BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1478169664Bab 3 Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

3.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang

3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  

a) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-

2019

  RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi, dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (NawaCita). Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan visi pembangunan jangka panjang, periode 2015-2019 menjadi sangat penting karena merupakan titik kritis untuk meletakkan landasan yang kokoh untuk mendorong ekonomi Indonesia agar dapat maju lebih cepat dan bertransformasi dari kondisi saat ini sebagai negara berpenghasilan menengah menjadi negara maju dengan penghasilan per kapita yang cukup tinggi. Meskipun demikian, upaya peningkatan kinerja perekonomian Indonesia perlu memperhatikan kondisi peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan, warga yang berkepribadian dan berjiwa gotong royong, dan masyarakat memiliki keharmonisan antar kelompok sosial, serta postur perekonomian yang semakin mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta kemampuan IPTEK dan bergerak menuju kepada keseimbangan antar sektor ekonomi dan antar wilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antara manusia dan lingkungan. Maka dari itu, ditetapkan visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-

  2019 adalah: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong- Royong”.

  Salah satu tantangan pokok dalam mewujudkan visi pembangunan 2015-2019 adalah terbatasnya ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi. Untuk itu, ketersediaan infrastruktur permukiman harus ditingkatkan untuk mendukung agenda pembangunan nasional yang tercantum dalam Nawacita seperti membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, serta meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing ekonomi. Maka dari itu, salah satu arahan kebijakan umum RPJMN 2015-2019 adalah mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih, sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan, yang seluruhnya dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-Swasta. Adapun sasaran pokok yang ingin dicapai pada tahun 2019 terkait pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal pada hunian yang layak yang didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas yang memadai, meliputi akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan terjangkau dan diprioritaskan dalam rangka meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah. Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

  1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0% melalui penanganan kawasan permukiman kumuh seluas 38.431 hektar dan peningkatan keswadayaan masyarakat di 7.683 kelurahan.

  2. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan melalui (i) pembinaan dan pengawasan khususnya BGN; (ii) penyusunan NSPK dan penerapan penyelenggaraan building codes. bangunan hijau; dan (iii) menciptakan

  3. Tercapainya akses air minum yang aman menjadi 100% melalui penanganan tingkat regional, kabupaten/kota, kawasan dan lingkungan, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

  4. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 % pada tingkat kebutuhan dasar melalui penanganan tingkat regional, kabupaten/kota, kawasan dan lingkungan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

  1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa;

  2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada untuk diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi;

  3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa

  • – Bali khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percotohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan;

  4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan;

  5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).

Gambar 3.1 Arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

  2005-2025 Sumber : Renstra Cipta Karya 2015-2019

b) Kebijakan Umum Ditjen Cipta Karya

  Kebijakan dan strategi penyelenggaraan kegiatan Direktorat Jenderal Cipta Karya diarahkan dengan memperhatikan tugas, fungsi dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Cipta Karya yang meliputi kegiatan utama berupa Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan (Turbinwas), dan kegiatan pembangunan (Bang). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tugas Ditjen Cipta Karya adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Ditjen Cipta Karya melaksanakan fungsi:

  a. perumusan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainaselingkungan serta persampahan;

  b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

  d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

  e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

  f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Cipta Karya; dan g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya menggunakan tiga strategi pendekatan yaitu membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah Dareah Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta memberdayakan masyarakat melalui program-program pemberdayaan masyarakat. Dalam membangun sistem, Ditjen Cipta Karya memberikan dukungan pembangunan infrastruktur dengan memprioritaskan sistem infastruktur Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam hal fasilitasi Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang diberikan adalah fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan, keuangan, termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi dan pembantuan. Untuk pemberdayaan masyarakat, bentuk dukungan yang diberikan adalah pembangunan infrastruktur keciptakaryaan melalui program-program pemberdayaan masyarakat

Tabel 3.1 Pendekatan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Sumber : Renstra Cipta Karya 2015-2019 Pada dasarnya untuk bidang Cipta Karya, hampir semua tugas pembangunan dikerjakan bersama pemerintah daerah, baik pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, peran pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta Karya lebih terfokus kepada tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan (Turbinwas). Tugas pengaturan dilakukan melalui penyusunan kebijakan dan strategi, penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK), penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta tugas-tugas lain yang bersifat penyusunan perangkat peraturan. Sedangkan tugas pembinaan dilakukan dalam bentuk dukungan perencanaan, pemberian bantuan administrasi dan teknis, supervisi serta konsultasi. Untuk tugas pengawasan, peran pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi kinerja. Keseluruhan tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan ini didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), disertai dukungan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Meskipun fokus melakukan tugas Turbinwas, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah, Ditjen Cipta Karya diamanatkan melakukan pembangunan infrastruktur skala nasional (lintas provinsi), serta infrastruktur untuk kepentingan nasional. Di samping itu, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan pembangunan dalam rangka pemenuhan SPM sebagai stimulan bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan komitmennya dalam melakukan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Pemda juga bertanggung jawab atas operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang terbangun. Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan pembangunan dengan pendekatan pola pemberdayaan khususnya kegiatan yang mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan lingkungannya. Untuk tugas pembangunan juga ada melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk memenuhi target pencapaian SPM berupa bantuan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan kriteria-kriteria teknis tertentu. Selain

itu terdapat pola hibah, yaitu bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan strategis nasional yang mendesak

Gambar 3.2 Peta Wilayah Pengembangan Strategis Kementerian PUPR

  2015-2019 Sumber : Renstra Cipta Karya 2015-2019

  Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, proses perencanaan perlu diselenggarakan dengan mengacu kepada amanat perundangan (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden), baik spasial maupun sektoral. Selain itu, perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya juga memperhatikan kondisi eksisting, isu strategis, serta potensi daerah. Keterpaduan pembangunan bidang Cipta Karya diarahkan untuk mendukung pengembangan wilayah pada Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). WPS merupakan wilayah-wilayah yang dipandang memerlukan prioritas pembangunan yang didukung keterpaduan penyelenggaraan infrastruktur dan meningkatkan peran serta seluruh stakeholder. Dalam Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 telah ditetapkan

  35 WPS yang merepresentasikan keseimbangan pembangunan antar wilayah dan mereflksikan amanat NAWACITA yaitu pembangunan wilayah dimulai dari pinggiran dan perwujudan konektivitas dan keberpihakan terhadap maritim.

Tabel 3.2 Daftar 35 WPS

  Lanjutan..

  Sumber : Renstra Cipta Karya 2015-2019 Selanjutnya pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan diterpadukan pertama, dengan pengembangan 16 Kawasan Srategis Pariwisata Nasional Prioritas (KSPNP) yang terdiri dari Pulau Sumatera (KSPNP Danau Toba dsk); Pulau Jawa (KSPNP: Kep Seribu dsk, Kota Tua- Sunda Kelapa dsk, Borobudur dsk, dan BromoTengger-Semeru dsk); Pulau Bali- Nusa Tenggara (KSPNP: Kintamani-Danau Batur dsk, Menjangan-Pemuteran dsk, Kuta-Sanur-Nusa Dua dsk, Rinjani dsk, Pulau Komodo dsk, dan Ende-Kelimutu dsk); Pulau Kalimantan (KSPNP Tanjung Puting dsk); Pulau Sulawesi (KSPNP: Toraja dsk, Bunaken dsk, dan Wakatobi dsk); dan Kepulauan Maluku (KSPNP Raja Ampat dsk). Kedua, diterpadukan dengan program pengembangan 22 Kawasan Industri Prioritas (KIP), yaitu Pulau Sumatera (KIP: Kuala Tanjung, Sei Mangkei, dan Tanggamus); Pulau Jawa (KIP: Tangerang, Cikarang, Cibinong, Karawang, Bandung, Cirebon, Tuban, Surabaya, dan Pasuruan); Kalimantan (KIP: Batulicin, Ketapang, dan Landak); Pulau Sulawesi (KIP: Palu, Morowali, Bantaeng, Bitung, dan Konawe); Kepulauan Maluku (KIP Buli /Halmahera Timur); dan Pulau Papua (KIP Teluk Bintuni).

  Ketiga, diterpadukan dengan program Pengembangan Perkotaan KSN, PKW dan PKSN/ Kota Perbatasan yang terdiri dari Pulau Sumatera (9 PKN, 58 PKW, 4 PKSN); Pulau Jawa-Bali (12 PKN, 35 PKW); Kepulauan Nusa Tenggara (2 PKN, 10 PKW, 3 PKSN); Pulau Kalimantan (5 PKN, 25 PKW, 10 PKSN); Pulau Sulawesi (5 PKN, 27 PKW, 2 PKSN); Kepulauan Maluku (2 PKN, 11 PKW, 4 PKSN); dan Pulau (3 PKN, 11 PKW, 3 PKSN).

  Keempat, diterpadukan dengan program pengembangan Tol Laut sebanyak 24 buah (pelabuhan hub dan pelabuhan feeder) yang meliputi Pulau Sumatera (Malahayati, Belawan, Kuala Tanjung, Teluk Bayur, Panjang, Batu Ampar, Jambi: Talang Duku, dan Palembang: Boom Bar); Pulau Jawa (Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Tanjung Emas); Pulau Kalimantan (Sampit, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan: Kariangau, dan Pontianak); Pulau Bali dan Nusa Tenggara (Kupang); Pulau Sulawesi (Makasar, Pantoloan, Kendar dan Bitung); Kepulauan Maluku (Ternate: A. Yani dan Ambon); dan Pulau Papua (Sorong dan Jayapura).

  Dalam rangka pengembangan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, Direktorat Jenderal Cipta Karya mengembangkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang terintegrasi dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya, sebagai upaya mewujudkan keterpaduan pembangunan di kabupaten/kota. RPIJM Bidang Cipta Karya disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota melalui fasilitasi Pemerintah Provinsi yang mengintegrasikan kebijakan skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, baik kebijakan spasial maupun sektoral. RPIJM, selain mengacu pada rencana spasial dan arah pembangunan nasional/daerah, juga mengintegrasikan rencana sektoral Bidang Cipta Karya, antara lain Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman yang berkelanjutan. Melalui perencanaan yang rasional dan inklusif, diharapkan keterpaduan pembangunan Bidang Cipta Karya dapat terwujud, dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, kelembagaan, dan kemampuan keuangan daerah. Pedoman penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya telah ditetapkan dalam Surat Edaran Dirjen Cipta Karya No 6/SE/DC/2014. Dalam mewujudkan sasaran 100-0-100 diperlukan peningkatan pendanaan yang signifikan dalam bidang Cipta Karya. Diperkirakan kebutuhan dana mencapai mencapai Rp. 830 Triliun untuk mencapai sasaran tersebut dalam jangka waktu 5 tahun. Pemerintah Pusat yang selama ini mendominasi pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya pada periode 2010-2014 (66,96% dari total seluruh pendanaan pembangunan), mempunyai keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan prakiraan maju, baseline pendanaan pemerintah hanya cukup memenuhi 15% kebutuhan

pendanaan tersebut. Berdasarkan skenario optimis maka pemerintah pusat dapat berkontribusi terhadap 30-35% dari porsi pendanaan tersebut. Untuk mengatasi gap pendanaan, maka sumber-sumber pendanaan alternatif dari para pemangku kepentingan lainnya perlu ditingkatkan. Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak penyelenggaraan pembangunan bidang Cipta Karya perlu meningkatkan komitmen sehingga kontribusi pendanaannya meningkat dari 14,7% menjadi 25% pada periode 2015-2019. Sektor swasta dan perbankan yang selama ini hanya berperan dalam 2,25% dari total pembangunan bidang Cipta Karya, perlu didorong melalui skema KPS maupun CSR sehingga peranannya meningkat signifikan menjadi 15%. Masyarakat juga dapat berkontribusi melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat ataupun kegiatan

Gambar 3.3 Strategi Pembiayaan Gerakan 100-0-100

  Sumber : Renstra Cipta Karya 2015-2019 swadaya masyarakat sehingga diharapkan dapat berkontribusi 13% terhadap porsi pendanaan. Dukungan pinjaman dan hibah luar negeri juga akan dimanfaatkan, meskipun porsi kontribusinya dikurangi dari 16% menjadi 7% pada tahun 2015- 2019 untuk mengurangi beban hutang negara. Kebijakan kemitraan dan peningkatan partisipasi para stakeholder merupakan strategi utama dalam mewujudkan sasaran 100-0- 100. Untuk meningkatkan efektifitas pencapaian sasaran Gerakan Nasional 100-0-100 perlu juga sinergi kemitraan dengan Kementerian/Lembaga lainnya, antara lain:  Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, terkait perbaikan rumah tidak layak huni dan pembangunan Rusunawa di kawasan permukiman kumuh;  Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terkait penyediaan air baku dan penanganan kawasan rawan genangan;  Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait keterpaduan perencanaan dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional bidang perumahan dan permukiman serta bidang perkotaan dan perdesaan;  Kementerian Kesehatan, terkait perubahan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);  Kementerian Dalam Negeri, terkait pengembangan kapasitas

  Pemerintah Daerah;  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait pengelolaan persampahan;  Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pengembangan kawasan permukiman nelayan/pesisir dan pulau terluar;  Kementeran Agraria dan Tata Ruang, terkait keterpaduan pembangunan berdasarkan RTRW dan RDTR;

   Badan Nasional Pengembangan Kawasan Perbatasan, terkait pengembangan kawasan perbatasan Strategi pelaksanaan gerakan 100-0-100

  1. Pembangunan system melalui :

   Pembangunan infrastruktur permukiman skala regional  Penyusunan Masterplan/FS

  2. Memfasilitasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota

   Pendampingan penyusunan NSPK Daerah  Penyusunan rencana penangan kawasan/Induk sektoral  Pembangunan infrastruktur permukiman skala kawasan

  3. Pemberdayaan masyarakat untuk skala lingkungan/kawasan  Pembangunan infrastruktur permukiman berbasis masyarakat  Bantuan penyusunan program kerja masyrakat

  

Kabupaten Polewali Mandar, sebagai kabupaten yang memiliki kekhasan

kebudayan maritim menjadi tidaklah lengkap jika tidak melihat dan

mandatangi pulau-pulau yang bertebaran di sepanjang pantai

Polewali. Tercatat sedikitnya ada 6 pulau-pulau kecil mulai dari Pulau

Battoa, Pulau Tangnga, Pulau Tosalama�, Pulau Gusung Toraja dan

Pulau Karamasang serta Pulau Panampeang yang bisa dijangkau dengan

menggunakan kendaraan perahu motor milik warga yang menjangkar di

Kecamatan Binuang dan Kecamatan Polewali dengan jarak tempuh sekitar

setengah jam perjalanan. Yang menarik dari pulau ini, selain keindahan

alamnya, beberapa diantaranya pulau-pulau ini hingga kini belumlah

berpenghuni. Sehingga cukup refresentatif untuk ditempati bersantai atau

rekreasi bersama keluarga ditemani semilir angin laut dan debur

gelombang yang lembut, tenang dan berahabat seraya memancing,

berjemur dan berenang.

  

Selain beberapa pulau ini tidak berpenghuni, khusus pulau � pulau yang

berpenghuni juga menawarkan beragam aktivitas masyarakat khas

masyarakat pesisiran yang menarik dan selalu tampil dengan seulas

senyum ramah menyambut siapa saja yang datang bertandang ke tempat

ini. Belum lagi flora dan fauna laut yang juga menawarkan keindahan

tersendiri. Ditambah denga belantara hutanbakau yang beberapa

diantaranya meliuk dan menambah keindahan bibir pantai pulau-pulau ini.

Sebelum mencapai pulau-pulau ini, utamanya jika perjalanan laut yang

ditempuh menyusuri peisir pantai dan dimulai dari Kecamatan Polewali,

seain aktivitas penangkapan ikan secara tradisional akan banyak ditemui,

pemandangan bagang yang berdiri tegak diatas permukaan laut pun akan

  

banyak dijumpai. Termasuk aktivitas penambak rumput laut yang

bertebaran di sepanjang pantai

ALAM PEDALAMAN

  

Selain objek wisata alam maritim, perjalanan ke Kabupaten Polewali

Mandar juga terasa tidak lengkap jika tidak menempuh perjalanan wisata

ke arah pedalaman yang juga menawarkan beragam paket keindahan khas

masyarakat agraris. Seperti di daerah Kelapa Dua Kecamatan Andreapi

sekitar 10 Km dari Polewali juga dari atas puncak hamparan sawah

bersusun milik warga juga menawarkan keindahan yang sangat alami. Atai

di Mosso Kecamatan Balanipa serta di Alu Kecamatan Alu dengan khas

jalannya yang meliuk dan berberbelok-belok dan dari puncak daerah

pegunungan ini panorama matahari tenggelam juga dapat ditemukan

menghilang di balik pegunungan dengan tempias cahaya yang sangat

cantik. Ditambah panorama liukan sungai �sungai yang tampak eksotik

dsari atas pegunungannya.

WISATA TIRTA

  

Di daerah pedalaman selain wisata alam dan jenis buah-buahan yang

dapat dinikmati pada musim-musim tertentu, seperti durian, langsat dan

rambutan sebagai potensi agro wisata. Tak kalah menarinkya, wisata tirta

seperti; air terjung bersusun Indo Rannoang dan pemandian Limbong,

keduanya di Kecamatan Andreapi. Selain itu, objek wisata tirta lainnya juga

dapat ditemui di Biru Kecamatan Binuang, atau Limbong Miala dan

Limbong Kamandang di desa Kurra Kecamatan Tapango.

Ditambah objek wisata tirta Sekka-sekka yang terletak di Batupanga

Kecamatan Luyo, sekitar kurang lebih 5 Km dari Polewali. Kendati tidak

  

alami, sebab ai merupakan proyek bendungan irigasi, tetapi ia cukup

menawarkan panorama yang indah, sebab ditempat ini acara rekreasi pun

dapat berlangsung meriah. Sebab selain dapat digunakan sebagai tempat

pemandian dan olah raga berenang, acara memancing ikan air tawarpun

dapat dilakukan ditempat ini.

WISATA RITUAL

  

Yang cukup khas dari masyarakat Mandar di kabupaten Polewali Mandar

adalah beragamnya ritual-ritual adat yang juga menawarkan kehangatan

sekaligus kemegahan sebuah kebudayaan. Karena pada ritual-ritual adat

tersebut, selain dapat diamati sebagai peristiwa kebudayaan. Juga secara

bersamaan dapat tercermati nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat

Mandar. Seperti, ritual niparakka�I (pelantikan adat) misalnya. Yang

berhak melakukan pelantikan adalah para penghulu adat yang mewakili

atau merefresentasi warga masyarakat. Demikian pula bagi yang dilantik,

juga mesti telah melalui ritual assipulu-pulungan (musyawarah) untuk

menyeleksi appena ( watak) dan pangandaranna (kemampuan) yang lalu

dulanjutkan dengan upacara assitaliang (pengucapan) yang dilakukan di

depan warga masyarakat dan para penghulu adat. Kendati ritual ini agak

jarang ditemukan kecuali pada waktu-waktu tertentu, namun ia cukup

menawarkan sebuah fenomena kebudayaan masayarakat yang berdiam di

Polewali Mandar.

Ritual lainnya adalah mappatamma (khataman) yang digelar bersamaan

dengan pammunuang (maulidan). Yang menarik, sebab ritual serupa ini

rutin digelar tiap tahunnya pada bulan-bulan Maulidan dan hampir

dilakukan di semua kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar, seperti di

Tinambung, Balanipa dan Campalagian, serta Limboro dengan daya tarik

utamanya, hadirnya perempuan-perempuan Mandar yang cantik nan

  

kemayu menunggangi kuda pattu�du (menari) ditambah dengan

pernak-pernik tiri� (telur yang ditusuk serupa sate) yang menghiasi

ritual ini. Sedang kuda menari sendiri juga acapkali pula ditampilkan pada

ritual-ritual tradisi lainnya seperti tomesunna� (sunatan), pappalikka

(perkawinan), dan acara syukuran atau hajatan serta kenduri budaya

lainnya. Lengkap dengan tetabuhan rebana dan tembang kalinda�da

(sastra lisan Mandar) yang ditembangkan di depan kuda menari tersebut.

TANAMAN PANGAN

  

Kabupaten Polman merupakan salah satu daerah penghasil tanaman

pangan di Propinsi Sulawesi Barat. Selain padi sebagai komoditas tanaman

pangan andalan, tanaman pangan lainnya yang dihasilkan Kabupaten

Polman adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang-kacangan. Produksi

padi Kabupaten Polman tahun 2009 sebesar 195.906,00 ton yang dipanen

dari areal seluas 29.368 ha atau rata -rata 6,67 ton per hektar yang berarti

turun sekitar 4,95 persen dibandingkan dengan tahun 2008, yang

menghasilkan 206.082,00 ton padi dengan luas panen 31.224 ha atau rata-

rata produksi 6,6 ton per hektar.

3.1.1.2 Arahan pengembangan air minum

a. Rencana Daerah Pelayanan

  Akses air bersih di Kabupaten Polewali Mandar terdiri dari ledeng SPT , SGL, PAH, kemasan, dan lainnya. Sebagian besar akses air bersih belum terlayani oleh PDAM, sebagian besar masih menggunakan SGL, dengan persentase >20%.

  Kebutuhan air baku yang dipergunakan pada saat ini dengan memanfaatkan sumber air permukaan dan mata air. Seperti dengan pembuatan sumur bor yang kebanyakan terdapat di desa desa. Hal ini terjadi akibat masyarakat setempat belum memperoleh air bersih dari PDAM. Adanya pelayanan air bersih dikelola pihak PDAM di Kabupaten Polewali Mandar sebagian besar untuk kawasan perkotaan baik ibukota kecamatan maupun Ibukota Kabupaten. Adanya pertambahan penduduk serta meningkatnya aktivitas produktif wilayah membutuhkan air bersih dalam jumlah yang relatif banyak pula. Untuk memaksimalkan pelayanan yang akan datang dengan berbagai langkah yakni peningkatan kapasitas produksi, perluasan jaringan, meminimalisirkan tingkat kebocoran dan pencurian sumber air baku baru. Selain itu, untuk mengoptimalkan pelayanan maka penanganan air bersih dilakukan oleh pihak pemerintah yakni PDAM Kabupaten Polewali Mandar.

  Rencana Pengembangan prasarana air baku untuk air minum di Kabupaten Polewali Mandar, meliputi :

  a. pemanfaatan sungai yaitu Sungai Kunyi di Kecamatan Anreapi, Sungai Riso di Kecamatan Tapango, Sungai Mandar di Kecamatan Limboro, Sungai Maloso di Kecamatan Bulo dan Kecamatan Luyo, Sungai Matama di Kecamatan Alu, dan Sungai Binuang di Kecamatan Binuang; dan

  b. pembangunan sumber dan distribusi air bersih untuk memenuhi kebutuhan air terutama untuk kawasan industri, perdagangan, jasa, fasilitas umum, dan permukiman perkotaan.

  Rencana Pengembangan jaringan air minum ke kelompok pengguna, terdiri atas: a. system perpipaan zona 1 untuk wilayah Kecamatan Anreapi,

  Kecamatan Polewali, Kecamatan Matakali dan Kecamatan Binuang;

  b. sistem perpipaan zona 2 untuk wilayah Kecamatan Tapango, Kecamatan Wonomulyo, dan Kecamatan Mapilli

  c. sistem perpipaan zona 3 untuk wilayah Kecamatan Luyo dan Kecamatan Campalagian; d. sistem perpipaan zona 4 untuk wilayah Kecamatan Alu,

  Kecamatan Limboro, Kecamatan Tinambung, dan Kecamatan Balanipa;

  e. system perpipaan zona 5 untuk wilayah Kecamatan Matangnga;

  f. system perpipaan zona 6 untuk wilayah Kecamatan Bulo; serta

  g. system perpipaan zona 7 untuk wilayah Kecamatan Tubbitaramanu Tabel.

  Rencana daerah pengembangan PDAM Kabupaten Polewali Mandar

b. Proyeksi Kebutuhan Air Minum

  Perhitungan kebutuhan air minum didasarkan pada jumlah penduduk, jumlah dan jenis kegiatan yang memerlukan air, dan standar pemakaian air. Kebutuhan air terdiri dari domestik dan non domestik, Kebutuhan domestik adalah kebutuhan yang berdasarkan jumlah penduduk dan pemakaian air per orang. Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air untuk kegiatan penunjang Kabupaten, yang terdiri dari kegiatan komersial yang berupa industri, perkantoran, dan lain-lain, maupun kegiatan sosial seperti sekolah, rumah sakit dan tempat ibadah. Berikut besar proyeksi kebutuhan air minum Kabupaten Polewali Mandar (Tabel 5.5).

  Tabel 5.5 Proyeksi Kebutuhan Air Minum Kabupaten Polewali Mandar

  Perhitungan kebutuhan air minum didasarkan pada jumlah penduduk, jumlah dan standar pemakaian air.

  Dengan menggunakan proyeksi penduduk serta standar pemakaian air maka kebutuhan pemakaian air minum untuk keperluan domestikmaupun non domestik di Kabupaten Polewali Mandar disajikan pada sub bab di bawah ini.

  1. Klasifikasi Penggunaan Air

  Klasifikasi penggunaan air adalah untuk kebutuhan air:

  a. Domestik

  b. Non Domestik

  c. Pengairan

  d. Industri Besar

  2. Kebutuhan Air Domestik

  Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh kebutuhan air domestik untuk Kabupaten Polewali Mandar dengan rincian sebagai berikut:

  1. Zona 1

  a. Tahun 2015, kebutuhan air domestik 171,60 l/det

  • Kecamatan Polewali : 81,17 l/det
  • Kecamatan Binuang : 45,15 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 13,73 l/det
  • Kecamatan Matakali : 31,54 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air domestik 182,87 l/det

  • Kecamatan Polewali : 86,50 l/det
  • Kecamatan Binuang : 48,12 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 14,64 l/det
  • Kecamatan Matakali : 33,61 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air domestik 194,89 l/det

  • Kecamatan Polewali : 92,18 l/det
  • Kecamatan Binuang : 51,27 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 15,61 l/det
  • Kecamatan Matakali : 35,82 l/det
d. Tahun 2030, kebutuhan air domestik 207,69 l/det

  • Kecamatan Polewali : 98,24 l/det
  • Kecamatan Binuang : 54,64 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 16,64 l/det
  • Kecamatan Matakali : 38,17 l/det

  2. Zona 2

  a. Tahun 2015, kebutuhan air domestik 139,10 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 67,00 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 40,29 l/det
  • Kecamatan Tapango : 31,81 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air domestik 148,24 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 71,40 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 42,93 l/det
  • Kecamatan Tapango : 33,90 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air domestik 157,97 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 76,09 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 45,75 l/det
  • Kecamatan Tapango : 36,12 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air domestik 168,34 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 81,09 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 48,76 l/det
  • Kecamatan Tapango : 38,50 l/det

  3. Zona 3

  a. Tahun 2015, kebutuhan air domestik 116,96 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 77,45 l/det
  • Kecamatan Luyo : 39,51 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air domestik 124,68 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 82,58 l/det
  • Kecamatan Luyo : 42,10 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air domestik 132,91 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 88,05 l/det
  • Kecamatan Luyo : 44,87 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air domestik 141,68 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 93,87 l/det
  • Kecamatan Luyo : 47,81 l/det

  4. Zona 4

  a. Tahun 2015, kebutuhan air domestik 111,46 l/det

  • Kecamatan Alu : 17,74 l/det
  • Kecamatan Limboro : 25,13 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 33,03 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 35,55 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air domestik 118,79 l/det

  • Kecamatan Alu : 18,91 l/det
  • Kecamatan Limboro : 26,78 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 35,20 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 37,89 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air domestik 126,60 l/det

  • Kecamatan Alu : 20,17 l/det
  • Kecamatan Limboro : 28,54 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 37,51 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 40,38 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air domestik 134,92 l/det

  • Kecamatan Alu : 21,50 l/det
  • Kecamatan Limboro : 30,42 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 39,98 l/det

  • Kecamatan Balanipa : 43,03 l/det

  7. Zona 7 Kecamatan Tubbitaramanu

  a. Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 25,74 l/det

  1. Zona 1

  Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh kebutuhan air non domestik untuk Kabupaten Polewali Mandar dengan rincian sebagai berikut:

  Kebutuhan Air Non Domestik adalah kebutuhan air untuk kegiatan penunjang kota, yang terdiri dari kegiatan komersial yang berupa industri, perkantoran dan lain-lain, maupun kegiatan sosial seperti sekolah, ruman sakit dan tempat ibadah.

  d. Tahun 2030, kebutuhan air domestik 32,79 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air domestik 30,76 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air domestik 28,85 l/det

  a. Tahun 2015, kebutuhan air domestik 27,06 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air domestik 15,46 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air domestik 14,51 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air domestik 13,62 l/det

  a. Tahun 2015, kebutuhan air domestik 12,78 l/det

  6. Zona 6 Kecamatan Bulo

  c. Tahun 2025, kebutuhan air domestik 8,41 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air domestik 7,89 l/det

  a. Tahun 2015, kebutuhan air domestik 7,41 l/det

  5. Zona 5 Kecamatan Matangnga

3. Kebutuhan Air Non Domestik

  • Kecamatan Polewali : 12,18 l/det
  • Kecamatan Binuang : 6,77 l/det

  • Kecamatan Anreapi : 2,06 l/det
  • Kecamatan Matakali : 4,73 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 27,43 l/det

  • Kecamatan Polewali : 12,98 l/det
  • Kecamatan Binuang : 7,22 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 2,20 l/det
  • Kecamatan Matakali : 5,04 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 29,23 l/det

  • Kecamatan Polewali : 13,83 l/det
  • Kecamatan Binuang : 7,69 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 2,34 l/det
  • Kecamatan Matakali : 5,37 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 31,15 l/det

  • Kecamatan Polewali : 14,74 l/det
  • Kecamatan Binuang : 8,20 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 2,50 l/det
  • Kecamatan Matakali : 5,73 l/det

  2. Zona 2

  a. Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 24,22 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 13,40 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 6,04 l/det
  • Kecamatan Tapango : 4,77 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 25,81 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 14,28 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 6,44 l/det
  • Kecamatan Tapango : 5,08 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 27,50 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 15,22 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 6,86 l/det
  • Kecamatan Tapango : 5,42 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 29,31 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 16,22 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 7,31 l/det
  • Kecamatan Tapango : 5,77 l/det

  3. Zona 3

  a. Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 17,55 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 11,62 l/det
  • Kecamatan Luyo : 5,93 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 18,71 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 12,39 l/det
  • Kecamatan Luyo : 6,32 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 19,94 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 13,21 l/det
  • Kecamatan Luyo : 6,73 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 21,25 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 14,08 l/det
  • Kecamatan Luyo : 7,17 l/det

  4. Zona 4

  a. Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 16,72 l/det

  • Kecamatan Alu : 2,66 l/det
  • Kecamatan Limboro : 3,77 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 4,95 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 5,33 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 17,82 l/det

  • Kecamatan Alu : 2,84 l/det
  • Kecamatan Limboro : 4,02 l/det

  • Kecamatan Tinambung : 5,28 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 5,68 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 18,99 l/det

  • Kecamatan Alu : 3,02 l/det
  • Kecamatan Limboro : 4,28 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 5,63 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 6,06 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 20,24 l/det

  • Kecamatan Alu : 3,22 l/det
  • Kecamatan Limboro : 4,56 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 6,00 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 6,45 l/det

  5. Zona 5 Kecamatan Matangnga

  a. Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 1,11 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 1,18 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 1,26 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 1,34 l/det

  6. Zona 6 Kecamatan Bulo

  a. Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 1,92 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 2,04 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 2,18 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 2,32 l/det

  7. Zona 7 Kecamatan Tubbitaramanu

  a. Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 2,71 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 2,88 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 3,08 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 3,28 l/det

4. Rekapitulasi Kebutuhan Air

  Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan kebutuhan air baku untuk Kabupaten Polewali Mandar , diperoleh kebutuhan air baku sebagai berikut:

  1. Zona 1

  a. Tahun 2015, kebutuhan total 197,34 l/det

  • Kecamatan Polewali : 93,35 l/det
  • Kecamatan Binuang : 51,92 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 15,79 l/det
  • Kecamatan Matakali : 36,27 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan total 210,30 l/det

  • Kecamatan Polewali : 99,48 l/det
  • Kecamatan Binuang : 55,33 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 16,84 l/det
  • Kecamatan Matakali : 38,65 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan total 224,12 l/det

  • Kecamatan Polewali : 106,01 l/det
  • Kecamatan Binuang : 58,97 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 17,95 l/det
  • Kecamatan Matakali : 41,19 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan total 238,85 l/det

  • Kecamatan Polewali : 112,97 l/det
  • Kecamatan Binuang : 62,84 l/det
  • Kecamatan Anreapi : 19,14 l/det
  • Kecamatan Matakali : 43,90 l/det

  2. Zona 2

  a. Tahun 2015, kebutuhan total 163,32 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 80,41 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 46,33 l/det
  • Kecamatan Tapango : 36,58 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan total 174,04 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 85,69 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 49,37 l/det
  • Kecamatan Tapango : 38,98 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan total 185,47 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 91,31 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 52,62 l/det
  • Kecamatan Tapango : 41,54 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan total 197,65 l/det

  • Kecamatan Wonomulyo : 97,31 l/det
  • Kecamatan Mapilli : 56,07 l/det
  • Kecamatan Tapango : 44,27 l/det

  3. Zona 3

  a. Tahun 2015, kebutuhan total 134,50 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 89,07 l/det
  • Kecamatan Luyo : 45,43 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan total 143,39 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 94,97 l/det
  • Kecamatan Luyo : 48,42 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan total 152,85 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 101,25 l/det
  • Kecamatan Luyo : 51,60 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan total 162,93 l/det

  • Kecamatan Campalagian : 107,95 l/det
  • Kecamatan Luyo : 54,98 l/det

  4. Zona 4

  a. Tahun 2015, kebutuhan total 128,18 l/det

  • Kecamatan Alu : 20,40 l/det
  • Kecamatan Limboro : 28,90 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 37,99 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 40,89 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan total 136,61 l/det

  • Kecamatan Alu : 21,75 l/det
  • Kecamatan Limboro : 30,80 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 40,48 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 43,57 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan total 145,59 l/det

  • Kecamatan Alu : 23,19 l/det
  • Kecamatan Limboro : 32,82 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 43,14 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 46,43 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan total 155,16 l/det

  • Kecamatan Alu : 24,72 l/det
  • Kecamatan Limboro : 34,98 l/det
  • Kecamatan Tinambung : 45,97 l/det
  • Kecamatan Balanipa : 49,48 l/det

  5. Zona 5 Kecamatan Matangnga

  a. Tahun 2015, kebutuhan total 8,52 l/det

  b. Tahun 2020, kebutuhan total 9,08 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan total 9,67 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan total 10,31 l/det

  6. Zona 5 Kecamatan Bulo

  a. Tahun 2015, kebutuhan total 14,69 l/det b. Tahun 2020, kebutuhan total 15,66 l/det

  c. Tahun 2025, kebutuhan total 16,69 l/det

  d. Tahun 2030, kebutuhan total 17,78 l/det