PREFERENSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNANETRA DALAM MEMILIH MEDIA KOMUNIKASI DI SEKOLAH : STUDI DI SEKOLAH LUAR BIASA TUT WURI HANDAYANI.

(1)

PREFERENSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNANETRA DALAM MEMILIH

MEDIA KOMUNIKASI DI SEKOLAH

(Studi di Sekolah Luar Biasa Tut Wuri Handayani)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh:

NAZILATUL MASRUROH

NIM:B06212071

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nazilatul Masruroh, B06212071, 2016. Preferensi Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra Dalam Memilih Media Komunikasi Di Sekolah (Studi SLB Tut Wuri Handayani). Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Preferensi, Tunanetra, Media Komunikasi

Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.  Anak berkebutuhan khusus sudah dianggap sebagai manusia normal seperti anak yang lain, memiliki hak yang sama. Media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik. Dalam hal ini peneliti berupaya merumuskan bagaimana anak berkebutuhan khusus tunanetra memiliki kecenderungan dalam memilih media komunikasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan anak berkebutuhan khusus tunanetra dalam memilih media komunikasi disekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi, wawancara dan dokumentasi, sedangkan teknik analisis data adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa kepuasan siswa tunanetra menggunakan media pembelajaran braille dengan smart phone dapat merubah keyakinan untuk menunjang kegiatan belajar mereka dengan hasil evaluasi memudahkan siswa tunanetra dalam menerima pelajaran selama disekolah dan untuk dirumah dapat mengulang pembelajarannya dengan memutar rekaman ketika guru menerangkan di sekolah. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam kajian keilmuan komunikasi khususnya dalam pendidikan tunanetra. Bagi pemerintah menyediakan sarana dan prasana yang lengkap guna menunjang pembelajaran siswa penyandang disabilitas tunanetra agar lebih maksimal.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Kajian Penelitian Terdahulu ... 8

F. Definisi Konsep ... 9

G. Kerangka Pikir Penelitian ... 16

H. Metode Penelitian ... 19

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 19

Jenis Dan S Tahap-Tah Teknik Pengum Teknik An Teknik Pe B. 2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian ... 20

3. umber Data ... 21

4. ap Penelitian ... 22

5. pulan Data ... 24

6. alisis Data ... 25

7. meriksan Keabsahan Data ... 27

I. Sistematis Pembahasan ... 28

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka ... 30

1. Preferensi ... 30

2. Tunanetra ... 31

a. Faktor Penyebab Tunanetra ... 32

b. Perkembangan Kognitif Anak Tunanetra ... 33

c. Perkembangan Motorik Anak Tunanetra ... 35

d. Perkembangan Emosi Anak Tunanetra ... 37

e. Hambatan Komunikasi Disabilitas Tunanetra ... 39

f. Audio Sebagai Media Komunikasi Yang Efektif ... 39

g. Media Stimulasi Audiotoris ... 40

3. Media Komunikasi ... 41

a. Fungsi Media... 43

b. Jenis-jenis Media Komunikasi ... 44

Kajian Teori ... 45

1. Sejarah Teori Value Expectancy ... 45


(8)

BAB

AB IV

... 72

BAB V LA BIO 3. Konsep Utama Teori ... 50

4. Penerapan Teori ... 51

a. Value expectancy model of attitudes I ... 52

b. Value expectancy model of attitudes II ... 52

c. Value expectancy model of attitudes III ... 53

III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Subyek, Objek dan Lokasi Penelitian ... 54

1. Subjek Penelitian ... 54

2. Objek Penelitian ... 56

3. Lokasi Penelitian ... 56

B. Deskripsi Data Penelitian ... 60

B ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian 1. Kriteria Media Pembelajaran Tunanetra ... 75

2. Hambatan Tunanetra Dalam mencari Informasi ... 76

3. Teknologi Sebagai Bahan Pilihan Pembelajaran Tunanetra ... 77

B. Konfirmasi Temuan Dengan Teori ... 81

PENUTUP A. Simpulan ... 87

B. Rekomendasi ... 88

DAFTAR PUSTAKA MPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, dalam setiap bidang kehidupan dimasyarakat terdapat proses pendidikan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diamanatkan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.1 Dengan demikian berarti anak-anak yang dengan berkebutuhan khusus seperti tunanetra, tunarungu dan yang lainnya serta anak-anak berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

Oleh karena itu, ditekankan adanya pengelolaan kegiatan belajar mengajar, sehingga menjadi sistem yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.2

Seperti yang kita ketahui anak berkebutuhan khusus sudah dianggap sebagai manusia normal seperti anak yang lain, memiliki hak yang sama. Hal ini memberikan perlakuan yang wajar seperti dididik dan disekolahkan. Perbedaannya hanya terletak pada fisiknya, mentalnya, sosialnya atau

1 Made Pidarta. Landasan Kependidikan.(Jakarta: Rineka Cipta,1997). Hlm.14.

2 Zahra Idris dan lisma jamal.Mengenal Pendidkan terpadu.(Direktorat Pendidikan Luar Biasa,2004). Hlm.5.


(10)

2

perpaduan ketiganya. Mereka mengalami kelainan sedemikian rupa sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan luar biasa.

Guru perlu memiliki pengetahuan teoritik yang dapat digunakan sebagai bekal dalam menciptakan strategi pembelajaran yang tidak hanya efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran tetapi juga efektif untuk membangun kepribadian yang sehat pada anak.3 Dengan demikian, mereka akan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Didasari bahwa kelainan seorang anak memiliki tingkatan dari yang paling ringan sampai yang paling berat dari kelainan tunggal, ganda, hingga yang kompleks yang berkaitan dengan emosi, fisik, psikis, dan sosial. Mereka merupakan kelompok yang heterogen terdapat diberbagai strata sosial dan menyebar di daerah perkotaan, pedesaan bahkan didaerah-daerah terpencil. Kelainan seseorang tidak memandang suku ataupun bangsa. Keadaan ini jelas memerlukan pendekatan khusus dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tersebut.

Istilah anak berkebutuhan khusus tersebut bukan berarti menggantikan istilah anak penyandang cacat atau anak luar biasa tetapi menggunakan sudut pandang yang lebih luas dan positif terhadap anak didik atau anak yang memiliki kebutuhan yang beragam. Anak-anak yang termasuk kategori berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa (anak berkekurangan dan atau anak berkemampuan luar biasa), anak yang tidak pernah sekolah, anak yang tidak teratur sekolah, anak yang drop out, anak yang sakit-sakitan, anak pekerja usia muda, anak yatim piatu dan anak jalanan. Kebutuhan khusus

3 Mulyono Abdurrahman. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan belajar.(Jakarta: Rineka Cipta, 2009, cet II). Hlm. 17.


(11)

3

mungkin disebabkan kelainan secara bawaan atau dimiliki kemudian yang disebabkan oleh masalah ekonomi, kondisi sosial emosi, kondisi politik, dan bencana alam.

Sesuai Undang-undang No 23 Tahun 2002, pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi. Realitas menunjukkan bahwa terkadang manusia ketika di berikan amanat oleh Allah SWT berupa anak berkebutuhan khusus merasa seperti mendapat musibah besar. Kenyataannya saat ini banyak sekali kasus anak-anak yang berkebutuhan khusus. Seolah-olah kedatangan anak tersebut hanya aib bagi keluarga, dan tak jarang di antara orang tua memperlakukan anak tersebut diluar kewajaran kemanusiaan. Sehingga apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua untuk mengarahkan anak agar mejadi anak anak yang lebih kuat dan mandiri.

Fenomena meningkatnya jumlah anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia terutama anak-anak tunanetra. Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya.4 Berdasarkan tingkat gangguannya Tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai sisa penglihatan (Low Visioan). Alat bantu untuk mobilitasnya bagi tunanetra dengan menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna putih dengan ada garis


(12)

4

merah horisontal. Akibat hilang/berkurangnya fungsi indra penglihatannya maka tunanetra berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya seperti, perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebagainya sehingga tidak sedikit penyandang tunanetra yang memiliki kemampuan luar biasa misalnya di bidang musik atau ilmu pengetahuan.

Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima, terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi panca indra dianggap sebagai media komunikasi. Selain indra manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.5

Perbedaan antara media pendidikan dengan teknologi pendidikan adalah, media pendidikan itu banyak dan bervariasi, sedangkan teknologi pendidikan itu menekankan kepada pendekatan teknologis dalam pengelolaan pendidikan. Teknologi pendidikan mengintegrasikan aspek manusia, proses prosedur dan peralatan.6 Upaya untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas pendidikan seakan-akan tidak pernah berhenti. Beragam program-program inovatif yang sedang dilaksanakan dalam hal pendidikan, termasuk dalam hal pemilihan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Pemilihan media pembelajaran yang tepat akan mampu menyampaikan materi belajar secara tepat dan efisien. Pemilihan ini didasarkan pada karakteristik materi yang akan diajarkan serta keadaan dari peserta didik.

5 Ali Nurdin, dkk. Pengantar Ilmu Komunikasi. (Sidoarjo, CV. Mitra Media Nusantara : 2013). Hlm. 109


(13)

5

Perlu disadari juga secara bersama, bahwa dari sekian banyak generasi penerus yang ada di masyarakat, ada sebagian kecil dari mereka yang kurang beruntung karena memiliki kelainan baik dari segi fisik, mental, perilaku maupun campuran.

Salah satunya anak berkebutuhan khusus pada anak tunanetra di Sekolah Luar Biasa (SLB) Tut Wuri Handayani sebagai bahan kajian penelitian. Karena keterbatasan fisik mereka, dalam hal ini indera penglihatan, seorang guru harus jeli dalam memilih media pembelajaran. Berbeda dengan SLB lain, SLB Tut Wuri Handayani dipilih sebagai tempat penelitian karena belum maksimalnya media pembelajaran bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus dibandingkan dengan SLB di Bojonegoro Kota, SLB Tut Wuri Handayani hanya memiliki media pembelajaran yang sangat minim. Media pembelajaran bagi anak tunanetra di SLB Tut Wuri Handayani masih menggunakan braille, semestinya anak disabilitas tunanetra harus mulai mengenal adanya teknologi seperti smart phone. Media tersebut dianggap penting sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif.

Kemampuan membaca huruf braille tidaklah datang dengan sendirinya pada siswa tunanetra. Melainkan hal tersebut memerlukan latihan dan pembelajaran yang intensif oleh guru serta didukung dengan metode dan media pembelajaran yang baik. Namun salah satu kendala pembelajaran huruf braille di SLB Tut Wuri Handayani adalah siswa sering mengalami kesalahan dalam menentukan titik braille sehinggga siswa sulit membedakan titik satu dan dua.


(14)

6

Dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk anak tunanetra, diperlukan media pembelajaran yang dapat membantu mereka dalam memahami materi pembelajaran. Selain itu juga untuk membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap peserta didik.

Media smartphone dipilih karena sebagai bahan pilihan pembelajaran berbasis teknologi, mengingat perkembangan zaman sangat modern dan setiap orang harus dituntut untuk belajar menggunakan teknologi hal itu juga memaksa tunanetra harus mengenal teknologi namun juga tidak mengesampingkan braille sebagai media pembelajaran yang utama bagi siswa disabilitas tunanetra SLB Tut Wuri Handayani. Selain itu juga harus mempertimbangan status ekonomi orang tua siswa tunanetra, kegunaan dan dalam memenuhi kebutuhan selain pelajaran.

Anak disabilitas tunanetra memerlukan kebutuhan dan layanan khusus untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan belajarnya disekolah. Mereka akan mengalami kesulitan pada hal-hal yang bersifat abstrak. Hal ini dikarenakan kurangnya pengalaman siswa pada hal-hal yang tidak dapat mereka lihat seperti anak-anak pada umumnya. Khususnya pada anak yang mengalami ketunaan sejak lahir, mereka tidak bisa membayangkan sesuatu yang bersifat abstrak yang belum pernah mereka ketahui.

Media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan


(15)

7

siswa atau peserta didik.7 Begitu pentingnya media pembelajaran dalam proses belajar mengajar pada anak tunanetra, membuat para pendidik harus memiliki kemampuan dan kecakapan yang lebih memadai, juga diperlukan media dan sikap yang baru, peralatan yang lebih lengkap dan administrasi yang lebih teratur dalam mendidik atau memberikan pelatihan-pelatihan khusus bagi anak tunanetra tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari uaraian latar belakang yang telah peneliti jelaskan di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah yaitu “Bagaimana anak berkebutuhan khusus tunanetra memiliki kecenderungan dalam memilih media komunikasi?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada fokus penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tujuan dari penelitian ini adalah “mendiskripsikan kecenderungan anak berkebutuhan khusus tunanetra dalam memilih media komunikasi”.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentu akan memiliki manfaat bagi peneliti maupun pihak lain yang akan menggunakannya. Oleh karena itu, maka penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran dan mengembangkan teori dibidang pendidikan dan media komunikasi,


(16)

8

serta dapat diharapkan mampu menjadi pembanding untuk penelitian- penelitian dibidang komunikasi lainnya.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pendidikan dan pembelajaran bagi penyandang anak berkebutuhan khusus tunanetra dalam konteks media komunikasi disekolah.

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan acuan dari penelusuran yang terkait dengan tema yang diteliti, penelitian berupaya mencari referensi mengenai hasil penelitian yang dikaji oleh peneliti terdahulu sehingga dapat membantu peneliti dalam proses pengkajian tema yang diteliti. Peneliti mendapati kesamaan konteks pada penelitian sebelumnya yaitu:

Pertama, penelitian ini dilakukan oleh Maftuhah dari IAIN Sunan Ampel Surabaya jurusan psikologi tahun 2012, tentang “Self-Regulated Learning Pada Siswa Tunanetra Berprestasi Tinggi”. Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui cara belajar siswa tunanetra berprestasi tinggi, bentuk self-regulated learning yang dilakukan dengan cara menyelesaikan masalah akademik. Pengumpulan data menggunakan teknik triangulasi baik sumber maupun teori, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu. Dan teknik yang dipakai adalah wawancara mendalam yang didukung dengan observasi dan dokumentasi untuk mengetahui self-regulated learning pada siswa berprestasi tinggi.


(17)

9

Kedua, penelitian ini dilakukan oleh Nuraini Apriliana program studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2015, tentang “Pemanfaatan Komputer Bicara Dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Tunanetra Di Yayasan Mitra Netra”. Penelitian ini bertujuan mengetahui sejauh mana pemanfaatan komputer bicara dalam memenuhi kebutuhan informasi pada tunanetra. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi, wawancara dan dokumentasi, sedangkan teknik analisis data adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menggambarkan cara tunanetra memanfaatkan komputer, dalam pemanfaatannya tunanetra tidak menggunakan mouse melainkan tunanetra harus menghafalkan letak keyboard dan menghafal fungsi-fungsi dari setiap keyboard komputer. Pengganti kerja mouse dikomputer bicara menggunakan panah atas, bawah, kanan dan kiri yang terdapat di keyboard komputer, fungsinya untuk mengarahkan kursor kursor kelembaran kerja yang tunanetra inginkan. Tujuan pemanfaatan komputer bicara oleh tunanetra untuk 4 kebutuhan diantaranya: untuk pendidikan, pekerjaan, rohani, dan hiburan. Penetian ini juga menemukan kebutuhan yang sifatnya bukan informasi tetapi sifatnya untuk menghibur tunanetra dalam mengisi waktu kosongnya, seperti bermain audio games online.

F. Definisi Konsep

Pada dasarnya, konsep-konsep merupakan unsur pokok dari sebuah penelitian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi singkat dari sejumlah


(18)

10

fakta atau data yang ada. Oleh karena iitu agar tidak terjadi kesalah pahaman, penulis memberikan batasan istilah atau definisi yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikan, istilah atau definisi yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian, istilah atau defenisi yang dimaksud memiliki pengertian terbatas. Adapun batasan bagi beberapa konsep dalam penelitian ini, yaitu :

1. Preferensi

Preferensi atau kecenderungan adalah sebuah konsep, yang digunakan pada ilmu sosial. Dalam ilmu komunikasi preferensi digunakan sebagai pemilihan sebuah media yang digunakan untuk mengetahui keefektifan suatu media tersebut dalam proses komunikasi.

Ini mengasumsikan pilihan realitas atau imajiner antara alternatif-alternatif dan kemungkinan dari pemeringkatan alternatif-alternatif tersebut, berdasarkan kesenangan, kepuasan, gratifikasi, pemenuhan, kegunaan yang ada. Lebih luas lagi, bisa dilihat sebagai sumber dari motivasi. Di ilmu kognitif, preferensi individual memungkinkan pemilihan tujuan/goal.8 Juga, konsumsi lebih dari barang biasa biasanya digolongkan (tetapi tidak selalu) diasumsikan menjadi lebih tidak konsumtif.

2. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.

8


(19)

11

Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicaped. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:

a. Impairment: merupakan suatu keadaan atau kondisi di mana individu mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi struktur anatomis secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seseorang yang mengalami amputasi satu kakinya, maka dia mengalami kecacatan kaki.

b. Disability: merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami kekurangmampuan yang dimungkinkan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya, maka dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.

c. Handicaped: merupakan ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. Handicaped juga bisa diartikan suatu keadaan di mana individu mengalami ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya dia memerlukan kursi roda.9

9http://pendidikanabk.blogspot.com/2011/10/definisi-anak-berkebutuhan-khusus.html


(20)

12

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) agak berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus berproses dan tumbuh, tidak dengan modal fisik yang wajar, karenanya sangat wajar jika mereka terkadang cenderung memiliki sikap defensif (menghindar), rendah diri, atau mungkin agresif, dan memiliki semangat belajar yang lemah.

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari children with specialneeds yang telah digunakan secara luas di dunia Internasional, ada beberapa istilah lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa, ada


(21)

13

satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference ability.

Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Perubahan terminologi atau istilah anak berkebutuhan khusus dari istilah anak luar biasa tidak lepas dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat yang berkembang saat ini, yang melihat persoalan pendidikan anak penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis dan holistik, dengan penghargaan tinggi terhadap perbedaan individu dan penempatan kebutuhan anak sebagai pusat perhatian, yang kemudian telah mendorong lahirnya paradigma baru dalam dunia pendidikan anak penyandang cacat dari special education ke special needs education. Implikasinya, perubahan tersebut juga harus diikuti dengan perubahan dalam cara pandang terhadap anak penyandang cacat yang tidak lagi menempatkan kecacatan sebagai focus perhatian tetapi kepada kebutuhan khusus yang harus dipenuhinya dalam rangka mencapai perkembangan optimal. Dengan demikian, layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi harus didasarkan pada hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak atau lebih menonjolkan anak sebagai individu yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.

3. Tunanetra

Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya atau kedua matanya tidak berfungsi sebagai saluran menerima informasi dalam


(22)

14

kegiatan sehari-hari.10 Menurut Pertuni, tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisah penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meski pun dibantu dengan kacamata (kurang awas).

Tunanetra menurut Soedjadi S. Berdasarkan pandangan paedagogis, mereka ini kurang atau sama sekali tidak dapat menggunakan penglihatannya dalam melaksanakan tugas yang diberikan dalam pendidikan.

Menurut White Confrence pengertian tunanetra adalah sebagai berikut.

a. Seseorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision); dari ke dua matanya sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk membaca sekalipun dibantu dengan kacamata.

b. Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada bagian mata yang terbaik setelah mendapat perbaikan yang diperlukan atau mempunyai ketajaman penglihatan lebih dari 20/200 tetapi mempunyai keterbatasan dalam lantang pandangnya sehingga luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat.

Anak tunanetra memiliki karakteristik kognitif, sosial, emosi, motorik, dan kepribadian yang sangat bervariasi. Hal ini bergantung pada


(23)

15

sejak kapan anak mengalami ketunaan. Bagaiman tingkat ketajaman penglihatannya berupa usia serta bagaimanatingkat pendidikannya.

4. Media Komunikasi

Komunikasi adalah proses yang menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Tanpa komunikasi manusia jadi terpisah dari lingkungan. Namun tanpa lingkungan komunikasi menjadi kegiatan yang tidak relevan. Dengan kata lain manusia berkomunikasi karena perlu mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Dalam berkomunikasi,manusia tentunya memerlukan media komunikasi.

Kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar pesan dari engirim ke penerima pesan.11 Medium (plural, media) adalah materi apapun, dimana melaluinya, hal-hal lain dapat disampaikan. Seniman menggunakan “medium” (cairan transparan, jelas yang mampu mengeluarkan zat warna) dalam melukis. Medium fisik adalah medium yang mengakui untuk menyampaikan pesan diantara dunia kehidupan dan dunia kematian. Media komunikasi karena itu merupakan sarana apa saja yang dengannya pesan bisa ditransmikan. Berdasarkan proses semiosis manusia yang tanpa batas, apapun bisa dipakai untuk menyampaikan pesan, dari seratus kawat dengan kaleng diujungnya ke dinding.12

Dengan demikian media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada

11Arief S. Sadiman, dkk. Media pengertian Pengembangan Dan Manfaatnya.(Jakarta: Rajawali Pers. 2010). Hlm. 6

12 John Hartley, Communication, Cultural, and Media Studies : Konsep Kunci, (Yogyakarta : Jalasutra, 2010). Hlm. 187


(24)

16

beberapa pakar psikologi memandang bahwa komunikasi antar manusia, media paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indra manusia, seperti mata dan telinga.

Media komunikasi adalah semua sarana yang dipergunakan untuk memproduksi, mereproduksi, mendistribusikan atau menyebarkan dan menyampaikan informasi. Media komunikasi sangat berperan dalam kehidupan masyarakat. Proses pengiriman informasi di zaman keemasan ini sangat canggih. Teknologi telekomunikasi paling dicari untuk menyampaikan atau mengirimkan informasi ataupun berita karena teknologi telekomunikasi semakin berkembang, semakin cepat, tepat, akurat, mudah, murah, efektif dan efisien. Berbagi informasi antar Benua dan Negara di belahan dunia manapun semakin mudah.

Komunikasi bermedia (mediated communication) adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya, dan atau banyak jumlanya.13

G. Kerangka Pikir Penelitian

Anak Berkebutuhan Khusus

Tunanetra Proses Komunikasi

Media Komunikasi

The Expectancy Value Theory

13Efendy, Onong Uchyono.Dinamika Komunikasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya,2008) Hlm. 11-12.


(25)

17

Teori Pengharapan Nilai (The Expectancy Value Theory). Teori ini dikemukakan oleh Dr. Martin Fishbein , seorang profesor jurusan komunikasi di Annenberg School for Communication Theory. Penjalasan mengenai teori ini pertama kali ada dalam buku Martin Fishbein dan Icek Ijzen tahun 1975, yaitu Belief, Attitude, Invention and Behavior: An introduction to theory and research.

Teori ini merupakan sebuah pengembangan dari teori uses and gratification. Fokus kajian teori ini adalah pada komunikasi massa yaitu meneliti pengaruh penggunaan media oleh penggunanya dilihat dari kepentingannya. Riset yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kejelasan pemahaman logik mengenai objek sikap sangat mempengaruhi perubahan keyakinan pada individu.

Asumsi dari teori ini adalah “Sikap khalayak terhadap segmen-segmen media tergantung pada nilai yang mereka anut dan evaluasi mereka terhadap media tersebut”. Teori ini mengatakan bahwa kepuasan yang kita cari sebagai pengguna media terhadap suatu media ditentukan oleh sikap kita terhadap media tersebut. Kita percaya dan kita berhak mengevaluasi dan menentukan sikap.

Selain menggunakan teori yang telah dipaparkan diatas, kekhususan metode pengajaran yang di gunakan oleh anak tunanetra sangat perlu. Karena kondisi penglihtan mereka yang tidak berfungsi, maka media yang di gunakan untuk pengajaran anak tunanetra ialah media yang dapat dijangkau dengan pendengaran dan perabaannya. Adapun media tersebut ialah Papan baca (Kenop), Reglette dan Stilus (pena) yaitu alat tulis manual, Mesintik


(26)

18

Braille (Perkins Braille), Kaset. Media Pembelajaran yang diterapkan pada anak-anak tunanetra di beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) meliputi: alat bantu menulis huruf Braille (Reglette, Pen dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma, Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder. Khusus Alat bantu membaca huruf Braille adalah alat bantu pembelajaran untuk mengenal huruf Braille alat ini biasa disebut pantule singkatan dari Papan Tulis Braille. Alat ini terdiri dari paku-paku yang dapat ditempel pada papan sehingga membentuk kombinasi huruf Braille, seperti laci atau kotak peti, terbuat dari papan dengan lubang-lubang tempat memasukkan pin-pin logam. Salah satu kelemahan papan tulis Braillle ada pada pinnya yang terlepas dari papannya, sehingga kerap hilang. Selain itu, ukurannya yang relatif besar dan terbuat dari papan membuatnya berat untuk dibawa-bawa.14

Metode-metode pengajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, sehingga variasi metode pengajaran bertambah. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk siswa tunanetra hampir sama dengan siswa normal, hanya yang membedakan ialah adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya, sehingga para tunanetra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran yang bisa mereka ikuti dengan pendengaran ataupun perabaan.15

14Mashoedah, Media Pembelajaran Huruf Braillle. blog.uny.ac.id/mashoedah (diakses tanggal 19 september 2015)

15Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta: Ciputat Pers, 2003). cet.1, Hlm. 136


(27)

19

Untuk itu kerangka pikir yang akan penulis deskripsikan yaitu Preferensi Anak Berkebutuhan Khusus dengan fokus pada disabilitas tunanetra yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi. Untuk mempermudah bagaimana seorang tunanetra tersebut berkomunikasi tentu dibutuhkan suatu alat atau sarana berkomunikasi yang disebut media komunikasi. Untuk menunjang validnya penelitian ini, penulis menggunakan Teori Pengharapan Nilai (The Expectancy Value Theory).

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana peneliti berusaha menggali lebih dalam dan merupakan metode yang didalamnya tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi, tetapi menggambarkan pengamatan secara langsung dan melukiskan gejala berdasarkan fakta-fakta yang ada dan bagaimana adanya.

Kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk memahami makna yang berada dibalik fakta-fakta.16 Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan social situations atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: place (tempat), actors (pelaku), dan activity (aktivitas) yang berinteraksi secara sinergis.17 Dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai

16 Ibid, Hlm. 60


(28)

20

metode yang ada. Yaitu upaya memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku baik individu maupun sekolompok orang.

b. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang bertujuan mendiskripsikan dan menjelaskan suatu hal dengan apa adanya berdasarkan hasil yang ditemui peneliti.18

2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian

a. Subyek Penelitian

Subyek yang telah dijadikan penelitian adalah khususnya siswa berkebutuhan khusus yang menderita keterbelakangan mata (tunanetra) dan untuk menguatkan data yang diperoleh peneliti juga menambahkan informan guru selaku pengajar siswa tunanetra.

b. Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah kajian dari ilmu komunikasi khususnya media komunikasi anak tunanetra.

c. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di SLB Tutwuri Handayani Bojonegoro. Karena sekolah ini media pembelajaran yang digunakan masih sederhana, yaitu siswa tunanetra menggunakan braille sebagai media pembelajran sehari-hari. Dibandingkan dengan sekolah lain sudah menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi.

18 Prasetya Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan PraktisPenelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula.(jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi lembaga Negara, 2004). Hlm.30


(29)

21

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer adalah segaja informasi yang didapat dari informan

sesuai dengan fokus penelitian perorangan atau data yang diperoleh secara langsung dan subyek penelitian siswa dan guru berkebutuhan khusus.

2. Data Sekunder adalah informasi yang didapat dari informan sebagai pendukung data primer. Contoh: Catatan Lapangan (field note) adalah catatan hasil observasi atau wawancara denagn cara menyaksikan langsung kejadian yang berkaitan dengan penelitian, yang diperoleh dari pengamatan berpartisipasi. Sejalan dengan Bodgan dan Biklen, catatan lapangan adalah kumpulan tulisan yang didapat saat kita berada dilapangan penelitian, yakni tentang apa yang kita lihat, dengar, kita alami dan kita rasakan selama proses penelitian dalam upaya mengumpulkan data. Dalam hal ini, peneliti ikut masuk dan berada dalam kumpulan tersebut saat waktu belajar mengajar sedang berlangsung.

b. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu informan yang sudah dipilih peneliti, yang mempunyai kewenangan adalah guru pengajar anak berkebutuhan khusus. Sedangkan sumber data sekunder yang didapat dilapangan siswa-siswi anak berkebutuhan khusus, guru, orang


(30)

22

tua siswa, dan masyarakat, serta sumber-sumber lain seperti buku umum, internet yang membantu peneliti dalam melengkapi data.

4. Tahap-tahap Penelitian

a. Tahap Pra Lapangan

Menyusun rancangan penelitian dengan membuat proposal, serta memilih dan memanfaatkan informan. Dalam tahap ini, peneliti harus selektif dalam memilih informan. Peneliti memilih orang yang sudah banyak mengetahui latar penelitian. Menyiapkan perlengkapan penelitian, yaitu: alat tulis (buku catatan, bolpoint, map).

b. Tahap Lapangan

1. Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri, meliputi : a) Pembatasan Latar dan Peneliti

Tidak ada aturan tertentu mengenai penampilan yang sesuai dengan aturan yang berlaku dalam sekolah tersebut, mereka menggunakan pakaian seragam sekolah seperti layaknya anak sekolah pada umumnya. Maka dari itu peneliti mematuhi aturan yang berlaku pada sekolahan anak berkebutuhan khusus. Disamping itu peneliti hendaknya tahu menempatkan dirinya apakah sebagai peneliti yang dikenal atau tidak dikenal.

Menurut Lofland Jatar terbuka terdapat dilapangan umum seperti tempat berpidato, orang berkumpul ditaman atau ruang tunggu rumah sakit.19 Sebaliknya pada latar tertutup hubungan

19Lexy J.Maleong, Metode Penelitian Kualitatif .(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006). Hlm.16.


(31)

23

peeneliti perlu akrab karena latar demikian bercirikan orang-orang sebagai subyek yang perlu diamati secara mendalam. Dengan sendirinya strategi berperan sertanya peneliti dalam latar demikian sangat diperlukan.

b) Pengenalan Hubungan Peneliti di Lapangan

Hubungan akrab antara subyek dengan peneliti harus dibina dengan baik. Dengan demikian peneliti dengan subyek peneliti dapat bekerja sama dan saling bertukar informasi. Tugas peneliti adalah mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak mungkin dari sudut pandang tanpa mempengaruhi mereka. Dipihak lain peneliti menganggap bahwa semua semua subyek sama kedudukannya sehingga tidak terkesan tebang pilih dalam pengumpulan data.

c) Jumlah Waktu Studi

Mengenai pembatasan waktu pada dasarnya tidak ada rumus yang dapat digunakan secara pasti. Untuk itu peneliti mengikuti jadwal yang telah ditentukan dari sekolah.

2. Memasuki Lapangan

Memasuki lapangan adalah cara yang dilakukan peneliti untuk bersosialisasi dengan orang-orang dari sekolah anak berkebutuhan khusus. Pelaporan Sebagai hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang disususn secara terstruktur (dengan bentuk format yang rapi dan dapat dipertanggung jawabkan).


(32)

24

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara Mendalam

Menurut Deddy Mulyana, wawancara adalah bentuk komunikasi antar dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.20 Wawancara secara global dibagi menjadi dua, macam yaitu wawancara berstruktur dan wawancara tidak berstruktur. Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak berstruktur, yang dikenal juga dengan sebutan wawancara informal. Wawancara ini bersifat luwes dan fleksibel, karena dapat disesuaikan dengan kondisi informan. Kondisi yang dimaksud yaitu: nama, usia, jenis kelamin.

Memperkuat pernyataan Deddy, Britha Mikkelsen juga mengatakan bahwa salah satu kekuatan wawancara informal adalah membuat pertanyaan jadi relevan, karena selain dibangun atas dasar pengamata, pertanyaan juga disesuaikan dengan keadaan orang yang diwawancarai.21 Disini dibutuhkan kecakapan seorang peneliti untuk berkomunikasi dengan baik. Dengan komuniasi yang tepat, yang diperoleh bukan hanya data yang penting saja, tetapi juga informasi tambahan yang dapat melengkapi data yang telah ada.

Dalam penelitian ini peneliti berusaha mencari data sebanyak mungkin melalui wawancara terhadap informan. Penelitian ini berupaya mengajukan pertanyaan sedetail mungkin tentang media yang

20Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif .(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004). Hlm.180.


(33)

25

digunakan anak berkebutuhan khusus untuk menunjang pembelajaran sehari-hari.

b. Pengamatan Berperan Serta

Pengamatan berperan serta adalah proses pengamatan terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang diamati peneliti, sambil berperan serta dalam kehidupan orang yang kita teliti.22 Hasil konn krit kegiatan ini dituangkan dalam bentuk catatan-catatan lapangan (field note). Disini, peneliti terjun langsung keruang sumber dan mengikuti kegiatan yang berlangsung selama disekolah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan data historis yang berisi datasosial dan fakta dokumentasi, peneliti mencari dan mengumpulkan data-data tertulis yang berhubungan dengan permasalahan yang telah diteliti. Data-data yang dimaksud yaitu dokumen atau data tertulis milik sekolah di SLB Tutwuri Handayani Bojonegoro yang berkaitan dengan fokus permasalahan termasuk foto-foto yang menggambarkan proses kegiatan.

6. Teknik Analisis Data

Menurut Maleong, analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh analisis data.23 Dalam penelitian ini, digunakan

22Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif .(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004). Hlm.162.

23Lexy J.Maleong, Metode Penelitian Kualitatif .(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006). Hlm.156.


(34)

26

teknisanalisis induktif yang berangkat dari kasus-kasus bersifat khusus berdasarkan pengalaman nyata yang mencakup ucapan atau peerilaku subyek penelitian atau situasi lapangan penelitian, untuk kemudian dirumuskan menjadi model, konsep, teori atau persepsi yang bersifat umum. Namun juga menggunakan model alir miles dan Huberman. Tahap analisis data dimulai dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

a. Reduksi Data

Reduksi diartikan sebagai pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar, yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data juga dilakukandenagn membuat ringkasan, mengkode, menulusur tema, membuat gugus, membuatpartisi, menulis memo dan sebagainya. Reduksi ini terus berlanjut sesudah penelitian lapangan sampai laporan akhir tersusun. b. Penyajian Data

Penyajian data adalah penyajian sekumpulan informasi yang tersususn dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan

c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Dari permulaan pengumpulan data, maka akan dimulai mencari arti, pola-pola, penjelasan,konfiguraasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan proposisi.kesimpulan “final” mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung besarnya kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan dan metode pencarian


(35)

27

ulang yang digunakan. Kesimpulan-kesimpulan juga duverifikasi selama kegiatan berlangsung. Verifikasi juga dilakukan dengan meninjau ulang pada catatan-catatan lapangan.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan data yang telah terkumpul, perlu dilakukan poengecekan dan keabsahan data, ketentuan pengamatan dilakukan dengan teknik pengamatan rinci dan terus menerus selama proses penelitian berlangsung yang diikuti denagn kegiatan wawancara serta intensif kepada subyek agar data yang dihasilakn terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

a. Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data yang telah diperoleh untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.24 Dalam hal ini, triangulasi anatar teori sebagai penjelas akan dibandingkan dengan data yang ada (rival explanation). Dalam penelitian ini, teori Pengharapan Nilai (The Expectancy Value Theory) yang digunakan akan dibandingkan dengan data-data yang telah didapat melalui berbagai proses pengumpulan data. Selain itu, dapat pula dilakukan perbandinagn antara hasil wawancara dengan dokumentasi yang telah diperoleh selama masa penelitian.

24Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif .(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004). Hlm.178


(36)

28

b. Penggalian Data melalui Referensi yang Memadai

Peneliti berusaha mengumpulkan litelatur sebanyak mungkin berupa buku-buku komunikasi, buku-buku yang membahas metode penelitian kualitatif aebagai referensi dan bahan perbandinagn dengan data-data yang terkumpul melalui proses pengumpulan data.

I. Sistematika Pembahasan

BAB I : PENDAHULUAN. Dalam bab ini meliputi konteks penelitian, focus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian hasil penelitian terdahulu, definisi konsep, kerangka pikIr penelitian, dan metode penelitiAn, yang di dalamnya membahas tantang pendekatan dan jenis penelitian, teknik sampling, variabel dan indikator penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB II : KAJIAN TEORI. Bab ini berisi mengenai teori dari buku-buku yang ditemukan peneliti guna mendukung judul dari penelitian ini dan model metodologi penelitian yang diterapkan dalam menganalisis data.

BAB III : HASIL PENELITIAN. Bab ini berisi data yang meliputi deskripsi subyek penelitian, deskripsi data penelitian dan lokasi penelitian. BAB IV : PEMBAHASAN. Bab keempat dalam laporan penelitian ini berisi

mengenai pengujian hipotesis serta analisis hasil isi penelitian yang diperoleh peneliti sesuai dengan “Preferensi Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra Dalam Memilih Media Komunikasi Di Sekolah”


(37)

29

yang dikonkritkan dengan Teori Pengharapan Nilai (The Expectancy Value Theory).

BAB V : PENUTUP. Dalam bab ini membahas tentang simpulan dan rekomendasi.


(38)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Preferensi

Preferencemempunyai makna pilihan atau memilih. Istilah preferensi digunakan untuk mengganti kata preference dengan arti yang sama atau minat terhadap sesuatu. Preferensi merupakan suatu sifat atau keinginan untuk memilih. Menurut Doris Grober preferensi media umunya meminta pengguna media untuk mengurutkan preferensi pengguna terhadap suatu media.

Preferensi atau kecenderungan adalah sebuah konsep yang digunakan pada ilmu sosial. Dalam ilmu komunikasi preferensi digunakan sebagai pemilihan sebuah media yang digunakan untuk mengetahui keefektifan suatu media tersebut dalam proses komunikasi. Preferensi juga bisa dikatakan sebagai khalayak aktif, hal ini berdasarkan bahwa konsumen media adalah aktif harus menjelaskan apa yang dikatakan sebagai “khalayak aktif” merujk pada orientasi sukarela dan selektif oleh khalayak terhadap proses komunikasi. Singkatnya bahwa penggunaan media dimotivasi oleh kebutuhan dan tujuan yang didefinisikan oleh khalayak itu sendiri dan bahwa partisipasi aktif dalam proses komunikasi mungkin difasilitasi, dibatasi atau memengaruhi kepuasan dan pengaruh yang berhubungan dengan eksposur.


(39)

31

Pemikiran terbaru juga menyatakan bahwa aktivitas khalayak paling baik dikonseptualisikan sebagai sebuah variabel konstruk dengan khalayak mempertunjukkan sebagai jenis dan tingkat aktivitas. Aktivitas khalayak dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Media Memiliki Kegunaan (Utility) bagi orang dan orang dapat menempatkan media pada kegunaan tersebut.

b. Kesengajaan (Intentionality) terjadi keetika motivasi orang menentukan konsumsi mereka akan isi media.

c. Selektivitas (selectivity) bahwa khalayak menggunakan media dapat merefleksikan ketertarikan dan preferensi mereka.

2. Tunanetra

Organ mata yang normal dalam menjalankan fungsinya sebagai indra penglihatan melalui proses pantulan cahaya dari objek di lingkungannya ditangkap oleh mata melewati kornea, lensa mata dan membentuk bayangan nyata, terbalik, diperkecil pada retina. Selanjutnya melalui syaraf penglihatan bayangan benda dikirim ke otak dan terbentuklah kesadaran orang tentang objek yang dilihatnya.

Sedangkan organ mata yang yang tidak normal atau berkelainan yaitu bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat dteruskan oleh kornea, lensa mata, retina dan ke syaraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami kerusakan, kering, keriput, lensa mata menjadi keruh, atau syaraf yang menghubungkan mata dengan otak


(40)

32

mengalami gangguan. Seseorang yang mengalami konisi tersebut dikatakan sebagai penderita kelainan penglihatan atau tunanetra.25

Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya atau kedua matanya tidak berfungsi sebagai saluran menerima informasi dalam kegiatan sehari-hari.26 Anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya yang walaupun dibantu perbaikan, masih mempunyai pengaruh merugikan bagi anak yang bersangkutan. Dengan demikian pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.

a. Faktor Penyebab Tunanetra

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekarang ini sudah jarang atau bahkan tidak lagi ditemukan anggapan bahwa ketunanetran itu disebabkan oleh kutukan Tuhan dan Dewa.

Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, terdapat faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor dari luaranak (eksternal). Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor yang erat hubungannya dengan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan

25 Mohammad Efendi. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. (Jakarta: Bumi Aksara. 2006). Hlm. 30

26Somantri, Sutjihati. Psikologi Anak luar Biasa. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006). Hlm. 65


(41)

33

obat dan sebagainya. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor eksternal diantaranya faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan.

Anak tunanetra memiliki karakteristik kognitif, motorik, emosi, sosial, dan kepribadian yang sangat bervariasi. Hal ini bergantung pada sejak kapan anak mengalami ketunaan. Bagaiman tingkat ketajaman penglihatannya berupa usia serta bagaimanatingkat pendidikannya.27

b. Perkembangan Kognitif Anak Tunanetra

Manusia berhubungan dengan lingkungan, baik sosial maupun alam melalui kemampuan inderanya. Akibat dari kutunanetraan, maka pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak, tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh menyebabkan perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan kogitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan atau kemampuan inteligensinya, tetapi juga dengan kemampuan indra penglihatannya.

Indera penglihatan ialah salah satu indera penting dalam menerima informasi yang datang dari luar dirinya. Melalui indera inilah semua rangsangan atau informasi akan diterima untuk selanjutnya diteruskan ke otak, sehingga timbul kesan atau persepsi dan pengertian tertentu terhadap rangsang tersebut. Penerimaan

27 Somantri, Sutijah. Psikologi Anak luar Biasa. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006). Hlm. 66


(42)

34

rangsang hanya dapat dilakukan melalui pemanfaatan indra lain diluar indra penglihatannya. Namun karena dorongan dan kebutuhan anak untuk tetap mengenal dunia sekitarnya, anak tunanetra biasanya menggantikannya dengan indra pendengaran sebagai saluran utama penerima informasi. Kecenderungan anak tunanetra menggantikan indra penglihatan dengan indra pendengaran sebagai saluran utama penerima informasi dari luar mengakibatkan pembentukan pengertian atau konsep hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan.

Akibatnya sering kali tidak menguntungkan bagi anak, yaitu kecenderungan bagi anak tunanetra untuk menggunakan kata-kata atau bahasa tanpa tahu makna yang sebenarnya. Oleh karena itu sering kali dikatakan bahwa anak tunanetra itu tahu meski sebenarnya tidak tahu, karena tahunya hanya sebatas verbal. Untuk itu didalam pendidikan bagi anak tunanetra kiranya perlu didwaspadai adanya kesukaran-kesukaran besar dalam pembentukan pengertian atau konsep terutama terhadap pengalaman-pengalaman konkret dan fungsional yang diperlukan bagi anak dalam kehidupan sehari-hari.

Karena kurangnya stimulivisual, perkembangan bahasa anak tunanetra juga tertinggal dibandingkan dengan anak awas. Pada anak tunanetra kemampuan kosakata terbagi atas dua golongan, yaitu kata-kata yang berarti bagi dirinya berdasarkf an pengalammnya


(43)

35

sendiridan kata-kata verbalistis yang diperoleh dari orang lain yang ia sendiri sering tidak memahaminya.

Perkembangan kemampuan kognitif seseorang menurut partisipasi aktif, peran dan fungsi penglihatansebagai saluran utama dalam melakukan pengamatan terhadap dunia luar. Fungsi kognitif berlangsung mengikuti prinsip mencari keseimbangan (seeking equilibrium) yaitu kegiatan organisme dan lingkungan yang bersifat timbal balik, artinya lingkungan dipandang sebagai suatu hal yang terus menerus mendorong organisme untuk menyesuaikan diri dan demikian pula secara timbal balik organisme secara konstan menghadapi lingkungannya sebagai suatu struktur yang merupakan bagian dari dirinya. Tekniknya ialah dengan asimilasi dan akomodasi.

Teknik asimilasi yaitu apabila individu memandang bahwa hal-hal baru yang dihadapinya dapat disesuaikan dengan kerangka berfikir atau kognitive structure yang telah dimilikinya, sedangkan teknik akomodasi yaitu apabila individu itu memandang bahwa hal-hal baru yang dihadapinya tidak dapat disesuaikan dengan kerangka berpikirnya sehingga harus mengubah cognitive structure-nya.

c. Perkembangan Motorik Anak Tunanetra

Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat dibandingkan dengan anak awas pada umumnya. Kelambatan ini terjadi karena dalam perkembangan perilaku motorik diperlukan adanyan kordinasi fungsional antara neuromuscular system (sistem


(44)

36

persyarafan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif), serta kesempatan yang diberikan oleh lingkungan. Pada anak tunanetra mungkin fungsi neuromuscular system-nya tidak bermasalah tetapi fungsi psikisnya kurang mendukung sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya. Secara fisik mungkin anak mampu mencapai kematangan yang sama dengan anak awas pada umumnya, tetapi karena fungsi psikisnya mengakibatkan kematangan fisik kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam melakukan aktivitas gerak motorik. Hambatan dalam fungsi psikis ini secara langsung atau tidak langsung terutama berpangkal dari ketidakmampuannya dalam melihat.

Perkembangan perilaku motorik yang baik menuntut koordinasi antara neuromuscular system dan fungsi psikis, juga menuntut dua macam perilaku psikomotorik dasar (locomotion) yang bersifat universal harus dikuasai individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanak, yaitu berjalan (walking) dan memegang benda (prehention). Kedua macam perilaku psikomotorik ini yang akan menjadi dasar bagi ketrampilan motorik yang lebih kompleks, perkembangan perilaku motorik juga mengikuti prinsip bahwa perkembangan itu berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks, dari yang kasar dan global menuju ke yang halus dan khusus, tetapi terkoodinasikan dan sequental atau berurutan.


(45)

37

d. Perkembangan Emosi Anak Tunanetra

Salah satu variabel determinan perkembangan emosi adalah variabel organisme, yaitu perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi bila seseorang mengalami emosi. Sedangkan variabel lainnya ialah stimulus atau rangsangan yang menimbulkan emosi, serta respon atau jawaban terhadap rangsangan emosi yang datang dari lingkungannya. Secara umum ketiga variabel tersebut yang tidak dapat diubah oleh pendidikan adalah variabel organisme.

Perkembangan emosi juga sangat dipengaruhi oleh kematangan, terutama kematangan intelektual dan kelenjar endokrin, serta proses belajar baik melalui belajar coba-coba gagal, imitasi, maupun kondisioning. Namun demikian proses belajar jauh lebih penting pengaruhnya terhadap perkembangan emosi dibandingkan dengan kematangan karena proses belajar dapat dikendalikan atau dikontrol. Kematangan emosi ditunjukkan dengan adanya keseimbangan dalam mengendalikan emosi baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.

Bagi anak tunanetra pernyataan emosi cenderung dilakukan dengan kata-kata verbal dan dapat dilakukan secara tepat sejalan dengan bertambahnya usia, kematangan intelektual, dan kemampuan berbicara atau berbahasanya. Karenanya sangat sulit bagi kita untuk mengetahui bagaimana kondisi emosional anak tunanetra sebelum mampu berbahasa dengan baik kecuali dengan melakukan pengamatan terhadaapa akebiasaan-kebiasaan gerak motorik yang


(46)

38

ditampilkan sebagai cerminan pernyataan emosinya. Akan sangat sulit bagi orang asing atau yang baru dikenal untuk menebak kondisi emosional anak tunanetra hanya dengan melihat penampilan atau ekspresi wajahnya tanpa disertai ungkapan kata-katanya. Namun demikian bukan berarti bahwa anak tunanetra tidak mampu menunjukkan perasaan emosinya dengan ekspresi wajah atau tubuh lainnya. Dengan diajarkan secara intensif anak tunanetra juga mampu berkomunikasi secara emosional melalui pernyataan emosi.

Perkembangan emosi anak tunanetra akan semakin terhambat bila anak tersebut mengalami deprivasi emosi, yaitu keadaan dimana anak tunanetra tersebut kurang memilii kesempatan untuk menghayati pengalaman emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang, kegembiraan, perhatian, dan kesenangan. Anak tunanetra yang cenderung yang mengalami deprivasi emosi ini terutama anak tunanetra adalah anak-anak yang pada masa awal kehidupan atau perkembangan ditolak kehadirannya oleh lingkungan keluarga atau lingkungannya. Deprivasi emosi ini akan sangat berpengaruh terhadap aspek perkembangan lainnya seperti kelambatan dalam perkembangan fisik, motorik, bicara, intelektual, dan sosialnya. Disamping itu, ada kecenderungan bahwa anak tunanetra dalam masa awal perkembangan mengalami deprivasi emosi akan bersifat menarik diri, mementingkan diri sendiri, serta sangat menuntut pertolongan atau perhatian dan kasih sayang dari orang-orang sekitarnya.


(47)

39

e. Hambatan Komunikasi Disabilitas Tunanetra

Individu yang mengalami ketidakfungsian indra dengan baik sehingga menjadikan mereka mengalami hambatan dalam proses komunikasinya. Secara langsung maupun tidak langsung indra pendengaran bagi disabilitas tunanetra menjadi faktor utama yang sangat optimal sebagai kelancaran dalam proses komunikasi dengan lingkungan luar seorang individu tersebut.

Kurangnya informasi yang dimiliki membuat disabilitas tunanetra menjadi cenderung pasif dan defensif terhadap orang lain disekitarnya. Tunanetra juga mengalami ketidakmampuan dalam berkomunikasi bukan disebabkan karena mereka tidak dapat berkomunikasi melainkan karena tunanetra memiliki kesenjangan pengalaman dengan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan mereka lebih banyak pasif, menarik diri dan mereka selalu cenderung tidak mau keluar rumah.

f. Audio Sebagai Media Komunikasi Yang Efektif

Bagi anak-anak khususnya disabilitas tunanetra, audio berpengaruh pada kecerdasan berpikir, namun juga kecerdasan emosi. Dalam hal hubungan orang tua dan anak, musik sebagai alat bantu merupakan sebuah media pembawa pesan komunikasi yang paling mudah dan efektif antar mereka. Tentu saja pesan yang disampaikan tidak jauh dari misi pendidikan.

Mengingat indera penerima bukan hanya pendengaran, namun juga penglihatan, alangkah lebih baik jika kedua indera tersebut


(48)

40

menerima satu pesan secara bersamaan. Dalam hal ini, film musikal dan pementasan dongeng anak adalah sebuah media pendidikan alternatif bagi anak. Memang memadukan musik, suara, dan psikologi akan membuat siapa saja mampu menyelaraskan diri dengan getaran positif dan sehat demi menciptakan hidup yang lebih bahagia, cerdas, dan penuh percaya diri. Jadi jikalau anda merasakan hari ini begitu berat, coba periksa lagi hidup anda hari ini.

g. Media Stimulasi Auditoris

Pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dari klasifikasi kelemahan pendengaran (tunarungu) dan penglihatan (tunanetra). Media ini memungkinkan anak untuk belajar melalui suara dan bunyi-bunyi yang ditimbulkan agar dapatmemahami satu benda atau objek dengan tepat. Media stimulasi auditoris mengutamakan pelajaran menggunakan media yang mengeluarkan bunyi atau suara. Misalnya dengan menggunakan peralatan elektronik semacam DVD, televisi, radio, tape recorder, sampai dengan mp3. Selain itu peralatan musik juga bisa digunakan sebagai media stimulasi auditoris seperti organ, biola, gitar, seruling, dan sejenisnyayang menimbulkan irama tertentu. Suara hyewan, angin, ombak, dan suara alam serta buatan lain juga bisa dimanfaatkan sebagai media stimulasi auditoris. Yang penting ABK bisa terbantu dan belajar dari semua suara-suara tersebut. ABK diarahkan untuk memahami berbagai obyek/benda yang didengarnya dan diarahkan untuk memahami berbagai objek/benda yang didengarnya dan diarahkan


(49)

41

untuk mampu membedakan masing—masing melalui ciri khas bunyinya

3. Media Komunikasi

Dukungan dibidang ilmu dan teknologi komunikasi ini membawa dampak yang sangat luas. Komunikasi juga menjadi ilmu yang banyak diminati. Salah satu ilmu yang belakangan bersetuhan dengan ilmu komunikasi adalah ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan berharap agar proses pembelajaran yang dilakukan memberikan kontribusi yang konkret dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu, penguasaan komunikasi dengan baik akan memberikan kontribusi secara nyata terhadap peningkatan kualitas pendidikan.28

Komunikasi ialah suatu proses yang berhubungan dengan manusia terhadap lingkungan disekitarnya. Jika tidak ada komunikasi, manusia akan terisolir dengan lingkungan disekitarnya. Tetapi jika tidak ada lingklungan, komunikasi akan menjadi sebuah kegiatan yang tidak penting. Dengan kata lain manusia berkomunikasi dikarenakan untuk melakukan hubungan dengan lingkungan. Saat berkomunikasi pastinya memeerlukan media komunikasi.

Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif, media juga menyuguhkan

28 Ngainun Naim. Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. (Yogyakarta: Ar-Ruzz media,2011) Hlm. 126.


(50)

42

nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.29

Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya (mass education). Karena media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik yang dilakukanmedia massa adalah mulai pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media massa melakukannya melalui drama, cerita, diskusi dan artikel.30

Media komunikasi adalah suatu alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.31 Media dominan dalam berkomunikasi adalah pancaindera manusia seperti telinga dan mata. Media juga merupakan jendela yang memungkinkan kita untuk dapat melihat lingkungan yang lebih jauh, sebagai penafsir yang membantu memahami pengalaman sebagai landasan penyampai informasi, sebagai komunikasi interaktif yang meliputi opini audiens, sebagai penanda pemberi intruksi atau petunjuk, sebagai penyaring atau pembagi pengalaman dan fokus terhadap orang lain, cermin yang merefleksikan diri kita dan penghalang yang menutupi kebenaran.

Media komunikasi juga dijelaskan sebagai sebuah sarana yang dipergunakan sebagai memproduksi, reproduksi, mengolah dan mendistribusikan untuk menyampaikan sebuah informasi. Media komunikasi sangat berperan penting bagi kehidupan masyarakat. Secara

29 Mc.Qual, Denis.Teori Komunikasi Massa. (Jakarta: Erlangga). Hlm.3

30 Elvinaro erdianto. KomunikasiMassa Suatu Pengantar Edisi Revisi.(Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2007). Hlm. 18.

31https://id.wikipedia.org/wiki/mediakomunikasi (Diakses pada 15 Mei 2016 pukul 14.20 WIB)


(51)

43

sederhana, sebuah media komunikasi adalah sebuah perantara dalam menyampaikan sebuah informasi dari komunikator kepada komunikan yang bertujuan agar efisien dalam menyebarkan informasi atau pesan. Komunikasi merupakan bentuk percakapan yang berlangsung atas dasar persamaan persepsi. Komunikasi dalam bahasa inggris communicationberasal dari kata latin communicatio dan berasal dari kata communis yang berarti sama.

Komunikasi bermedia (mediated communication) adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya dan atau banyak jumlahnya.32

Namun dapat diartikan media komunikasi adalah seluruh sarana yang digunakan untuk memproduksi, mereproduksi, menyalurkan atau menyebarkan atau juga menyajikan informasi. Dalam kehidupan bermasyarakat, dewasa ini media komunikasi mempunyai peran yang sangat penting karena berbagai informasi yang ada seluruh dunia ini dapat dicari dengan cepat, akurat, tepat, mudah, efektif dan efisien. a. Fungsi media

1) Efektifitas: media komunikasi sebagai sarana untuk mempermudah dalam penyampaian informasi.

2) Efesiensi: media komunikasi sebagai sarana untuk mempercepat dalam penyampaian informasi.

3) Konkrit: media komunikasi sebagai sarana untuk membantu mempercepat isi pesan yang mempunyai sifat abstrak.

32 Efendy,Onong Unchyono.Dinamika Komunikasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya,2008) Hlm.11-12.


(52)

44

4) Motivatif: media komunikasi sebagai sarana agar lebih semangat melakukan komunikasi.

b. Jenis-Jenis Media Komunikasi

1) Media komunikasi berdasarkan fungsinya

a) Produksi: media komunikasi yang bermanfaat sebagai penghasil berbagai macam informasi.

b) Reproduksi: media komunikasi yang bermanfaat untuk mencetak ulang dan mengandakan informasi.

c) Penyampaian informasi: media komunikasi yang berdaya guna untuk menyebarluaskan serta menyampaikan pesan kepada komunian yang menjadi sarananya.

2) Media komunikasi berdasarkan bentuknya

a) Media cetak: merupakan berbagai macam barang yang dicetak dan bisa dipakai sebagai sarana untuk menyampaian suatu pesan informasi.

b) Media audio: merupakan suatu bentuk media komunikasi yang penerimaan informasinya hanya dapat disampaikan melalui indra pendengaran.

c) Media visual: merupakan suatu bentuk madia komunikasi yang peneriman pesan informasinya hanya dapat tersampaikan melalui indra penglihatan.

d) Media audio visual: merupakan suatu bentuk media komunikasi yang dapat dilihat sekaligus didengar. Jadi untuk


(53)

45

mengakses pesan informasi yang disampaikan memakai indra penglihatan dan juga indra pendengaran.

3) Media komunikasi berdasarkan jangkauannya

a) Media komunikasi eksternal adalah suatu media komunikasi yang digunakan untuk menjalin hubungan dan menyampaikan pesan informasi dengan pihak-pihak luar.

b) Media komunikasi internal adalah semua sarana penyampaian dan juga penerimaan pesan informasi dikalangan publik internal, dan biasanya bersifat non-komersial. Penerima maupun pengirim informasi yaitu orang-orang publik internal.

B. KAJIAN TEORI

1. Sejarah Teori Value Expectancy Theory

Teori nilai harapan (value expectancy theory) dikemukakan oleh Dr. Martin Fishbein ada awal tahun 1970-an. Teori ini pertama kali dijelaskan pada buku Martin Fishbein dan icek Ijzen tahun 1975 yaitu Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Penelitian teori ini dapat dilihat dalam disertai Fishbein yakni “A Theorectical and Empirical Investigation of the Interrelation between belief about anObject and the Attiotude toward that Object”. Teori ini juga dijelaskan dalam dua artikel lainnya tahun 1962 dan 1963 dalam jurnal human Relation. Penelitian Fishbein dituliskan oleh peneliti lain seperti Ward Edward, Milton Rosenberg, dan John B. Watson.


(54)

46

Dr. Martin Fishbein adalah seorang profesor kehormatan dari Harry C. Coles Jr. Di jurusan Komunikasi Annenberg School for Communication dan Direktur Health Communication Program (Program Komunikasi Kesehatan) di Annenberg Public Policy Center. Disamping value-expectancy theory, beliau juga penggagas theory of reasoned action. Dr. Martin Fishbein menerbitkan 200 artikel dan bab dalam buku profesionan dan jurnal, serta mengarang dan mengedit enam buku.

Penelitian Dr. Martin Fishbein terdiri dari teori siap dan tindakan, komunikasi dan persuasi, prediksi dan perubahan tingkah laku. Beliau meneliti dilapangan dan labolatorium terdiri dari penelitian terhadap keefektifan dan tingkah laku kesehatan. Beliau adalah pimpinan Society Consumer psychology and the Interamerican psychological Society.

2. Pengertian Teori

Value expectancy theory adalah suatu teori tentang komunikasi massa yang meneliti pengaruh penggunaan media oleh pemirsanya dilihat dari kepentingan penggunaannya. Teori ini mengemukakan bahwa sikap seseorang terhadap segmen-segmen media ditentukan oleh nilai yang mereka anut dan evaluasi mereka tentang media tersebut.

Asumsi dari teori ini adalah “Sikap khalayak terhadap segmen-segmen media tergantung pada nilai yang mereka anut dan evaluasi mereka terhadap media tersebut.” Teori ini mengatakan bahwa kepuasan yang kita cari sebagai pengguna media terhadap suatu media ditentukan


(55)

47

oleh sikap kita terhadap media tersebut. Kita percaya dan kita berhak mengevaluasi dan menentukan sikap.33

Menurut teori kepentingan, perilaku adalah fungsi dari harapan satu memiliki dan nilai tujuan ke arah mana yang bekerja. Pendekatan seperti memprediksi bahwa, ketika lebih dari satu perilaku yang mungkin, perilaku yang dipilih akan menjadi satu dengan kombinasi terbesar dari keberhasilan yang diharapkan dan nilai. Teori harapan-nilai berpendapat bahwa orang adalah makhluk berorientasi pada tujuan. Perilaku mereka melakukan respons terhadap keyakinan dan nilai-nilai mereka yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Namun, meskipun teori kepentingan dapat digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep sentral dalam penggunaan dan gratifikasi penelitian, ada faktor lain yang mempengaruhi proses. Misalnya asal-usul sosial dan psikologis kebutuhan, yang memberikan naik ke motif untuk perilaku, yang dapat dipandu oleh keyakinan, nilai-nilai, dan keadaan sosial ke dalam mencari berbagai gratifikasi melalui konsumsi media dan perilaku nonmedia lainnya.

Teori nilai Harapan menunjukkan bahwa “orang mengorientasikan diri ke dunia sesuai dengan harapan mereka (keyakinan) dan evaluasi”. Memanfaatkan pendekatan ini, perilaku, niat perilaku, atau sikap dipandang sebagai fungsi :

33 Himikom. (n.d.). http://www.himikomunib.org. Retrieved Mei 16, 2016, from Himikom: http://www.himikomunib.org/2012/12/teori-pengharapan-nilai-expectacy-value.html


(56)

48

a. Harapan (atau kepercayaan): probabilitas dirasakan bahwa obyek memiliki atribut tertentu atau bahwa perilaku akan memiliki konsekuensi tertentu.

b. Evaluasi: tingkat mempengaruhi, positif atau negatif, terhadap atribut atau hasil perilaku.

Teori “uses and gratifications” mengalami pengembangan dari sekedar fokus meneliti motif atau kebutuhan yang mendorong individu mengonsumsi media tertentu. Philip palmgreen mengajkan gagasan bahwa perhatian audiensi terhadap isi media ditentukan oleh sikap yang dimilikinya. Menurutnya, kepuasan yang diperoleh seseorang dari media ditentukan juga oleh sikap orang tersebut terhadap media, yaitu kepercayaan dan juga evaluasi yang akan diberikannya terhadap isi pesan mediaa. Suatu sikap terdiri ataskumpulan kepercayaan dan evaluasi.34

Teori ini merupakan tambahan penjelasan dari teori atau pendekatan “uses and gratifications” adalah dijelaskannya teori yang mendasarkan diri pada orientasi khalayak sendiri sesuai dengan kepercayaan dan penilaian atau evaluasinya. Intinya, sikap kita terhadap jumlah media akan ditentukan oleh kepercayaan tentang penilaian kita terhadap media tersebut membatasi gratification sought (pencarian kepuasan).

Konsep mengukur kepuasan ini disebut GS (gratification sought) dan GO (gratification obtained). GS adalah motif penggunaan media (terpaan media), seperti pilihan media, frekuensi, dan durasi menggunakan media. GS “berdasarkan pengharapan pada isi media”. GO


(57)

49

yaitu persepsi individu tentang hasil yang diperoleh dari menggunakan media, yang merupakan kepuasan nyata yang diperoleh seseorang setelah mengonsumsi suatu jenis media tertentu. GO merupakan umpan balik yang memengaruhi isi media agar sesuai harapan.35

Penggunaan konsep baru ini memunculkan teori yang merupakan varian dari teori uses and gratifications, yaitu teori expectancy values (nilai pengharapan). Gratification sought dibentuk dari kepercayaan seseorang mengenai apa yang media dapat berikan dan evaluasi seseorang mengenai isi media. Gratification obtained mempertanyakan hal-hal yang khusus mengenai apa saja yang telah diperoleh setelah menggunakan media dengan menabutkan acara atau rubrik teertentu secara spesifik.

Klandersman dalam value-expectancy theory nya menyatakan bahwa perilaku seseorang merupakan fungsi nilai (value) dari hasil yang diharapakan dari sebuah perbuatan, “individual’s behavior is a function of the value of expected outcomesof behaviour”. Perilaku seseorang akan menghasilkan sesuatu, semakin tinggi nilai yang diharapkan, semakin tinggi pula keinginan untuk mewujudkan perilaku tertentu.

Teori ini mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expextancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller diembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, cofidence, dan satisfaction.

35 Kriyanto, Rahmat.Teori Public relations Perspektif Barat & Lokal: Aplikasi Penelitian Dan Praktik. (Jakarta:Kencana, 2014). Hlm. 336-337.


(58)

50

3. Konsep Utama Teori

Value expectancy theory memiliki tiga komponen dasar, yakni: Individu merespon informasi baru tentang suatu hal atau tindakan dengan menghasilkan suatu keyakinan dari hal atau tindakan tersebut. Bila keyakinan sudah terbentuk dapat dan seringkali berubah dan informasi baru.

Setiap individu memberikan sebuah nilai (value) pada setiap sifat dimana keyakinan tersebut tergantung atau berdasar. Sebuah harapan (expectation) terbentuk atau termodifikasi berdasarkan hasil perhitungan antara keyakinan (beliefs) dan nilai-nilai (value).

Dengan meminjam pemikiran dari Martin Fishbein yang menggagas teori nilai harapan (expectancy value theory), Philip mengajukan rumusan (formula) mengenai tingkat kepuasan yang diinginkan audiensi dari media massa sebagai berikut :36

Keterangan :

Gsi = gratification sought (pencarian kepuasan)

bi=belief (keyakinan)

ei= evaluation (evaluasi)

penggunan: ketika memperoleh pengalaman dengan suatu media, kepuasan yang diperoleh akan mempengaruhi keyakinan, menguatkan pola yang terlihat.


(59)

51

Rumusan tersebut dapat digunakan untuk menentukan kepuasan terhadap media atau segmen media. Ketika seseorang mendapatkan pengalaman dengan media, maka kepuasan yang diperoehnya pada gilirannya akan memengaruhi kepercayaannya dan memperkuat pola menontonnya.

4. Penerapan Teori

Salah satu kegunaan value expectancy theory adalah dalam pendekatan persuasi (persuasion approaches). Berdasarkan teori ini diharapkan sesuatu untuk mengontrol sikap mempengaruhi seseorang meliputi mengubah nilai yang mereka harapkan untuk diterima.

Ada dua penjelasan utama mengapa seseorang mengubah pendiriannya, yaitu: Konsistensi Afektif-Kognitif (Afective-Cognitive Consistency). Teori ini menyatakan bahwa pengaruh dan kesadaran kita mengenai nsuatu hal terdiri dari dua aspek. Affect meliputi sikap kita, bagaimana suatu hal terasa menyenangkan. Cognitions kepercayaan yang berhubungan dengan objek. Jika kita percaya konsekuensi yang bak akan didapat dari pendapat, kitaa akan memakai pendapat itu. Affective-Cognitive Consistency menjelaskan hukum sikap kognitif: jika kita mengubah kepercayaan seseorang tentang pendapat sikapnya akan berubah secara otomatis dalam kesamaan tujuan dan tingkat sesuai dengan perubahan keyakinan.

Konsekuensi kognitif tidak hanya mengubah keyakinan untuk menghasilkan perubahan pada sikap, tapi juga menyebabkan perubahan sikap-sikap untuk menuntun perubahan keyakinan.


(60)

52

Teori Pembelajaran (Learning Theory) merupakan penjelasan kedua untuk persuasi dalam kerangka value expectancy. Ide disini ialah kita mempelajari untuk menghubungkan konsekuensi dengan pendapat, karakteristik seseorang, perlengkapan dengan objek. Perasan mendatangkan dengan sebuah konsekuensi menjadi terhubung dengan pendapat tersebut. Pendapat tersebut dapat diidentifikasi dalam berbagai emosi. Menyebutkan pendapat akan menimbulkan emosi yang luar biasa. Empat konsekuensi hasil yang lebih rendah, lebih banyak tekanan, lebih banyak ujian akhir dan sedikit kesempatan untuk meraih nilai rata-rata dapat dikondisikan pada pendapat kita untuk mengubah kebijakan pada ujian akhir. Sikap penerima akan total dari perasaan negatif dari empat konsekuensi. Ide ini timbul dari kondisi klasik dalam psikologi.

Ada beberapa model value expectancy :

a. Value expectancy model of attitudes I

Berdasarkan model ini seseorang memegang banyak keyakinan tentang sikap suatu objek, suatu objek terlihat memiliki banyak sifat. Menghubungkan dengan setiap sikap adalah respon yang evaluatif. Dengan proses pembelajaran, respon evaluatif menghubungkan dengan sikap suatu objek.

b. Value expectancy model of attitudes II

Keterangan :


(61)

53

bi= belief (keyakinan) tentang sifat objek ei= evaluasi dari suatu sikap

Keyakinan adalah kemungkinan subjektif dari seseorang (objek) tentang sifat oorang lain. Evaluasi adalah penilaian sifat berdasarkan berapa dimensi evaluasi.

c. Value expectancy model of attitudes III

Sikap (attitude) seseorang merupakan penjumlahan dari produk setiap keyakinan (belief) dikali nilai evaluasinya (evaluation). Keyakinan dipegang dalam sebuah jenjang atau tingkatan. Suatu sikap ditentukan dalam setiap waktu yang diberikan denngan lima sampai sembilan keyakinan yang paling menonjol dalam jenjang keyakinan seseorang.

Tipe-tipe keyakinan :

1) Descriptive belief= berdasarkan keyakinan langsung 2) Inferential belief= keyakinan dari keyakinan lain 3) Informational belief= info dari sumber luar.


(1)

86

menyerupai komputer. Oleh karena itu peneliti memilih siswa tunanetra yang

merupakan subjek dari penelitian, tunanetra sebagai partisipan yang aktif

dalam proses komunikasi, namun tingkat keaktifan setiap individu tidaklah

sama. Dengan kata lain, tingkat keaktifan audiensi merupakan variabel.

Perilaku komunikasi audiensi mengacu pada target dan tujuan yang ingin

dicapai serta berdasarkan motivasi; audiensi melakukan pilihan terhadap isi

media berdasarkan motivasi, tujuan, dan kebutuhan personal mereka.

Audiensi memiliki sejumlah alasan dan berusaha mencapai tujuan tertentu

ketika menggunakan media.

Teori nilai harapan (value expectancy theory) menunjukkan bahwa orang

mengorientasikan diri ke dunia sesuai dengan harapan mereka (keyakinan)

dan evaluasi. Kepuasan yang diperoleh seseorang dari media ditentukan juga

oleh sikap orang tersebut terhadap media, yaitu keyakinan dan juga evaluasi

yang akan diberikannya terhadap isi pesan media. Suatu sikap terdiri atas

kumpulan kepercayaan dan evaluasi.57

Dengan adanya smart phone, memungkinkan seorang tunanetra yang ada

hambatan penglihatan dapat membaca dan menulis secara mandiri tanpa

huruf braille dapat melakukan proses mencari informasi sesuai keinginannya

tanpa perlu tergantung dengan orang awas (sighted person). Selain itu, bukan

jadi masalah lagi untuk membaca teks dalam format digital, bisa document


(2)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Pada bagian terakhir dari skripsi ini, peneliti akan memaparkan

mengenai kesimpulan dan saran berdasarkan dari analisis dan pembahasan

tentang penelitian “Preferensi Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra dalam

memilih Media Komunikasi di Sekolah”. Maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan mengenai hal tersebut. Hasil analisis ini diharapkan dapat

bermanfaat dan dijadikan bahan referensi bagi semua pihak yang terkait.

Berdasarkan hasil pengelolahan data, analisis data dan pembahasan

penelitian yang dilakukan dimana mengacu pada teori-teori komunikasi yang

relevan, maka dapat ditarikkesimpulan sebagai berikut :

1. Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya atau kedua matanya

tidak berfungsi sebagai saluran menerima informasi dalam kegiatan

sehari-hari. Dengan demikian pengertian anak tunanetra adalah individu yang

indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran

penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.

2. Kemampuan membaca dan menulis huruf braille bagi anak penyandang

disabilitas tunanetra sangat diperlukan sebagai modal awal untuk

memperoleh informasi serta menjadi media efektif untuk berkomunikasi

timbal balik (kemampuan bahasa reseptif dan ekpresif). Pembelajaran


(3)

88

sulit, hinga ke arah yang benar-benar sulit. Melalui tahapan-tahapan

pembelajaran ini akan lebih menjamin terjadinya proses belajar.

3. Media pembelajaran mutlak diperlukan dalam kegiatan proses

pembelajaran, khususnya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tunanetra.

Mengingat keterbatasan yang dimiliki dalam hal penglihatan yang

berdampak pada miskinnya pengetahuan yang dimiliki anak.

4. Orang tua memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kegiatan belajar

mengajar anak khususnya penyandang disabilitas tunanetra. Karena 75%

waktu anak lebih banyak digunakan di rumah dibandingkan sekolah yang

hanya 25% atau sekitar 6 jam.

5. Dilihat dari kondisi ekonomi orang tua siswa penyandang disabilitas

tunanetra, siswa diyakini mampu memiliki atau menggunakan smart phone

android tanpa ada kesulitan. Dengan media yang berbasis smart phone

dengan aplikasi talk back yang dapat memudahkan pembelajaran bagi

anak tunanetra. Aplikasi ini dapat digunakan dalam semua perangkat

device smart phone sehingga memudahkan anak tunanetra dalam kegiatan

belajar mengajar. Aplikasi dengan komputer bicara juga dapat membantu

kegiatan belajar mengajar guru bagi anak penyandang disabilitas

tunanetra.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, peneliti berharap bahwa


(4)

89

1. Bagi Pemerintah

Sebaiknya pemerintah menyediakan sarana dan prasana yang lengkap

guna menunjang pembelajaran siswa penyandang disabilitas tunanetra

agar lebih maksimal.

2. Bagi Guru

Perlu adanya pembekalan terhadap guru mengenai aplikasi yang terbaru

guna segera dapat dimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar di

SLB Tut Wuri Handayani.

3. Bagi Siswa

Siswa penyandang disabilitas tunanetra dapat lebih mudah melakukan


(5)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Ali Nurdin, dkk.2013.Pengantar Ilmu Komunikasi. Sidoarjo: CV. Mitra Media Nusantara.

Arief S. Sadiman, dkk.2010.Media pengertian Pengembangan Dan Manfaatnya.Jakarta: Rajawali Pers.

Ayub Wimarta, dkk.2008.Dasar-Dasar Komputer.Medan: Akademik Teknik dan Keselamatan Penerbangan.

Britha Mikelsen.2005.Metode PartisipatorisJakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Deddy Mulyana.2004.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Efendy, Onong Uchyono.2008. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Elvinaro erdianto.2007. KomunikasiMassa Suatu Pengantar Edisi Revisi.Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

John Hartley.2010.Communication, Cultural, and Media Studies : Konsep Kunci,.

Yogyakarta : Jalasutra.

Kriyanto, Rahmat.2014.Teori Public Relations Perspektif Barat & Lokal: Aplikasi Penelitian Dan Praktik.Jakarta:Kencana.

Lexy J.Maleong.2006.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Made Pidarta.1997.Landasan Kependidikan.Jakarta: Rineka Cipta.

Mc.Qual, Denis.2011.Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga.

Mohammad Efendi.2006.Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.Jakarta: Bumi Aksara.

Morissan.2013.Teori komunikasi Individu Hingga Massa.Jakarta:Kencana

Mulyono Abdurrahman2009.Pendidikan bagi Anak Berkesulitan belajar.Jakarta: Rineka Cipta, cet II.


(6)

Prasetya Irawan. 2004. Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan PraktisPenelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula.jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi lembaga Negara.

Sardiman.1986. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Sudarwan Danim.2008. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sugiyono.2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sunardi.1996. Kecenderungan dalam Pendidikan Luar Biasa.Jakarta: Dirjen Dikti.

Sutjihati Soemantri.2007.Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Rafika Aditama. Syuhudi Ismail.1998.Psikologi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta.

Zahra Idris dan lisma jamal.2004. Mengenal Pendidkan terpadu.Direktorat Pendidikan Luar Biasa

Internet

https://id.wikipedia.org/wiki/Preferensi

http://pendidikananak.blogspot.com/2011/10/definisi-anak-berkebutuhan-khusus.html

https://id.wikipedia.org/wiki/tunanetra

https://id.wikipedia.org/wiki/mediakomunikasi

Himikom. (n.d.). http://www.himikomunib.org.

http://www.himikomunib.org/2012/12/teori-pengharapan-nilai-expectacy-value.html