Hubungan antara tingkat dependensi dan tingkat stres pada mahasiswa - USD Repository

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPENDENSI DAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi oleh: Patricia Erisa Marthadewi K

  06 9114 027

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

  

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPENDENSI

DAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

oleh:

Patricia Erisa Marthadewi K

  

06 9114 027

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2010

  

G ive thanks for what you are now,

and keep fighting for what you want to be tomorrow.

  

~Fernanda Miramontes-Landeros~

Do not judge, and you will not be

judge; do not condemn and you will

not be condemned; forgive and you

  

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

  Tuhan Yesus Kristus Kedua Orang Tuaku, Yustinus Gan Kong Liok dan

  Veronica Jeniarti Kakakku Raymondus Nonatus Eros Pratomo Kusumanto

  Kedua adikku Yoanes Kapistran Ervan Prasetio Kusumanto dan Felicito Erdin Kwartanto Kusumanto

  

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPENDENSI

DAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA

Patricia Erisa Marthadewi K

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat dependensi dan

tingkat stres pada mahasiswa. Subyek penelitian ini adalah 48 orang mahasiswa. Dalam penelitian

ini, tingkat stres diukur dengan tiga skala yang telah tersedia (dengan melalui proses penerjemahan

dan adaptasi), yakni skala Symptoms of Stress (SOS) dengan koefisien reliabilitas hasil uji coba

sebesar 0,821; skala The Inventory of College Students’ Recent Life Experiences (ICSRLE) dengan

koefisien reliabilitas hasil uji coba sebesar 0,942; dan Perceived Stress Scale (PSS) dengan

koefisien reliabilitas hasil uji coba sebesar 0,781. Tingkat dependensi diukur dengan skala

(ROD) dengan reliabilitas interater sebesar 0,824. Uji korelasi Rorschach Oral Dependency

Pearson Product Moment dilakukan terhadap total skor skala ROD dengan ketiga skala stres

secara sendiri-sendiri. Hasil uji korelasi secara berturut-turut antara skor skala ROD dengan skor

skala SOS, ICSRLE dan PSS adalah r = 0,076 r = 0,002 dan r = -0,006. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah tidak ada hubungan positif yang signifikan antara tingkat dependensi dan

tingkat stres pada mahasiswa.

  Kata kunci : tingkat dependensi, tingkat stres, mahasiswa

  

RELATIONSHIP BETWEEN THE LEVEL OF DEPENDENCIES AND

LEVEL OF STRESS ON COLLEGE STUDENTS

Patricia Erisa Marthadewi K

ABSTRACT

  This study aims to find out the relationship between the level of dependencies and level of

stress on college students. The subjects of this study were 48 college student. In this study, stress

levels were measured with three scales are already available (through the process of translation

and adaptation), the Symptoms of Stress (SOS) scale, The Inventory of College Students’ Recent

Life Experiences (ICSRLE) and Perceived Stress Scale (PSS). Reliability analysis conducted on all

three scales that have been tested. Results are as follows: The Cronbach’s alpha coefficients for

SOS scale were 0,821; The Cronbach’s alpha coefficients for the The Inventory of College

Students’ Recent Life Experiences (ICSRLE) were 0,942; and The Cronbach’s alpha coefficients

for Perceived Stress Scale (PSS) were 0,781. Dependency level was measured with the the

Rorschach Oral Dependency (ROD) scale with interater reliability were 0.824. Pearson Product

Moment correlation test performed on the total score from ROD scale with the third stress scale

independently. The correlation between ROD scale scores with scores of SOS scale, ICSRLE scale

and PSS consecutively is r = 0.076, r = 0.002 and r = - 0.006. The conclusion of this study is there

is no significant positive correlation between levels of dependency and level of stress in college

students. Key Word : level of dependencies, level of stress and college students

  

KATA PENGANTAR

  Puji syukur dan terima kasih penulis sampakan pada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

  dari Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini ber judul ”Hubungan Antara

  Tingkat Dependensi dan Tingkat Stres Pada Mahasiswa”.

  Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah memberikan bantuan dan dukungan tersebut :

  1. Tuhan Yesus ku dan Bunda Maria yang selalu menemaniku disetiap saat bahkan disaat ku ’mengabaikan’ Kalian.... From deep inside of my heart, I believe that you’ve been there....

  2. Papa dan Mama yang... entahlah... I just wanna say thank you for everything.

  Ko Eros, pulang aja deh ke Jogja... Ervan dan Erdin, meski menurutku kalian semua sering menggangguku, tapi makasih karena membuat duniaku ramai.

  Mak Giam dan Mak Ing, makasih karena selalu mendoakan ku....

  3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko S.Psi., M.Si. selaku pembimbing skripsi saya, Terima kasih banyak Pak, atas bimbingannya, juga atas kuliah-kuliah di kelas PD II : Observasi dan spesial di mata kuliah Tes Rorschach yang banyak menginspirasi saya.

  4. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si., Psi. yang telah membukakan peluang saya untuk bergabung di unit konseling, tanpa pemberitahuan Ibu, mungkin

  segala bimbingan dan ispirasi yang Ibu berikan selama bekerja sama di Unit Konseling.

  5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma, banyak terima kasih atas ilmu, bimbingan dan inspirasi yang telah saya dapatkan dari Bapak/Ibu semua.

  6. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Sanata Dharma, terima kasih atas bantuan-bantuan dan keramahannya yang membuat saya nyaman selama kuliah di Fakultas Psikologi USD.

  7. Spesial untuk Cie Mila dan Ko Emil yang telah membantuku menerjemahkan skala-skala yang digunakan dalam skripsi ini.

  8. Seluruh teman di Fakultas Psikologi USD, makasih untuk masa-masa kuliah yang menyenangkan. Spesial untuk Mia, yang selalu siap sedia membantu dan mendengarkan curhatanku, he...he... Dengarkan curhatku sampai tua nanti ya... Juga untuk Berto, Satria, Ardian, Adit, Rafa, Chika, Viany, Novita utuk kedekatan kita di semester-semester awal yang tak terlupakan. Liem, Jean dan Mas Yandu yang turut memberikan kontribusi nyata dalam skripsi ini, terima kasih banyak atas bantuan kalian.

  9. Seluruh teman di Unit Konseling, Mbak Puput, Mbak Karen, Mbak Wira makasih atas transfer ilmunya, he…he… Wayan, Rara, Ike, Mas Yandu, Mbak

  dan Mbak Ndoel, kapan-kapan kita piknik lagi ya, he…he… Riana dan

  Ika,

  Komenk yang tetap bertahan di unit konseling karena tiga pendatang baru kita harus mengundurkan diri.

  10. Seluruh teman yang bersedia mengisi skala untuk try out, seluruh subyek

penelitian yang bersedia meluangkan waktu untuk pengambilan data skripsi ini.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... iii HALAMAN MOTTO ...................................................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................................vi ABSTRAK .................................................................................................................. vii ABSTRACT............................................................................................................... viii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................................... ix KATA PENGANTAR ...................................................................................................x DAFTAR ISI.............................................................................................................. xiii DAFTAR TABEL...................................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. xvii

  BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1 B. Rumusan Masalah ..............................................................................................6 C. Tujuan Penelitian ...............................................................................................6 D. Manfaat Penelitian .............................................................................................7

  1. Manfaat Teoritis .................................................................................................7

  2. Manfaat Praktis ..................................................................................................7

  BAB II DASAR TEORI ................................................................................................8 A. Stres....................................................................................................................8

  1. Dependensi .......................................................................................................34

  4. Skala Rorschach Oral Dependency (ROD Scale)............................................39

  3. Perceived Stress Scale......................................................................................38

  2. The Inventory of College Students’ Recent Life Experiences.........................37

  1. Symptoms of Stress Scale .................................................................................36

  D. Alat Pengumpulan Data ...................................................................................35

  2. Stres..................................................................................................................35

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................34 A. Jenis Penelitian.................................................................................................34 B. Identifikasi Variabel Penelitian........................................................................34 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian.........................................................34

  1. Pengertian Stres..................................................................................................8

  E. Hipotesis Penelitian..........................................................................................33

  D. Hubungan Antara Tingkat Dependensi dan Tingkat Stres Pada Mahasiswa...29

  C. Mahasiswa........................................................................................................28

  2. Pengukuran Dependensi...................................................................................26

  1. Pengertian Dependensi.....................................................................................17

  B. Dependensi .......................................................................................................17

  2. Faktor-faktor Psikologis yang Dapat Mempengaruhi Stres .............................15

  E. Subyek Penelitian.............................................................................................42

  G. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data..........................................43

  1. Validitas dan Reliabilitas Skala Simtom Stres.................................................43

  2. Validitas dan Reliabilitas The Inventory of College Students’ Recent Life

  Experiencens ...................................................................................................44

  3. Validitas dan Reliabilitas Skala Perceived Stress ............................................46

  4. Validitas dan Reliabilitas Skala Rorschach Oral Dependency ........................47

  5. Uji Korelasi Ketiga Alat Ukur Stres ................................................................49

  H. Metode Analisis Data.......................................................................................50

  BAB IV HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN ..................................................51 A. Pelaksanaan Penelitian .....................................................................................51 B. Hasil Penelitian ................................................................................................52

  1. Deskripsi Subyek Penelitian ............................................................................52

  2. Deskripsi Data Penelitian.................................................................................53

  3. Analisis Data ...................................................................................................54

  C. Pembahasan......................................................................................................59

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................62 A. Kesimpulan ......................................................................................................62 B. Keterbatasan Penelitian....................................................................................62 C. Saran.................................................................................................................63 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................64 LAMPIRAN.................................................................................................................67

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1 Blueprint Skala Stres.................................................................................... 35 Tabel 2 Deskripsi Statistik Data Penelitian Variabel Stres ....................................... 53 Tabel 3 Deskripsi Statistik Data Penelitian

  Variabel Dependensi .................................................................................... 54

  DAFTAR LAMPIRAN

  Skala Penelitian.............................................................................................................. 68 Analisis Reliabilitas Alat Ukur Stres ............................................................................. 76

  A. Analisis Reliabilitas Skala Symptoms of Stress.................................................. 76

  B. Analisis Reliabilitas Skala The Inventory of College Students’ Recent Life Experiences .....................................................................................

  77 C. Analisis Reliabilitas Skala The Inventory of College Students’

  Recent Life Experiences aitem no 11, 20 dan 32 digugurkan ............................ 79

  D. Analisis Reliabilitas Perceived Stress Scale ...................................................... 81 Data Skoring Rorschach Oral Dependency Scale ......................................................... 82 Analisis Reliabilitas Interater Rorschach Oral Dependency Scale................................ 83 Uji Normalitas Data Penelitian ..................................................................................... 84

  A. Uji Normalitas RS Skala Symptoms Of Stress .................................................. 84

  B. Uji Normalitas RS Skala Symptoms Of Stress setelah outliers dibuang (46 subyek) .......................................................................................... 86 C. Uji Normalitas RS Skala The Inventory of College Students’ Recent Life Experiences .....................................................................................

  88 D. Uji Normalitas RS Skala The Inventory of College Students’

  Recent Life Experiences

  46 Subyek ................................................................... 90

  E. Uji Normalitas RS Skala Perceived Stress ........................................................ 92

  F. Uji Normalitas RS Skala Perceived Stress 46 Subyek....................................... 94

  H. Uji Normalitas RS Skala Rorschach Oral Dependency 46 Subyek................... 98 Uji Korelasi .................................................................................................................... 100

  48 Subyek........................................................................................................... 104

  Rorschach Oral Dependency

  F. Uji Linearitas RS Skala Perceived Stress & RS Skala

  48 Subyek ........................................................... 106

  Rorschach Oral Dependency

  E. Uji Linearitas RS Skala Perceived Stress & RS Skala

  46 Subyek........................................................................................................... 105

  Recent Life Experiences & RS Skala Rorschach Oral Dependency

  D. Uji Linearitas RS Skala The Inventory of College Students’

  Recent Life Experiences & RS Skala Rorschach Oral Dependency

  A. Uji Korelasi 48 subyek....................................................................................... 100

  C. Uji Linearitas RS Skala The Inventory of College Students’

  46 Subyek ........................................................... 103

  Rorschach Oral Dependency

  B. Uji Linearitas RS Skala Symptoms Of Stress & RS Skala

  48 Subyek ........................................................... 102

  Rorschach Oral Dependency

  A. Uji Linearitas RS Skala Symptoms Of Stress & RS Skala

  B. Uji Korelasi 46 subyek....................................................................................... 101 Uji Linearitas.................................................................................................................. 102

  46 Subyek ........................................................... 107

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada jaman yang serba sulit ini, manusia pada umumnya mengalami

  banyak tantangan dalam hidupnya, terlebih mahasiswa. Mahasiswa dapat digolongkan dalam tahap perkembangan dewasa awal. Pada tahap perkembangan ini seseorang mengalami transisi dari akhir masa remaja ke awal masa dewasa, dimana salah satu kriterianya, menuntut individu untuk menjadi mandiri dalam segala hal (Santrock, 2002). Kemandirian yang dituntut pada masa ini, mengharuskan individu untuk sesegera mungkin menyesuaikan diri terhadap hal-hal baru yang harus mereka selesaikan sendiri. Hal tersebut dapat membuat individu pada masa dewasa awal khususnya mahasiswa merasa stres.

  Dalam kehidupan ini, mahasiswa memiliki tuntutan-tuntutan khusus yang dapat membuat mahasiswa merasa stres. Misalnya tuntutan yang terkait dengan kehidupan akademik mahasiswa seperti beban kerja yang lebih berat bila dibandingkan pelajar sekolah menengah atas. Beban kerja tersebut juga harus dikerjakan tanpa adanya banyak campur tangan dari orang tua maupun guru. Sistem yang berbeda terkait dengan penyusunan jadwal kuliah juga menuntut mahasiswa untuk dapat mengatur kegiatannya sendiri (Scott, 2008). Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan akademisnya mahasiswa dituntut untuk dapat lebih mandiri bila dibandingkan dengan pelajar sekolah menegah atas yang masih banyak dituntun.

  Dalam kehidupan sosial, seorang mahasiswa juga mengalami suatu perubahan yang dapat menyebabkan stres. Perubahan tersebut antara lain seperti meninggalkan jaringan sosial yang lama dan masuk atau membuat jaringan sosial yang baru dan bergabung dengan individu-individu pada tahap dewasa awal. Meninggalkan dan berada jauh dari rumah juga dapat menjadi penyebab stres. Seorang mahasiswa juga dituntut untuk dapat menyeimbangkan antara kehidupan sosial dan akademisnya (Scott, 2008).

  Kehidupan akademis dan sosial bukan hanya menjadi dua hal yang dapat menyebabkan seorang mahasiswa merasa stres. Tuntutan-tuntutan lain diluar kedua hal tersebut juga dapat menjadi suatu penyebab mahasiswa merasa stres. Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain masalah logistik seperti makan, mencuci pakaian, merawat kendaraan dan sebagainya, kemudian terkait dengan pengejaran terhadap apa yang menjadi cita-cita mereka dan masih banyak hal lainnya (Scott, 2008).

  Dalam kehidupan sehari-hari kata stres dapat dengan mudah ditemui. Mulai dari pembicaraan sehari-hari hingga pada artikel dalam surat kabar, majalah, maupun berita di televisi. Stres sebenarnya merupakan pengalaman yang wajar dalam kehidupan manusia, mengingat manusia tidak pernah puas dengan apa yang telah dicapainya, yang menuntunnya pada suatu tuntutan yang lebih sulit untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Stres juga dapat hal yang mengancam dan ia merasa tidak mampu untuk menghadapinya (Lemme, 1999).

  Banyak penelitian yang telah dilakukan terkait dengan stres. Misalnya saja penelitian mengenai kontribusi hardiness (kontrol terhadap hidup, komitmen yang tinggi dan melihat kesulitan sebagai tantangan) dan self-

  

efficacy terhadap stres kerja (studi pada perawat RSUP DR. Soeradji

  Tirtonegoro Klaten) yang dilakukan oleh Wahyu Rahardjo (2004). Dari hasil penelitian tersebut dikatakan bahwa hardiness dan self efficacy memberikan kontribusi dalam mengurangi stres kerja, yakni sebesar 30.4 %. Secara terpisah hardiness memberikan kontribusi dalam mengurangi stres kerja sebesar 13.7 % dan variabel self efficacy memberikan kontribusi dalam mengurangi stres kerja sebesar 29.7%.

  Penelitian lain yang berbicara mengenai pengaruh efikasi diri terhadap stres mahasiswa yang sedang menyusun skripsi juga menghasilkan hal yang senada dengan penelitian milik Wahyu Rahardjo. Dalam penelitian milik Pandu Occasear (2009) dengan judul ”Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Stres Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang yang Sedang Menyusun Skripsi” dikatakan bahwa efikasi diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Hasil dari analisis regresi yang dilakukan menunjukkan bahwa efikasi diri memberi kontribusi dalam mengurangi tingkat stres sebesar 20.5%.

  Selain itu ada pula penelitian mengenai hubungan antara tingkat yang sedang menjalani kemoterapi pasca operasi, yang dilakukan oleh Nisa Muftie Dyahsari (2009). Hasil dari penelitian ini menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat optimisme dan tingkat stres pada penderita kanker payudara stadium lanjut yang sedang menjalani kemoterapi pasca operasi, sebesar r = - 0, 582 dengan p = 0.007. Hal ini membuktikan bahwa jika tingkat optimisme yang dimiliki seseorang yang menderita kanker payudara stadium lanjut yang sedang menjalani kemoterapi pasca operasi tinggi, maka tingkat stres orang tersebut rendah.

  Kemudian, Alfindra Primaldhi melakukan penelitian berjudul ”Hubungan Antara Trait Kepribadian Neuroticism, Strategi Coping dan Stress Kerja”. Penelitian ini dilakukan pada 163 orang dewasa warga negara Indonesia yang berusia antara 25-55 tahun, karyawan perusahaan telekomunikasi di Jakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara trait kepribadian neurotism dengan stres kerja dan strategi koping berfokus emosi. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya hubungan negatif antara trait kepribadian neurotism dengan strategi koping berfokus masalah dan strategi koping berfokus religi.

  Penelitian terkait dengan stres lainnya berjudul Relationship between

  

Cortisol Responses to Stress and Personality yang dilakukan oleh Lynn M

  Oswald, Peter Zandi, Gerald Nestadt, James B Potash, Amanda E Kalaydjian dan Gary S Wand (2006). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji asosiasi antara sifat-sifat (traits) kepribadian dan respon kortisol terhadap stres telah direvisi. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa kurangnya

  

Openness (keterbukaan) berasosiasi dengan respon kortisol yang rendah

  terhadap tantangan. Respon kortisol yang rendah juga berasosiasi dengan

Neuroticism yang tinggi pada wanita dan Extraversion yang rendah pada pria.

  Hasil ini menyatakan bahwa personality traits yang biasanya diasosiasikan dengan psikopatologi yang lebih besar juga berasosiasi dengan tumpulnya respon hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis terhadap stres. Respon kortisol yang rendah mengindikasikan tingkat stres yang tinggi. Oleh karena itu, hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa kurangnya keterbukaan berkorelasi dengan tingkat stres yang tinggi, neurotism yang tinggi pada wanita berkorelasi dengan stres yang tinggi serta ekstraversi yang rendah pada pria berkorelasi dengan stres yang tinggi.

  Melihat beberapa penelitian diatas, dapat dikatakan bahwa : efikasi diri, hardiness, openness dan optimisme memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan tingkat stres. Selain itu, neurotism memiliki korelasi positif yang signifikan dengan tingkat stres. Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut, menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang berhubungan dengan tingkat stres yang merupakan beberapa karakteristik yang dimiliki individu dengan tipe kepribadian dependen.

  Individu dengan kepribadian dependen atau dengan kata lain individu yang memiliki tingkat dependensi yang tinggi memiliki beberapa karakteristik diantaranya pesimistik atau dengan kata lain tidak optimis (Pervin dan John,

  (powerless) atau dapat dikatakan tidak memiliki efikasi diri (Bornstein, 1993), dan juga sulit untuk menyatakan ketidaksetujuan pada orang lain (kurang atau tidak memiliki sifat openness dan ekstraversi) karena ketakutan yang tidak realistik (neurotism) akan kehilangan dukungan dan persetujuan dari orang lain (DSM IV TR, 2000). Dengan melihat kedua hal diatas, dimana beberapa faktor yang berkorelasi negatif dengan stres, kurang atau tidak dimiliki oleh individu dengan tingkat dependensi yang tinggi serta salah satu faktor yang berkorelasi positif dengan tingkat stres (neurotism) dimiliki oleh individu dengan tingkat dependensi yang tinggi maka peneliti memiliki suatu pertanyaan yaitu apakah ada hubungan yang bersifat positif antara tingkat dependensi dan tingkat stres.

  B. Rumusan Masalah

  Apakah ada hubungna yang bersifat positif antara tingkat dependensi dan tingkat stres pada mahasiswa?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif antara tingkat dependensi dan tingkat stres.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfat secara teoritis yang berarti memberikan pengetahuan baru di bidang psikologi. Pengetahuan baru yang dimaksud adalah sebagai berikut : Pertama, adanya beberapa faktor yang mempengaruhi stres, yang telah banyak diteliti sebelumnya, mengarah pada karakteristik dari kepribadian dependen. Kedua, faktor-faktor tersebut secara bersama-sama (yang terintegrasi sebagai karakter kepribadian dependen) merupakan salah satu hal yang berhubungan secara positif dengan stres.

  2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah dengan mengetahui hubungan yang positif antara tingkat dependensi dan tingkat stres maka keluhan-keluhan stres dapat diantisipasi dan diatasi dengan melihat karakteristik dependensi yang dimiliki individu, khususya dalam setting konseling.

BAB II DASAR TEORI A. Stres

  1. Pengertian Stres Stres merupakan salah satu kata yang hampir setiap hari kita dengar. Selain itu, akhir-akhir ini media pun menggemborkan bahaya dari stres. Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan stres merupakan hal yang sulit dideskripsikan dan masih terus menjadi perdebatan diantara para ahli. Stres dapat dikatakan merupakan istilah ‘payung’, atau dengan kata lain, stres merupakan istilah yang menggabungkan variasi masalah- masalah yang mungkin terjadi pada hal-hal dasar yang umum terjadi hingga hal-hal serius yang lebih jarang terjadi (Palmer dan Puri, 2006).

  Salah satu definisi stres yang paling banyak digunakan ialah definisi dari Richard Lazarus : stres terjadi saat individu merasa bahwa mereka tidak dapat dengan tepat mengatasi tuntutan yang ditujukan kepada mereka atau ancaman pada kesejahteraan mereka (Lazarus & Folkman, 1984). Definisi lainnya mengatakan bahwa stres merupakan suatu tuntutan yang mendorong organisme untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri (Nevid, Rathus dan Greene, 2005). Canon menggunakan istilah stres untuk menjelaskan respon tubuh terhadap hal- hal darurat (dalam Feist dan Feist, 2008).

  Selain beberapa definisi diatas, masih banyak definisi-definisi stres konteks-konteks tertentu yang nantinya digunakan dalam penelitian ini yakni sebagai berikut : a. Stres Sebagai Respon

  Pada awalnya, Canon (1929) melihat stres sebagai respon fisiologis yang mana dikenal sebagai fight-or-flight response. Ketika menemui situasi yang berbahaya, aktivitas detak jantung dan kesiagaan manusia (atau hewan) meningkat. Hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi baik positif dan negatif. Positif karena hal tersebut membuat seseorang dapat secara cepat bereaksi, dan negatif karena hal tersebut merugikan kesehatan apabila keadaan siaga tersebut berlangsung terus menerus (dalam Lyons dan Chamberlain, 2006).

  Kemudian pada tahun 1956, Hans Selye mengungkapkan sebuah konsep yang dikenal dengan General Adaptation Syndrome (GAS). Dalam konsep tersebut ada tiga fase reaksi (fase bagaimana seseorang beradaptasi dengan stres). Fase tersebut ialah : fase alarm (alarm phase), dimana tubuh mengaktivasi sistem untuk merespon stresor, meliputi kesiagaan sistem saraf dan perubahan tingkat hormon tertentu; fase resistensi (resistance phase), dimana sistem saraf, hormon dan kekebalan tubuh tetap berada dalam keadaan tinggi/siaga, sebagai cara tubuh untuk mencoba beradaptasi dengan stresor; fase

  keletihan (exhaustion phase), dimana tubuh gagal untuk beradaptasi,

  sistem kekebalan tubuh melemah, dan disini batas resistensi dan

  Dalam perkembangannya, stres sebagai respon dapat dilihat sebagai reaksi fisiologis dan psikologis seseorang terhadap suatu kejadian atau situasi (Lyons dan Chamberlain, 2006). Definisi stres sebagai respon merujuk pada suatu keadaan stres; individu dibicarakan sebagai seseorang yang sedang bereaksi terhadap stres, berada dalam situasi yang stres, dan sebagainya (Lazarus dan Folkman, 1984).

  Dalam penelitian ini stres yang dilihat sebagai respon diukur dengan menggunakan skala Symptoms of Stress.

  b. Stres Sebagai Stimulus Stres sebagai stimulus dilihat sebagai sesuatu dari lingkungan yang memicu reaksi seperti yang dijelaskan pada stres sebagai respon.

  Pada awalnya terdapat paradigma mengenai major life events. Paradigma ini fokus pada stres sebagai suatu faktor lingkungan yang terletak diluar individu, dan berasumsi bahwa mengadaptasi major

  events mengarah pada respon fisiologis yang sama dengan yang

  diungkapkan dalam GAS milik Selye. Oleh karena itu, mengalami kejadian-kejadian besar (major events) dapat berkontribusi terhadap munculnya penyakit (Lyons dan Chamberlain, 2006).

  Kemudian muncul paradigma mengenai minor life events. Paradigma ini fokus pada bagaimana minor life events seperti kesulitan sehari-hari (seperti tidak mendapat tempat parkir, terjebak dalam kemacetan) berpengaruh ada kesehatan fisik. Secara umum, kesulitan memprediksikan kesehatan, dan kesulitan sehari-hari tersebut lebih memiliki pengaruh terhadap kesehatan (Lyons dan Chamberlain, 2006).

  Menurut Lazarus dan Folkman, definisi stres sebagai stimulus fokus pada kejadian-kejadian dalam lingkungan seperti bencana alam, kondisi yang berbahaya, penyakit atau dipecat. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa situasi tertentu secara normatif menjadi situasi yang penuh tekanan (stressful) tetapi tidak memperhatikan perbedaan individual dalam menilai situasi tersebut (Lazarus dan Folkman, 1984).

  Dalam penelitian ini stres yang dilihat sebagai stimulus diukur dengan menggunakan skala The inventory of College Students’ Recent Life

  Experiences .

  c. Stres dan Cognitive Appraisal

  Cognitive appraisal lebih mudah dipahami sebagai proses

  mengkategorisasikan suatu encounter dan berbagai aspeknya, dengan mengingat pentingnya hal tersebut bagi kesejahteraan. Cognitive

  appraisal dapat dibedakan menjadi primary appraisal dan secondary appraisal (Lazarus dan Folkman, 1984).

  1) Primary Appraisal dapat dibedakan menjadi : Tidak relevan, ketika suatu pertemuan dengan lingkungan tidak membawa implikasi terhadap kesejahteraan seseorang.

  Individu tersebut tidak memiliki investasi mengenai lingkungan dengan nilai, kebutuhan, atau komitmen; tidak ada yang akan berkurang atau meningkat dalam transaksi tersebut.

  Tidak berbahaya-positif (Benign-positive appraisal) terjadi jika hasil dari suatu pertemuan ditafsirkan positif, yakni, jika hal tersebut meningkatkan atau menjanjikan untuk peningkatkan kesejahteraan. Appraisal ini ditandai oleh emosi yang menyenangkan seperti kegembiraan, cinta, kebahagiaan, keriangan atau ketentraman. Akan tetapi secara total, tidak benign-positive

  

appraisal yang tanpa derajat ketakutan sangat jarang terjadi. Untuk

  beberapa orang, selalu ada prospek bahwa sesuatu yang diinginkan akan menjadi masam/tidak diinginkan, dan untuk itu seseorang percaya bahwa dia harus membayar sesuatu yang baik dengan hal yang tidak baik kemudian, benign-positive appraisal dapat menghasilkan kecemasan. Ilustrasi tersebut mengantisipasi ide bahwa appraisal dapat menjadi kompleks dan tercampur, tergantung pada faktor individu dan konteks.

  Stress appraisal meliputi kerugian/kehilangan, ancaman

  dan tantangan. Dalam kerugian/kehilangan, sejumlah kerusakan terhadap individu berlangsung terus menerus, seperti dalam luka atau penyakit yang menjadikan tidak mampu, rekognisi sejumlah kerusakan pada diri atau harga diri sosial, atau kehilangan seseorang yang dicintai. Peristiwa hidup yang paling merusak yang besar. Ancaman lebih merupakan kerusakan /kehilangan yang belum terjadi tetapi telah diantisipasi. Meskipun saat kerusakan/kehilangan terjadi, hal tersebut selalu tergabung dengan ancaman karena setiap kehilangan juga selalu mengandung implikasi negatif di masa yang akan datang. Tantangan, sering terjadi dengan ancaman, juga sering disebut mobilisasi terhadap usaha coping. Perbedaan yang utama adalah bahwa challenge appraisal fokus pada potensi untuk meningkatkan atau menumbuhkan keterkaitan dalam suatu pertemuan dan hal tersebut dikarakteristikan oleh emosi yang menyenangkan seperti hasrat, ketertarikan, kegembiraan, sedangkan ancaman terpusat pada emosi negatif seperti ketakutan, kecemasan,dan kemarahan.

  Penilaian ancaman dan tantangan tidak dilihat sebagai kutub dari satu hal yang tersambung. Ancaman dan tantangan dapat terjadi secara bersamaan, dan harus dipertimbangkan sebagai hal yang terpisah, meskipun seringkali terkait konstruk. Selain itu, hubungan antara penilaian ancman dan tantangan dapat berubah menjadi suatu encounter yang berkembang. Suatu situasi yang dinilai lebih sebagai ancaman daripada tantangan dapat menjadi dinilai lebih sebagai tantangan daripada ancaman karena usaha koping secara kognitif yang mana mampu membuat seseorang melihat suatu kejadian lebih positif, atau melalui perubahan dalam lingkungan yang mengubah hubungan antara orang yang bermasalah-lingkungan menjadi lebih baik.

  Tantangan, sebagai sesuatu yang berlawanan dengan ancaman, memiliki implikasi penting terhadap adaptasi. Kualitas fungsi seseorang cenderung lebih baik dalam tantangan karena orang tersebut merasa percaya diri, sedikit emosi yang meluap- luap, dan lebih mampu untuk melihat sumber-sumber yang tersedia daripada orang-orang yang terhambat. Pada akhirnya, adalah hal yang mungkin bhawa respon stres psikologis untuk tantangan berbeda dengan ancaman, sehingga penyakit adaptasi dapat berkurang (Lazarus dan Folkman, 1984). 2) Secondary Appraisal

  Saat seseorang berada dalam bahaya, baik itu ancaman maupun tantangan, sesuatu harus dilakukan untuk mengatur situasi.

  Dalam kasus ini, bentuk appraisal yang lebih tinggi menjadi penting, yakni evaluasi terhadap apa yang mungkin dan bisa dilakukan, yang disebut sebagai secondary appraisal. Secondary

  appraisal merupakan proses evaluatif yang kompleks terhadap

  sejumlah pilihan coping yang tersedia, kemungkinannya pilihan

  coping yang diberikan akan berhasil sesuai dengan yang

  seharusnya, dan kemungkinannya bahwa seseorang dapat mengaplikasikan strategi yang biasa digunakan atau mengatur dan primary appraisal terhadap sesuatu yang berbahaya berinteraksi satu sama lain, membentuk derajat atau tingkat stres dan kekuatan dan kualitas (atau konten) reaksi emosional (Lazarus dan Folkman, 1984). Dalam penelitian ini stres yang terkait dengan cognitive appraisal diukur dengan menggunakan skala Perceived Stress .

  Stres sebagai suatu konstruk memiliki definisi yang dapat dikatakan tidak terbatas. Oleh karena itu, peneliti berusaha tidak terbatas pada salah satu definisi stres untuk melakukan penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan definisi stres sebagai respon, stres sebagai stimulus dan stres yang terkait dengan cognitive appraisal. Dengan demikian, pengukuran stres yang dilakukan dalam penelitian ini menjadi lebih luas.

  2. Faktor-faktor Psikologis yang Dapat Mempengaruhi Stres Faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi stres ialah

  (Nevid et al., 2005):

  a. Cara coping stress Coping stress dibedakan menjadi dua, yaitu coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping) dan coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping). Pada coping yang berfokus pada emosi, individu berusaha segera mengurangi dampak situasi. Coping yang berfokus pada emosi tidak membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatur stressor, sedangkan pada coping yang berfokus pada masalah, orang menilai stresor yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah stresor atau memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek dari stresor tersebut. Coping yang berfokus pada masalah akan menjadi coping yang lebih efektif.

  b. Harapan akan efikasi diri Harapan mengenai efikasi diri berkenaan dengan harapan seseorang terhadap kemampuan dirinya dalam mengatasi tantangan yang dihadapi, harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menampilkan tingkah laku terampil, dan harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menghasilkan perubahan hidup yang positif. Dituliskan juga bahwa apabila efikasi diri meningkat maka tingkat hormon stres menurun.

  c. Ketahanan psikologis Ketahanan psikologis merupakan sekumpulan trait individu yang dapat membantu dalam mengelola stres yang dialami. Ada tiga trait yang membentuk ketahanan psikologi, yakni : komitmen yang tinggi, tantangan yang tinggi serta pengendalian yang kuat terhadap hidup. Secara psikologis orang yang ketahanan psikologisnya tinggi cenderung lebih efektif dalam mengatasi stres dengan menggunakan d. Optimisme Dari beberapa penelitian disimpulkan bahwa optimisme berkorelasi dengan kesehatan, dimana individu yang memiliki nilai optimisme tinggi merupakan individu yang lebih sehat.

  e. Dukungan sosial Dengan adanya dukungan sosial, akan membantu seseorang menemukan alternatif cara coping dalam menghadapi stresor atau sekedar memberi dukungan emosional yang dibutuhkan selama masa- masa sulit.

  f. Kebanggaan akan identitas etnik Kebanggaan terhadap identitas ras atau identitas etnik dapat membantu individu menghadapi stres yang disebabkan oleh rasisme dan intoleransi.

B. Dependensi

  1. Pengertian Dependensi Dalam ilmu psikologi, konsep dependensi merupakan konsep yang terkandung dalam beberapa teori. Salah satu persepektif yang menggambarkan konsep dependensi adalah psikologi abnormal atau dengan kata lain dalam perspektif psikologi abnormal dependensi dianggap sebagai suatu gangguan kepribadian. Bornstein, dalam bukunya sebenarnya merupakan suatu konsep yang terkandung dalam setiap teori kepribadian, baik secara eksplisit maupun implisit. Misalnya, dalam teori humanistik, dependensi dianggap sebagai perilaku defensif, yang dilakukan individu untuk meminimalkan kecemasan dan ketidaknyamanan yang diasosiasikan dengan kegagalan individu untuk menjadi individu yang teraktualisasi secara penuh. Dalam perspektif ini, individu yang tidak teraktualisasi dianggap menjadi sulit untuk diajak independen (mandiri), mengatur perilakunya sendiri dan bahkan menjadi bergantung pada orang lain untuk mendapatkan perlindungan, tuntunan dan dukungan.

  Seperti teori kepribadian humanistik, teori eksistensial memandang dependensi sebagai perilaku defensif. Disini dependensi merepresentasikan suatu usaha untuk mencabut/membatalkan (contoh :

  

externalize ) tanggung jawab dari aksi seseorang sebagai usaha

  penyangkalan akan kematian seseorang dan isolasi dari dunia yang tidak terprediksi dan terkontrol. Konsekuensinya, pandangan dunia orang yang dependen menjadi semakin dangkal dan terdistorsi. Berdasarkan model eksistensial, individu yang dependen pada akhirnya melihat dirinya sebagai 1) dikendalikan oleh orang lain dan kejadian-kejadian diluar dirinya, 2) tidak berdaya untuk mempengaruhi hasil dari suatu kejadian, 3) tidak bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari tingkah laku mereka sendiri (Borstein,1993).

  Meskipun setiap teori kepribadian menawarkan suatu asosiasi pada yang lain. Dua model yang memiliki pengaruh pervasif terhadap teori dan penelitian dependensi ialah pendekatan psikodinamika dan pandangan pembelajaran sosial (Bornstein, 1993).

  Berikut merupakan penjelasan konsep dependensi menurut beberapa perspektif: a. Konsep Dependensi Sebagai Gangguan Kepribadian

  Dependensi juga dibicarakan dalam salah satu jenis gangguan kepribadian, yaitu gangguan kepribadian dependen. Dalam Diagnostic

  and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

  IV-TR, 2000), gangguan kepribadian dependen merupakan suatu kebutuhan yang menginternalisasi dan berlebihan untuk diperhatikan oleh orang lain yang berujung pada perilaku patuh dan perilaku tidak bisa mandiri serta takut akan perpisahan. Hal ini dimulai pada masa dewasa awal dan muncul dalam konteks yang beraneka ragam. Gangguan ini ditandai oleh paling tidak lima (atau lebih) dari kriteria berikut ini :

  1) Memiliki kesulitan dalam pengambilan keputusan sehari-hari tanpa nasehat dan persetujuan yang berlebihan dari orang lain.

  2) Membutuhkan orang lain untuk memikul tanggung jawab mengenai hal-hal utama dalam hidupnya.

  3) Memiliki kesulitan dalam mengekspresikan ketidaksetujuan dukungan dan persetujuan dari orang lain (catatan : tidak termasuk ketakutan yang realistik akan balas jasa/ganti rugi).

  4) Memiliki kesulitan dalam mengambil inisiatif atau melakukan hal-hal pada dirinya sendiri (lebih karena kurangnya rasa percaya diri dalam penilaian atau kemampuaan daripada kurangnya motivasi atau energi).