PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI.

(1)

SKRIPSI Oleh:

Siti Rochmatul Ima NIM.C01212092

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Keluarga Surabaya


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vii ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjul ‘Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi’. Prosedur yang dimaksud disini adalah tata cara bermediasi yang diterapkan di Pengadilan Agama Bangkalan. Adapun rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. Kedua, bagaimana prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari PERMA RI Nomor 1 tahun 2016 tentang prosedur mediasi.

Penelitian lapangan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk menjawab rumusan masalah yang ada. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode dokumentasi dan wawancara Hakim mediator Pengadilan Agama Bangkalan. Kemudian dianalisis menggunakan pola pikir induktif untuk memperjelas kesimpulan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa yang menjadi dasar pelaksanakan proses beracara mediasi oleh Pengadilan Agama Bangkalan adalah menggunakan PERMA RI Nomor 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi. Sedangkan prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan jika ditinjau dari peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016, prosedur mediasi yang diterapkan di Pengadilan Agama Bangkalan belum sesuai dengan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa saat PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 ini mulai berlaku, maka PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Berdasarkan alasan yang disebabkannya Pengadilan Agama Bangkalan belum menerapkan peraturan Mahkamah Agung, antara lain belum adanya petunjuk pelaksanaan yang lebih jelas dari Mahkamah Agung. Pengadilan Agama hanya memiliki wewenang untuk menjalankan proses mediasi dengan prosedur mediasi yang telah ditentukan, namun bukan merupakan suatu kewajiban untuk menggunakan PERMA RI Nomor 1 tahun 2016 sebagai prosedur mediasi dalam pelaksanaan proses beracara mediasi jika dianggap peraturan tersebut masih butuh petunjuk pelaksanaan yang lebih jelas dari Mahkamah Agung.

Sejalan dengan kesimpulan diatas, penulis mengharapkan kepada Pengadilan Agama khususnya Bangkalan dalam mengoptimalkan menyelesaikan perselisihan dengan melakukan proses mediasi yang sesuai dengan prosedur mediasi, tidak hanya sekedar formalitas untuk menghindari ancaman batal demi hukum.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah………... ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... .. 13

F. Kegunaan Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 14


(8)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016

A. Konsep Dasar Mediasi ... 20

B. Prosedur Beracara di Pengadilan Agama ... 28

C. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama ... 31

D. Peraturan Mahkamah AgungNomor 1 Tahun 2008 ... 33

E. Peraturan Mahkamah AgungNomor 1 Tahun 2016 ... 37

BAB III PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN A. Biografi Pengadilan Agama Bangkalan ... 41

B. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Bangkalan ... 42

C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Bangkalan ... 43

D. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ... 44

BAB IV ANALISA PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERMA RI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ... 52

B. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 ... . 55

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang terwujud dalam perilaku manusia maupun kehidupan bermasyarakat yang di dalamnya terdapat perilaku dan kepentingan orang yang berbeda dan tidak jarang pula terjadi kesalahpahaman sehingga dalam keadaan seperti ini akan sering muncul perselisihan dan persengketaan bahkan konflik.1 Allah juga menandakan hal tersebut dalam surat Al-Baqarah ayat 30 sebagai berikut :                                                     

Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah : 30).2

Ayat ini menggambarkan bahwa manusia memang memiliki kecenderungan berkonflik. Keinginan nafsu yang tidak terkendali dapat mendorong manusia pada situasi konflik. Konflik tidak hanya terjadi antar

1Edi As’adi,

Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia,(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 9.

2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro,


(10)

individu, keluarga, masyarakat dan bahkan antar negara. Faktor utama penyebab terjadinya konflik pada manusia adalah tidak terpenuhinya kepentingan sebagaimana yang diinginkan. Kepentingan tersebut dapat berupa kepentingan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan lain-lain. Di sinilah peran hukum menurut Soerjono Soekanto, Hukum sebagai sarana untuk melindungi masyarakat dari ancaman-ancaman maupun perbuatan-perbuatan yang membahayakan diri serta harta benda.3

Konflik atau sengketa dapat saja terjadi dalam wilayah publik (pidana) maupun dalam wilayah privat (perdata). Konflik dalam wilayah publik terkait dengan kepentingan umum, di mana negara berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan umum tersebut, sedangkan dalam wilayah hukum privat (perdata) menitikberatkan pada kepentingan pribadi, sebagaimana hukum privat cukup luas cakupannya yang meliputi hukum keluarga, kewarisan, kekayaan, hukum perjanjian dan lain-lain.4

Dalam hukum perdata terkandung hak manusia yang dapat dipertahankan melalui kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa. Kebanyakan yang bersengketa yang terjadi, mengambil jalan dengan cara menyelesaikan sengketanya melalui jalur pengadilan, untuk hukum perdata Islam maka kewenangannya berada di Pengadilan Agama.

3

Soerjono Soekanto, Kedudukan dan Peran Hukum Adat di Indonesia, (Jakarta: Kurnia Esa, 1970),44.

4

M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989, Cet.2, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), 327.


(11)

Dalam hal ini pengadilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang.5

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama berdasar undang-undang No. 3 Tahun 2006 pasal 49 dijelaskan bahwa pengadilan agama bertugas dan berwenang, memeriksa dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama di bidang : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, dan ekonomi syariah.6

Adapun hukum acara yang berlaku dalam lingkungan peradilan agama adalah sama dengan hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum (Pasal 54 Undang-undang Nomor 07 Tahun 1989).7 Berdasarkan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama, perdamaian selalu diupayakan setiap kali persidangan, bahkan pada sidang pertama para pihak harus hadir secara pribadi.

Dalam menyelesaikan sengketa atau perkara di Pengadilan Agama, maka jalan pertama yang ditempuh adalah melewati sebuah perdamaian atau mediasi untuk menyelesaikan sengketa, perkara atau bahkan konflik.8Menurut Bagir Manan dalam pidatonya seperti yang dikutip di skripsi Riska Zulinda Fatmawati bahwa mengharapkan pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu

5

Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),28.

6

Undang-undang No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989.

7

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1996), 24.

8

Syahrizal Abbas, Mediasidalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta:Kencana, 2009),22.


(12)

instrumen efektif mengatasi penumpukan perkara serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa.9

Sesuai dengan tujuan mediasi yaitu untuk menyelesaikan sengketa dengan ‘win-win solution’ oleh karena itu mediasi memiliki akibat hukum dan efek yang baik bagi para pihak yang berperkara karena merupakan hasil dari kesepakatan kedua belah pihak, hal itu jauh lebih baik dalam mengakhiri suatu sengketa, dari pada menunggu putusan untuk mengetahui siapa yang kalah dan siapa yang menang.10

Daya ikat mediasi terhadap penyelesaian perkara tersebut menjadi lebih kuat, dan kemungkinan juga untuk mengajukan proses hukum lebih lanjut menjadi semakin menipis sehingga pada akhirnya memberikan dampak yang positif bagi kedua belah pihak dan pengadilan karena dapat mengurangi penumpukan perkara di pengadilan.

Secara umum mediasi dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi sebagai fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat.11

9

Riska Zulinda Fatmawati “ Efektivitas Mediasi Pada Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Bondowoso 4 Tahun Sesudah Berlakunya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008” (skripsi -- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 3.

10

R.Subekti, Aneka Perjanjian Indonesia, (Bandung: Itermasa, 1982),35.

11

Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Telaga Ilmu Indonesia, 2009),182.


(13)

Ketentuan mengenai mediasi di pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. PERMA ini menempatkan mediasi sebagai bagian dari proses penyelesaian perkara yang diajukan para pihak ke pengadilan. Hakim tidak secara langsung menyelesaikan perkara melalui proses peradilan (litigasi), tetapi harus terlebih dahulu mengupayakan mediasi. Mediasi menjadi suatu kewajiban yang harus ditempuh hakim dalam memutuskan perkara di Pengadilan.12

Mediasi pada pengadilan memperkuat upaya damai sebagaimana yang tertuang dalam hukum acara pasal 130 HIR (Het Herziene Indonesische Reglement) atau pasal 154 Rbg (Rechtreglement Buiten Gewesten).13 Hal ini ditegaskan dalam pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2008, yaitu semua perkara perdata yang diajukan di pengadilan tingkat pertama wajib untuk mengikuti mediasi, dan merupakan pelanggaran yang mengakibatkan putusan batal demi hukum apabila tidak menempuh prosedur mediasi.14Tetapi pada kenyataan mediasi yang dilakukan selama ini dirasa tidak berhasil dan sangat sedikit mediasi yang dikatakan menempuh jalan damai seperti tujuan PERMA No. 1 Tahun 2008.

Untuk itu Mahkamah Agung menerbitkan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan adalah sebagai

12

Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta:Kencana,2009),301.

13

Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika,2011),159. 14

Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MA RI.


(14)

penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Penyempurnaan tersebut dilakukan Mahkamah Agung karena dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 ditemukan beberapa masalah, sehingga penerapan mediasi di pengadilan tidak efektif.

Mahkamah Agung menyadari bahwa PERMA No.1 Tahun 2008 terdapat kendala-kendala dalam implementasinya seperti tidak adanya kewajiban bagi para pihak untuk menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dan kurang komplitnya peraturan yang lain, sehingga dapat dikatakan tidak berhasil sebagaimana yang semula diharapkan, hal ini antara lain karena tidak adanya i’tikad baik para pihak untuk menghadiri proses mediasi.15

Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang lebih maksimum. Berdasarkan alasan tersebut, maka Mahkamah Agung melakukan penelitian dan mengkaji kembali kelemahan-kelemahan dari peraturan Mahkamah Agung sebelumnya, dengan tidak menghilangkan ciri dan asas mediasi tradisional yang telah ada dalam masyarakat Indonesia. Sistem mediasi yang bagaimana yang ingin dikembangkan, haruslah dikaji dalam relevansinya dengan sistem yang sudah ada dan dikenal di Indonesia.

Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2016 sebagai upaya mempercepat, mempermurah dan mempermudah proses

15


(15)

penyelesaian sengketa serta memberikan akses yang lebih besar kepada pencari keadilan. Mediasi merupakan instrumen efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa, di samping proses pengadilan yang bersifat memutus.16

Kehadiran PERMA No. 1 Tahun 2016 dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa dan memenuhi kebutuhan pelaksanaan mediasi yang lebih berdayaguna dan mampu meningkatkan keberhasilan mediasi di pengadilan .17

Mediasi mendapatkan kedudukan penting dalam PERMA No. 1 Tahun 2016, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan. Para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila para pihak melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara dan dikenai pula kewajiban pembayaran biaya mediasi (pasal 22 ayat 1 dan ayat 2). Oleh karenanya, mediator dalam pertimbangan putusannya wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan mengeluarkan putusan yang

16

Ibid, 302.

17

Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan MA RI.


(16)

merupakan putusan akhir yang menyatakan gugatan tidak berhasil atau tidak dapat diterima disertai penghukuman pembayaran biaya mediasi dan biaya perkara.18

Akan tetapi kenyataannya praktik yang dihadapi, jarang dijumpai putusan perdamaian walaupun kedudukan hukum mediasi di dalam peradilan sudah sangat jelas ditambah dengan kenyataan masyarakat Indonesia yang memiliki watak suka bermusyawarah di dalam menghadapi sengketa yang dihadapi serta manfaat yang bisa diraih jika memilih mediasi dari pada “menyelesaikan” perkara di pengadilan, tetapi faktanya menunjukkan bahwa masyarakat dan tentu juga pengadilan belum memanfaatkan prosedur proses mediasi ini seoptimal mungkin.

Dalam upaya mengoptimalkan mediasi sebagai sarana penyelesaian sengketa perdata, para hakim di Pengadilan Agama Bnagkalan sudah seharusnya selalu mengupayakan dua pihak yang bersengketa untuk menempuh jalur damai, karena jalur damai akan mempercepat penyelesaian sengketa. Mediasi juga perlu dimaksimalkan penerapannya karena pada prinsipnya suatu peraturan dibuat untuk dijalankan, demikian juga halnya dengan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan .

Berdasarkan uraian di atas, terlihat jelas dimana letak dari penelitian ini, yaitu mengkaji prosedur mediasi di Pengadilan Agama dalam bentuk sebuah skripsi dengan judul “Prosedur Mediasi di

18


(17)

Pengadilan Agama Bangkalan Ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi”.

B. Identifikasi dan Batas dan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah Penulis uraikan di atas, maka penulis mendapatkan identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Pelaksanaan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di

Pengadilan Agama Bangkalan.

2. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan

3. Usaha yang dilakukan oleh Mediator di Pengadilan Agama Bangkalan.

4. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi.

Berdasarkan masalah di atas, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut :

1. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan.

2. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi.


(18)

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan?

2. Bagaimana Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi?

D. Kajian Pustaka

Penelitian Penulis tentang prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 secara khusus belum pernah dibahas namun secara umum, terkait dengan mediasi dibahas dalam karya tulis sebelumnya.

Adapun skripsi yang membahas mediasi adalah sebagai berikut :

1. Skripsi Dwi Ariani yang berjudul “Peran Hakim dalam Perdamaian terhadap Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Purworejo,” mengungkapkan bahwa keberadaan hakim yang ideal haruslah bersikap aktif dalam melakukan perdamaian terhadap para pencari keadilan terutama dalam perkara perceraian. Dalam penelitiannya, dia hanya membatasi pada masalah peranan hakim dalam upaya perdamaian pada perkara perceraian yang ada di Pengadilan Agama Purworejo.19

19Dwi Ariani, “Peran Hakim Dalam Perdamaian Terhadap Perceraian di Pengadilan Agama


(19)

2. Skripsi Ahmadi yang berjudul “Analisis Terhadap PERMA No. 2

Tahun 2003 tentang Mediasi di Pengadilan Agama Kota Semarang”.

Mengungkapkan bahwa Pengadilan Agama Semarang pada tahun 2006 lalu masih menerapkan upaya perdamaian dengan landasan yang lama, padahal para hakim sudah tahu tentang adanya peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Yakni PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang mediasi. Kenapa Pengadilan Semarang belum mau menerapkan peraturan untuk menyelesaikan perkara sebelum di proses, dimana antara Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri sudah dalam peradilan satu atap. Dan seluruh pembina teknis, peradilan, organisasi, administrasi dan finansial pengadilan dilakukan Mahkamah Agung.20

3. Skripsi Abdul Majid yang berjudul “Studi Tentang Pelaksanaan

Mediasi di Pengadilan Negeri Kelas 1A Semarang” mengungkapkan

bahwa Pengadilan Negeri Semarang pada tahun 2007-2008 proses mediasinya belum efektif melakukan mediasi sesuai dengan PERMA No. 1 Tahun 2008. Hal ini dibuktikan dalam dasar penetapan mediator yang sampai bulan November tahun 2008 masih manggunakan PERMA No. 2 Tahun 2003, padahal PERMA No. 1 Tahun 2008 telah ditetapkan tanggal 30 Juli 2008. Belum efektifnya pelaksanaan PERMA No. 1 Tahun 2008 di Pengadilan Negeri Semarang membuat tidak semua sengketa gugatan dapat dimediasikan, tetapi hanya

20Ahmadi, “Analisis Terhadap Penerapan PERMA No. 2 Tahun 2003 Tentang Mediasi di


(20)

gugatan yang para pihaknya hadir lengkap yang dapat melakukan mediasi.21

4. Syahdan, dengan judul “Pengaruh Mediasi Terhadap Angka Perceraian (Studi Analisis Pasca Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”. Skripsi ini menjelaskan tentang pasca adanya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi terhadap angka perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan jadi didalam skripsi ini mefokuskan angka perceraian yang ada di pengadilan Agama Jakarta selatan setelah adanya Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang proses mediasi.22

Berdasarkan penelusuran pada beberapa karya tulis tersebut, maka penelitian yang hendak dilakukan ini belum pernah ada yang meneliti sebelumnya. Penelitian ini mengkaji terhadap prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari PERMA RI No. 1 Tahun 2016 yang merupakan salah satu peraturan mediasi. Penelitian ini ditekankan pada prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau melalui PERMA RI No. 1 Tahun 2016. Sehingga penelitian penulis berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

21Abdul Majid, “Studi Tentang Pelaksanaan Mediasi di pengadilan NegeriKelas 1A” , (Skripsi

-- IAIN Walisongo,Semarang, 2008).

22Syahdan,”

Pengaruh Mediasi Terhadap Angka Perceraian (studi Analisis Pasca peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur mediasi di pengadilan Agama Jakarta Selatan)”, (Skripsi --UIN Syarif hidayatullah,Jakarta, 2011).


(21)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah di atas, sehingga dapat diketahui secara jelas dan terperinci tujuan diadakannya penelitian ini. adapun tujuan tersebut sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan 2. Untuk mengetahui Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna, baik dari secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan serta memberikan khazanah keilmuan di bidang hukum tentang mediasi khususnya bagi diri penulis dan pembaca umumnya. 2. Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang

bernilai positif bagi masyarakat maupun Mahkamah Agung mengenai PERMA No.1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi, yang mana peraturan ini kemungkinan besar belum diketahui masyarakat atau para pihak. Sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi para pihak, mediator, Mahkamah Agung untuk menelaah dan mengkaji lebih jauh masalah tersebut dalam rangka mewujudkan keadilan.


(22)

G. Definisi Operasional

Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah kunci dalam penelitian ini, maka Penulis memberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Prosedur merupakan tahapan kegiatan untuk menyelesaikan suatu

aktivitas penyelesaian sengketa melalui mediasi.

2. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

3. PERMA No. 1 Tahun 2016 adalah bentuk peraturan Mahkamah Agung yang berisi ketentuan bersifat hukum acara mengenai prosedur mediasi di pengadilan, sebagaimana PERMA No. 1 Tahun 2016 ini revisi dari PERMA No. 1 Tahun 2008 yang belum optimal dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan mediasi yang lebih berdayaguna.

H. Metode Penelitian

Agar tercipta penulisan skripsi itu secara sistematis jelas dan benar, maka perlu dijelaskan tentang metode penelitian sebagai berikut:

1. Data yang dikumpulkan

Dengan adanya penelitian ini maka data yang diperlukan adalah data yang terkait dengan prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan.


(23)

Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari: a. Sumber primer

Yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari objek penelitian oleh orang yang melakukan penelitian. Pada penelitian kali ini, sumber data diperoleh dari Hakim Mediator Pengadilan Agama Bangkalan.

b. Sumber sekunder

Yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan dari dokumen-dokumen yang ada di Pengadilan Agama Bangkalan yang berupa laporan hasil mediasi dan data yang berasal dari bahan pustaka seperti buku-buku, artikel, dokumen peraturan-peraturan dan catatan harian lainnya.23 Adapun dalam penelitian ini Penulis menggunakan data sekunder berupa buku-buku yang terkait dengan pembahasan ini, yaitu:

1) PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

2) PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

3) Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.

4) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 3. Teknik Pengumpulan data

23

Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 115.


(24)

Untuk memperoleh data tersebut digunakan teknik sebagai berikut: a. Wawancara

Dalam hal ini Penulis mengajukan pertanyaan secara lisan untuk mendapatkan keterangan dari informan yaitu hakim mediator Pengadilan Agama Bangkalan mengenai informasi-informasi terkait dengan suatu kenyataan yang terjadi yaitu terkait prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan .

b. Dokumentasi

Yaitu Penulis melakukan penelitian dengan mengumpulkan data yang berkaitan dengan mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan seperti data perkara yang dimediasi, laporan hasil mediasi, data yang berhasil di mediasi serta undang-undang terbaru yang berkaitan dengan pembahasan ini, kemudian Penulis mempelajari, menelaah, dan menganalisa data-data tersebut sehingga penelitian ini dapat di pertanggung jawabkan.

4. Teknik Pengelolah Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dari hasil wawancara hakim mediator Pengadilan Agama Bangkalan dan dokumentasi mengenai mediasi dengan memilih lalu menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi


(25)

kesesuaian, keselarasan, keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan prosedur proses mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data dari Pengadilan

agama Bangkalan sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Teknik deskriptif

Pada teknik penelitian ini peneliti menggambarkan prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. Peneliti berusaha menguraikan serta menjabarkan kenyataan yang terjadi berkaitan dengan pelaksanaan PERMA No. 1 tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. Kemudian dianalisis menggunakan metode berfikir induktif dengan menganalisa data dari fakta yang ada di lapangan dalam hal ini di Pengadilan Agama Bangkalan kemudian ditarik kesimpulan berdasarkan hukum yang menjadi dasarnya.

I. Sistematika Pembahasan

Agar terbangun pemahaman yang jelas tentang kajian skripsi ini, Penulis menyusun sistematika pembahasannya menjadi VI bab sebagai berikut :


(26)

Bab pertama merupakan pendahuluan yaitu gambaran umum yang memuat pola dasar dan kerangka pembahasan skripsi meliputi latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, metode penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.

Bab kedua merupakan kajian teori yang memaparkan tentang mediasi yang meliputi pengertian mediasi, landasan hukum mediasi, manfaat mediasi, asas-asas hukum acara peradilan Agama, prosedur beracara di Pengadilan Agama, prosedur mediasi di Pengadilan Agama, PERMA No. 1 Tahun 2008, PERMA No. 1 Tahun 2016.

Bab ketiga merupakan pemaparan data tentang deskripsi wilayah Pengadilan Agama Bangkalan, tentang uraian prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan.

Bab keempat merupakan bab yang membahas analisis terhadap prosedur mediasi di pengadilan Agama Bangkalan ditinjau dari PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi.

Bab kelima penutup yang berisi bagian akhir, terdiri atas kesimpulan dari seluruh uraian skripsi ini yang selanjutnya diberikan saran-saran agar para pembaca dapat mengambil manfaat dari pembahasan yang ada didalamnya.


(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016

A. Konsep Dasar Mediasi

1. Pengertian Mediasi

Secara etimologi (bahasa) mediasi berasal dari bahasa latin yaitu

“mediare” yang berarti ditengah atau berada ditengah, karena orang yang

melakukan mediasi (mediator) harus menjadi penengah orang yang bertikai.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘mediasi’ diberi arti sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam menyelesaian suatu perselisihan sebagai penasehat.2

Menurut Syahrizal Abbas penjelasan mediasi jika dilihat dari segi kebahasaan lebih menitik beratkan pada keberadaan pihak ketiga sebagai fasilitator para pihak bersengketa untuk menyelesaikan suatu perselisihan. Penjelasan ini sangat penting untuk membedakan dengan bentuk-bentuk alternative penyelesaian sengketa lainnya.3

Dari segi terminologi (istilah) terdapat banyak pendapat yang memberikan penekanan berbeda-beda tentang mediasi, salah satu di antaranya adalah definisi yang diberikan oleh Takdir Rahmadi yang mendefinisikan mediasi sebagai langkah yang diambil seseorang untuk menyelesaikan

1

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2003), 79.

2

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2000),640.

3

Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan hukum Nasional, (Jakarta:Kencana, 2009), 3.


(28)

perselisihan antara dua orang atau lebih dengan jalan perundingan sehingga menghasilkan sebuah perdamaian.4

Adapun pengertian yang cukup luas disampaikan oleh Gary Goodpaster sebagai berikut:

Mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau Arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak. Namun, dalam hal ini para pihak menguasakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan-persoalan diantara mereka. Asumsinya bahwa pihak ketiga akan mampu mengubah kekuatan dan dinamika sosial hubungan konflik dengan cara mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku pribadi para pihak, dengan memberikan pengetahuan dan informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi yang lebih efektif. Dan dengan demikian membantu para peserta untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dipersengketakan.5

Sedangkan dalam PERMA No.1 Tahun 2016 pasal 1 angka (1) menjelaskan tentang mediasi, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa

4

Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010), 12.

5

Muhammad Saifullah, Mediasi dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia, (Semarang:Walisongo Press, 2009), 76.


(29)

melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.6

Pengertian diatas intinya memiliki pengertian yang sama tentang mediasi yakni proses penyelesaian sengketa dengan mendatangkan pihak ketiga atau disebut dengan mediator yang bertugas sebagai penengah yang netral serta melakukan proses tawar-menawar untuk menemukan sebuah solusi sehingga di akhir perundingan para pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

Dari pengertian mediasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mediasi mengandung unsur-unsur mediasi sebagai berikut:

a. Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas kesukarelaan melalui sesuatu perundingan.

b. Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.

c. Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa. d. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan

selama perundingan berlangsung.

e. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.7

6

Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MA RI, 3.

7

Suyud Margono, ADR (Alternatif Dispute Resolution) & Arbitrase:Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2002), 59.


(30)

2. Landasan Hukum Mediasi dalam Hukum Islam

Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan adanya perdamaian akan terhindar dari putusnya perpecahan silaturrahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri. Adapun dasar hukum yang menegaskan tentang perdamaian dapat dilihat dalam Al-quran surat Al Hujuraat ayat 10 yang berbunyi :

              

”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.8

Mediator mempunyai Landasan hukum mediasi yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugasnya di Pengadilan agama yaitu :9

a. HIR Pasal 130 dan Rbg Pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian. Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa.

b. SEMA No. 1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan lembaga perdamaian dalam Pasal 130 HIR/154bg.

c. PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. d. PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. e. PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2003),97. 9


(31)

f. Mediasi atau APS di luar pengadilan diatur dalam Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. g. Pasal 3 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. 3. Manfaat Mediasi

Dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, para pihak biasanya mampu mencapai kesepakatan diantara mereka, sehingga manfaat mediasi sangat dirasakan. Bahkan dalam mediasi yang gagal, meskipun belum ada penyelesaian yang dicapai, proses mediasi yang sebelumnya berlangsung telah mampu mengklarifikasi persoalan dan mempersempit perselisihan. Dengan demikian para pihak dapat memutuskan penyelesaian seperti apa yang dapat mereka terima daripada mengejar hal-hal lain yang tidak jelas.

Untuk menyelesaikan sengketa memang sulit, namun mediasi dapat memberikan beberapa manfaat penyelesain sebagai berikut:10

a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan relatif murah dibandingkan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan.

b. Mediasi akan mefokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata, jadi bukan hanya pada hak-hak hukumnya.

c. Mediasi memberi kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka. d. Mediasi memberi para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol

terhadap proses dan hasilnya.

10

Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), 139-140.


(32)

e. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.

f. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim di pengadilan.

Selain yang disebutkan di atas, manfaat mediasi lainnya adalah proses cepat acaranya cepat, kerahasiannya terjamin, biaya yang ditimbulkan tidak mahal, lebih memberikan rasa keadilan bagi para pihak dan berhasil baik dalam penyelesaian masalah tanpa masalah.11

4. Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama

Asas hukum acara merupakan pedoman dasar yag harus dilaksanakan oleh hakim dalam mengadili perkara, yang mana asas ini yang mengatur jalannya persidangan. Adapun asas-asas yang ada dalam hukum acara sebagai berikut:12

a. Asas personalita keislaman

Asas personalita keislaman ini dikhususkan pada Pengadilan Agama yang merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah berdasarkan hukum Islam.

11

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Sosiologi Hukum: Kajian Empiris terhadap Pengadilan, (Jakarta:Kencana, 2012), 27.

12

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan acara Peradilan Agama,(Jakarta:Sinar Grafika, 2009), 65.


(33)

b. Asas kebebasan

Asas kebebasan merupakan kebebasan hakim dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan peradilan, dengan tujuan utama amanat yang diberikan kepada badan peradilan, agar para hakim yang memeriksa dan memutus perkara benar-benar menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan hukum dan kebenaran sesuai dengan hati nurani.

c. Asas wajib mendamaikan

Asas ini kewajiban hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang berperkara, sangat sesuai untuk menyelesaikan setiap perselisihan dan persengketaan melalui pendekatan ishlah, sebab bagaimanapun adilnya putusan akan lebih baik dan lebih adil hasil dari perdamaian.

d. Asas audi et alteram partem

Asas yang kedua belah pihak harus didengar, yakni hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai keterangan yang benar, sebelum pihak lain memberikan pendapatnya.13

e. Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan

Yang dimaksud asas sederhana, cepat, dan biaya ringan ialah hakim dalam hal mengadili suatu perkara harus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama.14

Dalam hal ini peradilan harus memenuhi harapan dari pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya

13

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta:sinar Grafika, 2004), 96.

14


(34)

ringan. Tidak diperlukan pemeriksaan dan acara yang berbelit-belit yang dapat menyebabkan proses sampai bertahun-tahun. Adapun yang dimaksud dengan biaya ringan ialah biaya yang serendah mungkin sehingga dapat terpikul oleh rakyat. Ini semua dengan tanpa mengorbankan ketelitian untuk mencari kebenaran dan keadilan (Pasal 57 ayat 3 Undang-undang No. 7 Tahun 1989).

f. Asas persidangan terbuka untuk umum

Asas persidangan terbuka untuk umum ini sehubungan dengan asas pemeriksaaan persidangan, makna dari asas persidangan terbuka untuk umum adalah setiap persidangan berlangsung di sidang pengadilan, siapa saja yang ingin menyaksikan jalannya pemeriksaan tidak boleh dihalangi. Lain halnya dengan perkara perceraian bahwa pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.

g. Asas legalitas dan persamaan

Dalam asas legalitas ini, bahwa pengadilan mengadili dan bertindak menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang dan tidak boleh menurut selera hakim dan kemauannya, tapi harus menurut kehendak dan kemauan hukum.

h. Asas aktif memberi bantuan

Dalam asas aktif memberi bantuan ini, pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.


(35)

B. Prosedur Beracara di Pengadilan Agama

Prosedur perkara sangat penting untuk diketahui oleh para pihak berperkara, dengan mengetahui prosedur berperkara para pihak akan tahu apa yang akan dilakukannya. Karena para pihak umumnya belum terbiasa dengan aturan hukum yang berlaku pada suatu instansi.

1) Tata cara mengajukan perkara

Prosedur penerimaan perkara tingkat pertama (gugatan dan permohonan didaftar dan diterima oleh meja I, petugas meja I inilah yang membantu memeriksa kelengkapan berkas dari para pihak yang mengajukan perkara Selanjutnya menaksir panjar biaya perkara, kemudian membuat slip pembayaran rangkap 4 (empat) antara lain : lembar 1 warna hijau untuk Bank yang bersangkutan, lembar 2 (dua) warna putih untuk Penggugat atau Pemohon, lembar 3 (tiga) warna merah untuk kasir dan lembar 4 (empat) warna kuning untuk dilampirkan dalam berkas. Setelah itu para pihak membayar panjar biaya perkara ke Bank yang telah ditentukan dan selanjutnya bukti setoran diserahkan ke pemegang kas atau kasir untuk dibubuhkan tanda lunas dan diberi Nomor pada SKUM.

Petugas Meja II menerima berkas perkara dari pemegang kas atau kasir dan mencatat dalam register Induk Perkara Permohonan dan Gugatan sesuai dengan nomor perkara yang tercantum di SKUM dan selanjutnya menyerahkan satu rangkap surat gugat atau permohonan berikut SKUM rangkap pertama kepada penggugat atau pemohon. Selanjutnya Meja II


(36)

menyerahkan satu rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah didaftar berikut SKUM rangkap pertama kepada Penggugat atau Pemohon.

Kemudian berkas perkara yang telah dicatat dalam register perkara diserahkan Wakil Panitera untuk disampaikan Ketua Pengadilan melalui Panitera.15

2) Persiapan Persidangan a. Penetapan Majelis Hakim b. Penunjukan panitera pengganti c. Penetapan hari sidang

d. Pemanggilan para pihak. 3) Proses Persidangan

a. Pembukaan

b. Pendamaian atau Mediasi oleh hakim c. Pembacaan surat Gugatan atau Permohonan d. Jawaban dari pihak Tergugat atau Termohon e. Replik

f. Duplik

g. Pembuktian oleh para pihak h. Kesimpulan pihak-pihak i. Musyawarah majelis j. Pembacaan putusan.16

15“Prosedur Beracara di Pengadilan Agama Kefamenanu”, dalam http://www .pa

-kefamenanu .com/standar-operational/prosedur-beracara/. Diakses pada 2014.

16Restoe, “Prosedur Beracara di Pengadilan Agama gunung sugih”, dalam


(37)

C. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama

Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa dimana pihak luar yang tidak memihak dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan.

Setiap perkara perdata yang masuk di pengadilan, para pihak yang hadir di persidangan harus mengikuti mediasi terlebih dahulu, maka hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak (pasal 130 HIR / Pasal 154 RBg).

Dalam hal mengupayakan perdamaian, pengadilan harus berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) tentang mediasi, yang mewajibkan agar semua perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk dilakukan perdamaian dengan bantuan mediator.17

1) Pada persidangan pertama

a. Hakim wajib menjelaskan kepada para pihak untuk menempuh mediasi. b. Menyarankan para pihak untuk memilih pmediator yang tersedia dalam

daftar mediator.

c. Membuat penetapan mediator yang dipilih oleh para pihak.

d. Apabila para pihak gagal memilih mediator, majelis menunjuk mediator dari salah satu hakim yang bersertifikat, Ketua Majelis menunjuk Anggota Majelis yang memeriksa perkara.

e. Setelah penunjukan mediator, majelis menunda persidangan untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh mediasi.

17

Mahkamah Agung RI, Pedoman PelaksanaanTugas dan Administrasi Peradilan Agama, (Jakarta, 2013), 93.


(38)

f. Para pihak menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan laporan mediasi yang berhasil. g. Mediator wajib memberitahukan secara tertulis kepada hakim bahwa

mediasi gagal.

Apabila dalam mediasi terdapat tergugat yang lebih dari satu, dan yang hadir hanya sebagian, maka mediasi belum dapat dilaksanakan, dan tergugat yang tidak hadir dipanggil lagi secara patut. Jika tergugat tetap tidak hadir, mediasi berjalan hanya antara penggugat dengan tergugat yang hadir. Adapun para pihak yang menolak untuk mediasi, maka penolakan para pihak untuk mediasi dicatat dalam berita acara sidang dan putusan.18

Putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Dalam putusan perdamaian ini mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, yang apabila tidak dilaksanakan, dapat dimintakan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan.19

D. Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008

Kebijakan Mahkamah Agung yang mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan merupakan instrumen efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa.

18

Ibid., 95.

19


(39)

Dalam setiap sengketa perdata yang di ajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib diupayakan mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator ataupun non hakim mediator dan para pihak yang berperkara sesuai dengan prosedur mediasi di pengadilan yang dilakukan pada hari sidang pertama. Apabila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukum (pasal 2 ayat 3 PERMA No. 1 Tahun 2008).20

Hubungan yang dikembangkan dalam mediasi tidak lain adalah upaya menempatkan komunikasi pada tingkat yang tepat, memperhatikan reaksi lawan bicara dan menyesuaikan komunikasi dengan lawan bicara dan situasi yang melingkupinya.21Dengan adanya hubungan komunikasi dapat dilakukan secara terbuka. Namun hubungan tidak menjamin komunikasi selalu dapat dilakukan dengan baik. Mereka yang terlibat konflik biasanya mengalami sedikit ketegangan dan mungkin juga tidak mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan mediator.22

Setelah proses komunikasi atau perundingan di dalam mediasi ditempuh dan putusannya mencapai kesepakatan, maka mereka dapat meminta penetapan dengan suatu akta perdamaian. Namun, jika kesepakatan tidak tercapai maka mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi gagal dan selanjutnya sidang dilanjutkan sebagaimana acara sidang biasa.23

Beberapa kekhususan PERMA No. 1 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

20

Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MA RI.

21

Muksin Jamil, Mengelolah Konflik Membangun Damai:Teori Strategi, dan Implementasi Resolusi Konflik, cetakan I, (Semarang:Walisongo Media Center, 2007), 137.

22

Ibid, 138.

23

Nurmaningsih Amrina, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 59.


(40)

1) Hak dan Kewajiban Para Pihak

Para pihak berhak memilih mediator diantara pilihan-pilihan berikut:

a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan, advokat atau akademisi hukum.

b. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa.

c. Hakim majelis pemeriksa perkara. (pasal 8 ayat 1)24

Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua Majelis Hakim dan jika setelah jangka waktu maksimal dua hari kerja para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada Ketua Majelis Hakim (Pasal 11 Ayat 2 dan 4).25

Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik. Jika ternyata salah satu pihak menempuh mediasi dengan itikad tidak baik, maka pihak lainnya dapat menyatakan mundur dari proses mediasi (Pasal 12). Jika mediasi menghasilkan kesepakatan maka para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan menandatangani kesapakatan tersebut bersama-sama dengan mediator (Pasal 17 ayat 1).26

Jika dalam proses mediasi tersebut para pihak diwakili oleh kuasa hukum maka para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuannya atas kesepakatan yang dicapai, selanjutnya para pihak wajib menghadap

24

Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MA RI.

25

Ibid.

26


(41)

kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian (Pasal 17 ayat 2 dan 4).

Para pihak dapat mengajukan kepada hakim agar kesepakatan perdamaian yang telah dirumuskannya dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, hanya saja jika para pihak tidak menghendaki akta perdamaian ini maka dalam kesepakatan tersebut harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara sudah selesai (Pasal 17 ayat 5 dan 6).27

2) Jangkah Waktu Mediasi

Jangkah waktu mediasi memiliki batas waktu yang telah ditentukan diantaranya sebagai berikut:

a. Proses mediasi berlangsung selama 40 hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau mediator yang ditunjuk oleh ketua majlis hakim dan atas dasar kesepakatan para pihak.

b. Apabila masih kurang dalam waktu 40 hari maka waktu mediasi dapat ditambah selama 14 hari kerja sejak berakhir masa 40 hari.

c. Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.

d. Jika diperlukan dan atas kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilaksanakan secara jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

3) Biaya mediasi.

27


(42)

Biaya mediasi merupakan mediasi pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi harus lebih dahulu dibebankan para pihak penggugat melalui panjar biaya perkara.

Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya perkara ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan. Apabila gagal biaya dibebankan kepada yang kalah.28

E. Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan merupakan bentuk pembaruan dari peraturan Mahkamah Agung sebelumnya, yakni peraturan Mahkamah agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.

Penyempurnaan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan tersebut ditemukan beberapa masalah, sehingga perlu dikeluarkan PERMA baru dalam rangka memepercepat dan mempermudah penyelesaian sengketa serta memberikan akses yang lebih luas kepada pencari keadilan.

Mediasi merupakan salah satu instrument yang efektif untuk mengatasi penumpukan kasus di pengadilan serta memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan perkara.29 Sebagaimana mediasi bukan hanya sekedar formalitas beracara belaka tapi memberikan kesempatan untuk berdamai, namun hakim harus berperan aktif mengupayakan perdamaian.30

28

Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MA RI.

29

Syahrizal Abbas, Mediasidalam Perspektif Hukum Syariah …,310.

30

Bagir Manan, Peradilan Agama dalam Perspektif Ketua Mahkamah Agung, (Jakarta:Direktori Jendral Badan Peradilan Agama, 2007),135.


(43)

Peraturan mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan ini memiliki tempat istimewa karena proses mediasi menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan, sehingga hakim dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi, apabila para pihak melanggar atau tidak menghadiri mediasi terlebih dahulu, maka putusan yang dihasilkan batal demi hukum dan akan dikenai sanksi berupa kewajiban membayar biaya mediasi, hal ini disebutkan dalam pasal 22 ayat 1 dan ayat 2 peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan.

Dalam pelaksanaan mediasi di pengadilan tingkat pertama, para pihak harus beri’tikad baik dalam proses mediasi, namun mengingat tidak semua para pihak beri’tikad baik dalam proses mediasi, maka dalam pasal 22 ayat 1 dan ayat 2 PERMA ini mempunyai akibat hukum bagi para pihak yang tidak beri’tikad baik dalam proses mediasi.

Hakim atau kuasa hukum dari pihak-pihak yang berperkara dituntut untuk aktif dalam mendorong para pihak untuk berperan aktif dalam proses mediasi, dengan adanya kewajiban menjalankan mediasi, maka hakim dapat menunda persidangan perkara agar dapat terjalin komunikasi antara para pihak yang berperkara.

Adapun dalam proses mediasi di Pengadilan Agama diatur prosedur beracara mediasi yakni :


(44)

Pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan proses mediasi lama 30 hari kerja. Hakim menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang bersengketa. Para pihak memilih mediator dari daftar nama yang telah tersedia pada hari sidang pertama atau paling lama 2 hari kerja berikutnya. Apabila dalam jangka waktu tersebut dalam point 4 para pihak tidak dapat memilih mediator yang dikehendaki. Ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara untuk menjalankan fungsi mediator

b. Tahap proses mediasi

Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk. Proses mediasi berlangsung paling lama 30 hari kerja sejak penetapan perintah melakukan mediasi. Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak telah 2 kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal yang disepakati tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.

c. Mediasi mencapai kesepakatan

Jika mediasi tidak menghasilkan kesepakatan perdamaian maka wajib dirumuskan sacara tertulis dan ditandatngani oleh para pihak dan mediator. Jika mediasi di wakili oleh kuasa hukum maka para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan yang dicapai. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan


(45)

kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian

d. Mediasi tidak mencapai kesepakatan

Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, mediator wajib menyatakan secara tertulis proses mediasi telah gagal. Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. Jika mediasi gagal, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan.31

31


(46)

BAB III

PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN

A. Biografi Pengadilan Agama Bangkalan

Pengadilan Agama Bangkalan dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 152 jo. Tahun 1937 Nomor 116 dan 610 dan diresmikan pada Tahun 1882. Gedung Pengadilan Agama Kabupaten Bangkalan pertama kali berdiri bertempat dengan bergabung di Kantor Departemen Agama Kabupaten Bangkalan di Jl. K.H. Hasyim Asyari selama ±30 Tahun. Kemudian pada bulan Mei 1980 sampai bulan April 2014 gedung Pengadilan Agama Kabupaten bangkalan menempati kantor di Jl. Soekarno Hatta No:19 Bangkalan, dan pada Tahun 2014 gedung Pengadilan Agama Kabupaten Bangkalan menepati kantor baru di Jl. Soekarno Hatta No:49 Bangkalan 69116, telp. (031) 3095582 Fax. (031) 3061482 e-mail :

pabangkalan@gmail.com.

Visi Pengadilan Agama Bangkalan mengacu pada visi Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai puncak kekuasaan Kehakiman di Negara

Indonesia :“Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang Agung“.

Dalam Visi tersebut, tercermin harapan terwujudnya Pengadilan yang modern, indenpenden, bertanggungjawab, kredibel, menjunjung tinggi hukum dan keadilan.Untuk mencapai visi tersebut, Pengadilan Agama Bangkalan menetapkan misi-misi sebagai berikut :


(47)

1. Menjaga kemandirian Aparatur Pengadilan Agama.

2. Meningkatkan kualitas hukum yang berkeadilan,kredebel dan trasparan.

3. Mewujudkan kesatuan hukum sehingga diperoleh kepastian hukum bagi

masyarakat.

4. Meningkatkan pengawasan dan pembinaan.

Untuk mewujudkan misi dan visi perlu menjunjung tinggi nilai- nilai:

a. Kemandirian kekuasaan kehakiman

b. Integritas dan kejujuran

c. Akuntabilitas

d. Responbilita

e. Keterbukaan

f. Ketidak-berpihakan

g. Perlakuan yang sama dihadapan hukum.

B. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Bangkalan

Pengadilan Agama Bangkalan adalah lembaga peradilan berstatus kelas 1B yang berada di bawah lingkungan Pengadilan Tinggi Agama Jawa Timur. Pengadilan Agama Bangkalan terletak di Jl. Soekarno Hatta 19 Bangkalan 69116 Jawa Timur. Wilayah hukumnya meliputi daerah kota/kabupaten Bangkalan.

Kabupaten Bangkalan terletak di ujung paling barat Pulau Madura. Bangkalan yang merupakan salah satu kawasan perkembangan Surabaya serta tercakup dalam lingkup Gerbang Kertosusilo, berbatasan dengan laut


(48)

Jawa di utara, kabupaten Sampang di timur serta selat Madura di selatan dan barat.

Secara geografis wilayah kabupaten Bangkalan terletak di 112°-113° BT dan 6°-7° LS³. Dengan luas wilayah mencapai 126.182 Ha (1.260,14 km²), keadaan topografinya terdiri dari daerah landai seluas 68.454 Ha (54,25%), daerah berombak seluas 45,236 Ha (35,85%), daerah bergelombang seluas 11.773 Ha (9,33%) dan daerah berbukit seluas 719 Ha (0,57%). Adapun ketinggiannya berkisar antara 12-74 m dpl.

Kabupaten Bangkalan memiliki topografi datar hingga berbukit dengan sebagian besar wilayahnya telah digunakan untuk kegiatan persawahan dan tegalan.Dikabupaten bangkalan merupakan wilayah yurisdiksi Pengadilan agama Bangkalan yang terdiri atas 18 Kecamatan, yang terbagi lagi atas 279 desa pusat pemerintah di Kecamatan Bangkalan.

C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Bangkalan

Sesuai dengan perubahan pada undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 yang mengatur tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang Sekretariat Mahkamah Agung RI. Dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Kepaniteraan Mahkamah Agung RI serta Surat Edaran Mahkamah Agung RI. Nomor : MA/Kumdil/177/VIII/K/1996 tanggal 13 agustus 1996 tentang Bagan Susunan Pengadilan, maka dapat dijelaskan bahwa Susunan


(49)

organisasi Pengadilan Agama Bangkalan kelas 1B dipimpin oleh seorang Ketua dibantu seorang Wakil Ketua dan Seorang Panitera/Sekretaris yang dibantu oleh seorang wakil Penitera (bidang kepaniteraan) dan Wakil Sekretaris (bidang kesekretariatan).

Bidang kepaniteraan ada 3 orang panitera muda yaitu panitera muda gugatan, panitera muda permohonan dan panitera muda hukum, sedangkan di bidang kesekretariatan ada 3 kepala Sub Bagian yaitu Kepala Sub Bagian kepegawaian, Kepala Sub Bagian Keuangan dan Urusan umum, untuk melaksanakan teknis yudisial, ada pejabat Fungsional Hakim, ada kelompok Pejabat Fungsional Kepaniteraan yakni Panitera Pengganti dan Jurusita/Jurusita Pengganti.

D. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan

Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama merupakan proses yang akan meghasilkan keberhasilan dalam menyelesaikan sengketa di bidang perdata yang lebih berkualitas.

Dalam pelaksanaan proses mediasi pasti ada sebuah prosedur yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan mediasi, untuk itu Pengadilan Agama Bangkalan mempunyai prosedur mediasi. Menurut Nurul Qolbi yang sebagai salah satu mediator hakim di Pengadilan Agama Bangkalan mengatakan, kaitannya dengan peran mediator dalam menyelesaikan sengketa, para hakim mediator harus mempunyai pedoman dalam menyelesaian perselisihan yakni dengan hukum materiil dan peraturan prosedur mediasi di pengadilan,


(50)

sebagaimana yang tercantum dalam peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 revisi dari PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur

mediasi di pengadilan.1

Pedoman dalam menyelesaikan sengketa yang diterapkan Pengadilan Agama Bangkalan masih menggunakan peraturan Mahkamah Agung RI

Nomor 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.2

Seiring dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi, Pengadilan Agama Bangkalan belum menerapkan prosedur terbaru dalam proses beracara mediasi. karena menurut Nurul Qolbi selaku hakim mediator mengatakan bahwasannya di Pengadilan Agama Bangkalan masih banyak kendala di Peraturan yang diperbarui oleh Mahkamah Agung, yakni PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur

mediasi dan masih belum ada kejelasan lebih mendalam mengenai Juklak

(petunjuk pelaksanaan) dari Mahkamah Agung.3karena itulah Pengadilan

Agama Bangkalan belum bisa menerapkan PERMA RI Nomor 1 tahun 2016. Mochammad Muttaqien selaku panitera di pengadilan Agama Bangkalan, mengatakan adapun prosedur mediasi yang selama ini dilakukan

yakni:4

1 Nurul Qalbi, Wawancara, Bangkalan,21 Juli 2016.

2 Mochammad Muttaqien, Wawancara, Bangkalan, 17 Agustus 2016. 3 Nurul Qalbi, Wawancara, Bangkalan,21 Juli 2016.


(51)

a) Tahap pra mediasi

1. Dalam mengajukan perkara perdata di Pengadilan Agama Bangkalan,

pada hari sidang tahap pertama yang harus dilakukan ialah wajib menempuh proses mediasi dalam menyelesaikan suatu sengketa.

2. Majelis hakim pemeriksa perkara kemudian segera menentukan

mediator hakim untuk menjadi mediator dalam pelaksanaan mediasi tersebut. Dalam hal ini, alasan ditentukannya mediator oleh majelis hakim Pengadilan Agama Bangkalan karena proses ini dianggap lebih cepat daripada menunggu para pihak memilih mediator dengan sendirinya, dengan ketentuan para pihak juga menyetujuinya.

Dalam proses mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Bangkalan selama ini menggunakan mediator dari kalangan hakim Pengadilan Agama Bangkalan dan tidak pernah menggunankan mediator dari luar atau disebut dengan mediator non hakim sebagai fasilitator para pihak bersengketa untuk menyelesaikan suatu perselisihan. Meskipun hanya satu hakim yang mempunyai sertifikat mediator yakni hakim Abdul Majid, akan tetapi mediator dari hakim Pengadilan Agama Bangkalan sudah pernah mengikuti pelatihan

mediasi.5

3. Mediator menentukan hari dan tanggal pertemuan mediasi, setelah

menerima penetapan penunjukan mediator, pihak Peradilan Agama


(52)

Bangkalan melakukan pemanggilan para pihak untuk menghadiri pertemuan mediasi.

4. Apabila para pihak hadir dalam sidang pertemuan pertama maka proses

mediasi rata-rata dilakukan dalam jangka dua minggu sekali atau satu kali dilaksanakan, hal ini dikarenakan para pihak sudah bersikukuh untuk mengkomunikasikan masalah mereka bersama-sama. Namun jika tergugat tidak hadir maka mediator meminta bantuan hakim pemeriksa perkara untuk memanggil secara patut dengan bantuan juru sita pengadilan, supaya para pihak tersebut hadir pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Jika setelah dilakukan dua kali pemanggilan secara patut, pihak tersebut tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka mediator wajib untuk menyatakan bahwa proses mediasinya telah gagal.

Lain halnya dengan pihak yang tidak pernah hadir kemudian pada sidang kedua waktu pembuktian hadir maka mediasi tetap dilakukan pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mengusahakan perdamaian hingga sebelum

pengucapan putusan.6

5. Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik,

apabila salah satu pihak tidak beritikad baik maka dinyatakan mundur dari proses mediasi.


(53)

Panitera Pengadilan Agama Bangkalan mengatakan bahwa pada umumnya perkara yang masuk di Pengadilan Agama Bangkalan adalah perkara yang telah akut, dengan kata lain perkara tersebut telah berlangsung lama yang sebelumnya sudah pernah dicoba diselesaikan secara kekeluargaan, namun gagal untuk ditemui titik terang dan merasa jalan satu-satunya penyelesaian masalah mereka adalah melalui jalur litigasi. Sehingga pada saat dilakukan mediasi para pihak terkesan

kurang antusias dan bersikap ogah-ogahan.7

Ada juga para pihak yang pada awalnya terkesan mempunyai

respon yang bagus saat hakim memerintahkan untuk dilakukan mediasi, namun pada pelaksanaannya sulit, terlebih-lebih jika hubungan personal diantara mereka kurang harmonis. Ada pula pihak yang dari awal bersikukuh menolak untuk mediasi, mereka benar-benar tidak ada kemauan sama sekali untuk bersungguh-sungguh

mengupayakan damai.8

b) Tahap-tahap proses mediasi

Dalam tahap proses mediasi ini apabila salah satu pihak telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati maka mediasi dinyatakan gagal.

7 Mochammad Muttaqien, Wawancara, Bangkalan, 17 Agustus 2016. 8 Nurul Qalbi, Wawancara, Bangkalan, 21 Juli 2016.


(54)

Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.

Nurul Qolbi menjelaskan bahwasannya Hakim mediator di Pengadilan Agama Bangkalan menganggap bahwa mediasi sebagai bagian dari tugas wajib hakim sebagai orang yang bertugas

menyelesaikan kasus yang masuk ke pengadilan.9

Mochammad Muttaqien pun berpendapat bahwasannya:

“ tugas hakim sebagai mediator memberikan akses yang lebih besar

untuk menemukan penyelesaian masalah yang memuaskan dan

memenuhi rasa keadilan”.10

Lain halnya dengan pendapat Supriyadi bahwasannya mediasi sebagai amanah yang diemban oleh hakim mediator untuk melakukan mediasi karena mereka menganggap sebagai sesuatu yang harus di pertanggung jawabkan sampai akhirat nanti, jadi harus dilakukan dengan

sungguh-sungguh”.11

Hakim mediator memandang bahwa, mediasi merupakan kewajiban tugas yang harus dijalankan karena aturan hukumnya menetapkan demikian, meskipun itu merupakan tugas sampingan bukan termasuk tugas pokok, tetap saja semuanya harus dilaksananakan dengan baik, sebab jika tidak dilakukan maka akan mengakibatkan

9 Nurul Qalbi, Wawancara, Bangkalan, 21 Juli 2016.

10 Mochammad Muttaqien, Wawancara, Bangkalan, 17 Agustus 2016. 11 Supriyadi,Wawancara, Bangkalan,17 Juli 2016.


(55)

putusannya akan batal demi hukum.12Maka dari itu mediasi harus dilakukan untuk menghindari batalnya sebuah putusan.

Pengadilan bukan hanya sebagai lembaga yang menegakkan hukum dan keadilan, tetapi pengadilan juga bertugas sebagai lembaga yang mencari solusi antara pihak-pihak yang bersengketa.

Adapaun rekapitulasi laporan mediasi di Pengadilan agama Bangkalan Tahun 2015-2016, perkara yang dimediasi pada bulan Januari-Desember Tahun 2015 berjumlah ±110 perkara dan semua perkara mediasi yang masuk pada Tahun 2015 belum ada yang dinyatakan berhasil. Sedangkan pada bulan Januari-Juni Tahun 2016 dari 76 perkara yang dimediasi hanya satu yang dinyatakan mediasi

berhasil sebagian.13

Dengan melihat rekapitulasi laporan mediasi ini disimpulkan bahwa di Pengadilan Agama Bangkalan masih minim mediasi yang dikatakan berhasil pada dasarnya bukan karena kurangnya memaksimalkan prosedur proses mediasi sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung RI tentang prosedur mediasi, tetapi faktor yang paling mempengaruhi keberhasilan mediasi di pengadilan adalah berupa keniatan damai dari para pihak itu sendiri. Hal-hal inilah yang

12 Nurul Qalbi, Wawancara, Bangkalan,21 Juli 2016.


(56)

menyebabkan proses mediasi dikatakan berhasil/gagal untuk

menyelesaikan perkaranya melalui jalur damai dengan proses mediasi.14


(57)

BAB IV

ANALISA TERHADAP PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI

NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan

Sebagaimana telah dibahas dalam bab sebelumnya, bahwasannya proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada kesepakatan berdamai. Jika perkara diputus pihak yang kalah seringkali mengajukan upaya hukum banding maupun kasasi, sehingga membuat penyelesaian atas perkara yang bersangkutan dapat memakan waktu bertahun-tahun, dari sejak pemeriksaan di pengadilan tingkat pertama hingga pemeriksaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Sebaliknya jika perkara dapat diselesaikan dengan perdamaian, maka para pihak dengan sendirinya dapat menerima hasil akhir karena merupakan hasil kesepakatan mereka yang mencerminkan kehendak bersama para pihak.

Dalam hal ini mediasi telah dilaksanakan di Pengadilan Agama Bangkalan dengan berpedoman pada peraturan Mahkamah Agung RI Nomor

1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.1


(58)

Menurut hal ini pengamatan penulis terhadap prosedur mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama Bangkalan bahwasannya sudah memenuhi asas kewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara sangat sesuai untuk menyelesaikan setiap perselisihan dan persengketaan

melalui pendekatan ishlah, sebab bagaimanapun adilnya putusan akan lebih

baik dan lebih adil hasil dari perdamaian.2

Di dalam prosedur mediasi sering kita dengar tentang jangka waktu mediasi sebagaimana tertera dalam prosedur proses mediasi berlangsung selama 40 hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau mediator yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim dan atas dasar kesepakatan para pihak.

Jika penulis melihat ketentuan ini dengan prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan telah sesuai dengan apa yang tertera dalam prosedur tersebut, hal ini dikarenakan perkara yang masuk di Pengadilan Agama Bangkalan sebelumnya sudah dilakukan musyawarah di dalam keluarga maka dengan alasan itu mediator hanya cukup memediasi para pihak satu kali apabila permasalahan yang dihadapi hanyalah permasalahan perceraian, baik cerai gugat maupun cerai talak, karena dalam perkara ini para pihak sepakat untuk bercerai dan tidak ingin melanjutkan pernikahannya kembali.

Lain halnya dengan perkara waris membutuhkan waktu yang banyak untuk memediasi. Adapun yang dimaksud dengan 40 hari adalah batas

2 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan acara Peradilan Agama,(Jakarta:Sinar Grafika, 2009), 65.


(59)

maksimal yang diberikan kepada Pengadilan Agama untuk melakukan proses mediasi.

Selain dari segi batas waktu mediasi, hal lain yang menjadi kendala adalah tidak maksimalnya mediator hakim dalam memediasi sehingga mengakibatkan minimnya angka keberhasilan mediasi perkara perdata di Pengadilan Agama Bangkalan. Perlu diketahui bahwa jumlah hakim di Pengadilan Agama Bangkalan sebayak 7 orang. Namun, hanya ada satu hakim yang bersertifikat mediator. Selain itu banyak mediator hakim yang juga merangkap tugas sidang, hal tersebut tentunya akan menambah beban kerja dan tanggung jawab mereka, yang mana di satu sisi berusaha untuk mendamaikan dan sisi lainnya dituntut untuk membuat putusan yang berkualitas. Akan tetapi para hakim Pengadilan Agama Bangkalan pernah mengikuti pelatihan mediator.

Ciri-ciri penting dari mediator sebagaimana mediator bersikap netral, membantu para pihak dan tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Jadi menurut penulis bukan sesuatu yang fatal selama mediator hakim Pengadilan Agama Bangkalan masih memiliki ciri-ciri peran mediator yang membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilainnya atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak.


(60)

B. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan Ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Prosedur mediasi bukanlah suatu fenomena baru di Pengadilan Agama Bangkalan, mediasi telah dilaksanakan setelah adanya Perma RI No. 1 Tahun 2008. Tetapi pelaksanaannya belum maksimal, dilihat dari ungkapan wawancara panitera tentang prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. Setelah adanya revisi menjadi Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 terbit tanggal 04 Februari 2016 yang akan dilaksanakan, mengharap prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan lebih optimal lagi.

Menurut penjelasan pasal 38 PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan, bahwa pada saat Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Berdasarkan penjelasan peraturan tersebut dapat dipahami bahwa pelaksanaan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 mulai diterapkan sebagai acuan dalam proses beracara mediasi di Pengadilan Agama.

Tetapi dalam hal ini mediator hakim Pengadilan Agama Bangkalan dalam menyelesaikan perselisihan masih menggunakan atau menerapkan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2008 sebagai acuan proses beracara mediasi di pengadilan, dengan dasar bahwa masih belum ada pelaksanaan yang lebih jelas atau petunjuk pelaksanaan dari Mahkamah Agung.


(61)

Tetapi apapun alasannya, yang pasti bahwa mediasi harus dilakukan pada setiap perkara perdata yang masuk di pengadilan, pada sidang pertama yang dihadiri para pihak hakim mewajibkan untuk menempuh proses mediasi, hakim yang menangani perkara tersebut harus benar-benar mewajibkan proses mediasi yang sesuai dengan aturan dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 sebelum perkara disidangkan. Hal ini sesuai dengan pasal 3 ayat 1 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 yaitu tidak menempuh proses mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Adapun mengenai jangka waktu mediasi yang diterapkan di Pengadilan Agama Bangkalan yang rata-rata hanya dua minggu sekali atau satu kali mediasi dengan batas waktu yang ditetapkan Perma RI Nomor 1 tahun 2016 ialah 30 hari kerja sejak penetapan perintah melakukan mediasi.

Maka disini Penulis melihat ketidakseimbangan batas waktu mediasi yang ada di Pengadilan Agama Bangkalan dengan ketentuan Perma ini dalam melaksanakan proses mediasi, tetapi disini Penulis dapat memahami bahwa batas waktu yang ditetapkan PERMA untuk memediasi selama 30 hari kerja apabila dengan satun kali mediasi sudah cukup mengetahui para pihak tidak memungkinkan lagi untuk bisa didamaikan. Maka dengan hanya satu kali itu mediasi bisa dilaksanakan, namun perkara ini untuk perceraian lain dengan waris yang membutuhkan mediasi berkali-kali.


(62)

Dalam hal mediator yang berperan sebagai fasilitator, pengadilan agama bangkalan selama ini menggunakan mediator hakim untuk membantu menyelesaikan sengketa para pihak yang rata-rata hakim Pengadilan Agama Bangkalan belum mempunyai sertifikat mediator, tetapi para hakim pernah

mengikuti pelatihan mediator.3

Seorang mediator haruslah memiliki keahlian khusus di bidang penyelesaian sengketa yang dibuktikan dengan sertifikat mediator. Hal tersebut dimaksudkan agar orang yang menjadi mediator adalah orang-orang yang benar-benar memiliki ketrampilan komunikasi dan teknik-teknik perundingan yang memadai, selain itu seorang mediator juga harus dibekali kemampuan komunikasi yang baik serta mampu memotivasi orang lain yang sedang bersengketa. Sertifikasi mediator dilakukan oleh Mahkamah Agung yang telah mendapatkan akreditasi dari Mahkamah Agung.

Sedangkan pasal 13 ayat (1 dan 2) Perma RI Nomor 1 Tahun 2016 menjelaskan setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang lulus dalam sertifikasi mediator, bagi hakim yang tidak bersertifikat dapat menjalankan fungsi mediator dalam hal tidak ada atau terdapat keterbatasan

jumlah mediator bersertifikat.4

Hampir semua hakim di Pengadilan Agama Bangkalan belum bersertifikat, mereka menjalankan tugasnya sebagai mediator berdasarkan ilmu yang mereka peroleh dari seminar, buku-buku, serta pengalaman dalam

3 Mochammad Muttaqien, Wawancara, Bangkalan, 17 Agustus 2016.

4 Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MA RI.


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id mediator Pengadilan Agama Bangkalan belum menerapkan peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016.

Melihat hal ini menurut penulis bukan sesuatu yang dikhawatirkan sehingga dapat berdampak terhadap proses beracara mediasi dengan belum menerapkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016, selama masih belum ada petunjuk pelaksanaan yang lebih kongkrit dari Mahkamah Agung untuk bisa memaksimalkan tingkat keefektifan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan ini. Namun mediasi harus dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan mediasi yang semestinya :

“ menyelesaikan masalah/sengketa untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan pihak-pihak yang bersengketa sehingga dicapai hasil yang memuaskan”.5

Berdasarkan ketentuan hukum acara mediasi yang dijelaskan secara garis besar dapat dipahami bahwa dalam hal memediasi, menurut ketentuan hukum acara mediasi pada dasarnya memang merupakan kewajiban yang harus dilakukan, namun dalam hal acuan mengenai proses prosedur mediasi, yaitu hakim mediator Pengadilan Agama Bangkalan menggunakan peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi, hal itu tidak lain karena masih belum ada petunjuk pelaksanaan yang kongkrit dari Mahkamah Agung.

Pengadilan tidak hanya bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan suatu perkara tetapi berwenang mendamaikan para pihak

5Suyud Margono, ADR (Alternatif Dispute Resolution) & Arbitrase:Proses Pelembagaan dan


(2)

60

yang berperkara. Pengadilan yang selama ini terkesan sebagai lembaga yang menegakkan hukum dan keadilan, tetapi sekarang pengadilan juga menampakkan diri sebagai lembaga yang mencari solusi antara pihak-pihak yang bertikai.


(3)

61

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai uraian dan penjelasan mengenai prosedur mediasi di pengadilan Agama Bangkalan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan dalam melaksanakan

proses beracara mediasi yang meliputi tahap pra mediasi dan tahap mediasi, masih berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi.

2. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan jika ditinjau dari PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi, dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa prosedur mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Bangkalan belum sesuai dengan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016, dengan alasan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 masih banyak kendala sehingga belum diterapkan, diantaranya belum ada petunjuk pelaksanaan lebih lanjut dari Mahkamah Agung.

B. Saran-saran

1. Hendaknya Mahkamah Agung mensosialisasikan PERMA RI Nomor

1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi kepada mediator dan para pihak agar mediator dan para pihak yang bersengketa mengetahui


(4)

62

adanya pembaharuan peraturan mengenai prosedur mediasi yakni PERMA Nomor 1 Tahun 2016.

2. Diharapkan Pengadilan Agama Bangkalan dalam menyelesaikan

perselisihan tidak hanya sekedar melakukan proses mediasi sebagai formalitas untuk menghindari ancaman batal demi hukum, tetapi hendaknya menyelesaikan perselisihan sesuai dengan tujuan mediasi.


(5)

63

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrizal. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Jakarta:Kencana, 2009.

Adi Nugroho, Susanti. Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT. Telaga Ilmu Indonesia, 2009.

Amrina, Nurmaningsih. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Arikunto, Suharismi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

As’adi, Edi. Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV.Penerbit Diponegoro, 2003.

Harahap, Yahya. Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989, Cet.2. Jakarta: Pustaka Kartini, 1993.

Jamil, Muksin. Mengelolah Konflik Membangun Damai:Teori Strategi, dan Implementasi Resolusi Konflik, cetakan I. Semarang:Walisongo Media Center, 2007.

Heryani, Wiwik dan Achmad Ali. Sosiologi Hukum: Kajian Empiris terhadap Pengadilan. Jakarta:Kencana, 2012.

Mahkamah Agung RI. PERMA RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan MA RI.

---. PERMA RI No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan MA RI.

Mahkamah Agung. Pedoman PelaksanaanTugas dan Administrasi Peradilan Agama. Jakarta: t.p., 2013.

Manan, Bagir. Peradilan Agama dalam Perspektif Ketua Mahkamah Agung. Jakarta:Direktori Jendral Badan Peradilan Agama, 2007.

Margono, Suyud. ADR (Alternatif Dispute Resolution) & Arbitrase:Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Bogor:Ghalia Indonesia, 2002.

Masriani, Yulies Tiena. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta:sinar Grafika, 2004.


(6)

64

Muhammad, Abdul Kadir. Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet. 3. Bandung:Alumni, 1996.

Mujahidin, Ahmad. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, Bogor: Ghalia Indonesia, 2012.

Rahmadi, Takdir. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010.

Saifullah, Muhammad. Mediasi dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia. Semarang:Walisongo Press, 2009.

Sarwono. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Soekanto, Soerjono. Kedudukan dan Peran Hukum Adat di Indonesia, Jakarta: Kurnia Esa, 1970.

Soemartono, Gatot P. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Subekti. Aneka Perjanjian Indonesia, Bandung: Itermasa, 1982.

Undang-undang No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989.

Usman, Rachmadi. Plihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Bandung:Citra Aditya Bakti, 2003.

Restoe, “Prosedur Beracara di Pengadilan Agama gunung sugih”, dalam