LAMPIRAN .................................................................................................... 112

  Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Pelaksanaan Penelitian ................ (1) Lampiran 2 : Bacaan Injil Markus 16: 9-20............................................ (2) Lampiran 3 : Koesioner Penelitian ......................................................... (3) Lampiran 4 : Foto Penelitian ................................................................. (6) Lampiran 5 : VCD “Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran” .......... (7)

DAFTAR SINGKATAN

  A. Daftar Singkatan Kitab Suci

  Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

  

Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat . (Dipersembahkan

  kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

  B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

  AA: Apostolicam Actuositatem , Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

  AG: Ad Gentes , Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja, 7 Desember 1965.

  CT: Catechesi Tradendae , Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979. DCG: Directorium Catechisticum Generale , Direktorium Kateketik

  Umum yang dikeluarkan oleh Kongregasi Suci para Klerus, 11 April 1971.

  EN: Evangelii Nuntiandi , Imbauan Apostolik Bapa Suci Paulus VI tentang Karya Pewartaan dalam Zaman Modern, 8 Desember 1975.

  GDC: General Directory for Catechesis , Pedoman Umum untuk Katekese, dikeluarkan oleh Kongregasi Suci Para Klerus, 1997.

  ITILR: Instruksi Tentang Inkulturasi Liturgi Romawi, Instruksi IV untuk pelaksanaan Konstitusi Liturgi art. 37-40.

  RM: Redemptoris Missio , Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang Amanat Misioner Gereja, 7 Desember 1990.

C. Singkatan Lain

  Art: Artikel HKTY: Hati Kudus Tuhan Yesus

  IPPAK: Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik KBG: Komunitas Basis Gerejani KBP: Karya Bakti Paroki KK: Kepala Keluarga KU: Katekese Umat KWI: Konferensi Waligereja Indonesia MB: Madah Bakti MAWI: Majelis Agung Waligereja PKKI: Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia Pr: Projo Prodi: Program Studi PUMR: Pedoman Umum Misale Romawi PUSKAT: Pusat Kateketik

  SCP: Shared Christian Praxis SJ: Societas Jesus , Serikat Yesus USD: Universitas Sanata Dharma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya kemajuan zaman yang dialami dunia saat ini menjadikan

  inkulturasi sebagai suatu tuntutan zaman dimana kebudayaan yang harus disesuaikan. Inkulturasi merupakan kenyataan yang bersifat kompleks yang hakikatnya tidak akan dimengerti dengan baik apabila digali hanya berdasar konsep yang semata-mata bersifat teoritis. Dengan kata lain inkulturasi tidak beroreintasikan pada teori atau konsep melainkan lebih pada praksis, pengalaman dan percobaan. Pada umumnya inkulturasi merupakan perjumpaan yang bersifan berkelanjutan antara iman kristiani dengan kebudayaan. Yesus Kristus adalah pusat iman kristiani, maka inkulturasi dapat juga dipahami sebagai perjumpaan antara Yesus Kristus dengan umat manusia. Di dalam inkulturasi Yesus Kristus menjadi yang utama, karena yang menjadi salah satu isi iman kristiani adalah kabar gembira atau Injil. Dengan itu dapat dinyatakan bahwa yang utama dalam inkulturasi yaitu bagaimana jemaat di dalam pergulatan hidupnya sehari-hari mengimani Kristus dan menemukan kehadiran-Nya di dalam segalanya.

  Iman tidak terpisahkan dari kebudayaan karena kenyataan hidup manusia dan dunia bagi orang beriman tidak pernah lepas dari relasinya dengan Dia yang menjadi sumber kehidupan sendiri. Manusia tidak dapat memahami dunia dan kenyataan hidupnya, mencapai kepenuhan dan mengalami kebahagiaan hidupnya tanpa menjawab pertanyaan tentang relasinya dengan yang ilahi. Pada intinya itu, seperti telah disebut di muka kebudayaan, sebagai kenyataan hidup manusia, menjadi tempat di mana Allah menyatakan diri dan mendatangi manusia.

  Kebudayaan merupakan unsur yang sangat fundamental di dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, iman tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Penting juga disadari bahwa inti iman kristiani tidak pernah mengabaikan atau menegasikan kebudayaan. Allah menyelamatkan manusia juga melalui dan di dalam kebudayaannya. Demikian pula manusia menanggapi karya keselamatan Allah melalui cara hidupnya dan dengan kebudayaannya. Iman hidup dan dihayati di dalam kebudayaan. Iman membutuhkan kebudayaan. Dalam hal ini Paus Yohanes Paulus II, seperti yang dikutip oleh Shorter (1992: 231), menyatakan bahwa iman yang belum menjadi kebudayaan merupakan iman yang belum sepenuhnya diterima dan dihidupi secara sepenuhnya. Usaha memahami hakikat kebudayaan dan hubungannya yang tidak terpisahkan dengan iman membantu kita untuk sampai pada pengertian yang benar tentang esensi inkulturasi.

  Melihat Kebudayaam Jawa di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, sebagaimana halnya dengan berbagai kebudayaan lainnya di Indonesia, selama ini telah menerima banyak pengaruh dari aneka ragam corak kebudayaan yang datang dari luar. Dalam proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan yang datang dari luar tersebut, ternyata kebudayaan Jawa tetap mampu mempertahankan kepribadiaannya. Salah satu aspek kebudayaan Jawa yang telah begitu luas dan mendalam dipengaruhi oleh unsur-unsur kebudayaan dari luar ialah agama. Agama-agama besar seperti agama Hindu, Budha, Islam, Kristen dan Katolik, yang kesemuanya berasal dari luar lingkungan kebudayaan Jawa, telah masuk, bertemu dan mengalamai proses akulturasi dengan agama asli yang menjadi kerohanian khas suku bangsa Jawa.

B. Rumusan Masalah 1.

  Apa itu inkulturasi di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran? 2. Seberapa besar Inkulturasi budaya Jawa membantu umat untuk menghayati iman dalam Liturgi Ekaristi di Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran?

  3. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk mengembangkan penghayatan dalam Ekaristi yang berkembang di Kebudayaan Jawa? C.

   Tujuan Penulisan 1.

  Untuk membantu penulis dalam memperdalam pengetahuan tentang Inkulturasi dan Ekaristi, teristimewa Inkulturasi Kejawen dalam liturgi ekaristi.

  2. Untuk mengetahui sejauh mana peran inkulturasi dalam membangun kesadaran umat untuk terlibat mewujudkan iman di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  3. Untuk mengetahui pentingnya pengembangan inkulturasi yang sesuai bagi umat dalam membangun kesadaran mereka untuk terlibat dalam mewujudkan iman di paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  4. Penulisan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan kelulusan sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,

  D. Manfaat Penulisan 1.

  Menambah pengetahuan dan wawasan baru bagi penulis dan pembaca mengenai inkulturasi dan manfaat inkulturasi untuk penghayatan iman umat dalam ekaristi.

  2. Sebagai upaya untuk menggali lebih mendalam inkulturasi sebagai salah satu jalan dalam membantu membangun kesadaran umat untuk terlibat mewujudkan iman di paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  3. Memberi sumbangan bagi siapa saja dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pengembangan inkulturasi khususnya membantu penghayatan iman umat sehingga dapat menerapkannya dalam tindakan konkret terutama di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  E. Metode Penulisan

  Metode penulisan dengan menggunakan metode dekriptif analisis yaitu, memaparkan, menguraikan serta menganalisis permasalahan yang ada, sehingga ditemukan jalan pemecahan yang tepat. Dalam tulisan ini penulis memaparkan proses inkulturasi yang terdapat di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  Data yang dibutuhkan, diperoleh dengan menggunakan kuesioner terhadap umat mengenai perkembangan budaya Jawa, supaya dapat menganalisis seberapa besar pengaruh inkulturasi budaya Jawa terhadap penghayatan iman umat di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  F. Sistematika Penulisan

  Tulisan ini mengambil judul “Pengaruh Inkulturasi Budaya Jawa terhadap Penghayatan Ekaristi di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran” yang dibagi menjadi lima bab yaitu sebagai berikut:

  BAB I Pendahuluan Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

  BAB II Inkulturasi dalam Perayaan Ekaristi di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Bab ini akan membahas tentang inkulturasi meliputi pengertian inkulturasi, tujuan inkulturasi, dasar teologis inkulturasi, inkulturasi dalam Gereja, dan penghayatan Ekaristi meliputi pengertian penghayatan Ekaristi, tata perayaan Ekaristi dalam Gereja, kemudian mengenai budaya Jawa meliputi pengertian budaya Jawa, agama yang tumbuh dari akar Jawa, dan inkulturasi dalam perayaan Ekaristi di HKTY Ganjuran. Dilanjutkan dengan gambaran umum situasi penelitian di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran baik itu sejarah singkat Paroki, bangunan candi Katolik dan misi kristiani, visi dan misi Paroki HKTY Ganjuran, letak geografis, wilayah dan lingkungan yang terdapat di Paroki HKTY Ganjuran, perayaan Ekaristi secara umum di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  Selain itu juga dalam bab ini terdapat contoh struktur perayan Ekaristi inkulturatif di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

  BAB III Inkulturasi dan Penghayatan Ekaristi Bab ini membahas tentang metodologi penelitian dan pembahasan hasil penelitian penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, instrument penelitian, variabel penelitian dan hasil penelitian.

  BAB IV Usulan Program Pembinaan Kaum Muda dan Ekaristi Inkulturatif untuk Meningkatkan Penghayatan Ekaristi di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Bab ini akan disajikan bentuk pembinaan iman kaum muda melalui katekese meliputi: latar belakang pemilihan program, pengertian katekese, model katekese, usulan tema dan tujuan, penjabaran program, petunjuk pelaksanaan program, contoh persiapan katekese model Shared Christian Praxis di Paroki Hati Kudus Tuhan Tesus Ganjuran.

  BAB V Penutup Bab ini berisi kesimpulan yang merangkum bab I sampai IV dan sarana untuk romo Paroki, dewan Paroki serta umat di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

BAB II INKULTURASI DALAM PERAYAAN EKARISTI DI PAROKI HKTY GANJURAN A. Inkulturasi 1. Pengertian Inkulturasi Inkulturasi adalah inkarnasi kehidupan dan warta keselamatan Kristen ke

  dalam kebudayaan tertentu (konteks) sehingga pengalaman ini tidak hanya menemui ungkapannya/ekspresinya lewat elemen/unsur-unsur kebudayaan tertentu tersebut, melainkan menjadi dasar atau prinsip yang menjiwai, mengarahkan/membimbing, menyatukan serta mengubahnya kepada satu ciptaan baru. Dalam Intruksi IV De Liturgia Romana et Inculturatione yang diterbitkan oleh Konggregasi Ibadat dan Tata Tertib sakramen diakui bahwa istilah inkulturasi merupakan ungkapan yang lebih baik dibandingkan adaptasi atau penyesuaian karena melukiskan gerak ganda, dimana Injil masuk menjelma ke dalam budaya bangsa-bangsa dan sekaligus bangsa-bangsa dengan budayanya masuk ke dalam persekutuan Gereja.

  Dalam antropologi kebudayaan terdapat dua istilah teknis yang berakar kata sama, yaitu ‘akulturasi’ dan ‘enkulturasi’. ‘Alkuturasi’ ialah pertemuan antara dua budaya berbeda dan perubahan yang ditimbulkannya, sedangkan ‘enkulturasi’ menunjukkan proses inisiasi seorang individu ke dalam budayanya. Inkulturasi sebagai proses pengintegrasian pengalaman iman Gereja ke dalam suatu budaya tertentu, tentu saja berbeda dari ‘akulturasi’. Perbedaan itu pertama-tama terletak dengan kontak antar-budaya. Sebab Gereja “berkaitan dengan misi dan hakekatnya, tidak terikat pada suatu bentuk budaya tertentu”. Kecuali itu, proses inkulturasi itu bukan sekedar suatu jenis ‘kontak’, melainkan sebuah penyisipan mendalam, yang dengannya Gereja menjadi bagian dari sebuah masyarakat tertentu. Demikian juga ‘inkulturasi’ berbeda dengan ‘enkulturasi’. Sebab yang dimaksud dengan ‘inkulturasi’ ialah proses yang dengannya Gereja menjadi bagian dari budaya tertentu, dan bukan sekedar inisiasi seorang individu ke dalam budayanya. Istilah inkulturasi, indigenisasi, dan inkarnasi dapat kita terima sebagai sinonim, sejauh di ungkapkan dengan jelas kedalaman atau kekuatan, lewat mana warta keselamatan atau kabar gembira injil harus masuk dan menyerap dalam hati dan jiwa pelbagai kebudayaan (Muda, 1992:31).

  Kebudayaan berkaitan erat dengan kata kultur yang berasal dari bahasa Latin cultura yang dalam kata kerja disebut corele yang berarti mengolah tanah.

  Jadi kultur ialah “segala karya yang membantu kehidupan manusia” dengan kata lain adalah “kebudayaan”, dari ‘budi daya’ dan ‘peradaban’ dari kata Arab ‘abada’ yang berarti mendidik “mendidik”. Kebudayaan diartikan sebagai semua hasil karya manusia yang meliputi cara pengolahan tanah, cara berpikir, sastra, kesenian, ilmu dan teknik, cara penghayatan serta nilai-nilai moral lainnya (Koenjono, 1985: 9).

  Konsili Vatikan II dalam konstitusi Gaudium et Spes artikel 53 memberikan sesuatu deskripsi sebagai berikut: Kebudayaan dimaksudkan segala sarana dan upaya manusia untuk menyempurnakan dan mengembangkan pelbagai bakat-pembawaan jiwa raganya…. Begitulah dari tata hidup yang diwariskan muncullah pusaka nilai-nilai yang khas bagi setiap masyarakat manusia.Begitu pula menjadi sumber nilai-nilai untuk mengembangkan kebudayaan manusia serta masyarakat. Jadi budaya terdapat di mana manusia hidup bersama, kerja sama, mengungkapkan diri dalam acara bersama. Ibadat adalah unsur dari budaya itu.Dalam ibadat diungkapkan secara visi dan sikap inti yang menentukan hidup manusia, asal-usul serta tujuannya.

  Dalam kehidupan bersama, tak jarang ditemukan kebudayaan bertemu dengan kebudayaan lain. Bentuk perjumpaan budaya satu dengan yang lain adalah inkulturasi. Inkulturasi adalah suatu proses tranformasi antara budaya lama dengan budaya yang baru sehingga menimbulkan suatu budaya yang baru tanpa menghilangkan kepribadian kedua budaya sebelumnya. Inkulturasi bukan gagasan tentang penghayatan yang berasal dari luar jemaat setempat tetapi merupakan perjumpaan antara kebudayaan dan Injil yang saling mengisi, mempengaruhi dan membentuk. Relasi antara Injil dan kebudayaan bersifat kreatif dan dinamis.

  Relasi itu bersifat timbal balik dan bersifat dua arah(Prier, 2009: 7).

2. Tujuan Inkulturasi

  Tujuan Inkulturasi adalah mengungkapkan/perayaan liturgi Gereja dalam tatacara dan suasana yang serba selaras dengan citarasa budaya umat yang beribadat atau dengan kata yang sangat sederhana: Tujuan Inkulturasi ialah agar umat yang mengikuti ibadat terpesona oleh lagu, doa, lambang/hiasan, upacara karena semuanya langsung dapat dimengerti; karena semuanya “bagus” menurut penilaian yang dipakai dalam hidup kebudayaan setempat (Prier, 1999:13).

  Inkulturasi bukan sekedar masalah musik, tari-tarian, ataupun bahasa yang yang hidup dan nilainya telah diubah oleh Injil.Dari sini kita bisa mengatakan bahwa makna misa inkulturasi jauh lebih luas dan mendalam, bukan hanya menyangkut simbolisasinya tetapi terutama juga penghayatan dan kualitas hidup imannya yang telah diubah dan diresapi oleh Injil Yesus Kristus.

3. Dasar Teologis Inkulturasi

  Iman kristiani “mengkomunikasikan diri kepada kebudayaan-kebudayaan lain, mengasimilasikannya, dan menyalurkan diri kepadanya”. Inkulturasi tidak dapat hanya dipahami semata-mata secara sosiologis atau antropologis, tetapi juga harus dimengerti secara teologis yaitu menyangkut relasi manusia dengan Allah (Hardawiryana, 1993: 46).

  Penerjemahan Kitab Suci, atau sekurang-kurangnya naskah kitabiah yang dipakai dalam liturgi, merupakan langkah pertama yang sungguh perlu dalam proses inkulturasi liturgi. Inkulturasi itu mengandaikan penerimaan Kitab Suci dalam kebudayaan tertentu.

  Dalam Sacrosanctum Concilium art. 26 dikatakan: Upacara liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan Gereja sebagai sakramen kesatuan, yakni Umat Kudus yang berhimpun dan diatur di bawah para Uskup.Maka upacara-upacara itu menyangkut seluruh Tubuh Gereja dan menampakkan serta mempengaruhinya; sedangkan masing-masing anggota disentuhnya secara berlain-lainan, menurut keanekaan tingkatan, tugas serta keikutsertaan aktual mereka. Misa kudus adalah perayaan iman seluruh Gereja yang dilakukan oleh umat beriman yang konkret. Pada umat yang konkret, sederhana bahkan miskin dan tersebar hadirlah Tuhan Yesus dan seluruh Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Dengan kata lain, Gereja universal hadir dalam Gereja lokal dan

  Dalam perayaan ekaristi kudus itulah terungkap misteri Kristus dan hakekat asli Gereja.Dikatakan dalam Lumen Gentium art. 2:

  .....Bapa menetapkan untuk menghimpun mereka yang beriman akan Kristus dalam Gereja kudus. Gereja itu sejak awal dunia telah dipralambangkan serta dipersiapkan dalam sejarah bangsa Israel dan dalam Perjanjian Lama. Gereja didirikan pada zaman terakhir, ditampilkan berkat pencurahan Roh, dan akan disempurnakan pada akhir zaman. Dan pada saat itu, seperti tercantum dalam karya tulis para Bapa yang suci, semua orang yang benar sejak Adam, akan dipersatukan dalam Gereja semesta di hadirat Bapa.

  Kita sadar bahwa Konsili Vatikan II telah memperlihatkan keterbukaan para Bapa Gereja supaya Gereja universal berakar pada Gereja-gereja lokal, di mana Gereja-gereja lokal itu sendiri tidak bisa terpisah dari adat budaya setempat.Berkaitan dengan hal ini Perayaan Ekaristi di satu pihak tidak melepaskan diri dari kesatuan kita dengan seluruh Gereja yang kudus (menurut ritus Romawi). Di lain pihak kita harus benar-benar berorientasi pada jiwa pastoral dan memilih apa yang paling bermanfaat bagi hidup iman dan rohani seluruh umat. Dalam Sacrosanctum Concilium art. 21 dikatakan:

  Supaya lebih terjaminlah bahwa umat Kristiani memperoleh rahmat berlimpah dalam liturgi suci, Bunda Gereja yang penuh kasih ingin mengusahakan dengan seksama pembaruan umum iturgi sendiri. Sebab dalam liturgi terdapat unsur yang tidak dapat diubah karena ditetapkan oleh Allah, maupun unsur-unsur yang dapat berubah, yang di sepanjang masa dapat atau bahkan harus mengalami perubahan, sekiranya mungkin telah disusupi hal-hal yang kurang serasi dengan inti hakikat liturgi sendiri atau sudah menjadi kurang cocok.

  Setiap pembaruan liturgi, kita perlu sadar dan paham betul apa yang menjadi intisari pokok dan apa yang hanya tambahan, apa yang batin dan apa yang menjadi ungkapan lahiriahnya, apa yang hakiki dan apa yang bisa disesuaikan karena terikat dengan suatu budaya tertentu.

a) Azas-azas dan Norma untuk Inkulturasi Ritus Romawi

  Gereja-gereja lokal, terutama Gereja-gereja muda, dengan memperdalam warisan liturgi yang mereka terima dari Gereja Romawi, sehingga akan mampu untuk menemukan bentuk-bentuk dari warisan kebudayaan mereka sendiri yang akan disesuaikan untuk diintegrasikan ke dalam ritus Romawi, bila ini dianggap berfaedah dan perlu (ITILR art 33).

  Tujuan yang membimbing inkulturasi ritus Romawi adalah sama dengan tujuan dari Konsili Vatikan II yang dijadikan dasar pembaharuan liturgi pada umumnya: “Adapun dalam pembaharuan naskah-naskah dan upacara-upacara harus diatur sedemikian rupa, sehingga lebih jelas mengungkapkan hal-hal kudus yang dilambangkan. Dengan demikian umat kristiani dapat menangkapnya dengan mudah, dan dapat ikut serta dalam perayaan secara penuh, aktif, dan dengan cara yang khas bagi jemaat (ITILR art 35).

  Penyesuaian ritus Romawi pun pula sebagai inkulturasi sepenuhnya adalah wewenang Gereja. Wewenang Gereja ini adalah Tahta Suci yang dilaksanakan melalui Kongregasi Ibadat dan Sakramen dalam batas yang ditentukan oleh hukum Gereja.Ada pula dalam Konferensi Uskup dan para Uskup untuk keuskupannya sendiri. “maka dari itu tidak seorangpun, meskipun imam, boleh menambahkan, meniadakan atau mengubah sesuatu dalam liturgi atas prakarsa sendiri (ITILR art 37).

  Gereja mendapat santapannya dalam sabda Allah, maka sabda itu penting dalam liturgi, sehingga Kitab Suci sumber mutlak untuk bahasa liturgi, tanda- tanda dan doa-doanya tidak boleh diganti dengan teks lain termasuk dalam situasi

b) Religiousitas Inkulturasi Jawa

  Liturgi berhubungan erat dengan teologi, demikian juga unsur-unsur budaya berkaitan erat dengan suatu “pandangan dunia” dan “teologi asli.”Untuk itu dalam menerima unsur-unsur budaya dalam liturgi perlu dipertimbangkan pandangan dunia yang melatarbelakangi unsur-unsur budaya tersebut.Menerima suatu unsur budaya tentu saja tidak hanya “kulit luarnya” tetapi juga perlu menerima unsur-unsur yang lebih inti.Jika tidak maka akan terjadi disharmoni antara pengungkapan dan hal yang mau diungkapkan.

  Pada dasarnya, pertemuan antara Injil dengan sebuah kebudayaan ini hanya berhasil apabila terjadi komunikasi dua arah.Kenyataan adanya misa inkukturasi budaya Jawa menunjukkan bahwa Injil berhasil memasukkan akarnya ke dalam masyarakat Jawa.Dalam hal ini bukan hanya Injil yang memenuhi suatu keterbukaan dalam masyarakat Jawa, melainkan penghayatan Injil jadi diperkaya dalam pertemuan itu.

  Salah satu ciri khas dan mendalam kebudayaan Jawa adalah penghayatan Ketuhanan, dengan kata lain religiositasnya. Religiositas suatu masyarakat mengungkapkan kerinduan masyarakat itu akan Tuhan. Kita melihat tentunya ada unsur-unsur kebudayaan Jawa atau religiositas Jawa seperti mistik kebatinan Jawa dan kesadaran akan yang ilahi sebagai pengayom (pelindung) yang cocok dengan nilai-nilai Injil, sehingga bisa muncul dalam penghayatan praktis. Nilai-nilai dan cita-cita masyarakat Jawa membuatnya peka terhadap nilai-nilai dalam Injil yang belum diperhatikan dengan baik sebelumnya.

  Berkaitan dengan religiositas Jawa ini, pertama-tama perlu diketahui bahwa orang Jawa tidak bisa terkesan oleh sekedar kata-kata indah atau bukti- bukti teoretis. Orang Jawa baru terkesan oleh sebuah ajaran apabila ia dapat “merasakannya.” Perasaan yang oleh orang Jawa disebut dengan istilah rasa merupakan cara orang Jawa meresapkan realitas yang mendalam. Ia tidak mempertanyakan keabsahan teori Injil melainkan yang menentukan baginya adalah agar ia dapat mengalami Injil sebagai kekuatan yang hidup, yang terasa baik, yang menolong, dan memberikan kekuatan batin yang baru. Dengan demikian orang Jawa akan menerima Injil apabila ia merasakan bahwa mereka yang hidup di bawah naungan Injil adalah kelompok orang yang positif, yang menimbulkan kepercayaan, yang menularkan kekayaan batin, menyembuhkan, mengayomi dan memberi semangat.

  Berkaitan dengan hal ini Romo Franz-Magnis-Suseno mengatakan, “perjamuan ekaristik dapat mengingatkan orang Jawa pada selamatan (kenduri), sesudah diucapkan doa di atas nasi tumpeng (berbentuk kerucut), makan sepotongan daripadanya, dan dengan demikian ikut menerima berkat, hal mana mengembalikan keselarasan dan perdamaian antara para hadirin, tetangga, dan mahkluk-mahkluk halus lokal.”

4. Inkulturasi dalam Gereja

  Gereja Katolik mengenal inkulturasi dalam pewartaan imannya. Istilah inkulturasi pertama kali dalam dokumen resmi Gereja pada tahun 1977, yaitu oleh sinode para uskup di Roma mengenai katekese dalam naskah “Pesan kepada umat Allah” (Banawiratma, 1985: 19) yang disampaikan sebagai berikut:

  Warta dan pesan Kristiani mesti berakar dalam kebudayaan-kebudayaan dan untuk itu menyampaikan pesan itu mesti sanggup tidak hanya memberi kepada melainkan juga menerima dari kebudayaan-kebudayaan yang mendengarkan Injil.

  Heuken (1978: 370), semula ibadat Kristen (katolik) bersifat klerikal, yakni sikap pengaruh dan campur tangan uskup secara berlebihan dengan menggunakan wewenang keagamaan, atau dimana kebijakan yang terkait dengan ibadat di Gereja diambil penuh oleh pimpinan ibadat.Kemudian sifat tersebut berubah menjadi semakin aktif diikutsertakan partisipasi umat.

  Partisipasi umat ini menjadikan adanya suatu proses timbal balik antara budaya umat dengan budaya Gereja berupa pewartaan dan ungkapan iman dalam ibadat atau sering diistilahkan dengan inkulturasi (Prier, 1999: 8).

  Di Indonesia inkulturasi Gereja Katolik secara eksistensif dan intensif dilakukan dengan berupa upacara tradisional yang berkenaan dengan daur hidup, seperti membangun rumah dan aktivitas-aktivitas pertanian yang telah dimodifikasi menjadi tatanan upacara keagamaan di lingkungan Gereja serta lagu- lagu rohani yang diiringi dengan gamelan jawa (unsur kejawen) telah dipergunakan dalam berbagai upacara keagamaan.Dalam inkulturasi antara budaya lokal dengan budaya Gereja terdapat suatu proses tahapan dan menjadi suatu bentuk inkulturasi.

a. Tahapan-tahapan Inkulturasi dalam Gereja Katolik

  Ada beberapa tahapan inkulturasi di dalam Gereja Katolik. Tahapan- tahapan ini diuraikan menjadi empat tahap, yaitu:

  1) Penerjemahan

  Sebagai tahap awal yaitu mencoba menterjemahkan lagu-lagu dari bahasa asing ke dalam bahasa daerah dengan tidak merubah makna lagu aslinya.Tetapi terjemahan ini tidak hanya mengambil alih kata-kata aslinya melainkan mengambil inti lagunya (Prier, 1995: 6).Dalam penerjemahan ini juga tidak hanya dalam syair dan lagu saja melainkan berlaku dalam segi bahasa yang digunakan.

  2) Perpindahan

  Berusaha untuk mengambil alih saja hasil kesenian dan bahasa pada umumnya dan hanya diganti syair dan bahasa setempat. Dalam tahap ini kurang menguntungkan sebab syair atau bahasanya diganti dengan syair-syair pujian, namun suasana penghayatan masih sama seperti mendengarkan atau melagukan lagu aslinya walaupun dalam usaha ini dapat diterima, tetapi masih mendatangkan kesulitan, dan hasilnya dapat menimbulkan asosiasi lain (Prier, 1995: 6).

  3) Penyesuaian

  Menyesuaikan unsur kebudayaan dengan tempat atau peranan baru dalam ibadat, sehingga mengalami perubahan.Persiapan dengan tahap ini belum tentu gampang, sebab sikap penyesuaian yang diadakan harus mempertimbangkan unsur psikologis dan cultural (Prier, 1995: 6).

  4) Kreasi Baru

  Menciptakan sesuatu yang baru yang disesuaikan dengan tradisi bukan hanya mengambil alih atau menyesuaikan dengan budaya setempat, tetapi betul- betul menciptakan hal yang baru, menciptakan suatu unsur-unsur khusus untuk ibadat berdasarkan kebudayaan setempat (Prier, 1995: 7).

  b.

  

Inkulturasi Budaya Jawa dalam Perayaan Ekaristi di Paroki Hati Kudus

Tuhan Yesus Ganjuran 1) Bahasa

  Bahasa yang digunakan selama perayaan Ekaristi adalah bahasa Jawa, baik doa maupun bacaan Kitab Suci.

  2) Musik

  Dalam perayaan Ekaristi menggunakan alat musik Gamelan dan menggunakan iringan Seni Karawitan.

  3) Lagu

  Lagu-lagu yang digunakan juga menggunakan syair Jawa dari buku Kidung Adi.Bahasa Jawa digunakan untuk Ekaristi sebagai bentuk Inkulturasi.

  4) Pakaian

  Pakaian yang digunakan oleh imam dan petugas yang lain menggunakan pakaian adat Jawa yaitu sorjan bagi laki-laki dan kebaya pakaian adat Jawa bagi

  5) Anglo

Dokumen yang terkait

HIEROPHANY DALAM RITUAL PERJAMUAN KUDUS DI GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI) DAN GEREJA HATI KUDUS YESUS DI SURABAYA.

0 4 76

MAKNA ELEMEN INTERIOR DAN WARNA PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK INKULTURATIF DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN BANTUL - Unika Repository

0 0 21

BAB III METODOLOGI - MAKNA ELEMEN INTERIOR DAN WARNA PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK INKULTURATIF DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN BANTUL - Unika Repository

0 0 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - MAKNA ELEMEN INTERIOR DAN WARNA PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK INKULTURATIF DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN BANTUL - Unika Repository

0 1 51

MAKNA ELEMEN INTERIOR DAN WARNA PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK INKULTURATIF DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN BANTUL - Unika Repository

0 0 15

INKULTURASI BUDAYA PADA BANGUNAN RELIGIUS DI CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN BANTUL TESIS Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister Teknik Arsitektur

0 0 21

SUMBANGAN MODEL PENDAMPINGAN BAGI KOMUNITAS KAUM MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS YESUS PUGERAN YOGYAKARTA SKRIPSI

0 1 210

SKRIPSI USAHA PENGEMBANGAN KEHIDUPAN DEVOSI KEPADA KERAHIMAN ILLAHI MELALUI RENUNGAN BAGI UMAT PAROKI HATI KUDUS YESUS PUGERAN YOGYAKARTA

0 0 260

PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG KUDUS: STUDI TENTANG PROSES PEMBENTUKAN PEZIARAHAN CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN YOGYAKARTA Tesis

0 0 136

SENI KARAWITAN SEBAGAI SARANA PENGHAYATAN IMAN UMAT AKAN EKARISTI DI PAROKI SANTO YAKOBUS, BANTUL, YOGYAKARTA SKRIPSI

0 1 151