DAKWAH UNTUK ANAK YATIM DAN DLUAFA’ : STUDI METODE DAKWAH KYAI QOMARUDDIN DI PONDOK PESANTREN MA’HADUL AITAM WA DLUAFA’ JEKULO KUDUS.

(1)

DAKWAH UNTUK ANAK YATIM DAN DLUAFA’

(STUDI METODE DAKWAH KYAI QOMARUDDIN DI PONDOK

PESANTREN MA’HADUL AITAM WA DLUAFA’ JEKULO KUDUS)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Yahya Abdul Hanif NIM. B71213067

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Yahya Abdul Hanif, NIM. B71213067, 2016, Dakwah untuk Anak Yatim dan

Dluafa’ (Studi Metode Dakwah Kyai Qomaruddin di Pondok Pesantren Ma’hadul

Aitam wa Dluafa’ Jekulo Kudus). Skripsi Program Studi Komunikasi dan

Penyiaran Islam, Jurusan Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Metode dakwah, Kyai Qomaruddin, anak yatim dan dluafa’.

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah: Bagaimana metode dakwah Kyai Qomarudddin untuk santri yatim dan dluafa’ di Pondok Pesantren Ma’hadul

Aitam wa Dluafa’ Jekulo Kudus.

Untuk mengidentifikasi masalah tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan analisis domain. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi (pengamaatan), wawancara dan dokumentasi.

Dari rumusan masalah dan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di tarik kesimpulan berikut: Kyai Qomaruddin menggunakan metode dakwah bil hikmah ditunjukkan dengan mendekati santri dan menyentuh perasaan para santri yang akan mengetahui masalah yang dihadapi santrinya, kemudian memberikan keputusan dengan bijaksana. Metode mau’idhah hasanah dengan berupa nasehat-nasehat. Metode dakwah bil lisan diterapkan dalam bentuk pengajian kitab kuning dan dan ceramah yang diselipkan motivasi. Metode bil hal diterapkan untuk mempraktekkan dari materi-materi yang diberikan Kyai Qomaruddin.

Saran untuk semua kalangan agar meneladani dakwah yang dilakukan Kyai Qomaruddin sebagai salah satu pembelajaran dakwah, dan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya, diharapkan untuk menggali lebih dalam lagi dakwah-dakwah yang Kyai Qomaruddin lakukan.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Konsep ... 10

1. Metode Dakwah ... 10

2. Pondok Pesantren Yatim ... 10

F. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II : KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kerangka Teoritik ... 14

1. Pengertian Dakwah ... 14

2. Metode Dakwah ... 15

3. Macam-macam Metode Dakwah ... 16


(8)

b. Metode Bil Hal dan Bil Lisan ... 24

c. Metode Dakwah Menurut Moh. Ali Aziz ... 27

4. Metode Dakwah Pada Zaman Rasulullah SAW ... 30

5. Keunggulan dan Kelemahan Metode Dakwah... 34

6. Pondok Pesantren ... 35

7. Anak Yatim dan Dluafa’ Menurut Agama Islam ... 36

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 39

BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 42

B. Kehadiran Peneliti ... 45

C. Jenis dan Sumber Data ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 49

E. Teknik Analisis Data ... 53

F. Teknik Keabsahan Data ... 54

G. Tahapan Penelitian ... 57

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALIS DATA A. Setting Penelitian ... 60

1. Letak Geografis ... 60

2. Sejarah Pondok Pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa’... 62

3. Profil Pondok Pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa’ ... 67

a. Visi dan Misi ... 67

b. Sumber Dana ... 68

c. Struktur Kepengurusan ... 68

d. Santri ... 69

e. Kegiatan Pondok Pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa’ ... 71

f. Fasilitas Pondok Pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa’ ... 73

4. Biografi Kyai Qomaruddin ... 73

B. Penyajian Data ... 77


(9)

2. Metode Dakwah ... 80

a. Metode bil Hikmah ... 81

b. Metode bil Mau’idhah Hasanah ... 83

c. Metode bil Lisan ... 84

d. Metode bil Hal ... 87

C. Temuan Penelitian dan Analisis Data ... 91

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

BIODATA PENULIS ... 105


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak yatim adalah mereka yang sudah tidak memiliki orang tua lagi dan keluarga yang memeliharanya.1 Mereka anak yang menderita, lemah (dluafa’), dan menjadi korban kehilangan kasih dan sayang orangtua baik di bidang pendidikan ataupun di bidang yang lain.

Anak yatim ialah seorang anak yang masih kecil, lemah dan belum mampu berdiri sendiri yang ditinggalkan oleh orangtua yang menanggung biaya penghidupannya. Sebagai anak yang hidup penuh dengan penderitaan dan serba kekurangan pastilah mempunyai keinginan yang wajar baik dari segi fisik maupun segi mental, untuk itulah anak-anak yatim membutuhkan kehadiran orangtua asuh. Yaitu orang yang mengikhlaskan dan mengorbankan diri termasuk harta untuk merawat mereka.2 Melalui orangtua asuh mereka dapat memperoleh nafkah dan kebutuhan sehari-hari, selain mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup. Bahkan mereka bisa mendapat bimbingan dan pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan, moral dan agama. Sehingga dirinya mampu mengarungi bahtera kehidupannya sendiri sebagaimana anak-anak yang lain.

Islam adalah agama sempurna yang menyeluruh tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, yang

1Syaikh Mahmud Syaitut, Metodologi Al-Qur’an, (Solo: CV. Ramadhani, 1991), Hal. 116


(11)

2

diturunkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia karena Islam itu membawa rahmat bagi seluruh alam bila diterapkan di tengah-tengah umat manusia.3

Menurut M. Masykur Amin yang dikutip Moh. Ali Aziz dalam bukunya mengungkapkan bahwa dakwah adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat).4

Dakwah memiliki kedudukan yang sangat penting, secara hukum dakwah menjadi kewajiban yang harus di emban oleh setiap muslim. Nabi Muhammad sendiri melakukan sebuah dakwah untuk menyebarkan agama Islam di kala itu. Setiap individu memikul sebuah beban dan kewajiban untuk menyebarkan dakwah dengan mengajak kesuatu kebaikan dan meninggalkan yang munkar. Ada banyak dalil yang bisa dijadikan rujukan untuk mendukung pernyataan wajibnya melaksanakan tugas dakwah, baik dari Al-Qur’an maupun Hadits Nabi, diantaranya adalah dalil berikut ini, surat An Nahl 125 :





























































Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (an- Nahl: 125).5

3N.Faqih Syarif H, Sales Magic for Dakwah, (Surabaya: Pribadi Press,2007), Hal. 5 4Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet.I, Hal. 14

5 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: PT. Syamsil Cipta Media), Hal.


(12)

3

Di zaman yang semakin maju ini, metode dalam berdakwah sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan suatu dakwah. Oleh sebab itu, dalam ayat di atas dijelaskan kepada kita sekalian untuk melakukan kegiatan dakwah dengan beberapa metode yang disebutkan. Di antaranya adalah Bil Hikmah, Bil Mauidhah Hasanah, dan Bil Mujadalah.

Metode dakwah adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya.6 Setiap metode memerlukan teknik dalam implementasinya, teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Dari teknikk tersebut akan menghilangkan kemunkaran dengan perbuatan langsung merupakan pemberantasan terhadap hal-hal yang menghambat kebaikan atau kebenaran. Menghilangkan kemunkaran atau pemberantasannya adalah suatu cara untuk mewujudkan kebenaran dan kebaikan dikalangan manusia, dan hal tersebut merupakan upaya penyempurnaan amar-ma’ruf, dan itu merupakan salah satu cara dari cara-cara lainnya.7 Dalam menerapkan metode dakwah, setiap da’i

memiliki cara sendiri untuk menarik mad’u dan mensukseskan dakwahnya. Sehingga dengan sebuah metode dakwah, setidaknya sebuah pesan dakwah akan mudah di terima. Dengan kata lain dakwah yang dilakukan menjadi berhasil.

Dakwah sendiri dapat dilakukan dimanapun tempatnya. Dalam perjalanan Rasulullah SAW, beliau menggunakan masjid sebagai tempat dalam berdakwah. Tidak menutup kemungkinan pada saat ini banyak tempat yang bisa dijadikan

6Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Hal. 357


(13)

4

tempat dalam berdakwah. Mulai dari masjid, majlis ta’lim, sekolah, bahkan

pesantren.

Pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, serta tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar serta pusat pengembangan masyarakat yang diselenggarakan dalam satu kesatuan tempat pemukiman dengan masjid sebagai tempat pendidikan dan pembinaannya.8

Pesantren pada umumnya sering juga di sebut dengan pendidikan Islam tradisional, dimana seluruh santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai.9

Di era saat ini, pesantren menjadi salah satu peranan dalam perkembangan nilai-nilai religius masyarakat. Tanpa disadari, di pesantren menjadi salah satu media dalam berdakwah dan mengembangkan ilmu agama. Kyai dan santri adalah pelaku dakwah yang berada di pesantren. Hal ini menyebabkan terciptanya kegiatan untuk menyampaikan pemahaman ilmu yang dipelajari, dengan tujuan menciptakan tatanan santri yang berjiwa agamis dan berakhlakul karimah.

Pesantren lebih berkembang sedemikian rupa. Tidak hanya mempelajari ilmu agama yang berkembang, namun juga pesantren telah berevolusi menjadi salah satu tempat untuk menempuh pendidikan. Baik itu pendidikan agama yang dipadukan dengan pendidikan formal yang mengedepankan pengetahuan umum. Sehingga santri saat ini lebih mempunyai wawasan yang lebih luas tanpa meninggalkan ilmu agama yang menjadi dasar dalam kehidupan.

8Abdul Qadir Jaelani, Peran Ulama’ dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia,

(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1994), Cet. I, Hal. 7

9HM. Amin Haidari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), Hal. 31


(14)

5

Pembentukan pola pikir dan akhlak santri ini sangat tergantung pada pengembangan dakwah dan pendidikan yang diterapkan oleh lembaga yang bernama pesantren. Sehingga banyak masyarakat yang berasumsi bahwa pesantren sebagai wadah pendidikan dan pengkaderan umat.

Dalam mendidikan santri sendiri, harus memiliki sebuah metode dakwah

yang memang harus di kuasai oleh seorang da’i. Karena dalam menempuh

pendidikan di pesantren tidak mengenal waktu. Tidak hanya satu dua minggu, melainkan ada yang hingga beberapa tahun. Diperlukan suatu metode yang bisa diterapkan dalam jangka panjang.

Pada umumnya di pesantren dihuni oleh santri yang berguru pada seorang kyai dan ustadz. Namun di salah satu pesantren yang terdapat di Jekulo, memiliki perbedaan pada para penghuninya. Dimana para penghuni pesantren ini adalah anak-anak yatim. Pesantren ini memang dikhususkan untuk anak-anak yatim dan kurang mampu. Pesantren ini sangatlah berbeda, dikarenakan biasanya anak-anak yatim berada di panti asuhan. Ini menjadi berbeda karena status anak yatim di sini menjadi sebutan santri.

Setiap anak memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan ilmu pengetahuan. Baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum. Namun tidak banyak dari mereka yang bisa memperoleh pendidikan dikarenakan faktor keadaan dan lingkungan disekitarnya. Banyak anak yang berasal dari keluarga kurang mampu tidak bisa menempuh pendidikan secara sempurna. Tidak menutup kemungkinan anak-anak yang telah di tinggal orangtuanya. Jangankan untuk menuntut ilmu, terkadang mereka bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan


(15)

6

sehari-hari. Hal ini yang menjadikan Kyai Qomaruddin untuk membangun sebuah lembaga yang dapat memberikan pendidikan kepada anak-anak yatim.

Pesantren sendiri adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.10 Pesantren ini menjadi salah satu naungan bagi anak-anak yatim dalam mengenyam pendidikan. Pesantren tersebut menjadi sebuah jalan bagi anak-anak yatim untuk meraih masa depan dan cita-citanya. Oleh sebab itu, penerapan ilmu agama dan ilmu umum dipadukan untuk menambah wawasan anak-anak yatim.

Pesantren yang mempunyai nama Ma’hadul Aitam wa Dluafa ini, dulunya hanyalah sebuah musholla. Namun di tahun 2001 musholla tersebut di alih fungsikan menjadi pesantren anak yatim. Mengingat pada saat itu di wilayah Jekulo belum adanya pesantren anak yatim. Dari namanya saja sudah nampak identitas dari pesantren tersebut.

Santri yang berada di pesantren tersebut digolongkan menjadi dua. Dimana santri yang belum baligh bisa di sebut dengan anak yatim, sedangkan mereka anak yatim yang sudah baligh di sebut dengan dluafa’. Seperti pada umunya santri, mereka memperoleh pendidikan agama. Tidak sekedar itu, mereka juga memperoleh pendidikan formal yang mewajibkan mereka untuk menempuh wajib belajar 9 tahun. Untuk bekal kemandirian hidup masa depan para santri,

10Rofiq A, R. B. Widodo, Pemberdayaan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), Hal. 1


(16)

7

mereka dibekali pendidikan non-formal seperti keterampilan. Dari semua pendidikan tersebut, semuanya digratiskan dalam segi pendanaan.

Kegiatan dalam pesantren secara umum yang melibatkan santri, pengurus, dan masyarakat sekitar juga banyak diagendakan. Di antara kegiatan tersebut adalah pengajian umum, santunan anak yatim, pengajian dan sholawat rutin, hingga khitan massal.

Pesantren yang di asuh Kyai Qomaruddin ini merupakan sebuah lembaga pesantren tradisional yang teroganisir, bukan sebuah yayasan. Sehingga dana yang masuk dalam pesantren hanya berasal dari donatur dan masyarakat. Dalam segi pengajar juga mereka dari orang-orang yang bersifat sukarela tapi berkualitas dalam pendidikan.

Bertempat di Jekulo Kauman, Kabupaten Kudus, menjadikan salah satu pesantren yatim yang memberikan wadah anak-anak yatim menjalani kehidupan sosial dengan peningkatan pendidikan formal dan agama seperti anak-anak lainnya. Pesantren yang tidak hanya memiliki perbedaan tersendiri ini juga menyuguhkan fasilitas yang memadai. Mulai dari mushalla, gedung 2 lantai lokal putra, kamar, tempat tidur, aula tempat mengaji, hingga halaman tempat bermain.

Dari kebanyakan pesantren yang ada dan pada umumnya, pesantren yatim ini sangat menarik untuk dilakukan penelitian. Jadi tidak semua anak yatim tinggal di panti asuhan atau tidak bisa menempuh pendidikan. Uniknya, pesantren ini menghasilkan santri-santri yang tidak hanya unggul di bidang ilmu agama, tetapi ilmu umum dan keterampilan juga dikuasai untuk bekal kehidupan masa depan. Yang membedakan pesantren yatim dengan sebuah panti asuhan adalah di


(17)

8

bidang cara dalam mendidik. Di sini para anak yatim di didik layaknya santri pada umumnya, tidak memandang bahwa status mereka anak yatim. Dalam proses dakwahnya, Kyai Qomaruddin juga banyak menerapkan metode dakwah. Sehingga jika terdapat satu metode dakwah yang kurang tepat diterapkan untuk santrinya, maka masih terdapat metode dakwah lain yang bisa diterapkan. Untuk itu, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam tentang metode dakwah yang diterapkan Kyai Qomaruddin di pesantren yatim ini. Dan penulis mengangkat judul penelitian “Dakwah untuk Anak Yatim dan Dluafa’ (Studi Metode

Dakwah Kyai Qomaruddin di Pondok Pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa


(18)

9

B. Rumusan Masalah

Bagaimana metode dakwah Kyai Qomaruddin untuk santri yatim dan

dluafa’ di Pondok Pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa Jekulo Kudus?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui metode dakwah yang digunakan Kyai Qomaruddin

untuk santri anak yatim di Pondok Pesantren Yatim Ma’hadul Aitam wa Dluafa

Jekulo Kudus.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Sebagai penambah wawasan dan memperkaya khasanah ilmu di bidang dakwah, untuk mewujudkan sebuah dakwah Islam yang lebih baik dan bisa di terima oleh semua kalangan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan pembelajaran dan pengetahuan bagi peneliti agar bisa lebih baik.

b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pedoman untuk pelaku dakwah dalam menerapkan metode dakwah dan meningkatkan keilmuan tentang dakwah.


(19)

10

E. Definisi Konsep

Definisi konsep adalah unsur-unsur dari penelitian, sedangkan konsep sendiri merupakan definisi singkat dari gejala–gejala, yang biasanya merupakan judul dari penelitian.11

1. Metode Dakwah

Menurut Moh. Ali Aziz ada beberapa definisi tentang metode dakwah yang dikemukakan oleh pakar Dakwah, antara lain:12 Al-Bayanuni, menurutnya metode dakwah adalah cara-cara yang di tempuh oleh pendakwah dalam berdakwah atau cara menerapkan strategi dakwah. Said bin Ali al-Qahthani mendefinisikan metode dakwah sebagai suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya.

Dari penjabaran di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa seorang da’i

harus mempunyai sebuah cara untuk menarik mad’u dengan tujuan

dakwahnya bisa tersampaikan sesuai dengan kondisi dan situasi mad’unya.

Sehingga dakwahnya menjadi sesuatu yang menarik dan sangat diperlukan untuk dijadikan suatu pedoman.

2. Pondok Pesantren Yatim

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam serta tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar serta pusat pengembangan jamaah (masyarakat) yang di selenggarakan dalam kesatuan

11Koentjoro Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990 ), Hal. 21


(20)

11

tempat pemukiman dengan masjid sebagai tempat pendidikan dan pembinaannya.13

Pesantren pada umumnya sering juga disebut dengan pendidikan Islam tradisional, dimana seluruh santrinya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang kyai.14

Dalam penelitian ini, pesantren tidak hanya memberikan pendidikan agama, namun juga pendidikan formal dan non-formal. Dengan menerapkan wajib belajar 9 tahun sebagaimana sekolah pada umunya juga dilakukan di pesantren ini.

Santri adalah panggilan untuk seseorang yang sedang menimba ilmu pendidikan agama Islam selama kurun waktu tertentu dengan jalan menetap di sebuah pondok pesantren. Santri merupakan peserta didik atau objek pendidikan, tetapi dibeberapa pesantren, santri yang memiliki kelebihan potensi intelektual (santri senior) sekaligus merangkap tugas mengajar santri-santri junior.15

Yatim menurut bahasa berasal dari bahasa arab. Dari fi’il madhi

“yatama”mudlori’ “yaitamu” dan mashdar “yatmu” yang berarti sedih, atau bermakna sendiri. Adapun menurut istilah, yang di maksud dengan anak yatim adalah anak yang di tinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh.

13Abdul Qadir Jaelani, Peran Ulama’ dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia, Hal. 7

14

HM. Amin Haidari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global,Hal. 31

15

Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratis Institusi, (Jakarta : Erlangga), Hal. 20


(21)

12

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya santri anak yatim adalah seorang anak yang di tinggal mati oleh ayahnya dan kemudian menuntut ilmu agama kepada seorang kyai di sebuah pondok pesantren.

Pondok pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa’ ini berada di Dusun

Kauman, Desa Jekulo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Pondok pesantren ini berdiri pada tangal 17 Syawwal 1421 H atau bertepatan dengan tanggal 13 Januari 2001 M. Berdiri di tengah-tengah masyrakat yang sebagian

besar berprofesi sebagai pedagang dan buruh. Pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa’ ini merupakan pesantren tradisional kelembagaan, yang berarti tidak terikat oleh yayasan. Dengan sistem dikelola mandiri dan bersifat gratis untuk semua keperluan santrinya. Berpenghuni oleh santri-santri yang berstatus

yatim dan dluafa’ menjadikan pesantren ini dikenal sebagai pesantren yatim.

F. Sistematika Pembahasan

Secara garis besar untuk memberikan gambaran pembahasan secara menyeluruh dan sistematis dalam proposal ini, peneliti membaginya dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan

Yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II : Kajian Pustaka

Pada bab ini berisikan tentang kerangka teoritik yang terdiri dari pengertian dakwah, metode dakwah, macam-macam metode dakwah, metode


(22)

13

dakwah pada zaman Rasulullah SAW, keunggulan dan kelemahan metode dakwah, dan pondok pesantren, dan penelitian terdahulu yang relevan.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini berisikan tentang pendekatan dan jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik keabsahan data dan tahapan penelitian.

Bab IV : Penyajian Data dan Analisis Data

Dalam bab ini, penulis akan menyajikan hasil penelitian. Mulai dari setting penelitian meliputi letak geografis desa, sejarah pondok pesantren yatim, profil pondok pesantren, biografi Kyai Qomaruddin. Kemudian penyajian data (metode dakwah kyai Qomaruddin dan penerapan metode dakwah kepada santri yatim), temuan penelitian dan analisis data.

Bab V : Penutup


(23)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kerangka Teoritik

1. Pengertian Dakwah

Di tinjau dari segi etimologi dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti panggilan, ajakan atau seruan. Dalam ilmu tata bahasa Arab kata

dakwah berbentuk sebagai “isim mashdar”. Kata ini berasal dari fi’il (kata

kerja) “yad’a-yad’u” yang artinya memanggil, mengajak atau menyeru.14

Arti kata dakwah seperti ini sering dijumpai atau dipergunakan dalam

ayat-ayat Al-Qur’an seperti dalam surat al-Baqarah ayat 23:

















































Artinya: Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.(al-Baqarah:23).15

Dakwah sendiri menuntut untuk mengajak kepada hal yang baik. Seperti dalam surat Ali Imran ayat 104 juga dijelaskan arti dari dakwah:















































Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang munkar,

merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran : 104).16

14Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), Hal. 17 15Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Hal. 4


(24)

15

Menurut Barmawi umari, dakwah adalah mengajak orang kepada kebenaran, mngerjakan perintah, menjauhi larangan, agar memperoleh

kebahagiaan di masa sekarang dan yang akan datang.17

Tidak berbeda jauh dengan ungkapan Thoha Yahya Omar, yang menyatakan bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan

dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.18

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan sebuah aktifitas baik itu perorangan maupun kelompok dengan mengajak kepada kebajikan dan mencegah kemunkaran untuk menuju kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.

2. Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui)

dan “hodos” (jalan, cara).19 Dengan demikian kita dapat mengartikan bahwa

metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman

methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode

berasal dari kata methodos artinya jalan, yang dalam bahasa Arab di sebut

thariq.20

17Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Hal. 15

18A. Sunarto AS, Retorika Dakwah, (Surabaya: Jaudar Press, 2014), Hal. 94 19M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Hal. 61 20Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Hal. 35


(25)

16

Metode berarti cara yang telah di atur dalam melalui proses pemikiran

untuk mencapai suatu maksud.21 Sedangkan metode dakwah adalah cara-cara

tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk

mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.22

Dari definisi di atas setidaknya ada dua karakter yang melekat dalam metode dakwah, antara lain:

a. Metode dakwah merupakan salah satu cara untuk mempelancar strategi

dalam berdakwah. Sehingga aktifitas dakwahnya akan berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada lapangan.

b. Arah metode dakwah tidak hanya meningkatkan efektivitas dakwah,

melainkan pula bisa menghilangkan hambatan-hambatan, setiap strategi memiliki keunggulan dan kelemahan, Metodenya berupaya menggerakan keunggulan tersebut dan memperkecil kelemahannya.

Dengan demikian pemilihan metode dakwah sangat diperlukan untuk menunjang sebuah aktifitas dakwah. Yang mana dakwah dapat dikatakan berhasil apabila pesan dakwah tersebut sampai kepada penerima pesan dan tersampainya pesan dakwah disebabkan oleh metode dakwah yang benar.

3. Macam-Macam Metode Dakwah

Dalam dakwah sendiri terdapat banyak jenis metode dakwah yang dapat diterapkan. Berikut beberapa penjelasan macam-macam metode dakwah yaitu:

21Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), Hal. 242 22M Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), Hal. 7


(26)

17

a. Metode Dakwah Dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 125

1) Metode Al-Hikmah

Kata “hikmah” sering disebut dalam Al-Qur’an baik dalam bentuk

nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezhaliman, jika dikaitkan dengan dakwah berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.

Hikmah dalam bahasa Arab berarti kebijaksanaan, pandai, adil, lemah lembut, kenabian, sesuatu yang mencegah kejahilan dan kerusakan, keilmuan, dan pemaaf. Perkataan hikmah seringkali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana yaitu suatu pendekatan hikmah seringkali pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauannya

sendiri, tidak ada paksaan, konflik, maupun rasa ketakutan.23 Menurut M.

Abduh, seperti yang dikutip M. Munir, dalam buku metode dakwah berpendapat bahwa, hikmah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lafadh akan tetapi banyak makna ataupun diartikan meletakkan sesuatu pada

tempat atau semestinya.24

Dalam bahasa komunikasi, hikmah ini menyangkut situasi total yang mempengaruhi sikap pihak komunikan. Dengan kata lain, dapat

dikatakan bahwa apa yang di sebut dengan bil hikmah itu merupakan suatu

23Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), Hal. 321 24M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), Hal. 9


(27)

18

metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar persuasive. Dengan kata lain, pendekatan dakwah harus bertumpu pasa suatu

pandangan human oriented menepatkan penghargaan yang mulia atas diri

manusia.25

Toha Yahya Umar, menyatakan bahwa hikmah berarti meletakkan

sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak

bertentangan dengan larangan Tuhan.26 Dengan begitu sebagai metode

dakwah, hikmah diartikan dengan bijaksana, akal budi yang mulia, dada

yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasanya

metode al-hikmah adalah bagaimana sikap seorang da’i dalam

menyampaikan dakwahnya dengan kemampuan dan ketepatan dalam

menerapkan taktik dakwahnya dengan kondisi mad’u yang dihadapi. Oleh

karena itu, da’i di tuntut untuk mampu menghadapi situasi dan kondisi mad’u pada waktu tersebut dan memberikan dakwah yang bersifat

menerangkan yang gelap dan meluruskan yang salah serta membimbing ke jalan yang benar.

2) Metode Al-Mau’idhah Al-Hasanah

Secara bahasa, al-mau’idhah al-hasanah terdiri dari kata

mau’idhah dan hasanah. Kata mau’idhah berasal dari kata wa’adha

25Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), Hal. 43 26Hasanudin, Hukum Dakwah, Hal. 36


(28)

19

ya’idhu-wa’dhan-„idhatan yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan

dan peringatan, sementara hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah

artinya kebaikan lawannya kejelekan. Secara istilah menurut Abd. Hamid

al-Bilali, al-mau’idhah al-hasanah merupakan salah satu metode dalam

dakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan memberikan nasihat atau

membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.27

Pengertian al-mau’idhah al-hasanah dalam tafsir Al-Misbah, al-

mau’idhah al-hasanah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar

kepada kebaikan. Adapun mau’idhah, maka ia baru dapat mengena ke hati

sasaran bila ucapan yang disampaikannya itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikanya.

Adapun secara terminologi, ada beberapa pengertian diantaranya:

a) Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh

Hasanuddin adalah sebagai berikut: al-Mau’idhatil hasanah adalah

perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka

atau dengan Al-Qur’an.

b) Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-mau’idhah al-hasanah merupakan

salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan

Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah

lembut agar mereka mau berbuat baik.28

27M. Munir, Metode Dakwah, Hal. 15-16 28Ibid, Metode Dakwah, Hal. 15-16


(29)

20

Dari beberapa definisi di atas, metode mau’idhah hasanah terdiri

dari beberapa bentuk, diantaranya: nasehat, tabsyir watanzir, dan wasiat.

a) Nasehat dan petuah

Nasehat adalah salah satu cara dari al-mau’idhah al-hasanah

yang bertujuan mengingatkan bahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara terminologi nasehat adalah memerintah atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman.Sedangkan,pengertian nasehat dalam kamus besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka adalah memberikan petunjuk kepada jalan yang benar. Juga berarti mengatakan sesuatu yang benar dengan cara melunakkan hati. Nasehat harus berkesan dalam jiwa dengan keimanan dan petunjuk.

Dalam konteks dakwah, nasihat lebih bersifat personal, pribadi, dan empat mata. Nasihat adalah konseling yang memecahkan dan mengatasi keagamaan seseorang. Karena masing-masing orang memiliki masalah yang berbeda satu sama lain, maka penasihat harus

jeli dalam melihat kondisi kliennya.29

b) Tabsyir wa tandzir

Tabsyir secara bahasa berasal dari kata basyara yang

mempunyai arti memperhatikan/merasa tenang. Tabsyir dalam istilah

dakwah adalah peyampaian dakwah yang bersifat kabar-kabar yang

29Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Hal. 25


(30)

21

menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti dakwah. Tujuan

tabsyir:

1) Menguatkan atau memperkokoh keimanan

2) Memberikan harapan

3) Menumbuhkan semangat untuk beramal

4) Menghilangkan sifat keragu-raguan.30

Tandzir atau indzar menurut istilah dakwah adalah

penyampaian dakwah dimana isinya berupa peringatan terhadap

manusia tentang adanya kehidupan akhirat dengan segala

konsekuensinya.

c) Wasiat

Secara etimologi kata wasiat berasal dari bahasa arab yang di

ambil dari kata Washa-Washiya-Washiyatan yang berarti pesan

penting berhubungan dengan suatu hal. Wasiat termasuk salah satu

jenis dari metode dakwah mau’idhah hasanah. Wasiat dapat dibagi

menjadi dua kategori, yaitu:

1) Wasiat orang yang masih hidup kepada yang masih hidup, yaitu

berupa ucapan, pelajaran, atau arahan tentang sesuatu.

2) Wasiat orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajal tiba)

kepada orang yang masih hidup berupa ucapan atau berupa harta

benda warisan.31

30M. Munir, Metode Dakwah, Hal. 259 31Ibid, Metode Dakwah, Hal. 274


(31)

22

Oleh karena itu, pengertian wasiat dalam konteks dakwah

adalah: ucapan berupa arahan (taujih), kepada orang lain (mitra

dakwah), terhadapa sesuatu yang belum dan akan terjadi (amran

sayaqa mua’yan).

Wasiat biasa diberikan oleh da’i ketika berada di akhir dari

sebuah kegiatan dakwah. Dengan harapan wasiat tersebut dapat

menjadi sebuah peringatan kepada mad’u yang tentunya sebagai pesan yang baik dari seluruh isi dakwah yang telah disampaikan oleh da’i.

Wasiat juga biasa difungsikan untuk menjadi salah satu inti ajakan dari sebuah kegiatan berdakwah. Yang mana wasiat tersebut bertujuan

memberikan efek kepada mad’u untuk kehidupan sehari-harinya.

c) Metode Mujadalah

Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata

“jadala” yang bermakna memintal melilit. Apabila ditambahkan alif dan

huruf jimyang mengikuti wazan faa’ala,“ja dala” dapat bermakna

berdebat, dan “mujadalah”perdebatan.

Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna

menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya

melalui argumentasi yang disampaikan.32

Kata mujadalah dimaknai oleh mufasir al-Razi dengan bantahan

yang tidak membawa kepada pertikaian dan kebencian, tetapi membawa


(32)

23

kepada kebenaran, artinya bahwa dakwah dalam bentuk ini adalah dakwah dengan cara debat terbuka, argumentatif dan jawaban dapat memuaskan

masyarakat luas.33

Metode dakwah bil-mujadalah kemudian di bagi ke dalam

beberapa bentuk, yaitu metode debat, al-hiwar (dialog) dan as-ilah wa

ajwibah (tanya jawab). Debat biasanya pembicaraan antara dua orang atau lebih yang cenderung saling menjatuhkan lawan. Masing-masing pihak

saling mempertahankan pendapatnya dan sulit melakukan kompromi.

Al-hiwar merupakan metode dialog yang lebih berimbang, karena masing-masing pembicara memiliki hak dan kesempatan untuk mengemukakan

pendapat. Metode al-hiwar dilakukan da’i yang lebih setara status dan

kecerdasannya.34

Kemudian metode as-ilah wa ajwibah atau metode tanya jawab,

yaitu proses mad’u memberi pertanyaan kepada da’i kemudian da’i

menjawabnya. Karena dakwah memiliki tujuan untuk menerangi manusia,

maka jawaban da’i ketika muncul pertanyaan harus berusaha agar

jawabannya bisa menjelaskan dan menerangi akal pikiran.35

Metode mujadalah pada konteks tanya jawab juga dilakukan

dengan menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana

33Acep Aripudin, Pengembangan Metode Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), Hal. 11

34M. Munir, Metode Dakwah, Hal. 315


(33)

24

ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami atau menguasai materi

dakwah, di samping itu juga merangsang perhatian penerima dakwah.36

Dari pengertian di atas dapatlah di ambil kesimpulan bahwa,

al-mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan yang lainnya salaing menghargai dan menghormati penapat keduannya berpegang pada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.

b. Metode Bil Hal dan Bil Lisan 1) Metode bil Hal

Secara etimologi dakwah bil hal merupakan gabungan dari dua

kata yaitu kata dakwah dan al-aal. Kata dakwah artinya menyeru,

memanggil. Sedangkan kata al-aal berarti keadaan. Jika dua kata tadi

dihubungkan maka dakwah bil hal mengandung arti memanggil, menyeru

dengan menggunakan keadaan atau menyeru, mengajak dengan perbuatan nyata.

Sedangkan secara termonologis dakwah bil hal mengandung

pengertian: mendorong manusia agar berbuat kebajikan dan menuntut pada petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka


(34)

25

dari perbuatan munkar agar mereka mendapatkan kebahagian dunia

akhirat.37

Dakwah bil hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata seperti

yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, terbukti bahwa pertama kali tiba di

Madinah yang dilakukan adalah membangun Masjid Quba,

mempersatukan kaum Ansor dan Muhajirin dalam ikatan Ukhuwah

Islamiyah seterusnya. Terbukti dakwah bil hal sangat efektif.

Sebenarnya konsep dakwah bil hal ini bersumber pada ajaran islam

yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah dan para sahabatnya, sehingga umat Islam yang seharusnya menjadi pelopor pelaksanaan dakwah ini.

Tanpa mengabaikan dakwah bil lisan, maka dakwah bil hal seharusnya

menjadi prioritasutama, sekaligus usaha preventif bagi umat Islam (di

pelosok desa) agar tidak pindah agama.38

Secara garis besar dakwah bil hal dapat diartikan sebagai dakwah

yang nyata dalam bertindak dan berbuat. Dengan kenyataan itu biasanya terdapat bukti yang ditinggalkan. Karena setiap perbuatan pasti akan menimbulkan suatu bekas. Dari sinilah peneliti menarik kesimpulan

bahwa dakwah bil hal merupkan metode dakwah yang didasari oleh

sebuah nasihat atau perkataan yang kemudian direalisasikan dengan sebuah tindakan dan perbuatan yang menghasilkan sebuah karya dakwah.

37Siti Muru’ah, Metodologi Dakwah Kontemporer. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), Hal. 75


(35)

26

2) Metode bil Lisan

Metode bil lisan adalah suatu cara kerja yang mengikuti sifat dan

prosedur lisan dalam mengutarakan suatu cita-cita, keyakinan, pandangan dan pendapat. Kelancaran bahasa dan kemampuan menata pikiran yang akan diutarakan, keluasan ilmu pengetahuan, kematangan sikap dan keluasan amal sebanding dengan keluasan ilmu yang dimiliki (minimal bidang yang akan disampaikan) sangat menentukan dalam penggunaan metode ini.

Metode bil lisan juga banyak di sebut dengan metode ceramah.

Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai

oleh ciri karakteristik bicara oleh seseorang da’i/mubaligh pada suatu

aktifitas dakwah. Ceramah dapat pula bersifat propoganda, kampanye,

berpidato (rhetorika), khutbah, sambutan, mengajar dan sebagainya.39

Dakwah bil lisan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yaitu

Islamisasi via ucapan. Beliau berkewajiban menjelaskan pokok-pokok dan intisari ajaran Islam kepada umatnya (kaum muslimin) melaui dialog dan khutbah yang berisi nasehat dan fatwa. Selain itu beliau juga mengajarkan kepada para sahabatnya, setiap kali turunnya wahyu yang di bawa

Malaikat Jibril, yang kemudian dilafalkan dan di tulis di pelepah kurma.40

Dengan begitu dapat kita ambil garis kesimpulan bahwa metode

dakwah bil lisan merupakan sebuah seni dakwah yang membutuhkan

kecakapan dalam mengolah kata dan mengolah setiap ucapan. Sehingga

39Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, Hal. 104

40Asep Shaifuddin, Sheh Sulhawi Rubba, Fikih Ibadah Safari ke Baitullah, (Surabaya: Garisi, 2011), Hal. 28


(36)

27

dengan ucapan tersebut seorang da’i mampu menarik mad’u dan

menyampaikan pesan dakwah sesuai dengan yang diharapkan. Metode ini

memerlukan keahlian tersendiri karena ketika sudah diatas

panggung/mimbar, diperlukan konsentrasi tinggi untk menguasai konsentrasi dan situasi pada saat itu.

c. Metode Dakwah Menurut Moh. Ali Aziz

1) Metode Ceramah

Metode ceramah atau muhadlarah atau pidato ini telah di pakai

oleh semua Rasul Allah dalam menyampaikan ajaran Allah. Sampai sekarang pun masih merupakan metode yang paling sering digunakan oleh para pendakwah sekalipun alat komunikasi modern telah tersedia.

Dari segi persiapannya ada empat macam ceramah atau pidat.

Pertama, Pidato Impromtu, yaitu pidato yang dilakukan secara spontan,

tanpa adanya persiapan sebelumnya. Kedua, Pidato Manuskrip, yaitu

pidato dengan membaca naskah yang sudah disiapkan sebelumnya. Ketiga,

Pidato Memoriter, yaitu pidato dengan hafalan kata demi kata dari isi

pidato yang telah dipersiapkan. Keempat, Pidato Ekstempore, yaitu pidato

dengan persiapan berupa outline (garis besar) dan supporing points

(pembahasan panjang). Jenis yang terakhir ini adalah pidato yang paling

baik dan paling banyak di pakai oleh para ahli pidato.41


(37)

28

2) Metode Diskusi

Abdul Kadir Munsyi mengartikan diskusi dengan perbincangan suatu masalah di dalam sebuah pertemuan dengan jalan pertukaran

pendapat di antara beberapa orang.42 Dengan melakukan sebuah diskusi,

sebuah masalah akan dibicarakan dengan beberapa orang, dan setiap orang akan mempunyai pendapat tersendiri. Sehingga akan ada jalan keluar yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

3) Metode Konseling

Konseling adalah pertalian timbal balik di antara dua orang individu dimana seorang (konselor) berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada saat ini dan pada waktu yang akan datang. Metode konseling merupakan wawancara secara individual dan tatap muka antara konselor sebagai pendakwah dan klien

sebagai mitra dakwah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.43

4) Metode Karya Tulis

Metode ini termasuk dalam kategori dakwah bi al-qalam (dakwah

dengan karya tulis). Tanpa tulisan, peradaban dunia akan lenyap dan punah. Metode karya tulis merupakan buah dari keterampilan tangan dalam menyampaikan pesan dakwah. Keterampilan tangan ini tidak hanya

42Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Hal. 367 43Ibid, Ilmu Dakwah, Hal. 372


(38)

29

melahirkan tulisan, tetapi juga gambar atau lukisan yang mengandung misi

dakwah. Untuk itu, metode karya tulis dapat terbagi dalam tiga teknik.44

a) Teknik Penulisan

Setidaknya ada tiga model gaya penulisan keagamaan, yaitu penulisan model pemecahan masalah, penulisan model hiburaan, dan penulisan model kesusastraan.

b) Teknik Penulisan Surat (Korespondensi)

Nabi SAW pernah mengajak para penguasa untuk masuk Islam dengan menuliskan surat kepada mereka. Dengan surat, pesan dapat terdokumentasikan yang bisa dibaca sewaktu-waktu.

c) Teknik Pembuatan Gambar

Ada gambar yang hidup ada pula gambar yang mati. Gambar hidup adaalah gambar yang bergerak. Gerakan gambar ini disesuaikan dengan pesan dakwahnya. Dengan gerakan ini, pembuat gambar dominan dalam memengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Berbeda dengan yang bergerak (hidup), gambar mati lebih dominan dikonstruki dan dipersepsi sendiri oleh orang yang melihatnya.

5) Metode Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu metode dalam dakwah bi al-hal (dakwah dengan aksi

nyata) adalah metode pemberdayaan masyarakat, yaitu dakwah dengan upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya


(39)

30

untuk mengembangkannya dengan dilandasi proses kemandirian. Metode ini selalu berhubungan antara tiga aktor, yaitu masyarakat (komunitas),

pemerinntah, dan agen (pendakwah).45

4. Metode Dakwah Pada Zaman Rasulullah SAW

Wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Rasul SAW adalah surat Al-Alaq dengan lima ayat permulaannya yang bunyinya :



















































Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Sesudah lima ayat itu berhenti, menurut pendapat yang kuat, selama 40 hari. Kemudian diturunkan lagi wahyu berikutnya melalui surat Al-Mudassir ayat 1 sampai 7, yang bunyinya :











































Wahai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah

peringatan! Dan agungkanlah Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji, dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan karena Tuhanmu bersabarlah”.46

Dengan ayat Al-Qur’an yang mulia inilah, dimulailah kegiatan dakwah

dan risalah Islamiyah yang ditugaskan kepada Muhammad Ibn Abdillah untuk

45Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Hal. 378 46Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah, Hal. 31-32


(40)

31

disampaikan kepada segenap manusia, melalui pembinaan dan pendidikan

yang berlandaskan la ilaha illa al-llah (nilai dasar ketauhidan).47

Dengan demikian dari turunnya wahyu pertama ini, Rasulullah SAW

mulai berfungsi sebagai seorang pendidik dan pembimbing masyarakat (social

educator), melalui perombakan dan revolusi mental masyarakat Arab dari kebiasaan menyembah berhala yang merendahkan derajat kemanusiaan dan tidak menggunakan akal pikiran yang sehat, tidak memiliki perikemanusiaan dan menghinakan kaum wanita dan sebagainya, menuju sikap mental yang mengangkat derajat kemanusiaan yang penuh percaya diri dan hanya menyembah dan memohon perlindungan kepada Allah SWT.

Turunnya ayat-ayat tersebut juga membuat Rasul SAW untuk memulai melakukan dakwah secara rahasia. Orang yang mula-mula beriman dalam ahli baitnya adalah Khadijah dan Ali ibnu Abi Thalib. Dakwah Rasul SAW disambut pula oleh Zaid ibnu Harisah (anak angkatnya) dan Ummu Aiman (ibu asuhnya). Diluar ahli baitnya, orang yang mula-mula menerima dakwahnya adalah Abu Bakar, kawan Rasul SAW sebelum diutus oleh Allah. Abu Bakar mendakwahkan Islam kepada orang-orang yang ia percayai, dari tokoh-tokoh Quraisy. Kelompok orang yang menyambut dakwah Abu Bakar diantaranya adalah Usman ibnu Affan, Az-Zubair ibnu Al-Awwam, Safiyah

binti Abdil Muththalib, Abdurrahman ibnu Auf, Sa’ad ibnu Abi waqqash, dan

Talhah ibnu Abdillah.

47Asep Muhyiddin, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), Hal. 107


(41)

32

Dakwah rahasia tersebut berjalan selama tiga tahn, dan jumlah pemeluk Islam mencapai 40 orang. Dari 40 orang tersebut ada juga orang-orang terhormat suku Quraisy yang menerima (memeluk) agama Islam. Sejumlah budak lebih memilih lapar, derita, dan kesusahan mengikuti Nabi Muhammad SAW, padahal sekiranya mereka tinggal bersama majikannya akan lebih tenang dan tenteram. Selama itu Abu Bakar pun membeli sejumlah budak dengan harga melebihi batas yang diminta tuannya, lalu

memerdekakannya.48

Setelah itu Rasulullah SAW menerima wahyu surat Al-Hijr ayat 94 yang bunyinya :













Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. Sejak itu Rasul SAW mengganti dakwah rahasinya dengan dakwah terbuka. Rasul SAW mengundang suka Quraisy dan orang-orang pun berkumpul hendak mendengarkan apa yang dikatakannya. Peristiwa tersebut berlangsung di atas bukit Shafa. Sejak itu khutbah Rasul SAW menjadi salah satu media dakwah.

Banyak tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya dalam menjalankan dakwah. Suku Quraisy selalu melakukan penindasan dan siksaan terhadap Rasul SAW dan pengikut-pengikutnya. Namun penindasan itu tidak mengubah sikap orang-orang yang beriman, maka


(42)

33

suku Quraisy pun melakukan pemboikotan terhadap Rasul SAW dan

sahabat-sahabatnya.49 Kemudian Rasulullah dan pengikutnya melakukan sebuah

perjalanan hijrah kebebrapa daerah untuk melakukan perluasan dakwah Islamiyah.

Adapun ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, pembinaan yang dilakukan Rasulullah SAW lebih banyak ditekankan pada pembentukan masyarakat muslim di tengah-tengah masyarakat nonmuslim. Ayat-ayat

Al-Qur’an yang turun pada periode ini lebih ditekankan pada masalah muamalah,

sistem kemasyarakatan, kenegaraan, hubungan antar agama (toleransi),

ta’awun, ukhuwah, dan sebagainya.50

Rasulullah juga menggunakan metode dakwah seperti politik pemerintah. Metode ini dilakukannya ketika menetap di Madinah. Beliau menentukan strategi dakwahnya dengan menggunakan politik pemerintah yakni mendirikan negara Islam (yang pertama kali). Yang mana semua urusan negara, hukum, tata ekonomi, sosial, dan sebagainya berazazkan Islam. Hal ini berarti dakwah Islmiyah sebagai tujuan utama negara. Dengan cara tersebut pula Rasul SAW memperluas wilayah dakwahnya dengan melakukan surat menyurat dengan pemerintah atau penguasa negeri untuk bergabung memeluk Islam dan melakukan syiar agama Islam. Adapun hasilnya sudah barang tentu ada yang menerima dan ada pula yang menolaknya.

Adapun metode dakwah beliau yang terakhir adalah dengan menggunakan peperangan. Hal ini dilakukan bila sudah tiada lagi jalan lain

49Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah, Hal. 35


(43)

34

yang ditempuhnya. Seperti perang Badar, Uhud, Yarmuk dan sebagainya.51

Keberhasilan dakwah Rasulullah SAW diteruskan oleh para sahabat setelah sepeninggalan Nabi. Sehingga Islam berkembang pesat kepenjuru dunia.

5. Keunggulan dan Kelemahan Metode Dakwah

a. Metode Dakwah bil Hikmah

Keunggulannya yaitu : Sifatnya yang sederhana, tidak memerlukan biaya

yang besar, dan tidak memerlukan keterampilan yang lebih.52

Kelemahannya yaitu : Terkadang membuat mad’u jadi jenuh dan bosan, cenderung mad’u pasif, dan tidak kontekstual dengan mad’u.

b. Metode Dakwah bil Mau’idhah Hasanah

Keunggulannya yaitu : Pesan-pesan atau materi yang disampaikan bersifat ringan dan informatif, tidak mengundang perdebatan, dan sifat

komunikasinya lebih banyak searah dari dai ke audiens.53

Kelemahannya yaitu : Materi tidak akan selamanya mengena dengan

kebutuhan mad’u yang bersifat dinamis, tidak kontekstual dengan mad’u,

dan tidak lebih dari kurangnya penguasaan metodologi dakwah, baik pada

ranah dai, materi, maupun mad’u.54

c. Metode Dakwah bil Mujadalah

Keunggulannya yaitu : Suasana dakwah akan tampak lebih hidup, dapat menghilangkan sifat-sifat individualistik, menimbulkan sifat-sifat yang

51Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, Hal. 155-157 52Acep Aripudin, Pengembangan Metode Dakwah, Hal. 116 53Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Hal. 359


(44)

35

positif yaitu berpikir sistematis dan logis, dan materi akan dipahami secara

mendalam.55

Kelemahannya yaitu : Bila terjadi perbedaan pendapat antara dai dengan penanya atau sasaran dakwah akan memakan waktu yang banyak untuk menyelesaikannya, penanya kadang-kadang kurang memperhatikan jika terjadi penyimpangan, dan jika jawaban dai kurang mengena pada sasaran pertanyaan, penanya dapat menduga yang bukan-bukan terhadap dai,misalnya dai di rasa kurang pandai atau kurang memahami materi yang

di sampaikan.56

6. Pondok Pesantren

Pesantren dikatakan oleh Didin Hafiduddin adalah salah satu lembaga iqamatuddin. Lembaga-lembaga iqamatuddin memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai tempat tafaqquhfiddin (pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran Islam) dan indzar (menyampaikan dan mendakwahkan

ajaran Islam kepada masyarakat). Kata “pondok pesantren” terdiri dari dua suku kata, yaitu “pondok” dan “pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa

arab “funduq”, yang artinya hotel/asrama.57

Dari keterangan di atas dapat kita rumuskan tentang pengertian pondok pesantren, yaitu tempat orang-orang atau pemuda menginap (bertempat tinggal) yang dibarengi dengan sebuah kegiatan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengenalkan ajaran Islam.

55Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Hal. 368

56Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, Hal. 127

57HM. Yacub, Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung: Angkasa 1995), Hal. 65


(45)

36

Sedangkan menurut Drs. Mahmud, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara yai atau ustadz sebagai guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di masjid/mushalla, ruang kelas, emper asrama (pondok)

untuk mengaji dan membahas buku-buku keagamaan karya ulama masa lalu.58

7. Anak Yatim dan Dluafa’ Menurut Agama Islam

Salam tafsir Al-Misbah “al yatim” terambil dari kata “yatama” yang

berarti kesendirian. Karena itu, yang sangat indah dan di nilai tidak ada

bandingnya dinamai Ad Durrah (Al Yatimah). Bahasa menggunakan kata

tersebut untuk menunjukkan anak manusia yang belum dewasa yang ayahnya telah wafat atau anak binatang yang induknya tidak ada. Kemtian ayah bagi seseorang yang belum dewasa menjadikan kehilangan pelindung, ia eakan

akan menjadi sendirian, sebatang kara, karena itu dinamai yatim.59

Adapun menurut syara’, yang di maksud dengan anak yatim adalah

anak yang di tinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh.Batas seorang anak di sebut yatim adalah ketika anak tersebut telah baligh dan dewasa.

Pengertian lain mengatakan bahwa anak yatim adalah mereka yang

sudah tidak memiliki orang tua lagi dan keluarga yang memeliharanya.60

Mereka anak yang menderita, lemah (dluafa’), dan menjadi korban kehilangan

kasih sayang orang tua baik di bidang pendidikan ataupun di bidang yang lain.

58Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, (Tangerang: Media Nusantara, 2006), Hal. 1

59M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Hal. 646 60Syaikh Mahmud Syaitut, Metodologi Al-Qur’an, Hal. 116


(46)

37

Sedangkan pengertian dluafa’ adalah manusia yang hidup dalam

kemiskinan, kesengsaraan, kelemahan, ketakberdayaan, ketertindasan, dan

penderitaan yang tiada putus. Kaum dluafa’ terdiri dari orang-orang yang

terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat.

Sebagai anak yatim yang hidup penuh dengan penderitaan dan serba kekurangan, pastilah mempunyai keinginan yang wajar baik dari segi fisik maupun dari segi mental, untuk itulah anak-anak yatim membutuhkan kehadiran orang tua asuh. Yaitu orang tua yang mengikhlaskan dan

mengorbankan diri termasuk harta untuk merawat mereka.61 Melalui orang tua

asuh mereka dapat memperoleh nafkah dan kebutuhan sehari-hari, selain mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup. Bahkan, mereka bisa mendapatkan bimbingan dan pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan, moral dan agama. Sehingga dirinya mampu mengarungi bahtera kehidupannya sendiri.

Dalam Islam, anak yatim mempunyai kedudukan tersendiri dari pada anak-anak lainnya. Mereka mendapat perhatian khusus dari Rasulullah SAW. Ini tiada lain demi untuk menjaga kelangsungan hidup mereka agar tidak terlantar sepeninggal ayahnya. Oleh karena itu, banyak sekali hadits beliau tentang pemeliharaan anak yatim. Salah satunya adalah berikut yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari yang artinya : Telah bercerita kepada kami Amr bin Zurarah, telah berkhabar kepada kami Abd al-Aziz bin Aby Khazim dari bapaknya dari Sahl, Rasul SAW bersabda : saya dan orang yang


(47)

38

menanggung (memelihara) anak yatim (dengan baik), ada surga bagaikan ini, seraya beliau memberi isyaratdengan jari telunjuk dan jari tengah dan beliau rentangkan kedua jarinya itu.

Hadits di atas merupakan anjuran Nabi agar manusia mempunyai semangat untuk memelihara anak yatim. Tetapi anjuran beliau kini belum begitu mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat pada umumnya, hanya sebagian kecil saja umat Islam yang mau memperhatikan anjuran beliau itu. Hal ini semestinya tidak layak dilakukan umat Islam yang inti ajarannya banyak menganjurkan saling tolong menolong sesama umat Islam bahkan selain umat Islam.

Dalam Al-Qur’an surat Adh Dhuha ayat 9 dan 10 Allah SWT

berfirman:



















Artinya : Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. (Adh Dhuha 9-10).62

Dari uraian di atas sangat jelas bahwa memelihara anak yatim dan

dluafa’ merupakan kewajiban umat Islam, khususnya bagi orang yang

mempunyai kelebihan harta untuk diberikan kepadanya. Sehingga tercukupi kebutuhannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bidang pendidikan ataupun dalam bidang lainnya.


(48)

39

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Mengingat terdapat banyak penelitian yang menuliskan tentang sebuah metode dakwah, peneliti melakukan pembandingan karya ini dengan penelitian yang lain. Dengan merujuk pada metode dakwah yang digunakan Kyai Qomaruddin, peneliti menemukan penelitian terdahulu yang relevan.

1. “Metode Dakwah KH. Machfud Ma’shum dalam Membentuk Leadership

Santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik”, yang diteliti oleh

Handika Rahmatullah, 2016. Fokus penelitian tersebut membahas tentang

metode dakwah KH. Machfud Ma’shum dalam menciptakan jiwa

kepemimpinan pada santrinya. Persamaan dari penelitian tersebut adalah tentang penelitian yang sama-sama fokus dalam menemukan sebuah metode dakwah yang digunakan. Sedangkan perbedaannya adalah dalam melakukan

dakwahnya. Jika KH. Machfud Ma’shum berdakwah kepada santri pada

umumnya, Kyai Qomaruddin berdakwah kepada santri yang berstatus yatim.

2. “Dakwah Bil Lisan Ustadz Abdul Mubin di Desa Weru Kecamatan Paciran

Kabupaten Lamongan”,yang diteliti oleh Mar’atus Sholihah, 2015. Fokus

penelitian tersebut tentang metode dakwah bil lisan Ustadz Abdl Mubin di

Desa Weru yang kondisi masyarakatnya tempremental, mudah tersinggung, cepat marah, pemahaman yang terbatas dan pendidikan yang masih minim. Persamaan dari penilitian tersebut adalah penggunaan metode dakwah yang merupakan salah satu metode dakwah yang digunakan oleh Kyai Qomaruddin dalam berdakwah. Sedangkan perbedaannya adalah lebih kepada objek dakwahnya, dimana Ustadz Abdul Mubin berdakwah kepada masyarakat yang


(49)

40

cenderung sudah dewasa, sedangkan Kyai Qomaruddin melakukan dakwah terfokus kepada santri yatim yang masih anak-anak ataupun remaja.

3. “Metode Dakwah Ustadz Dulyakin di Panti Asuhan Sabilillah An-Nahdliyah

Gebang Sidoarjo”, diteliti oleh Lailatul Rohmah, 2014. Fokus dari penelitian

ini adalah membahas metode dakwah Ustadz Dulyakin dalam membimbing anak yatim dalam belajar dan mengenal ajaran Islam. Persamaan dari penelitian tersebut adalah sama-sama mempunyai objek dakwah anak-anak yatim. Sedangkan perbedaanya adalah dalam tempat berdakwahnya, yang mana dakwah Ustadz Dulyakin berada di sebuah panti asuhan yang memang diperuntukkan untuk tempat tinggal anak-anak yatim. Tapi tidak dengan Kyai Qomaruddin yang berdakwahnya berada didalam pondok pesantren yang memang mempunyai objek dakwah anak yatim yang kemudian berstatus santri.

4. “Metode Dakwah KH. Robbach Ma’shum Melalui Dzikir Al-Syifa’ di

Perumahan Gresik Kota Baru”. Diteliti oleh Muhammad Nizam,

2014.Penelitian tersebut mengupas tentang bagaimana metode dakwah yang

dipakai oleh KH. Robbach Ma’shum melalui dzikir al-syifa’ di perumahan

Gresik kota baru. Persamaan penelitian ini yaitu sama-sama fokus meneliti metode dakwah yang beliau gunakan. Sedangkan perbedaannya adalah lingkungan berdakwahnya yang berada di perumahan.


(50)

41

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

No Judul Penelitian Peneliti Persamaan Perbedaan

1 Metode Dakwah KH.

Machfud Ma’shum dalam

Membentuk Leadership

Santri di Pondok

Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik Handika Rahmatullah, 2016 Sama-sama fokus penelitian pada metode dakwah

Status objek

dakwah KH.

Macchfud

Ma’shum

adalah santri pada umumnya, Kyai Qomaruddin objek dakwahnya santri yatim

2 Dakwah Bil Lisan Ustadz

Abdul Mubin di Desa Weru Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Mar’atus Sholihah, 2015 Sama-sama dalam penggunaan

salah satu

metode dakwahnya Objek dakwahnya masyarakat dewasa Objek dakwahnya

santri yatim

anak-anak

3 Metode Dakwah Ustadz

Dulyakin di Panti Asuhan Sabilillah An-Nahdliyah Gebang Sidoarjo

Lailatul Rohmah, 2014

Sama-sama mempunyai objek dakwah anak-anak yatim

Tempat berdakwahnya

di panti

asuhan Tempat berdakwahnya

di pondok

pesantren

4 Metode Dakwah KH.

Robbach Ma’shum

Melalui Dzikir Al-Syifa’

di Perumahan Gresik

Kota Baru Muhammad Nizam, 2014 Sama-sama memiliki fokus penelitian pada metode dakwah

Lingkungan berdakwahnya

berada di

perumahan Lingkungan berdakwahnya

berada di

pondok pesantren


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian atau metodologi riset bahasa Inggrisnya adalah

disebut: Sciene Research Method. Metodologi berasal dari kata methodology,

maknanya ilmu yang menerangkan metoda-metoda/cara-cara. Penelitian adalah

terjemahan dari bahasa inggris “research”, yang terdiri dari kata re (mengulang)

dan search (pencarian, pengejaran, penelusuran, penyelidikan atau penelitian),

maka research berarti berulang melakukan pencarian. Metodologi penelitian

bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah,

dianalisis, diambil kesimpulan, dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.63

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam penelitian.64

Penelitian merupakan proses kreatif yang tidak pernah mengenal kata selesai. Pada dasarnya, penelitian itu bermula dari rasa keingintahuan seseorang atau beberapa orang tentang suatu hal. Penelitian bertujuan menemukan jawaban atas

pertanyaan yang diajukan melalui aplikasi prosedur ilmiah.65

Dalam metode penelitian, ada dua macam pendekatan penelitian, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif artinya penelitian ini dilakukan dengan

63Wardi Bahtiar, Metodologi Penelitian Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I, Hal. 1

64Deddy mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), Cet. I, Hal. 146

65Asep Saeful Muhtadi, Metode Penelitian Dakwah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003), Hal. 43.


(52)

43

maksud untuk memahami fenomena tentang metode dakwah Kyai Qomaruddin

untuk anak yatim dan dluafa’ di pondok pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa’

Jekulo Kudus, misalnya tingkah laku Kyai Qomaruddin, cara pandang motivasi, tindakan dan sebagainya secara menyeluruh dan dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu kejadian-kejadian khusus yang alamiah. Artinya pendekatan dalam penelitian ini tidak munggunakan angka-angka.

Dengan memilih pendekatan kualitatif ini, peneliti berharap akan muncul kebenaran yang tidak dibuat-buat dan memiliki kualitas yang bisa dipertanggung jawabkan. Tanpa adanya pendekatan kulitatif ini, tidak mungkin penelitian

tentang metode dakwah Kyai Qomaruddin untuk anak yatim dan dluafa’ di

pondok pesantren Ma’hadul Aitam wa Dluafa’ Jekulo Kudus ini terjawab dengan

sempurna. Karena pendekatan kualitatif ini memiliki beberapa kelebihan yang bisa menuju hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh penulis, yakni :

1. Data yang dihasilkan oleh penelitian dengan pendekatan kulitatif ini

menggambarkan secara mendalam dan terarah mengenai metode dakwah Kyai

Qomaruddin untuk anak yatim dan dluafa’ di pondok pesantren Ma’hadul

Aitam wa Dluafa’ Jekulo Kudus secara apa adanya, tanpa dibuat-buat oleh

peneliti, tanpa ada distorsi maupun penambahan, sehingga kevalidan data dari

penelitian yang diperoleh dapat dijamin dan akan melahirkan suatu teori yang telah ada, yang berguna dimasa mendatang.

2. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pemalsuan data lebih dapat


(53)

44

Qomaruddin untuk anak yatim dan dluafa’ di pondok pesantren Ma’hadul

Aitam wa Dluafa’ Jekulo Kudus.

3. Peneliti terjun langsung ke lapangan, untuk mendapatkan data yang

diinginkan. Agar data tersebut terasa lebih objektif, peneliti mengadakan pengamatan yang bersifat partisipan. Peneliti juga melakukan wawancara secara langsung dengan Kyai Qomaruddin serta beberapa responden yang telah memenuhi kriteria dalam penelitian ini.

Melihat konteks penelitian yang telah diuraikan diatas dengan penggunaan pendekatan kualitatif, maka peneliti kemudian memilih jenis penelitian yang sesuai dengan konteks penelitian. Jenis penelitian yang sesuai adalah jenis penelitian deskriptif.Karena jenis penelitian deskriptif ini merupakan penelitian non-hipotesis, artinya tidak ada jawaban sementara (mereka-reka jawaban sebelum penelitian dilakukan). Jenis penelitian deskriptif ini juga digunakan untuk menghimpun data aktual yang pertama mengartikannya sebagai kegiatan pengumpulan data dengan melukiskannya sebagaimana adanya, tidak diiringi

dengan ulasan atau pandangan atau analisis dari penulis.66

Dengan metode kualitatif akan dapat ditemukan data yang bersifat proses kerja, perkembangan suatu kerja, deskripsi yang luas dan mendalam, keyakinan yang ada dalam seseorang ataupun sekelompok orang dalam lingkungan kegiatannya. Dengan metode kualitatif ini juga akan dapat memperoleh data yang lebih tuntas, pasti, sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi.


(1)

99

dahulu.102 Dengan adanya dakwah bil hal, terdapat pula bukti yang menjadikan kepercayaan bahwa sebuah metode dakwah tersebut berhasil dilakukan.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari rumusan masalah dan uraian hasil pemaparan penelitian sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Kyai Qomaruddin menggunakan metode dakwah:

1. Metode bil hikmah diterapkan dalam bentuk pendekatan dengan para santri dan dengan menyentuh perasaan para santri yatim dan akan tau masalah apa yang sedang dihadapi oleh santrinya yang kemudian diambil keputusan dengan bijaksana.

2. Metode mau’idhah hasanah diterapkan dengan berupa nasehat-nasehat, Kyai Qomaruddin memberikan ucapan yang baik dan lembut untuk santrinya yang berstatus yatim.

3. Metode dakwah bil lisan diterapkan Kyai Qomaruddin dalam bentuk pengajian kitab kuning, Kyai Qomaruddin juga memberikan ceramah yang juga diselipkan motivasi untuk memberi semangat anak yatim.

4. Metode bil hal diterapkan untuk mempraktekkan dari materi-materi yang beliau lakukan dalam metode dakwah bil lisan. Dalam metode bil hal ini yang Kyai Qomaruddin mengutamakan dalam bidang penerapan akhlak yang mulia dan cara untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Selain itu pembelajaran wiraswasta belia berikan sebagai bekal kemandirian hidup santrinya di masa depan.


(3)

101

B. Saran

Agar dalam penelitian ini memperoleh hasil sebagaimana peneliti harapkan, maka saran dari peneliti diharapkan dapat dijadikan masukanatau bahan-bahan pertimbangan oleh pihak-pihak terkait. Adapun saran dari peneliti antara lain:

1. Saran untuk para santri untuk bisa lebih mengenal sosok Kyai Qomaruddin dan perjuangan dalam berdakwah, khususnya dalam metode dakwah yang beliau terapkan, sehingga kelak diharapkan untuk lebih aktif mengikuti aktifitas dakwah yang beliau lakukan.

2. Sebagai perkembangan Islam, diharapkan semua pihak untuk meneledani dakwah yang dilakukan Kyai Qomaruddin dan menjadikan sebagai

pembelajaran dakwah, kedepannya diharapkan muncul da’i-da’i yang

memiliki metode dakwah yang lebih bervariatif sesuai dengan perkembangan waktu.

3. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya, diharapkan untuk menggali lebih dalam lagi tentang dakwah-dakwah yang Kyai Qomaruddin lakukan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Aziz, Moh. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana

Aripudin, Acep. 2011. Pengembangan Metode Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada

AS, A. Sunarto. 2014. Retorika Dakwah. Surabaya: Jaudar Press

Bahtiar, Wardi. 1997. Metodologi Penelitian Dakwah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press

Departemen Agama Republik Indonesia. 2009. Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: PT. Syamsil Cipta Media

desa-jekulo.blogspot.com/2015/02/profil-desa-jekulo-kecamatan-jekulo.html (diakses terakhir tanggal 06 Januari 2017)

Haidari, HM. Amin. 2004. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global. Jakarta: IRD Press

Hamka. 1981. Prinsip dan Kebijakan Dakwah Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas Hamka. 1983. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas

Hasanuddin. 1996. Hukum Dakwah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya

Herdiansyah, Haris. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Jaelani, Abdul Qadir. 1994. Peran Ulama’ dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia. Surabaya: PT. Bina Ilmu

jekulo.jekulokudus.com/?page_id=100 (diakses terakhir tanggal 06 Januari 2017) M. Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

M. K, Muhsin. 2003. Mari Mencintai Anak Yatim. Jakarta: Gema Insani Press M. Munir. 2009. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana


(5)

M. Yacub. 1995. Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Angkasa

Mahmud. 2006. Model-Model Pembelajaran di Pesantren. Tangerang: Media Nusantara

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin

Muhtadi, Asep Saeful. 2003. Metode Penelitian Dakwah. Bandung: CV. Pustaka Setia

Muhyiddin, Asep. 2002. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: Pustaka Setia Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Munsyi, A. Kadir. 1978 Metode Diskusi Dalam Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas

Muru’ah, Siti. 2000. Metodologi Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Mitra Pustaka

Ningrat, Koentjoro. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Nizam, Muhammad. 2014. Metode Dakwah KH. Robbach Ma’shum Melalui

Dzikir Al-Syifa di Perumahan Gresik Kota Baru. UIN Sunan Ampel Surabaya

Qomar, Mujamil. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratis Institusi. Jakarta: Erlangga

R. B. Widodo, Rofiq A. 2005. Pemberdayaan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren

Rahamatullah, Handika. 2016. Skripsi Metode Dakwah KH. Machfud Ma’shum

dalam Membentuk Leadership Santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum

Dukun Gresik. UIN Sunan Ampel Surabaya

Rohmah, Lailatul. 2014. Skripsi Metode Dakwah Ustadz Dulyakin di Panti Asuhan Sabilillah An-Nahdliyah Gebang Sidoarjo. UIN Sunan Ampel


(6)

Saputra, Wahidin. 2012. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada Shaifuddin, Asep dkk. 2011. Fikih Ibadah Safari ke Baitullah. Surabaya: Garisi Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati

Sholihah, Mar’atus. 2015. Skripsi Dakwah Bil Lisan Ustadz Abdul Mubin di Desa

Weru Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. UIN Sunan Ampel

Surabaya

Subagyo, P. Joko. 2004. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Suhandang, Kustadi. 2013. Ilmu Dakwah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Syaitut, Syaikh Mahmud. 1991. Metodologi Al-Qur’an. Solo: CV Ramadhani Syarif H, N. Fakih. 2007. Sales Magic for Dakwah. Surabaya: Pribadi Press Syukir, Asmuni. 1983. Dasar-Dasar Strategi Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas Tasmara, Toto. 1997. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama