Wacana Forensik Naskah Detektif Danga-danga Episode 1 “Anak Perawan di Sarang Mucikari” Oleh Teater O Universitas Sumatera Utara - Politeknik Negeri Padang
Wacana Forensik Naskah Detektif Danga-danga Episode 1 “Anak Perawan di Sarang Mucikari” Oleh Teater O Universitas Sumatera Utara
1) 2) Sabriandi Erdian , Agus Mulia
1)
Mahasiswa S3 Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara
Jalan Abdul Hakim No. 1 Kampus USU Padang Bulan- – Medan
2) Jl. Kolam No.7, Kenangan Baru, Percut Sei Tuan, Kota Medan, Sumatera Utara 20371
Balai Bahasa Medan Sumatera Utara email : Abstrak
Pagelaran Teater O Universitas Sumatera Utara dalam naskah Detektif Danga- danga Episode 1 “Anak Perawan di Sarang Mu cikari” mengangkat isu human trafficking (perdagangan manusia). Isu tersebut merupakan problematika kehidupan manusia yang terjadi di daerah, nasional, maupun internasional. Wacana forensik terhadap naskah menjadi suatu pendekatan untuk menelaah bahasa lisan dan tulisan yang dilakukan oleh aktor di atas panggung. Melalui pendekatan wacana forensik terhadap bahasa lisan dan tulisan akan mampu memberikan pesan kepada pembaca, sehingga pesan tersebut dapat memberikan suatu pemahaman dan pengertian akan bahayanya human trafficking (perdagangan manusia) di dunia ini.
Hubungan bahasa dengan wacana menjadikan suatu kecenderungan dalam mengidentifikasi verba dan non verba sehingga unsur-unsur yang mendukung dalam hokum trafficking (perdagangan manusia) dapat ditemukan melalui naskah ataupun dokumentasi. Pagelaran teater yang dikemas dalam bentuk komedi menjadikan penonton terhibur dan dapat menangkap pesan yang memiliki arti dan makna dalam kehidupan. Pagelaran teater yang dilakukan dalam tour 5 kota besar (Siantar, Tebingtinggi, Binjai, Stabat dan Medan) di Sumatera Utara merupakan kerjasama dengan PKPA (Pusat Kajian Perlindungan Anak) Sumatera Utara dan Ausaid. Kata kunci : Human Trafficking (Perdagangan manusia), Naskah Teater, Wacana Forensik.
1. Pendahuluan
Kehidupan masyarakat sekarang ini dengan digitalisasi memberikan kemudahaan bagi pengguna teknologi dengan adanya ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya. Namun sebaliknya yang terjadi jika seseorang yang mengalami kegagalan dalam teknologi akan memiliki dampak bagi penggunanya. Kecanggihan teknologi dengan penggunaan bahasa internasional menjadikan bagi pengguna untuk belajar dan mempelajari bahasa asing dalam penggunaan teknologi tersebut. Seperti halnya dalam bahasa Inggris yang sudah menjadi bahasa dunia dan seluruh masyarakat yang tinggal di dunia menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan dan maksud yang tertentu. Penggunaan bahasa asing yang disampaikan melalui pergelaran dan pertunjukan melalui teater ataupun drama menjadikan suatu pelajaran dan pembelajaran bagi penonton. Pertunjukan dan pagelaran teater sebagai wadah seni untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang terjadi di dalam masyarakat. Penyampaian pesan tersebut melalui dialog-dialog yang diperankan oleh aktor dan aktris di atas panggung untuk para penonton, sehingga penonton akan dapat memahami setiap verba dan non verba yang dilakonkan oleh aktor dan aktris tersebut selama pertunjukan. Gejolak sosial yang terjadi di dalam masyarakat dengan berbagai latar belakang persoalan dan pandangan menjadikan suatu problematika dalam kehidupan yang harus diselesaikan secara proporsinya ataupun sesuai dengan ahlinya, sehingga problematika tersebut tidak menjadi suatu ancaman lagi terhadap masyarakat yang menjadi takut, was-was, kuatir, curiga. Bahaya perdagangan anak yang terjadi di dalam masyarakat banyak memberikan dampak kepada korban, sehingga dengan mengalami kerugian membuat korban untuk melakukan keadilan terhadap peristiwa tersebut. Salah satu jalan yang dilakukan korban adalah mengadukan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang untuk menemukan kembali keadilan. Menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat dalam menyelesaikan persoalan tersebut dengan adanya kerjasama pemerintah dengan masyarakat dan pihak swasta dalam memberikan konsolidasi tentang bahayanya perdagangan anak, sehingga menjadikan masyarakat yang aman, nyaman, tentram dalam bermasyarakat dan berinteraksi sosial untuk mencapai tujuan dan maksud bersama dalam kehidupan. Wacana forensik yang dikembangkan dalam penelitian ini untuk kelanjutan penelitian sebelumnya yang berjudul Investigasi Naskah Detektif Danga- danga Episo de 1 “Anak Perawan di
Sarang Mu cikari” Teater O Universitas Sumatera Utara adalah penelusuran teks dan naskah teater untuk
dijadikan dokumen dan Semantik Forensik Naskah Detektif Danga-danga Episode 1 “Anak Perawan di
Sarang Mu cikari” Teater O Universitas Sumatera Utara untuk menemukan kecendrungan dan identifikasi
verba yang mendukung dalam kasus perdagangan anak. Keterkaitan penelitian yang dilakukan untuk mendalami permasalahan dari sudut pandang linguistik forensik sehingga adanya hubungan disiplin ilmu akan menemukan suatu paradigma penelitian terhadap masalah yang terjadi.
Wacana Forensik dalam Pengembangan dan Referensi 2.
Merujuk pada penelitian sebelumnya dan menjadikan penelitian yang memiliki keterkaitan dari sebelumnya, maka pengembangan penelitian ini untuk menemukan suatu hal yang hakiki dan memiliki suatu hubungan dalam disiplin ilmu wacana forensik. Adanya pendekatan yang dilakukan untuk mendeskripsikan suatu wacana forensik melalui bahasa lisan dalam naskah teater yang telah dituliskan sebagai dokumentasi ataupun kearsipan. Bahasa dan penggunaan kalimat dapat juga diciptakan menjadi kontras dengan menggunakan irama yang berbeda dan suara yang berulang-ulang. Penggulangan bahasa lisan yang terjadi dalam dialog akan memberikan suatu gambaran untuk menguatkan kembali bahwa terjadinya suatu penggulangan verba untuk memperkuat keadaan pendengar. Hal yang akan menjadi persoalan wacana forensik dalam penelitian ini untuk menindaklanjuti suatu verba yang memiliki kompetensi penyimpangan sehingga adanya penyimpangan verba menjadikan persoalan tersebut masuk ke ranah hukum. Memahami suatu persoalan akan menjadikan masalah yang berkembang dan secara selektif untuk memberikan jalan keluarnya. Penelitian sebelumnya dengan menggunakan pehamanan pada investigasi naskah dan kejelasan pada semantik forensik mengklasifikasikan verba yang memiliki keeratan ataupun dukungan. Dukungan penelitian sebelumnya terhadap penelitian ini untuk memberikan suatu kesinambungan agar tercapainya sasaran dan tujuan dalam penelitian. Tahapan akhir dalam penelitian ini untuk menemukan kecendrungan dan identifikasi dalam setiap penelitian yang telah dilakukan. Hal-hal yang menonjol dan studi kasus yang terjadi akan memberikan dampak dalam pengembangan penelitian dan menjadikan suatu pelajaran pendidikan akan bahayanya perdagagan manusia. Seperti halnya kata human trafficking dalam bahasa Inggris dan arti dalam bahasa Indonesia yaitu perdagangan manusia hingga segala aspek yang mencakup dalam kasus yang melatarbelakangi tersebut antara lain: aspek ekonomi, budaya, dan sosial. Penelitian investigasi naskah yang dilakukan untuk menemukan keaslian dalam bentuk naskah, selanjutnya semantik forensik untuk menemukan verba (kata kerja) yang sangat dominan dan mempengaruhi dalam kasus human trafficking (perdagangan manusia) dan wacana forensik untuk menemukan suatu pandangan yang memiliki kecendrungan dalam kasus tersebut. Adanya keterkaitan dalam setiap penelitian yang dilakukan untuk menemukan suatu ciri khusus dan memudahkan bagi masyarakat untuk mendalami makna-makna yang terkandung dalam teks naskah teater yang terkandung dan perkembangan bahasa dalam penggunaan sehari-hari menjadi dinamis. Pengembangan penelitian selanjutnya yang sedang proses adalah Wacana Forensik Trilogi Naskah Detektif Danga-danga
Teater O Universitas Sumatera Utara untuk menemukan dan mengidentifikasi verba yang memiliki
pandangan yang hakiki terhadap naskah. Adapun naskah Detektif Danga-danga 2 tentang “Negeri Para
Bandit” yang menceritakan tentang korupsi dan Detektif Danga-danga 3 ”Mis$ Target” yang menceritakan
tentang bahaya dan penyalahgunaan narkoba. Kerelevansi teori yang dipergunakan dalam penelitian wacana forensik merujuk dari pemikiran Halliday yakni bahasa, konteks dan aspek teks dari bahasa dalam persfektif somiotik sosial. Bahasa yang dipergunakan dalam naskah terdiri dari bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam bentuk terminologi. Setiap bahasa yang dipergunakan dalam pertunjukan memiliki hubungan satu kalimat dengan kalimat selanjutnya sehingga setiap kalimat memiliki makna dan arti yang dapat diinterpretasikan dengan menggunakan pendekatan semiotik, sosial, budaya, ideologi. Gejala-gejala sosial budaya yang dipengaruhi oleh pemikiran kriminal yang memiliki kepentingan ekonomi akan menjadi suatu problematika di dalam masyarakat. Di mana orang yang memiliki kepentingan dan kesempatan akan berusaha dengan kejahatan yang dilakukan dengan berbagai cara seperti iming-iming sesuatu dan akhirnya dengan penggunaan bahasa yang dipergunakan akan menjadi malapetaka bagi korban. Hal ini dikarenakan oleh pendidikan merupakan landasan dasar untuk menuntut ilmu dan pengetahuan. Jika seseorang tidak memiliki pendidikan, ilmu dan pengetahuan, maka ia akan menjadi korban dan juga sebaliknya jika seseorang memiliki pendidikan, ilmu dan pengetahuan akan dapat terhindar dari malapetaka dan juga dapat memberi tahu kepada pihak yang berwajib tentang ketidaknyaman dengan seseorang dalam bermasyarakat dengan menggunakan asas praduga tak bersalah.
3. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan terhadap wacana forensik menggunakan kualitatif dengan menelaah verba dan non-verba dalam naskah teater. Pengumpulan data sebagai dokumentaris penelitian untuk mengidentifikasi kecendrungan yang terjadi dalam verba ataupun klausa. Wacana sebagai interdisiplin ilmu linguistik yang berkembang dan perubahan sesuai dengan kebutuhan menjadikan wacana memiliki kekuatan dalam produksi dan mereproduksi hal yang terkecil hingga yang paling besar dalam tataran analisis wacana. Metode yang dilakukan dalam penelitian analisis wacana untuk mengidentifikasi bagian-bagian teks dan konteks bahasa sehingga akan ditemukan suatu konsep menjadi analisis wacana kritis. Aliran analisis wacana semakin tumbuh dan berkembang dalam ilmu linguistik menjadikan wacana forensik sebagai pendekatan yang dilakukan untuk menangani berbagai kasus kriminal. Hal ini untuk mewujudkan analisis wacana sebagai metode yang dapat digunakan dalam menganalisis bahasa dalam teks dan konteks semiotik sosial. Pemikiran Halliday (1989) model dasar bahasa dapat dilihat dari semiotik sosial dalam pencarian arti dan makna, selanjutnya Halliday mengatakan (2002:351) Paradigmatik bahasa dan pembelajaran merupakan suatu tugas yang paling mendesak dari linguistik pendidikan. Kedalaman penelitian linguistik dalam menelaah analisis wacana harus dilingkupi dengan teks situasi dan konteks semiotik budaya. Menurut Victor De Munck
(2009:14) Howard Becker (1986), seorang peneliti kualitatif terkemuka di bidang pendidikan, menunjukkan bahwa penelitian adalah "bersama" dan proses yang berkelanjutan yang dilakukan antara pencari kembalinya mata pelajaran. Dia berpendapat bahwa desain penelitian adalah tindakan komprehensif, berkelanjutan, dan bukan cetak biru linear. Hubungan yang erat dalam penelitian yang dibangun membuat metode kualitatif sebagai sarana untuk menghasilkan paradigma yang terjadi. Pendekatan yang dilakukan dan kedalaman dari penelitian membuat kebenaran dan pembenaran akan dapat diungkapkan melalui kualitatif. Menunjukkan suatu sistematika yang dibangun melalui kualitatif menjadikan teks, konteks semiotik budaya dapat diselesaikan sesuai dengan proporsinya.
4. Temuan Wacana Forensik dalam Naskah Teater
Penelitian tentang wacana forensik untuk menemukan bahasa, teks dan konteks dalam semiotik sosial yang hakiki terhadap naskah Detektif Danga-danga episode 1 “Anak Perawan di Sarang Mucikari” ditemukan pada teks berikut ini:
100. MURDEF: Begini Pak, setelah melihat Ayu, sepertinya Nak Ayu pantas dibantu dengan program beasiswa Pak. 101 MAIN:
Betul Pak? Serius?
102 MURDEF:
Betul dan serius! Oya, perkenalkan dulu nama saya, Antasari Anggodo Tantular, tapi biar lebih akrab, panggil saja Om Murdef.
103 AYU: Jadi Om, Ayu dapat beasiswa?!! (senang) 104 MURDEF: Kalau untuk Nak Ayu, sudah pasti. 105 RENI: (curiga dan marah)
Kenapa harus anak saya!!?
106 MAIN: E.e..eee….
(memotong pembicaraan, lalu membawa Reni agak menjauh dari Ayu dan Murdef) Mama… Mama harus dukung dong. Ini demi cita-cita anak kita lho, Ma.
Om Murdef ini orangnya baik dan berwibawa. Apa Mama mau, kita miskin terus!
107 PAK BJON: (tiba-tiba menyela pembicaraan Main dan Reni)
Penipu dia itu, udah jelas dia penipu! Penipu dia!
(menunjuk-nunjuk Murdef)
108 MAIN:
Apa-apaan nya kau ini?
109 PAK BJON:
Dia itu penipu, In!
110 MAIN:
Penipu apa? Jangan sok-sok tahulah, siapa pula yang berani nipu Main. Jangan irilah dengan rejeki orang Kek… eh Pak Bjon. Jangan urus rumah tangga orang lain!
(berjalan ke arah Murdef) 111 MURDEF:
Bapak percaya, saya percaya, itu sudah cukup… Tapi, Ayu harus ditraining selama satu minggu, untuk memperkenalkan visi dan misi yayasan kami. Kalau bisa, sekarang juga Pak!
112 MAIN: Oh, sekarang Pak? Eh, sebentar ya Pak.
(kepada Ayu)
Yu, kata Om Murdef, kau harus ditrening satu minggu. Jadi, pokoknya kau siapkanlah perlengkapan dan baju trening kau.
113 MURDEF: Oh, tidak usah repot-repot Pak. Semua fasilitas dan perlengkapan, termasuk baju trening sudah kami siapkan. 114 RENI: (tiba-tiba berteriak)
Tidaaakkk…! Tidak akan kuijinkan!
115 MAIN: Hei, apa-apaannya kau ini.anak kita mau maju, kau tahan-tahan. 116 RENI: Maju ke mana Bang? ke neraka? Seharusnya kau yang bertanggung jawab. 117 MAIN: Hei, dengar ya… aku suami, jadi aku yang bertanggung jawab. 118 RENI: Aku istri, aku yang mengandung dan yang melahirkannya. 119 PAK BJON: (menyela) Aku tetangganya, aku melihat waktu… si Ayu dibuat eh dilahirkan……..
Main menarik tangan Reni dan membawanya menjauh, lalu berbisik-bisik. Main memohon dan merayu-rayu Reni dengan iming-iming duit dan cita-cita. Akhirnya, Reni menerima pasrah. 120 MURDEF: (memberi uang) Ini, satu juta rupiah untuk Ibu, dan ini seratus ribu khusus untuk Bapak.
121 PAK BJON: (menyela) Halah…, mabuk lagi pasti dia itu. Mabuk lagi...
(masuk- keluar… mempersiapkan sepeda dan barang dagangan mainan anak-anak) 122 MAIN:
Terima kasih Tuhan…. Ma, Mama tengok. Mana ada lagi orang sebaik Om Murdef ini. Betul kan Om? Hal yang muncul dalam wacana forensik adalah program beasiswa yang akhirnya membawa bahaya bagi orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang visi dan misi yang ditawarkan. Problematika yang muncul selanjutnya penawaran tentang program tersebut akhirnya berubah dengan tujuan awal dari orang yang memiliki kepentingan dan kesempatan. Bahasa yang memiliki kekuatan dalam penggunaan akan menjadikan suatu kebiasaan bagi mewujudkan cita-cita. Kesantunan dalam berbicara dan siasat yang dipergunakan setiap kata yang memiliki pengaruh untuk memproyeksikan kalimat yang digunakan. Hal ini dikarenakan bahasa sebagai semiotik sosial yang berarti bentuk-bentuk bahasa mengodekan (encode) representasi dunia yang dikontruksikan secara sosial (Anang Santoso:2008:2). Setiap bentuk bahasa memiliki proyeksi wujud dalam rangkaian representasi pengalaman biasa atau pengalaman non-verbal yang cakupannya begitu luas (Saragih, 2015:7). Menemukan suatu problematika yang dibangun melalui wacana yang ditelusuri melalui konteks sosial dapat direpresentasikan melalui pendekatan dan identifikasi bahasa yang dipergunakan. Bahasa memiliki arti dan makna yang sesuai dengan kaidah yang berlaku dengan fungsi-fungsi sosial. Menanggapi persoalan yang terjadi pada naskah Detektif Danga- danga “Anak Perawan di Sarang Mucikari” suatu wacana dapat diproyeksikan dengan menelaah bahasa sebagai pendekatan dalam konteks tema suatu titik mulanya pesan. Menurut Saragih (2010:10) Sebagai titik awal pesan, tema direalisasikan berdasarkan posisi dan penanda. Dengan kata lain, tema dapat dilokalisasi berdasarkan dua kriteria, yakni (1) urutan (order) dan (2) pemarkah (marker) di dalam klausa. Urutan dalam memproyeksikan suatu wacana forensik dapat dilakukan pendekatan dengan menggunakan pemarkah yang khusus dan hal-hal yang mendukung dalam naskah yang ditampilkan. Mengutip pendapatnya Schlenker (1980), DePaulo (1992) dan Benoit, Pamela J. (1997:9-10) ulang tersenyum, kontak mata, bahasa tubuh, ruang, dan paralanguage sebagai strategi
presentasi diri. Misalnya, dalam satu baris penelitian, peneliti memiliki perilaku nonverbal terisolasi terkait dengan gaya komunikasi yang agresif. Dalam situasi seperti wawancara kerja, agresivitas dapat menciptakan kesan percaya diri dan kemampuan. Wacana forensik yang dilakukan suatu konsep yang mempergunakan melalui tanda verba dan non-verba yang dapat dilakukan melalui pendekatan dan kecenderungan. Dalam
buku Forensic linguistics-Continuum (2008:90) misalnya 'Non-verbal tanda-tanda'. Petugas yang muncul di kursi saksi tidak menggunakan ungkapan 'tanda-tanda non-verbal', tetapi telah berbicara bahasa tubuh.
Bahasa tubuh yang terbangun dalam komunikasi yang terjadi dalam naskah drama dapat dijadikan suatu kecurigaan dan kecenderungan sehingga adanya suatu alasan yang kuat dengan kalimat (curiga dan marah), Kenapa harus anak saya!!?. Malcolm Coulthard, Alison Johnson (2010:11-12) , Salomon (1996:289) menemukan bahwa penyederhanaan dapat membuat 'ramah' teks seolah-olah hubungan semacam ini dapat diasumsikan dan dengan kerja etnografinya. Penegasan yang dilakukan dalam naskah drama untuk menunjukkan suatu pandangan yang memiliki perbedaan dari bahasa yang dipergunakan. Hal tersebut menjadikan suatu wacana kritis untuk memproses keadaan dengan menggunakan perspektif bahwa perbedaan memberikan suatu pertimbangan yang logis ke depan. Victoria Wohl (2010:66) Pertimbangan hukum harus ditegakkan dan karenanya memerlukan kekuatan; gaya adalah interior ke ranah hukum. Bagaimana wacana hukum yang sah yang berlaku interior dan membedakannya dari kekerasan di luar batas hukum? Bahkan bias membuat perbedaan ini? Adalah legitimasi kekuatan hukum yang mampu memutuskan dalam hal hukum itu sendiri? Jika ya, wacana hukum risiko jatuh ke dalam hermetisisme membenarkan diri: kekuatan hukum adalah sah karena hukum. Program beasiswa yang ditawarkan untuk pendidikan dalam mengapai cita-cita untuk masa depan dalam naskah Detektif Danga-danga episode 1 “Anak Perawan di Sarang Mucikari” menjadi suatu alasan dalam wacana forensik yang akhirnya menjadi penyimpangan menjadi
“human trafficking”.
5. Simpulan dan Saran
Interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat menjadikan suatu hubungan sosial yang memiliki kepentingan. Keanekaragaman manusia dengan tujuan hidup yang dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari memberikan suatu semiotik sosial melalui bahasa sebagai alat komunikasi. Kondisi, ruang, dan waktu yang muncul secara tak terduga menjadikan suatu ide yang dapat memberikan peluang dalam kesempatan. Dalam kasus human trafficking “perdagangan manusia” yang ditampilkan teater O Universitas Sumatera Utara memberikan suatu pelajaran dan pendidikan kepada masyarakat untuk lebih waspada terhadap program-program yang memberikan peluang ataupun kesempatan dalam perubahan hidup di dunia. Dengan adanya sosialisasi yang dilakukan PKPA Sumatera Utara, Ausaid dan Teater O Universitas Sumatera Utara dalam bentuk pertunjukkan teater memberikan pesan kepada penonton untuk lebih memahami akan adanya bahaya perdagangan manusia. Melalui pertunjukkan yang disajikan dan media elektronik ataupun cetak, agar tingkat kriminalitas dapat meminimalisir dan harapannya tidak ada lagi kasus perdagangan anak di dunia. Pendidikan formal dan nonformal yang terdapat di lingkungan masyarakat dapat menjadi patron dalam menggapai cita-cita dengan keterampilan ataupun keahlian yang dimiliki masyarakat, sehingga keilmuan dan pengetahuan yang dimiliki menjadi keselamatan dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan warna-warni.
Daftar Pustaka [1]
Benoit, J Pamela 1997 Telling the Success Story: Acclaiming and Disclaiming Discourse SUNY Series in Speech
Communication State University of New York Press [2]
Coulthard Malcolm, Johnson Alison 2010 The Routledge Handbook of Forensic Linguistics (Routledge Handbooks
in Applied Linguistics) Routledge USA Canada[3]
Erdian Sabriandi, Mulia Agus 2016, Investigasi Naskah Detektif Danga Danga Episode I “Anak Perawan Disarang
Mucikari” Teater O Universitas Sumatera Utara. Seminar Tahunan Linguistik 1-2 Juni 2016 Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung [4]
Halliday, M.A.K, Hasan Ruqaiya, Chrieste Francies Seri ed 1989 Language, Context, and Text Aspects of Language
in a Social Semiotic Perspective Oxford University Press[5]
Munck Victor De 2009 Research design and methods for studying cultures Rowman and Littlefield Publishers,
Inc. [6] Saragih Amrin, 2010 Fungsi Tekstual dalam Wacana Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan [7]Saragih Amrin, 2015 Proyeksi Kajian Pengodean Pengalaman Linguistik ke Pengalaman Linguistik Lain Medan
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan Sumatera Utara [8]
Santoso Anang, 2008 Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis BAHASA DAN SENI,
Tahun 36, Nomor 1, Februari 2008 [9] Olsson John 2008 Forensic linguistics continuum International Publishing Group London New York [10]
Webster Jonathan Ed, 2002 On Grammar Volume 1 in the Collected Works of M. A. K. Halliday Continuum New
York [11]
Wohl Victoria, 2010 Law's Cosmos Juridical Discourse in Athenian Forensic Oratory Cambridge University Press
Biodata Penulis Sabriandi Erdian, memperoleh gelar Sarjana Sastra, Program Studi Sastra Inggris Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara lulus tahun 2004. Tahun 2008 memperoleh gelar Magister Humaniora di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Tahun 2015 terdaftar sebagai mahasiswa Program Doktor di Program Studi Ilmu Linguistik. Agus Mulia, memperoleh gelar Sarjana Sastra, Program Studi Sastra dan Bahasa Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara lulus tahun 1999. Pegawai Balai Balai Bahasa Medan Sumatera Utara.