PENGINGKARAN BANI ISRA’IL TERHADAP KERASULAN NABI MUHAMMAD DALAM KITAB TAURAT DAN INJIL PERSPEKTIF AL-QUR’AN.

(1)

i

PENGINGKARAN BA<NI ISRA<’IL TERHADAP KERASULAN NABI MUHAMMAD DALAM KITAB TAURA<T DAN INJI<L PERSPEKTIF

AL-QUR’AN (Kajian Tematik)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh: Masnida NIM. F15214176

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

viii

ABSTRAK

Masnida, “Pengingkaran Ba>ni Isra>’il Terhadap Kerasulan Nabi Muhammad Dalam Kitab Taura>t dan Inji>l Perspektif al-Qur’an (Kajian Tematik)”, Program Pascasarjana Tahun 2016.

Nabi Muhammad saw sebagai Rasu>l utusan Allah telah disepakati oleh seluruh ulama’ yang ada di alam jagat raya ini. selain itu juga, kehadiran beliau ke muka bumi ini tidak lain adalah menjadi rahmat bagi seluruh alam, sekaligus diutus untuk menjadi penutup para nabi. Hal ini bisa dibuktikan dengan salah satu bunyi dari ayat al-Qur’an, yang memiliki arti: tidaklah Aku ciptakan engkau Muhammad kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Bagi kaum Ba>ni Isra>’il, Muhammad bukanlah sosok nabi yang diidam-idamkan oleh banyak kaum. Bangsa (Ba>ni Isra>’il) ini melakukan pengingkaran terhadap sosok Rasulullah saw sebagai salah satu utusan Allah. Pengingkaran yang mereka lakukan adalah dikarenakan adanya dua alasan. Pertama, mereka sudah mulai terbuai dengan kehidupannya yang mulai mapan dan kokoh, seakan-akan tidak ada rasul yang bisa merubah pola hidup yang sudah ia bangun. Kedua, adanya kekhawatiran jika Rasulullah saw diutus ia akan merubah tatanan masyarakat yang ada di sekitarnya.

Perlu kita cermati bahwa sosok Rasulullah saw sebagai utusan Allah sudah diceritakan oleh Allah dalam Kitab Taura>t dan Inji>l. kitab-kitab suci yang hadir sebelum al-Qur’an sudah menjelaskan dengan detail tentang kepribadian Muhammad saw sebagai utusan Allah. Selayaknya bagi kaum Ba>ni Isra>’il untuk mengimaninya agar ia tetap menjadi bangsa yang kuat dan kokoh sepanjang masa.

Al-Qur’an hadir dalam rangka menjelaskan motif dan bentuk pengingkaran yang dilakukan oleh Ba>ni Isra>’il. Misalnya disaat kaum Ba>ni Isra>’il dalam keadaan kepept, karena ia sudah diserang dan mau dibunuh oleh musuhnya, ia selalu meminta pertolongan kepada Allah untuk diselamatkan dari musuhnya atas nama rasul (Nabi Muhammad) yang akan datang kemudian. Akan tetapi setelah ia menang dari musuhnya ia mengingkari apa yang ia minta kepada Allah swt.

Kata Kunci: Ba>ni Isra>’il, Nabi Muhammad, al-Qur’an.


(7)

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ……… ii

PERNYATAAN KEASLIAN ……….... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. iv

MOTTO ……….... v

PERSEMBAHAN ………vi

ABSTRAK ……….. vii

KATA PENGANTAR ………viii

DAFTAR ISI ……… x

PEDOMAN TRANSLITERASI ………. xi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ………... 6

C. Rumusan Masalah ………. 7

D. Tujuan Penelitian ……….. 8

E. Kegunaan Penelitian ………. 8

F. Kerangka Teoritik ………. 8

G. Penelitian Terdahulu ………. 11

H. Metode Penelitian ………. 13

1. Model Penelitian ……….. 13

2. Jenis Penelitian ……….. 13

3. Metode Penelitian ……….. 13

4. Sumber Data ……….. 15

5. Teknik Pengumpulan Data ……… 16

6. Pengolahan Data ……… 17

7. Tekhnik Analisis Data ……… . .17

I. Sistematika Pembahasan ………18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TAFSI>R TEMATIK, BA<NI

ISRA>’IL DAN KEBERADAAN MUHAMMAD DALAM


(8)

xii

A. Tafsir Tematik ………. 20

B. Bentuk Kajian Tafsir Tematik ………. 24

C. Langkah-Langkah Tafsir Tematik ………... 28

D. Keberadaan Ba>ni Isra>’il ………... 32

1. Sejarah Ba>ni Isra>’il ……….... 33

2. Kebangkitan Ba>ni Isra>’il………... 38

3. Kemunduran atau Kehancuran Ba>ni Isra>’il …………...46

E. Keberadaan Muhammad Dalam Taura>t dan Inji>l ………...50

BAB III INGKARYA BA<NI ISRA<IL TERHADAP KERASULAN NABI MUHAMMAD PERSPEKTIF TAFSIR TEMATIK A. Klasifikasi Ayat-ayat Ingkarnya Ba>ni Isra>’il………... 55

B. Urutan Turunnya Ayat Berdasarkan Makki>-Mada>ni …….. 58

C. Urutan Turunnya Ayat Berdasarkan Tarti>b al-Nuzu>l ……. 58

D. Seba>b al-Nuzu>l dan Penafsiran Ayat ………... 61

E. Muna>sabahAyat ………. 72

BAB IV RISA<LAH KENABIAN MUHAMMAD SAW A. Krakteristik risa>lah Nabi Muhammad saw ……….. 83

B. Nasi>kh al-Risa>lah ………. 86

C. Membenarkan Para Nabi ……….. 88

D. Penyempurna Risa>lah ………91

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………... 96

B. Saran ………... 97


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bentuk peradaban dan kebudayaan yang berkembang pada suatu bangsa atau umat tergantung pada konsep ketuhanannya. Sebab, pandangan atau cara berfikir umat atau bangsa tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi terhadap tata nilai yang berkembang di masyarakatnya. Tata nilai inilah sebagai penentu terhadap corak dan pola fikir sekaligus perilaku umat atau bangsa tersebut.1

Allah sebagai Tuhan semesta alam akan hadir dalam diri dan jiwa manusia bagi mereka yang mau berusaha untuk menghadirkan Allah dalam dirinya. Di sinilah diperlukan adanya hida>yah. Tujuannya tidak lain adalah agar manusia tidak tersesat dan terjerumus pada hal-hal yang bersifat negatif. Untuk memperoleh hida>yah banyak sekali cara yang dilakukan oleh manusia. Ada dua kebiasaan yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw untuk menghadirkan hida>yah dalam jiwa mereka, yakni: pertama, sangat hormat dan menjunjung tinggi al-Qur’an.2 Kedua, sangat hormat dan taat serta cinta kepada baginda Rasulullah saw.3

Untuk itulah Allah mengutus seorang rasul ditengah umat tersebut dari kalangannya sendiri untuk menunjukkan jalan kebenaran hakiki dengan nilai-nilai

1Agustinus Sriurip Ragil Wibawa, Muhammad Dalam Taura>t dan Inji>l (Yogyakarta:

Tajidu Press, 2003), 11-12.

2Kaum muslimin kala itu dismaping memiliki keimanan yang kuat, mereka juga

benar-benar terpesona oleh i’ja>z al-Qur’an (keluarbiasaan al-Qur’an). Sehingga dengan hadirnya al

-Qur’an dalam kehidupan mereka keimanan dan ketaqwaannya semakin kuat. Yusuf Musa dalam

kitabnya “al-Qur’an wa Falsafah” mencatat bahwa masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw

bersatu dalam pendapat dan aqidah, karena mereka menyaksikan sendiri turunnya wahyu.

3Imam Muchlas, al-Qur’an Berbicara: Kajian Kontekstual Beragam Persoalan (Surabaya:


(10)

2

ke-ila>hi-an. Para utusan ini membawa konsep tauhi>d, dimana sosok, keberadaan, dan sifat Tuhan memang berasal dari Tuhan itu sendiri. Konsekuensinya, segala tata aturan hidup yang berkembang di dunia ini harus berdasarkan tata aturan hidup yang dibuat oleh Sang Pencipta berdasarkan fitra>h atau jati diri manusia demi kebenaran dan kebahagiaan manusia itu sendiri.

Namun sejarah telah membuktikan bahwa seiring dengan perkembangan waktu dan pemahaman, sering terjadi penolakan dan pembangkangan terhadap kebenaran hakiki tersebut. Hal ini dikarenakan aturan yang telah dibuat oleh Allah swt sebagai penguasa langit dan bumi dianggap membatasi kreatifitas mereka untuk memperoleh kenikmatan yang bersifat duniawi. Penolakan terhadap aturan tersebut diapresiasikan dalam bentuk pola dan kedaan yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan tingkat kemunafikan mereka.4

Secara garis besar, penolakan mereka terhadap aturan yang dibuat oleh Allah swt didasarkan pada dua hal. Pertama, keengganan mereka untuk merubah pola kehidupannya yang setiap saat selalu mengedepankan hawa nafsunya. Pola seperti ini sudah terjadi secara turun-temurun. Ia beranggapan ketika Tuhan menurunkan aturan baru berarti Tuhan membatasi kreatifitas mereka yang telah terjadi secara turun-menurun. Kedua, adanya kekhawatiran dan ketakutan akan hilangnya kekuasaan ketika para rasul yang baru membawa syari’a>t yang akan diberlakukan disebuah masyarakat.

Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an, pemuka Yahu>di dan Nashra>ni menyembunyikan titah kenabian dan kerasulan yang disandang oleh sosok


(11)

3

Muhammad saw sebagai penutup para nabi. Padahal kalau kita lihat pada rentetan sejarah, Nabi Muhammad adalah sosok yang memiliki keberanian yang kuat sebagai rasul pilihan Allah swt.

Disadari ataupun tidak, keberadaan dan sosok Rasulullah saw atau Muhammad saw sebagai utusan Allah sudah diceritakan dalam Kitab Taurat dan Injil. Salah satunya misalnya yang dikutip oleh: Agustinus Sriurip Ragil Wibawa5 dalam bukunya “Muhammad Dalam Taurat dan Injil”:

“Adam, setelah meloncat ke atas, di atas kaki-kakinya telah tampak di udara sesuai tulisan bercahaya seperti surga yang berbunyi, “hanya ada Allah Maha Esa dan Muhammad adalah pesuruhku itu”. Dalam pada itu adam membuka mulutnya dan berkata: “Aku berterima kasih kepada-Mu wahai Allah Tuhanku, bahwa engkau telah sudi menciptakan daku, akan tetapi ceritakan kepadaku, aku mohon kepada engkau, apa maksud amanat dari kata-kata itu, Muhammad adalah pesuruh Allah, Sudah adakah di sana manusia-manusia lain sebelum aku?” (Injil Barnabas 39 Alinea 3)

“Adam memohon kepada Allah, Allah hadirkanlah kepadaku tulisan ini di atas kuku-kuku jari-jari tanganku! Lalu Allah memberi kepada manusia pertama itu di atas ibu-ibu jarinya tulisan itu. Di atas ibu jari tangan kanan tulisan “Hanya Allah yang Maha Esa”, dan di atas kuku ibu jari tangan kiri tulisan “Muhammad adalah pesuru Allah”. Kemudian dengan kasih sayang selaku bapak manusia pertama itu mencium kata-kata itu dan mengusap matanya lalu berkata: Dilimpahkan kiranya keberkahan pada hari ketika engkau akan datang ke dunia” (Injil Barnabas 39 Alinea ke-5).

5Ia dilahirkan dari keluarga yang aktif sebagai pimpinan Gereja Protestan di Bandung,

Jawa Barat. Agustinus lahir pada 12 Maret 1966 di Purworejo, Jawa Tengah. Setelah menamatkan SMA di tempat ia dilahirkan pada tahun 1983. Kemudian ia melanjutkan pendidikan THEOLOGIA di Institut Agama Kristen INAKA MARANTHA Bandung, 1987. Sedangkan Program Magisternya ia raih pada tahun 1992 dari Sekolah Tinggi Theologia Asia Pasifik Bandung, Program Magister Missiologhi. Masa mudanya dihabiskan di Bandung dan giat sebagai aktivis Gereja. Beberapa jabatan yang pernah disandangnya: Ketua IKP Bandung Timur (1985-1988), Guru Sekolah Minggu Gereja Meller, Seksi Kerohanian Kristen Karang Taruna Arcamanik Bandung, dan lain-lain. Ia masuk Islam pada tanggal 29 November 1993 setelah belajar Islam secara Intensif selama enam bulan kepada KH. Jalal Muhsin yang kemudian diteruskan dengan dialog selama tiga tahun.


(12)

4

Nabi Muhammad saw sebagai utusan terakhir Allah memiliki mu’jiza>t6 yang banyak, bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan, beliau memiliki semua

mu’jiza>t yang dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Mu’jiza>t terbesar yang dimiliki oleh Rasulullah saw adalah diturunkannya al-Qur’an7 sebagai huda>n li al-na>s. selain al-Qur’an adalah Isra>’ dan Mi’ra>j yang di dalamnya terdapat rentetan sejarah mengenai diwajibkannya shalat kepada umatnya.

Terlepas dari itu semua, sebagai utusan Allah, Rasulullah saw diutus ke muka bumi ini tidak lain adalah agar ia menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sesuai dengan Firman Allah swt yang tertuang dalam Kitab al-Qur’an:





8

Artinya: dan tidak Aku utus engkau Muhammad kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam.9

Dalam ayat di atas “rahmatan lil-‘a>lami>n” dikaitkan dengan kepribadian Rasulullah saw, yaitu bahwa Allah tidak menjadikan Nabi Muhammad kecuali karena kerasulan beliau menjadi rahmat bagi seluruh atau sekian alam.

Sehubungan dengan ayat diatas, Ibnu Kathi>r menjelaskan bahwa Allah swt telah memberitahukan Sesungguhnya Allah mengutus Rasulullah saw menjadi rahmat bagi seluruh alam, yakni Allah mengutusnya untuk menjadi rahmat bagi semuanya. Maka barang siapa yang menerima rahmat itu dan mensyukurinya pasti dia akan bahagia dunia dan akhirat. Begitupun sebaliknya, bagi mereka yang

6Mu’jiza>t diartikan sebagai kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya sebagai bukti bahwa ia adalah utusan Allah untuk memperbaiki kehidupan manusia atau umatnya.

7Al-Qur’a>n adalah Kalam Ila>hi yang di dalamnya mengandung mu’jizat yang diturunkan secara mutawa>tir dimulai dari Surat al-Fa>tihah dan diakhiri dengan Surat an-Na>s dan bernilai

ibadah bagi yang membacanya. Lihat Abdullah al-Zarkasyi>, al-Burha>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo:

Da>r al-Hadi>ts, 2006), 24

8QS. Al-Anbiya>’ [21]: 107


(13)

5

menolak akan adanya rahmat tersebut, maka ia akan menjadi orang yang merugi, baik di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.10

Tak kalah pentingnya lagi, ternyata kerasulan Nabi Muhammad saw sebagai khata>m al-nabiyyi>n atau penutup para nabi diceritakan oleh Allah kepada umat-umat sebelumnya di dalam kitab-kitab mereka. Ini tidak lain bahwa Rasulullah saw memiliki kepribadian yang bagus dan akhla>k al-ka>rimah sebagai panutan umat. Kepribadian Rasul dalam menjalankan aktivitas sehari-hari perlu untuk dijadikan sebagai landasan bagi kita sebagai umatnya, dalam artian kita wajib mencontohnya. Hubungan beliau dengan Allah swt dalam rangka aktivitas bathiniyyah sangatlah menawan. Kesabaran Rasulullah saw dalam menjalankan misi dakwah perlu kita contoh dengan tujuan ada polarisasi yang jelas dan tujuan yang pasti.

Sebagai muslim yang taat, kita senantiasa didorong untuk semaksimal mungkin meneladani seluruh perilaku beliau dalam aktivitas kehidupan kita sehari-hari. Rasanya akan sangat indah seandainya dalam keseharian kita, selalu berada dalam koridor keteladanan terhadap Rasulullah saw. Karenanya, kita dituntut harus banyak belajar tentang akhlak-akhlak beliau sehingga mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan kita dan menjadikan kita sebagai umat terbaik.

Sejarah hidupnya Rasulullah saw adalah terpelihara dari segala macam perbuatan dosa atau kemaksiatan sejak sebelum diutusnya sebagai rasul, apalagi sesudahnya. Allah sengaja memelihara dan menjaganya dari perilaku yang tidak

10Ima>m al-Jali>l al-Hafidz Ima>muddi>n Isma>’il bin Kathi>r al-Damasqa, Tafsi>r al-Qur’an al


(14)

6

pantas sejak menjadi kanak-kanak, juga dari permainan-permainan yang tidak layak sejak mudanya. Sesekali saja belum pernah beliau mengerjakan hal-hal yang tidak baik sebagaimana yang pernah dilakukan oleh orang lain. Dan selama hayatnya beliau Rasulullah belum pernah terlintas dalam hatinya suatu kehendak buruk.

Kebenaran tentang kepribadian Nabi Muhammad saw dalam kitab terdahulu diceritakan pula dalam al-Qur’an al-Karim. Ini juga sebagai bukti bahwa antara Rasulullah saw dengan al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memiliki keterkaitan yang pasti/ jelas.

Kalau dikalkulasi tidak kurang ada enam ayat yang terdapat dalam al-Qur’an yang bercerita atau yang membahas tentang kepribadian dan sosok Rasulullah pada kitab-kitab terdahulu. Ayat-ayat tersebut adalah: Al-Baqarah [2]:

89 dan 146, ‘Ali-Imra>n [3]: 81, Al-‘An’a>m [6]: 20, Al-‘A’ra>f [7]: 157, dan QS. al-Shaff [61]: 6.11

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berbicara tentang Ba>ni Isra>’il kaitannya dengan Nabi Muhammad yang melakukan pengingkaran terhadapnya sangat luas cakupannya, sehingga tidak mungkin dibahas seluruhnya. Agar karya ini lebih fokus dan terarah, ruang lingkup dan sudut pandangnya akan difokuskan pada beberapa masalah yang dianggap penting. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan pada pembahasan materi dan dicapai hasil yang maksimal, yaitu:

11Hasan Abdu>l Mana>n, al-Mu’ja>m al-Maudlu’i> li-Ayati> al-Qur’a>n (Jordania: Bait


(15)

7

1. Pengertian Ba>ni Isra>’il 2. Kebiasaan Ba>ni Isra>’il

3. Cakupan Ba>ni Isra>’il dalam al-Qur’an dan penafsirannya 4. Urgensi Ba>ni Isra>’il

5. Sejarah Ba>ni Isra>’il

6. Ciri-ciri dan sifat Ba>ni Isra>’il

7. Pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad 8. Keterkaitan antara Ba>ni Isra>’il dan Zionisme

9. Motif Pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad 10.Implikasi Pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad 11.Ancaman kepada Ba>ni Isra>’il atas ulah yang ia perbuat

12.Keberadaan muhammad dalam Kitab Taura>t dan Inji>l

Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis perlu untuk melakukan pembatasan pembahasan agar permasalahan lebih fokus, sistematis, dan tidak melebar. Penulis dalam hal ini hanya fokus pada Pengingkaran Ba>ni Isra>’il

terhadap kerasulan Nabi Muhammad dan Keberadaan Nabi Muhammad dalam Kitab Taura>t dan Inji>l.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(16)

8

2. Bagaimanakah pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Muhammad saw perspektif al-Qur’an?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Memahami dan mengurai keberadaan Muhammad saw dalam Kitab Taura>t

dan Inji>l.

2. Mengklasifikasi dan memahami beberapa ayat yang membahas tentang pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw.

E. Kegunaan Penelitian

Hasil dan manfaat dari penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:

Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam khazanah keilmuan serta memberikan kontribusi bagi pengembangan dalam memahami al-Qur’an khususnya dalam bidang tafsir al -Qur’an.

F. Kerangka Teoritik

Dalam sebuah penelitian kerangka teori sangat dibutuhkan, antara lain untuk membantu memecahkan dan mengidentifikasi masalah yang hendak di


(17)

9

teliti. Selain itu kerangka teori juga digunakan untuk memperlihatkan kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.12

Untuk menafsirkan al-Qur’an diperlukan suatu metode dan penafsiran, yaitu suatu cara untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan hal-hal lain yang ada sangkut pautnya dengan masalah penafsiran tersebut. Metode yang merupakan gabungan alat atau perangkat sistem (strategi, pendekatan, teknik, dan cara pengembangan) di dalam fungsinya mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam upaya pencapaian maksud dan tujuan dari penafsiran itu sendiri.13

Dalam ilmu tafsir dikenal beberapa corak dan metode penafsiran al-Qur’an yang beragam. Keberagaman penafsiran al-Qur’an antara lain disebabkan karena tingkat kecerdasan, daya nalar, lingkungan, kecenderungan golongan dan pribadi serta kapasitas ilmiah dari setiap mufassir ke mufassir lainnya.14

Menurut ‘Abd al-H{ayy al-Farma>wi> hingga kini setidaknya terdapat empat metode utama dalam penafsiran al-Qur’an yaitu: metode ijma>li> (global), metode

tah}li>li> (analitis), metode muqa>rin (perbandingan) dan metode mawd}u>‘i> (tematik).15 Teori al-Farma>wi> inilah yang banyak diikuti peminat kajian tafsir di Indonesia seperti M. Quraish Shihab dan Nashruddin Baidan. Berbeda dengan teori al-Farma>wi>, Abdul Djalal dan M. Ridlwan Nasir membagi metode tafsir menurut tinjauan dari sumber penafsiran, cara penjelasan, dan keluasan

12Abdul Mustaqim, Epistemologi Tasfir Kontemporer (Yogyakarta: LKIS, 2012), 20.

13M. Ridlwan Nasir, Perspektif Baru Metode Tafsir Muqarin dalam Memahami

al-Qur’an (Surabaya: Imtiyaz, 2011), 1.

14Ibid., 2.

15‘Abd al-H{ayy al-Farma>wi>, Al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘i> (Kairo: Da>r al-T{iba>‘ah


(18)

10

penjelasannya, serta yang didasarkan atas sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan.16

Obyek penelitian yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw, maka untuk memahaminya penulis menggunakan pendekatan metode tematik. Ada beberapa prosedur yang harus ditempuh mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan metode ini, antara lain sebagaimana diungkapkan oleh al-Farma>wi>

sebagai berikut:

1. Menetapkan topik atau tema yang akan dibahas.

2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas tersebut.17

3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara berurutan sesuai dengan kronologis masa turunnya, disertai dengan pengetahuan tentang saba>b al-nuzu>l-nya.18

4. Menjelaskan muna>sabah atau korelasi ayat-ayat tersebut di dalam suratnya masing-masing.

5. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka pembahasan secara pas, sistematis, sempurna dan utuh.

6. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadis-hadis Nabi yang memiliki relevansi dengan pokok bahasan.

7. Mempelajari kesuluruhan ayat-ayat tersebut secara tematik dan komprehensif dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian yang

16M. Ridlwan Nasir, Perspektif Baru Metode Tafsir Muqarin…, 14.

17 Pencarian dan penghimpunan ayat-ayat terkait bisa diperoleh dengan menggunakan

kitab Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>.

18Pengetahuan tentang asba>b al-nuzu>l ayat-ayat al-Qur’an bisa diperoleh dengan


(19)

11

serupa, atau mengkompromikan antara yang ‘a>m (umum) dan yang kha>s} (khusus), antara yang mut}laq (mutlak) dan yang muqayyad (terikat), yang global dengan terperinci, yang na>sikh dan mans>ukh, sehingga semuanya bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.19

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pengamatan penulis terhadap beberapa literatur, baik berupa buku maupun karya ilmiah, penulis belum menemukan penelitian ilmiah yang secara khusus membahas tentang Ingkarnya Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw . Penulis hanya menemukan beberapa literatur yang memiliki pembahasan yang hampir sama dengan penelitian yang peneliti angkat, yaitu:

1. Muhammad Dalam Taura>t dan Inji>l Karya Agustinus Sriusip Ragil Wibawa. Dalam buku ini dicontohkan sosok Rasulullah saw dan beberapa kelebihannya dibandingkan dengan nabi-nabi sebelumnya, sehingga pantas bagi sosok Nabi Muhammad (Rasulullah saw) mendapat predikat khata>m

al-nabiyyin atau penutup para nabi karena ia memiliki banyak mu’jiza>t dan beliau hadir untuk menyempurnakan syari’at-syari’at sebelumnya.

Agustinus berupaya untuk mendobrak atau memberikan pemahaman kepada khalayak orang banyak bahwa telah terjadi penyelewengan yang dilakukian oleh kebanyakan kaum Yahu>di dan Nashra>ni tentang datangnya sosok nabi atau rasul yang akan datang kemudian. Mereka mengingkari terhadap risa>lah


(20)

12

yang akan dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Kaum Yahu>di dan Nashra>ni mengingkari datangnya sosok utusan yang datang setelah Nabi Isa. Oleh karenanya, ketika di Taura>t atau Inji>l ada ayat yang bercerita tentang datangnya Nabi dikemudian hari mereka menyembunyikan ayat tersebut. Bahkan dalam tatanan yang lebih praksis, mereka merubah ayat-ayat yang bercerita tentang Nabi Muhammad tersebut.

Agustinus sebagai seorang Ilmuwan, ia mencoba meluruskan pemahaman ayat tersebut dengan merujuk pada Kitab Taura>t dan Inji>l yang asli. Kesimpulannya disebutkan bahwa kelak akan datang sosok Nabi atau Rasu>l yang akan menjadi penyempurna terhadap risa>lah-risa>lah sebelumnya.

2. Telaga Pencerahan di Tengah Gurun Kehidupan; Apresiasi Spiritual Taura>t,

Inji>l dan al-Qur’an Karya Anand Krishna

Dalam buku ini Anand Krishna menyebutkan bahwa ada persamaan yang mendasar yang terdapat dalam Taura>t, Inji>l dan al-Qur’a>n. Persamaan tersebut sudah pasti berkaitan dengan hal-hal kemanusian. Beliau memberikan contoh tentang sepuluh perintah Allah dalam Taura>t,

perumpamaan Yesus dalam Inji>l, dan beberapa butir mutiara dari al-Qur’an. Dari beberapa contoh yang dituangkan oleh Anand ini dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara al-Qur’an, Inji>l, dan Taura>t sangatlah kuat, karena sama-sama kitab yang datangnya dari Allah. Bahkan dalam masalah risa>lah yang dibawa oleh Nabi Muhammad-pun, baik al-Qur’an, Taura>t, ataupun


(21)

13

H. Metode Penelitian

1. Model Penelitian

Penelitian ini bersifat Kualitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang berlandaskan inkuiri naturalistik, perspektif ke dalam dan interpretatif. inkuiri naturalistik adalah pertanyaan dari penulis terkait persoalan yang sedang diteliti. perspektif ke dalam adalah sebuah kaidah dalam menemukan kesimpulan khusus yang pada mulanya didapatkan dari pemahaman umum. Interpretatif penafsiran yang dilakukan untuk mengartikan maksud dari suatu kalimat, ayat, atau pernyataan.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian yang menggunakan kajian pustaka atau disebut dengan library research (penelitian kepustakaan), yaitu suatu penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya, dengan cara pengumpulan data suatu masalah melalui kajian literatur yang berkaitan dengan pembahasan. Penelitian ini bersifat deskriptif, eksploratif dan analitis, yaitu mengeksplorasi ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tentang ingkarnya Ba>ni Isra>’il terhadap risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw, kemudian menganalisa ayat-ayat tersebut berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama terdahulu yang dimungkinkan mempunyai relevansi yang dapat mendukung penelitian ini.

3. Metode Penelitian

Karena obyek penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur’an tentang ingkarnya Ba>ni Isra>’il terhadap risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw,


(22)

14

maka metode yang dipilih di dalam proses penelitian ini adalah dengan menggunakan metode tematik, karena menurut hemat penulis, metode inilah yang paling tepat sebagai landasan teori.

Secara umum yang dimaksud dengan metode tematik adalah membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argument itu berasal dari al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional.20

Terdapat dua bentuk metode penafsiran tematik, yang keduanya bertujuan menyingkap hukum-hukum, hubungan, dan keselarasan dalam al-Qur’an. Kedua macam penafsiran tematik tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengkaji satu surat secara universal, yang di dalamnya dijelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus, serta dijelaskan korelasi antara satu bagian surat dan bagian lain, sehingga surat itu tampak dalam bentuk yang betul-betul utuh dan cermat.

b. Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang berbicara tentang satu tema yang sama, ayat-ayat tersebut diletakkan pada satu tema, selanjutnya ditafsirkan dengan metode tematik.21

Dalam penelitian ini, bentuk metode penafsiran tematik yang penulis gunakan adalah bentuk yang kedua, yaitu dengan cara menghimpun ayat-ayat

20Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Offset, 1998), 151.


(23)

15

yang berkaitan dengan pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad dengan menggunakan kitab Al-Mu‘jam Mufahras li Fa>z}

al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi> dan Mu’ja>m

al-Maudlu’i> li-Ayati> al-Qur’a>n karya Hasa>n Abdul Mana>n, kemudian untuk

mengetahui historisitas turunnya ayat penulis mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki sabab al-nuzu>l dengan menggunakan kitab Asba>b al-Nuzu>l karya

Abu> al-H{asan al-Wa>h}idi> dan kitab Asba>b Nuzu>l Musamma> Luba>b al-Nuqu>l fi> Asba>b al-Nuzu>l karya Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>

4. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Data yang berkaitan langsung dengan tema tesis dikumpulkan oleh penulis dari sumber utama penelitian ini, yaitu al-Qur'an sebagai sumber primernya, karena yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan ingkarnya Ba>ni

Isra>’il terhadap risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw. b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder secara tidak langsung merupakan referensi yang berkaitan dengan tema penelitian, namun referensi tersebut berfungsi untuk mendukung dan memperkuat data dalam penelitian.

Sumber-sumber data sekunder yang penulis gunakan di antaranya adalah beberapa kitab tafsir ataupun ulu>m al-Qur’a>n, seperti Saba>b

al-Nuzu>l karya Imam al-Wa>hidi, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m karya Ibn


(24)

16

T{abari>, Al-Tafsi>r al-Muni>r fi> al-‘Aqi>dah wa al-Shari>‘ah wa al-Manhaj

karya Wahbah al-Zuh}ayli> dan kitab-kitab tafsir yang lainnya. Selain kitab tafsir penulis juga menggunakan beberapa kitab hadis sebagai sumber sekunder, di antaranya adalah S}ah}i>h} al-Bukha>ri> karya Ima>m Bukha>ri> dan

S}ah}i>h} Muslim karya Ima>m Muslim.

Untuk mempermudah melacak dan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas, penulis menggunakan kitab Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>b dan kitab al-Mu’ja>m al-Maudlu’i>

li-Ayati> al-Qur’a>n karya Hasa>n Abdul Mana>n. Untuk mengetahui historisitas turunnya ayat penulis menggunakan kitab Asba>b al-Nuzu>l karya Abu> al-H{asan al-Wa>h}idi> dan kitab Asba>b al-Nuzu>l al-Musamma>

Luba>b al-Nuqu>l fi> Asba>b al-Nuzu>l karya Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>. Juga didukung dengan beberapa literatur lain yang relevan dengan pembahasan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tekhnik dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data primer dan sekunder dari penelitian kitab-kitab ulama atau karya-karya cendekiawan yang bisa dijadikan literatur, serta dipandang relevan untuk menunjang penelitian ini. Dengan cara mencatat data-data tertentu yang dianggap penting dari beberapa literatur, kemudian mengolah dan mengklasifikasi data-data tersebut sesuai dengan sistematika pembahasan yang ada.


(25)

17

6. Pengolahan Data

Dalam pengolahan data yang telah dikumpulkan, penulisan atau penelitian ini melakukan beberapa langkah, yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data yang diperoleh dari segi kelengkapan, kejelasan, kesesuaian, relevanasi, dan keragamannya.

b. Pengorganisasian data, yaitu menyusun dan mensistematikan data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah

7. Analisis Data

Tujuan utama mengadakan analisis data adalah melakukan pemeriksaan secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat. Di sini dibutuhkan kejelian dan ketelitian dalam membaca data.

Setelah data yang diperlukan terkumpul, baik dari sumber primer maupun sumber sekunder, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode ini digunakan untuk memaparkan data-data yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada korelasinya dengan masalah yang diteliti, kemudian diadakan analisis dan menafsirkan data tersebut secara apa adanya.


(26)

18

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penyusunan tesis ini dibuat untuk mempermudah penyusunan penelitian, agar rangkaian pembahasan yang termuat dalam penelitian tersusun secara sistematis antara satu bab dengan bab yang lain, maka penulis akan mengungkapkan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah yang menjadi ungkapan awal mengapa penulis mengangkat judul ini. langkah berikutnya menentukan rumusan masalah yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi dan batasan masalah. Selanjutnya adalah tujuan dan kegunaan penelitian yang lebih menekankan pada pengungkapan penulis untuk memperoleh jawaban atas permasalahan penelitian yang diajukan serta nilai dan manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut, kemudian dilanjutkan dengan penelitian terdahulu sebagai acuan untuk membedakan penelitian ini dengan penelitaian yang serupa. Selanjutnya dijelaskan metode penelitian yang digunakan untuk mengungkap langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan penelitian. Bab ini diakhiri sistematika pembahasan, bagian ini mengungkapkan alur logis penulisan agar dapat diketahui logika penyusunan secara jelas.

Bab kedua, membahas tinjauan umum tentang Ba>ni Isra>’il (mengigkari

risa>lah kenabian Muhammad saw), yang meliputi hal-ihwal Ba>ni Isra>’il dan keberadaan Muhammad dalam Kitab Taura>t dan Inji>l.

Bab ketiga, membahas tentang ingkarnya Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw dalam Kitab Taura>t dan Inji>l perspektif tafsir tematik, yang


(27)

19

meliputi klasifikasi ayat-ayat yang berkaitan dengan ingkarnya Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw beserta historisitas dan muna>sabah ayatnya. Kemudian membahas tentang penafsiran ayat-ayat tentang ingkarnya

Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw tersebut.

Bab keempat, membahas tentang risa>lah Kenabian Muhammad saw yang meliputi Karakteristik risa>lah Nabi Muhammad saw, nasi>kh al-risa<lah,

membenarkan para nabi, dan menyempurnakan risa>lah.

Bab kelima, merupakan bab terakhir yaitu penutup yang di dalamnya berisi tentang kesimpulan dalam penelitian dan saran.


(28)

20 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TAFSIR TEMATIK, BA<NI ISRA<’IL DAN

KEBERADAAN MUHAMMAD DALAM TAURA<T DAN INJI<L

A. Tafsir Tematik

Secara etimologi tafsir berarti menyingkap maksud dari suatu lafz} yang sulit untuk difahami.1 Menurut Manna>‘ Khali>l al-Qat}t}a>n pengertian etimologinya adalah menjelaskan, menyingkap dan menerangkan makna yang abstrak.2

Sedangkan tematik adalah terjemahan dari kata mawd}u>‘iy. Secara bahasa kata mawd}u>‘iy berasal dari kata عوضوم yang merupakan ism maf‘u>l dari kata عضو yang artinya masalah atau pokok pembicaraan,3 yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan manusia yang dibentangkan ayat-ayat al-Qur’an.4

Menurut al-Farmawy bahwa dalam membahas suatu tema, diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut tema itu. Namun demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang memadai dengan menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif).5

Dari definisi di atas dapat difahami bahwa sentral dari metode tafsir

tematik adalah menjelaskan ayat-ayat yang terhimpun dalam satu tema

1Jama>l al-Di>n Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-Arab, Juz X (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), 26.

2Manna>‘ Khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qura>n (Beirut: Manshu>rat al-As}r

al-Hadi>th, tt), 323.

3Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progesif, 1987), 1565.

4Must}afa> Muslim, Maba>hith fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘iy, ( Damaskus: Dar al-Qalam, 1997),

16.

5‘Abd al-Hayy al-Farmawy, al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘iy (Kairo: Mat}ba‘ah al


(29)

21

dengan memperhatikan urutan tertib turunnya ayat tersebut, sebab turunnya, korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lain dan hal-hal lain yang dapat membantu memahami ayat lalu menganalisisnya secara cermat dan menyeluruh.

Dasar-dasar tafsir tematik telah dimulai oleh Nabi Muhammad SAW sendiri ketika menafsirkan ayat dengan ayat, yang kemudian dikenal dengan nama tafsir bi al-ma’thu>r. Seperti yang dikemukakan oleh al-Farmawy bahwa semua penafsiran ayat dengan ayat bisa dipandang sebagai tafsir tematik dalam bentuk awal. Menurut Quraish Shihab, tafsir tematik berdasarkan surat digagas pertama kali oleh seorang guru besar jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, Syaikh Mahmud Syaltut, pada Januari 1960. Karya ini termuat dalam kitabnya, Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m. Sedangkan tafsir tematik berdasarkan subjek digagas pertama kali oleh Ahmad Sayyid

al-Qu>my, seorang guru besar di institusi yang sama dengan Syaikh Mahmud Syaltut, jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, dan menjadi ketua jurusan Tafsir sampai tahun 1981. Model tafsir ini digagas pada tahun seribu sembilan ratus enam puluhan. Buah dari tafsir model ini menurut Quraish Shihab di antaranya adalah karya-karya Abba>s Mahmu>d al-Aqqa>d:

al-Insa>n fi> al-Qur’a>n dan karya Abu> al-A’la> al-Maudu>dy: al-Riba> fi> al-Qur’a>n.6 Kaitannya dengan tafsir tematik berdasar surat al-Qur’an, al-Zarkashy (745-794 H/1344-1392 M), dengan karyanya al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n,7

6M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Cet. Ke-XIX (Bandung: Mizan, 1999),114.

7Badr al-Di>n Muhammad al-Zarkashiy, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Juz I (Beirut: Da>r


(30)

22

misalnya adalah salah satu contoh yang paling awal yang menekankan pentingnya tafsir dan menekankan bahasan surat demi surat. Demikian juga

Jala>l al-Di>n al-Suyut}y (w. 911 H/1505 M) dalam karyanya al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m

al-Qur’a>n.8

Karena itu, meskipun belum menjadi fenomena umum, tafsir tematik sudah diperkenalkan sejak sejarah awal tafsir. Lebih jauh, perumusan konsep ini secara metodologis dan sistematis berkembang di masa kontemporer. Demikian juga jumlahnya semakin bertambah di awal abad ke-20, baik tematik berdasarkan surat al-Qur’an maupun tematik berdasar subyek ataupun topik.

Bila dicermati, dalam metode tafsir tematik akan diperoleh pengertian bahwa metode ini merupakan usaha yang berat tetapi teruji. Dikatakan berat, karena mufassir harus mengumpulkan ayat-ayat dalam satu tema dan hal-hal yang berhubungan dengan tema tersebut. Dikatakan teruji, karena memudahkan orang dalam menghayati dan memahami ajaran al-Qur’an, serta untuk memenuhi dan menyelesaikan berbagai masalah yang timbul di zaman ini. Begitu pentingnya metode ini, sehingga beberapa faedah dari metode ini dipaparkan oleh al-Farmawy sebagai berikut:

1. Metode ini adalah metode yang jauh dari kesalahan, karena metode ini merupakan tafsir bi al-ma’thu>r. Penyebutan ini disebabkan oleh langkah yang ditempuh dalam penafsiran secara tematik adalah dengan mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan satu tema

8Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, al-Itqa>n fi>‘Ulu>m al-Qur’a>n, Juz II, (Kairo: Da>r al-Tura>th, 1985),


(31)

23

pembahasan, kemudian ayat satu berfungsi sebagai penjelas ayat yang lainnya sehingga satu ayat menjadi penafsir ayat yang lainnya. Inilah penyebab dikatakan metode ini jauh dari kesalahan.

2. Dengan menghimpun sejumlah atau beberapa ayat al-Qur’an seorang penafsir akan mengetahui pola keteraturan dari rentetan kronologi turunnya al-Qur’an dan mengetahui akan keserasian serta korelasi antar ayat-ayat tersebut.

3. Dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an, seorang mufassir dapat menuangkan pikirannya mengenai satu tema yang utuh berdasar ayat-ayat yang telah dihimpun sebelumnya.

4. Dengan meletakkan ayat-ayat yang telah dihimpun dibawah satu tema pembahasan, seorang penafsir dapat menghapus anggapan adanya kontradiksi antara ayat-ayat al-Qur’an dan penafsir dapat menghapus anggapan tentang adanya kontradiksi anatara agama dengan ilmu pengetahuan, terutama pada pembahasan ayat-ayat kawniyah yang pastinya bersinggungan dengan fakta dan teori illmiah.

5. Metode ini melahirkan keputusan hukum yang bersifat universal untuk umat Islam.

6. Metode ini memungkinkan seseorang untuk mengetahui inti masalah dan segala aspeknya, sehingga mampu mengungkapkan argumen yang jelas, kuat dan memuaskan.9

9al-Farmawy, Metode Tafsir Mawd}u>‘iy, terj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: PT. Raja


(32)

24

B. Bentuk Kajian Tafsir Tematik

al-Farmawy dalam karyanya al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u}‘iy membagi bentuk kajian tafsir tematik ke dalam 2 (dua) bentuk yang sama-sama memiliki tujuan menggali pemahaman dan hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an. Bentuk kajian itu adalah menghimpun seluruh ayat dan diletakkan dibawah satu judul dan pembahasan satu surat menyeluruh. Demikian juga pendapat Hasan al-‘Arid} tentang bentuk kajian Tafsir.

S}ala>h ‘Abd al-Fattah dalam kitabnya Nahwa al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘iy yang dikutip oleh M. Ali Misbahul Munir menyebutkan bahwa bentuk kajian tafsir tematik terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: 1) tafsir tematik term kosa-kata al-Qur’an; 2) tafsir tematik tema al-Qur’an; 3) tafsir tematik surah al-Qur’an.10

Pendapat S}ala>h ‘Abd al-Fattah merupakan pengembangan dari pendapat al-Farmawy tentang pembagian bentuk tafsir tematik, sehinnga bentuk tafsir tematik dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an kemudian meletakkannya di bawah satu tema bahasan dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yakni berdasar kosata-kata al-Qur’an dan tema bahasan.

pengertian dari bentuk kajian tafsir tematik yang dimaksud di atas adalah:

10M. Misbahul Munir, “Tafsir Surah Ya>Si>n: Menggali Pesan-Pesan yang Terkandung

dalam Surah Ya>Si>n dengan Pendekatan Tematik Surah” (Tesis—Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012), 21.


(33)

25

1. Bentuk pertama

Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang berbicara tentang tema yang sama. Semuanya disusun sedemikian rupa diletakkan dibawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan metode tematik.

Bentuk kajian ini dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) bagian, seperti yang disebutkan sebelumnya. Pertama (term atau kosa-kata) dapat diartikan bahwa peneliti dapat melakukan observasi terhadap suatu kata dan deviratnya (bentuk mushtaq) yang sering diulang penggunaannya dalam al-Qur’an. Observasi ini dlakukan untuk mengetahui makna sebenarnya dan memuna>sabahkan antara kata yang dimaksud dengan ayat sebelum dan sesudahnya.

Beberapa ulama terdahulu telah melakukan observasi ini dan melahirkan karya tematik kosa-kata al-Qur’an yang telah dibukukan, diantaranya adalah al-Mufrada>t fi> G{ari>b al-Qur’a>n karya al-Ra>g}ib

al-As}fiha>ny. Penelusuran tentang kosa-kata al-Qur’an dapat dimulai dan dilacak melalui kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li Al-fa>z} al-Qur’a>n karya

Muhammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qy.

Bagian kedua adalah tafsir tematik tema al-Qur’an yakni menjelaskan tentang tema-tema umum yang terdapat dalam al-Qur’an. Caranya dengan memilih salah satu tema kemudian melacak ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan dengan tema yang dimaksud.

Contoh bentuk kajian ini adalah beberapa literatur yang disusun oleh ulama di antaranya adalah:


(34)

26

a. al-Mar’ah fi> al-Qur’a>n karya ‘Abba>s al-‘Aqqa>d. b. al-Riba> fi> al-Qur’a>n karya Abu al-A‘la> al-Mawdu>dy.

c. al-‘Aqi>dah fi al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad Abu> Zahrah. d. al-Ulu>hiyyah wa al-Risa>lah fi> al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad

al-Samahy.

e. al-Insa>n fi> al-Qur’a>n karya Ibra>hi>m Muhana.11 f. A>dam fi> al-Qur’a>n karya ‘Aly Nas}r al-Di>n.12

Perbedaan antara metode tematik ini dengan sebelumnya adalah peneliti tafsir term atau kosa-kata al-Qur’an akan selalu menggunakan satu

lafz} yang ada dalam al-Qur’an dan meneliti maknanya berdasar bahasa, asal kata dan penggunaan kata tersebut dalam berbagai macam bentuknya berdasar ayat-ayat al-Qur’an.

Sedangkan tema al-Qur’an pembahasannya lebih umum dan lebih luas dari yang pertama karena ayat yang dijadikan tema dengan ayat-ayat yang memiliki kedekatan dengan tema akan diteliti secara mendalam. Ayat-ayat lain akan membantu dalam penjelasan dan memperkuat ayat utama yang dijadikan tema. Begitu juga dalam hal ini kajian bahasa, data dan rahasia-rahasia yang bersumber dari unsur sastra akan dapat dibahas lebih luas.13

11al-Farmawy, Metode Tafsir58.

12‘Aly Hasan al-‘Arid}, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmad Arkom (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 1994), 91.


(35)

27

2. Bentuk kedua

Pembahasan satu surat secara menyeluruh dengan menjelaskan maksud surat tersebut secara umum dan khusus, menjelaskan korelasi antar masalah yang terkandung di dalam setiap ayat sehingga menunjukkan bahwa satu surat al-Qur’an tersebut merupakan kesatuan yang utuh dan menyeluruh.

Dalam pembahasan metode ini seseorang memilih satu surat al-Qur’an dan meneliti tema umum dari surat tersebut, menghayati, mengetahui tujuan khusus. mengetahui hal-hal penting yang dapat mengelompokkan tema-tema yang terdapat dalam surat tersebut serta memaparkan dengan luas sehingga melahirkan satu penjelasan tentang satu surat yang utuh dan satu tema yang serasi.

Seperti yang diketahui bahwa setiap surat dalam al-Qur’an memiliki satu tema yang masih global dan memiliki karaktersitik tersendiri. Mengandung tema yang pokok dan melahirkan sub-sub tema baru yang berkaitan antara satu sub tema dengan lainnya sehingga akan memunculkan satu pokok bahasan tema yang nantinya akan menggambarkan keumuman maksud dari surat yang sedang dibahas.

Sebagian mufassir terdahulu berupaya untuk menyusun sebuah tafsir tematik dengan corak ini dan berusaha menemukan kesatuan tema pada surat dalam al-Qur’an. Mereka memiliki analisis terhadap kesatuan tema yang dimaksud, namun analisis tersebut tidak didukung oleh metode keilmuan. Di antara ulama yang dimaksud adalah al-Zamakhshary, Fakhr


(36)

28

al-Di>n al-Ra>zy, al-Qu>my,14 al-Naisa>bu>ry, namun di antara mereka yang

paling banyak berkecimpung dalam metode ini adalah Burha>n al-Di>n

Iba>hi>m bin ‘Umar al-Biqa>‘iy pengarang kitab Naz}m al-Durar fi> Tana>sub

al-A<ya>t wa al-Suwar.

C. Langkah-langkah Tafsir Tematik

Langkah-langkah metode tafsir tematik baru dimunculkan pada akhir tahun 1960 oleh Ahmad Sayyid al-Qu>my dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur'an yang akan dikaji secara

tematik.

2. Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang terdapat pada seluruh surat al -Qur'an yang berkaitan dan berbicara tentang tema yang hendak dikaji, baik surat makkiyah atau surat madaniyah.

3. Menentukan urutan ayat-ayat yang dihimpun itu sesuai dengan masa turunnya dan mengemukakan sebab-sebab turunnya jika hal itu dimungkinkan (artinya, jika ayat-ayat itu turun karena sebab-sebab tertentu).

4. Menjelaskan muna>sabah (relevansi) antara ayat-ayat itu pada masing-masing suratnya dan kaitan antara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya pada masing-masing suratnya (dianjurkan untuk melihat kembali pada tafsir tahli>ly).


(37)

29

5. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang tepat, sistematis, sempurna dan utuh (outline) yang mencakup semua segi dari tema kajian. 6. Mengemukakan hadi>th-hadi>th Rasulullah SAW yang berbicara tentang

tema kajian serta men-takhri>j dan menerangkan derajat hadi>th-hadi>th itu untuk lebih meyakinkan kepada orang lain yang mempelajari tema itu. Dikemukakan pula riwayat-riwayat (atha>r) dari para sahabat dan ta>bi‘i>n. 7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan

cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan pengertian antara yang ‘a>m dan kha>s}, antara yang

mut}laq dan muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan ayat yang na>sikh dan mansu>kh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.15

Sedangkan langkah-langkah melakukan tafsir tematik surat persurat adalah sebagai berikut:

1. Mengambil satu surat dan menjelaskan masalah-masalah yang

berhubungan dengan surat tersebut, sebab turunnya dan bagaimana surat itu diturunkan (permulaan, pertengahan ataupun akhir, madaniyah atau makkiyah, dan hadi>th-hadi>th yang menerangkan keistimewaanya).

15al-Farmawy, Metode Tafsir..., 52-54: ‘Ali Hasan al-Arid} menambahkan langkah

metode tematik sebelum mengkompromikan ayat-ayat yang telah dihimpun melalui ‘a>m kha>s} dan

seterusnya adalah merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bangsa) Arab dan shair-shair

mereka dalam menjelaskan alfa>z} yang terdapat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema kajian dan dalam menjelaskan makna-maknanya: al-Arid}, Sejarah dan..., 87-88.


(38)

30

2. Menyampaikan pengertian dari tujuan mendasar dalam surat dan

membahas mengenai terjadinya nama surat itu.

3. Membagi surat (khusus untuk surat yang panjang) kepada bagian-bagian

yang lebih kecil, menerangkan unsur-unsurnya (meliputi ‘a>m kha>s}-nya, na>sikh mansu>kh-nya, lafz}-nya dalam bahasa Arab dan lain-lain) dan tujuan masing-masing bagian serta menetapkan kesimpulan dari bagian tersebut.

4. Menghubungkan keterangan atau kesimpulan dari masing-masing bagian

kecil tersebut dan menerangkan pokok tujuannya.16

Langkah-langkah di atas kemudian dijabarkan oleh S}ala>h ‘Abd

al-Fatta>h dalam kitabnya Tafsi>r Mawd}u>‘iy baina Naz}ariyyah wa al-Tat}bi>q dalam kutipan M. Ali Misbahul Munir sebagai berikut:

1. Menyebutkan nama surat yang tauqi>fiy apabila ada, juga menyebutkan nama lainnya yakni nama surat yang ijtiha>dy. Kemudian memberikan keterangan mengenai hikmah dari pemberian nama tauqi>fiy dan ijtiha>dy tersebut serta menjelaskan hubungan antara nama-nama tersebut. Sebagai contoh surat al-Baqarah, nama surat tauqi>fiynya adalah surat al-Baqarah, akan tetapi apabila dilihat dari temanya maka surat ini disebut dengan surat al-Khila>fah wa al-Khulafa>’.

2. Mengetahui nama ijtiha>diy baik yang telah disebutkan oleh ulama terdahulu atau dimungkinkan nama surat mawd}u‘iy kemudian menyatukan antara nama surat ijtiha>diy dan mawd}u‘iy.

16Must}afa> Muslim, Maba>hith fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘iy (Damaskus: Dar al-Qalam, 1989),


(39)

31

3. Menerapkan konsep makkiyah dan madaniyah baik sebagian maupun keseluruhan. Menerapkan juga konsep perpaduan antara makkiyah dan madaniyah karena memungkinkan surat makkiyah terdapat di dalamnya ayat madaniyah ataupun sebaliknya.

4. Menerapkan inti turunnya surat, baik itu surat makkiyah ataupun madaniyah, ataupun menerangkan inti turunnya surat baik periode awal, pertengahan atau akhir penyebaran agama Islam, baik turun di Makkah atau Madinah serta memperhatikan konflik keberadaannya dengan kondisi lingkungan terkait dengan turunnya surat.

5. Membagi tujuan-tujuan surat. Tujuan umum surat dan tujuan khusus di masing-masing ayat yang memiliki tujuan teratur dengan tujuan umum, serta menerangkan pelajaran yang dapat diambil dari setiap tujuan baik umum maupun khusus dari surat tersebut.

6. Mengetahui kemandirian surat, tema pokok, landasan dasar dan menyatukannya dengan langkah-langkah surat.

7. Mengkaitkan antara surat dengan surat sebelumnya menurut tarti>b

al-mus}haf yakni memuna>sabahkan tema umum dari tema-tema yang terdapat pada surat dengan tema umum yang terdapat pada surat sebelumnya. 8. Membagi surat yang panjang dan sedang ke dalam beberapa bagian untuk

mempermudah dalam menerangkan permulaan dan akhir surat. kemudian memetakan ayat-ayat dari bagian-bagian yang dimaksud serta menyebutkan ayat dan tema pada tiap-tiap bagian dilanjutkan dengan menerangkan hubungan antar bagian satu dengan lainnya.


(40)

32

9. Meringkas keutamaan hakekat surat dan indikasi-indikasi yang ditetapkan dan isyarat-isyarat kejadian atau kehidupan yang aktual.

10.Melakukan komparasi antar kitab tafsir yang menerangkan tentang surat yang dibahas.

11.Menggabungkan keseluruhan penelitian dan menarik kesimpulan seobyektif mungkin.17

D. Keberadaan Ba>ni Isra>’il

Ba>ni Isra>’il adalah sebutan untuk kaum keturunan Nabi Ya’kub. Kaum ini adalah yang dilebihkan oleh Allah melampaui segala bangsa yang lainnya. Berbicara tentang Ba>ni Isra>’il tidak bisa dilepaskan dari tiga sosok nabi,

yakni: Nabi Ibrahi>m, Isha>k, dan Ya’ku>b sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an yang berbunyi:







.



.

8

Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibra>hi>m, Isha>k dan Ya'ku>b yang

mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.19

17Munir, Tafsir Surah27-29.

18QS. Sha>f [38]: 45-47

19Departemen Agama RI, al-Qur’a>n dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2007),


(41)

33

1. Sejarah Ba>ni Isra>’il

Untuk memahami perjalanan Ibra>him sebagai utusan Tuhan, kita tidak bisa memisahkannya dalam konteks sejarah sebagai bagian dari tradisinya. Dari tradisi Tuhan harus dipelajari dan diikuti oleh manusia sesudahnya agar bisa selamat dari adzab yang dincamkan oleh-Nya. Bukan mengandalkan cerita yang berdasarkan isapan jempol dongeng belaka karena perjalanan Abraham adalah Uswah al- Hasanah, tauladan yang harus diikuti oleh manusia yang mengimaninya.

Perjalanan hidup Ibra>him dimulai ketika Tuhan memanggilnya dari Mesopotamia (Irak) menuju ke Kanaan (Palestina) untuk melakukan Perjanjian kepada-Nya, yaitu berjanji akan menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya Ila>h yang patut untuk diabadikan. Ketauhidan ini dipasrhkan kepada Ibra>him untuk mengemban misi risa>lah, yaitu sebagai pola kehidupan yang fitrah. Pada saat-saat itu manusia sudah menempatkan saingan-saingan lain disamping Tuhan. Mencampurkan tujuan hidup untuk kepuasan perut, atas perut, dan bawah perut. Manusia sudah berzinah dengan ila>h-ila>h yang dituju oleh bangsa-bangsa. Itulah pola kehidupan

musyri>k yang dianggap bisa menghidupi bangsanya, padahal Abra>him bukanlah orang yang musyri>k.20

Ibra>him tidak tega melihat bangsanya mengabdi pada simbol-simbol kekuasaan (berhala) yang tidak dapat mendatangkan apapun, bahkan symbol-simbol itu tidak dapat menolong diri mereka sendiri. Bangsanya

20Ahmad Masiyyakh, Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan; Kebangkitan Yang


(42)

34

sudah terlena dengan hal-hal yang tidak masuk akal, ia lebih mengutamakan simbol-simbol yang bersifat kedewaan, menindas yang minoritas, dan menjunjung tinggi kekuasaan yang dicapai oleh manusia.

Usaha Ibra>him sebagai utusan Allah yang maha Kuasa sedikit demi sedikit berbuah hasil, banyak diantara mereka mau mengikuti ajakan yang diserukan oleh Ibra>him. Banyak orang-orang dari kalangan musyriki>n merasa iri kepada Abra>him karena dinilai dakwah yang dikerahkan oleh Ibra>him dinilai berhasil mempengaruhi kolega-kolega mereka. Hingga Ibra>him mengalami cobaan, ia difitnah, dipancing, dibakar, dan dijebak agar melanggar hukum yang berlaku atas legalitas “berhala-berhala” yang diembah kaumnya.

Ibra>him beranggapan bahwa dalam menjalankan misi dakwahnya ia pasti mengalami rintangan dan tekanan dari orang-orang atau pemuka-pemuka yang lebih dulu mengenal Tuhan. Ibra>him tidak terpancing untuk melanggar hukum positif yang berlaku, karena ia tahu bahwa pada saat itu aturan yang berkuasa bukanlah dari Tuhan melainkan hukum yang dianut oleh raja bangsa-bangsa. Malahan ia merasa tenang dan gagah berani menentang kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh kaum musyriki>n itu. Itulah hikmah daripada apa yang termaktub dalam Kitab Suci bahwa Ibra>him dibakar tetapi malah kedinginan.





.


(43)

35

Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibra>him".22

Usaha penegakan bangunan Tuhan harus dimulai dari sebuah perjanjian yang teguh kepada-Nya, sebagaimana apa yang pernah dilakukan oleh Ibra>him. Tuhan juga berjanji bahwa keturunan Ibra>him akan dibuat menjadi bangsa yang besar untuk menempati sebuah Tanah Perjanjian yaitu Kanaan (Palestina). Mengapa Tuhan menjanjikan tanah kepada Ibra>him? Karena Tanah merupakan sarana utama untuk tegaknya bangunan Tuhan yang dalam Bahasa Arab disebut Islam (ketaatan/ keselamatan).23 Islam bagaikan pohon, ia baru bisa dikatakan pohon yang yang baik apabila memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh, dan selalu berbuah pada musimnya.

Ketika kelaparan melanda Kanaan, Ibra>him pergi ke Mesir untuk menjalankan misis risalah yaitu berdakwah untuk menggenapi janji Tuhan.

Ibra>ham bersama istrinya Sarah bertemu dengan penguasa Mesirpada masa itu yaitu Raja Fir’un (Fir’un adalah gelar raja Mesir yang sudah ada sejak tahun 3000 SM s/d 30 SM), dan Fir’un menghadiahi Ibra>ham dengan seorang hamba yang bernama Siti Hajar. Jadi ada beberapa kali Ibra>him berpindah tempat. Dimulai dari Mesopotamia, kemudian ke Kanaan, ke Mesir, sampai ke Mekah.24

22Departemen Agama RI, al-Qur’a>n dan Terjemahnya… 327

23A.W. Munawwir dan Muhammad Fairuz, Kamus al-Munawwir; Indonesia-Arab

Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progresif, 2007), 343.

24Ma>lik bin Nabi, Fenomena al-Qur’an: Pemahaman Baru Kitab Suci Agama-Agama


(44)

36

Sampai dengan umur 85 tahun Ibra>him belum memiliki anak dari istrinya Sarah untuk meneruskan misi risalhnya, belum memiliki sosok putera yang akan melanjutkan estafet kepemimpinannya untuk menjalankan atau melanjutkan misinya untuk menegakkan Tauhid Allah. Keadaan ini disadari betul oleh istrinya si Sarah. Sebagai istri yang ta’at kepada Allah, ia ingin menutupi ketidak-lengkapan itu dengan menganjurkan Nabi Ibra>him menikahi budaknya yakni Siti Hajar. Karena tanpa keturunan Ibra>him tidak mungkin bisa menjalankan misi ketauhidan. Hajar dinikahi oleh Ibrahim. Belum sampai satu tahun dari pernikahannya ia dikarunai satu anak dan diberi nama Ismail. Allah ternyata berkehendak lain, 13 tahun dari kelahiran Ismail, Sarah-pun mengandung dan ia melahirkan sosok putera yang diberi nama Ishak. Allah kemudian memberikan petunjuk kepada Ibrahim, bahwa tongkat kepemimpinan diserahkan kepada Ishak, walaupun ia umurnya lebih muda dari Ismail. Ketentuan Allah ini tidak bisa ditolak atau digugat.25

Hajar diperintahkan oleh Ibrahim untuk hijrah ke Mekah untuk menjalankan misi dakwahnya. Dimana ia mendapat petunjuk bahwa keturunan Hajar akan berlabuh dan menjalankan misi risalahnya di sana.

Tumbuhlah Ishak menjadi pribadi yang tangguh dan cekatan untuk menjalankan misi dakwah yang dititahkan kepadanya. Ia dikarunai dua orang anak laki-laki yakni Esau dan Ya’kub. Allah kembali menegaskan

25Sayyid Mahmu>d al-Qimni, Tari>kh Ibra>him al-Majhu>l, terj. Kamran As’ad Irsyad


(45)

37

bahwa yang mendapatkan otoritas untuk menjalankan misi kenabian yakni Ya’kub, walaupun ia anak kedua setelah Esau.

Ya’kub memiliki nama ke-2 yakni Isra>’il, maka keturunan Nabi Ya’kub selanjutnya disebut dengan Ba>ni Isra>’il. Jadi Ba>ni Isra>’il adalah umat yang meneruskan perjuangan bapaknya untuk menggenap janji Allah. Begitu banyak kitab suci yang membahas dan menyinggung permasalahan Ba>ni Isra>’il ini, sampai-sampai di dalam al-Qur’an ia dibuat nama surat, yakni al-Isra>’ (al-Qur’an surat ke-17). Tidaklah bijak apabila tidak mengenal perjalanan Ba>ni Isra>’il hanya karena melihat kelakuan mereka sekarang ini yang cenderung mendzalimi umat di luar mereka, padahal begitu banyak ayat-ayat dalam al-Qur’an menyinggung nabi-nabi dari Ba>ni Isra>’il. Kelemahan ini tidak disadari sehingga tidak dapat melihat jalannya trend penegakan system Tuhan, apa yang akan terjadi pada manusia generasi selanjutnya.

Nabi Ya’kub atau Isra’il memiliki 12 anak dari 4 istri. Perinciannya bisa dilihat di bawah ini:

1. Dari istri Lea mendapatkan enam orang anak: a. Ruben

b. Simoen c. Lewi d. Yahuda e. Isakhar, dan f. Zebulon

2. Dari istri Rahael mendapatkan dua anak: a. Yusuf, dan

b. Benyamin

3. Dari istri Bilha (Hamba sahaya dari Rahael) mendapatkan dua anak: a. Daen

b. Naftali

4. Dari istri Zilpa (Hamba sahaya dari Lea) mendapatkan dua anak: a. Gad, dan


(46)

38

Jumlah keseluruhan anak dari Nabi Ya’kub ini adalah 12 orang. Anak -anak inilah yang kemudian hari akan menjadi 12 suku Ba>ni Isra>’il.26

Pada beberapa generasi berikutnya tampil sebuah komunikasi eksklusif dari keturunan Yahuda. Keturunan itulah yang pada akhirnya disebut kaum Yahudi. Jadi Kaum Yahudi sudah pasti Ba>ni Isra>’il sedangkan Ba>ni

Isra>’il belum tentu Kaum Yahudi. Mengapa Kaum Yahudi unggul dalam berbagai bidang? Hal ini dikarenakan Ba>ni Isra>’il awalnya adalah kaum pilihan, Allah pernah memberkati keturunannya. Hingga pada saat ini Ba>ni

Isra>’il tidak lagi setia pada Allah, maka Allah mencampakkan mereka dalam lubang atau hal-hal negatif.

Salah satu anak Ya’kub adalah Nabi Yusuf, mendiami Mesir karena dipungut oleh Raja Mesir sebagai penasihat dalam urusan perekonomian kerajaan Mesir. Hal ini dilakukan karena kecakapan Nabi Yusuf dalam menebak nubuat ramalan Tuhan tentang kehidupan pada masa yang akan datang.

Yusuf membawa anak saudaranya untuk hijrah ke Mesir, hingga 400 tahun kemudian keturunan Ba>ni Isra>’il sudah beranak-pinak sampai dengan 3 juta orang.27

2. Kebangkitan Ba>ni Isra>’il

Keberadaan umat Ba>ni Isra>’il di Mesir rupanya dijadikan alat oleh Raja Fir’aun28 sebagai sarana pemuas cita-cita matrealistiknya. Mereka

dijadikan budak pada berbagai bidang seperti pembangunan proyek

26Ahmad Masiyyakh, Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan…34-35

27Abdul Mali>k, Rihlah Ba>ni Isra>’il ila Mis{ra al-Far’u>niyyah wa al-Khuru>j (Kairo: Da>r

al-Hila>l, 1990), 143-144

28Fir’aun adalah gelar raja Mesir yang sudah ada semenjak tahun 3000 SM sampai


(47)

39

infrastruktur, pertanian, perusahaan, dan berbagai lini kehidupan yang menyerap potensi sumber daya manusia. Raja Fir’aun menutup kemungkinan bagi Ba>ni Isra>’il untuk hidup dengan layak. Perbudakan terjadi dimana-mana. Ini disebabkan pemberi perintah merasa di atas manusia yang diperintahnya untuk mendapatkan manfaat bagi kepentingan pribadi, golongan, dan komunitas tertentu. Jadi terjadi semacam eksklusifitas manusia di atas manusia lainnya. Mereka dipaksa untuk mencurahkan potensi diri akan tetapi kompensasinya jauh dari standart kehidupan yang layak. Ba>ni Isra>’il terdiri dari orang-orang pintar tetapi tidak diberi ruang untuk memimpin, bahkan dipaksa untuk taat kepada sebuah pola kehidupan yang meninggikan kaum kibti29 (Mesir).

Dari jalur keturunan Lewi (salah satu Putera Nabi Ya’kub), lahirlah seorang anak yang bernama Musa. Ia adalah keturunan dari Umar bin Lawi bin Ya’kub bin Isha>k bin Ibrahim khali>lullah. Musa dilahirkan pada tahun 1548 SM.30

Kata “Musa” artinya diambil dari air. Hal ini karena Nabi Musa ditemukan secara diam-diam oleh puteri Fir’aun sedang hanyut dalam keranjang dibawa aliran air Sungai Nil. Maka dinamailah anak itu olehnya dengan nama Musa. Penghanyutan Nabi Musa disebabkan orang tua Musa

29Bangsa Kibti adalah bangsa yang menampung Ba>ni Isra>’il selama 400 tahun semenjak Nabi Yusuf direkrut oleh Raja Mesir. Ba>ni Isra>’il adalah kaum yang otaknya cerdas, bertubuh

kekar, dan bisa diterjunkan ke segala bidang. Tetapi hukum positif hanya berlaku bagi kaum Ba>ni

Isra>’il, sementara kaum Fir’aun memiliki kekebalan jika mendzalimi mereka. Posisi-posisi

penting hanya boleh dijabat oleh Kaum Fir’aun, sementara Ba>ni Isra>’il menjadi rakyat yang

diperas dan tertindas. Ban>I Isra>’il tidak dibenarkan untuk melaksanakan hukum Tuhan karena hukum positif yang berlaku saat itu adalah hukum kerajaan. Apabila ada dari kaum Ba>ni Isra>’il

melaksanakan hukum Tuhan itu dianggap melanggar kode etik dan wajib dihukm seberat-beratnya.


(48)

40

ingin menyelamatkannya dari kejaran tentara raja Fir’aun saat itu. Ia mencari anak laki-laki dari Ba>ni Isra>’il yang nantinya akan mengalahkan kerajaan Fir’aun. Ketakutan itu disebabkan Fir’aun membaca nubuat kitab-kitab suci sebelumnya, bahwa akan lahir seorang anak laki-laki dari

Ba>ni Isra>’il sebagai pembebas mereka dari perbudakan bangsa Mesir.31 Musa dipelihara oleh keluarga kerajaan Mesir. Ia dididik sebagaimana putera mahkota. Ia handal dalam menyusun strategi perang demi membesarkan kerajaan Mesir. Hingga pada suatu ketika ada suatu kejadian dimana tentara Mesir menganiaya orang Ba>ni Isra>’il. Melihat penindasan

yang membabi buta Musa datang untuk melerai. Usaha baik Nabi Musa mendapat pertentangan dari tentara Mesir sampai-sampai terjadi adu mulut yang merembet pada saling pukul dikarenakan tentara Mesir menghina Musa dengan sebutan bangsa budak. Mendengar hinaan dari sang tentara Nabi Musa langsung mengambil batu dan melemparkan ke wajah tentara tadi sampai ia tewas. Menyadari kelakuannya, Musa akhirnya lari ke luar Mesir karena ia dikejar-kejar dan dicari oleh tentaranya Fir’aun.32

Setibanya di Negeri Madyan, ia berkenalan dengan seorang nabi dari Ba>ni Ismail bernama Syu’aib. Ia mengawini salah satu anak

perempuannya yang bernama Syafura. Musa mendapat wahyu untuk pertama kalinya di Lembah Tursina, dimana dalam proses penerimaannya

31Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazelli, History Testifies to the Infallibility of the

Qur’an, terj. Munir A. Muin (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), 143-144

32Musthafa Kema>l, Muhammad wa Ba>ni Isra>’il (Kairo: al-Majli>s al-A’la> al-Isla>mi>, tt),


(49)

41

Tuhan berfirman langsung kepada Musa sebagai orang pilihan yang akan mendapatkan tanah perjanjian.

Setelah Nabi Musa mendapatkan pemahaman akan konsep pengabdian dari Allah, maka ia kembali ke Mesir secara diam-diam dan berdakwah untuk menyadarkan kaumnya. Semakin hari semakin banyak Ba>ni Isra>’il yang mulai sadar akan perbudakan yang menimpa dirinya. Ba>ni Isra>’il mengakui kerasulan yang disandang Nabi Musa bahwa ia akan menjadi penolong buat mereka untuk mengeluarkannya dari penindasan dan kewenang-wenangan raja Fir’aun.33

Nabi musa sebagai utusan Allah ia diperintahkan untuk memperingatkan Fir’aun karena ia telah melampaui batas, yaitu mendirikan singgasana kekuasaan tidak berdasarkan Hukum Allah. Nabi Musa berkata kepada Fir’aun bahwa ia akan membawa kaumnya Ba>ni Isra>’il keluar dari Mesir karena beranggapan bahwa Mesir pada waktu itu bukan tempat yang layak untuk menjalankan misi ketuhanan.





























.

Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah olehmu: "Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam. Lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami". Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami, waktu kamu masih

33Ibnu Kathi>r, Qis{as} al-Anbiya>’ (Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, tt), 392


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Nama Muhammad dalam Kitab Taura>t ataupun Inji>l menjadi problematik yang perlu kita pecahkan. Dalam artian nama beliau yang tertuang dalam kitab-kitab itu apakah dengan menggunakan redaksi Muhammad, ataukah bahasa lain yang maknanya sama dengan Muhammad? Penelitian membuktikan bahwa Nama Muhammad memang tertuang dalam dua kitab tersebut. Terlepas dari itu semua Ba>ni Isra>’il dalm hal ini mengingkarii terhadap keberadaan dan sosok Nabi Muhammad, walaupun Nama Muhammad tercatat dalam kitab mereka. Dari uraian pada bab-bab seblumnya dapat disimpulkan bahwa:

1. Nama Muhammad dalam Kitab Taura> ataupun Inji>l dijumpai misalnya yang tertuang dalam Inji>l yang berbunyi: “Adam, setelah meloncat ke atas, di atas kaki-kakinya telah tampak di udara sesuai tulisan bercahaya seperti surga yang berbunyi, “hanya ada Allah Maha Esa dan Muhammad adalah pesuruhku itu”. Dalam pada itu Adam membuka mulutnya dan berkata: “Aku berterima kasih kepada-Mu wahai Allah Tuhanku, bahwa engkau telah sudi menciptakan daku, akan tetapi ceritakan kepadaku, aku mohon kepada engkau, apa maksud amanat dari kata-kata itu, Muhammad adalah pesuruh Allah, Sudah adakah di sana manusia-manusia lain sebelum aku?” 2. Di al-Qur’an disebutkan bahwa bentuk pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap sosok Rasulullah saw sangatlah nyata, hal ini bisa dibuktikan dengan


(2)

97

kebiasaan mereka memohon kepada Allah swt untuk diturunkan Nabi yang telah Allah janjikan dalam kitab mereka. Mereka minta tolong seperti ini dalam keadaan terpaksa lantaran mereka mau kalah dalam peperangan dengan musuh mereka. Namun setelah Allah memberikan kemenangan dan menurunkan Nabi yakni Nabi Muhammad saw, lalu mereka mengingkari nabi tersebut.

B. Saran

Dalam menyusun kajian atau tulisan di atas, penulis yakin masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. Mengingat ilmu pengetahuan terus berkembang, maka penulis berharap penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya.

Harapan kami dari hati yang paling dalam, semoga karangan dalam bentuk tulisan ini bermanfaat bagi semua kalangan, terutama bagi mereka yang aktif mengkaji dan mendalami ilmu tafsir.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Kari>m

Anis, Ibra>him. al-Mu’ja>m al-Wasi>t, Juz II. Kairo: t.np, 1972.

‘Arid} (al), Aly Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmad Arkom.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994)

Baidan, Nashiruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998.

Baru>sa>wi> (al), Imsa>’il. Tafsi>r Ru>h al-Baya>n Juz 6. Bairu>t: Da>r al-Fikr, 2006. Ba>qi>, Fu’a>d Abdul. Mu’ja>m Mufahraz li-Alfa>dz Qur’a>n. Kairo: Da>r

al-Hadi>ts, 2001.

Dargazelli (al), Louay Fatoohi Shetha. History Testifies to the Infallibility of the Qur’an, terj. Munir A. Muin. Bandung: Mizan Pustaka, 2007.

Departemen Agama RI, al-Qur’a>n dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2007.

Di>n (al) Ibn Manz}u>r, Jama>l. Lisa>n al-‘Arab, Juz X. Beirut: Dar al-Fikr, 1992). Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam, Jilid IV. Jakarta: Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1994.

Farma>wi> (al), ‘Abd al-H{ayy. Al-Bida>yah fi> Tafsi>r Mawd}u>‘i>. Kairo: Da>r al-T{iba>‘ah wa al-Nashr al-Isla>miyyah, 2005.

______________, Metode Tafsir Mawd}u>‘iy, terj. Suryan A. Jamrah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Garaudy, Roger. Zionis: Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik. Jakarta: Gema Insani Press, 1998.

Hafidz (al) Ima>m al-Jali>l Ima>muddi>n Isma>’il bin Kathi>r al-Damasqa. Tafsi>r al-Qur’an al-‘Adzi>m Juz 3. Kota Baru: Da>r Sulaiman, tt.

Haqi>l (al), Ibra>him bin Muhammad. Fi> Nus{rah al-Nabi Sallallahu alaihi wa Sallama. Riya>d: Da>r Ibnu Huzaimah, t.th.


(4)

99

Kathi>r, Ibnu. Qis{as} al-Anbiya>’. Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, tt.

Kema>l, Musthafa. Muhammad wa Ba>ni Isra>’il. Kairo: al-Majli>s al-A’la> al-Isla>mi>, tt.

Kementrian Agama RI. al-Qur’a>n dan Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya, 2011. Kuncahyono,Trias. Jerussalem; Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir.

Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2008.

Mahalli> (al), Jala>luddi>in Muhammad bin Ahmad. Tafsi>r Jala>lain. Kairo: Da>r al-Hadi>ts, tt.

Mali>k, Abdul. Rihlah Ba>ni Isra>’il ila Mis{ra al-Far’u>niyyah wa al-Khuru>j. Kairo: Da>r al-Hila>l, 1990.

Mas’adi, Ghufron A. Keagungan Kekasih Allah Muhammad saw; Keistimewaan Personal Keteladanan Berislah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. Mana>n, Hasan Abdu>l. al-Mu’ja>m al-Maudlu’i> li-Ayati> al-Qur’a>n. Jordania: Bait

al-Afka>r al-Dauliyyah, 2000.

Masiyyakh, Ahmad. Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan; Kebangkitan Yang Dibenci tapi Dirindukan. Jakarta: Dermaga Wacana Pustaka Indonesia, 2008.

Muchlas, Imam. al-Qur’an Berbicara: Kajian Kontekstual Beragam Persoalan. Surabaya: Pustaka Progresif. 1996.

Mustaqim, Abdul. Epistemologi Tasfir Kontemporer. Yogyakarta: LKIS, 2012. Muslim, Must}afa.> Maba>hith fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘iy. Damaskus: Dar al-Qalam,

1997.

Munawwir, A.W. dan Muhammad Fairuz. Kamus al-Munawwir; Indonesia-Arab Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif, 2007.

Muji>b, M. Abd. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.

Munir, M. Misbahul. “Tafsir Surah Ya>Si>n: Menggali Pesan-Pesan yang Terkandung dalam Surah Ya>Si>n dengan Pendekatan Tematik Surah” (Tesis—Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012)


(5)

100

Nabi, Ma>lik bin. Fenomena al-Qur’an: Pemahaman Baru Kitab Suci Agama-Agama Ibrahim, terj. Farid Wajdi. Bandung: Marja’, 2002.

Nasir, M. Ridlwan. Perspektif Baru Metode Tafsir Muqarin dalam Memahami al-Qur’an. Surabaya: Imtiyaz, 2011.

Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press, t.th.

Nursi, Badi’ al-Zama>n Sai’i>d. al-Kalimat, terj. Ihsa>n Qa>sim al-Sha>lihi>. Istambul: Syirkah Sozler, 1998.

Qardha>wi> (al), Yusuf. Saqa>fat al-Da>’iyyah. Bairut: Muassasah al-Risa>lah, 1981. Qimni (al), Sayyid Mahmu>d. Tari>kh Ibra>him al-Majhu>l, terj. Kamran As’ad

Irsyad. Yogyakarta: LKiS, 2004.

Rousyan, Muhammad Baqiri> Sa’i>di. Menguak Tabir Mu’jizat; Membongkar

Rahasia Peristiwa Luar Biasa Secara Ilmiah. Jakarta: Sadra Press, 2012. Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

_______________. Lentera al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung: Mizan, 2008.

_______________. Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudlu’I atas Perbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1996.

_______________. Membumikan al-Quran, Cet. Ke-XIX. Bandung: Mizan, 1999.

Suyu>t}y (al), Jala>l al-Di>n. al-Itqa>n fi>‘Ulu>m al-Qur’a>n, Juz II. Kairo: Da>r al-Tura>th, 1985.

Wa>hidi (al), Abu> Hasan Ali bin Muhammad. Asba>b al-Nuzu>l. Bairu>t: Da>r Kutub al-Ilmiyyah, 2009.

Wibawa, Agustinus Sriurip Ragil. Muhammad Dalam Taura>t dan Inji>l. Yogyakarta: Tajidu Press, 2003.

Zarkasyi > (al), Abdullah. al-Burha>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Hadi>ts, 2006.


(6)

101

Zarkasyi> (al), Badr al-Di>n Muhammad. al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Juz I. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1988.

Zarkasyi>, Abu> al-Husain Ahmad ibn Fa>ris ibn. Mu’ja>m Maqa>yis> al-Lughah, Juz II. Kairo: Da>r al-Fikr, 1979.

Zuhaily, Wahbah. al-Tafsi>r al-Muni>r fi al-Aqi>dah wa al-Syari’ah wa al-Manha>j Juz 1. Damaskus: Da>r al-Fikr, 2005.

_____________, al-Tafsi>r al-Waji>z ‘ala Ha>misy al-Qur’an al-‘Adhim. Bairu>t: Da>r al-Fikr, 1996.