BAB IV PEMBAHASAN - ETIKA LINGKUNGAN PADA TRILOGI DONGENG KANCIL SAHABAT ALAM KARYA LITDA IR - repository perpustakaan

  contoh kutipan dalam trilogi Dongeng Kancil Sahabat Alam karya Litda Ir.

  6. Menyimpulkan hasil analisis.

BAB IV PEMBAHASAN Etika lingkungan merupakan objek niai yang berhubungan dengan tingkah

  laku, perbuatan, atau sikap manusia yang berkaitan dengan baik buruk, salah benar dari perilaku tersebut yang dilakukan seseorang di dalam hidup bermasyarakat, sesuai dengan aturan yang telah disepakati bersama. Melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang ada di dalam karya sastra diharapkan pembaca dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan yang disampaikan pengarang lewat karya sastra tersebut.

  Berikut adalah pembahasan tentang etika lingkungan pada trilogi dongeng

  

Kancil Sahabat Alam karya Litda Ir yang terdiri dari judul buku Kancil Sahabat

Alam, Kancil Sang Penyelamat dan Kancil Jadi Detektif.

  A.

  

Etika Lingkungan pada Trilogi Dongeng Kancil Sahabat Alam karya Litda Ir

1. Sikap Hormat Terhadap Alam (respect for nature)

  Sikap hormat terhadap alam maksudnya adalah setiap anggota komunitas ekologis, harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam ekologis itu, serta mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kohesivitas dan integritas komunitas ekologis alam tempat hidup. Sama halnya setiap anggota keluarga mempunyai kewajiban untuk menjaga keberadaan, kesejahteraan, dan kebersihan keluarga setiap anggota komunitas ekologis juga mempunyai kewajiban untuk menghargai dan menjaga alam ini sebagai sebuah rumah tangga.

  Dengan kata lain alam memiliki haknya untuk dihormati, tidak saja karena

  26 kehidupan manusia bergantung pada alam. Tetapi terutama karena kenyataan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam, manusia adalah anggota komunitas ekologis. Manusia berkewajiban menghargai hak semua mahluk hidup untuk berada, hidup, tumbuh dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptaanya.

  Prinsip hormat kepada alam terdapat pada kutipan, ketika Burung berbicara dengan Kancil. bahwa setiap mahluk hidup itu memang harus saling menyayangi satu dengan yang lainnya, karena ketika sudah memiliki rasa sayang, seperti manusia dengan binatang, tentunya keduanya akan saling melengkapi dan tidak saling mengganggu. Pada hakikatnya semua mahluk itu memiliki nilai yang sama, diciptakan untuk saling melengkapi, karena dengan tidak melakukan hal-hal yang merugikan alam misalnya seperti melakukan perburuan hewan secara liar, manusia berarti ikut menjaga keberlangsungan hidup sesama anggota komunitas ekologis, sehingga menghormati hewan untuk hidup dan menjaga untuk berkembang sesuai tatanan lingkungan yang ada, dengan begitu berarti manusia memberikan hak kepada mahluk hidup lain (binatang) untuk hidup dan tumbuh secara alamiah sesuai tujuan penciptanya.

  “Kita juga harus menyayangi dan memelihara semua ciptaan Tuhan, seperti tumbuhan, binatang, dan manusia. Benar kan, Cil?”kata Burung sambil bertanya. “Benar…benar,” kata Kancil senang. (KSP: 44:45) Dari kutipan tersebut, Burung mengatakan kepada Kancil jika sesama mahluk hidup harus saling menyayangi dan memelihara semua ciptaan Tuhan, di sini motivasi yang disampaikan dalam dongeng adalah bahwa manusia harus memelihara semua ciptaan Tuhan misalnya binatang tumbuhan serta menghargainya untuk tetap hidup. Menjadikan alam sebagai sahabat. Ketika manusia tidak melakukan perburuan binatang secara liar dan menghormati hak binatang untuk hidup, tentu saja itu akan membantu menjaga tatanan ekosistem. Manusia akan hidup berdampingan dengan alam. Menghormati hak hidup hewan atau kebebasan hewan dan tumbuhan.

  Mahluk hidup lain harus dianggap sederajat sebagaimana hak dasar manusia, jika manusia telah memiliki sikap menghormati hewan tentu saja tidak akan merusak rantai makanan yang ada, sehingga kelangsungan ekosistem terus terpelihara dan terjaga. Tetapi ketika manusia melakukan memburu hewan secara liar kemudian membunuhnya atau memusnahkan sebagian hewan tersebut, itu berarti ia tidak bisa menghormati hak mahluk hidup lain, maka akibat yang akan terjadi tentu saja adalah kepunahan binatang yang akan mengakibatkan terganggunya tatanan alam semesta. Misalnya kita lihat saja tentang rantai makanan; ketika ular punah. Apa yang terjadi, maka populasi kodok akan meningkat. Mungkin karena populasi kodok yang meningkat, maka ulat-ulat pemakan daun akan punah juga habis dimakan kodok. Kemudian bagaimana dengan burung hantunya. Ada kemungkinan, karena ular sudah tidak ada lagi, maka burung hantu tidak ada makanan lagi dan akhirnya menyusul ikut punah. Hilang atau punahnya suatu spesies, bisa memicu kepunahan spesies lainnya. Atau bisa jadi akan terjadi hal lain, mungkin saja spesies tersebut bisa bertahan hidup dengan melakukan adaptasi, misalnya dengan menemukan sumber makanan baru. Tapi yang harus digaris bawahi, proses adaptasi itu memakan waktu yang cukup lama, dan mungkin saja akan terjadi evolusi.

  Etika lingkungan sikap hormat terhadap alam juga terdapat pada kutipan, ketika Kura-kura yang lupa, akan membuang sampah di laut. Tetapi di sini sosok Kancil mengingatkan Kura-kura yang tidak tahu akan bahaya membuang sampah sembarangan. Kura-kura akhirnya mengerti jika membuang sampah sembarangan di laut akan membuat hewan-hewan laut mati, karena mengotori laut yang bersih karena dengan membuang sampah pada tempatnya tentu saja tidak akan mengganggu eksistensi mahluk hidup lain, jadi dengan membuang sampah pada tempatnya, manusia berarti sudah menghormati alam, dengan tidak merusak tatanan alam yang menjadi tempat hidup manusia atau mahluk hidup lain.

  “Eits..jangan buang kulit kacang itu di laut,” cegah Kancil. “Mengapa?” tanya Kura-kura. “Ya, karena dapat membuat laut ini menjadi kotor dan teman-teman kita si ikan menjadi mati,” jawab Kancil memberitahu (KJD: 44) Dalam kutipan tersebut, digambarkan Kancil yang mencegah Kura-kura untuk membuang sampah di laut, karena akan mencemari laut dan mengakibatkan satwa-satwa laut mati. Motivasi yang di sampaikan di sini, ketika manusia menghormati alam dengan membuang sampah pada tempatnya, misalnya saja tidak membuang sampah di laut dan tidak mengotori laut, tentu saja yang terjadi adalah laut menjadi indah dan bersih, dan kehidupan di laut juga akan terjaga seperti ikan- ikan, terumbu karang dan berbagai jenis kehidupan di laut.

  Tetapi ketika manusia membuang sampah sembarangan misalnya di laut, tentu saja akan mengakibatkan banyak permasalahan yang akan mengancam eksistensi hidup mahluk lain atau bahkan manusia itu sendiri. Banyaknya sampah di laut, baik yang mengambang maupun yang tenggelam, semua itu mengganggu pergerakan para satwa laut seperti ikan, penyu, dan anjing laut. Sampah kantong plastik, jaring, dan tali pancing menjadi penghalang bagi pergerakan satwa laut.

  Banyak ikan yang perjalanannya terhalang oleh plastik-plastik bahkan terjerat benang pancingan. Akibat sampah, makanan satwa laut menjadi tercemar. Banyak satwa laut seperti ikan, penyu, bahkan burung yang makan ikan laut yang memakan sampah plastik. Karena memakan sampah, banyak dari mereka yang mati karena sampah plastik berbahaya dan bahkan tidak bisa terurai. Sisa makanan manusia dan pembuangan dari kapal juga mencemari air laut karena pembusukan sisa makanan tersebut. Rasa air laut yang asinpun dapat menjadi rasa lain karena tercampur makanan sisa yang membusuk di laut. Jika laut sudah tercemar sampah, maka virus, bakteri dan parasit akan hidup didalamnya. Hal ini dapat menyebabkan penyakit bagi orang-orang yang berenang di laut. Kesimpulannya membuang sampah sembarangan di laut akan mengakibatkan banyak satwa mati dan itu artinya manusia tidak menghargai hak binatang untuk hidup.

  Dalam etika lingkungan yang sama juga tergambar pada kutipan ketika Kancil melihat teman-temannya terbatuk-batuk karena asap yang entah darimana asalnya. Ternyata Musang yang sedang membakar ranting-ranting pohon kering.

  Kemudian Kancil mengingatkan Musang jika membakar ranting di hutan itu akan mengakibatkan kebakaran yang akan mengganggu eksistensi mahluk hidup lain.

  Ketika tidak melakukan pembakaran hutan, manusia telah membantu mahluk hidup lain untuk tetap hidup di dalam hutan tersebut.

  “Oh gitu ya, Cil, Baiklah, aku akan minta maaf pada teman-temanku,” kata Musang menyesal. Akhirnya si Musang mengakui kesalahannya. Musang tidak mau lagi bermain api. Hutan pun kembali sejuk, bersih dan hijau, karena tidak ada lagi asap,” “Hmm…segar,” kata Kancil sambil menghisap udara di hutan (KJD: 34-35) Dari kutipan dongeng tersebut, etika lingkungan sikap hormat terhadap alam dengan tidak membakar hutan, bisa digambarkan Kancil yang mengingatkan

  Musang, jika apa yang dilakukan Musang itu tidak baik, dan akan merusak kehidupan mahluk hidup lain. Dengan melakukan pemeliharaan hutan maka akan bisa menjaga kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya.

  Hutan sangat berpengaruh terhadap semuanya. Manusia pun sangat memerlukan hutan untuk kehidupannya. Bagi para binatang hutan merupakan tempat mereka untuk melangsungkan kehidupannya. Sebagai habitat yang besar untuk menyimpan dan menampung bermacam flora dan fauna didalamnya. Hutan bagi hewan juga untuk tempat mereka mencari makanan untuk tetap bertahan hidup dan dapat berkembang biak. Berkembang biak adalah proses untuk mendapatkan dan memperbanyak keturunan. Hal yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup didunia ini. Begitulah kerja dari hutan yang sangat bermanfaat untuk kelangsungan banyak kehidupan di dunia ini.

  Tetapi ketika manusia dengan sengaja melakukan pembakaran hutan yang merupakan salah satu tempat hidup bagi binatang, seperti burung, monyet. Bahkan, harimau dan spesies lain yang ada di dalam hutan tersebut. Jika hutan terbakar, secara otomatis mereka juga akan ikut musnah terbakar karena tidak bisa keluar dari kobaran api yang membakar hutan. Berkurangnya spesies ini akan mengubah tatanan hidup dalam hutan tersebut. Hilangnya sejumlah spesies, selain membakar aneka kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Kesimpulannya jika hutan terbakar tentu mahluk hidup yang ada di dalam hutan tersebut juga akan punah.

2. Prinsip Tanggung Jawab (moral reponbility for nature)

  Prinsip tanggung jawab ini, akan muncul seandainya sikap dan pandangan yang dimiliki oleh manusia bahwa alam bukan dilihat sekedar untuk kepentingan manusia, karena ketika alam dilihat sekedar demi kepentingan manusia maka alam akan dieksploitasi tanpa rasa tanggung jawab. Sebaliknya jika alam dihargai dan bernilai pada dirinya sendiri, maka rasa tanggung jawab akan muncul dengan sendirinya dalam diri manusia.

  Kenyataan ini saja melahirkan sebuah prinsip moral bahwa manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestariannya. Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta, bertanggung jawab pula untuk menjaganya.

  Prinsip tanggung jawab terhadap alam terdapat pada kutipan ketika Siput menyuruh Tupai untuk membuang sampah pada tempatnya. Membuang sampah pada tempatnya termasuk dalam etika lingkungan prinsip tanggung jawab, karena prinsip tanggung jawab mengharuskan manusia untuk senantiasa menjaga alam atau lingkungan, dengan membuang sampah pada tempatnya manusia berarti ikut bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan. Etika lingkungan prinsip tanggung jawab, terdapat pada kutipan ketika Kancil yang sedang menemui Siput yang sedang bersedih karena melihat Tupai yang membuang sampah sembarangan.

  “Hai Siput! Kamu kenapa?”tanya Kancil “Kemarin, waktu aku sedang berjalan-jalan di tepi pantai, aku melihat Tupai asyik makan kelapa yang diambilnya dari pohon. Namun, sampahnya dibuang sembarangan, membuat pantai ini kotor,” kata Siput menjelaskan. “Aku memintanya untuk membersihkannya. Dia mau melakukannya asalkan aku bisa memenangkan lomba lari dengannya,” tambah Siput.(KSA; 29).

  Dalam kutipan tersebut digambarkan Siput yang memiliki sikap tanggung jawab menjaga alam, ia mengingatkan Tupai untuk membuang sampah pada tempatnya. Di sini Tupai mau membuang sampah pada tempatnya ketika Siput mau diajak lomba lari. Etika yang disampaikan dalam kutipan tersebut adalah, manusia harus memiliki dan menanamkan rasa tanggung jawab pada dirinya. Agar memiliki sikap mau membuang sampah pada tempatnya. Ketika manusia memiliki rasa tanggung jawab membuang sampah pada tempatnya tentu saja hal tersebut memiliki nilai yang tinggi, karena jika manusia memiliki kesadaran bahwa membuang sampah pada tempatnya adalah kewajiban dan tanggung jawab setiap inidvidu, tentu saja hal tersebut dapat menimbulkan dampak positif bagi manusia juga alam. Misalnya saja lingkungan menjadi bersih, dan nyaman untuk ditinggali. Tetapi, jika manusia tidak memiliki rasa tanggung jawab membuang sampah pada tempatnya, hal tersebut akan mengakibatkan dampak negatif. Hilangnya rasa tanggung jawab manusia akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya akan mengakibatkan manusia tidak memiliki rasa tanggung jawab dan manusia akan seenaknya sendiri dalam memperlakukan alam. Hal tersebut yang akan menjadikan kerusakan lingkungan akibat kurang sadarnya pentingnya membuang sampah pada tempatnya.

  Etika lingkungan tanggung jawab terdapat pada kutipan ketika Kancil mengingatkan Musang untuk tidak membakar ranting-ranting pohon kering secara berlebihan, karena itu amat mengganggu binatang lain.

  “Hmm….kenapa kamu lakukan ini Musang?” tanya Kancil ingin tahu. “Asapnya sangat mengganggu dan bisa merusak kesehatan kita,”lanjut Kancil.

  “Aku ingin burung-burung itu tidak bisa terbang karena mereka telah mengganggu tidur siangku,” jawabnya. (KJD: 32-33 Dari kutipan tersebut, Kancil memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga hutan, dengan mengingatkan Musang untuk tidak melakukan pembakaran hutan.

  Etika lingkungan yang disampaikan adalah ketika manusia tidak membakar hutan, ketika setiap manusia merasa memiliki alam, tentu saja sikap tanggung jawab akan melekat pada dirinya. Dengan memiliki sikap tanggung jawab tidak membakar hutan, maka manusia akan selalu berusaha menjaga hutan agar tidak terbakar ataupun merusaknya. Tetapi, Jika prinsip tanggung jawab tidak membakar hutan tidak dimiliki oleh manusia, maka yang terjadi manusia akan melakukan hal-hal yang tentunya akan merusak alam, manusia akan seenaknya sendiri dalam memperlakukan alam yang nantinya akan menimbulkan kerusakan alam yang mengakibatkan kerugian bukan hanya pada manusia itu sendiri tetapi juga terhadap alam.

  Kutipan yang menggambarkan etika lingkungan prinsip tanggung jawab berikutnya adalah, karena jika manusia selalu memperhitungkan pemanfaatan alam tentu saja itu tidak akan merusak tatanan ekosistem yang ada, manusia sama saja ikut menjaga eksistensi mahluk hidup lain. Etika lingkungan prinsip tanggung jawab pada nilai pendidikan penuh perhitungan dalam memanfaatkan alam terdapat pada kutipan ketika Kancil mengingatkan pentingnya air kepada Kerbau, Kancil mengajak kerbau untuk ikut berhemat air.

  “Benar, tapi tidak hanya itu saja. Sebenarnya air juga bermanfaat untuk minum, mandi, mencuci, dan menyiram tanaman,” kata Kancil memberi tahu. “Disaat kekurangan air seperti ini, kita baru bisa tahu betapa pentingnya air,” “Wah, banyak sekali manfaat air, Cil,” kata Kerbau kaget. “Ya, jadi karena manfaat yang banyak itulah kita tidak boleh membuang- buang air untuk sesuatu yang tidak perlu. Kita harus berhemat menggunakan air,” kata Kancil.(KJD: 66-67) Dalam kutipan tersebut Kancil memiliki sikap tanggung jawab mengingatkan

  Kerbau agar berhemat air, agar tidak menggunakan air secara berlebihan meskipun sedang musim hujan sekalipun, karena jika musim kemarau pasti akan terkena akibatnya, yaitu kekurangan air di hutan. Motivasi yang di sampaikan, jika setiap manusia memiliki prinsip tanggung jawab memperhitungkan dalam pemanfaatkan alam, tentu saja manusia tidak akan menggunakan alam sesuai kemauannya sendiri, manusia hanya menggunakan alam sesuai kebutuhannya, tidak mengeksploitasi alam sehingga mengakibatkan kerusakan yang merugikan alam.

  Tetapi jika manusia tidak memperhitungkan dalam memanfaatkan alam dan ketika manusia tidak memiliki rasa tanggung jawab dalam memanfaatkan alam, tentu saja manusia akan mengekploitasi alam, pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan yang memiliki efek negatif. Misalnya saja yang sering terjadi selain pemanfaatan hewan secara liar, manusia juga banyak memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di hutan secara berlebihan seperti kayu, sebagai gambaran dari kerusakan hutan karena mengekploitasi alam secara berlebihan, maka akan mengakibatkan kesuburan tanah dan sifat-sifat tanah menjadi buruk di hutan tersebut (Resosoedarmo, 1987; 86-87). Kesimpulannya sikap tanggung jawab penuh perhitungan dalam memanfaatkan alam, harus dimiliki setiap individu agar alam juga tetap menjadi tempat berlindung yang nyaman bagi hewan dan juga tumbuhan, dan manusia boleh memanfaatkannya tetapi tidak boleh berlebihan.

3. Soladaritas kosmis (cosmic solidarity)

  Prinsip solidaritas kosmis ini adalah prinsip solidaritas bahwa manusia adalah

  bagian integral dari alam semesta. Manusia memiliki kedudukan sederajat dengan alam dan semua mahluk hidup di alam ini. Kenyataan ini membuat diri manusia memiliki perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama mahluk hidup lain. Manusia lalu bisa ikut merasakan apa yang dirasakan oleh mahluk hidup lain di alam semesta ini. Manusia bisa merasa sedih dan sakit jika menghadapi kenyataan memilukan berupa rusak dan punahnya mahluk hidup tertentu, ia ikut merasakan apa yang terjadi dengan alam, karena ia merasa satu dengan alam. Kemudian dengan sikap solidaritas ini akan selalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan kehidupan alam ini, karena alam dan kehidupan lainnya mempunyai nilai sama dengan kehidupan manusia.

  Etika lingkungan yang mengacu pada prinsip solidaritas kosmis terdapat pada kutipan ketika Siput menangis melihat pantai yang kotor akibat Tupai membuang sampah sembarangan. Siput mengingatkan Tupai untuk membuang sampah pada tempatnya, karena dengan membuang sampah pada tempatnya berarti manusia memiliki keperdulian atau solidaritas terhadap alam.

  “Namun, dari kejauhan Kancil melihat seekor Siput yang sedang menangis” “Huu…huu..huu..,” Hai Siput! Kamu kenapa?”tanya Kancil “Kemarin, waktu aku sedang berjalan-jalan di tepi pantai, aku melihat Tupai asyik makan kelapa yang diambilnya dari pohon. Namun, sampahnya dibuang sembarangan, membuat pantai ini kotor,” kata Siput menjelaskan. “Aku memintanya untuk membersihkannya. Dia mau melakukannya asalkan aku bisa memenangkan lomba lari dengannya,” tambah Siput.(KSA; 29) Dari kutipan tersebut Siput memiliki sikap solidaritas kosmis yaitu ketika pantai menjadi kotor, ia bersedih dan menangis. Ia juga meminta Tupai untuk membersihkannya, karena Tupai yang membuang sampah sembarangan. Tetapi Tupai malah mengajak Siput untuk lomba lari, jika ingin Tupai membuang sampah pada tempatnya. Sikap solidaritas kosmis juga dimiliki oleh Kancil dan Kura-kura, ketika Kura-kura yang tidak tahu bahaya membuang sampah sembarangan, Kura- kura yang akan membuang sampah di laut kemudian dilarang oleh Kancil, karena Kancil memiliki sikap solidaritas kosmis, yaitu ia tidak mau teman-temannya di laut akan mati, jika teman-temannya yang hidup di laut mati tentu saja itu akan membuat sedih Kancil dan Kura-kura.

  “Eits..jangan buang kulit kacang itu di laut,” cegah Kancil. “Mengapa?” tanya Kura-kura. “Ya, karena dapat membuat laut ini menjadi kotor dan teman-teman kita si ikan menjadi mati,” jawab Kancil memberitahu (KJD: 44)

  Dalam kutipan tersebut disampaikan motivasi, jika seseorang telah memiliki sikap solidaritas terhadap alam, tentu ia akan bersedih ketika melihat alam yang rusak akibat sampah yang menumpuk, karena jika seseorang memiliki rasa solidaritas terhadap alam, yang diaplikasikan dengan membuang sampah pada tempatnya, itu berarti menganggap alam adalah sesuatu yang harus dihargai, karena pada hakikatnya alam dan manusia memiliki kedudukan dan hak yang sama.

  Manusia akan merasa sedih jika melihat lingkungan yang kotor dan penuh dengan sampah yang mengakibatkan banyak masalah. Itu karena sikap solidaritas sudah melekat pada diri seseorang tersebut, tetapi jika manusia lebih suka membuang sampah sembarangan berarti manusia tersebut tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan tidak memiliki sikap solider terhadap alam, manusia tersebut dikatakan egois karena memikirkan diri sendiri tanpa memikirkan lingkungan, ia tidak akan merasakan sedih ketika melihat sampah berserakan di tempat-tempat yang seharusnya bukan tempat pembuangan sampah. Manusia yang tidak memiliki rasa solidaritas baru akan bersedih dan merasakan penderitaan yang sama dengan alam ketika mereka merasakan bencana yang terjadi akibat membuang sampah sembarangan tersebut.

  Etika lingkungan solidaritas kosmis juga terdapat pada kutipan, ketika Kancil mencaritahu tentang asap yang mengganggu teman-temanya. Asap-asap tersebut diakibatkan oleh pembakaran ranting pohon yang berlebihan, yang akan mengakibatkan kebakaran hutan, karena dengan tidak membakar hutan berarti manusia perduli dengan alam, dan manusia akan merasa sedih jika hutan tersebut terbakar, dan mengakibatkan kerugian.

  “Hmm….aku harus mencaritahu penyebab timbulnya asap ini. Aku tidak mau teman-temanku mati karena asap-asap ini. Aku tahu, tidak ada tempat tinggal yang baik utuk mereka selain hutan ini,”pikir Kancil. “Teman-teman, aku akan mencaritahu darimana datangnya asap ini. Jadi, mulai sekarang panggil aku detektif Kancil, oke?”kata Kancil semangat.

  Dalam kutipan tersebut, Kancil memiliki sikap solidaritas kosmis, karena ia merasa sedih ketika banyak asap di tempat yang ia tinggali. Kemudian ia mencaritahu apa yang menimbulkan terjadi banyak asap tersebut. Ternyata Musang yang sedang membakar ranting-ranting pohon kering. Kemudian Kancil mengingatkan Musang untuk tidak melakukan hal yang akan mengakibatkan kebakaran hutan, jika Musang terus melakukan membakar ranting terus-menerus tentu saja itu akan mengakibatkan kebakaran hutan yang akan membuat Kancil dan juga Musang sedih. Motivasi yang disampaikan adalah jika manusia memiliki prinsip solidaritas kosmis dengan tidak membakar hutan, itu sama artinya manusia perduli terhadap hutan, dan akan merasa sedih dan sepenanggungan ketika hutan itu terbakar. Tentu saja itu karena prinsip solidaritas yang melekat pada dirinya, yaitu menganggap alam sama seperti dirinya, yang layak mendapatkan keperdulian.

  Tetapi jika manusia membakar hutan secara sengaja, berarti ia tidak memiliki prinsip solidaritas kosmis atau prinsip sepenanggungan dengan alam, tentu saja ia tidak akan merasakan sedih atau solider dengan alam yang rusak, bahkan manusia tersebut akan tega membakar hutan yang menjadi sumber kehidupan mahluk-mahluk lain.

  Kesimpulannya pentingnya solidaritas dengan alam karena manusia dengan alam adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Maka manusia memang sudah seharusnya membangun hubungan solider dengan alam. Hubungan solider berarti alam mestinya diperlakukan dengan penuh belas kasihan. Manusia harus merasakan penderitaan alam sebagai penderitaannya dan kerusakan alam sebagai kerusakannya juga. Seluruh makhluk dan lingkungan sekitar tidak diperlakukan semena-mena, tidak dirusak, tidak dicemari dan semua isinya tidak dibiarkan musnah atau punah.

  Manusia tidak boleh bersikap kejam terhadap alam, khususnya terhadap sesama makhluk. Dengan cara itu, manusia dan alam secara bersama (kooperatif) menjaga dan memelihara ekosistem.

4. Kasih Sayang dan Keperdulian Terhadap Alam ( caring for nature)

  Sebagai sesama anggota komunitas ekologis yang setara, manusia digugah untuk mencintai, menyayangi dan perduli terhadap alam, dan seluruh isinya tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang dan keperdulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis, semua mahluk hidup punya hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti dan dirawat. Dalam prinsip ini justru dikatakan bahwa manusia akan semakin kaya dan merealisasikan dirinya sebagai pribadi ekologis. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai dan penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam.

  Etika lingkungan prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam terdapat pada kutipan Ketika Kancil meminta monyet untuk tidak membuang sampah sembarangan, di sini Kancil menganggap alam sebagai sahabatnya, sehingga ia selalu menyayangi alam. Membuang sampah pada tempatnya termasuk etika lingkungan prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam (caring for nature), karena dengan manusia memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya, berarti dia memiliki keperdulian dan kasih sayang terhadap alam, dan ikut andil dalam menjaga dan melestarikan lingkungan.

  “Nah, itulah akibatnya kalau kamu membuang sampah sembarangan,” kata Kancil member tahu Ya, aku janji tidak akan membuang sampah sembarangan lagi dan selalu menjaga kebersihan lingkungan,” kata Monyet menyesal.

  “Bagus, lingkungan juga sahabat kita. Jadi, kita harus menjaga lingkungan agar tetap bersih,” kata Kancil dengan semangat.(KSP; 26-27) Dalam kutipan tersebut, Kancil memiliki sikap kasih sayang dan keperdulian terhadapa alam, ia tidak mau melihat alam menjadi kotor akibat sampah yang menumpuk, motivasi yang disampaikan dalam dongeng ini adalah, jika manusia memiliki prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam (caring for nature) secara otomatis, ia akan melakukan tindakan yang menjaga dan merawat alam (lingkungan), dan ia juga perduli bahwa alam itu seharusnya dijaga dan di rawat agar tetap menjadi indah dan dapat dinikmati, tetapi jika manusia membuang sampah sembarangan berarti dalam etika lingkungan dia tidak memiliki prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam (caring for nature), dia tidak mau ikut menjaga dan merawat alam sebagai sumber kehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Membuang sampah sembarangan sama saja merusak alam yang akan mengakibatkan dampak yang negatif bagi alam dan lingkungan.

  Etika lingkungan prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam juga terdapat pada kutipan ketika Pak Kuda sedang berbicara dengan Kancil, yaitu sesama mahluk hidup harus saling menyayangi dan menjaga satu dengan yang lain dan tidak diperbolehkan memburu hewan secara liar, karena dengan tidak berburu hewan secara liar berarti manusia ikut menjaga dan melestarikan pertumbuhan hewan langka yang ada, itu artinya manusia memiliki prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam.

  “Hmm…kupikir manusia jangan lagi memburu binatang dan merusak lingkungan,” kata Kancil menjelaskan. “Satu lagi, Cil! Jadikanlah binatang dan alam ini sebagai sahabat kita bersama. Hmm..boleh dimanfaatkan, tetapi tidak secara berlebihan kan, Cil?” seru Pak Kuda mengerti. “Benar,” jawab Kancil Lantang. (KSA:66) Dari kutipan tersebut jelas disampaikan prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam. Kancil mengingatkan sahabat-sahabatnya untuk saling mencintai dan menyayangi sesama mahluk hidup, karena, tidak memburu hewan secara liar termasuk bentuk prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam, dengan tidak memburu hewan secara liar berarti manusia telah turut andil perduli terhadap alam itu artinya manusia mencintai alam dan mahluk hidup di dalamnya, sehingga menjaga tatanan rantai makanan yang ada dalam ekosistem. Dengan tidak memburu hewan secara liar, tentu saja memiliki dampak yang positif, salah satunya membiarkan hewan tetap hidup, dan mengurangi kelangkaan hewan akibat perburuan hewan secara liar. Tetapi, jika manusia memburu hewan secara liar, itu artinya ia tidak memiliki prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam, ia tidak mau turut serta menjaga dan merawat alam, tetapi ia ikut merusaknya dengan melakukan perburuan hewan secara liar, yang mengakibatkan dampak negatif salah satunya semakin menambah angka kelangkaan satwa-satwa liar yang menjadi primata bagi negara atau suatu daerah.

  Etika lingkungan prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam selanjutnya terdapat pada kutipan , dengan tidak membakar hutan berarti manusia telah perduli dalam melestarikan hutan yang menjadi salah satu sumber kehidupan manusia. Etika lingkungan prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam pada nilai pendidikan tidak membakar hutan terdapat pada kutipan ketika Kancil mengingatkan Musang yang akan membakar ranting-ranting pohon kering, karena Ia ingin mengusir Burung.

  “Hmm….kenapa kamu lakukan ini Musang?”tanya Kancil ingin tahu. “Asapnya sangat mengganggu dan bisa merusak kesehatan kita,” lanjut Kancil. (KJD:32).

  Dari kutipan tersebut, digambarkan prinsip kasih sayang dan keperdulian kepada alam yaitu ketika Kancil mengingatkan Musang untuk tidak membakar ranting-ranting pohon yang kering, di sini Kancil berarti memiliki sikap kasih sayang dan perduli terhadap alam dengan cara mengingatkan Musang, agar tidak merusak hutan, dengan melakukan pembakaran hutan. Motivasi yang disampaikan adalah jika manusia tidak membakar hutan itu berarti manusia memiliki prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, manusia telah perduli kepada kehidupan alam, dengan ikut melestariakan alam salah satunya dengan tidak membakar hutan sebagai salah satu ekosistem yang ada. Semua itu adalah bentuk kasih sayang dan keperdulian manusia terhadap alam. Tetapi, jika manusia tidak memiliki prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, maka tentu saja yang dilakukan adalah merusak dan tidak turut serta menjaga alam. Manusia akan seenaknya sendiri dan tidak perduli terhadap alam karena ia tidak memiliki rasa cinta terhadap alam. Jika manusia tidak perduli terhadap alam tentu saja manusia hanya mengambil keuntungan yang ada di dalam alam, kemudian tidak memikirkan baik-buruknya tindakan yang dilakukannya.

5. Prinsip Tidak Merugikan (no harm)

  No harm maksudnya manusia memiliki tanggung jawab dan kewajiban moral

  terhadap alam paling tidak manusia tidak merugikan alam secara tidak perlu misalnya merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta.

  Manusia memiliki kewajiban moral untuk melindungi alam ini. Manusia diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dan tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal itu dilakukan dengan bijaksana yaitu dengan tetap menghargai mahluk hidup lain untuk hidup, intinya manusia tidak merugikan mahluk lain dalam memanfaatkan alam.

  Etika lingkungan tidak merugikan digambarkan ketika Kancil memberitahu Kura-kura jika membuang sampah sembarangan adalah hal yang merugikan mahluk hidup lain, dengan seseorang membuang sampah pada tempatnya berarti ia tidak membuat kotor dan tidak merugikan diri sendiri dan juga mahluk hidup lain.

  “Eits jangan buang kulit kacang itu di laut,” cegah Kancil. “Mengapa?” tanya Kura-kura. “Ya, karena dapat membuat laut ini menjadi kotor dan teman-teman kita si ikan menjadi mati,” jawab Kancil memberitahu “Kancil benar. Teman-temanku banyak yang mati karena kotoran limbah dari kapal-kapal besar. Laut ini menjadi kotor sekali. Penangkapan ikan yang berlebih oleh para nelayan, juga membuat kami hamper punah,” kata Lumba- lumba yang tiba-tiba muncul (KJD: 44-45) Dalam kutipan tersebut digambarkan, etika lingkungan tidak merugikan, ketika Kura-kura yang tidak membuang sampah sembarangan, dan itu artinya tidak merugikan binatang yang tinggal di laut. Motivasi yang disampaikan jika manusia membuang sampah pada tempatnya dalam konteks tidak merugikan, tentu saja itu hal sangat positif dan tidak merugikan bagi diri sendiri atau mahluk lain, karena dengan membuang sampah pada tempatnya, tidak akan merusak lingkungan dan tidak akan merugikan mahluk lain, tentu saja dengan membuang sampah pada tempatnya tidak akan menyebabkan kerugian karena banjir dan bencana alam yang diakibatkan sampah yang menumpuk.

  Tetapi, jika manusia membuang sampah sembarangan itu berarti ia tidak memiliki prinsip tidak merugikan atau no harm dalam dirinya, karena dengan tidak memiliki prinsip tidak merugikan itu berarti yang akan terjadi manusia akan melakukan hal-hal yang akan merugikan dan mengganggu mahluk hidup lain untuk hidup, misalnya saja dengan membuang sampah sembarangan selain akan mengakibatkan kerugian karena akan terjadi banjir, membuang sampah sembarangan juga dapat merugikan mahluk hidup lain.

  Etika lingkungan prinsip tidak merugikan juga digambarkan pada kutipan ketika Kancil mengingatkan Musang jika pembakaran ranting-ranting di hutan itu akan mengakibatkan kerugian, kemudian Musang meminta maaf dan tidak akan melakukan hal-hal yang akan mengakibatkan kerugian mahluk lain dan juga dirinya, karena pembakaran hutan yang disengaja oleh manusia akan merugikan banyak pihak, manusia, hewan dan tumbuhan akan merasa terganggu dengan pembakaran hutan tersebut, pembakaran hutan juga bisa mengganggu dan membunuh mahluk hidup lain yang berada di dalam hutan.

  “Hmm….kamu kan bisa beri tahu para burung dengan baik-baik. Tahu tidak, bermain api itu bisa menyebabkan kebakaran dan membahayakan dirimu serta orang lain. Coba bayangkan kalau hutan ini terbakar, tentu kamu dan teman-teman tak lagi punya tempat tinggal. Mungkin kita akan mati karena sudah tak ada lagi makanan di hutan ini!” kata Kancil mengingatkan. “Oh gitu ya, Cil, Baiklah, aku akan minta maaf pada teman-temanku,” kata Musang menyesal. Akhirnya si Musang mengakui kesalahannya. Musang tidak mau lagi bermain api. Hutan pun kembali sejuk, bersih dan hijau, karena tidak ada lagi asap,” “Hmm…segar,” kata Kancil sambil menghisap udara di hutan (KJD: 34-35) Dalam kutipan tersebut digambarkan Kancil yang mengingatkan Musang yang akan kembali bermain api, yang mengakibatkan hewan lain terganggu. Musang akhirnya sadar dan meminta maaf , dan tidak akan melakukan perbuatan yang akan merugikan diri sendiri dan teman-temannya. Motivasi yang disampaikan adalah, jika manusia tidak melakukan tindakan negatif membakar hutan, tetapi ia menjaga kelestarian hutan berarti pinsip tidak merugikan telah melekat pada dirinya. Ia tidak mau merugikan diri sendiri atau orang lain bahkan mungkin mahluk hidup lain dengan melakukan tindakan pembakaran hutan. Tetapi, jika manusia dengan sengaja melakukan tindakan pembakaran hutan, berarti ia tidak memiliki prinsip tidak merugikan, karena dengan melakukan pembakaran hutan baik disengaja ataupun tidak disengaja, itu akan sangat merugikan mahluk hidup lain dan juga dirinya sendiri. Jika manusia tidak memiliki prinsip tersebut tentu saja ia tidak akan perduli terhadap tindakan yang akan mengakibatkan kerugian akibat pembakaran hutan ataupun tindakan negatif lain yang mengancam kelestarian ekosistem.

  Etika lingkungan prinsip tidak merugikan juga digambarkan pada kutipan ketika Kura-kura dengan Kancil akan pergi berlayar. Dalam cerita tersebut Kura-kura dan Kancil tidak memiliki persediaan makanan. Itu dikarenakan mereka menggunakan alam sesuai kebutuhan, jadi di dalam cerita ini dikisahkan jika Kancil mengajak Kura-kura untuk memetik beberapa jenis buah untuk bekal perjalanan mereka. Jika manusia selalu memperhitungkan dalam memanfaatkn alam dengan tidak mengeksploitasi penggunaan alam, tentu saja itu tidak merugikan sumber daya alam yang ada.

  “Hmm…bagaimana caranya agar kita dapat makanan, Cil?”Kura-kura bertanya lagi. “Kita sebaiknya mengumpulkan beberapa buah di hutan,” jawab Kancil semangat. “Benar-benar,” teriak Kura-kura. (KJD:40) Pada kutipan tesebut disampaikan Kura-kura dan Kancil yang akan pergi memancing, kemudian mereka ingin mencari beberapa buah di hutan untuk bekal.

  Dari kutipan tersebut digambarkan jika memetik beberapa buah untuk bekal mereka memancing termasuk prinsip tidak merugikan, karena mereka hanya memetik beberapa buah jika mereka membutuhkan, artinya mereka tidak mengeksploitasi alam tetapi menggunakan alam sesuai kebutuhan. Sehingga tidak merugikan mahluk lain dan juga dirinya sendiri, motivasi yang disampaikan dalam kutipan dongeng tersebut adalah jika manusia memperhitungkan dalam memanfaatkan alam, tentu saja ia memiliki prinsip tidak merugikan, karena jika manusia selalu memperhitungkan dalam memanfaatkan sumber daya alam, itu akan membuat alam tetap indah dan manusia tetap bisa menggunakan sesuai kebutuhan dengan catatan tidak mengeksploitasi alam tersebut. Biasanya prinsip merugikan tidak menggunakan alam tidak berlebihan dilakukan dengan cara-cara, misalnya saja disalah satu pedesaan diyakini bahwa ketika menebang pohon secara berlebihan atau menggunakan secara berlebihan itu pamali dan diyakini akan membawa bencana. Tetapi, Jika manusia selalu menggunakan alam sesukan hatinya dan tidak memperdulikan dampak yang akan terjadi, berarti ia tidak memiliki prinsip tidak merugikan, karena dengan mengeksploitasi alam secara berlebihan tentu saja banyak sekali dampak yang akan ditimbulkan, seperti kelangkaan sumber daya alam, bencana alam dan masih banyak lagi dampak negatif yang merugikan, yang diakibatkan karena penggunaan sumber daya alam secara berlebihan.

  Dari beberapa kutipan tersebut dapat disimpulkan jika Etika lingkungan tidak merugikan diterapkan akan tercipta hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara mahluk hidup dengan alam. Pada dasarnya sikap tidak merugikan pada alam memang harus diterapkan oleh semua manusia, jika hal tersebut memang dimaksudkan untuk menjaga eksistensi alam. Etika lingkungan tidak merugikan memang salah satunya, manusia harus takut kepada alam, pada satu sisi, mempunyai nilai pembatasan agar lingkungan hidup tetap terjaga keasliannya. Misalnya, larangan untuk membuang sampah pada tempat-tempat yang dianggap sakral, misalnya laut, sungai, danau yang dianggap suci. Bila melihatnya secara kritis, maka bertemu jika laut, sungai, danau rusak maka akan muncul banjir, merusak tatanan alam yang ada di tempat-tempat tersebut.

  Namun di samping itu, manusia yang salah mengartikan biasanya malah menjadikan tempat-tempat tersebut sebagai tempat penyembahan kepada alam atau ciptaan. Manusia memberi sedekah kepada penunggu atau penguasa alam agar mendapat berkah, keselamatan, dijauhkan dari berbagai malapetaka, dan lain sebaginya.

6. Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam

  Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam ini, maksudnya adalah manusia tidak boleh memanfaatkan alam semaunya sendiri, ia harus memanfaatkan alam itu secukupnya. Ada batas untuk sekedar hidup secara layak sebagai manusia. Bersamaan dengan hal itu, manusia akan hidup seadanya sebagaimana alam itu. Ia akan mengiuti hukum alam, yaitu hidup dengan memanfaatkan alam sejauh yang dibutuhkan, dan hidup selaras dengan tuntutan alam itu sendiri, tidak perlu menimbun sehingga akan mengeksploitasi alam tanpa batas. Untuk menuju pola hidup sederhana orang diminta untuk tenggang rasa, tetapi karena tidak semua orang peka untuk tenggang rasa, hasil anjuran untuk hidup sederhana belum banyak berhasil. Tetapi etis dapat menjadi dorongan yang amat kuat, apabila dapat dibina dengan baik. Misalnya, apabila rasa bangga untuk hidup mewah dapat diubah menjadi rasa malu, perasaan etis ini dengan sangat efektif akan menghambat pola hidup mewah.

  Prinsip hidup sederhana misalnya saja dalam menggunakan sumber daya alam, manusia harus penuh perhitungan. Agar tidak merusak tatanan ekosistem. Jika manusia dalam menggunakan kekayaan alam dengan penuh perhitungan, maka sudah tentu sumber daya alam tidak akan berkurang dan akan seimbang. Manusia memang harus memperhitungkan jika ingin menggunakan sumber daya alam yang berlebihan. Gunakan sesuai kebutuhan agar tidak merusak alam.

  Dalam etika lingkungan prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam, terdapat pada kutipan Kancil yang memiliki kebun dan suka sekali berkebun.

  Berkebun termasuk dalam etika lingkungan prinsip hidup sederhana karena dengan berkebun, manusia bisa mengetahui tentang alam, yang banyak sekali memiliki manfaat bagi manusia. Berkebun juga mengajarkan hidup sederhana dan selaras dengan alam, dengan berkebun manusia akan merawat tanaman, menyirami, dan kemudian memanen hasil tanaman tersebut sendiri. Itulah yang dijarkan dari nilai pendidikan berkebun. Etika lingkungan prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam pada nilai pendidikan berkebun terdapat pada kutipan Kancil yang memiliki sebuah kebun pemberian dari Pak Tani, di sini Kancil selalu merawat dan menjaga kebunnya.

  Akhirnya Kancil memiliki sebuah kebun. Dia pun sangat senang karena di kebun itu juga terdapat banyak makanan kesukaannya yaitu timun. Dia juga tidak lupa berbagi kepada teman-temannya. Setiap pagi Kancil selalu menyiram kebunnya dan menjaga kebersihannya. Jadi, tidak heran kalau kebun timunnya terlihat subur. (KSA:52) Dari kutipan tersebut prinsip hidup sederhana dalam nilai pendidikan berkebun digambarkan ketika Kancil memiliki kebun yang diberi oleh Pak Tani, disini Kancil diceritakan setiap hari ia merawat kebunnya, menyirami, sehingga tanaman di kebunnya akhirnya berbuah, tentu saja itu semua menggambarkan kehidupan sederhana yang dimiliki oleh Kancil. Motivasi yang disampaikan adalah jika manusia mencintai alam dan mengaplikasikannya dengan berkebun itu salah satu prinsip hidup sederhana, tentu saja, karena dengan berkebun manusia bisa mengenal alam, dari mulai menanam, menyiram, dan memanen.

  Etika lingkungan hidup sederhana juga digambarkan pada kutipan, ketika Kancil memberitahu Anjing, jika penanaman pohon yang mereka lakukan tersebut memiliki banyak manfaat, diantaranya mencegah pemanasan global dan juga bencana yang diakibatkan oleh kerusakan alam yang tidak seimbang.

  “Tentu, menanam pohon itu sangat baik dan banyak manfaatnya. Hmm..kita bisa memakan buahnya. Pohon juga bisa mencegah tanah longsor saat terjadi hujan. Akan pohon menahan air sehingga bisa mencegah banjir,” kata Kancil memberitahu. “Dan yang terpenting, pohon itu menghasilkan oksigen yang kita perlukan untuk bernafas. Selain itu, pohon bisa mengurangi pemanasan global,” jelas Kancil. (KJD: 56-57) Dalam kutipan tersebut dikuatkan lagi oleh pesan Kancil kepada Anjing, tentang manfaat penanaman pohon yang mereka lakukan. Sehingga pesan yang disampaikan di sini menjadi semakin kuat.

  Etika lingkungan hidup sederhana juga digambarkan ketika Kancil ingin memakan ketimun, tetapi dia tidak mencuri ketimun milik Pak Tani. Dia ingin mendapatkan ketimun dengan cara yang baik, yaitu dengan membantu Pak Tani menjaga kebunnya, sehingga kebun dan tanaman milik Pak Tani tidak dirusak oleh binatang lain. Dalam kutipan ini jelas digambarkan bahwa Kancil ikut menjaga kebun milik Pak Tani, untuk mendapatkan ketimun.

  “Ya, aku ingin memakan ketimun, tapi aku akan membantu Pak Tani dulu menjaga kebunnya agar tidak dirusak oleh binatang-binatang nakal,” jawab Kancil semangat. (KSP: 50) Meskipun tidak disampaikan secara langsung, tetapi di sini selain mengajarkan untuk menjaga tanaman yang ditanam, Kancil juga mengajarkan tentang kerja keras untuk mendapatkan ketimun dengan cara yang baik, yaitu membantu Pak Tani menjaga kebunnya. Etika hidup sederhana juga digambarkan pada kutipan ketika Kelinci tidak merawat kebunya, kemudian kebunnya menjadi rusak dan mati. Di sini tokoh Kelinci sangat menyesal karena lalai tidak menjaga kebun miliknya. Kemudian tokoh Kancil datang mengingatkan Kelinci yang mencuri timun milik Serigala. Kancil mengingatkan bahwa mencuri dan merusak kebun milik orang lain itu tidak baik,

  “Hmm…baiklah, mulai hari ini aku berjanji akan merawat kebunku dengan baik,” kata Kelinci menyesal. “Bagus, tapi kamu juga tidak boleh serakah. Makanlah secukupnya,” kata Srigala mengingatkan. “Baiklah, aku janji. Tapi tolong maafkan aku’ kata Kelinci. “Iya, aku sudah memaafkanmu, Kelinci!” kata Serigala baik hati. (KSA:60) Dalam kutipan tersebut digambarkan kebun Serigala yang subur dan berbuah banyak, karena Serigala selalu merawat tanaman miliknya. Sementara Kebun Kelinci tidak berbuah, karena ia tidak mau merawat tanaman miliknya, sehingga ia mengambil makanan di kebun Serigala tanpa ijin. Tidak hanya berkebun, nilai yang disampaikan dalam kutipan tersebut. Dari kutipan tersebut juga tergambar Serigala yang berbaik hati kepada Kelinci. Meskipun Kelinci telah merusak kebun miliknya tetapi dia mau memaafkan dan tetap menjadi teman yang baik bagi Kelinci. Di sini selain nilai pendidikan berkebun, anak-anak juga diajarkan untuk saling memaafkan kesalahan yang diperbuat oleh temannya.

  Prinsip hidup sederhana dalam Berkebun banyak sekali memiliki manfaat, yaitu mengajarkan anak untuk mencintai alam secara langsung. Maksudnya di sini, jika seorang anak berkebun secara otomatis anak-anak akan langsung berinteraksi dengan alam tidak hanya mengajarkan anak-anak mencintai alam, tetapi ternyata dengan berkebun juga bisa menyehatkan fisik dan pikiran. Tak hanya itu, dengan berkebun juga telah ikut andil untuk menghijaukan lingkungan. Dengan nilai pendidikan berkebun, pembaca atau anak-anak diajarkan menanam dan menumbuhkan sayuran dan tanaman sendiri secara organik. Tak perlu membeli bahan makanan organik yang mahal. Anak-anak bisa belajar dengan menanam tanaman herbal yang mudah dirawat. Selain hemat, menanam tanaman sendiri tentu lebih aman dan menyenangkan. Sayuran yang ditanam sendiri juga terasa lebih enak dan bisa diambil kapan saja dibutuhkan. Manfaat lainnya. Tanaman di kebun akan memberikan cukup oksigen dan udara segar setiap hari.

  Etika lingkungan hidup sederhana dan selaras dengan alam, dengan berkebun itu sangat penting diajarkan bagi anak-anak, tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun bisa melakukan kegiatan berkebun yang menyenangkan. Selain menyenangkan, berkebun memiliki banyak sekali manfaat yang berguna bagi manusia beberapa diantaranya Berkebun bisa benar-benar membantu mensimulasikan bagaimana kehidupan harus ditangani dengan hati-hati. Menonton sebuah biji tumbuh menjadi pohon sama menakjubkan sebagai konsepsi untuk kelahiran dan pertumbuhan seorang anak. Pada saatnya, anak-anak akan belajar mencintai tanaman mereka dan menghargai kehidupan di dalamnya. Kebutuhan untuk hidup akan ditekankan kepada anak-anak dengan bantuan berkebun, air, sinar matahari, udara, tanah. Kebutuhan mereka dengan mudah dapat berhubungan dengan kebutuhan manusia, yaitu, air, tempat berlindung, udara, makanan. Dengan hanya menyiangi, orang bisa mendidik bagaimana pengaruh buruk harus dihindari untuk dapat menjalani hidup dengan lancar.

  Studi menunjukkan bahwa berkebun dapat mengurangi stres karena efek menenangkan. Hal ini berlaku untuk semua kelompok umur. Lebih lagi, merangsang semua panca indera. Percaya atau tidak, berkebun dapat digunakan sebagai terapi bagi anak-anak yang telah disalahgunakan atau mereka yang merupakan anggota dari keluarga berantakan. Berkebun juga bermanfaat memperbaiki ekosistem yang tidak seimbang sehingga bisa menghindari bencana alam yang akan terjadi.