DOCRPIJM 1478162327BAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

  03 KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

3.1. ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN PENAT AAN RUANG

3.1.1. ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  Penyediaan air minum dan sanitasi sebagai layanan dasar belum menjangkau seluruh

penduduk Indonesia. Pada tahun 2013, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap

sumber air minum aman adalah 67,73 persen sedangkan proporsi rumah tangga yang memiliki

akses terhadap fasilitas sanitasi layak adalah 60,91 persen (BPS, 2013). Dengan demikian,

masih terdapat 100 juta jiwa penduduk yang belum memiliki akses air minum dan 120 juta

penduduk yang belum memiliki akses terhadap fasilitasi sanitasi layak. Adapun terkait layanan

persampahan, proporsi rumah tangga yang terlayani pengelolaan persampahan adalah 24,9

persen dan 46 persen khusus di daerah perkotaan (Riskesdas, 2013).

  Permasalahan dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya

keberlanjutan sarana dan prasarana yang telah terbangun, semakin terbatasnya sumber air

baku untuk air minum dan kurang optimalnya sinergi pembangunan air minum dan sanitasi.

Minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana disebabkan oleh belum optimalnya kesadaran

dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah daerah baik dari aspek regulasi

maupun pendanaan serta penerapan manajemen aset. Perencanaan dan pelaksanaan

penyediaan air minum dan sanitasi saat ini belum mencakup strategi manajemen aset yang

tepat khususnya terkait pemeliharaan dan rehabilitasi sehingga mempersingkat usia ekonomis

dari infrastruktur terbangun. Air baku untuk air minum semakin terbatas, baik secara kuantitas

maunpun kualitas. Pemanfaatan alternatif sumber air baku, contohnya air hujan dan daur

ulang, belum banyak dimanfaatkan.

  Penyediaan layanan sanitasi belum tersinergikan dengan penyediaan layanan air

minum sebagai upaya pengamanan air minum untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas,

kontinuitas dan keterjangkauan). Belum optimalnya pembangunan infrastruktur/prasarana

dasar permukiman tersebut menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan kawasan

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 1 Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 2

kumuh terutama di perkotaan. Berdasarkan hasil pengukuran oleh Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat hingga bulan Oktober 2014, tercatat masih terdapat 38,431 Ha

kawasan kumuh yang tersebar di Indonesia. Meskipun telah banyak program-program

penanganan kumuh yang implementasikan di Indonesia, penerapan program tersebut masih

belum optimal menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan menyelesaikan

persoalan kumuh secara tuntas.

  Adapun sasaran khusus dari indikator kinerja Infrastruktur selama 5 tahun ke depan

yang diklasifikasikan berdasarkan isu strategis Bidang Cipta Karya adalah Meningkatnya akses

terhadap layanan air minum dan sanitasi yang layak dan berkelanjutan :

  

1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen melalui

penanganan kawasan permukiman kumuh seluas 38.431 hektar dan peningkatan keswadayaan masyarakat di 7.683 kelurahan.

  

2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum yakni 85 persen penduduk terlayani akses

sesuai prinsip 4K (Kuantitas, Kualitas, Kontinuitas, dan Keterjangkauan) dan 15 persen sesuai kebutuhan dasar (basic needs).

  

3. Tercapainya 100 persen pelayanan sanitasi (air limbah domestik, sampah dan drainase

lingkungan) yakni 85 persen penduduk terlayani akses sesuai standar pelayanan (pengelolaan air limbah sistem setempat dan terpusat, pelayanan sampah perkotaan dan pengelolaan sampah secara 3R dan pengurangan luas genangan sebesar 22.500Ha) dan 15 persen sesuai kebutuhan dasar (basic needs).

  

4. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya

terhadap lingkungan melalui (i) pembinaan dan pengawasan khususnya bangunan milik Pemerintah di seluruh kabupaten/kota; (ii) penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) untuk seluruh bangunan gedung dan penerapan penyelenggaraan bangunan hijau di seluruh kabupaten/kota; dan (iii) menciptakan building codes yang dapat menjadi rujukan bagi penyelenggaraan dan penataan bangunan di seluruh kabupaten/kota.

  Arah kebijakan dalam mendorong pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam pencapaian universal access, sebagai berikut:

  

1. Menjamin ketahanan air melalui peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku

dalam pemanfaatan air minum dan pengelolaan sanitasi melalui strategi: a. Jaga Air, yakni strategi yang ditempuh melalui (1) pengarusutamaan pembangunan air minum yang memenuhi prinsip 4K (kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan),

  (2) pengelolaan sanitasi melalui peningkatan pengelolaan air limbah di perdesaan dengan sistem on-site dan di perkotaan dengan sistem on-site melalui IPLT dan sistem offsite baik skala kawasan maupun skala kota, peningkatan kualitas TPA menjadi TPA sanitary landfill dengan prioritas skema TPA regional, pengelolaan sampah melalui penerapan prinsip 3R, serta (3) peningkatan kesadaran masyarakat akan higienis, sanitasi dan nilai ekonomis air. b. Simpan Air, yakni strategi untuk menjaga ketersediaan dan kuantitas air melalui upaya konservasi sumber air baku air minum yakni perluasan daerah resapan air hujan, pemanfaatan air hujan (rain water harvesting) sebagai sumber air baku air minum maupun secondary uses pada skala rumah tangga (biopori dan penampung air hujan) dan skala kawasan (kolam retensi), serta pengelolaan drainase berwawasan lingkungan.

  c. Hemat Air, yakni strategi untuk mengoptimalkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang telah ada melalui pengurangan kebocoran air hingga 20 persen, pemanfaatan idle

capacity; dan pengelolaan kebutuhan air di tingkat penyelenggara dan skala kota.

  d. Bauran Air Domestik, yakni upaya untuk mengoptimalkan berbagai alternatif sumber air domestik yang tersedia sesuai tujuan pemanfaatan air, termasuk di dalamnya pemakaiaan air tingkat kedua (secondary water uses) dan daur ulang air yang telah dipergunakan (water reclaiming).

  

2. Penyediaan infrastruktur produktif dan manajemen layanan melalui penerapan manajemen

aset baik di perencanaan, penganggaran, dan investasi termasuk untuk pemeliharaan dan pembaharuan infrastruktur yang sudah terbangun melalui strategi:

  a. Optimalisasi infrastruktur air minum dan sanitasi eksisting melalui penurunan Non- Revenue Water (NRW) dan pemanfaatan idle capacity.

  b. Pembangunan infrastruktur air minum dan sanitasi untuk memperluas cakupan layanan.

  c. Rehabilitasi infrastruktur air minum dan sanitasi untuk infrastruktur dengan pemanfaatan yang sub-optimal, infrastruktur yang menua, dan infrastruktur yang terkena dampak bencana.

  d. Pengembangan inovasi teknologi air minum, air limbah, persampahan dan drainase untuk memaksimalkan potensi yang ada.

  e. Pembentukan dan penyehatan pengelola infrastruktur air minum, air limbah dan persampahan, baik berbasis institusi maupun berbasis masyarakat.

  f. Penerapan tarif atau iuran bagi seluruh sarana dan prasarana air minum dan sanitasi terbangun yang menuju prinsip tarif pemulihan biaya penuh (full cost recovery)/memenuhi kebutuhan untuk Biaya Pokok Produksi (BPP). Pemberian subsidi dari pemerintah bagi penyelenggara air minum dan sanitasi juga dilakukan sebagai langkah jika terjadi kekurangan pendapatan dalam rangka pemenuhan full cost recovery.

  g. Pengaturan kontrak berbasis kinerja baik perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan aset infrastruktur.

  

3. Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan di tingkat nasional,

provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat melalui strategi: Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 3 a. Peningkatan kualitas rencana dan implementasi Rencana Induk-Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) dan Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) melalui pengarusutamaan dalam proses perencanaan dan penganggaran formal. Penyusunan RI-SPAM didasari optimalisasi bauran sumber daya air domestik kota/kabupaten dan telah mengintegrasikan pengelolaan sanitasi sebagai upaya pengamanan air minum. Peningkatan kualitas SSK dilakukan dengan memutakhirkan SSK untuk mengakomodasi perubahan lingkungan dan mengadopsi target universal access di wilayah kabupaten/kota;

  b. Integrasi peningkatan promosi higiene dan sanitasi dalam rangka demand generation sebagai prasyarat penyediaan infrastruktur air minum dan sanitasi;

c. Peningkatan peran, kapasitas, serta kualitas kinerja Pemerintah Daerah di sektor air minum dan sanitasi.

  d. Advokasi kepada para pemangku kepentingan di sektor air minum dan sanitasi, baik eksekutif maupun legislatif serta media untuk menjamin keselarasan serta konsistensi perencanaan dan implementasinya di tingkat pusat dan daerah.

  

4. Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air minum dan sanitasi melalui

strategi: a. Sinergi dan koordinasi antar pelaku program dan kegiatan mulai tahap perencanaan sampai implementasi baik secara vertikal maupun horizontal, termasuk sinergi dengan pelaksanaan sanitasi sekolah dan pesantren, kegiatan-kegiatan pelestarian lingkungan hidup dan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, penanganan dan pencegahan kawasan kumuh, serta pembangunan kawasan tertinggal, perbatasan dan kawasan khusus.

  b. Pelaksanaan pelayanan air minum dan sanitasi berbasis regional dalam rangka mengatasi kendala ketersediaan air baku dan lahan serta dalam rangka mendukung konektivitas antar wilayah untuk pertumbuhan ekonomi.

  c. Sinergi pendanaan air minum dan sanitasi yang dilaksanakan melalui (i) peningkatan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kab/Kota, (ii) pemanfaatan alokasi dana terkait pendidikan untuk penyediaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi di sekolah; (iii) pemanfaatan alokasi dana terkait kesehatan baik untuk upaya preventif penyakit dan promosi higiene dan sanitasi serta pemanfaatan jaminan kesehatan masyarakat; serta (iv) sinergi penyediaan air minum dan sanitasi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK), Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (TP), dana hibah berbasis kinerja/hasil, masyarakat, dan sumber dana lain terkait lingkungan hidup, pembangunan desa, serta kelautan dan perikanan.

  d. Penguatan pengelolaan pengetahuan (knowledge management) termasuk pengelolaan data dan informasi melalui sistem terintegrasi (National Water and Sanitation Information Services/NAWASIS) yang memanfaatkan teknologi serta melibatkan partisipasi aktif seluruh stakeholder terkait.

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 4

  3.1.2. ARAHAN PENAT AAN RUANG

  3.1.2.1. ARAHAN RENCANA TAT A RUANG WILAYAH NASIONAL Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan

Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

yang dijadikan sebagai pedoman untuk:

  1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional,

  2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,

  3. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional,

  

4. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah

provinsi, serta keserasian antarsektor,

  5. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,

  6. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan 7. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

  Arahan RTRWN terkait PKN, PKW, PKSN, dan KSN di Prov. Maluku Utara adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN di Prov. Maluku Utara

  NO PROVINSI PKN PKW

  Tidore, Tobelo,

  31 Maluku Utara Ternate Labuha, Sanana

Tabel 3.2. Penetapan Lokasi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN di Prov. Maluku Utara

  PUSAT KEGIATAN STRATEGIS NO STATUS PROVINSI NASIONAL

  I / A / 2 :

  23 Daruba (Kab. Pulau Morotai) Pengembangan Baru Maluku Utara (Tahap I)

Tabel 3.3. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

  KAWASAN SUDUT KOTA / STATUS STRATEGIS NO PROVINSI KEPENTINGAN KABUPATEN *) HUKUM NASIONAL

  Kawasan Perbatasan Laut RI Kab. Halmahera, Maluku termasuk 8 pulau kecil terluar Kab. Sorong, Utara,

  (Pulau Jiew, Budd, Fani, Pertahanan dan Kab. Biak Papua

  67 Miossu, Fanildo, Bras, Keamanan Numfor, Kab. Barat, dan

  Bepondi, dan Liki) dengan Jayapura Papua negara Palau

  3.1.2.2. ARAHAN RENCANA T ATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU UTARA Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 5

1. Rencana pengembangan ruang kawasan lindung 2. Rencana pengembangan kawasan budidaya.

  6 Perkebunan 345948.6431

  b. Kawasan perlindungan setempat berlokasi di sepanjang pantai seluruh pulau, sekitar danau dan sungai; c. Kawasan suaka alam yang terdiri atas beberapa jenis, baik di daratan maupun di wilayah perairan laut. Lokasinya adalah sebagai berikut:

  Ha atau sekitar 21,9 % dari total luas daratan. Sebaran hutan lindung ini mayoritas tersebar di Pulau Halmahera Utara, Pulau Bacan, Pulau Mangoledan Pulau Taliabu (tersebar di seluruh kabupaten);

  1. Kawasan Lindung Berdasarkan hasil Analisa dapat diketahui bahwa luas total Kawasan Lindung di Provinsi Maluku Utara hanya sekitar 20 persen. Angka ini masih kurang dibandingkan dengan luas minimum Kawasan Lindung yang hendaknya dimiliki suatu wilayah pengembangan (luas minimum 30 persen). Perbandingan menurut Kota dan Kabupaten menunjukkan bahwa Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Timur memiliki potensi Kawasan Lindung yang sesuai dengan luas minimum yang disyaratkan. Sementara itu, Kawasan Lindung di Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Barat relatif paling sempit (8-11 persen). Berdasarkan hasil analisa diketahui Kawasan Lindung yang terdapat di Provinsi Maluku Utara adalah sebagai berikut: a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya (yang dalam hal ini terdiri dari hutan lindung), tersebar di hampir seluruh pulau dengan luas 799.629,6

  Sumber : RTRW Propinsi Maluku Utara 2007-2027 Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya adalah sebagai berikut :

  9 Permukiman 14422.21634

  8 Pertanian Lahan Basah 111256.7206

  7 Pertanian Lahan Kering 279228.529

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 6 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi ditetapkan melalui Peraturan Daerah

Provinsi, dan beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW Provinsi untuk

penyusunan RPIJM Kabupatena adalah arahan pengembangan pola ruang dan struktur

ruang yang mencakup arahan pengembangan pola ruang. Rencana pola ruang wilayah

mencakup :

  4 Hutan Produksi 353317.1267

  3 Hutan Produksi Terbatas 710137.0029

  2 Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 45841.10175

  1 Hutan Lindung 823798.8371

  No POLA RUANG LUAS HA

Tabel 3.4. Pola Ruang Provinsi Maluku Utara

  Pola pemanfataan ruang dan luasan wilayah untuk pola ruang di Provinsi Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 3.4.

  5 Hutan Produksi Konversi 962248.1681

  1) Taman Nasional Aketajawe, Kota Tidore Kepulauan, GP-1 (RTRWN); 2) Cagar Alam Lolobata, Halmahera Timur, GP-5 (RTRWN); 3) Cagar Alam Wayabula di Pulau Morotai (diusulkan), GP-4; 4) Suaka Margasatwa Gamkonora yang terdapat di Kecamatan Sahu/Ibu

  (diusulkan), GP-2; 5) Cagar Alam Saketa di Pulau Halmahera bagian selatan, GP-6; 6) Cagar Alam Gunung Sibela di Pulau Bacan, GP-6 (RTRWN); 7) Cagar Alam Pulau Obi, GP-6 (RTRWN); 8) Cagar Alam Lifamatola, GP-7 (RTRWN); 9) Cagar Alam Tobalai (RTRWN); 10) Cagar Alam Taliabu di Pulau Taliabu, GP-8 (RTRWN); 11) Cagar Alam Pulau Seho di Pulau Seho, Taliabu Barat, GP-8 (RTRWN);

12) Cagar Alam Taman Laut di Tobelo (diusulkan), GP-3; 13) Cagar Alam Taman Laut di Gane Timur (diusulkan), GP-6.

  Secara lengkap pengembangan kawasan lindung di Provinsi Maluku Utara dapat dilihat pada Gambar 3.1.

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 7 Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Halmahera Tengah

  III - 8

Gambar 3.1. Peta Rencana Pengembangan Kawasan Lindungdi Provinsi Maluku Utara

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016

  2. Kawasan Budidaya Secara umum kondisi luasan areal dan produksi komoditas pertanian dan non pertanian, dapat dijelaskan sebagai berikut:

  a. Tanaman Pangan Tanaman pangan yang diusahakan oleh masyarakat di Provinsi Maluku Utara adalah Padi, jagung, kedelai seluas 16.253 Ha dengan kemampuan produksi 2 - 4 Ton gabah kering/ha (sekitar 1.8 Ton beras/Ha). Tegalan yang sering digunakan untuk penanaman jagung, ubi kayu,ubu jalar, kacang tanah dan lain-lain, seluas ± 15.600 Ha dengan kemampuan produksi umbi 6

  • – 10 ton/Ha.

  b. Hortikultura Buah-buahan yang banyak diusahakan adalah Durian, rambutan, mangga, jeruk, langsat, duku, manggis, nangka, alpukat, pepaya, jambu, nenas, salak, semangka, sukun, pisang, dan lain-lain dengan luasan ±14.115 Ha. Sedangkan sayur-sayuran yang banyak diusahakan antara lain, kangkung, bayam, terong, cabe, tomat, ketimun, sawi, kacang panjang, buncis dan lain-lain dengan luas lahan sebesar ± 1.406 Ha.

  c. Perkebunan Jenis tanaman perkebunan yang diusahakan adalah Kelapa, pala, cengkeh, kakao, kopi, jambu mete, kayu manis, vanili, dan lain-lain dengan luasan ± 246.322 Ha.

  d. Peternakan Populasi ternak yang dominan di Maluku Utara adalah kambing dan sapi yang tersebar hampir merata di Kabupaten/ Kota. Khusus mengenai ternak sapi terdapat potensi di Halmahera Timur, sedangkan ternak kambing potensial di Halmahera Selatan dan Halmahera Tengah. Tidak terdapat kawasan yang secara spesifik diarahkan khusus sebagai daerah peternakan skala besar. Namun pemanfaatan ruang kegiatan peternakan pada dasarnya mengacu pada potensi yang sudah berkembang dan mengacu pada tata ruang daerah Kota atau Kabupaten yang bersangkutan.

  e. Hutan Produksi Secara umum, kondisi tahun 2005 sesuai data BPS menunjukkan bahwa di Maluku Utara terdapat 2.861.480 Ha yang terdiri dari Hutan Lindung seluas 683.750 Ha, Hutan produksi terbatas seluas 675.500 Ha, dan Hutan produksi biasa seluas 497.600 Ha, serta Hutan Konversi seluas 956.625 Ha dan 48.000 Ha hutan PPA. Namun berdasarkan Analisa GIS diketahui bahwa hutan lindung telah menyusut menjadi 557.950 Ha. Sehingga telah terjadi alih fungsi lahan dari hutan lindung ke dalam bentuk pemanfaatan lainnya. Dilihat dari komposisi pemanfaatan lahannya, diantara Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Maluku Utara, nampak bahwa Kabupaten Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Halmahera Utara dan Kepulauan Sula, memiliki hutan lahan kering dengan luas yang cukup signifikan, dibandingkan daerah lainnya. Pada Tahun 2005 produksi hutan menghasilkan kayu sebesar 446.951 m3, yang sebagian besar (273.753 M³) merupakan hasil dari HPH. Kemudian Kayu olahan juga diproduksi sebesar 144.826 M³ pada tahun 2005. Jelas

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 9 Kabupaten Halmahera Tengah

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016
bahwa potensi kayu dan kayu olahan dari hasil hutan menunjukkan angka yang cukup besar, apabila dianggap sebagai pendukung sumber daya ekonomi. Selain produksi kayu, di kawasan hutan juga menghasilkan rotan yang cukup besar pula, dimana pada tahun 2005 telah dihasilkan rotan sebesar 114,92 Ton. Dengan demikian maka strategi pengembangan hutan produksi adalah realistis mengingat besarnya angka produktifikas yang dihasilkan. Namun demikian, dalam strategi pengembangannya, perlu dikaitkan dengan program gerakan reboisasi agar

tersedia kecukupan penghijauan bagi pembangunan secara berkesinambungan.

  f. Pertambangan Lokasi atau Kawasan pertambangan, terdapat cukup banyak dan tersebar di Maluku Utara dengan berbagai ragam jenis tambang. Namun yang terpenting bahwa pengembangan lokas pertambangan tidak merubah fungsi hutan lindung atau kawasan lindung. Pengembangan secara lebih luas mengenai pertambangan tetap mengacu pada peraturan perundanganan mengenai kegiatan pertambangan secara nasional. Pemanfaatan lahan untuk pertambangan adalah pada tatanan kawasan budidaya yang non produktif dibagian permukaan tanah, sehingga memberikan manfaat lain pada kondisi tanah yang sebelumnya dianggap non produktif.

  g. Permukiman Kawasan pemukiman dalam struktur tatanan ruang adalah kawasan pemukiman perkotaan atau perdesaan. Sedangkan dalam wujud pengembangannya adalah dapat berupa permukiman tertentu menurut fungsi pemakainya, seperti permukiman transmigrasi, permukiman nelayan, permukiman pegawai, dan lain lain. Dalam hal pengembanga pemukiman, diarahkan untuk menempati lahan yang ditujukan sebagai lahan fungsi budidaya dengan kelerengan yang tidak sampai melebihi 25%. Alokasi ruang pemukiman adalah pada unit-unit satuan pedesaan atau perkotaan, karena pada hakekatnya penempatan ruang pemukiman adalah sebagai inti kegiatan kehidupan pedesaan dan perkotaan. Selain itu, pengembangan permukiman perlu disinergikan dengan keadaan infrastruktur seperti jaringan jalan, air bersih, listrik dan telekomunikasi. Rencana Tata Ruang baik di tingkat Kota dan Kabupaten pada dasarnya sudah menempatkan fungsi kota atau desa menurut ordenya masing-masing, dimana dalam ruang kota dan desa tersebut terdapat ruang kegiatan permukiman.

  h. Pariwisata Kawasan pariwisata banyak yang sudah berkembang di Maluku Utara, namun banyak juga yang belum diberdayakan sebagai sumber devisa daerah. Sejumlah peninggalan bersejarah seperti benteng, meriam, bahkan kebudayaan, dapa dijadikan oyek wisata melalui prosedur perlindungan benda bersejarah. Dengan demikian maka pada daerah tertentu yang memiliki peninggalan bersejarah tersebut perlu diberikan perlindungan pemanfaatan ruang sampai pada tingkat Kota/Kabupaten. Disebutkan diantaranya di Ternate, Tidore, Bacan, dan lain-lain. Sementara itu, kawasan lindung seperti taman suaka alam, hutan lindung, dan

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 10 Kabupaten Halmahera Tengah

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016
taman lindung laut, juga berpotensi untuk dijadikan obyek wisata. Dengan demikian pengembangan obyek wisata yang tersebar di sejumlah kawasan dikaitkan atau diintegrasikan dengan program pengendalian ruang kawasan lindung. i. Industri Pengembangan industri di Maluku Utara, dapat berupa industri berat maupun ringan dan dapat berada di suatu kawasan khusus industri, dengan persyaratan tetap di kawasan budidaya. Persyaratan lokasi kawasan industri telah diatur menurut ketentuan yang ada baik dari Deperindag maupun dari Departemen Kimpraswil. Pada prinsipnya alokasi kawasan industri berada pada kelerengan yang tidak lebih dari 8 persen serta dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk pengembangannya. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan

prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase. Secara diagramatis

hierarki pusat-pusat permukiman di Provinsi Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Rencana Struktur Pusat-Pusat Permukiman di Provinsi Maluku Utara

  Gugus Pulau (Wilayah Kota/Ibukota No. Hierarki Pengembangan) Kecamatan

  1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

  1 Ternate

  1 Tidore

  3 Tobelo,

  2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

  6 Labuha

  7 Sanana Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

  3.

  4 Daruba

  1 Sofifi

  2 Sidangoli

  2 Jailolo

  4. Pusat Kegiatan Lokal Wilayah (PKLW)

  5 Weda

  8 Bobong

  5 Maba

  3 Galela

  4 Bere-Bere

  4 Wayabula

  3 Kao

  3 Malifut

  2 Kedi

  2 Tongutesungi

  5. Pusat Kegiatan Lokal (PKL )

  2 Susupu

  5 Buli

  5 Payahe

  5 Patani

  5 Subaim

  6 Guruapin

  5 Lelief

  6 Mafa

  6 Saketa Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 11 Kabupaten Halmahera Tengah

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016

  6 Babang

  8 Falabisahaya

  7 Dofa

  5 Pulau Gebe Sumber : RTRW Propinsi Maluku Utara 2007-2027

Kota-kota yang diusulkan menjadi PKLW adalah Kota Jailolo, Weda, Bobong yang masing-

masing merupakan pusat pengembangan wilayah di Gugus Pulau 2, 5 dan 8. Kota Sofifi

diusulkan menjadi PKLW untuk menggantikan fungsi pusat pemerintahan Provinsi Maluku

Utara yang selama ini berada di Kota Ternate. Dengan demikian Kota Ternate yang semula

merupakan kota dengan fungsi pusat pemerintahan, difokuskan hanya untuk kegiatan pusat

perdagangan dan jasa, karena di kota ini sudah berkembang sarana dan prasarana

infrastruktur yang lebih lengkap dibandingkan kota-kota/kawasan-kawasan lain di Provinsi

Maluku Utara.

  

Secara lengkap rencana kebijakan untuk pengembangan PKN, PKW, PKSN, PKLW dan

PKL di Provinsi Maluku Utara adalah sebagai berikut:

  1. Rencana Kebijakan Pengembangan PKN  Pemantapan keterkaitan antar wilayah dengan kota-kota utama di wilayah Indonesia Bagian Timur (seperti Sorong, Fak-fak, Biak, Merauke, Dili, Manado, Kendari dan Ujung Pandang), Indonesia Bagian Barat (Surabaya, Jakarta, dan lain-lain) dan Negara Asia Pasifik (Australia, Jepang dan lain-lain) melalui peningkatan sarana dan prasarana komunikasi (laut, udara dan telekomunikasi);  Penyediaan prasarana perkotaan sesuai dengan fungsi kota dengan pendekatan program pembangunan prasarana kota terpadu;

 Peningkatan peran swasta dalam pembangunan prasarana dan sarana perkotaan;

 Pengembangan kegiatan ekonomi kota (industri, jasa, perdagangan, dan lain-lain) untuk memacu pertumbuhan daerah serta memperluas kesempatan kerja;  Penataan ruang kota melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian tata ruang kota yang berbasis mitigasi bencana.

  2. Rencana Kebijakan Pengembangan PKW  Penyediaaan prasarana perkotaan dengan pendekatan program pembangunan prasarana kota terpadu;  Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang dilayaninya melalui pengembangan jaringan jalan darat, laut dan udara;

   Peningkatan aksesibilitas ke wilayah regional, nasional maupun internasional yang dilayani melalui pengembangan jaringan transportasi laut dan udara, khususnya bagi pusat-pusat pengembangan wilayah di masing-masing Gugus Pulau yang berfungsi sebagai Pintu Jamak (Multy Gate);  Penataan ruang kota melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian tata ruang kota yang berbasis mitigasi bencana.

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 12 Kabupaten Halmahera Tengah

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Halmahera Tengah

  III - 13

  3. Rencana Kebijakan Pengembangan PKSN  Penyediaaan prasarana perkotaan dengan pendekatan program pembangunan prasarana kota terpadu;  Peningkatan aksesibilitas ke wilayah internasional yang dilayani melalui pengembangan jaringan transportasi laut dan udara;  Peningkatan wilayah perbatasan untuk menunjang kepentingan pertahanan keamanan nasional serta integrasi nasional;

 Peningkatan pembangunan prasarana dan sarana wilayah untuk peluang investasi.

   Penataan ruang kota melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian tata ruang kota yang berbasis mitigasi bencana.

  4. Rencana Kebijakan Pengembangan PKLW  Penyediaaan prasarana perkotaan dengan pendekatan program pembangunan prasarana kota terpadu;  Peningkatan aksesibilitas ke wilayah nasional yang dilayani melalui pengembangan jaringan transportasi laut dan udara;  Peningkatan wilayah perbatasan untuk menunjang kepentingan pertahanan keamanan wilayah Provinsi Maluku serta integrasi nasional;  Peningkatan pembangunan prasarana dan sarana wilayah Provinsi untuk peluang investasi;  Penataan ruang kota melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian tata ruang kota yang berbasis mitigasi bencana.

  5. Rencana Kebijakan Pengembangan PKL  Penyediaaan prasarana perkotaan dengan pendekatan program pembangunan prasarana kota terpadu;  Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang dilayani melalui pengembangan jaringan jalan darat dan laut;  Penataan ruang kota melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian tata ruang kota yang berbasis mitigasi bencana.

  Rencana struktur ruang di Provinsi Maluku Utara dapat dilihat pada Gambar 3.2.

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Halmahera Tengah

Gambar 3.2. Peta Rencana Struktur Ruang Di Provinsi Maluku Tahun 2027

  III - 14

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016

3.1.2.3. ARAHAN RENCANA T ATA RUANG WILAYAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

  Arahan pengembangan pola ruang wilayah mencakup 2 hal, yaitu Rencana

Pengembangan Kawasan Lindung dan Rencana pengembangan kawasan budidaya. Pola

pemanfataan ruang dan luasan wilayah untuk pola ruang di Kabupaten Halmahera Timur

dapat dilihat pada Tabel 3.4.

  1. Rencana pengembangan ruang kawasan lindung Di dalam Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten, pemantapan kawasan lindung merupakan salah satu produk utama yang akan dihasilkan. Penetapan kawasan lindungini mengacu pada hasil analisis kesesuaian lahan yang tercantum dalam Keppres No. 32 tahun 1990 mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam serta sumber daya buatan guna pembangunan berkelanjutan. Rencana Kawasan Lindung di Kabupaten Halmahera Tengah seluas 38.054,13 Ha atau mencapai 14,99 persen dari luas total wilayah Kabupaten Halmahera Tengah.

Tabel 3.6. Rencana Pengelolaan dan Sebaran Lokasi Kawasan Lindung di Kabupaten Halmahera Tengah

  Klasifikasi Kawasan Rencana Pengelolaan Lokasi Lindung

Kawasan resapan air adalah daerah yang

mempunyai kemampuan tinggi untuk

meresapkan air hujan sehingga merupakan

tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna

  Kawasan yang sebagai sumber air.

  Seluruh area memberikan hutan lindung Perlindungan terhadap kawasan resapan air, perlindungan terhadap dan hutan dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup kawasan dibawahnya : produksi bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu

  Kawasan Resapan Air

untuk keperluan penyediaan kebutuhan air

tanah dan pengendalian banjir, baik untuk

kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.

  a. Jalur sempadan sungai dan pantai

  b. Kawasan sekitar danau/bendungan/waduk

  c. Kawasan sekitar tegangan tinggi Kawasan perlindungan d. Sempadan jalan By Pass Halut setempat (ruang

  Tersebar

  e. Taman Kota dan pemakaman umum terbuka hijau)

a. Taman lingkungan untuk 100 penduduk

dengan luas 100 m2, atau standar 1 m2/pdd

yang dapat berdekatan dengan fasilitas

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 15 Kabupaten Halmahera Tengah

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016

  Klasifikasi Kawasan Rencana Pengelolaan Lokasi Lindung pendidikan SD

  • b. Taman skala kelurahan atau untuk 1000

    2000 penduduk dengan dan taman-taman

    dengan luas 6.00 m2;, atau standar 0,3 m2/pdd.

  c. Taman skala Kecamatan atau untuk 10,000 penduduk dengan luas 2000 m2, atau standar 0,2 m2/pdd.

  Weda, wairoro dan sekitar aliran air (rawan Kawasan yang diidentifikasi memiliki potensi

  Kawasan rawan banjir), mengalami bencana alam akibat longsor dan bencana sepanjang banjir pesisir pantai (rawan tsunami)

  Sumber : RTRW Kab. Halmahera Tengah

  2. Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya Kawasan budidaya merupakan kawasan di luar kawasan lindung, yang mempunyai fungsi utama budidaya, antara lain seperti: kawasan hutan produksi, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan permukiman. Rencana pengembangan Kawasan Budidaya di Kabupaten Halmahera Tengah seluas 214.945,92 Ha, atau mencapai 84,64 persen dari total luas wilayah Kabupaten Halmahera Tengah.

  Secara lebih jelas mengenai sebaran lokasi kawasan lindung dapat dilihat pada Gambar 3.3.

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 16 Kabupaten Halmahera Tengah

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Halmahera Tengah

Gambar 3.3. Peta Pola Ruang Kabupaten Halmahera Tengah

  III - 17

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016
Arahan pengembangan struktur ruang Kabupaten Halmahera Tengah dilakukan

dengan membagi wilayah kota ke dalam beberapa zona pengembangan yang bertujuan

untuk menciptakan kondisi struktur ruang wilayah Kabupaten Halmahera Tengah yang

efisien dalam pemanfaatan ruang dan efektif dalam membentuk struktur-struktur pelayanan

umum serta terpadu dan bersinergis dalam memanfaatkan semua potensi dan sumberdaya

yang tersedia. Kabupaten Halmahera Tengah sebagai wilayah yang relatif baru telah

mengalami perubahan yang sangat besar terhadap struktur ruangnya, dimana sebelumnya

hanya sebagai kawasan dengan fungsi sekunder maka setelah pemekaran, menjadi

kawasan dengan fungsi primer.

  Rencana pembagian wilayah Kabupaten Halmahera Tengah didasarkan pada

beberapa aspek yang dinilai memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk

dan menciptakan struktur ruang Kabupaten Halmahera Tengah yang terpadu, serasi,

selaras dan berkesinambungan yaitu :

  1. Mempersiapkan wilayah Kabupaten Halmahera Tengah untuk go international.

  

2. Mempertimbangkan akselerasi pembangunan dan penyebaran pusat-pusat pelayanan

dalam upaya pemerataan pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Halmahera Tengah.

  

3. Memperhatikan wilayah administratif Kabupaten Halmahera Tengah dengan batas-

batasnya serta cakupan luas wilayah dari masing-masing kecamatan tersebut.

  

4. Memperhitungkan keberadaan sistem-sistem pelayanan dan fungsi-fungsi kawasan

yang berkembang di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah.

  

5. Mempertimbangkan kondisi karakteristik alam dan geografis yang dimiliki Kabupaten

Halmahera Tengah serta aspek sosial budaya kependudukan.

Dengan dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka wilayah Kabupaten Halmahera

Tengah dibagi ke dalam lima Zona/ Wilayah Pengembangan dengan fungsi yang akan

dikembangkan, secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7. Wilayah Pengembangan

  Wilayah Pusat Fungsi Yang Dikembangkan Pengembangan a.

  Weda Pusat Pemerintahan Kabupaten b.

  Simpul transportasi laut dan darat c. Pertambangan d. Pertanian tanaman pangan e.

  Perkebunan WP I

  f.

  Perikanan laut g. Permukiman h. Jasa dan Perdagangan i. Pariwisata a.

  WP II Wairoro Pertanian tanaman pangan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

  III - 18 Kabupaten Halmahera Tengah

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Halmahera Tengah

  III - 19 Wilayah Pengembangan Pusat Fungsi Yang Dikembangkan b.

  Peternakan c. Perikanan laut d. Permukiman e.

  Pariwisata WP III Sagea a.

  Pusat pemerintahan kecamatan b. Perkebunan c. Perikanan laut d. Permukiman e.

  Pariwisata WP IV Patani a.

  Pusat pemerintahan kecamatan b. Simpul transportasi laut c. Pertambangan d. Perikanan laut e.

  Permukiman f. Pariwisata WP P.Gebe V

  Kapaleo a.

  Pusat pemerintahan kecamatan b. Simpul transportasi laut dan udara c. Pertambangan d. Perikanan laut e.

  Permukiman f. Pariwisata

  Sumber : RTRW Kab. Halmahera Tengah

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016

  Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Halmahera Tengah

Gambar 3.4. Peta Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah

  III - 20

  • Provinsi Maluku Utara Tahun 2016
Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap :

  1. Tata ruang di wilayah sekitarnya; 2. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau 3. peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Jenis kawasan strategis kabupaten meliputi kawasan strategis dari sudut kepentingan,

pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, antara lain adalah

kawasan metropolitan, kawasan ekonomi khusus, kawasan pengembangan ekonomi

terpadu, kawasan tertinggal, serta kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas. Kawasan

strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya, antara lain adalah kawasan adat

tertentu, kawasan konservasi warisan budaya, termasuk warisan budaya yang diakui

sebagai warisan dunia. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung

lingkungan hidup, antara lain adalah kawasan pelindungan dan pelestarian lingkungan

hidup, termasuk kawasan yang diakui sebagai warisan dunia.

  Nilai strategis kawasan tingkat kabupaten/kota diukur berdasarkan aspek

eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya pada Pasal 1 ayat

(30) dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa penataan

ruang diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup

kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan. Kawasan Strategis

Kabupaten Halmahera Tengah, yaitu:

  

1. Kawasan strategis dari sudut pertahanan dan keamanan di Kabupaten Halamahera

Tengan adalah kawasan Pulau Jiew yang merupakang terletak di

  2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi :

  a. kawasan Kota Weda, meliputi Kecamatan Weda

  b. kawasan Kota Terpadu Mandiri meliputi Kecamatan Weda Tengah

  c. kawasan Agropolitan meliputi Kecamatan Weda Selatan

  d. kawasan Industri Nikel meliputi Kecamatan Weda Tengah dan Kecamatan Pulau Gebe

  

3. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya yaitu: Kawasan sentra

budaya, meliputi Kecamatan Weda dan Kecamatan Patani

  

4. Sumber Daya Alam/Teknologi Tinggi, kaw. pariwisata, meliputi Kec. Weda dan Kec.

  Weda Utara, Kec. Patani, Kec. Patani Utara, dan Kec. Pulau Gebe.

  

5. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

terdiri atas : kawasan Taman Nasional Aketajawe, meliputi Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda Tengah. Kawasan hutan lindung berada di Kecamatan Weda, Weda Selatan, Weda Tengah, Weda Utara, dan Kecamatan Pulau Gebe,

Tabel 3.8. Identifikasi Kawasan Strategis Kabupaten Berdasarkan RTRW

  Kawasan Strategis Kabupaten Sudut Kepentingan Lokasi/Batas Kawasan Kawasan Pulau Jiew pertahanan dan keamanan Pulau Jiew

  Kawasan Kota W eda Ekonomi Kec. Weda Kawasan Kota Terpadu

  Ekonomi Kec. Weda Tengah Mandiri

  Kawasan Agropolitan Ekonomi Kec. Weda Selatan Kec. Weda Tengah, Kec. Kawasan Industri Nikel Ekonomi

  Pulau Gebe Kawasan sentra budaya Sosial Budaya Kec. Weda, Kec. Patani

  Kec. Weda & Kec. Weda Kawasan pariwisata SDA Utara, Kec. Patani, Kec. Patani

  Utara, dan Kec. Pulau Gebe kawasan Taman Nasional Kec. Weda, Kec. W eda Lingkungan Hidup

  Aketajawe Tengah

  Kec. Weda, Weda Selatan, Kawasan hutan lindung Lingkungan Hidup Weda Tengah, Weda Utara, dan Kec. Pulau Gebe

Tabel 3.9. Arahan RTRW Kabupaten Halmahera Tengah

ARAHAN POLA RUANG ARAHAN STRUKTUR RUANG

  Kawasan permukiman pengembangan pelayanan air minum dilakukan dengan yang akan pengembangan sumber daya air baku yang ditetapkan di Sungai Fidi dikembangkan yang dan Telaga Moriala Kecamatan W eda, Sungai Sagea Kecamatan tersebar di setiap ibukota Weda Utara, Sungai Air Jaton Kecamatan Weda Selatan kecamatan dan ibukota kabupaten Kawasan permukiman Pengembangan layanan air minum meliputi transmigrasi di Desa

  1. Wilayah permukiman dan pengembangannya

  2. Wilayah potensial pengembangan wisata; Waleh, Desa Mesa, Desa Dote, Desa Piniti