BAB III Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 5021821e1a BAB IIIBAB III ARAAHAN KEBIJAKAN

BAB III Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya RPIJM Kabupaten Kapuas Tahun 2017-2021 Tahun Anggaran 2016

3.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang

  Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

3.1.1 Rencana Pembangunan Bidang Cipta Karya

3.1.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

  RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi

  Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

  a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

  b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber- sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

  c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

  d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu: RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman. RPJMN ke 3 (2015-2019):

  Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh. RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

3.1.1.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional III (2015-2019)

  RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi, dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (Nawa Cita). RPJMN III ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015. Arahan sesuai dengan Target RPJMN III yang didukung Infrastruktur Bidang Cipta Karya yakni dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.

  Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015- 2019 adalah sebagai berikut:

  1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen;

  2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia;

  3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;

  4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;

  5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang mendukung;

  6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;

  7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

  1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan

  • – Bali khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percotohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan;

  20 Kota Sedang

  7 Kawasan Metropolitan Eksisting

  39 Pusat Pertumbuhan Baru

  5 Kawasan Metropolitan Baru

  penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa;

  2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada untuk diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi;

  3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa

  4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan;

  5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Sasaran pembangunan perkotaan yang didukung oleh infrastruktur permukiman bidang Cipta Karya yakni diprioritaskan pada: 5 Kawasan Metropolitan Baru, 7 Kawasan Metropolitan Eksisting, 20 Kota Sedang, 39 Pusat Pertumbuhan Baru, 10 Kota Baru. Gambar 3.1 Sasaran Pembangunan Perkotaan

10 Kota Baru

3.1.1.2 Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya 2015-2019

  Tujuan dan Sasaran Strategis Ditjen Cipta Karya merupakan turunan dari visi Kementerian PUPR tahun 2015- 2019, yaitu “Terwujudnya Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang Handal dalam Mendukung Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang handal diartikan sebagai tingkat dan kondisi ketersediaan, keterpaduan, serta kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang produktif dan cerdas, berkeselamatan, mendukung kesehatan masyarakat, menyeimbangkan pembangunan, memenuhi kebutuhan dasar, serta berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai masyarakat yang lebih sejahtera.

  Berdasarkan Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 sasaran strategis yang fokus perhatian Ditjen Cipta Karya adalah meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan. Adapun indikator kinerja outcome-nya Direktorat Jenderal Cipta Karya meliputi:

  1. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat.

  2. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak.

  3. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat Adapun peta strategi Kementerian PU-PR dalam mewujudkan visi tersebut digambarkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Peta Strategi Kementerian PUPR 2015-2019

  Berdasarkan arahan kebijakan serta memperhatikan peluang dan tantangan yang ada dalam pembangunan infrastruktur permukiman, maka tujuan yang akan dicapai oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam periode lima tahun ke depan adalah:

  1. Melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan dalam bidang Cipta Karya dengan mengedepankan prinsip keterpaduan, inklusifitas, dan berkelanjutan.

  2. Melaksanakan keterpaduan pembangunan infrastruktur permukiman berdasarkan penataan ruang di kabupaten/kota/kawasan strategis.

  3. Menyediakan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.

  4. Meningkatkan kemandirian pemerintah daerah serta mendorong kemitraan dengan masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman.

  5. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM yang profesional dengan menerapkan prinsip good governance.

Gambar 3.3 Strategi Gerakan Nasional 100-0-100

  Untuk mewujudkan sasaran strategis tersebut, maka sasaran program Ditjen Cipta Karya adalah sebagai berikut:

  a. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan pelayanan akses air minum

  b. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak, dengan indikator persentase penurunan luasan permukiman kumuh perkotaanMeningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi

Tabel 3.1 Sasaran Program Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya

3.1.2 Arahan Penataan Ruang

3.1.2.1 Arahan Strategis Pulau Kalimanatan (RTR Pulau)

  A. Sistem Perkotaan Nasional Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional terkait dengan wilayah Kalimantan Tengah pada umumnya secara regional yakni PKN Palangkaraya, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, dan PKW Sampit. Beberapa strategi operasionalisasi yang diarahkan meliputi:

  1. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi yang didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu yaitu pusat industri pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi di PKW Muara

  Teweh, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Malinau, dan PKW Tanah Grogot.

  2. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan lanjut dan industri jasa hasil perkebunan kelapa sawit dan karet yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:

  a. pusat industri hilir pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di

  PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, dan PKN Kawasan Perkotaan

  Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang; dan b. pusat industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala

  Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Amuntai, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW

  Kotabaru, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Tanah Grogot, PKW Sendawar, PKW Malinau, PKSN Simanggaris, PKSN Long Midang, dan PKSN Long Pahangai.

  3. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil hutan yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi: a. Pusat industri hilir pengolahan hasil hutan di PKN Palangkaraya dan PKN

  Kawasan Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang;

  b. Pusat pengolahan hasil hutan di PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas,

  PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit,

  PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Malinau, PKW Tanlumbis, dan PKW Sendawar.

  4. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan dilakukan di PKN Pontianak, PKN

  Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKW Mempawah, PKW Singkawang, PKW

  Sambas, PKW Ketapang, PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang,

  PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Amuntai, PKW Martapura, PKW Marabahan, dan PKW Kotabaru.

  5. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan dilakukan di PKN Pontianak, PKN

  Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan-

  Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKN Tarakan, PKW Mempawah, PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW

  Pangkalan Bun, PKW Kuala Kapuas, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW

  Kotabaru, PKW Tanjung Redeb, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, dan PKW Sangata.

  6. Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN sebagai pusat pengembangan ekowisata dan wisata budaya meliputi: a. pusat pengembangan ekowisata di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya,

  PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan-Tenggarong- Samarinda-Bontang, PKW Putussibau, PKW Pangkalan Bun, PKW

  Buntok, PKW Kotabaru, PKW Tanjung Redeb, PKW Tanjung Selor,

  PKW Malinau, PKW Tanah Grogot, PKSN Nanga Badau, PKSN Long Midang, PKSN Long Pahangai, dan PKSN Long Nawang; dan

  b. pusat pengembangan wisata budaya di PKN Pontianak, PKN

  Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan-

  Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Mempawah, PKW Putussibau, PKW Sintang, PKW Amuntai, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, dan PKW Sendawar.

  7. Pengembangan pusat kegiatan ekonomi di PKN dan PKW yang berdekatan/menghadap badan air dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan- Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Mempawah, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas,

  PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW

  Martapura, PKW Marabahan, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW Tanjung Selor, dan PKW Tanah Grogot.

  8. Pengembangan jaringan drainase di PKN dan PKW yang terintegrasi dengan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi pengembangan jaringan drainase di:

  a. PKN Palangkaraya yang terintegrasi dengan Sungai Kahayan;

  b. PKW Kuala Kapuas yang terintegrasi dengan Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan;

  c. PKW Pangkalan Bun yang terintegrasi dengan Sungai Lamandau; d. PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Martapura, dan PKW Marabahan yang terintegrasi dengan Sungai Barito;

  e. PKW Sampit yang terintegrasi dengan Sungai Mentaya;

  9. Penataan kawasan perkotaan yang adaptif terhadap ancaman bencana banjir dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Mempawah, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW

  Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW Tanjung Selor, dan PKW Tanah Grogot.

  10. Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk kelestarian lahan pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan berfungsi lindung dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Putussibau, dan PKW Malinau.

  B. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Strategi operasionalisasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya meliputi:

  1. Pemertahanan luasan dan pelestarian kawasan bergambut untuk menjaga sistem tata air alami dan ekosistem kawasan dilakukan pada kawasan bergambut di Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas

  Hulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten

  Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.

  2. Pemertahanan dan peningkatan fungsi kawasan resapan air, khususnya pada hulu sungai dilakukan pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu Sungai Kayan dan hulu Sungai Mahakam.

  3. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan resapan air dilakukan pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu

  Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai

  Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu Sungai Kayan, dan hulu Sungai Mahakam.

  C. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Setempat Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan setempat meliputi:

  1. Pengendalian perkembangan kawasan terbangun yang mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan sungai dilakukan di sempadan Sungai Seruyan di WS Seruyan;

  2. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan pada:

   kawasan sekitar Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Bekuan (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Belida (Kabupaten Kapuas

  Hulu), Danau Genali (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Tang (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Bangkau (Kabupaten Hulu Sungai

  Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah), Danau Bitin (Kabupaten Hulu Sungai Utara), Danau Cembulu (Kabupaten Seruyan), Danau Ganting (Kabupaten Barito Selatan), Danau Bambenan (Kabupaten Barito Selatan), Danau Limut (Kabupaten Barito Selatan), Danau Mepara (Kabupaten Barito Selatan), Danau Raya (Kabupaten Barito Selatan), Danau Gatel (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Kenamfui (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Terusan (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Jempang (Kabupaten Kutai Barat), Danau Melintang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau Semayang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau Sembuluh (Kabupaten Seruyan), dan Danau Tete (Kabupaten Barito Utara). D. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam Dan Cagar Budaya Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya meliputi :

  1. Pemertahanan dan rehabilitasi luasan suaka margasatwa, cagar alam, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilakukan pada: a. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman

  Nasional Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman

  Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Katingan), Taman Nasional Tanjung Putting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang);

  b. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman

  Nasional Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman

  Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara-Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi- Kabupaten Sintang-Kabupaten Katingan), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangkaraya), Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang).

  2. Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir untuk perlindungan pantai dan kelestarian biota laut dilakukan pada kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu

  Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.

  E. Kawasan Rawan Bencana Alam Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan rawan bencana alam dilakukan dengan mengembangkan jaringan drainase yang terintegrasi dengan sungai pada kawasan perkotaan yang rawan banjir.

  1. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan rawan bencana alam geologi dilakukan pada: kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu;

  2. Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana, pembangunan prasarana dan sarana pemantauan bencana, serta penetapan standar bangunan gedung untuk mengurangi dampak akibat bencana alam geologi dilakukan pada: kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan

  3. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan imbuhan air tanah dilakukan pada kawasan imbuhan air tanah di CAT Paloh (Kabupaten Sambas dan Negara Malaysia), CAT Tanjung Selor (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Negara Malaysia), CAT Palangkaraya-Banjarmasin (Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten , Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kota Palangkaraya, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kota Banjarmasin dan Kota Banjar Baru), CAT Muarapayang (Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Paser), dan CAT Muara Lahai (Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Utara).

  F. Kawasan Lindung Lainnya Strategi operasionalisasi perwujudan pengelolaan kawasan lindung lainnya meliputi:

  1. Koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang menghubungkan antarekosistem dataran rendah, yaitu: koridor ekosistem yang menghubungkan Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten Kotawaringin Barat);

  2. Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budi daya dengan prinsip berkelanjutan pada kawasan yang merupakan kawasan koridor ekosistem dilakukan pada: Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten

  Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten Kotawaringin Barat);

  3. Pengembangan prasarana yang ramah lingkungan sebagai pendukung koridor ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan pada: koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang menghubungkan: Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat-Kabupaten Sukamara), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten Kotawaringin Barat);

  G. Kawasan Budi Daya Strategis Nasional Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan:

  1. kawasan peruntukan hutan; 2. kawasan peruntukan pertanian; 3. kawasan peruntukan perikanan; 4. kawasan peruntukan pertambangan; 5. kawasan peruntukan industri; 6. kawasan peruntukan pariwisata; dan 7. kawasan peruntukan permukiman.

  Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a meliputi:

  1. Pengembangan kawasan peruntukan hutan yang didukung dengan industry

  pengolahan dengan prinsip berkelanjutan dilakukan pada kawasan

  peruntukan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten

  Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Malinau.

  2. Pemertahanan kelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa

  endemik kawasan dengan meningkatkan fungsi ekologis di kawasan peruntukan

  hutan dilakukan pada kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang,

  Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara,

  Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas,

  Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara,

  Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai

  3. Pengendalian perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan peruntukan

  hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada kawasan

  peruntukan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

  Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Malinau.

  Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan perikanan dilakukan di :

  1. Pengembangan kegiatan perikanan budi daya dengan

  memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada kawasan peruntukan perikanan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan,

  Kabupaten Kapuas, Kota Banjarmasin, Kabupaten Tanah Laut,

  Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Bulungan.

  Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan pertambangan dilakukan di:

  

1. Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan mineral, batubara,

serta minyak dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup meliputi:

  a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru, Kota Martapura, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong,

  Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Paser, Kabupaten Berau, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota Balikpapan;

  b. Kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya,

  

Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau,

  

2. Pengendalian perkembangan kawasan pertambangan yang mengganggu

kawasan berfungsi lindung meliputi:

  a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru, Kota Martapura, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Selatan,

  Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Paser, Kabupaten Berau, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota Balikpapan;

  b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser, Kabupaten Tarakan, Kota Bontang, Kota Samarinda, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kota Banjarbaru; dan

  3. Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pasca tambang pada kawasan peruntukan pertambangan untuk memulihkan kualitas lingkungan dan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada:

  a. kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kota Tayan, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru, Kota Martapura, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Lamandau, Kabupaten

  Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya,

  Kabupaten Kapuas, Kabupaten Paser, Kabupaten Berau, Kota

  Samarinda, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota Balikpapan; dan

  b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya,

  Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau,

  Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser, Kabupaten Tarakan, Kota Bontang, Kota Samarinda, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kota Banjarbaru.

  Kawasan andalan terdiri atas kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, industri, dan pariwisata. Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan andalan terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan:

  1. kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan; 2. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian;

  3. kawasan andalan dengan sektor unggulan perkebunan; 4. kawasan andalan dengan sektor unggulan perikanan; 5. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertambangan; 6. kawasan andalan dengan sektor unggulan industri; dan 7. kawasan andalan dengan sektor unggulan pariwisata

  

3.1.2.2 Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRW) Provinsi

Kalimantan Tengah

  Sistem pusat permukiman di Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan Perda No 8 Tahun 2003, menetapkan:

  1. Kota Utama, meliputi Kota Palangkaraya, Kota Kuala Kapuas, Kota Sampit, dan Kota Pangkalan Bun;

  2. Kota cepat tumbuh, meliputi Kota Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu, Ampah, Pulang Pisau, Kasongan, Sukamara, Nanga Bulik, Kuala Pembuang, Tumbang Samba, Kuala Kurun, Tamiang Layang dan Pagatan;

  3. Kota kecamatan yang didorong pertumbuhan dan pengembangannya meliputi Kota Kotawaringin Lama, Kudangan, Pangkut, Tumbang Sangai, Tumbang Senamang, Samuda, Pelantaran, Tumbang Jutuh, Bawan, Lampeong, Kandui, Timpah, Bahaur, Palingkau, Dadahup.

  Kota kota utama memiliki fungsi sebagai berikut:

  1. Kota Palangka Raya berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Propinsi, Pusat Pendidikan, Kota Kebudayaan, Pusat Perdagangan dan Jasa;

  2. Kota Kuala Kapuas berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota Pelabuhan, Kota Industri, Agropolitan, Pusat Perdagangan dan Jasa;

  3. Kota Sampit berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota Pelabuhan Laut, Kota Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa;

  4. Kota Pangkalan Bun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota Pelabuhan Laut, Kota Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa.

  A. Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa

  Kawasan cagar alam dan suaka margasatwa meliputi:

  a. Cagar Alam Pararawen I dan Pararawen II terletak di Kabupaten Barito Utara;

  b. Cagar Alam Bukit Tangkiling terletak di Kota Palangka Raya;

  c. Cagar Alam Bukit Sapat Hawung terletak di Kabupaten Murung Raya;

  d. Cagar Alam Tumbang Tahai Tangkiling terletak di Kota Palangka Raya;

  e. Cagar Alam Air Terjun Molau Besar terletak di Kabupaten Barito Utara;

  f. Cagar Alain Bukit Bakitap terletak di Kabupaten Murung Raya;

  g. Suaka Margasatwa Sungai Lamandau di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Sukamara.

  Suaka Alam Laut dan Perairannya yaitu Suaka Alam Laut Gosong Sanggora di Teluk Kumai Kecamatan Arut Selatan dan Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Taman Nasional dan Taman Wisata Alam, terdiri dari : a. Taman Nasional Tanjung Putting terletak di Kabupaten Kotawaringin

  Barat dan Kabupaten Seruyan;

  b. Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka terletak di Kabupaten Katingan;

  c. Taman Wisata Air Terjun Poran terletak di Kabupaten Barito Utara;

  d. Taman Wisata Bukit Tangki1ing terletak di Kota Palangka Raya;

  e. Taman Wisata. Tanjong Keluang terletak di Kabupaten Kotawaringin Barat; f. Taman Wisata Ujung Pandaran di Kabupaten Kotawringin Timur; g.

  Taman Wisata Liang Saragih di Kabupaten Barito Timur.

  B. Kawasan Pertambangan Kawasan Pertambangan, terdiri dari :

  1. Pertambangan emas terletak di semua kabupaten;

  2. Pertambangan batubara terletak di Kabupaten Barito Selatan, Barito Timur, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Sukamara, Barito Utara, Murung Raya, Kapuas, dan Gunung Mas;

  3. Pertambangan gamping terletak di Kabupaten Kapuas, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Murung Raya, dan Gunung Mas;

  4. Pertambangan granit terletak di semua kabupten dan kota;

  5. Pertambangan pasir terletak di semua kabupaten dan kota;

  6. Pertambangan minyak bumi terletak di Kabupaten Barito Selatan, Barito Utara, Kapuas, dan Barito Timur;

  7. Pertambangan batu permata dan setengah permata di semua kabupaten dan kota.

  C. Kawasan Industri Kawasan Industri yang diprioritaskan pengembangannya adalah di Kota

  Pangkalan Bun, Sampit, Palangka Raya, Pulang Pisau, Kuala Kapuas, Tamiang Layang, Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu, Kasongan, Sukamara, Nanga Bulik, Kuala Pembuang, dan Kota Kuala Kurun.

  D. Kawasan Pariwisata Kawasan Pariwisata mencakup kawasan yang memiliki potensi besar untuk keperluan pariwisata di semua kabupaten dan kota.

  E. Kawasan Permukiman Kawasan Permukiman mencakup :

  1. Kawasan Permukiman Perkotaan, yaitu kawasan ibukota propinsi, kabupaten, dan kecamatan;

  2. Kawasan Permukiman Perdesaan, yaitu kawasan permukiman perdesaan di seluruh desa-desa di Propinsi Kalimantan Tengah;

  3. Kawasan Permukiman Rawan Bencana Alam.

  F. Sistem Pusat-Pusat Permukiman Sistem Pusat-Pusat Permukiman di Propinsi Kalimantan Tengah dilihat dalam konteks wilayah propinsi serta keterkaitannya satu sama lain, baik secara spasial maupun fungsional, mencakup :

  1. Kota Pangkalan Bun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pelabuhan Laut dan Udara, Pusat Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa;

  2. Kota Sukamara berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;

  3. Kota Nanga Bulik berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Agro-industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;

  4. Kota Sampit berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pelabuhan Laut, Agro-industri Kehutanan, Pusat Perdagangan dan Jasa;

  5. Kota Kasongan berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten; Pusat Perdagangan dan Jasa;

  6. Kota Kuala Pembuang berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat Industri, Agro Polita dan Pusat Perdagangan dan Jasa;

  7. Kota Palangka Raya berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Propinsi, Pusat Pendidikan dan Kebudayan, Pusat Industri serta Pusat Perdagangan dan Jasa;

  8. Kota Kuala Kapuas berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat Industri, Agropolitan, Pusat Perdagangan dan Jasa;

  9. Kota Kuala Kurun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Agro-Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;

  10. Kota Pulang Pisau berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat AgroIndustri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;

  11. Kota Buntok berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat Agro-Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;

  12. Kota Tamiyang Layang berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, AgroIndustri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;

  13. Kota Muara Teweh berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Agro-Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;

  14. Kota Puruk Cahu berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten dan Pusat Perdagangan dan Jasa. G. Kawasan Prioritas Kawasan yang diprioritaskan pengembangan atau penaelolaannya adalah:

  1. Kawasan perdesaan terpencil, terisolir, dan terbelakang;

  2. Kawasan perdesaan di wilayah perbatasan dengan Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kahmantan Selatan,

  3. Kawasan Sentra Produksi Pertanian Tanaman Pangim dan Hortiknitura, Perkebunan, Perikanan, kehewanan dan Kawasan Sentra industri,

  4. Kawasan Sekitar jalur jalan Lintas Kalimantan:

  5. Kawasan Andalan Sampit dan sekitarnya;

  6. Kawasan Andalan Pangkalan Bun dan sekitarnya,

  7. Kawasan Andalan Muara Teweh dan sekitarnya;

  8. Kawasan Andalan Buntok dan sekitarnya:

  9. Kawasan Andalan Kuala Kapuas dan sekitarnya;

  10. Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu (Kapet) DAS KAKAB;

  11. Kawasan Taman Nasional Tanjung, Putting;

  12. Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka: 13. Suaka Alam Laut Gosona Sanggora di Teluk Kumai.

3.1.2.3 Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Kabupaten Barito Selatan

  RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BARITO SELATAN TAHUN TAHUN 2014