Hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir.

(1)

HUBUNGAN ANTARAHARDINESSDENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

Richard Alexander ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Subjek yang digunakan berjumlah 100 mahasiswa dari beberapa fakultas di Universitas Sanata Dharma, yang berada pada semester akhir dan sedang mengerjakan skripsi. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala yang digunakan terdiri dari skala hardiness dan skala prokrastinasi akademik yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas skala hardiness (α = 0,930) sedangkan dari skala prokrastinasi akademik adalah (α = 0,956). Analisis data menggunakan teknik korelasi product momentCarl Pearson dengan program SPSS for Windows versi 21.0. Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi signifikan antara variabel hardiness dengan prokrastinasi akademik, yaitu sebesar r= -0,417 (p = 0,00), sehingga hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima. Kesimpulannya, terdapat hubungan negatif antara kedua variabel, yang berarti semakin tinggi hardinessdalam diri seseorang maka semakin rendah tingkat prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir.


(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN HARDINESS AND ACADEMIC PROCRASTINATION AT SENIOR YEAR STUDENTS

Richard Alexander

ABSTRACT

This research aimed for find the relations beetween hardiness and academic procrastination at senior year students. Hypothesis that proposed in this research that there is a negative correlation between hardiness and academic procrastination at senior year students. This research was quantitave research with correlational method. Subjects in this research was 100 students from some faculty at the university of Sanata Dharma, that has been in their final semester and working on a thesis. A method of the collection of data used in this reseach was using likert scale. The scale used consist of scales of hardiness and scales of academic procrastination that has been compiled by reseacher. The coefficient of reliabity of the scale of hardiness (α = 0,930) while the scale of academic procrastination (α = 0,956). Data analysis that used in this reseach was Carl Pearson product moment correlation tehnique that conducted by SPSS for Windows version 21.0. The result of data analysis showed that there was a significant correlation between hardiness and academic procrastination, as much r=-0,417 (p = 0,00), so the hypothesis in this research was accepted. In conclusion, there was a negative relationship between both variables, which mean the higher hardiness in oneself, the lower academic procrastination at senior year student


(3)

HUBUNGAN ANTARAHARDINESSDENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi.

Disusun oleh: Richard Alexander

099114107

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ITALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA HARDINE SS DENGAN PROKRASTINASI . AKADEMIKPAI}A MAHASISWA TINGKAT

AKHIR

Dosen Pembimbing :


(5)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TT,4RDINESS DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT

AKHIR

Dipersiapkan dan Ditulis Oleh : Richard Alexander

099114107

Penguji 1

Penguji 2

Penguji 3

iii

fr

frrlq^A

Yogyakarta,

29

JUL

2015 Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

6-W


(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Dream

Believe

Make it Happen !

–agnezmo-“L I F E I S A B E A U T I F U L T H I N G. P A C K A B A G.

M A K E A P L A Y L I S T. W A T C H T H E W O R L D. D O N’T S P E A K.

J U S T L I S T E N. ” –JOHN

MAYER-“THERE IS NO SUBSTITUTE FOR HARDWORK”


(7)

Edison-v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan untuk ... semua tukang ASUMSI yang pernah ada dalam kehidupan saya.


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Juni, 2015 Penulis


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARAHARDINESSDENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

Richard Alexander ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Subjek yang digunakan berjumlah 100 mahasiswa dari beberapa fakultas di Universitas Sanata Dharma, yang berada pada semester akhir dan sedang mengerjakan skripsi. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala yang digunakan terdiri dari skala hardiness dan skala prokrastinasi akademik yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas skala hardiness

(α = 0,930) sedangkan dari skala prokrastinasi akademik adalah (α = 0,956). Analisis data menggunakan teknik korelasi product momentCarl Pearson dengan program SPSS for Windows versi 21.0. Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi signifikan antara variabel hardiness dengan prokrastinasi akademik, yaitu sebesar r= -0,417 (p = 0,00), sehingga hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima. Kesimpulannya, terdapat hubungan negatif antara kedua variabel, yang berarti semakin tinggi hardinessdalam diri seseorang maka semakin rendah tingkat prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir.


(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN HARDINESS AND ACADEMIC PROCRASTINATION AT SENIOR YEAR STUDENTS

Richard Alexander

ABSTRACT

This research aimed for find the relations beetween hardiness and academic procrastination at senior year students. Hypothesis that proposed in this research that there is a negative correlation between hardiness and academic procrastination at senior year students. This research was quantitave research with correlational method. Subjects in this research was 100 students from some faculty at the university of Sanata Dharma, that has been in their final semester and working on a thesis. A method of the collection of data used in this reseach was using likert scale. The scale used consist of scales of hardiness and scales of academic procrastination that has been compiled by reseacher. The coefficient of reliabity of the scale of hardiness (α = 0,930) while the scale of academic procrastination (α = 0,956). Data analysis that used in this reseach was Carl Pearson product moment correlation tehnique that conducted by SPSS for Windows version 21.0. The result of data analysis showed that there was a significant correlation between hardiness and academic procrastination, as much r=-0,417 (p = 0,00), so the hypothesis in this research was accepted. In conclusion, there was a negative relationship between both variables, which mean the higher hardiness in oneself, the lower academic procrastination at senior year student


(11)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA

ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama

: Richard Alexander

Nomor

Mahasiswa : 099114107

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya rnemberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan antara ltqrdiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan universitas Sanata Dharma

hak untuk

menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di intemet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

ijin

dari

saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenamya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 26 Mei 201 5

Yang menyatakan,

'N

\0'"

f nicrraXnexander )


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Bapa di Dalam Surga, Bunda Maria, seluruh elemen kehidupan di dunia ini, karena atas waktu yang telah tersematkan, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai pihak yang membantu. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih, kepada:

1. Gusti Yesus, ingkang paring dalan. Ingkang paring urip. Ingkang paring kahanan lan berkah.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si, selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Dr. Tjipto Susana, selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan, petunjuk dan arahan beliau selama proses penulisan skripsi. (Maturnembahnuwun atas kesabaran dan tuntunannya, Bu)

5. Bapak Siswa.W, selaku Dosen Pembimbing Akademik atas nasihat dan masukan Bapak selama perkuliahan.

6. Segenap dosen-dosen fakultas psikologi universitas Sanata Dharma, terima kasih atas bimbingannya dan ilmu psikologi yang telah saya dapatkan selama lima tahun ini.

7. Untuk wanita terbaik dalam hidupku, Mama. Terimakasih sudah menjadi jembatan untuk segala jalan dalam kehidupanku. I love you all the way.


(13)

xi

8. Untuk lelaki terkuat sepanjang masa, papa. Terimakasih untuk segala bentuk didikan dan kerja keras, segala perlindungan, canda dan tawa tiada dua 9. Untuk kakakku yang tercentil, terimakasih untuk segala bentuk doa dan

harapan yang tidak kentara.

10. Sahabat-sahabatku di PSM Cantus Firmus, Universitas Sanata Dharma, segala angkatan (Okeh nan ... angel le meh nyebutke ) Terimakasih sekali, sudah mau berproses bersama, bertahan bersama, belajar hidup bersama. Kalian salah satu hal terpenting dan terindah yang sudah terjadi di dalam hidupku. 11. Mas Pancasona Aji (Mas Mbong) Maturnembahnuwun atas segala doa dan

pelajaran hidupnya, mas.

12. Saudara seperjuanganku, Oscar, Bleki, Louis, atas segala kenangan, canda tawa, cerita. You always be my brother.

13. CF’2009. Semuanya. Putri, bundo, ichan, eka, mia, dea, awang, tari, sisil, keket, oos, bleki, louis, artan, topan, yohan, daniel. Yaowloh. Gabisa kesebut satu – satu.

14. Teman-teman seangkatan di Psikologi, 2009, untuk waktu dan dukungannya. 15. Sobat-sobat sampai mati “Kepompong Berkumis” Brotherhood (Yatim, Anju,

Ochi, Engger, Mondri, dan Randy) Remember brada, “Love is temporary, but friendship are forever”

16. Terimakasih terkhususkan untuk Rio Yatim, aku ra bakal start nek ra ono kowe ndes. Kakak Ochy, aku ra bakal iso selalu niat nek ra ono kowe bang. Engger, aku ra bakal rampung nek ra ono kowe keng. Sumon, aku ra bakal niat nek dudu kowe sing durung rampung, haha. Albert, jurnalmu segalanya bet,


(14)

xii

suwun tenan. Annie, adik terbaik dan terabal-abal. Maturnembahnuwun sob, bersama kalian hidup jadi lebih mudah.

17. Terimakasih untuk abang-abang saya, Bang Martin, Koh Cing, Koh Onal, Bang Manto, Kakak Dhitya, Kakak Baskoro, terimakasih atas kehangatan dan rasa kekeluargaan yang sudah diberikan. Love you full.

18. Untuk UKF-ku tercinta. @PSYbasketUSD. Terimakasih sudah selalu ada di dalam kehidupanku. Terimakasih sudah mau menjadi salah satu wadah untuk berproses.

19. @PSYbasketUSD Golden Generation (no offense ) Albert, Yatim, Partok, Kibo, Wayan, Togar, Hani, Ruthie, Cicik, Angga, Novie. Keep Shining, darl ! 20. Untuk adik-adikku terkasih di @PSYbasketUSD Sita, Monik, Randy, Ayik,

Ani, Radit, Yosua, Erlin, Zelda, Dewok, Edi Age, Gorby, Nia, Gera, Rudy, Sinta, Etta, Deva, Asti, Novi, semuanya. Terima kasih atas rasa kebersamaan dan kekeluargaan, yang sudah terberi dan tercipta. Tetap berjuang, selalu bangga, dan ingat selalu siapa kita.

21. Untuk semua mantan

22. Untuk burung yang ada di kos

23. Untuk Jogjakarta yang selalu Istimewa

24. Untuk Semesta, segala elemen di dalam kehidupanku, yang tak sanggup diurai per satu-satu. Terimakasih sudah memberikan segala warna di dalam kehidupanku


(15)

xiii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis meminta maaf atas kesalahan dan kelalaian yang telah diperbuat baik sikap, tutur kata maupun tulisan. Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya tulisan ini. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 26 Mei, 2015


(16)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 18

C. Tujuan Penelitian... 18

D. Manfaat Penelitian... 18

1. Manfaat Teoritis ... 18

2. Manfaat Praktis... 18


(17)

xv

A. Prokrastinasi Akademik ... 20

1. Definisi Prokrastinasi ... 20

2. Jenis Prokrastinasi ... 23

3. Aspek Prokrastinasi ... 27

4. Dampak Prokrastinasi ... 29

5. Faktor-faktor Prokrastinasi... 33

B. Hardiness... 43

1. DefinisiHardiness... 43

2. Aspek-aspekHardiness... 46

3. PerbedaanHardiness - AQ –Resiliensi Diri... 51

C. Mahasiswa ... 55

D. Hubungan antaraHardinessdengan Prokrastinasi Akademik ... 56

E. Skema Penelitian ... 65

F. Hipotesis Penelitian ... 66

BAB III. METODE PENELITIAN... 67

A. Jenis Penelitian ... 67

B. Identifikasi Variabel ... 67

C. Definisi OperasionaL ... 68

D. Subjek Penelitian... 70

E. Metode Pengumpulan Data ... 70

1. SkalaHardiness... 71

a. Alasan Pembuatan SkalaHardiness... 76


(18)

xvi

b. Alasan Pembuatan Skala Prokrastinasi Akademik... 84

F. Validitas dan Reliabilitas ... 86

1. Validitas ... 86

2. Reliabilitas ... 87

G. Metode Analisis Data ... 88

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 90

A. Pelaksanaan Penelitian ... 90

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 92

C. Deskripsi Data Penelitian ... 93

D. Uji Asumsi dan Hasil Penelitian ... 96

E. Pembahasan ... 102

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 109

A. Kesimpulan... 109

B. Saran... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint SkalaHardiness(sebelum) ... 73

Tabel 2. Blueprint SkalaHardiness(setelah) ... 75

Tabel 3. BlueprintHardiness(Nomor Baru) ... 76

Tabel 4. Blueprint Skala Prokrastinasi (sebelum)... 82

Tabel 5. Blueprint Skala Prokrastinasi (setelah) ... 83

Tabel 6. Blueprint Prokrastinasi (Nomor Baru) ... 84

Tabel 7. Deskripsi Subjek Penelitian ... 91

Tabel 8. Jenis Kelamin... 91

Tabel 9. Usia ... 92

Tabel 10. Semester ... 92

Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian... 93

Tabel 12. Linearitas Prokrastinasi danCommitment... 95

Tabel 13. Linearitas Prokrastinasi danControl... 96

Tabel 14. Linearitas Prokrastinasi danChallenge... 96

Tabel 15. Normalitas ... 97

Tabel 16. KorelasiProduct Moment... 99

Tabel 17. KorelasiProduct Moment(Aspek) ... 100


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Sebelum Uji Coba... 117

Lampiran 2. Skala Setelah Uji Coba ... 129

Lampiran 3. Hasil Seleksi Aitem Skala ... 139

Lampiran 4. Reliabilitas Skala ... 143

Lampiran 5. Dekripsi Data Penelitian... 144

Lampiran 6. Linearitas Prokrastinasi Dan AspekHardiness ...145

Lampiran 7. Normalitas ... 147

Lampiran 8. Hasil KorelasiProduct Moment... 148

Lampiran 9. Hasil KorelasiProduct Moment(Aspek) ... 149


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

Kesuksesan akan datang pada setiap orang yang mau berusaha keras. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa akan ada banyak hambatan bagi seseorang untuk merengkuh hal yang menjadi impian mereka. Salah satu rintangan yang menghambat seseorang untuk meraih kesuksesan antara lain adalah kebiasaan menunda-nunda suatu pekerjaan, atau biasa dikenal dengan istilah prokrastinasi (Candra, 2008). Menurut beberapa ahli, prokrastinasi adalah perilaku menunda yang dilakukan secara sengaja hingga melewati batas waktu yang telah ditentukan, dimana pelakunya justru menikmati tekanan dari deadlinedan secara sengaja memilih untuk melakukan penundaan tersebut (Chu & Choi, 2013; DeSimone, dalam Ferrari, Ozer, & Demir, 2013; Salomon & Rothblum, 1984). Selain itu, disebutkan pula bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda yang dilakukan dengan alasan yang tidak bertanggung jawab. Balkis dan Duru (2009) menjelaskan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku individu yang meninggalkan kegiatan penting yang sebenarnya dapat dilakukan dan telah direncanakan sebelumnya, tanpa alasan yang masuk akal. Hal ini menunjukkan bahwa prokrastinasi telah menjadi salah satu perilaku beresiko yang terjadi dalam kehidupan mahasiswa, yang dilakukan secara sengaja.

Menurut jenis tugasnya, prokrastinasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu prokrastinasi akademik dan prokrastinasi akademik. Jika prokrastinasi non-akademik adalah jenis prokrastinasi yang dilakukan pada jenis tugas non formal


(22)

atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, maka prokrastinasi akademik adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal, yang berhubungan dengan tugas akademik (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995). Sementara itu, berdasarkan manfaat dan tujuannya, prokrastinasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu prokrastinasi fungsional (functional) dan prokrastinasi disfungsional (disfunctional). Ferrari, dkk., (1995) juga menjelaskan bahwa prokrastinasi fungsional adalah penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat. Mereka yang melakukan penundaan ini memandang sebuah tugas harus dikerjakan scara sempurna, meskipun mereka harus melewati waktu yang optimal yang seharusnya dimulai, sehingga mendapatkan penyelesaian yang baik. Sebaliknya, prokrastinasi disfungsional adalah penundaan yang tidak bertujuan, yang memiliki akibat buruk dan menimbulkan masalah bagi pelakunya. Bentuk penundaan ini dilakukan tanpa disertai suatu alasan yang berguna bagi pelakunya, maupun orang lain. Prokrastinasi disfungsional ini akan menimbulkan masalah, jika pelakunya tidak dapat melepaskan diri dari kebiasaan perilaku menunda tersebut (Buari, 2003). Dalam lingkup penelitian ini, peneliti akan menggunakan prokrastinasi akademik yang disfungsional, karena dinilai menggambarkan keadaan yang dijumpai oleh peneliti secara lebih spesifik. Kemudian, dalam pembahasan berikutnya mengenai prokrastinasi akademik yang disfungsional, peneliti akan menggunakan istilah prokrastinasi akademik untuk menampilkan istilah yang lebih ringkas.

Sebagian besar penelitian yang meneliti mengenai prokrastinasi akademik telah dilakukan pada perguruan tinggi dan tentu saja mahasiswa. Menurut studi


(23)

tersebut, 70% hingga 90% dari mahasiswa mengakui bahwa mereka telah melakukan perilaku menunda pada tugas-tugas akademik yang harus mereka hadapi (Steel, dalam Katz, Eliot, & Nevo, 2013). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa kurang lebih 20% sampai dengan 90% mahasiswa di Amerika melakukan perilaku prokrastinasi, dimana 25% persen diantaranya melakukan melakukan prokrastinasi kronis (Ellis & Knaus, dalam Steel, 2007). Perilaku prokrastinasi tidak hanya terjadi di Amerika, namun juga marak terjadi di Indonesia, dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di beberapa kota, disebutkan bahwa 30.9% sampai dengan 69% mahasiswa melakukan perilaku prokrastinasi, dimana 11% hingga 20% diantaranya digolongkan pada taraf berat (Christoper, Anggawijaya & Patricia, 2012; Ferrari & Pychyl, 2000; Rizvi, 2007; Surijah & Sia, 2007). Dari data-data yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku yang harus diperhatikan, mengingat banyaknya jumlah mahasiswa yang melakukan perilaku tersebut. Beberapa peneliti menetapkan prokrastinasi yang kronis sebagai sebuah kebiasaan (Ellis & Knaus, dalam Ferrari, dkk., 2013) atau juga sebagai sifat kepribadian (Johnson & Bloom, dalam Ferrari, dkk., 2013), dan kedua istilah dari bentuk prokrastinasi tersebut ditetapkan sebagai pola hidup yang tidak adaptif (Ferrari, 2013). Ferrari dan Pychyl (2000) menginformasikan beberapa hal penting yang berkaitan dengan prokrastinasi melalui penelitiannya. Mereka menjelaskan bahwa perilaku prokrastiasi disebutkan dapat merugikan diri sendiri dan orang lain dengan cara mengalihkan beban tanggung jawab pada orang lain yang lalu akan berbuntut penyesalan. Mereka juga menambahkan bahwa pada lingkup akademis,


(24)

mahasiswa pengidap prokrastinasi cenderung bermasalah dengan kekebalan tubuh, lebih sering terserang flu dan batuk, memiliki masalah pencernaan serta insomnia (Kompas, 2008).

Gunawinata, Nanik, dan Lasmono (2008) menyatakan bahwa prokrastinasi merupakan masalah yang sangat serius yang membawa konsekuensi bagi pelaku prokrastinasi (prokrastinatior). Konsekuensi dari perilaku prokrastinasi menimbulkan pro dan kontra baik secara psikologis, maupun fisiologis. Beberapa peneliti menemukan konsekuensi positif dan negatif dari perilaku prokrastinasi, konsekuensi positif dari perilaku prokrastinasi akademik yaitu dapat mengatasi kecemasan dan bad mood, namun hanya untuk sementara waktu. Sementara itu konsekuensi negatif dari prokrastinasi akademik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Secara internal, prokrastinasi akademik akan menimbulkan munculnya symtom penyakit dan stres yang semakin meningkat, munculnya rasa frustrasi, marah serta perasaan bersalah, yang akan berdampak pada melemahnya kondisi fisik dan mental seseorang (Grunschel, Partzek, & Fries, 2013; Gunawinata, Nanik, & Lasmono, 2008; Tice & Baumister, 1997). Sedangkan secara eksternal, prokrastinasi akademik dapat menyebabkan hilangnya kesempatan untuk belajar, terganggunya penyediaan dan persiapan lulusan yang berkualitas, menurunnya motivasi dari mahasiswa itu sendiri, hingga terjadinya pemborosan waktu, tenaga dan biaya dengan sia-sia. Bahkan 25% dari 90% mahasiswa prokrastinator yang suka menunda secara kronis, pada umumnya akan berakhir mundur dari perguruan tinggi (Burka & Yuen, 1983; Gunawinata, Nanik, & Lasmono, 2008; Rizvi, 1997). Kemudian, Sia, dalam penelitiannya


(25)

tahun 2006 juga menambahkan bahwa prokrastinasi akademik berkorelasi negatif dengan prestasi akademik mahasiswa (berdasarkan meta-analisis r=-027) yang artinya semakin tinggi prokrastinasi akademik, maka prestasi akademik seorang mahasiswa akan menurun, begitu juga terjadi sebaliknya.

Roig dan DeTomasso (dalam Siti, 2009) menjelaskan bahwa selain menimbulkan dampak negatif bagi pribadi, prokrastinasi juga memiliki dampak negatif bagi sebuah institusi. Mereka menjelaskan bahwa dampak negatif yang terjadi adalah terjadinya kecurangan akademis atau biasa disebut dengan istilah plagiat, hingga munculnya ketidakjujuran akademik seperti adanya jasa pembuatan skripsi sampai dengan jual beli gelar yang tentunya akan memberikan dampak dan merugikan nama baik Perguruan Tinggi (Triana, 2013). Prokrastiasi memiliki konsekuensi yang berpotensi merusak bagi individu yang melakukannya, dan dapat menyebabkan kinerja yang kurang baik terhadap tugas-tugas yang dihadapi (Dewitte & Schouwenberg, dalam Deyling, 2004). Perilaku ini juga memberikan dampak pada ruang lingkup yang lebih luas, hingga memunculkan fenomena-fenomena yang tabu dalam lingkup akademis. Hal ini dapat diketahui melalui munculnya fenomena yang terjadi di masyarakat, yaitu fenomena bottleneck, yang terlihat dari jumlah mahasiswa yang lulus dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya lulus. Itu artinya, jumlah mahasiswa yang lulus sesuai dengan harapan terkait dengan masa studi lebih sedikit, dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang terlambat lulus, atau lulus tidak sesuai dengan harapan. (Gunawinata, Nanik, & Lasmono 2008). Dari berbagai dampak atau konsekuensi yang dipaparkan di atas, terlihat bahwa


(26)

prokastinasi lebih banyak mewujudkan kerugian dalam kehidupan seseorang, hal ini menunjukkan bahwa perilaku prokrastinasi akademik merupakan salah satu kebiasaan yang perlu diberikan perhatian lebih, agar tidak lebih banyak lagi individu yang terjebak dalam perilaku ini.

Penyebab terjadinya perilaku prokrastinasi, dalam lingkup penelitian biasa disebut dengan istilah faktor. Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003) faktor penyebab prokrastinasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya perilaku prokrastinasi antara lain adalah faktor pola asuh orang tua, lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Faktor eksternal lain yang dapat ditemukan adalah adanya perbandingan antara kondisi lingkungan yang toleran terhadap prokrastinasi, dengan lingkungan yang penuh pengawasan, yang ternyata merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya prokrastinasi (Milgram, 1991).

Faktor internal yang mempengaruhi individu melakukan prokrastinasi antara lain, sikap perfeksionisme yang menuntut kesempurnaan dalam sebuah pengerjaan tugas, tinggi rendahnya motivasi seseorang untuk memulai dan menyelesaikan tugas, fear of failure (ketakutan akan kegagalan), serta ketergantungan kuat terhadap orang lain (Millgram, 1991; Nugrasanti, 2006; Sengcuan, Nitasimon, & Nurhadyanto, 1999). Dalam lingkup psikologis, kondisi fisik dan kesehatan yang menurun, akan menyebabkan keletihan yang kemudian membuat orang melakukan perilaku menunda. Stres disebutkan pula sebagai salah satu faktor internal munculnya perilaku prokrastinasi akademik. Caplan dan Jones, 1975 (dalam Shelley, 1995) menjelaskan bahwa salah satu penyebab stres adalah


(27)

ketidakmampuan mahasiswa untuk mengatur dan menggunakan waktu dengan baik, yang membuat mahasiswa mengalami beban yang terlalu berat. Mahasiswa yang mengalami stres akan mengalami gangguan psikologis berupa respon emosional, kognitif dan fisiologis. Mereka yang mengalami kondisi ini tentu akan terganggu dalam melakukan berbagai aktivitas sehingga mengakibatkan ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas dalam waktu tertentu, hingga melakukan perilaku menunda terhadap tugas atau perilaku prokrastinasi akademik (Buari, 2003). Selain itu Gunawinata, Nanik, dan Lasmono (2008) juga menjelaskan bahwa orang yang melakukan prokrastinasi terhadap tugas akan cenderung mengalami keadaan yang mengancam atau penuh tekanan dan orang yang sering merasakan pengalaman stres akan melakukan perilaku prokrastinasi lebih banyak.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, banyak faktor yang ternyata dapat mempengaruhi perilaku prokrastinasi. Penelitian mengenai prokrastinasi telah dikaitkan dengan beberapa variabel, misalnya dengan depresi (Anggawijaya, 2013). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa depresi, yang merupakan reaksi yang muncul akibat stres dalam peristiwa hidup seseorang (Qonitatin, Widyawati & Asih, 2011) berkorelasi positif dengan prokrastinasi akademik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat depresi seseorang semakin tinggi pula tingkat prokrastinasi akademik yang dilakukan. Bernard (1991), dalam penelitiannya mengungkapkan tentang sepuluh wilayah magnetis yang menjadi faktor penyebab prokrastinasi, dimana salah satunya adalah stress dan fatique (keletihan). Stres disebabkan karena seseorang tidak dapat mengatasi masalah


(28)

yang terjadi pada diri indvidu, dimana masalah-masalah tersebut dikenal dengan istilah stressor. Namun, tidak semua stressor yang muncul dalam kehidupan seseorang dapat mengakibatkan stres, yang mana dalam lingkup akademis akan mengakibatkan perilaku prokrastinasi akademik. Kemunculan stressor yang mengakibatkan stres dan menimbulkan perilaku prokrastinasi akademik, dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya karena adanya tipe kepribadian yang hadir dalam tiap-tiap diri individu, sebagai contoh, penelitian mengenai prokrastinasi yang dilakukan oleh Catrunada (2007) dikaitkan dengan tipe kepribadian introvert dan esktrovert dalam diri seseorang. Dalam penelitian tersebut ditemukan sebuah hasil bahwa mahasiswa dengan kepribadian introvert memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam melakukan prokrastinasi tugas skripsi dibandingkan mahasiswa ekstrovert. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa tipe kepribadian memiliki korelasi dengan perilaku prokrastinasi akademik, misalnya tipe kepribadianneurocitismdanextraversion(Steel, 2003).

Peneliti menemukan sebuah karakteristik kepribadian lain yang dianggap dapat menjadi prediktor, serta mempengaruhi terjadinya perilaku prokrastinasi, yaitu hardiness. Hardiness merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki seseorang untuk dapat bertahan dalam kondisi stres dan penuh tekanan. Peneliti mendapatkan ide tersebut, melalui sebuah fenomena mengenai perilaku penundaan, yang terjadi berdasarkan cerita atau pengalaman dari subjek yang mengalami problema oleh karena kondisi yang penuh tekanan, hingga kemunculan stres. Berikut adalah hasil cerita singkat yang dijumpai oleh peneliti berkaitan dengan fenomena mengenai prokrastinasi akademik. Pengalaman ini


(29)

diceritakan oleh seorang adik angkatan peneliti ketika sedang melaksanakan kegiatan kemahasiswaan di Pulau Bali, pada tanggal 12 Oktober, 2013. Adik angkatan peneliti mendapatkan pengalaman ini, ketika ia masih berkuliah dan mendapatkan banyak permasalahan dari teman-teman seangkatannya :

“Aku mengalami banyak masalah dengan teman-teman seangkatanku, kak. Bahkan kakak senior yang menunjukkan sikap tidak mengenakkan sama aku. Rasanya aku jeleh dengan keadaan ini, mau ngapa-ngapain rasanya nggak nyaman. Bingungnggak jadi aku, kak ? Kepengenndang luluswae lah dari sini, biar bebas,pengenskripsikundangrampung,timbanganestresnang kene iki

Bali, 12 Oktober, 2012. Subjek lain yang didapati oleh peneliti juga memiliki kisah yang sama berkaitan dengan kehidupan perkuliahannya, pengalaman ini diceritakan oleh tante T, yang juga merupakan mantan dosen di sebuah Universitas di Yogyakarta. Pengalaman ini didapat ketika tante T masih berstatus sebagai mahasiswi, dimana beliau mengalami keadaan menekan di dalam kehidupan perkuliahannya. Cerita ini didapat oleh peneliti ketika sedang mengikuti sebuah acara keluarga di Purwokerto, pada tanggal 15 November, 2014 :

“Tante dulu kuliah di Universitas ***. Tante itu orang keturunan satu-satunya. Hampir setiap hari tante dapat masalah baik dengan teman ataupun dosen. Mulai dari dieceni lah, diperlakukan beda lah, disengiti, pokoknya banyak nggak betahnya selama kuliah disana. Tante sempat drop beberapa minggu, rodok stres, bingung harus gimana, mau ngrampungke malas ke kampus. Padahal ya


(30)

kepengen cepat rampung, ingin cepet lulus. Capai ada dalam situasi yang seperti ini”

Purwokerto, 15 November, 2014. Cerita di atas merupakan pengalaman dari subjek yang dijumpai oleh peneliti, yang menceritakan tentang bagaimana mereka hidup didalam dunia perkuliahan, mengalami berbagai dinamika kehidupan, hingga kaitannya dengan prokrastinasi akademik. Pada akhir cerita dua orang subyek di atas, ternyata memang dapat mengatasi kondisi menekan yang mereka alami, dan lulus cepat, sesuai dengan tujuan dan target yang mereka tetapkan. Mereka mengalami konflik, dan berada dalam keadaan yang penuh tekanan, serta mengalami stres. Namun yang menjadi pertanyaan bagi peneliti adalah “Bagaimana bisa mereka yang berada dalam kondisi penuh tekanan, dan stres dapat lulus dengan cepat, tidak melakukan perilaku prokrastinasi terhadap tugas akhirnya?”. Karena pada akhirnya, peneliti mendapati bahwa subjek memang dapat menyelesaikan tugas akhirnya dengan tepat waktu, sesuai dengan target yang mereka tetapkan. Orang yang berada dalam kondisi stres, namun dapat bertahan dan mengatasi kondisi stres tersebut dapat diartikan sebagai orang yang memiliki hardiness tinggi. Variabel ini cocok sebagai variabel kedua dari peneliti karena mencerminkan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Di sini penulis menemui fenomena yang berbeda dengan apa yang ada di teori sebelumnya, dimana peneliti menemukan bahwa orang yang mengalami stres akan cenderung melakukan penundaan terhadap tugas dan tanggung jawabnya, namun berbeda dengan cerita yang didapati oleh peneliti, dimana orang yang berada dalam kondisi penuh tekanan


(31)

dan stres, ternyata dapat lulus tepat waktu. Maka dari itu penulis ingin meneliti hubungan hardiness dengan prokrastinasi akademik, karena hardiness dianggap sesuai oleh peneliti sebagai variabel yang mendampingi variabel prokrastinasi akademik.

Hardiness biasa disebut dengan kepribadian tahan banting. Hardiness dijelaskan sebagai suatu konstelasi karakteristik kepribadian yang befungsi sebagai sumber daya untuk menghadapi peristiwa-peristiwa hidup yang menimbulkan stres, dan merupakan hal yang sangat penting sekali dalam perlawanan terhadap stres tersebut (Gentry & Kobasa, 1984; Kobasa, dalam Maddi, 2006). Schultz dan Schultz (1998) menambahkan bahwa kepribadian tahan banting sebagai suatu struktur kepribadian yang dapat digunakan dalam menjelaskan perbedaan individu ketika mengalami stres yang terjadi, sehingga indvidu mampu mengatasi stres tersebut. Dari beberapa pernyataan di atas terlihat bahwa hardiness merupakan karakteristik kepribadian yang penting untuk dapat bertahan dalam kondisi stres, serta mengatasi kondisi tersebut.

Hardiness memberikan dampak positif dalam kehidupan seseorang, orang yang memiliki hardiness tinggi akan memiliki hubungan sosial yang lebih baik dimana hubungan tersebut mereka butuhkan untuk mendukung mereka ketika dihadapkan pada situasi yang membutuhkan coping dalam stres (McCalister, dkk., dalam Kardum, dkk., 2012). Kepribadian Hardiness dibutuhkan dalam dunia pendidikan, dalam kaitannya dengan kehidupan mahasiswa, stres seringkali muncul di saat mahasiswa mengerjakan tugas-tugas mereka. Hardiness dibutuhkan oleh mahasiswa untuk bertahan dalam kondisi stres terhadap tugas.


(32)

Selain itu terdapat pula pelatihanhardiness,yang tidak hanya meningkatkan level hardiness seorang mahasiswa, namun juga meningkatkan rata-rata Grade Point Averages (Indeks Prestasi Komulatif) selama dua tahun kedepan dan mempertahankan rata-rata Indeks Prestasi Komulatif (IPK) bagi mahasiswa yang memiliki IPK tinggi (Maddi, 2006). Menurut Hadjam (2004) kepribadian tahan banting, atau biasa disebuthardinessjuga mengurangi pengaruh kejadian-kejadian hidup yang penuh tekanan dan stres, dengan meningkatkan penggunaan strategi penyesuaian, antara lain dengan menggunakan sumber-sumber sosial yang ada di lingkungannya untuk dijadikan tameng, motivasi, dan dukungan dalam menghadapi masalah ketegangan yang dihadapinya, serta memberikan kesuksesan. Saat menghadapi kondisi yang menekan, individu yang tahan banting juga akan mengalami stres atau tekanan. Namun tipe kepribadian ini dapat menyikapi keadaan tersebut dengan cara yang positif, sehingga timbul kenyamanan melalui cara-cara yang sehat.

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penetian terhadap mahasiswa, dan lebih spesifik lagi, peneliti akan melakukan penelitian terhadap mahasiswa tingkat akhir. Menurut Marseto (2007) mahasiswa tingkat akhir merupakan mahasiswa yang sudah melewati masa perkuliahan lebih dari enam semester, dan diperbolehkan untuk memulai mengerjakan tugas akhir atau skripsi. Tugas akhir atau skripsi itu sendiri merupakan sebuah kewajiban bagi mahasiswa tingkat akhir untuk diselesaikan, dan kewajiban tersebut seringkali menjadi beban tersendiri bagi mahasiswa tingkat akhir. Mahasiswa tingkat akhir berada pada rentang usia 21/22 tahun hingga 24/25tahun (Winkel, 1997). Pada usia itu


(33)

mahasiswa sudah berada pada masa dewasa awal, yang dimulai pada akhir usia belasan tahun atau awal dua puluhan tahun dan yang berakhir pada usia tiga puluhan tahun. Santrock (2009) menjelaskan bahwa masa ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi, perkembangan karir, belajar hidup, dan mulai memikirkan masa depan. Mahasiswa pada usia ini, selain terbeban oleh penyelesaian tugas akhir atau skripsi, secara tidak langsung juga mulai memikirkan masa depannya, yang dapat berakibat pada munculnya perasaan tertekan akibat beban hidup yang mengharuskannya berpikir lebih dewasa.

Peneliti memilih mahasiswa tingkat akhir sebagai subjek penelitian karena mahasiswa tingkat akhir dianggap memiliki stressor yang lebih besar dibandingkan dengan tingkatan mahasiswa lainnya, oleh karena adanya tugas akhir yang harus diselesaikan. Peneliti tidak memungkiri bahwa mahasiswa yang masih berada pada angkatan awal sampai menengah, juga mendapatkan beban tugas yang tidak sedikit. Namun disini, peneliti lebih berfokus pada mahasiswa tingkat akhir, oleh karena permasalahan adanya tugas akhir atau skripsi yang menjadi salah satu sumber stressor bagi kebanyakan mahasiswa, juga munculnya pemikiran dan tanggung jawab yang lebih besar pada mahasiswa tingkat akhir, yang sudah seharusnya memikirkan kehidupan di masa yang akan datang. Darmono dan Hasan (2002) menjelaskan bahwa begitu panjang dan rumitnya proses pengerjaan skirpsi membutuhkan waktu, tenaga, biaya dan perhatian yang tidak sedikit. Umumnya, mahasiswa diberikan waktu untuk meyelesaikan skripsi dalam jangka waktu satu semester atau kurang lebih enam bulan. Namun pada kenyataannya, banyak mahasiswa tingkat akhir yang memerlukan waktu lebih dari


(34)

enam bulan untuk mengerjakan skripsi. Hal ini menunjukkan bahwa skripsi memang telah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tekanan dalam kehidupan mahasiswa tingkat akhir, yang juga dapat menyebabkan munculnya perilaku prokrastinasi akademik. Selain itu, mahasiswa tingkat akhir dipilih karena memiliki kesesuaian dengan tujuan penelitian, yakni untuk melihat hubungan hardiness pada orang yang memiliki tingkat stres tinggi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir atau skripsi.

Beberapa penelitian, seperti disebutkan di atas menyebutkan bahwa prokrastinasi menimbulkan banyak dampak negatif pada kehidupan seorang, baik secara psikologis maupun fisiologis. Hal ini menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk mengetahui lebih jauh mengenai prokrastinasi dan hal-hal yang mempengaruhinya. Penelitian-penelitian sebelumnya telah mengaitkan prokrastinasi dengan berbagai variabel, dan beberapa diantaranya dapat memprediksi perilaku prokrastinasi tersebut. Prokrastinasi juga dikaitkan dengan variabel seperti Self Control (Green, dalam Tuckman 1991), Self Efficacy (Lisa, 2014), Emotional Support (Brian, 2014), Kecemasan Sosial (Ferrari, dkk 1995), Locus of Control External (Frederik, 2010). Dari beberapa variabel yang telah digunakan untuk memprediksi perilaku prokrastinasi, kesemuanya memiliki hubungan yang signifikan dengan prokrastinasi akademik.

Penelitian mengenai prokrastinasi telah dikaitkan dengan beberapa variabel yang memiliki kemiripan dengan variabel hardiness, antara lain penelitian mengenai Adversity Quotient (Kardila, 2011) yang menyatakan bahwa


(35)

adversity quotient dengan prokrastinasi akademik memiliki korelasi negatif, yang artinya semakin tinggiadversity quotientseseorang,maka prokrastinasi akademik akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Prokrastinasi akademik juga dikaitkan dengan variabel resiliensi diri (Kusniastun, 2014) yang menyebutkan bahwa resiliensi diri memiliki korelasi yang negatif dengan prokrastinasi akademik, yang artinya semakin tinggi resiliensi diri maka perilaku prokrastinasi akan semakin rendah. Seperti kita ketahui bersama, variabel hardiness yang diajukan oleh peneliti memiliki kemiripan dengan variabel adversity quotient (AQ) dan resiliensi diri, yang dapat memuculkan keraguan dan akan dipertanyakan kelayakannya sebagai variabel yang mendampingi prokrastinasi akademik.

Phoolka dan Kaur (2012) menjelaskan bahwa AQ, resiliensi diri, dan hardiness sama-sama dapat digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi yang sulit. Namun ketiga variabel tersebut memiliki perbedaan yang siginifikan dan membedakan satu sama lain, perbedaannya adalah ketiga variabel ini mengukur dengan cara yang berbeda, oleh karena itu, masing-masing variabel juga dapat mengukur aspek yang berbeda dari kemampuan seseorang untuk menghadapi situasi yang sulit.Contohnya adalah sebagai berikut, tingkat komitmen seseorang, kemampuan, serta kemauan untuk menghadapi tantangan, yang ada pada hardiness hanya dapat diukur oleh variabel hardiness, tidak dapat diukur dengan menggunakan AQ ataupun resiliensi diri. Kemudian kurangnya fokus dalam diri seseorang dan skala prioritas (kemampuan untuk melihat tugas sebagai sebuah keharusan) yang ada pada resiliensi diri, hanya dapat


(36)

diukur melalui variabel resiliensi diri, tidak melalui variabel AQ ataupun hardiness.Begitu pula yang terjadi pada variabel AQ, dimana tingkat kemampuan seseorang untuk menghadapi peristiwa yang merugikan di dalam kehidupannya, serta keyakinan tentang berapa lama peristiwa tersebut akan berlangsung, hanya dapat diukur melalui Adversity Quotient (AQ), tidak dengan variabel hardiness ataupun resiliensi diri.

Perbedaan lain dijelaskan pula oleh Phoolka dan Kaur (2012), apabila resiliensi diri yang merupakan sebuah kecenderungan untuk bersikap positif terhadap hal-hal yang membuat seseorang berada dalam keadaan yang menyulitkan, maka lain halnya dengan AQ yang merupakan salah satu bentuk kecerdasan, dimana caranya untuk menghadapi situasi yang menekan adalah dengan menghadapi masalah tersebut secara langsung, meningkatkan kepercayaan diri untuk dapat bertahan dan melewati keadaan tersebut. Sementara itu,hardiness adalah sebuah kepribadian, dimana caranya menghadapi kondisi yang menekan adalah dengan meyakinkan dan memotivasi diri (berdasarkan tiga aspek sikap, yakni control, commitment, & challenge) agar dirinya dapat lebih tangguh untuk menghadapi situasi yang menekan (stresfull). Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti melihat adanya perbedaan dari ketiga variabel tersebut, sebagai sebuah peluang untuk meneliti dengan menggunakan variabel hardiness, karena selain memiliki perbedaan dengan AQ dan resiliensi diri, variabel ini dinilai dapat digunakan untuk memprediksi perilaku prokrastinasi dan juga belum pernah digunakan sebagai variabel yang mendampingi variabel prokrastinasi akademik.


(37)

Hardiness erat kaitannya dengan stres. Penyebab stres dapat berasal dari dalam diri individu yaitu, usia, kondisi fisik, dan faktor kepribadian, serta berasal dari luar diri individu baik dari lingkungan keluarga, lingkungan kerja, cita-cita maupun ambisi (Muchtar, 2004). Seseorang yang mengalami stres, yang kemudian dapat bertahan dan keluar dari kondisi tersebut dalam keadaan baik, terjadi karena adanya kepribadian hardiness dalam diri mereka. Di sisi lain stres memiliki kaitan dengan prokrastinasi akademik, karena seperti disebutkan di atas, stres adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku prokrastinasi. Dari pernyataan tersebut, tampak bahwa hardiness dan prokrastinasi saling terhubung satu sama lain. Namun peneliti perlu melihat lebih dalam untuk mengetahui apakah hardiness benar-benar memiliki hubungan dengan perilaku prokrastinasi akademik. Oleh karena itu, berdasarkan hipotesis awal bahwa tingkat hardiness yang tinggi dapat mengurangi perilaku prokrastinasi, maka muncullah sebuah pertanyaan penelitian, Apakah ada hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir ?


(38)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

“Apakah ada hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir ?”

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu melihat hubungan antara hardiness dengan prokrastinasi akademik. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dipergunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Psikologi Pendidikan, serta dapat dijadikan sebagai sumber acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti :

Penelitian ini dapat menjadi sebuah media untuk menuangkan buah pikiran secara ilmiah, melatih kemampuan untuk berpikir kritis dalam penelitian dan menulis.


(39)

b. Bagi Lembaga Pendidikan :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gagasan baru tentang pentingnya hardiness dalam menanggulangi perilaku prokrastinasi, sehingga pada masa mendatang dapat diusahakan program-program yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi perilaku ini pada mahasiswa.


(40)

20

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Prokrastinasi Akademik

1. Definisi Prokrastinasi

Prokrastinasi yang dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan

istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare. Kata

procrastinare merupakan dua akar kata yang dibentuk dari awalan pro

yang berarti mendorong maju atau bergerak maju, serta akhiran crastinus

yang berarti keputusan hari esok. Jadi secara harfiah, prokrastinasi berarti

menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (Ferrari, Johnson, &

McCown, 1995). The Merriam-Webster New Collegiate, sebuah kamus

online berbahasa inggris, menjelaskan prokrastinasi sebagai suatu

pengunduran secara sengaja untuk mengerjakan sesuatu yang harus

dikerjakan hingga hari berikutnya, karena alasan tidak suka mengerjakan

pekerjaan tersebut atau bahkan adanya perasaan malas.

Istilah prokrastinasi pertama kali muncul dan dipergunakan oleh

kalangan peneliti oleh Brown dan Hoizman, untuk menunjukkan

kecenderungan menunda-nunda penyelesaian terhadap suatu tugas atau

pekerjaan. Kemudian, seseorang yang mempunyai kecenderungan untuk

menunda atau tidak segera memulai sebuah pekerjaan biasa disebut

dengan istilah procrastinator (prokrastinator) (Ghufron, 2003).


(41)

dan “bagaimana” seseorang menangani penjadwalan serta kepatuhan

terhadap jadwal tersebut (Millgram, 1988). Salomon dan Rothblum (1984),

(dalam Ferrari, dkk., 2013) menambahkan bahwa prokrastinasi merupakan

perilaku menunda tugas akademik secara sengaja. Maka dari itu, dapat

disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah perilaku menunda yang dilakukan

secara sengaja, hingga melewati batas waktu yang ditentukan. Selain itu,

prokrastinasi juga merupakan perilaku menunda yang dilakukan dengan

alasan yang tidak bertanggungjawab, pernyataan Balkis dan Duru (2009),

mungkin akan memberikan sebuah kejelasan, “Procrastination is defined

as a behavor in which an individual leaves a feasible, important deed planned beforehand to another time without any sensible reason”.

Prokrastinasi merupakan perilaku individu yang meninggalkan

kegiatan penting yang bisa dilakukan dan telah direncanakan sebelumnya

tanpa alasan yang masuk akal. Seseorang dapat dikatakan melakukan

perilaku prokrastinasi jika ia menunda pekerjaan yang penting tanpa

alasan yang masuk akal, meskipun sebenarnya ia bisa melakukannya pada

waktu yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Di sisi

lain, Chu dan Choi (Ferrari, dkk., 2013) juga menjelaskan bahwa beberapa

mahasiswa menikmati tekanan dari deadline dan secara sengaja memilih

untuk melakukan perilaku prokrastinasi. Hal ini menunjukkan bahwa

prokrastinasi menjadi salah satu perilaku beresiko yang terjadi dalam


(42)

Rothblum, Beswick, dan Mann (dalam Larson, 1991)

mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai kecenderungan melakukan

penundaan dalam mengerjakan tugas-tugas akademik dan kecenderungan

individu mengalami kecemasan yang berhubungan dengan penundaan

yang dilakukan. Noran (dalam Akinsola, Tella & Tella, 2007) juga

mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai perilaku menghindar

dalam pengerjaan tugas dan tanggung jawab yang seharusnya diselesaikan

oleh individu. Seseorang yang melakukan prokrastinasi, biasanya memiliki

kecenderungan untuk lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman

atau melakukan pekerjaan lain yang sebenarnya tidak begitu penting

daripada mengerjakan tugas yang seharusnya diselesaikan dengan cepat.

Salomon dan Rothblum (dalam Blinder, 2000) menjelaskan kembali

bahwa secara spesifik, bahwa prokrastinasi merupakan perilaku maladaptif,

yang secara potensial dapat menyebabkan stres negative bagi banyak

perguruan tinggi, khususnya mahasiswa.

Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003), pengertian prokrastinasi

dapat diilihat melalui berbagai batasan atau lingkup tertentu, yaitu

prokrastinasi dipandang hanya sebagai perilaku menunda, bahwa setiap

perbuatan untuk menunda dalam mengerjakan suatu tugas adalah

prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan penundaan

yang dilakukan. Prokrastinasi dipandang sebagai suatu kebiasaan atau pola

perilaku yang dimiliki individu, yang mengarah kepada trait, perilaku


(43)

seseorang dalam menghadapi sebuah tugas, dimana biasanya disertai oleh

adanya keyakinan-keyakinan irrasional. Kemudian prokrastinasi juga

dipadang sebagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini

prokrastinasi tidak hanya dianggap sebagai sebuah perilaku menunda saja,

namun prokrastinasi dianggap sebagai suatu trait yang melibatkan

komponen-komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling

terkait, yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

prokrastinasi merupakan perilaku menunda tugas penting yang dilakukan

secara sengaja, tanpa alasan yang masuk akal. Prokrastinasi akademik

tidak hanya dilakukan sesekali, namun dilakukan berulang-ulang terhadap

sebuah tugas yang seharusnya dapat diselesaikan, perilaku ini dapat

menjadi kebiasaan buruk bagi seseorang, yang dapat mengakibatkan

dampak negatif dalam kehidupannya.

2. Jenis Prokrastinasi

Seseorang yang melakukan perilaku prokrastinasi, biasanya

memiliki alasan dan tujuan yang berbeda-beda, hal itu membuat para ahli

mengelompokkan prokrastinasi ke dalam beberapa jenis. Menurut Ferrari,

Johnson dan McCown (1995), berdasarkan manfaat dan tujuan


(44)

a.Functional Procrastination

Prokrastinasi fungsional adalah perilaku menunda mengerjakan

tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lengkap dan

akurat. Mereka yang melakukan penundaan ini memandang sebuah tugas

harus dikerjakan secara sempurna, dengan tujuan mendapatkan

penyelesaian yang baik, meskipun mereka harus melewati waktu yang

optimal untuk mulai mengerjakan tugas tersebut.

b.Disfunctional Procrastination

Prokrastinasi disfungsional adalah perilaku menunda yang tidak

bertujuan, yang memiliki akibat buruk dan menimbulkan masalah bagi

pelakunya. Bentuk penundaan ini dilakukan tanpa disertai suatu alasan

yang berguna bagi pelakunya, maupun orang lain. Prokrastinasi jenis ini

dapat menimbulkan masalah bagi pelaku prokrastinasi apabila tidak bisa

melepaskan diri dari kebiasaan menunda tersebut. Prokrastinasi

disfungsional dibagi lagi menjadi dua hal berdasarkan tujuan mereka

melakukan penundaan :

1) Decisional procrastination

Merupakan perilaku menunda dalam langkah mengambil

keputusan, prokrastinasi ini terjadi karena kegagalan dalam

mengidentifikasi tugas yang menyebabkan konflik dalam diri

individu, sehingga memutuskan untuk melakukan perilaku

menunda. Ferrari (dalam Ghufron, 2003), menjelaskan bahwa


(45)

ditawarkan untuk menyesuaikan diri dalam pembuatan

keputusan pada situasi yang dipersepsikan penuh stres.

Prokrastinasi jenis ini berhubungan dengan kelupaan atau

kegagalan proses kognitif, akan tetapi tidak berkaitan dengan

kurangnya tingkat intelegensi seseorang.

2) Avoidance procrastination

Merupakan perilaku menunda yang dilakukan dalam

perilaku yang tampak. Penundaan ini dilakukan sebagai sebuah

cara untuk menghindari tugas yang dirasa kurang

menyenangkan dan sulit untuk dilakukan. Prokrastinasi ini

dilakukan untuk menghindari kegagalan dalam menyelesaikan

pekerjaan, dimana hal ini akan mendatangkan nilai negatif

dalam dirinya atau mengancam self-esteem nya sehingga

seseorang menunda untuk melakukan sesuatu yang nyata yang

berhubungan dengan tugasnya.

Sedangkan menurut jenis tugasnya, prokrastinasi dibagi menjadi

dua jenis yaitu prokrastinasi akademik, dan prokrastinasi non-akademik

(Ferrari, dkk., 1995).

a. Prokrastinasi Akademik

Adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal,

yang berhubungan dengan bidang akademik, contohnya adalah


(46)

b. Prokrastinasi Non-Akademik

Adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas non formal

atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, contohnya adalah

penundaan terhadap tugas sosial, menunda membersihkan sangkar

burung, dan memberi makan burung.

Dalam penelitian ini, jenis prokrastinasi yang digunakan adalah

prokrastinasi akademik yang disfungsional. Pelaku dari prokrastinasi

mengarah pada mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi dan

melakukan perilaku menunda yang tidak bertujuan. Salomon dan Rothbum

(1984) menjelaskan bahwa prokrastinasi akademik sekali lagi adalah

kecenderungan yang dilakukan oleh individu untuk menunda tugas

akademik hampir selalu dan selalu. Selain itu mereka juga menyebutkan

terdapatnya 6 area akademik yang sering dijadikan sebagai “bahan”

prokrastinasi oleh pelajar, yaitu :

a. Menulis

meliputi penundaan melaksanakan kewajiban menulis makalah,

laporan praktikum, serta tugas menulis lainnya

b. Belajar untuk menghadapi ujian

mencakup penundaan belajar untuk menghadapi kuis, ujian tengah


(47)

c. Membaca

menunda membaca buku referensi yang berkaitan dengan tugas

akademik yang diwajibkan

d. Kinerja administratif

penundaan pengerjaan dan penyelesaian tugas-tugas administratif,

seperti menyalin catatan kuliah, mendaftarkan diri dalam presensi

kehadiran

e. Menghadiri pertemuan

penundaan atau keterlambatan menghadiri kuliah, praktikum dan

pertemuan lainnya

f. Kinerja akademik secara keseluruhan

mencakup penundaan mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas

akademik secara keseluruhan. Kinerja akademik secara keseluruhan

dapat berarti seseorang dapat melakukan prokrastinasi di beberapa area

akademik, seperti menulis, membaca, menghadiri pertemuan, kinerja

administratif, dll.

3. Aspek Prokrastinasi Akademik

Ferrari, Johnson, dan McCown (1995) menjelaskan bahwa

dinamika psikologis yang memunculkan prokrastinasi akademik dapat

termanifestasikan dalam aspek-aspek sebagai berikut :

a. Penundaan dalam proses memulai maupun menyelesaikan


(48)

Merupakan kondisi ketika seseorang mengetahui

bahwa ia memiliki tugas yang sangat penting untuk

diselesaikan, namun masih memilih untuk melakukan

penundaan dalam proses memulai untuk mengerjakan atau

bahkan saat proses pengerjaan.

b. Melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan daripada

menyelesaikan tugas

Merupakan kondisi dimana prokrastinator secara

sengaja lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain yang

dipandang lebih menyenangkan, dibandingkan dengan

menyelesaikan atau bahkan memulai untuk mengerjakan tugas

yang seharusnya segera diselesaikan.

c. Adanya kelambanan yang disengaja dalam mengerjakan tugas

Merupakan kondisi dimana prokrastinator merasa

membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk melakukan

persiapan yang berlebihan, yang bahkan tidak berhubungan

dengan tugas itu sendiri, dimana hal ini dilakukan tanpa

memperhitungkan batas waktu yang dimiliki untuk

menyelesaikan tugas yang berkaitan. Oleh karena hal inilah

prokrastinator memerlukan waktu yang lebih lama daripada

waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan


(49)

d. Ketidakselarasan waktu antara rencana pengerjaan tugas

dengan kinerja aktual

Merupakan kondisi dimana prokrastinatior sering

mengalami kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan

batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya (deadline).

Batas waktu penyelesaian tugas sebenarnya sudah

direncanakan dan dipahami oleh prokrastinator itu sendiri,

namun pada kondisi ini prokrastinator tidak segera

mengerjakan tugas sesuai dengan apa yang telah ia rencanakan,

sehingga justru menyebabkan kegagalan dan keterlambatan

dalam pengerjaan sebuah tugas.

4. Dampak Prokrastinasi

Burka dan Yuen (dalam Ghufron, 2008), menjelaskan bahwa

prokrastinasi mengganggu dalam dua hal, yaitu :

a. Prokrastinasi mengakibatkan munculnya masalah internal, seperti

munculnya perasaan bersalah atau menyesal

b. Prokrastinasi mengakibatkan munculnya masalah eksternal, seperti

melakukan penundaan terhadap tugas, sehingga membuat pelaku


(50)

Kemudian dijelaskan pula oleh Ferrari, Johnson dan McCown (1995),

bahwa dampak prokrastinasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Dampak Internal

Beberapa penyebab prokrastinasi muncul dari dalam diri

prokrastinator. Saat prokrastinator memiliki tendensi tertentu akan

suatu hal, tendensi tersebut akan tertanam dalam diri prokrastinatior.

Sebagai contoh, jika prokrastinatior memiliki perasaan takut gagal, dan

prokrastinatior melakukan prokrastinasi kronis terhadap suatu tugas,

maka prokrastinatior akan selalu melakukan penundaan dalam tugas,

dimana prokrastinator merasa gagal. Siswa yang berpikir bahwa semua

mata pelajaran itu sulit, maka siswa tersebut akan berpikir takut gagal

atau berbuat kesalahan dan menunda belajar atau mengerjakan

tugas-tugasnya.

Dampak internal prokrastinasi adalah apa yang dirasakan oleh

individu terkait dengan kondisi afektif, yaitu dapat menyebabkan rasa

frustrasi, marah serta perasaan bersalah. Tice dan Baumister (1997)

menyebutkan bahwa prokrastinasi akademik akan menimbulkan

munculnya symtom penyakit dan stres yang semakin meningkat, yang

akan berdampak pada melemahnya kondisi fisik dan mental seseorang.

b. Dampak Eksternal

Gunawinata, Nanik, dan Lasmono (2008), menjelaskan bahwa

dampak eksternal prokrastinasi berkaitan dengan hal-hal di luar pribadi


(51)

kesempatan untuk maju, serta hilangnya waktu dengan sia-sia. Surijah

dan Sia (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan meta-analisis (r=-0,27)

prokrastinasi berkorelasi negatif dengan prestasi akademik, artinya

semakin tinggi prokrastinasi, maka prestasi akademik seseorang akan

semakin rendah.

Rizvi, 1997 menambahkan bahwa akibat dari perilaku

prokrastinasi akademik adalah terganggunya penyediaan dan persiapan

lulusan yang berkualitas, berkurangnya kesempatan bagi yang lain

untuk belajar, serta terjadinya pemborosan waktu, tenaga, dan biaya.

Roig dan DeTomasso (1995), menjelaskan bahwa selain menimbulkan

dampak negatif bagi pribadi, prokrastinasi juga memiliki dampak

negatif bagi sebuah institusi, seperti terjadinya kecurangan akademis

atau plagiat.

Selain itu Grunschel, Partzek, dan Fries (2013) juga

menambahkan bahwa terdapat enam kategori yang menjadi dampak

dari perilaku prokrastinasi, yaitu :

1) Affective

Meliputi munculnya perasaan marah kecemasan,

ketidaknyamanan, perasaan tertekan, sedih serta perasaan

negatif lainnya.

2) Mental and physycal states

Meliputi munculnya kondisi stres yang kemudian akan


(52)

insomnia, hingga munculnya penyakit dalam tubug

seseorang.

3) Behavioural

Menyebabkan seseorang tidak dapat merubah perilaku

negatifnya (prokrastinasi menjadi sebuah kebiasaan)

4) Personality

Hadirnya self-concept yang negatif, atau konsep diri yang

negatif dalam diri seseorang

5) Course of study

Meliputi tugas-tugas yang menumpuk, keterlambatan

pengumpulan tugas, terdesak oleh waktu, kualitas kerja

yang menurun, lamanya penyelesaian studi, hingga

terjadinyadropoutdalam lingkup mahasiwa.

6) Private life

Mengalami problema dalam hubungan sosial,

pembengkakan biaya yang biasa terjadi karena lamanya

waktu untuk berkuliah, serta pandangan yang terbatas akan

masa depan dirinya.

Melalui beberapa penjelasan mengenai dampak prokrastinasi di

atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi memberikan begitu banyak

dampak negatif, meskipun ada dampak positif dari prokrastinasi yaitu

dapat mengatasi kecemasan dan bad mood, namun hanya untuk sementara


(53)

kehidupan seseorang, misalnya dampak negatif yang terkait dengan

perasaan, atau hal-hal di luar individu, hal ini menjelaskan bahwa

prokrastinasi memberikan dampak yang merugikan bagi pelakunya atau

bagi orang yang berada di dalam lingkup kehidupan pelaku prokrastinasi

(prokrastinator).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik

Di dalam lingkup pendidikan prokrastinasi akademik telah

memberikan banyak keraguan dan dampak negatif bagi pelakunya.

Seseorang yang melakukan perilaku prokrastinasi melakukan prokrastinasi

karena sebab-sebab yang berbeda, oleh karena itu beberapa peneliti

mengelompokkan hal tersebut dalam sebutan faktor. Prokrastinasi

merupakan hasil kombinasi (a) ketidakpercayaan akan kemampuannya

melakukan suatu tugas (b) ketidakmampuan untuk menunda kesenangan

dan (c) menyalahkan sesuatu di luar dirinya untuk kesalahan yang

dilakukannya (Elis & Knaus, dalam Gunawinata, dkk., 2008). Selain itu,

Steel (2003) menjelaskan terdapatnya empat faktor yang mendukung

terjadinya perilaku prokrastinasi, antara lain sebagai berikut :

a. Karakteristik Tugas

Faktor ini mengindikasikan kemungkinan terdapatnya

pengaruh luar indvidu yang menyebabkan perilaku


(54)

1) Waktu pemberianrewarddanpunishment

Dimana dijelaskan adanya temporal

proximity (jika tugas semakin dekat prokrastinasi

menurun, jika tugas masih berada tenggang waktu

yang lama darideadline maka prokrastinasi terjadi),

yang merupakan penyebab alami dari perilaku

prokrastinasi. Samuel Johnson (dalam Steel, 2007),

menambahkan bahwa kecemasan yang paling besar

saat-saat terakhir akan menimbulkan kesan yang

kuat.

2) Task Aversiveness

Seseorang menunda sebuah tugas karena

berbagai alasan, namun ketika alasannya adalah

karena tidak menyukai tugas yang harus dihadapi,

maka hal ini disebut sebagai task aversiveness,

penundaan atas alasan tidak menyukai sebuah tugas.

b. Perbedaan Individual

Steel (2007) melakukan penelitian dan pengelompokan

terhadap lima tipe kepribadian yang dianggap berkaitan dengan

prokrastinasi, yaitu Neurocitism, Extraversion, Agreeableness,

Openess to experience, dan Conscientiousness. Di dalam

penelitian tersebut dijelaskan mana yang memiliki andil


(55)

Tipe kepribadian openess to experience yang dicerminkan

dengan fantasi seseorang, kedalaman perasaan, perilaku yang

fleksibel, serta rasa keingintahuan seseorang, disebutkan tidak

berkorelasi dengan prokrastinasi. Berbeda dengan tipe

kepribadian agreeableness yang memiliki korelasi negatif

dengan perilaku prokrastinasi. Kemudian disebutkan pula

bahwa tipe kepribadian conscientiousnessmerupakan prediktor

negatif terkuat terhadap perilaku prokrastinasi, demikian pula

dengan tipe kepribadian extraversion, melalui komponen

impulsiveness yang dipercaya turut memberikan andil dalam

terjadinya perilaku prokrastinasi. Dari studi literatur yang

dilakukan oleh beberapa peneliti disebutkan bahwa tipe

kepribadian neurocitism merupakan sumber utama terjadinya

perilaku prokrastinasi, karena terdapatnya komponen dalam

tipe kepribadian ini, seperti depression, low self-efficacy and

low self-esteem, yang disinyalir menjadi penyebab terjadinya

perilaku prokrastinasi.

c. Demografi

Munculnya perilaku prokrastinasi di dalam sebuah

populasi tidak hanya disebabkan oleh sifat-sifat kepribadian

saja, penelitian telah menyebutkan terdapatnya faktor

demografi yang menyebabkan perilaku prokrastinasi. Faktor


(56)

bertambah dan pola pemikiran berkembang orang akan

mereduksi perilaku prokrastinasi. Kemudian, terdapat pula

gender, dimana pria disebutkan lebih banyak melakukan

prokrastinasi dibandingkan dengan wanita (Steel, 2007).

d. Fenomenologi prokrastinasi

Merupakan intended-action gap, mood, dan kinerja

(Steel, 2007). Disebutkan bahwa orang yang melakukan

prokrastinasi pada awalnya tidak memiliki maksud untuk

melakukan perilaku tersebut, tetapi kemudian secara tak sadar

ia akan melakukan perilaku tersebut. Berkaitan dengan kinerja,

seseorang akan melakukan prokrastinasi dengan tujuan untuk

menghindari kecemasan dan meningkatkan kinerja terhadap

sebuah tugas, karena dengan melakukan prokrastinasi mereka

dapat mengeluarkan seluruh kemampuan fisik dan kognitif

ketika tenggat waktu mendekat.

Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003), penyebab perilaku

prokrastinasi dibagi ke dalam dua faktor:

a. Faktor Internal

Merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu

yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor internal yang


(57)

1) Kondisi kodrati, yang terdiri dari jenis kelamin anak,

umur, dan urutan kelahiran. Dalam hal ini anak sulung

cenderung lebih diperhatikan, dilindungi, dibantu,

apalagi untuk orang tua yang belum berpengalaman

dalam mendidik seorang anak. Anak bungsu cenderung

dimanja, apalagi bila selisih usianya cukup jauh dari

sang kakak. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi

perilaku prokrastinasi dalam kehidupan seseorang.

2) Kondisi fisik dan kondisi kesehatan juga merupakan

faktor yang mempengaruhi munculnya prokrastinasi

akademik. Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003),

tingkat intelegensi tidak mempengaruhi prokrastinasi

walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya

beliefs (keyakinan dalam diri seseorang). Selain itu,

menurut Bruno (dalam Ferrari, dkk., 1995), fatigue

juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

prokrastinasi, ia mengatakan bahwa orang yang

mengalami fatigue atau kondisi keletihan akan

memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan

prokrastinasi, daripada yang tidak.

3) Kondisi psikologis, trait kepribadian yang dimiliki

individu turut mempengaruhi munculnya perilaku


(58)

seseorang biasanya mempengaruhi perilaku

prokrastinasi lebih tinggi. Besarnya motivasi dalam diri

seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi

secara negatif, ini artinya semakin tinggi motivasi

seseorang ketika menghadapi tugas, maka

kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi akan

semakin rendah (Briordy, dalam Ghufron, 2003).

Kontrol diri juga turut mempengaruhi terjadinya

prokrastinasi (Wistrich, dalam Elly & Desi, 2014),

individu yang memiliki kontrol diri rendah tidak

mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, dalam

hal akademis mereka akan lebih banyak melakukan

hal-hal yang bersifat menyenangkan dirinya, sehingga

akan menunda tugas yang seharusnya diprioritaskan.

4) Faktor internal lain yang mempengaruhi, antara lain

adalah fear of failure (perasaan takut gagal), task

aversiveness (ketidaksukaan terhadap tugas), serta

adanya ketergantungan kuat terhadap orang lain.

b. Faktor Eksternal

Selain faktor internal, beberapa faktor eksternal juga ikut

menyebabkan kecenderungan munculnya prokrastinasi dalam diri

seseorang, yaitu faktor pola asuh orang tua, lingkungan keluarga,


(59)

menyebutkan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah akan

menyebabkan munculnya kecenderungan prokrastinasi yang kronis

pada anak wanita. Selain itu, Millgram (dalam Ghufron, 2003)

menyebutkan pula bahwa kondisi lingkungan yang toleran terhadap

prokrastinasi juga mempengaruhi tinggi rendahnya perilaku

prokrastinasi, dibandingkan dengan lingkungan yang penuh dengan

pengawasan.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, Bernard (1991) juga

mengungkapkan adanya sepuluh penyebab yang berpengaruh terhadap

prokrastinasi akademik, yang menjadi faktor-faktor dilakukannya prokrastinasi

akademik itu sendiri :

a. Anxiety

Anxiety dapat diartikan sebagai kecemasan. Kecemasan

pada akhirnya menjadi kekuatan magnetik yang berlawanan,

dimana tugas-tugas yang diharapkan dapat diselesaikan dengan

tepat waktu berkorelasi dengan kecemasan yang tinggi, sehingga

seseorang cenderung menunda tugas tersebut.

b. Self-Depreciation

Dapat diartikan sebagai pencelaan terhadap diri sendiri.

Seseorang memiliki penghargaan yang rendah atas dirinya sendiri

dan selalu siap untuk menyalahkan diri sendiri ketika terjadi

kesalahan dan juga merasa tidak percaya diri untuk mendapatkan


(60)

c. Low Discomfort Tolerance

Dapat diartikan sebagai rendahnya toleransi terhadap

ketidaknyamanan. Adanya kesulitan pada tugas yang dikerjakan

membuat seseorang mengalami kesulitan untuk mentolerir rasa

frustastasi dan kecemasan, sehingga mereka mengalihkan diri

sendiri kepada tugas-tugas yang mengurangi ketidaknyamanan

dalam diri mereka.

d. Pleasure-seeking

Merupakan seseorang yang sering diartikan sebagai orang

yang gemar mencari kesenangan. Seseorang yang mencari

kenyamanan cenderung tidak mau lepas dari situasi yang membuat

mereka dalam kondisi nyaman tersebut. Jika seseorang memiliki

kecenderungan tinggi dalam mencari situasi yang nyaman, maka

orang tersebut akan memiliki hasrat kuat untuk melakukan

kesenangan dan memiliki kontrol impuls yang rendah, contohnya

adalah orang yang menunda sebuah tugas demi melakukan hal

yang lebih ia sukai.

e. Time Disorganization

Dapat diartikan sebagai tidak teraturnya waktu. Mengatur

waktu bisa memperkirakan dengan baik berapa lama seseorang

membutuhkan waktu untuk menyeesaikan pekerjaan tersebut.

Aspek yang lain dari lemahnya pengaturan waktu adalah sulitnya


(61)

kurang penting untuk dilakukan hari ini. Semua pekerjaan terlihat

sangat penting sehingga muncul kesulitan untuk menentukan apa

yang harus dikerjakan terlebih dahulu.

f. Environmental Disorganization

Dapat diartikan sebagai tidak teraturnya lingkungan. Salah

satu faktor yang menyebabkan terjadinya prokrastinasi adalah

kenyataan bahwa lingkungan disekitarnya berantakan atau tidak

teratur dengan baik, hal ini mungkin terjadi karena kesalahan dari

individu tersebut. Tidak teraturnya lingkungan bisa dalam bentuk

interupsi dari orang lain, kurangnya privasi, kertas yang bertebaran

dimana-mana, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam pekerjaan

tersebut tidak tersedia. Adanya begitu banyak gangguan pada area

wilayah pekerjaan menyulitkan seseorang untuk berkonsentrasi

sehingga pekerjaan tersebut tidak bisa selesai tepat pada waktunya.

g. Poor Task Approach

Dapat diartian sebagai pendekatan yang lemah terhadap

tugas. Jika akhirnya seseorang merasa siap untuk bekerja, ada

kemungkinan dia akan meletakkan kembali pekerjaan tersebut

karena tidak tahu darimana harus memulai, sehingga pengerjaan

tugas cenderung menjadi tertahan oleh karena orang tersebut tidak

memahami tentang bagaimana harus memulai dan menyelesaikan


(62)

h. Lack of Assertion

Dapat diartikan sebagai kurangnya memberikan pernyataan

yang tegas, terhadap diri sendiri. Contohnya adalah seseorang yang

mengalami kesulitan untuk berkata terhadap permintaan yang

ditujukan kepadanya, sedangkan pada kenyataannya banyak hal

yang harus dikerjakan karena telah dijadwalkan terlebih dahulu.

Hal ini dapat terjadi oleh karena kurangnya memberikan

kehormatan atas semua komitmen dan tanggung jawab yang

dimiliki.

i. Hosility with others

Dapat diartikan sebagai permusuhan terhadap orang lain.

Kemarahan yang terus menerus bisa menimbulkan dendam dan

sikap bermusuhan, sehingga bisa menuju pada sikap menolak atau

menentang apapun yang dikatakan oleh orang tersebut.

j. Stress and fatigue

Dapat diartikan sebagai perasaan tertekan dan kelelahan.

Stres merupakan hasil dari sejumlah intensitas tuntutan negatif

dalam hidup yang digabung dengan gaya hidup dan kemampuan

mengatasi masalah pada diri individu. Semakin banyak dan

semakin lemah sikap seseorang dalam memecahkan masalah, serta

gaya hidup yang kurang baik, maka semakin tinggi stres seseorang

yang akan berdampak terhadap terjadinya perilaku prokrastinasi


(63)

B. Hardiness

1. DefinisiHardiness

Hardiness merupakan kombinasi dari beberapa sikap atau perilaku

yang menyumbangkan apa yang disebut dengan keberanian serta motivasi

untuk melakukan yang terbaik, yang juga merupakan sebuah strategi untuk

mengatasi keadaan yang penuh dengan stres, yang dapat menyebabkan

“bencana”, untuk kemudian mengubahnya menjadi kesempatan untuk

berkembang (Maddi, 2006). Hardiness juga dikenal sebagai sebuah trait

atau sifat yang bertujuan untuk membedakan antara seseorang yang dapat

bekerja dengan baik dan seseorang yang bekerja dengan baik dalam situasi

yang penuh stres (Cash & Gardner, 2011)

Sebenarnya konsep mengenai hardiness ini bukanlah konsep yang

baru dalam dunia psikologi. Beberapa psikolog seperti Heidger (1986),

Frankl (1960), dan Biswanger (1963) telah mempergunakan teori

hardiness, selain itu teori ini juga digunakan dalam bidang ilmu filsuf

eksistensial. Konsep hardinessini terlibat dalam terciptanya makna hidup

dalam pandangan seperti “meskipun hidup terkadang menyakitkan dan

penuh dengan ketidakjelasan”, serta “memiliki keberanian untuk hidup

secara utuh, meskipun tidak dapat dipisahkan dari derita dan tak berguna”

(Bartone, 2006).

Kobasa (dalam Hystad, 2012), untuk pertama kalinya

memperkenalkan teorihardinesssebagai susunan karakteristik kepribadian


(64)

dalam kehidupan yang penuh stres. Pengertian ini menunjukkan bahwa

hardiness merupakan kepribadian yang berguna bagi seseorang, agar ia

dapat mengatasi stres yang sedang dialaminya. Kobasa (1982),

menjelaskan pula bahwa kepribadian hardiness merupakan suatu

konstelasi kepribadian yang menguntungkan bagi individu untuk dapat

menghadapi tekanan dalam hidupnya. Kemudian diungkapkan secara lebih

lanjut oleh Gentry dan Kobasa (1984), bahwa hardiness ini menjadi tipe

kepribadian yang sangat penting dalam perlawanan terhadap stres. Hal ini

menjelaskan bahwa tipe kepribadian hardiness merupakan salah satu

aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dalam kaitannya

untuk bertahan, serta keluar dari kondisi yang penuh dengan tekanan atau

stres.

Individu dengan kepribadian hardiness akan munjukkan tiga sifat

kepribadian, yaitu kontrol, komitmen, dan tantangan. Hal ini dibenarkan

melalui definisi yang diungkapkan oleh Baronte (dalam Hystad, 2012),

yang mengatakan bahwa penyusunan kepribadian yang dikenal sebagai

hardiness dideskripsikan sebagai cara umum dari fungsi karakteristik

dengan perasaan yang kuat akan kontrol, komitmen, dan juga tantangan.

Maddi (dalam Kalantar, Khedri, Nikbakht, & Motvalian, 2013) juga

mengatakan bahwa hardiness merupakan penggabungan dari tiga

komponen (Commitment, Control, dan Challenge) atau perilaku yang

secara bersama-sama membuat seseorang bisa mengubah keadaan yang


(65)

yang menguntungkan. Definisi ini ingin mengartikan bahwa seseorang

yang memiliki hardiness yang tinggi, diprediksi akan memiliki kontrol,

komitmen serta challenge (tantangan) yang baik di dalam dirinya, dan ia

akan dapat melihat situasi yang penuh stres sebagai suatu yang

menguntungkan dirinya, bukan sebagai sebuah ancaman.

Hardiness secara umum juga dipahami sebagai sebuah sifat yang

dimiliki oleh seseorang, sifat disini diperjelas sebagai sesuatu yang relatif

stabil dari tahun ke tahun. Namun, Funder (1991) justru berpendapat

bahwa sifat dapat ditumbuhkan melalui interaksi antara pengalaman

pribadi seseorang dengan genetis manusia. Maka dari itu, dengan adanya

kondisi dan pengalaman dalam diri seseorang, maka sangatlah

memungkinkan apabila kepribadian hardiness ini dapat dipelajari serta

dikembangkan (Maddi, dalam Cash & Gardner, 2011). Selain itu, Bartone

(dalam Kalantar, dkk., 2013) juga telah memandang hardiness dengan

menggambarkannya sebagai sebuah gaya kepribadian umum atau yang

digeneralisir sebagai sebuah fungsi yang melibatkan kualitas kognitif,

emosional, dan behavioral.

Tipe kepribadian hardiness dipandang oleh Schultz dan Schultz

(1988) sebagai kepribadian tahan banting yang merupakan struktur

kepribadian yang dapat digunakan dalam menjelaskan perbedaan individu

ketika mengalami stres yang terjadi, sehingga individu mampu mengatasi

stres tersebut. Kemudian salah satu strategi yang penyesuaian yang


(66)

sumber-sumber sosial yang ada di sekitarnya Schultz dan Schultz (1988).

Hadjam (2004), mengatakan bahwahardinessdapat mengurangi pengaruh

kejadian-kejadian hidup yang mencekam dengan meningkatkan

penggunaan strategi penyesuaian, antara lain dengan menggunakan

sumber-sumber sosial yang ada di lingkungannya untuk dijadikan tameng,

motivasi, serta dukungan dalam menghadapi masalah ketegangan yang

dihadapinya, dan memberikan kesuksesan. Saat menghadapi kondisi yang

menekan, individu yang tahan banting juga akan mengalami stres atau

tekanan. Namun tipe kepribadian ini dapat menyikapi secara positif

keadaan tidak menyenangkan tersebut, agar dapat menimbulkan

kenyamanan melalui cara-cara yang sehat.

Dari beberapa definisi yang telah terungkap dan dijelaskan di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa Hardiness merupakan sebuah tipe

kepribadian yang sangatlah penting dalam kehidupan manusia, yang

melibatkan strategi-strategi positif untuk dapat bertahan serta menghadapi

situasi dan kondisi yang penuh dengan tekanan atau stres, dengan diikat

oleh tiga buah komponen (kontrol, komitmen, dan tantangan) yang

menjadi dasar dari terbentuknya kepribadianhardinessitu sendiri.

2. Aspek-aspek Kepribadian Hardiness

Seseorang yang memiliki Hardiness yang tinggi memiliki sebuah

kepercayaan bahwa mereka akan dapat mengontrol atau mempengaruhi

sesuatu yang akan terjadi, serta menikmati situasi yang baru dan


(1)

Lampiran 6

Linearitas Prokrastinasi Akademik Dan Aspek

Hardiness

ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. Prokrastinasi * Commitment Between Groups

(Combined) 9388,119 13 722,163 1,967 ,033

Linearity 2728,801 1 2728,801 7,432 ,008

Deviation from

Linearity

6659,318 12 554,943 1,511 ,136

Within Groups 31575,641 86 367,159

Total 40963,760 99

ANOVA Table Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Prokrastinasi * Control Between Groups

(Combined) 14559,926 19 766,312 2,322 ,005

Linearity 9629,147 1 9629,147 29,175 ,000

Deviation from

Linearity

4930,779 18 273,932 ,830 ,661

Within Groups 26403,834 80 330,048


(2)

Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Prokrastinasi *

Challenge

Between

Groups

(Combined) 17606,852 26 677,187 2,116 ,007

Linearity 5153,091 1 5153,091 16,106 ,000

Deviation from

Linearity

12453,761 25 498,150 1,557 ,075

Within Groups 23356,908 73 319,958


(3)

Lampiran 7

Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Prokrastinasi Control Commitment Challenge

N 100 100 100 100

Normal Parametersa,b

Mean 96,6800 48,7900 34,0600 59,3800

Std. Deviation 20,34147 4,24096 3,09388 5,72745

Most Extreme Differences

Absolute ,070 ,106 ,094 ,095

Positive ,070 ,085 ,094 ,095

Negative -,064 -,106 -,073 -,088

Kolmogorov-Smirnov Z ,702 1,065 ,941 ,952


(4)

Hasil Korelasi Product Moment

Correlations

Prokrastinasi Hardiness

Prokrastinasi

Pearson Correlation 1 -,417**

Sig. (1-tailed) ,000

N 100 100

Hardiness

Pearson Correlation -,417** 1

Sig. (1-tailed) ,000


(5)

Lampiran 9

Hasil Korelasi Product Moment (Aspek)

Correlations

Prokrastinasi Control Commitment Challenge

Pearson Correlation

Prokrastinasi

Control -,485

Commitment -,258 ,631

Challenge -,355 ,769 ,641

Sig. (1-tailed)

Prokrastinasi .

Control ,000

Commitment ,005 ,000 .

Challenge ,000 ,000 ,000 .

N

Prokrastinasi 100 100 100 100

Control 100 100 100 100

Commitment 100 100 100 100


(6)

Sumbangan (Koefisien Determinasi)

Model Summaryb

Model R R

Square

Adjusted

R

Square

Std.

Error of

the

Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R

Square

Change F

Change

df1 df2 Sig. F

Change


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA DAYA JUANG DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR YANG Hubungan Antara Daya Juang Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Yang Mengerjakan Skripsi.

0 7 12

HUBUNGAN ANTARA DAYA JUANG DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR YANG Hubungan Antara Daya Juang Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Yang Mengerjakan Skripsi.

0 3 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Daya Juang Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Yang Mengerjakan Skripsi.

1 8 9

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA INTI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA Hubungan Antara Dukungan Keluarga Inti Dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa.

0 3 24

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK Hubungan Antara Harga Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

1 1 16

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK Hubungan Antara Harga Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

1 0 21

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

1 5 19

HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN BERORGANISASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Hubungan Antara Keaktifan Berorganisasi dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Aktivis Organisasi.

4 16 15

Hubungan antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa.

3 14 142