Respon Pengadilan Agama terhadap Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008: studi kasus Pengadilan Agama Jakarta Pusat terhadap Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi

(1)

Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi) Skripsi

diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Disusun oleh:

Shohibul Munir

105043201344

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAHZAB DAN HUKUM

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Pengadilan Agama Jakarta Pusat Terhadap Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi) telah diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 September 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.sy) pada Program Studi Perbangdingan Madzhab Hukum.

Jakarta,22 September 2010 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. H. Ahmad Mukri Adji. MA. NIP. 1957031219851003

(...)

Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag NIP. 196511191998031002

(...)

Pembimbing I Drs. Abdul Basiq Djalil. SH., MA. NIP. 195003061976031001

(...)

Pembimbing II Sri Hidayati. M.Ag

NIP : 197102151997032002

(...)

Penguji I : Dr. H. Ahmad Mukri Adji, MA NIP. 195703121985031003

(...)

Penguji II : Nahrowi. SH., MH. NIP.150293227


(3)

(4)

PROSEDUR MEDIASI)

Skripsi diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu Persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Shohibul Munir

NIM:105043201344

Di bawah Bimbingan,

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.Abdul Basiq Djalil,SH.,MA Sri Hidayati, Mag NIP:195003061976031001 NIP:197102151997032002

K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N H U K U M

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAHZAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(5)

(6)

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah menciptakan manusia dengan kesempurnaan sehingga dengan izin dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Allah SWT dan seluruh umat manusia yang mencintai ilmu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, atas tetesan darah dan air mata beliaulah kita mampu berdiri dengan rasa bangga sebagai umat Islam yang menjadi umat yang terbaik diantara semua kaum. Tidak lupa kepada keluarga, para sahabat, serta yang mengamalkan sunnahnya dan menjadi pengikut setia hingga akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan pentingnya orang-orang yang telah memberikan pemikiran dan dukungan secara moril maupun spirituil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai yang di harapkan karena adanya mereka segala macam halangan dan hambatan yang menghambat penulisan skripsi ini menjadi mudah dan terarah.Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat Bapak:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM selaku dekan fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif


(7)

kepada keluarga, Ayahanda Wisnu Supardjo dan ibunda Sri Anteng yang telah mencurahkan seluruh tenaga dan pengorbanan serta do’a yang bergema dalam dzikir dan tahajudnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan penuh semangat. Juga teruntuk kakak saya yang saya idolakan Rina Muasaroh SE. yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

3. Dr. H. Ahmad Mukri Adji, MA selaku ketua Program Studi Perbandingan Mahzab dan Hukum, Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag selaku sekretaris Program Studi Perbandingan Mahzab dan Hukum yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan segenap aktivitas yang berkenaan dengan jurusan.

4. Dr. H. Abdul Basiq Djalil, MA dan ibu Sri Hidayati selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan nasehat yang berguna bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.

5. Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat Bapak Drs. H. Masrum, MH, Bapak Nuheri SH., Bapak Drs.Cece Mustofa yang telah membantu penulis dalam penelitiannya di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.


(8)

warna dalam corak khazanah keilmuan yang berbeda-beda.

7. Kepada teman-teman Fakultas syariah dan Hukum angkatan 2005 terima kasih telah menemani saya selama kuliah dan memberikan inspirasi untuk tetap berjuang dalam hidup dan Bunga Rahayu Permatasari sumber inspirasiku

Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan Allah SWT sehingga penulis dapat memberikan kontribusinya dalam ilmu pengetahuan. semoga penulis mendapat pencerahan sehingga ilmu yang di anugerahkan Allah SWT tidak sia-sia dan dapat diamalkan seta mampu menyampaikan kebenaran kepada umat manusia sehingga dapat menerangi kebodohan yang selama ini terjadi. Amin.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Jakarta: 21 Mei 2009

( Penulis)


(9)

(10)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 8

C. Perumusan Masalah ... 9

D. Tujuan dan Manfaat penelitian ... 9

E. Metode Penelitian ... 10

F. Review Studi Terdahulu ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II KEKUASAAN KEHAKIMAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Kekuasaan Kehakiman ... 17

B. Perundang-undangan di Indonesia ... 23

C. Tinjauan Umum Tentang Mediasi ... 25

D. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama ... 34


(11)

v

B. Kewenangan Khusus ... 55

C. Visi dan Misi ... 56

BAB IV RESPON PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT A. Keterkaitan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Terhadap Peraturan Mahkamah Agung no.1 tahun 2008... 57

B. Peranan Hakim sebagai Mediator dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jakarta Pusat ... 62

C. Peranan mediator Non Hakim dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan agama Jakarta Pusat ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(12)

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasar pada UUD 1945 dan sejalan dengan ketentuan tersebut, maka salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya guna menegakkan hukum dan keadilan. Karena adanya prinsip tersebut maka jaminan penyelenggaraan kehakiman telah diatur dalam UU No.4 tahun 2004 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang di dalamnya terdapat 5 pelaksana kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung, yakni Peradilan umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer, dan Mahkamah Konstitusi.1

Indonesia adalah negara yang mayoritas adalah umat muslim maka masalah-masalah yang timbul tidak jauh dari masalah-masalah hukum Islam yang telah di khususkan oleh Undang-Undang dalam ruang lingkup Pengadilan Agama yang mengatur urusan umat Islam di Indonesia maka sangat menarik untuk membahas sepak terjang dunia Peradilan Agama di Indonesia. Pengadilan Agama adalah salah satu diantara peradilan khusus di Indonesia, dua peradilan khusus lainnya adalah Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara. Dikatakan peradilan

1

Abdul Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group Jakarta, 2006), h.13.


(13)

khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Dalam hal ini Pengadilan Agama hanya berwenang dibidang perdata tertentu saja, yaitu dalam perkara perdata Islam tertentu dan hanya untuk orang yang beragama Islam di Indonesia, perkara perdata yang menjadi wewenang Pengadilan Agama hanya menangani masalah-masalah perkara perceraian, pembagian harta, wakaf, dan lain sebagainya. Pada akhir-akhir ini semakin terdengar kritikan-kritikan terhadap kinerja badan Pengadilan di Indonesia. Proses penyelesaian perkara di anggap sangat lambat, membuang waktu, mahal, dan berbelit-belit. Semakin lama para pencari keadilan tidak percaya pada kinerja Pengadilan. Salah satu masalah penting yang di hadapi oleh badan Peradilan Indonesia adalah lambatnya proses penyelesaian perkara di Pengadilan, antara lain dengan menumpuknya perkara di Mahkamah Agung RI. Dengan penyelesaian perkara 8.500 setiap tahun sedangkan penerimaan dalam jumlah yang hampir sama, dapat di perkirakan bahwa penumpukan perkara di Mahkamah Agung tidak akan terselesaikan dengan banyaknya perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali.2

Didalam beracara di Pengadilan terdapat prosedur pelaksanaan yang telah diatur baik dalam pasal 130 HIR yang di gunakan di pulau Jawa dan Bali maupun dalam Pasal 154 RBG yang digunakan di luar pulau Jawa yang mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifikasikan dengan

2

Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang diklat kumdil, Naskah Mahkamah Agung, 2007, h.1.


(14)

cara mediasi karena pengintegrasian mediasi kedalam proses beracara di Pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi penumpukan perkara yang di ajukan ke pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan kinerja atau fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian perkara.3

Sedangkan prosedur mediasi atau upaya perdamaian telah lebih dahulu dilakukan oleh negara-negara yang lain seperti Amerika Serikat, Srilanka, Philippina, China, Korea Selatan, Hongkong, Australia, Singapura, dan Jepang. Di negara Amerika Serikat kedudukan dan keberadaan mediasi sebagai lembaga penyelesaian sengketa telah didukung secara formal oleh Hukum positif, berupa

Dispute Resolution Act yang dikeluarkan pada saat Presiden Jimmy Carter pada tanggal 12 Februari tahun 1980, berbagai macam sengketa dapat di mediasikan baik jenis sengketa yang bersifat umum maupun jenis sengketa yang bersifat khusus seperti sengketa bisnis dan sengketa perceraian.4

Sedangkan di negara Srilanka telah diundangkan Mediation Board Act

(Komisi Badan Mediasi) pada tahun 1988 yang meletakan pengawasan terhadap para penyedia jasa dibawah komisi khusus yang ditunjuk oleh presiden dan Komisi ini terdiri atas lima orang tiga diantaranya harus berpengalaman di dunia Pengadilan setingkat Mahkamah Agung atau Peradilan Tinggi, diberlakukan pula mediasi sebagai upaya wajib yang harus ditempuh para pencari keadilan sebelum

3

Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT.raja Grafindo Persada,2002), h.34.

4

Atja Sandjaya, Perkembangan Mediasi di berbagai Negara (Pelatihan Mediator Hakim Agama Pusdiklat MARI, Mega mendung, Ciawi, Bogor), h.2.


(15)

menempuh upaya Pengadilan (Compulsory Mediation atau Primary Iurisdiction).5

Lain halnya di negara Philippina secara tradisional Mediasi telah dikenal melalui tradisi penyelesaian sengketa secara kekeluargaan dan kooperatif di tingkat pedesaan (Barangay atau Barrio) pelembagaannya didorong oleh keinginan untuk mengatasi penumpukan serta kemacetan administrasi perkara di Pengadilan yang menimbulkan penurunan kualitas keadilan, dan pelembagaan tersebut dilakukan oleh pemerintah Philippina melalui Presidential Decree Philippina Nomor 1508 tanggal 11 juni 1978, yang dikenal dengan”Katarungang

Pambarangay Law atau Barangay Justice law”. Adapun kewenangan yang

dimilikinya adalah menyelesaiakan seluruh jenis sengketa perdata dan pidana dengan ancaman hukuman ringan.6

Sedangkan Di negara China sejak tahun 1949 sistem mediasi China telah diformalkan dalam berbagai bentuk pedoman dan instruksi. Pada tahun 1982 konstitusi China secara tegas menyebutkan pendirian Komisi Mediasi Rakyat

(People Mediation Committees) di wilayah perkotaan maupun di pedesaan,dan

salah satu fungsi mediasi rakyat disebutkan melaksanakan upaya-upaya penengahan (to Mediate) sengketa Perdata (Civil Dispute). Lain halnya di Negara Australia di negara ini pengembangan mediasi baru muncul belakangan bila dibandingkan dengan negara Amerika Serikat atau Korea Selatan, akan tetapi

5

Ibid. h.3.

6


(16)

dalam waktu singkat dapat menandingi kemajuan yang dicapai negara lain bahkan sekarang sudah hampir sampai tahap konsolidasi. Mediasi dikelola dalam satu wadah yang dinamakan Centre for DisputeResolution yang didirikan pada tahun 1988 yang bernaung dibawah University of Technology, Sidney bekerja sama dengan faculty ofLaw and Legal practice and Bussines. Pada prinsipnya lingkup mediasi yang dikembangkan di negara Australia tidak jauh berbeda dengan mediasi yang duikembangkan oleh negara Amerika Serikat, akan tetapi bila perbandingannya termasuk dengan mediasi di Jepang dan Korea Selatan maka Australia mengatur sisitem mediasi yang berkoneksitas dengan Pengadilan

(mediation Connected to the Court) yang pada umumnya bertindak sebagai

mediator adalah pejabat Pengadilan, Namun pada dasarnya selain fungsi pelembagaan mediasi sebagai penengahan masalah secara kekeluargaan tapi juga berfungsi sebagai instrumen penyelesaian masalah penumpukan perkara di Pengadilan.7

Untuk itu di negara Indonesia melakukan studi banding ke negara-negara tersebut untuk memaksimalkan proses mediasi di Indonesia agar tercapai sebuah mediasi yang efektif, sebelum Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 ditetapkan oleh Mahkamah Agung sebelumnya telah ada aturan mengenai dasar hukum mediasi yaitu HIR pasal 130 dan Rbg pasal 154 yang telah dijelaskan diatas kemudian dikeluarkannya SEMA No.1 tahun 2002 Sedangkan pada tahun 2003 Mahkamah Agung mengeluarkan Suatu Peraturan yang mengatur tentang

7


(17)

mediasi yaitu Peraturan Mahkamah Agung No.2 tahun 2003 yang mengatur tentang prosedur mediasi yang harus dilakukan oleh lembaga Peradilan. Namun dalam prakteknya di lapangan masih terdapat banyak kendala dalam pelaksanaan PERMA tersebut, oleh karena itu setelah dilakukan evaluasi terhadap prosedur mediasi di pengadilan yang berdasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung No.2 tahun 2003 ternyata ditemukan berbagai kendala atau masalah yang timbul dari peraturan Mahkamah Agung tersebut.sehingga peraturan tersebut harus perlu di revisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi terkait dengan proses berperkara di Pengadilan, maka dari itu Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur Peraturan Mahkamah Agung mediasi sebagai jawaban pemecahan masalah yang timbul dari No.2 tahun 2003. Dalam tersebut diatur tentang prosedur mediasi dan menjelaskan prosedur sertifikasi bagi calon mediator untuk melakukan mediasi di dalam lembaga peradilan.8

Mediasi adalah salah satu diantara sekian banyak penyelesaian sengketa (Dispute Settlemen) yang dikenal di banyak tempat dalam berbagai kurun waktu atu dapat dilihat sebagi salah satu bentuk penyelesaian sengketa diluar Pengadilan (non Litigasi) yang merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian (Alternative Dispute Resolution) akan tetapi juga berupa mediasi Peradilan (Court

8


(18)

Mediation). Mediasi juga dapat berupa mediasi modern tetapi juga dapat berupa mediasi tradisional (Tradisional Mediation).9

Bentuk-bentuk Penyelesaian sengketa sebagaimana yang diungkapkan diatas seperti yang diungkapkan oleh Veronica Taylor dan Michael Pryles dalam”Dispute Resolution in Asia”mengandung apa yang dinamakan “The Culture of Dispute Resolution in Asia”(Taylor & pryles,2002:1). Bentuk-bentuk penyelesaian seperti ini didasarkan pada nilai-nilai budaya lokal yang berlaku dalam masyarakat yang dapat disebut dengan prinsip etika yang mendasari penyelesaian sengketa tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh penulis Jepang Yoshiro Kusano dengan istilah ”Compromise Techniques”atau jalan damai sebagai terjemahan istilah dari Jepang yaitu’WAKAI”.10

Oleh karena itu berdasarkan studi awal penulis mengenai masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji lebih dalam bentuk

skripsi berjudul RESPON PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT

TERHADAP PERATURAN MAHKAMAH AGUNG No.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI” karena PERMA ini merupakan peraturan yang cukup baru di putuskan pada tanggal 1 Juli tahun 2008 maka penulis membahas mengenai respon atau tanggapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat dalam melaksanakan aturan ini apakah telah sesuai dengan yang di cita-citakan

9

Abdurrahman, Etika Mediasi dalam Mediasi Syariah dan Mediasi Konvensional,Makalah disampaikan pada acara pelatihan Hakim Agama di Pusdiklat MA, Mega mendung,26 Maret 2009. h.1.

10


(19)

dan juga dikarenakan Pengadilan Agama Jakarta Pusat menjadi objek perkara-perkara persidangan internasional yang melibatkan WNI diluar negeri bahkan Pengadilan Agama Jakarta Pusat beberapa kali di jadikan kunjungan Hakim Australia dan Malaysia oleh karena itu penulis mengangkat Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebagai objek kajian penelitian karena Pengadilan Agama Jakarta Pusat merupakan tolok ukur dari Pengadilan Agama Di wilayah DKI Jakarta sehingga lebih banyak hal yang bisa penulis kontribusikan dalam penulisan skripsi ini kepada pembacanya.11

B. Pembatasan Masalah

Mengingat intepretasi hukum merupakan sesuatu yang sangat luas dan kompleks maka untuk mendapatkan pembahasan yang lebih efektif dan objektif penulis batasi permasalahan yang meliputi sebagai berikut:

1. Respon Pengadilan Agama Jakarta Pusat terhadap pelaksanaan PERMA No.1 tahun 2008

2. Peranan mediator non hakim sebagai mediator sesuai Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008.

3. Fungsi Hakim sebagai mediator di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

11

http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=5520&Itemid=494 di akses pada tanggal 22 September 2010.


(20)

C. Perumusan Masalah

Sesuai keberadaan suatu peraturan mestinya dalam pelaksanaan peraturan Mahkamah Agung no.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi harusnya dapat lebih di efektifkan dan lebih memudahkan jalur mediasi kasus para pihak. Dalam kenyataannya pelaksanaan mediasi di maksud dalam wilayah pengadilan agama belumlah terlihat efektif.

Rumusan masalah di atas penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana respon Pengadilan Agama Jakarta pusat terhadap pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008?

2. Bagaimana peranan Mediator non Hakim dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta pusat?

3. Bagaimana fungsi dan peranan Hakim sebagai Mediator dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Pusat telah dilakukan sesuai PERMA No.1 Tahun 2008?

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah

1. Untuk Mengetahui respon Pengadilan Agama Jakarta Pusat terhadap pelaksanaan Peraturan mahkamah agung No.1 Tahun 2008.

2. Untuk Mengetahui bagaimana peranan Mediator non hakim di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.


(21)

3. Untuk Mengetahui Bagaimana fungsi dan peranan Hakim sebagai mediator di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Adapun manfaat dari penulisan masalah ini adalah:

1. Kalangan pribadi untuk menambah khazanah keilmuan dalam bidang hukum dalam wilayah Pengadilan Agama.

2. Kalangan Akademis, untuk menambah perbendaharaan keilmuan dalam masalah mediator dalam Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

3. Kalangan umum, untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam masalah hakim sebagai mediator dalam Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

E. Metodologi Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bahan-bahan yang berhubungan dengan skripsi ini. Adapun metodologi penelitian yang digunakan yaitu dengan melakukan:

1. Penelitian Kepustakaan (library research)

Dalam penelitian kepustakaan ini penulis melakukan pengumpulan bahan-bahan dan data-data yang berkaitan dengan skripsi ini. Bahan-bahan dan data tersebut penulis mendapatkannya dari bermacam-macam buku, artikel, literatur dan data dari internet yang berhubungan dengan skripsi yang di bahas, lalu penulis mempelajarinya dan menganalisis data tersebut maka didapat data sekunder yang dapat digunakan sebagai bahan penulisan.


(22)

2. Penelitian Lapangan (field research)

Dalam melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan bahan-bahan atau data-data dengan menggunakan tekhnik wawancara mendalam

(deep interview) dengan Humas dan Mediator dalam Pengadilan Agama di

Jakarta Pusat sebagai objek penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan data-data langsung atau primer.

3. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data Kualitatif, yakni dengan sebuah pemaparan dan penjelasan terhadap masalah yang diangkat sehingga pada akhirnya akan membangun kesimpulan-kesimpulan dari permasalahan yang ada.

4. Sumber Data

Sumber data primer, yakni bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat seperti: UU 1945, PERMA No.1 Tahun 2008,

Sumber data sekunder, yakni yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer misalnya: data-data yang di peroleh dari ilmu hukum, Undang-Undang, hasil penilitian, hasil karya-karya ilmiah dan data-data lain yang masih relevan dan dapat menunjang akan penelitian ini.

Sumber hukum tertier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus, ensiklopedia, dan bahan pelengkap lainnya.


(23)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua tehnik untuk mengumpulkan data, yakni dengan studi pustaka (library research) dan studi dokumentasi (field research) tentang prosedur mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

6. Analisis Data

Penulis mengolah data dengan metode deskriptif-kualitatif dan komparatif, yakni menyajikan dan menggambarkan data secara ilmiah tanpa melakukan suatu manipulasi.. Penulis akan menganalisis mengenai respon Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang pelaksanaan mediasi.

7. Teknik Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis sepenuhnya menggunakan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehingga tidak keluar dari peraturan yang ada.

F. Review Studi Terdahulu

Adapun studi pendahuluan dari skripsi ini adalah:

1. Eksistensi Kompilasi Hukum Islam bagi Para Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Pusat dalam Memutus Perkara Perdata yang ditulis Nurma leni/36/SJAS/2004

Skripsi ini membahas mengenai masalah Kompilasi Hukum Islam bagi hakim di Pengadilan Agama Jakarta Pusat mengenai kasus-kasus perdata, unsur-unsur dan sejauh mana fungsi Kompilasi Hukum Islam digunakan


(24)

oleh hakim di Pengadilan Agama Jakarta Pusat dalam menangani kasus perdata. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis bahas adalah pada skripsi ini hanya memfokuskan pada Kompilasi Hukum Islam yang di aplikasikan oleh Hakim dalam memutus kasus-kasus perdata di Pengadilan Agama Jakarta Pusat namun tidak membahas bagaimana proses mediasi setelah Peraturan Mahkamah Agung No.l tahun 2008 dan bagaimana prosedur hakim yang dapat menjadi mediator dalam kasus-kasus perdata. 2. Kedudukan Hakim dan Hakamain dalam Perkara Syiqaq di Pengadilan

Jakarta Timur yang ditulis oleh Sofi Rahmawati/51/SJAS/2004

Skripsi ini membahas mengenai masalah hakim dan hakamain dalam mediasi di pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara syiqaq serta unsur-unsur yang terdapat dalam masalah proses pengadilan dalam mengadili perkara syiqaq saja ada sidang pra-peradilan.

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis angkat adalah bahwa dalam skripsi ini sudah tidak relevan dan tidak up-date lagi dalam menangani masalah hakim hakam-ain atau mediator dalam pengadilan Agama setelah dikeluarkannya PERMA No.l tahun 2008 mengenai prisedur mediasi dalam pengangkatan mediator dalam perkara di Pengadilan Agama. 3. Kewenangan Hakim Pengadilan Agama dalam pemberian nasehat dan

bantuan hukum kepada pencari keadilan yang ditulis oleh Dede Hermawan/64/SJAS/2006


(25)

Di dalam skripsi ini hanya membahas fungsi dan unsur-unsur apa saja yang dilakukan oleh hakim dalam memberikan bantuan dan nasehat kepada masyarakat dan membahas sejauh mana kewenangan hakim dalam mengadili persidangan.

Perbedaan skripsi yang penulis bahas dengan skripsi ini adalah dalam kewenangan hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara di pengadilan tanpa memberikan keterangan tentang fungsi hakim sebagai mediator dalam prapengadilan setelah dikeluarkannya PERMA No.l tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi karena dalam PERMA tersebut Hakim terdapat criteria hakim dan syarat-syarat hakim yang dapat menjadi mediator karena mempunyai tambahan kewenangan dalam mediasi di persidangan. Dalam penulisan skripsi yang berjudul "RESPON PENGADILAN JAKARTA PUSAT TERHADAP PERATURAN MAHKAMAH AGUNG No.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI“ dalam hal ini penulis menjelaskan mengenai tinjauan respon apa yang ditanggapi oleh pengadilan Agama di Jakarta pusat sebagai jawaban atas berlakunya Peraturan Mahkamah Agung No.l tahun 2008 tentang prosedur mediasi dalam wilayah pengadilan Agama di Jakarta Pusat.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi masalah ke dalam beberapa bab yang pada dasarnya menjadi suatu kesatuan yang saling berkaitan agar lebih


(26)

memperjelas dan mempertajam arah pembahasan materi yang sedang diteliti. Adapun sistematika perumusan dari isi ringkasan bab demi bab dalam skripsi ini.

Bab Pertama : Membahas masalah latar belakang masalah di ambilnya judul ini dan penulis membatasi penulisan ini dengan pembatasan dan perumusan masalah sehingga dapat membatasi dan merumuskan hal-hal yang akan penulis bahas dalam skripsi ini sehingga tercapailah tujuan dan manfaat penelitian dari tulisan skripsi ini adapun penulisan ini diperoleh data melalui tinjauan pustaka dengan tekhnik penulisan menggunakan metode (jenis penulisan, pengumpulan data, dan analisa data) dan di akhiri sistematika penulisan.

Bab Kedua: Membahas tentang kedudukan lembaga Pengadilan Agama dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia sehingga dapat diketahui unsur-unsur peradilan agama, pengertian umum Mediasi dan mediator dan persyaratan untuk menjadi mediator menurut Peraturan Mahkamh Agung No.1 tahun 2008 dan prosedur mediasi di Pengadilan Agama Jakarta pusat, sehingga dapat mengetahui sistematika peradilan dan prosedur mediasi di Indonesia.

Bab Ketiga: Dalam bab ini penulis membahas mengenai biografi di pengadilan Agama Jakarta pusat agar dapat spesifik karena Pengadilan Agama Jakarta pusat adalah sebagai objek kajian dalam skripsi ini sehingga dapat di ketahui apa saja kewenangan umum, kewenangan khusus, struktur organisasi serta visi dan misi pengadilan Agama Jakarta pusat sehingga dapat diketahui secara objektif tentang apa saja yang terdapat dalam pengadilan Agama Jakarta pusat.


(27)

Bab Keempat: Dalam bab ini penulis membahas tentang apa saja respon yang diutarakan oleh Pengadilan Agama Jakarta pusat dalam menanggapi dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi baik dalam pelaksanaannya pasca dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung tersebut aturan pelaksanaanya apakah telah efektif di lakukan dalam proses mediasi dalam Pengadilan Agama dan membahas mengenai peranan Hakim sebagai mediator dan mediator non Hakim sehingga di ketahui aplikasinya dalam pengadilan Agama Jakarta pusat dalam menangani masalah-masalah perkara perdata.


(28)

A. Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan, merupakan terjemahan dari kata power yaitu kekuatan atau

bisa berarti Authority :wibawa, hak untuk bertindak, ahlu dan wewenang;

strength: kekuatan, tenaga, dan daya; and control, sedangkan kehakiman, berasal dari kata Hakim dan merupakan terjemahan dari kata judge atau justice yang sering di artikan sebagai Hakim atau Peradilan. Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka diperlukan adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan dan dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka sesuai tuntutan reformasi di bidang hukum telah dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang No.14 tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dengan Undang-Undang No.35 tahun

1999 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.1

Melalui perubahan Undang-Undang No.14 tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman tersebut telah diletakan kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut tekhnik yustisial maupun struktur organisasi, administrasi, dan finansial berada di bawah satu atap di

1

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam bingkai reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008). h.137.


(29)

bawah kekuasaan Mahkamah Agung. kebijakan ini harus dilaksanakan paling lambat lima tahun sejak di undangkannya Undang-Undang No.35 tahun 1999

Tentang Kekuasaan Pokok Kekuasaan Kehakiman.2

Sejak Tahun 1948 hingga sekarang ada 4 Undang-Undang yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman yaitu:

1. Undang-Undang No.19 tahun 1948 Tentang Susunan dan Kekuasaan

Badan-badan Kehakiman dan Kejaksaan.

2. Undang-Undang No.19 tahun 1964 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman.

3. Undang-Undang No.14 tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No.35 tahun 1999 Tentang Ketentuan Pokok Kekluasaan Kehakiman..

4. Undang-Undang No.4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman ( kecuali

daerah Nangggroe Aceh Darussalam ada kekhususan tersendiri dengan Undang-Undang No.44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan Undang-Undang No.18 tahun 2001 Tentang otonomi khusus bagi provinsi daerah istimewa Aceh sebagai provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.3

2

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama dalam tata Peradilan Negara (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003),h.157.

3

Abdul Basiq Djalil., Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group Jakarta,2006), h.14.


(30)

Dalam menegaskan tentang pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan menurut Undang-Undang 1945 terdapat tiga macam pemisahan kekuasaan atau sering disebut doktrin, trias politica tersebut adalah kekuasaan pemerintah negara (pasal 4 dan 5), Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 19-22), dan kekuasaan kehakiman (pasal 24-25.Namun demikian di dalam UUD 1945 itu kekuasaan negara tidak hanya terdistribusi tiga macam melainkan enam macam, yaitu:

a. Kekuasaan menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis besar haluan negara

yang diselenggarakan oleh MPR ( Majelis Pemusyawaratan Rakyat ).Menurut penjelasan pasal 1 dan 3 MPR adalah penyelenggara negara yang tertinggi. b. Kekuasaan pemerintah negara diselenggarakan oleh presiden. Presiden adalah

kepala kekuasaan tertinggi.

c. Kekuasaan pertimbangan oleh Dewan Pertimbangan Agung.

d. Kekuasaan membentuk Undang-Undang dilakukan oleh Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR).

e. Kekuasaan pemeriksaan keuangan negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK)

f. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan

kehakiman lainnya.4

4


(31)

Menurut Miriam Budiarjo (1992:228) dalam trias politika baik dalam pengertian pemisahan kekuasaan maupun dalam pengertian pembagian kekuasaan, prinsip yang dipegang adalah di dalam negara hukum kekuasaan yudikatif bebas dari campur tangan badan Eksekutif. Untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman sebagaimana di maksud oleh UUD 1945, perkembangannya mengalami pasang surut. Hal itu berhubungan dengan politik hukum yang diterapkan.5

Seperti yang telah kita ketahui bahwa ketiga lingkungan peradilan (Agama, Militer, Tata Usaha Negara) oleh penjelasan Undang-Undang No.14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kini oleh Undang-Undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak berlaku lagi, disebut peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara khusus yang ditentukan oleh peraturan Perundang-undangan.Pengadilan Agama misalnya: mengadili perkara-perkara khusus yang di tentukan oleh Undang-Undang No.1 tahun 1974 Tentang perkawinan dan peraturan pelaksanaannya Peratuaran Pemerintah (PP) No.45 tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’ah di luar Jawa dan Madura serta Peraturan Pemerintah (PP) No.28 Tahun 1989 Tentang Perwakafan Tanah Milik dan


(32)

Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam dan

Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.6

Penyebutan Peradilan Khusus oleh penjelasan Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman itu tidaklah dimaksudkan atau mencari keadilan melalui Peradilan-peradilan itu, penamaan itu hanyalah sekedar menunjukan perbedaan ketiga lingkungan peradilan itu dengan peradilan umum yang mempunyai wewenang yang lebih luas dan umum baik mengenai perdata maupun pidana. Karena luasnya wewenang itu peradilan umum dapat mengadakan kekhususan pula dalam tubuhnya. Dengan berpuncak dan berada dibawah pengawasan Mahkamah Agung, keempat lingkungan peradilan itu melakukan kekuasaan Kehakiman dalam negara Republik Indonesia. Dengan demikian, Pengadilan-pengadilan (Agama dan Tinggi Agama) dalam lingkungan Peradilan Agama adalah bagian dari peradilan negara dalam sistem peradilan nasional.7

Dalam literatur fikih Islam, untuk berjalannya peradilan dengan baik dan normal, di perlukan adanya enam unsur yaitu:

1. Hakim atau qadhi yaitu orang yang di angkat oleh kepala negara untuk

menjadi hakim dalam menyelesaikan gugat menggugat

2. Hukum yaitu putusan hakim yang ditetapkan untuk menyelesaiakan suatu perkara.

6 Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h.25.


(33)

3. Mahkum bihi di dalam qadha ilzam dan qadha istiqaq yang di haruskan oleh qadhi si tergugat.

4. Mahkum Alaih (si tergugat), yakni orang yang dijatuhkan atasnya. 5. Mahkum lahu, yaitu orang yang menggugat suatu hak.

6. Perkataan atau perbuatan yang menunjuk kepada Hukum (putusan).8

Sedangkan menurut susunan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang diatur dalam UU no.7 tahun 1989 Tentang Susunan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi menurut pasal 9 UU tersebut menyatakan:

a. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita.

b. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

Ketentuan itu menunjukan bahwa unsur Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama hampir seluruhnya sama kecuali jurusita yang hanya ada di dalam Pengadilan Agama. Berkenan dengan adanya jabatan fungsional dan struktural, maka jabatan ketua dan wakil ketua Pengadilan Agama merupakan saluran mobilitas vertikal para Hakim.9

8 Djalil,Peradilan Agama di Indonesia, h.5. 9 Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, h.190.


(34)

B. Perundang-undangan di Indonesia

Apabila kita melihat pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, maka terlihat bahwa negara Republik Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) dalam arti negara pengurus (verzorgingstaat). Hal ini tertulis dalam UUD 1945 alinea ke-4.10

Istilah dan pengertian undangan secara etimologis Perundang-undangan berasal dari istilah ‘undang-undang’, dengan awalan ‘per’ dan akhiran ‘an’. Imbuhan Per-an menunjukkan arti segala hal yang berhubungan dengan undang-undang. Sedangkan secara maknawi, pengertian perundang-undangan belum ada kesepakatan. Ketidaksepakatan berbagai ahli sebagian besar ketika sampai pada persoalan apakah perundang-undangan mengandung arti proses pembuatan atau mengandung arti hasil ( produk ) dari pembuatan perundang-undangan.11

Menurut Penulis istilah perundang-undangan untuk menggambarkan proses dan teknik penyusunan atau pembuatan keseluruhan Peraturan Negara, sedangkan istilah peraturan perundang-undangan untuk menggambarkan keseluruhan jenis-jenis atau macam Peraturan Negara. Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya itu undang-undang

10

Maria Farida Indriati soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar pembentukannya,(Jakarta:Penerbit Kanisius,1998) h.1.

11

http://massofa.wordpress.com/2008/04/29/perundang-undangan-di-indonesia// di akses pada tanggal 5 Maret tahun 2009.


(35)

berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Memang untuk menyelidiki hukum dasar (Droit constitutonel) suatau

negara tidak cukup menyelidiki pasl-pasal Undang-Undang Dasarnya saja (loi

constitutionel), akan tetapi juga harus menyelidiki sebagaimana prakteknya dan

sebagaimana suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) dari Undang-Undang

Dasar itu.12

Undang-undang adalah peraturan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan

Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.13. Didalam pasal 2

Undang-Undang No.10 tahun 2004 tentang Tata urutan Perundang-undangan yang merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata urutan Perundang-undangan Republik Indonesia adalah:

1. Undang-Undang Dasar 1945.

2. Ketetapan Majelis Pemusyawaratan rakyat Republik Indonesia.

3. Undang-Undang.

4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu).

5. Peraturan pemerintah.

6. Keputusan Presiden yang bersifat mengatur.

12

Amir syarifudin, harun al Rasyid, Himpunan Perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang badan-badan peradian di Indonesia, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1989) h.24.


(36)

7. Peraturan Daerah.14

Dalam perundang-undangan terdapat suatu hierarki maksudnya adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi15

Sedangkan tata Peraturan Perundang-undangan menurut Ketetapan M.P.R.S No.XX/MPRS/1966 adalah:

1. UUD 1945.

2. TAP MPR.

3. Undang-Undang / Peraturan pengganti Undang-Undang.

4. Peraturan Pemerintah. 5. Keputusan presiden. 6. Peraturan pelaksanaan. 7. Peraturan Menteri. 8. Instruksi Menteri.16

C. Tinjauan Umum Tentang Mediasi

Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat di terima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang

14

Undang-Undang No.10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,(Jakarta:Fokus Media,2006) h.137.

15www.wikipedia.com di akses pada tanggal 5 Maret 2009.


(37)

berselisih dalam upaya mencari kesepakatan secara sukarela dalam

menyelesaiakan permasalahan ( Mediation is process in wich the parties to a

dispute with the assistance of neutral third party ( mediator), indentify the dispute issues, develop option, consider alternatives and endeavor to reach an agreement. The mediator has no advisory or determinate role in regard to the content of the dispute or the out come of is resolution, but may advise on or determine the process of mediation where by resolution).

Dari rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian mediasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas

kesukarelaan melalui suatu perundingan.

2. Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.

3. Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa.

4. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan selama

perundingan berlangsung.

5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang

dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa.17

Perdamaian menurut pasal 1851 KUH Perdata adalah suatu perjanjian yang mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan menjanjikan atau menahan suatu barang , mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung

17

Naskah Mediasi, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan LITBANG KUMDIL MAHKAMAH AGUNG RI,2007. h.1.


(38)

ataupun mencegah timbulnya suatu perkara, perjanjian ini tidaklah sah melainkan jika dibuat secara tertulis.18

Ada beberapa alasan mengapa alternatif penyelesaian sengketa mulai mendapatkan perhatian yang lebih di Indonesia seperti:

a. Faktor ekonomis dimana alternatif penyelesaian sengketa memiliki potensi

sebagai saran untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu.

b. Faktor ruang lingkup yang dibahas, alternatif penyelesaian sengketa memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel.

c. Faktor pembinaan hubungan baik, di mana alternatif penyelesaian sengketa

yang mengandalkan cara-cara penyelesaian kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlangsung maupun yang akan datang.19

Alternatif penyelesaian sengketa mulai mendapat perhatian penting di Indonesia, karena disamping merupakan budaya asli Indonesia yang berdasarkan asas musyawarah untuk mufakat, juga mempunyai beberapa kelebihan atau keuntungan antara lain:

1. Sifat kesukarelaan dalam proses, dimana para pihak percaya bahwa dengan

menyelesaiakan sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa, akan

18

Mariana Sutadi, Penyelesaian Sengketa melalui Upaya Konsultasi, Negosiasi,Mediasi/Konsiliasi.h.1.

19


(39)

2. Prosedur yang lebih cepat dimana prosedur alternatif penyelesaian sengketa cersifat informal pihak-pihak yang terlibat mampu menegosiasikan syarat-syarat penggunaannya.

3. Keutusannya bersifat non-judisial karena kewenangan untuk membuat

keputusan ada pada pihak-pihak yang bersengketa, yang berarti para pihak yang terlibat mampu meramalkan dan mengontrol hasil-hasil yang disengketakan.

4. Fleksibilitas dalam menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah dan

komprehensif dimana prosedur ini dapat menghindari kendala prosedur yudicial yang terbatas ruang lingkupnya.

5. Prosedur rahasia (confidental) ini memberikan jaminan kerahasiaan bagi para pihak dengan porsi yang sama dan dapat menjajaki pilihan-pilihan sengketa yang potensial dan hak-hak mereka dalam mempresentasikan data untuk menyerang balik tetap melindungi.

6. Hemat waktu, dimana dengan pilihan penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa menawarkan kesempatan yang lebih cepat dalm menyelesaikan sengketanya.


(40)

7. Hemat biaya, karena dalam menyelesaikan sengketa semakin lama penelesaiannya semakin mahal biaya yang dikeluarkannya.20

Sedangkan etika penyelesaian masalah dalam konsepsi Islam menurut

Umar Bin Khattab dalam Risalah al-Qadha ada berbagai masam prinsip yang

harus di ketahui dalam menyelesaiakan sengketa, antara lain:

a. Menyelesaikan perkara adalah suatu kewajiban dari Allah SWT dan Sunnah

yang harus diikuti.

b. Memahami pokok permasalahan.

c. Mendengar keterangan kedua belah pihak secara seimbang.

d. Mengupayakan perdamaian di antara kedua belah pihak.

e. Beritjtihad untuk meneukan penyelesaian sengketa. f. Harus berlaku adil.

g. Hindari marah saat bersidang.21

Hal ini juga sesuai firman Allah dalam Q.S a Nisa ayat 128 yaitu:

20Ibid. h.5.

21

Ahmad kamil,Etika, Penyelesaian sengketa menurut konsep Islam, pelatihan Mediator Mahkamah Agung RI,2009, h.1.


(41)

Artinya: Dan Jika Seorang Wanita Khawatir akahn Nusyuz atau sikap acuh dari suaminya, maka tidak mengapa keduanya mengadakan Perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan Jika kamu bergaul istrimu dengan baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S an Nisa ayat 128)

Dalam praktik, Mediator sangat membutuhkan kemampuan personal

yang memungkinkan berhubungan secara menyenangkan dengan masing-masing pihak. Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak menghakimi, yaitu dalam kaitannya dengan cara berpikir masing-masing pihak, serta kesiapannya untuk memahami dengan empati pandangan para pihak. Mediator perlu memahami dan memberikan reaksi positif (meskipun berarti tidak setuju) atas persepsi masing-masing pihak dengan tujuan membangun hubungan baik dan kepercayaan, namun jika para pihak sudah percaya kepada mediator dan proses

mediasi, Mediator akan lebih mampu membawa mereka ke arah konsensus.22

Menurut Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 mengingat

mediator sangat menentukan efektifitas proses penyelesaian sengketa, ia harus secara layak memenuhi kualifikasi tertentu serta berpengalaman dalam

22

Abdul halim,Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), h.27.


(42)

komunikasi dan negosiasi agar mampu mengarahkan para pihak yang bersengketa. Jika ia berpengalaman dan terbiasa berperkara di Pengadilan, hal itu sangat membantu. Tetapi, pengalaman apapun, selain pengalaman sendiri memang kurang relevan, pengetahuan secara subtantif atas masalah yang di sengketakan tidak mutlak di butuhkan lebih penting adalah kemampuan menganalisis dan keahlian menciptakan pendekatan pribadi. Dalam prosedur mediasi di Pengadilan Agama mediator adalah salah satu unsur penting dalam pelaksanaan mediasi karena tanpa adanya mediator pelaksanaan fungsi mediasi tidak akan terlaksana dengan baik sesuai undang-Undang yang berlaku maka mediator harus memilki keterampilan dalam proses upaya perdamaian agar dapat memaksimalkan proses mediasi. 23

Menurut Firman Allah yang terdapat dalam Q.S al Hujurat ayat 9

)

تاﺮﺠﺤﻟا

:

(

23

Gatot Sumartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal.133.


(43)

Artinya:” dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antar keduanya, tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah, kalau dia telah surut damaikan keduanya menurt keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berlaku adil. (Q.S al Hujurat ayat 9).

Maka dalam PERMA No.1 tahun 2008 di tentukan kriteria mediator lembaga penyedia penyelesaian sengketa yaitu harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

a. Mengajukan permohonan kepada ketua Mahkamah Agung Republik

Indonesia.

b. Akademisi Hukum atau sarjana Hukum

c. Memliki sertifikat sebagai mediator dari lembaga yang telah di tunjuk oleh Mahkamah Agung.

d. Mendaftar sebagai mediator di Pengadilan.24

Sedangkan bagi lembaga sertifikasi dan pelatihan mediator harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

1) Mengajukan permohonan kepada ketua Mahkamah Agung Republik

Indonesia.

2) Memiliki instruktur atau pelatih yang memiliki sertifikat telah mengikuti

pendidikan atau pelatihan mediasi dan pendidikan atau pelatihan sebagai instruktur untuk pendidikan atau pelatihan mediasi.

3) Sekurang-kurangnya telah dua kali melaksanakan pelatihan mediasi bukan

untuk mediator bersertifikat di Pengadilan.


(44)

4) Memiliki kurikulum pendidikan atau pelatihan mediasi di pengadilan yang di sahkan oleh Mahkamah Agung Republik indonesia.25

Adapun dalam PERMA No.1 tahun 2008 mengatur tugas-tugas yang di amanatkan kepada mediator sesuai fungsinya mediator harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan yang dijelaskan dalam pasal 15 antara lain:

a. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para

pihak untuk dibahas dan disepakati.

b. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam

proses mediasi.

c. Apabila dianggap perlu mediator dapat melakukan kaukus, Kaukus adalah

pertemuan antara mediator dengan dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya.

d. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali

kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.26

Sedangkan Menurut Indonesian Institute for Conflict Transformation tugas mediator dalam proses mediasi adalah sebagai berikut:

1).Melakukan pertemuan dengan Pihak pertama dan kedua secara terpisah 2).Melakukan pertemuan dengan keduanya secara bersama.

3).Mengatur suasana dan mendengarkan issues.

25 Ibid.h.4. 26Ibid. h.5..


(45)

4).Mengelaborasi dan bekerja pada issues. 5).Mengembangkan kesepakatan.

6).Penutup.27

D. Prosedur Mediasi Dalam Pengadilan Agama

Kenyataan praktik yang dihadapi, jarang sekali dijimpai putusan perdamaian. Produk yang dihasilkan peradilan dalam penyelesaian perkara yang diajukan kepadanya, hampir 100% berupa putusan konvensional yang bercorak

menang atau kalah (Winning or losing). Jarang ditemukan penyelesaian

berdasarkan konsep sama-sama menang (Win-win solution). Berdasarkan fakta

ini, kesungguhan, kemampuan, dan dedikasi hakim untuk mendamaikan boleh dikatakan sangat mandul. Akibatnya, Keberadaan pasal 130 HIR, pasal 154 RBG dalam hukum acara, tidak lebih dari hiasan belaka atau rumusan mati.28

Upaya perdamaian yang dimaksud disini adalah perdamaian yang dikenal dengan istilah “Dading” dalam praktek hukum acara perdata, yakni persetujuan atau perjanjian yang disetujui oleh keduabelah pihak yang bersengketa untuk mengakhiri perselisihan terhadap suatu perkara yang sedang diselesaiakan oleh Pengadilan.29

27 Makalah Indonesian Institute For Conflict Transformation,2009, h.12.

28 M.Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika.2005), h.241.


(46)

Sesuai firman Allah dalam Q.S an Nisa ayat 35 yang berbunyi

)

ءﺎﺴﻨﻟا

:

35

(

Artinya:”dan Jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang Hakam dari keluarga laki-laki dan seorang Hakam dirinya keluarga perempuan, jika kedua orang Hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.(Q.S. an Nisa ayat 35).

Dalam PERMA No.1 tahun 2008 prosedur mediasi agar sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan lebih efektif dalam upaya perdamaian dan tidak membuang-buang waktu maka mediasi harus mengikuti prosedur dan tahap-tahap yang berlaku terdapat dua tahap-tahap mediasi yaitu tahap-tahap pra-mediasi dan tahap-tahap mediasi.Dalam tahap pra-mediasi terdapat 6 proses yang harus di lakukan sebelum tahap mediasi di jalankan yaitu;

1. Kewajiban Hakim pemeriksa perkara dan kuasa Hukum

a. Pada hari sidang yang telah ditentukan yang di hadiri dua belah pihak,

Hakim wajibkan para pihak untuk menempuh mediasi atau upaya perdamaian.

b. Ketidakhadiran para pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan


(47)

oleh pihak yang ditunjuk atau memilki surat kuasa untuk mewakili proses mediasi.

c. Hakim melalui kuasa Hukum atau langsung kepada para pihak mendorong

untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

d. Kuasa Hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri

berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

e. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan

kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.

f. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam PERMA ini kepada

para pihak yang bersengketa.30

2. Hak para pihak untuk memilih mediator.

a. Hakim berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut.

b. Hakim bukan pemeriksa perkara pada Pengadilan yang bersangkutan.

c. Advokat atau akademisi Hukum.

d. Profesi bukan Hukum yang dianggap para pihak menguasai atau

berpengalaman pokok sengketa. e. Hakim majelis pemeriksa perkara.

f. Gabungan antara mediator yang disebut di atas dan hanya dua saja yang di perbolehkan menjadi mediator contohnya: Hakim pemeriksa perkara dengan Advokat boleh di gabung.


(48)

g. Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.31

3. Daftar Mediator

a. Untuk memudahkan para pihak memilih mediator ketua Pengadilan

menyediakan daftar Mediator yang memuat sekurang-kurangnya 5 (lima) nama mediator dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman para mediator.

b. Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama Hakim yang telah memiliki

sertifikasi dalam daftar mediator.

c. Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator

yang bersertifikat, semua Hakim pada pengadilan yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.

d. Mediator bukan Hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan

kepada ketua pengadilan agar namanya di tempatkan dalam daftar mediator.

e. Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, ketua pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.

f. Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbaharui daftar

mediator.


(49)

g. Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan objektif antara lain karena mutasi kerja,berhalangan tetap, ketidak aktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman dan perilaku.32

4. Honorariaum Mediator.

a. Penggunaan jasa mediator Hakim tidak di pungut biaya.

b. Penggunaan mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak

atau berdasarkan kesepakatan para pihak.33

5. Batas waktu pemilihan Mediator.

a. Setelah para pihak hadir dalam sidang pertama Hakim mewajibkan para

pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk penentuan biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan Hakim.

b. Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua

majelis Hakim.

c. Ketua Majelis Hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk

melaksanakan tugas.

d. Jika setelah jangka waktu maksimal sebagaimana di maksud ayat (1)

terpenuhi, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang di

32Ibid.h.6.


(50)

kehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis Hakim.

e. Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan mediator,

ketua majelis Hakim segera menunjuk Hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada Pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator.

f. Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa

perkara yang bersertifikat, maka Hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang di tunjuk oleh ketua majelis Hakim wajib menjalankan fungsi mediator.34

6. Menempuh Mediasi dengan iktikad baik.

a. Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik.

b. Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad baik.35

Sedangkan tahap kedua dalam proses mediasi adalah tahap mediasi yang dilakukan diluar persidangan terdiri dari proses;

1) Penyerahan resume perkara dan lama waktu proses mediasi

a) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak

menunjuk mediator yang disepakati masing-masing pihak dapat

34ibid.h.9.


(51)

menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal menunjuk mediator masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.

b) Proses mediasi berjalan paling lama 40 (empat puluh) hari kerja

sejak mediator dipilih oleh para pihak atau di tunjuk oleh ketua majelis Hakim sebagaiman maksud pasal 11 ayat (5) dan (6) yaitu dalam pasal (5) menjelaskan setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis Hakim segera menunjuk Hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada Pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator, sedangkan dalam ayat (6) di jelaskan jika pada Pengadilan yang sama tidak terdapat hakim yang bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat sebagai mediator maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang di tunjuk oleh ketua majelis Hakim wajib menjalankan fungsi mediator.

c) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat

perpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3). Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.


(52)

d) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat di lakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.36

2) Kewenangan mediator menyatakan mediasi gagal

a) Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi yang telah di sepakati atau telah duia kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.

b) Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa

dalam sengketa yang sedang di mediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan Hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk mediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap.37

3) Keterlibatan para Ahli.

36Ibid.h.10.


(53)

a) Atas persetujuan para pihak dan Kuasa Hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat para pihak.

b) Para pihak harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan tentang

kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan atau penilaian seorang ahli.

c) Semua biaya untuk kepentingan seorang ahli atau lebih dalam

proses mediasi di tanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.38

4) Mencapai Kesepakatan.

a) Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak

dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditanda tangani para pihak dan mediator.

b) Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.

c) Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator

memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada


(54)

kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik.

d) Para pihak wajib menghadap kembali kepada Hakim pada hari

sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan akta perdamaian.

e) Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian dikuatkan

dalam bentuk akta perdamaian.

f) Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian

dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai.39

5) Tidak mencapai kesepakatan.

a) Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja

sebagaimana di maksud dalam pasal 13 ayat(3),para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau sebab-sebab yang terkandung dalam pasal 15, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi gagal dilaksanakan dan memberitahukan kegagalan kepada Hakim.


(55)

b) Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, Hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.

c) Pada tahapan pemeriksaan perkara, Hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan.

d) Upaya perdamaian sebagaiman di maksud dalam ayat (3) diatas

berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada Hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan.40

6) Keterpisahan antara Mediasi dan Litigasi.

a) Jika para pihak gagal menempuh kesepakatan, pernyataan dan

pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat di gunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lain.

b) Catatan mediator tentang pelaksanaan mediasi wajib dimusnahkan

untuk menghindari terbukanya rahasia atau privasi seorang atau badan hukum.

c) Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses

persidangan perkara yang bersangkutan.


(56)

d) Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata atas isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.41

7) Tempat penyelenggaraan mediasi.

a) Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan

tingkat pertama atau di tempat lain yang disepakati oleh para pihak.

b) Mediator Hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar

Pengadilan.

c) penyelenggaraan mediasi di dalam salah satu ruang Pengadilan

tingkat pertama tidak di kenakan biaya.

d) Jika para pihak memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain, pembiayaan di bebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.42

8) Perdamaian di tingkat Banding,Kasasi,dan Peninjauan Kembali.

a) Para pihak atas dasar kesepakatan mereka dapat menempuh upaya

perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses bandiung, Kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, Kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum di putus.

41Ibid.h.12.


(57)

b) Kesepakatan para pihak untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan secara tertulis kepada ketua Pengadilan setempat.

c) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang menghadili segera

memberitahukan kepada ketua Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang atau ketua Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak untuk menempuh upaya perdamaian.

d) Jika perkara yang bersangkutan sedang di periksa pada Tingkat

Banding, Kasasi, dan Peninjauan kembali, Majelis Hakim pemeriksa pada tingkat Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali wajib menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14 (empat belas) Hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak para pihak menempuh upaya perdamaian.

e) Jika berkas memori Banding, Kasasi, dan Peninjauan kembali

belum dikirimkan, Ketua Pengadilan Tingkat pertama yang bersangkutan wajib menunda pengiriman berkas memori Banding, Kasasi, dan peninjauan kembali untuk memberi kesempatan para pihak mengupayakan perdamaian.

f) Upaya perdamaian dalam tingkat Banding, Kasasi, dan Peninjauan

Kembali berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak penyampaian kehendak tertulis para pihak diterima ketua Pengadilan Tingkat pertama.


(58)

g) Upaya perdamaian dalam tingkat Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali dilaksanakan di pengadilan yang mengadili perkara tersebut di tingkat pertama atau ditempat lain atas persetujuan para pihak.

h) Jika para pihak menghendaki mediator, Ketua Pengadilan tingkat

pertama yang bersangkutan menunjuk seorang Hakim atau lebih untuk menjadi mediator dan yang menjadi mediator adalah tidak boleh berasal dari majelis Hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan pada pengadilan tingkat pertama, kecuali tidak ada hakim lain pada Pengadilan tingkat pertama tersebut.

i) Para pihak melalui ketua Pengadilan Tingkat pertama dapat

mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada majelis Hakim pada tingkat Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian dan di tanda tangani oleh majelis Hakim yang bersangkutan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dicatat dalam register induk perkara dan dikirmkan kepada Pengadilan tingkat Banding atau Mahkamah Agung.43

9) Kesepakatan di luar Pengadilan


(59)

Para pihak dengan bantuan mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaiakan sengketa di luar Pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut kepada Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.dan harus dissertai atau di lampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum antara para pihak dan objek sengketa dengan persyaratan sebagai berikut:

a) Sesuai dengan kehendak para pihak

b) Tidak bertentangan dengan hukum

c) Tidak merugikan pihak ketiga

d) Dapat dieksekusi

e) Dengan iktikad baik dari para pihak yang bersengketa.44

Sedangkan menurut Indonesian Institute For Conflict Transformation yaitu suatu institusi yang mengkaji tentang masalah mediasi atau perdamaian di negara Indonesia ada beberapa tahapan prosedur mediasi yaitu:

1) Memulai Proses Mediasi

a) Mediator memperkenalkan diri dan para pihak.

b) Menekankan adanya kemauan para pihak untuk menyelesaiakan

masalah melalui.


(60)

c) Menjelaskan pengertian mediasi dan peran mediator

d) Menjelaskan prosedur mediasi.

e) Menjelaskan pengertian Kaukus.

f) Menjelaskan Parameter kerahasiaan.

g) Menguraikan jadwal dan lama proses mediasi.

h) Menjelaskan aturan perilaku dalam proses perundingan.

i) Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menjawab dan

bertanya.45

2) Merumuskan masalah dan menyusun agendakan

a) Mengidentifikasi topik-topik umum permasalahan, menyepakati

subtopik permasalahan yang akan dibahas dalam proses perundingan.

b) Menyusun agenda perundingan.46

3) Mengungkapkan kepentingan tersembunyi. Dapat dilakukan dengan dua cara :

a) Cara langsung yaitu mengemukakan pertanyaan langsung kepada para

pihak

b) Cara tidak langsung yaitu mendengarkan atau merumuskan kembali

pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh para pihak47

4) Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa

45 Makalah Indonesian Institute for conflict, h.1. 46Ibid.h.2.


(61)

Mediator mendorong para pihak untuk tidak bertahan pada pola pikiran yang posisional, tetapi harus bersikap ternuka dan mencari alternatif penyelesaian, pemecahan masalah secara bersama.48

5) Menganalisa pilihan penyelesaian sengketa

a) Mediator membantu para pihak menentukan untung dan ruginya jika

menerima dan menolak suatu pemecahan masalah.

b) Mediator mengingatkan para pihak agar bersikap realistis dan tidak

mengajukan tuntutan atau tawaran yang tidak masuk akal.49

6) Proses tawar menawar akhir

a) Pada tahap ini para pihak telah melihat titik temu kepentingan mereka dan bersedia memberi konsesi satu sama lainnya.

b) Mediator membantu para pihak agar mengembangkan tawaran yang

dapat dipergunakan untuk menguji dapat atau tidak tercapainya penyelesaian masalah.50

7) Mencapai kesepakatan formal.

Para pihak menyusun kesepakatan dan prosedur atau rencana pelaksanaan mengacu pada langkah-langkah yang akan ditempuh para pihak untuk melaksanakan bunyi kesepakatan dan mengakhiri sengketa.51

48Ibid.h.4. 49Ibid.h.5.

50Ibid.h.6.


(62)

A. Kewenangan Umum

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

1. Perkawianan menurut hukum Islam dalam Kompilasi hukum Islam pada pasal 1 adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqon gholidhan

untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.1

Perkawinan yang dimaksud perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku atau yang dilakukan menurut Syari’ah, antara lain:

a. Izin beristri dari seorang.

b. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun, dalam hal orang tua wali ada perbedaan pendapat.

c. Dispensasi kawin. d. Pencegahan perkawinan.

e. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah. f. Pembatalan perkawinan.

g. Gugatan perceraian.

1Kompilasi hukum Islam, (Bandung: Fokus Media, 2007) h.7.


(63)

h. Perceraian karena talak.2

2. Dalam Kompilasi hukum Islam pada pasal 171 tentang hukum kewarisan Harta Warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya pengurusan jenazah, (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.3

Pembagian Waris disini adalah bagian-bagian harta warisan yang telah ditentukan untuk ahli waris.4

Mawarits jama’ dari mirats, irits, wirts, wiratsah, dan turats, yang di maknakan dengan mauruts ialah harta peninggalan orang yang meninggal yang di wariskan kepada waritsnya.5

3. Hibah dia atur dalam kompilasai hukum Islam pada pasal 211, Hibah adalah pemberian sesuatu benda secara suka rela dan tanpa imbalan dai seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.6

4. Wakaf adalah dalam istilah syara’ secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan)

2

Majalah varia Peradilan, Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan h.34. 3Kompilasi hukum Islam, (Bandung: Fokus Media, 2007) h.56.

4 Asy-Syaikh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin,Ilmu Waris metode praktis menghitung warisan dalam syariat Islam,Tegal:Ash-Shaf Media,2007. h.XV

5

Teungku Muhammad hasbi Ash siddieqy, Fiqh Mawarits, PT.Pustaka Riski Putra, 2001. h.5.

6 Chatib Rasyid dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktik Pada Peradilan Agama (Yogyakarta: UII Press, 2009). h.25.


(64)

asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tahbisul ashli adalah menaahn barang yang diwakafkan itu agar diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan atau sejenisnya.sedangkan pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif) tanpa imbalan.7

Menurut Kompilasi hukum Islam pasal 215, wakaf adalah Perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahakan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.8

5. Wasiat diatur dalam Kompilasi hukum Islam pada pasal 194, Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga atau badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.9

7

Direktorat pengembangan Zakat dan Wakaf, Paradigma Pengembangan Wakaf (Jakarta:Direktorat Jenderal Bimbingan Islam dan Penyelenggaran Haji,2005) h.1.

8Kompilasi hukum Islam, (Bandung: Fokus Media, 2007) h.68.

Rasyid dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktik Pada Peradilan Agama. h.24.


(65)

6. Zakat adalah satu nama yang diberikan untuk harta yang dikeluarkan oleh seorang manusia sebagi hak Allah Ta’ala yang di dalamnya terdapat harapan akan adanya keberkahan, kesucian jiwa, dan berkewmbang dalam kebaikan.10

Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dalam pasal 1 disebutkan bahwa zakat adalah harta yan wajib di sisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.11

Didin Hafiddudin menyebutkan sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern diantaranya adalah zakat surat-surat berharaga seperti saham dan obligasi, zakat perdagangan mata uang, zakat madu, zakat investasi properti, zakat asuransi syari’ah.12

7. Infaq adalah mendermakan atau memberikan rezeki (karunia Allah) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah semata.13

8. Shadaqah adalah keseluruhan amal kebaikan yang dilakukan setiap muslim untuk menciptakan kesejahteraan sesama umat manusia, termasuk untuk

10

Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan zakat menurut al-Quran dan as-Sunnah (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,2005) h.1.

11Kompilasi hukum Islam, (Bandung: Fokus Media, 2007) h.128.

12

Lili Hariadi dan Muhammad Zen, Zakat dan Wirausaha, Center for entrepreneurship Development. h.10.

13

Chalid Fadullah, Mengenal Hukum ZIS (zakat, infaq, sedekah) dan pengamalannya di DKI Jakarta (Jakarta: Baziz DKI Jakarta) h.5.


(66)

kelestarian lingkungan hidup dan alam semesta ciptaan ilahi guna memperoleh hidayah dan ridha Allah SWT.14

9. Ekonomi Syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip Syari’ah antara lain meliputi: bank Syari’ah, lembaga keuangan mikro Syari’ah, Asuransi Syari’ah, reasuransi Syari’ah, dana Syari’ah, obligasi Syari’ah, sekuritas Syari’ah, reksa pembiayaan Syari’ah, pegadaian Syari’ah, bisnis Syari’ah.15

B. Kewenangan Khusus

Pengadilan Agama Jakarta Pusat memiliki kewenangan khusus terkait dengan kompetensi relatif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang pengadilan agama. Kewenangan khusus tersebut berkaitan dengan memungkinkannya Pengadilan Agama Jakarta Pusat dijadikan sebagai alternatif tempat berperkara bagi para pihak yang berkediaman di luar negeri.16

14Ibid h.6.

15 www.PA-Jakartapusat.go.id di akses pada tanggal 5 Maret tahun 2009.

16


(67)

C. Visi dan Misi

Sesuai dengan yang diamanatkan pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, juncto pasal 57 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang pengadilan agama, bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya maka Pengadilan Agama Jakarta Pusat mencanangkan VISI sebagai berikut ”TERWUJUDNYA PELAYANAN PERADILAN AGAMA YANG PRIMA"17

Untuk ringan, dapat mewujudkan cita-cita sebagaimana tersebut di atas, maka Pengadilan Agama Jakarta Pusat menetapkan misisebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan hukum;

2. Meningkatkan profesionalisme aparatur Peradilan Agama; dan 3. Mewujudkan manajemen Peradilan Agama yang modern. 18

17

Ibid.h.

18


(68)

A. Keterkaitan Pengadilan Agama Jakarta Pusat terhadap Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi

Dalam era reformasi sekarang ini semua lembaga pelayanan masyarakat dituntut untuk dapat melayani secara profesional, cepat, benar dan tepat. Demikian pula pelayanan hukum dan keadilan pada lembaga peradilan, mereka dituntut untuk memberikan pelayanan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pengadilan Agama, secara ideologis dan historis merupakan peradilan yang tumbuh dari rakyat, yakni dari keyakinan umat Islam yang telah diajarkan oleh agama bahwa terhadap orang Islam berlaku hukum Islam dan jika terjadi pelanggaran atau sengketa harus diselesaikan menurut hukum Islam oleh Hakim Agama Islam. Doktrin inilah yang kemudian diistilahkan dengan asas

’Personalitas keislaman’. Hal ini kiranya yang menjadi dasar adanya fakta di dunia bahwa dimana ada umat Islam disana tentu masih ada umat Islam maka selama itu pula tentu masih ada Peradilan Agama di Indonesia dengan segala kekuasaannya yang diberikan oleh negara, yaitu bidang-bidang hukum yang bertalian erat dengan kehidupan beragama bagi orang Islam.1

1 A.Mukti Arto,Garis batas Kekuasaan pengadilan Agama dan Pengadilan negeri, (Majalah Varia Peradilan 2006. h.20.


(69)

Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 adalah peraturan yang di keluarkan oleh Mahkamah Agung tentang prosedur mediasi di Pengadilan dan termasuk juga didalamnya Pengadilan Agama yang berguna mengefektifitaskan proses mediasi dan mengurangi jumlah perkara yang menumpuk di Pengadilan sebagai pembenahan terhadap masalah yang timbul dari Perma No.2 tahun 2003 tentang prosedur mediasi yang di laksanakan mulai bulan Juli tahun 2008. Maka daripada pelaksanaan Peraturan tersebut harus terdapat keakuratan sasaran yang harus dilakukan oleh Pengadilan Agama agar terpenuhinya pelaksanaan yang efektif dan tepat agar sesuai dengan yang telah diatur oleh PERMA atau Peraturan Mahkamah Agung tersebut oleh karena itu banyak informasi yang bisa kita dapatkan setelah PERMA tersebut dilaksanakan dalam prosesi mediasi apakah telah sesuai dengan yang di cita-citakan oleh Mahkamah Agung atau tidak. Menurut Hj.D.S.Dewi, SH.,MH. dalam pelaksanaan peraturan tersebut terdapat kunci keberhasilan dalam praktek mediasi yaitu2:

1. Iktikad baik dari Prinsipal (para pihak) dan Penasihat Hukum. 2. Keahlian dari mediator.

3. Koordinasi administrasi antara para pihak, Mediator, Majelis Hakim. 4. Kebijakan Pimpinan.

5. Sarana dan Prasarana.

2

D.S.Dewi,Implementasi Perma No.1 tahun 2008 tentang prosedur Mediasi,(Pelatihan mediator hakim Agama Pusdiklat Mari,Mega Mendung,Bogor,2009. h.13.


(70)

Menurut Humas Pengadilan Agama Jakarta pusat Bpk. Nuheri S.H, Menyatakan bahwa pelaksanaan PERMA No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi tersebut membebankan masyarakat karena para pihak di bebankan untuk membayar sejumlah uang guna membiayai proses mediasi yang menurutnya terlalu mahal sekitar Rp.75.000x2 atau Rp.150.000 dalam dua kali pertemuan yang sangat membebani masyarakat sedangkan untuk biaya perkara itu mencapai Rp.566.000 Untuk cerai gugat dan Rp.71.6000 untuk cerai talak dengan rincian sebagai beikut:3

a. Biaya Pendaftaran Rp.30.000 b. Panggilan Penggugat: Rp.150.000

c. Panggilan tergugat: Rp.225.000 (3x 75.000) d. Panggilan Mediasi: Rp.150.000 (2x 75.000)

e. Panggilan Ikrar Talak: Rp.150.000 (khusus cerai Talak)

f. Redaksi: Rp.5000.

g. Materai: Rp.6.000

Dari rincian data biaya di atas hasilnya masih banyak ketidak jelasan perkara yang diajukan di pengadilan dan kurang sejalan dengan misi yang dianut oleh Pengadilan Agama Jakarta Pusat maka menurut data stastistik yang penulis dapatkan pada 3 maret 2009 dengan rincian sebagai berikut:

3


(71)

4

KETERANGAN :

1. Ijin poligami: 12% 2. Cerai Gugat: 50% 3. Cerai Talak: 30% 4. Pengesahan Nikah: 3%

5. Waris: 5%

Dari data yang telah kita ketahui bersama prosentase keberhasilan dari proses mediasi menurut Drs.Nuheri.SH., selaku Humas Pengadilan Agama Jakarta Pusat adalah 3% dan tidak seimbang dengan perkara yang diajukan ke

5

4www.pa-jakpus.go.id di akses pada tanggal 5 maret tahun 2009.


(72)

Pengadilan. Karena hal tersebut memang menjadi kendala dan kurang efektifnya sarana dan pelatihan mediator yang terlalu terburu-buru dan tidak memberikan solusi tepat terhadap pelaksanaan mediasi maka menurut Humas Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Nuheri.SH., diperlukan adanya pembenahan pelatihan yang memadai bagi para calon mediator dalam mengikuti program sertifikasi mediator dan juga diperlukan adanya sarana dan pra-sarana yang menunjang dari mahkamah Agung dalam pelayanan kepada para mediator dalam menjalankan fungsinya dalam proses mediasi seperti penyediaan ruang tempat prosesi mediasi yang nyaman karena saat ini belum terdapat ruang yang khusus ditempatkan sebagai ruang mediasi sedangkan jumlah perkara yang ditangani oleh Pengadilan Jakarta Pusat sangat banyak jumlahnya sekitar 193 perkara yang belum terselesaikan yang telah diajukan kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat mulai bulan November hingga bulan April yang mengakibatkan ketidakfokusan mediator dalam menangani perkara dalam proses mediasi.6

Selain itu Pengadilan Agama Jakarta Pusat juga mengalami kondisi tempat yang kurang berkenan seperti yang dlansir oleh detik.com bahwa Pengadilan Agama Jakarta Pusat hanya memilki dua ruang sidang yang ala kadarnya dibandingkan dengan Pengadilan Agama di daerah Jakarta sehingga dalam proses mediasi tidak mendapat tempat yang sesuai dan nyaman bagi para pihak dalam

6

Hasil wawancara dengan humas Pengadilan Agama Jakarta pusat. Nuheri S.H di pengadilan Agama Jakarta Pusat pada tanggal 3 Maret 2009 jam 13.00 WIB.


(1)

Muhammad, Asy-syaikh bin saleh al-Utsaimin, Ilmu Warismetode praktis menghitung warisan dala syariat Islam, Tegal: Ash-Shaf Media,2007. Rasyid, H.Chatib, Drs.,SH.,MH.,dan Syaifuddin, Drs.,SH.,MH., Hukum Acara

Perdata dalam teori dan praktek di Pengadilan Agama, Yogyakarta:UII Press,2009.

Soeprapto, Maria Farida Indiarto.Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Jakarta:Penerbit Kanisius, 1998.

Sondjaya, Atja, Perkembangan Mediasi di berbagai negara, Pelatihan Hakim Agama di PUSDIKLAT Mari, Mega mendung,Ciawi,2009

Syarifuddin Amir, SH.,Al Rasyid, Harun , SH.,Himpunan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah tentang Badan-badn Peradilan di Indonesia, Jakarta:Ghalia Indonesia,1989.

..., PERMA No.1 tahun 2008 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan, Pelatihan Hakim Agama di PUSDIKLAT Mari, Mega

mendung,Ciawi,2009

Sumartono, Gatot, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka,2006.

Sutadi, Mariana, SH.,Penyelesaian sengketa melalui upaya konsultasi, negosiasi, mediasi, Konsiliasi, Pelatihan Hakim Agama di PUSDIKLAT Mari, Mega mendung,Ciawi,2009.

Tahir Hamid, Andi.SH.,Peradilan Agama dan Bidangnya.Jakarta, Sinar Grafika. 1996

Undang-Undang No.10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta:Fokus Media,2006.


(2)

LAMPIRAN

Pedoman wawancara

1. Apa tujuan dari prosedur mediasi?

2. Bagaimana tanggapan pengadilan agama jakarta pusat menengahi dikeluarkannya peraturan Mahkamah Agung no.1 tahun 2008?

3. Bagaimana pelaksanaan mmediasi setelah dikeluarkannya PERMA tersebut dan bagaimana efektifitasnya kinerja mediator di Pengadilan agama Jakarta Pusat?

4. Berapa jumlah mediator di pengadilan Agama Jakarta Pusat dan siapa saja mediator baik mediator non hakim maupun hakim sebagai mediator? 5. Berapa Jumlah biaya yang harus di keluarkan oleh para piihak untuk


(3)

Hasl Wawancara

Hari / tanggal : 3 Maret 2009.

Tempat : Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Interview : Nurheri S.H.

Jabatan : Humas Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Interviewer : Shohibul Munir.

Hasil wawancara

1) A: Menurut bapak apa tujuan sebenarnya dari mediasi ini?

B:Tujuan dari mediasi itu sebenarnya simple saja yaitu saja yaitu

mempercepat proses di pengadilan dan mengurangi jumlah perkara yang bertumpuk dan belum bisa kami selesaikan dengan cukup baik.

2) A: Bagaimana tanggapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Menengahi dikeluarkannya PERMA No.1 tahun 2008?

B: Pengadilan Agama Jakarta Pusat sangat menyambut baik akan PERMA tersebut namun memang masih kurang teratur dan sistematis dalam


(4)

pelaksanaannya karena memang masih banyak kendala seperti tetrsedianya mediator yang handal dan perlu persiapan yang matang dari kami selaku fasilitator.

3) A:Bagaimana pelaksanaan mediasi setelah dikeluarkannya PERMA tersebut? B: Pada saat sekarang ini memang dalam pelaksanaannya masih belum begitu teratur dan masyarakat juga belum terlalu percayaakan kredibilitas para mediator karena tingkat prosentase keberhasilan sangat minim yaitu 3% lihat saja dari 193 perkara yang telah di ajukan hanya 1 perkara yang berhasil terselesaikan melalui jalur mediasi dan itupun selang 2 bulan kemudian pihaknya menggugat kembalii dalam perkara yang sama.

4) A: Sampai saat ini beberapa jumlah mediator di Pengadilan Agama Jakarta Pusat?

B: Sampai saat ini terdapat 5 mediator non hakim yang mendaftar dan mengajukan kepada ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat yaitu:


(5)

1. Dr.H.Muchsin Bani Amin.SH.,MH., dengan No. Sertifikasi (W9.A1/2400/HK.05/XI/2008) dan telah berpengalaman 1 tahun sebagai mediator.

2. DR. John Palinggi .M.M.,MBA., dengan no Sertifikasi

(W9.A1/588/HK.05/III/2009) dan telah berpengalaman selama 1 tahun sebagai mediator.

3. Iswahyudi A.Karim SH.,MH., dengan no Srtifikat

(W9/A.1/589/HK.05/III/2009) dan telah berpengalamn selama 1 tahunn sebagai mediator.

4. Safitri Haryani Spatogino SH.,MH., dengan no Sertifikat

(W9.A1/590/HK.05/III/2009) dan telah berpengalamn selama 2 tahun menjadi mediator.

5. DR.Ir. Ichjar Musa SE.,MM.,MH. dengan no Sertifikat

(W9.A1/591/HK.05/III/2009) dan telah berpengalaman selama 2 tahun menjadi mediator.

Dan ada satu hakim yang sedang mengikuti pelatihan sebagai mediator yaitu Drs.Faisal Kamil S.H.,M.H.


(6)

5) A: Berapa jumlah uang yang harus di bayar oleh para pihak dalam proses mediasi?

B: Dalam masalah biaya bagi mediator hakim itu tidak di pungut biaya sedikitpun sesuai ketentuan PERMA No.1 tahun 2008 sesuai pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Penggunaan jasa mediator dari kalangan Hakim tidak dipungut biaya” seperti yang telah kita ketahui sedangkan untuk biaya atau honorarium mediator non Hakim itu terserah kesepakatan para pihak untuk menentukan jumlahnya sesuai PERMA No.1 tahun 2008 pasal 4 ayat 2 yang menyatakan “Penggunaan mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak atau berdasarkan kesepakatan para pihak yang berperkara”.