Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah

Koreksi Boson Gauge SU(6) dalam Anomali
NuTeV

Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains

Ardy Mustofa
0300020111

Departemen Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ALam
Universitas Indonesia
Depok
2004

Lembar Persetujuan

Judul Skripsi

:


Koreksi Boson Gauge SU(6) dalam Anomali NuTeV

Nama

:

Ardy Mustofa

NPM

:

0300020111

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui
Depok, 20 Oktober 2004
Mengesahkan

Pembimbing I


Pembimbing II

Dr. L. T. Handoko

Dr. Terry Mart

Penguji I

Penguji II

Dr. Muhammad Hikam

Dr. Anto Sulaksono

Kata Pengantar
Seiring dengan perkembangan teknologi, eksperimen-eksperimen dibidang partikel mengalami peningkatan dalam hal skala energi. Diharapkan dengan peningkatan skala energi ini akan dapat ditemukan partikel-partikel yang sudah
diprediksi secara teoritik dalam teori Standard Model, serta meningkatkan keakuratan dari nilai parameter-parameter yang telah diukur. Semakin akurat nilai
parameter-parameter yang telah kita ketahui akan semakin menguji kebenaran
dari teori tersebut.
Suatu hal yang menarik adalah apabila nilai parameter yang sama yang telah

kita ukur dengan eksperimen pada skala energi yang lebih tinggi memiliki nilai yang berbeda (perbedaan yang cukup signifikan) dengan apa yang telah kita
dapatkan sebelumnya dengan skala energi yang lebih rendah (tentu dengan eksperimen yang berbeda). Hal inilah yang membuat para fisikawan teoritik berusaha
untuk mengkaji kembali teori yang dipakai atau membuat teori yang lebih umum
dari teori telah ada, sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang
muncul pada skala energi yang lebih tinggi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Handoko yang telah membimbing penulis dengan sabar, penuh pengertian, dan juga selalu memberi semangat
untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Pak Terry, Pak Anto, Mas Haryo di Fermilab yang telah memberikan ide, dorongan semangat, peminjaman buku, pemberian referensi paper,
serta jawaban dari pertanyaan yang saya tidak mengerti, dan untuk teman-teman
di Lab teori yang telah membantu saya dalam menulis tugas akhir dalam format
latex, Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak bisa
disebutkan satu-persatu.
iii

Hasil karya ini tidaklah sempurna. Penulis menerima saran dan kritikan yang
membangun dari para pembaca.

Ardy Mustofa


iv

Abstrak
Kolaborasi NuTeV telah melaporkan sebuah anomali sebesar ∼ 3σ dalam

perbandingan dari NC/CC untuk deep inelastic scattering νµ -nukleon. Kami
telah menghitung koreksi yang berasal dari boson gauge dalam teori SU(6) untuk anomali NuTeV, dengan membandingkan hasilnya dengan hasil dari teori
Standard Model, untuk nilai a = 1.1 akan kita dapatkan nilai GN /GF berada
diantara 0.0331 dan 0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5 akan kita dapatkan
nilai GN /GF berada diantara 0.0064 dan 0.0154.
Kata kunci: Kolaborasi NuTeV, deep inelastic scattering, boson gauge SU(6).
viii+30 hlm.; lamp.
Daftar Acuan: 34 (1961-2004)

Abstract
The NuTeV collaboration has reported a ∼ 3σ anomaly in the NC/CC ratio

of deep-inelastic νµ -nucleon scattering. We have evaluated correction from gauge
boson SU(6) Grand Unified Theories to the NuTeV anomaly, compared this result
with the Standard Model theory, for a = 1.1 we get the value for GN /GF between

0.0331 and 0.0818, otherwise, for a = 1.5 we get GN /GF between 0.0064 and
0.0154.
Keywords: NuTeV Collaboration, deep inelastic scattering, SU(6) gauge boson.
viii+30 pp.; appendices.
References: 34 (1961-2004)

v

Daftar Isi
Kata Pengantar

iii

Abstrak

v

Daftar Isi

vi


Daftar Gambar

viii

1 Pendahuluan

1

1.1 Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1

1.2 Perumusan Masalah

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2

1.3 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


3

1.4 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3

2 Tinjauan Pustaka

4

2.1 Teori Glashow-Weinberg-Salam (GWS) . . . . . . . . . . . . . . .

4

2.1.1

Massa Boson Gauge . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5


2.1.2

Coupling dengan Fermion . . . . . . . . . . . . . . . . . .

7

2.1.3

Massa Fermion dan Mixing pada Fermion . . . . . . . . .

9

2.2 Konsekuensi Eksperimen dari Teori GWS . . . . . . . . . . . . . .

11

2.3 Gambaran Singkat Teori SU(6) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

15


3 Neutrino Deep Inelastic Scattering

16

3.1 Kinematik Deep Inelastic Scattering . . . . . . . . . . . . . . . . .

16

3.2 Cross Section Hamburan Neutrino-Nukleon . . . . . . . . . . . . .

18

3.3 Model Parton dari Hadron . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

21

vi

4 Hasil dan Pembahasan


25

5 Kesimpulan dan Saran

30

A Notasi

31

B Perhitungan

32

Daftar Acuan

34

vii


Daftar Gambar
2.1 Beberapa proses yang melibatkan coupling antara weak boson dengan fermion. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

12

3.1 Skema proses deep inelastic scattering dengan partikel datang berupa lepton (e,µ,ν) dan target berupa nukleon. . . . . . . . . . . . .

17

3.2 Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark. .

22

4.1 Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark
dalam teori SU(6). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

26

4.2 Grafik Rν vs GN /GF untuk hasil yang diprediksi SM dengan global
fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU(6) untuk
nilai a = 1.1 dan a = 1.5 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

28

4.3 Grafik Rν vs a untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit,
hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU(6) untuk nilai
GN /GF = 0.01 dan GN /GF = 0.05 . . . . . . . . . . . . . . . . . .

viii

29

Bab 1
Pendahuluan
1.1

Latar Belakang Masalah

Keingintahuan manusia tentang alam semesta ini telah membawa manusia kepada
suatu peradaban yang tinggi dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Yang menjadi pertanyaan mendasar yang membawa manusia kepada tingginya
peradaban tersebut adalah: “Apakah yang menjadi penyusun alam semesta ini?”,
dan “Bagaimanakah interaksinya?”. Hal inilah yang menjadi sebuah dasar dalam
perkembangan sains saat ini.
Hingga saat ini (sampai dengan skala eksperimen beberapa ratus GeV) telah
diketahui bahwa partikel dasar penyusun alam semesta ini terbagi menjadi dua
macam, yaitu fermion dan boson. Fermion yang menjadi partikel dasar terbagi
menjadi dua grup: quark dan lepton. Quark berinteraksi melalui gaya elektromagnetik, gaya kuat, dan gaya lemah. Lepton berinteraksi melalui gaya elektromagnetik dan gaya lemah. Quark dikatakan memiliki enam buah flavor, mereka
adalah up (u), down (d), charm (c), strange (s), top (t), dan bottom (b). Lepton
dikatakan memiliki tiga buah tipe, yaitu elektron (e) dan neutrinonya (νe ), muon
(µ) dan neutrinonya (νµ ), serta tau (τ ) dan neutrinonya (ντ ). Sedangkan boson
yang menjadi partikel dasar adalah gluon yang menjadi mediasi dalam interaksi
kuat, photon yang menjadi mediasi dalam interaksi elektromagnetik, serta boson
W dan Z yang menjadi mediasi dalam interaksi lemah.
Sedangkan terdapat empat buah interaksi yang terjadi di alam semesta yang
masih diyakini hingga saat ini, keempat buah interaksi tersebut adalah interaksi
kuat, interaksi elektromagnetik, interaksi lemah, dan interaksi gravitasi. Diantara
1

keempat buah interaksi ini, interaksi elektromagnetik-lah yang pertamakali dapat
dimengerti dengan baik dan dapat dijelaskan dengan sangat baik oleh teori Quantum ElectroDynamics (QED), kemudian dibuat sebuah teori yang dapat menjelaskan interaksi kuat yang prototype-nya diambil dari teori QED yang diberi nama
teori Quantum ChromoDynamics (QCD), walaupun perhitungan secara analitiknya sangat rumit (sehingga sering digunakan metode numerik) tapi teori ini
dapat cukup baik menjelaskan fenomena interaksi kuat. Setelah itu S.L. Glashow,
S. Weinberg, dan A. Salam mencoba menjelaskan fenomena interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah dengan sebuah teori yang disebut teori Electroweak atau
sering juga disebut dengan teori Glashow-Weinberg-Salam, walaupun tidak sebaik
QED namun teori ini dapat menjelaskan fenomena interaksi lemah dengan cukup
baik. QCD bersama dengan teori Electroweak tergabung menjadi teori Standard
Model (SM), sedangkan fenomena interaksi gravitasi belum dapat dijelaskan
hingga saat ini. SM inilah yang menjadi kerangka dasar berfikir fisikawan teoritik saat ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta
ini.

1.2

Perumusan Masalah

Salah satu parameter yang muncul dalam SM adalah weak mixing angle (θw ).
Menentukan nilai dari parameter ini dengan berbagai macam eksperimen adalah
salah satu usaha untuk membuktikan kebenaran teori SM. Eksperimen NuTeV
merupakan salah satu eksperimen yang dilakukan untuk menentukan nilai dari
parameter ini (biasanya dihitung dalam sin2 θw ), eksperimen ini adalah proses
hamburan neutrino-nukleon pada skala energi tinggi (neutrino berenergi tinggi).
Suatu hal menarik yang dilaporkan oleh kolaborator NuTeV setelah memfit
data dari eksperimen dengan menggunakan teori SM adalah didapatkannya nilai sin2 θw sebesar 0,2277 ± 0,0013 (stat) ± 0,0009 (syst) [1], jika dibandingkan

dengan nilai yang diprediksi oleh SM dengan memfit data yang dihasilkan oleh
eksperimen yang lain didapat nilai sin2 θw sebesar 0,2227 ± 0,0004 [2,3]. Nilai

yang diperoleh oleh kolaborator NuTeV memiliki anomali sebesar ∼ 3σ dengan
2

nilai yang telah diprediksi oleh SM.
Hal ini telah mendorong para fisikawan teoritik di bidang partikel untuk mencoba menjelaskan masalah ini. Sebelum adanya kemungkinan dari teori diluar
SM (new physics), mereka telah melihat kemungkinan koreksi yang berasal dari
SM, yaitu electroweak radiative corrections, koreksi dari pengaruh next-to-leading
order dalam teori QCD, dan ketidakpastian yang terkait dengan parton distribution functions (PDFs). Namun ternyata hal ini belum dapat menjelaskan masalah
yang terjadi, sehingga mereka mulai mencari-cari teori diluar SM (new physics).
Sampai sekarang, hal ini menjadi salah satu permasalahan dalam High Energy
Physics (HEP) yang berusaha untuk dijelaskan.

1.3

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat teoritik. Kerangka dasar teoritik yang digunakan adalah
teori electroweak yang dikenalkan oleh S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam
[4,5,6]. Berdasarkan teori ini anomali NuTeV belum dapat dijelaskan dengan
baik, sehingga dibutuhkan teori-teori baru diluar SM yang sering disebut sebagai
new physics, yang dapat menjelaskan secara lebih baik dari hasil yang didapat
oleh SM. Dalam hal ini penulis menggunakan teori SU(6) yang menjadi kandidat
baru sebagai Grand Unified Theory (GUT).

1.4

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana koreksi dari boson gauge
SU(6) dapat menjelaskan anomali NuTeV, sekaligus untuk memberikan batasan
(constraint) dalam teori SU(6) sebagai Grand Unified Theory (GUT).

3

Bab 2
Tinjauan Pustaka
Pada bab ini penulis akan memberikan gambaran secara singkat dari teori yang
dikenalkan oleh S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam untuk menjelaskan
tentang interaksi lemah. Hal ini disebabkan karena hamburan νµ -nukleon merupakan salah satu fenomena dalam interaksi lemah. Disini juga akan diberikan
gambaran singkat teori SU(6) terkait dengan penelitian yang dilakukan.

2.1

Teori Glashow-Weinberg-Salam (GWS)

Dalam teori medan kuantum dipelajari bahwa setiap teori yang dibangun berdasarkan suatu simetri tertentu maka teori tersebut haruslah invariant terhadap transformasi lokal atau transformasi gauge dari simetri yang dibangun. Jika teori
tersebut invariant maka besaran-besaran fisis yang dihasilkan, nilainya tidak
bergantung pada kerangka acuan inersia dimana besaran tersebut diukur. Teori
GWS yang dapat dikatakan cukup berhasil dalam menjelaskan fenomena interaksi
lemah dibangun berdasarkan simetri terhadap SU(2)L × U(1)Y , dengan trans-

formasi gauge yang berbentuk

aτ a

φ → eiα

eiβ/2 φ,

(2.1)

disini kita telah memasukkan sebuah muatan +1/2 terhadap simetri U(1)Y , dan
nilai τ a = 21 σ a dengan σ a adalah matriks Pauli 2 × 2.

Agar teori GWS ini invariant, maka covariant derivative dari φ harus berben-

tuk

1
Dµ φ = (∂µ − igWµa τ a − i g ′ Bµ )φ,
2
4

(2.2)

dengan Wµa dan Bµ adalah boson gauge dari SU(2)L dan U(1)Y . Sedangkan g
dan g ′ merupakan konstanta coupling dari SU(2)L dan U(1)Y .

2.1.1

Massa Boson Gauge

Suku massa dari boson gauge dapat diperoleh dengan cara mengkuadratkan
pers.(2.2) dengan memasukkan φ sebagai medan Higgs Φ (cara ini disebut sebagai mekanisme Higgs) yang berbentuk
1
Φ= √
2

0
v

!

,

(2.3)

maka akan kita dapatkan suku massa dari boson gauge yang berbentuk
Lmassa

boson gauge

=

i
1 v2 h 2 1 2
g (Wµ ) + g 2(Wµ2 )2 + (−gWµ3 + g ′Bµ )2 .
2 4

(2.4)

Dari persamaan diatas akan muncul tiga buah boson bermassa dan sebuah boson
yang tidak bermassa sebagai berikut
1
v
Wµ± = √ (Wµ1 ∓ iWµ2 ) dengan massa mW = g ;
2
2
q
v
1
(gWµ3 − g ′ Bµ ) dengan massa mZ = g 2 + g ′2 ;
Zµ0 = √ 2
′2
2
g +g
1
(g ′Wµ3 + gBµ ) dengan massa mA = 0.
Aµ = √ 2
g + g ′2

(2.5)

Dua buah boson baru yang bermassa yang muncul pada persamaan diatas, yaitu
boson W dan Z disebut sebagai weak boson, adalah boson yang muncul dari
interaksi lemah. Sedangkan boson yang tidak bermassa pada persamaan diatas
telah muncul sebelumnya dalam teori QED yang dikenal sebagai photon, adalah
boson yang muncul dari interaksi elektromagnetik.
Mulai sekarang akan lebih baik jika kita menuliskan semua persamaan dalam
hubungannya dengan mass eigenstates, karena bentuk inilah yang memiliki arti
fisis yang diukur oleh orang eksperimen. Untuk fermion dalam representasi umum
SU(2), dengan muatan U(1) adalah Y , covariant derivative-nya akan berbentuk
Dµ = ∂µ − igWµa T a − ig ′ Y Bµ .
5

(2.6)

dalam hubungannya dengan mass eigenstates persamaan diatas akan menjadi
1
g
Zµ (g 2 T 3 − g ′2 Y )
Dµ = ∂µ − i √ (Wµ+ T + + Wµ− T − ) − i √ 2
′2
g +g
2

gg
−i √ 2
Aµ (T 3 + Y ),
(2.7)
′2
g +g
dengan T ± = (T 1 ± iT 2 ). Normalisasi dipilih sedemikianrupa sehingga
1
T ± = (σ 1 ± iσ 2 ) = σ ± .
2

(2.8)

Agar pers.(2.7) menjadi persamaan yang memiliki bentuk yang terkait dengan
interaksi elektromagnetik, maka kita perlu mendefinisikan sebuah koefisien dari
interaksi elektromagnetik sebagai muatan elektron e,
e= √

gg ′
,
g 2 + g ′2

(2.9)

dan mendefinisikan bilangan kuantum muatan listrik sebagai
Q = T 3 + Y.

(2.10)

Untuk menyederhanakan pers.(2.7), akan kita definisikan weak mixing angle,
θw , sebagai sudut yang muncul dalam perubahan basis dari gauge eigenstates
(Wµ3 , Bµ ) menjadi mass eigenstates (Zµ0 , Aµ ):
Zµ0


!

=

sehingga
cos θw = √

cos θw − sin θw
sin θw cos θw
g
,
2
g + g ′2

!

sin θw = √

Wµ3


!

,

(2.11)

g′
,
g 2 + g ′2

(2.12)

maka kita dapat menulis pers.(2.7) dalam bentuk
g
g
Zµ (T 3 − sin2 θw Q)
Dµ = ∂µ − i √ (Wµ+ T + + Wµ− T − ) − i
cos
θ
2
w
−ieAµ Q,
(2.13)
dengan
g=

e
.
sin θw

6

(2.14)

Dapat kita lihat disini bahwa semua pasangan (coupling) dari weak boson
dideskripsikan oleh dua buah parameter: muatan elektron e dan sebuah parameter baru θw . Sedangkan massa boson W dan Z memiliki hubungan berdasarkan
pers.(2.5) adalah sebagai berikut
mW = mZ cos θW

(2.15)

Semua proses yang melibatkan pertukaran boson W dan Z, setidaknya pada
perhitungan tree level, dapat dituliskan dalam tiga buah parameter dasar e, θw ,
dan mW .

2.1.2

Coupling dengan Fermion

Bentuk covariant derivative pada pers.(2.13) secara unik dapat menentukan coupling boson W dan Z dengan fermion, segera setelah bilangan kuantum dari
fermion ditentukan. Sebelum kita menentukan bilangan kuantum dari fermion,
kita perlu melihat suku kinetik dari persamaan Dirac berikut ini
ψi∂
/ψ = ψ L i∂
/ψL + ψ R i∂
/ψR .

(2.16)

pada persamaan diatas kita telah memisahkan medan fermion yang left-handed
dengan yang right-handed. Dalam representasi SU(2)L fermion left-handed memiliki bentuk doublet, sedangkan fermion right-handed memiliki bentuk singlet sebagai berikut
QL ≡

uiL
diL

!

dan QR ≡ uiR , diR ,

LL ≡

νLi
ℓiL

!

dan LR ≡ ℓiR ,

(2.17)

dengan ui berarti untuk up, charm, dan top; di untuk down, strange, dan bottom;
ℓi untuk elektron, muon, dan tau; ν i untuk νe , νµ , dan ντ . Setelah kita dapat
menentukan nilai T 3 untuk setiap medan fermion, nilai Y dapat kita tentukan
dari pers.(2.10). Hal ini berarti bahwa cara menentukan nilai Y akan berbeda
untuk komponen left-handed dan right-handed dari quark dan lepton. Untuk
medan fermion right-handed, T 3 = 0, sehingga nilai Y akan sama dengan muatan

7

listriknya. Sebagai contoh untuk uR , Y = +2/3; untuk e−
R , Y = −1. Untuk
medan fermion left-handed, contohnya
νe
e−

EL =

!

,

QL =

L

u
d

!

,

(2.18)

L

ditentukan nilai Y = −1/2 dan Y = +1/6, sedemikian rupa sehingga jika digabung dengan T 3 = ±1/2 akan menghasilkan muatan listrik yang sesuai.

Disini kita tidak akan membahas massa dari fermion, kita anggap fermion

tidak bermassa. Deskripsi ini akan cukup berguna bila kita menganalisa fenomena interaksi lemah pada energi tinggi, dimana massa quark dan lepton dapat
diabaikan.
Jika kita mengabaikan suku massa fermion, maka Lagrangian suku kinetik
dari interaksi lemah untuk quark dan lepton sesuai dengan penyusunan muatan
seperti yang telah dijelaskan diatas adalah
i

i

Lkinetik = LL (iD
/)LL + ℓR (iD
/)QL + uiR (iD
/)uiR + dR (iD
/)ℓiR + QL (iD
/)diR . (2.19)
untuk setiap suku diatas, bentuk covariant derivative-nya sesuai dengan pers.(2.6),
dengan nilai T a dan Y tergantung dari komponen medan fermion, sebagai contoh
1
QL (iD
/)QL = QL iγ µ (∂µ − igAaµ T a − i g ′Bµ )QL .
6

(2.20)

Untuk membangun konsekuensi fisis dari coupling fermion-boson vektor, kita
harus menuliskan pers.(2.19) dalam hubungannya dengan mass eigenstates dari
boson vektor, dengan menggunakan bentuk covariant derivative pada pers.(2.13).
Sehingga pers.(2.19) akan menjadi
i

i

/)LL + ℓR (i∂
/)QL + uiR (i∂
/)uiR + dR (i∂
Lkinetik = LL (i∂
/)ℓiR + QL (i∂
/)diR
µ+
µ−
µ
+g(Wµ+ JW
+ Wµ− JW
+ Zµ0 JZµ ) + eAµ JEM
,

(2.21)

dengan
1
µ+
JW
= √ (νL i γ µ ℓiL + uLi γ µ diL ),
2
1
i
i
µ−
= √ (ℓL γ µ νLi + dL γ µ uiL ),
JW
2


1 h i 1 µ i
i
i
JZµ =
νL 2 γ νL + ℓL γ µ − 21 + sin2 θw ℓiL + ℓR γ µ (sin2 θw )ℓiR
cos θw
8

+ uLi γ µ ( 21 − 32 sin2 θw )uiL + uR i γ µ (− 32 sin2 θw )uiR
i

i

i

+ dL γ µ (− 21 + 13 sin2 θw )diL + dR γ µ ( 31 sin2 θw )diR ,
i

i

µ
JEM
= ℓ γ µ (−1)ℓi + ui γ µ ( 32 )ui + d γ µ (− 31 )di .

2.1.3

(2.22)

Massa Fermion dan Mixing pada Fermion

Pada subbab diatas kita telah melihat bagaimana weak boson ter-couple dengan
fermion. Sekarang kita ingin melihat bagaimana pengaruh dari massa fermion
pada persamaan diatas. Sebelumnya kita akan terlebih dahulu membuat massa
fermion.
Prinsip mekanisme Higgs yang kita lakukan untuk mendapatkan massa dari
boson gauge, dapat juga kita gunakan untuk mendapatkan massa fermion. Agar
diperoleh massa fermion, maka suku massa harus diperkenalkan pada lagrangian,
yang berbentuk interaksi antara partikel dengan antipartikel-nya:
Lmassa = mψψ.

(2.23)

Disini m merupakan parameter sembarang, yang belum tentu berarti massa. Jika
ditulis dalam komponen left-handed dan right-handed, maka pers.(2.23) menjadi
Lmassa = mψψ = m(ψ L ψR + ψ R ψL ).

(2.24)

Jika kita mengingat kembali pers.(2.17) yang menuliskan komponen left-handed
dalam bentuk doublet dan komponen right-handed dalam bentuk singlet, maka
dalam pers.(2.24) diatas tidak dapat dilakukan operasi perkalian. Disinilah kita
kembali menggunakan mekanisme Higgs, yaitu dengan cara memasukkan medan
Higgs Φ diantara fermion. Sehingga sekarang Lagrangian suku massa mengandung medan boson Higgs dan fermion, yang dituliskan sebagai
i

i

i

˜ j − f ij Q Φdj − f ij ℓ Φℓj
LHF = −fuij QL Φu
R
L
R
R
d
ℓ L
i

= −fuij (uiL φ0 ujR + dL φ− ujR + vuiL ujR )
i

i

−fdij (uiL φ+ djR + dL φ0 djR + vdL djR )
i

i

−fℓij (ν iL φ+ ℓjR + ℓL φ0 ℓjR + vℓL ℓjR ),

(2.25)

dengan
˜ = iτ2 Φ⋆ .
Φ
9

(2.26)

Disini terdapat besaran coupling baru, yaitu fu , fd , dan fℓ yang menandakan
adanya interaksi fermion dengan boson Higgs yang dikenal dengan nama interaksi Yukawa. Sedangkan interaksi partikel dengan antipartikel-nya akan
memberikan suku massa pada Lagrangian diatas sebagai berikut
i

i

Lmassa = −uiL vfuij ujR − dL vfdij djR − ℓL vfℓij ℓjR .

(2.27)

Namun karena konstanta coupling fu , fd , dan fℓ secara umum tidak diagonal,
massa fermion yang memiliki arti fisis belum didapatkan. Agar mendapatkan
massa fermion yang memiliki arti fisis, maka pada pers.(2.27) diatas harus dilakukan diagonalisasi sebagai barikut
′k

′k

ij jl ′j
ij jl ′j
† ki
ij jl ′j
† ki
† ki
Lmassa = −u′k
L (U ) vfu U uR − dL (V ) vfd V dR − ℓL (S ) vfℓ S ℓR
k

k

kl l
kl kl l
kl kl l
= −uk mkl
u δ u − d md δ d − ℓ mℓ δ ℓ ,

(2.28)

dengan
† ki
ij jl
mkl
u = (U ) vfu U ,

ij jl
† ki
mkl
d = (V ) vfd V ,

ij jl
† ki
dan mkl
ℓ = (S ) vfℓ S . (2.29)

Disini medan fermion telah teredefinisi menjadi
ui = U ij u′j ,

di = V ij d′j ,

dan ℓi = S ij ℓ′j ,

(2.30)

dengan U, V , dan S merupakan matriks satuan yang memenuhi
U † U = V † V = S † S = 1.

(2.31)

keadaan fermion yang mengandung tanda (’) merupakan mass eigenstate.
Akibat meredefinisi medan pada suku massa, maka secara umum eigenstates
pada Lagrangian yang gauge invariant (biasa disebut sebagai weak eigenstates)
juga harus diredefinisi. Sekarang kita harus meredefinisi semua eigenstate dari
Lagrangian suku kinetik pada pers.(2.21) sehingga memiliki arti fisis. Proses redefinisi akan saling menghilangkan pada interaksi yang melibatkan pertukaran
boson Z dan photon, sedangkan untuk interaksi yang melibatkan pertukaran boson W akan menjadi
1
µ+
JW
= √ (ν iL γ µ ℓiL + uiL γ µ diL )
2
1 i µ ij ′j
= √ (ν L γ S ℓL + u′iL γ µ (U † )ik V kj d′jL )
2
1 ′i µ ′j
ij
d′jL )
= √ (ν L γ ℓL + u′iL γ µ VCKM
2
10

(2.32)

1 i
i
µ−
JW
= √ (ℓL γ µ νLi + dL γ µ uiL )
2
1 ′i µ † ij j
′i
= √ (ℓL γ (S ) νL + dL γ µ (V † )ik U kj u′jL )
2
1 ′i µ ′i
′i
ij
= √ (ℓL γ νL + dL γ µ VCKM
u′jL )
2

(2.33)

dengan VCKM adalah matriks Cabibbo-Kobayashi-Maskawa [7,8], yang berbentuk
VCKM

2.2









0.9739 − 0.9751 0.221 − 0.227 0.0029 − 0.0045
Vud Vus Vub



=  Vcd Vcs Vcb  ≈  0.221 − 0.227 0.9730 − 0.9744 0.039 − 0.044 
.
0.0048 − 0.014
0.037 − 0.043 0.9990 − 0.9992
Vtd Vts Vtb
(2.34)

Konsekuensi Eksperimen dari Teori GWS

Sekarang kita telah memiliki teori dasar untuk proses yang melibatkan coupling
antara boson W dan Z dengan fermion, dari teori ini kita akan melihat konsekuensi eksperimen untuk proses yang dimediasi oleh weak bosons. Hasil analisis ini
akan mereproduksi gambaran Lagrangian efektif dari interaksi lemah yang akan
kita gunakan dalam hamburan netrino-nukleon seperti pada anomali NuTeV.
Pada eksperimen yang dilakukan dengan energi yang lebih rendah dari massa
boson vektor, coupling dari weak bosons memiliki pengaruh yang dominan pada
proses yang melibatkan pertukaran weak bosons. Proses ini ditunjukkan pada Gb.
2.1. Propagator dari boson W dan Z diberikan oleh persamaan berikut
hW µ+ (p)W ν− (−p)i =

−ig µν
,
p2 − m2W

hZ µ (p)Z ν (−p)i =

−ig µν
.
p2 − m2Z

(2.35)

Agar lebih sederhana, kita akan melihat diagram proses yang melibatkan pertukaran boson W seperti yang kita lihat pada Gb.2.1 dalam batas energi yang
lebih rendah dari massa W , sehingga kita dapat mengabaikan suku p2 pada penyebut dari propagator W dalam pers.(2.35). Dengan menggunakan coupling W pada pers.(2.21), kita dapatkan bahwa diagram tersebut dapat digambarkan oleh
Lagrangian efektif
g 2 µ− +
J J
m2W W µW
g2
′i
′i
ij
ij
(ℓL γ µ νL′i + dL γ µ VCKM
=
d′jL ). (2.36)
u′jL )(ν ′iL γµ ℓ′iL + u′iL γµ VCKM
2
2mW

∆LW =

11

l-

u

u

ν

Z

W

d

ν

ν

u

Gambar 2.1: Beberapa proses yang melibatkan coupling antara weak boson dengan
fermion.
koefisiennya sering dituliskan dalam hubungannya dengan konstanta Fermi
GF
g2
√ =
.
8m2W
2

(2.37)

karena interaksi diantara lepton-lepton dan quark-quark ini dimediasi oleh pertukaran boson vektor yang bermuatan, maka interaksi ini dinamakan interaksi
charge-current (CC).
Dengan cara yang sama, kita dapat mengerjakan Lagrangian efektif dari pertukaran boson Z. Kita dapatkan
∆LZ =

g2 µ
J JµZ
2m2Z Z
2



4GF X
= √  f γ µ (T 3 − sin2 θw Q)f  ,
2
f

(2.38)

dengan penjumlahan terhadap seluruh komponen left-handed dan right-handed,
disini kita juga telah menggunakan pers.(2.15). Kita katakan bahwa Lagrangian
efektif diatas memediasi proses interaksi lemah neutral-current (NC).
Lagrangian efektif untuk neutral current dalam pers.(2.38) mengandung suku
yang memasangkan secara bersama semua jenis quark dan lepton. Suku ini
melanggar paritas, sehingga membedakan interaksi lemah dengan interaksi kuat
dan elektromagnetik. Sebagai contoh, pers.(2.38) memprediksi keberadaan dari
proses deep inelastic scattering untuk kasus neutral current, dimana neutrino
12

berenergi tinggi menghamburkan nukleon tetapi tidak mengubah keadaan akhir
neutrino menjadi muon atau elektron. Sama halnya, interaksi neutral current
memprediksi kemunculan dari pengaruh pelanggaran paritas dalam electron deep
inelastic scattering. Interaksi neutral current juga memprediksi pelanggaran paritas dalam interaksi antara elektron-nukleon yang seharusnya mencampur levellevel energi atom, hal ini juga berlaku untuk interaksi antara nukleon-nukleon.
Dalam teori GWS, seberapa besar kuatnya pengaruh ini diprediksi di dalam konstanta Fermi dan sebuah parameter tambahan, yaitu nilai sin2 θw . Jadi, teori
GWS dapat diuji dengan cara mengamati tiap masing-masing pengaruh ini dan
mendapatkan sebuah nilai tunggal dari parameter ini untuk setiap proses yang
berbeda-beda.
Karena interaksi lemah untuk neutral current memiliki begitu banyak manifestasi yang berbeda (misalnya: perbandingan total cross section NC terhadap CC
dalam neutrino-nukleon deep inelastic scattering, polarization asymmetry dalam
peluruhan Z 0 → f f, total cross section dari neutrino-elektron elastic scatter-

ing, dll), teori GWS untuk interaksi lemah dapat dilakukan serangkaian uji coba

dengan cara membandingkan nilai parameter sin2 θw yang dihitung untuk setiap proses yang berbeda. Tabel 2.1 [9] menunjukkan nilai sin2 θw yang didapat
dari berbagai macam proses. Untuk semua kasus, koreksi radiatif one-loop harus
dimasukkan untuk menganalisis eksperimen pada tingkat keakuratan yang lebih
tinggi. Koreksi radiatif ini menyimpan sesuatu yang tersembunyi didalamnya.
Pertama, awalnya kita harus mengambil sebuah skema renormalisasi yang
mendefinisikan sin2 θw dan menggunakannya secara konsisten dalam semua perhitungan yang kita lakukan. Dalam tabel 2.1 ditunjukkan sebuah skema renormalisasi. Pada skema tersebut, nilai objek yang kita amati dalam interaksi lemah
dituliskan dalam fungsi α, GF , dan sebuah parameter bebas. Pada kolom pertama
parameter ini adalah perbandingan mW /mZ , dan dari pers.(2.15) kita gunakan
perbandingan ini untuk mendefinisikan sebuah nilai terenormalisasi dari sin2 θw :
s2W ≡ 1 −

m2W
.
m2Z

(2.39)

skema ini dikenal dengan nama skema on-shell.
Kedua, yang menjadi sesuatu yang tersembunyi dalam koreksi radiatif one13

Tabel 2.1: Nilai dari s2W untuk berbagai macam pengamatan. Terkecuali jika
disebutkan dalam tabel, massa top quark mt = 177.9 ± 4.4 GeV. Angka yang
berada didalam kurung adalah nilai simpangan baku dalam digit terakhir

s2W

Data

All data
All indirect (no mt )
Z pole (no mt )
LEP 1 (no mt )
SLD + MZ
(b,c)

AF B + MZ
MW + MZ
MZ
QW (APV)
DIS (isoscalar)
SLAC eD
polarized Moller
elastic νµ (νµ )e
elastic νµ (νµ )p

14

0.2228(4)
0.2229(4)
0.2231(6)
0.2237(7)
0.2217(6)
0.2244(8)
0.2221(8)
0.2227(5)
0.2207(19)
0.2274(21)
0.213(19)
0.2207(43)
0.2220(77)
0.203(33)

loop untuk proses weak neutral current adalah kebergantungan terhadap massa
top quark (mt ) dan juga massa Higgs (MH ).

2.3

Gambaran Singkat Teori SU(6)

Teori SU(6) yang akan dijelaskan disini hanyalah merupakan bagian kecil dari
teori yang sebenarnya [10]. Disini penulis hanya akan memberikan penjelasan
singkat bagaimana dalam teori SU(6) akan kita dapatkan tambahan boson gauge
baru yang akan memberikan koreksi dalam teori SM untuk menjelaskan anomali
NuTeV.
Teori SU(6) adalah penyatuan teori GWS dengan teori QCD. Perusakan
Simetri (symmetry breaking) dari teori SU(6) ini adalah sebagai berikut:

SU(6)


SU(3)C ⊗ SU(3)DW ⊗ U(1)B
SU(3)C sebagaimana yang telah kita ketahui adalah simetri gauge untuk teori
QCD. Selanjutnya SU (3 )DW ter-breaking menjadi:

SU(3)DW


SU(2) ⊗ U(1)C
SU(2), U(1)B , dan U(1)C harus dapat mereproduksi teori GWS dalam skala electroweak.
Untuk setiap simetri gauge yang terbentuk, maka akan muncul boson gaugebaru, boson gauge yang tidak muncul dalam teori SM inilah yang akan digunakan
untuk memberikan koreksi dalam teori SM.

15

Bab 3
Neutrino Deep Inelastic Scattering
Dalam bab ini akan diberikan kinematik dari proses deep inelastic scattering
(DIS) yang akan digunakan dalam perhitungan cross section hamburan neutrinonukleon, serta nilai cross section hamburan neutrino-nukleon dalam teori SM.

3.1

Kinematik Deep Inelastic Scattering

Anomali NuTeV yang merupakan salah satu fenomena interaksi lemah, melibatkan proses yang disebut deep inelastic scattering. Dalam eksperimen NuTeV,
neutrino dapat menghamburkan nukleon dengan hamburan inelastik. Dalam subbab ini akan diperkenalkan variabel yang terkait dengan proses deep inelastic scattering (DIS). Gb.2.2 akan menunjukkan diagram proses deep inelastic scattering
yang prosesnya ditunjukkan sebagai berikut
l(k) + p(p) → l(k ′ ) + X(p′ ).

(3.1)

lepton yang datang dapat berupa elektron, muon, neutrino; boson vektor yang
dipertukarkan dapat berupa photon, W ± , atau Z 0 . Lepton menghamburkan nukleon, yang berupa proton atau neutron, dengan hamburan inelastik, sehingga
menghasilkan keadaan akhir yang berupa lepton serta hadron-hadron yang berasal dari pecahan-pecahan nukleon. Nukleon yang tersusun atas quark dan gluon,
dengan cepat membentuk hadron-hadron sehingga muncul sebagai hujan hadron.
X dalam pers.(3.1) menandakan keadaan hadron yang kompleks.
Sekarang kita akan melihat kasus untuk neutrino deep inelastic scattering.
Momentum empat dimensi dari neutrino yang datang (k), muon (neutrino) yang
16

l (k)

l (k')

γ, Z, W (q=k-k')

p (P)

X (p+q)

Gambar 3.1: Skema proses deep inelastic scattering dengan partikel datang berupa lepton (e,µ,ν) dan target berupa nukleon.
keluar (k ′ ) untuk interaksi CC (NC), boson W (Z) yang dipertukarkan (q) untuk interaksi CC (NC), nukleon target (p), dan keadaan akhir hadron (p′ ) dalam
kerangka acuan lab adalah sebagai berikut
k = (E, k),

(3.2)

k ′ = (E ′ , k′ ),

(3.3)

p = (M, 0, 0, 0),

(3.4)

q = (ν, q),

(3.5)

p′ = p + q = p + (k − k ′ ).

(3.6)

dengan E adalah energi neutrino yang datang, E ′ untuk energi muon (neutrino)
yang keluar, M adalah massa nukleon, k adalah momentum ruang dari neutrino
yang datang, k′ untuk momentum ruang dari muon (neutrino) yang keluar, dan ν
adalah energi transfer ke nukleon. Disini kita tidak mengabaikan massa neutrino.
Digunakan juga beberapa variabel yang lain, yaitu
• Q2 = momentum dari boson yang dipertukarkan yang mendefinisikan skala
energi interaksi; yaitu momentum transfer “space-like” antara lepton de-

ngan hadron:
Q2 = −q 2 = −(k − k ′ )2 = 2(EE ′ − k · k′ ) − m2 − m′2 ,
17

(3.7)

dengan m adalah massa neutrino yang datang dan m′ adalah massa muon
(neutrino) yang keluar untuk kasus CC (NC).
• ν = energi yang ditransfer dari lepton ke sistem hadron:
ν=

p·q
= E − E ′.
M

(3.8)

• W 2 = massa invariant dari sistem hadron:
W 2 = (q + p)2 = M 2 + 2Mν − Q2 .

(3.9)

dan ditambah dengan dua buah variabel tidak berdimensi, yang kita definisikan
sebagai:
• y = inelasticity, fraksi dari energi total lepton yang ditransfer ke sistem
hadron dalam kerangka acuan lab:
y=

ν
p·q
= .
p·k
E

(3.10)

• x = the Bjorken scaling variable, fraksi dari momentum total yang dibawa
oleh quark yang terlepas:

x=

3.2

Q2
Q2
−q 2
=
=
.
2p · q
2Mν
2MEy

(3.11)

Cross Section Hamburan Neutrino-Nukleon

Nilai cross section dari kasus deep inelastic neutrino-nucleon scattering yang prosesnya adalah sebagai berikut
νµ (ν µ ) + N → µ− (µ+ ) + X

(3.12)

νµ (ν µ ) + N → νµ (ν µ ) + X

(3.13)

dalam orde terendah (lowest order) dituliskan sebagai perkalian sebuah tensor
leptonik Lµν dan sebuah tensor hadronik W µν yang menggambarkan interaksi
leptonik dan hadronik :
d2 σ ν,ν
G2 y
1
= F
Lµν W µν λ,
2
2
2
dxdy
16π (1 + Q /MW,Z )
18

(3.14)

dengan MW adalah massa boson vektor untuk interaksi CC dan MZ untuk interaksi NC, GF adalah konstanta Fermi, dan sebuah parameter baru λ(Q2 , x, y)
yang muncul jika kita tidak mengabaikan massa lepton, yang memiliki bentuk:

2

λ=

2E
(1 − y) 
Q2
1−





 2 1−



1



4m2 M 2 x2 y 2  

4
Q
 



M 2 x2 y 2
Q2 (1−y)



− 1−

2m′2 M 2 x2 y 2
Q4 (1−y)
1
2 M 2 x2 y 2
Q4

1− 4m







+

2m2 M 2 x2 y 2
Q4 (1−y)

2M 2 x2 y 2
Q2 (1−y)
1
′2



2 x2 y 2
Q (1−y)2

1− 4m 4 M







,
 

 

(3.15)

suku λ ini akan bernilai 1 jika kita membuat nilai m = m′ = 0, sehingga akan didapatkan hasil seperti pada referensi [11]. Sedangkan bentuk dari tensor leptonik
adalah sebagai berikut:
Lµν = 2Tr[(k/′+ m′ )γµ (1 − γ5 )k/γν ]

(3.16)

dengan m′ = mµ untuk kasus CC dan m′ = mν untuk kasus NC. Bentuk yang paling umum dalam menuliskan tensor hadronik adalah dengan menghubungkannya
dengan fungsi skalar Wi , yang menggambarkan struktur nukleon. Untuk kasus
CC tensor hadroniknya memiliki bentuk:
pµ pν
pλ qσ
W2 (x, Q2 ) + iǫµνλσ
W3 (x, Q2 )
2
M
2M 2
(pµ q ν + pν q µ )
qµqν
2
W
(x,
Q
)
+
W5 (x, Q2 ) ,
(3.17)
+
4
M2
2M 2

W µν = − g µν W1 (x, Q2 ) +

sedangkan untuk kasus NC tensor hadroniknya berbentuk:
pµ pν 2
(gL + gR2 )W2 (x, Q2 )
M2
pλ qσ 2
qµqν 2
2
2
+ iǫµνλσ
(g

g
)W
(x,
Q
)
+
(gL + gR2 )W4 (x, Q2 )
3
R
2M 2 L
M2
(pµ q ν + pν q µ ) 2
(gL + gR2 )W5 (x, Q2 ) ,
(3.18)
+
2M 2

W µν = − g µν (gL2 + gR2 )W1 (x, Q2 ) +

dengan nilai gL dan gR seperti yang ditunjukkan dalam tabel 3.1. Selanjutnya kita
akan mengganti fungsi Wi kedalam oleh fungsi struktur yang tidak berdimensi
Fi , yang memiliki sebuah representasi yang sederhana dalam quark parton model:
F1 (x, Q2 ) = W1 (x, Q2 )
ν
F2 (x, Q2 ) =
W2 (x, Q2 )
M
19

(3.19)
(3.20)

Tabel 3.1: Fermion dalam SM dan coupling Z-nya.
coupling Z
νe , νµ , ντ
e, µ, τ
u, c, t
d, s, b

gL
1
2

− 12 + sin2 θw
1
− 23 sin2 θw
2
− 21 + 31 sin2 θw

gR
0
sin2 θw
− 23 sin2 θw
1
sin2 θw
3

ν
W3 (x, Q2 )
M
ν
2
F4 (x, Q ) =
W4 (x, Q2 )
M
ν
W5 (x, Q2 )
F5 (x, Q2 ) =
M
F3 (x, Q2 ) =

(3.21)
(3.22)
(3.23)

Kontraksi antara tensor leptonik dan hadronik dalam kasus CC akan menghasilkan nilai differential cross section dari neutrino-nukleon deep inelastic scattering adalah sebagai berikut:

d2 σ ν,ν
G2F MEλ
=
2 2
dx dy
π(1 + Q2 /MW
)













m′2 y
m2 y
2xF1 (x, Q2 )
+ 4M
4M Ex
Ex


′2
m
m2
+ 1 − y − M2Exy − 4E

F (x, Q2 )
2
4E 2 2

m′2 y
m2 y
xF3 (x, Q2 )
+ 4M
± y(1 − y2 ) − 4M
Ex
Ex
 ′2

2
2
′2
′4
m xy
m m
m
m4
+ m2Mxy
+

+
+
F4 (x, Q2 )
E
2ME
2M 2 E 2
4M2 E 2
4M 2 E 2
2
m′2
− 2M
xF5 (x, Q2 )
+ m2M(1−y)
Ex
Ex



y2
2

+



(3.24)

dari Ward-Takahashi Identity :
qµ W µν = qν W µν = 0,

(3.25)

akan didapatkan hubungan
W5 = −2

p·q
W2 ,
q2

(3.26)

 p · q 2
M2
W
+
W2 ,
(3.27)
1
q2
q2
dengan memasukkan pers.(3.4), (3.5), (3.12), dan mengubah bentuk Wi kedalam

W4 =

bentuk Fi , pers.(3.28) dan (3.29) diatas akan menjadi
F5 =

1
F2 ,
x

20

(3.28)








,





F4 =

1
1
F2 −
F1 .
2
4x
2x

(3.29)

Jika kita memasukkan pers.(3.30), dan (3.31) diatas kedalam pers.(3.26) maka
akan kita dapatkan


G2F MEλ
d2 σ ν,ν
=
2 2
dx dy
π(1 + Q2 /MW
)














2
y2
m′2 y
m2 y
m′2 y
+ 4M
+ 4M
− 8M
− my
2
Ex
Ex
Ex  8M Ex
m2 m′2
m′4
m4
2
+ 8M
2 E 2 x2 − 16M 2 E 2 x2 − 16M 2 E 2 x2 2xF1 (x, Q )

m′2 y
m′2
m2
+ 1 − y − M2Exy − 4E
2 − 4E 2 + 8M Ex
4
m2 y
m2 m′2
m′4
− 8M
+ 16Mm2 E 2 x2
+ 8M
2 E 2 x2 + 16M 2 E 2
Ex
x2
2
m2 y
m′2
+ m − 2M
F (x, Q2 )
− 2M
Ex
Ex 2
 2M Ex
m′2 y
m2 y
xF3 (x, Q2 )
+ 4M
± y(1 − y2 ) − 4M
Ex
Ex











.






(3.30)

dengan tanda +(−) pada suku terakhir mengacu untuk kasus hamburan neutrino (antineutrino). Fungsi struktur Fi (x, Q2 ) dalam persamaan diatas bergantung
pada tipe interaksi dan target yang ditumbuk pada proses hamburan tersebut. Jika menggunakan asumsi dari quark parton model, fungsi struktur dapat dituliskan
dalam kaitannya dengan komposisi quark dalam nukleon target.

3.3

Model Parton dari Hadron

Dalam asumsi model parton, digambarkan proses hamburan neutrino-nukleon dalam kaitannya dengan terhamburnya penyusun-penyusun nukleon, seperti yang
digambarkan pada Gb.3.1.
Dalam quark parton model, nukleon tersusun atas parton (quark dan gluon),
yang berlaku sebagai partikel titik. Dengan perhitungan kasar, setengah dari
momentum nukleon berasal dari gluon yang mengikat quark-quark tetapi tidak
berinteraksi melalui gaya lemah. Setengah dari momentum yang tersisa berasal dari quark-quark, yaitu valence quark dan sea quark. valence quark menentukan muatan dan spin dari nukleon. Proton misalnya, tersusun atas dua buah
u valence quark dan sebuah d valence quark. Neutron tersusun atas sebuah u
valence quark dan dua buah d valence quark. Dalam teori QCD, quark-quark
berinteraksi dengan cara menukarkan gluon yang menyebabkan adanya fluktuasi
membentuk pasangan-pasangan quark-antiquark, yang secara umum pasangan
quark-antiquark ini disebut sea quark.

21

µ

νµ



νµ

νµ

Z

W

q

q

q'

q

Gambar 3.2: Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark.
Quark parton model mengasumsikan sebuah kerangka Lorentz dengan
|p| ≫ m, M

(3.31)

sehingga semua massa dapat diabaikan. Dalam kerangka ini, momentum nukleon
bahkan diasumsikan jauh lebih besar dibandingkan dengan momentum transfer
terkait dengan interaksi kuat antara quark. Oleh karena itu, hamburan neutrinonukleon dapat digambarkan sebagai hamburan elastis dari sebuah parton tunggal
yang tidak saling berinteraksi dengan parton lainnya. Karena parton diasumsikan
bebas, fungsi struktur nukleon Fi dapat dituliskan sebagai jumlah probabilitas
hamburan dari parton tunggal.
Disini kita akan menuliskan 2xF1 dan xF3 sebagai:
2xF1 (x, Q2 ) = 2

X

xqi (x) + xq i (x)

i=u,d,···

xF3 (x, Q2 ) = 2

X

i=u,d,···

xqi (x) − xq i (x)

(3.32)

dengan penjumlahan terhadap seluruh jenis parton. Setiap parton membawa
sebuah fraksi x = Q2 /2Mν dari momentum nukleon, sehingga q(x) merupakan
probabilitas menemukan parton yang memiliki fraksi momentum (x). Sedangkan
F2 memiliki hubungan dengan F1 adalah sebagai berikut:
F2 (x, Q2 ) = 2xF1 (x, Q2 ).
22

(3.33)

relasi ini dalam quark parton model dikenal dengan nama Callan-Gross relation
[12].
Jika relasi-relasi diatas kita masukkan kedalam pers.(3.30) dengan mengabaikan
suku massa lepton dan proton, serta mengabaikan faktor dari propagator, maka akan kita dapatkan nilai cross section dari hamburan neutrino-nukleon untuk
kasus charge current adalah
ν
d2 σCC
dx dy
ν
d2 σCC
dx dy

2G2F ME
=
[xq(x) + (1 − y)2xq(x)]
π
2
2GF ME
=
[xq(x) + (1 − y)2xq(x)],
π

(3.34)

Sedangkan nilai cross section hamburan neutrino-nukleon untuk kasus NC memiliki bentuk sebagai berikut:
ν
2G2F ME
d2 σN
C
=
dx dy
π
ν
d2 σN
2G2F ME
C
=
dx dy
π

"

gL2 [xq(x) + (1 − y)2xq(x)]+
gR2 [xq(x) + (1 − y)2xq(x)]

#

(3.35)

"

gL2 [xq(x) + (1 − y)2xq(x)]+
gR2 [xq(x) + (1 − y)2xq(x)]

#

(3.36)

,

dengan gL2 dan gR2 adalah komponen left handed dan right handed dari weak neutral
current.
isoscalar coupling, gL2 dan gR2 didefinisikan sebagai jumlah dari kuadrat coupling
quark, dari tabel 3.1 kita dapatkan nilai:
1
5
− sin2 θw + sin4 θw
2
9
5
= u2R + d2R = sin4 θw .
9

gL2 = u2L + d2L =

(3.37)

gR2

(3.38)

Dengan mensubstitusi pers.(3.34), (3.37), dan (3.38) kedalam pers.(3.35) dan
(3.36), maka akan didapat
ν
d2 σN
C
dx dy
ν
d2 σN
C
dx dy

1
− sin2 θw +
2

1
=
− sin2 θw +
2
=



5 4
sin θw ·
9

5 4
sin θw ·
9


ν
d2 σCC
5
+ sin4 θw ·
dx dy
9
2 ν
d σCC
5
+ sin4 θw ·
dx dy
9

ν
d2 σCC
dx dy
ν
d2 σCC
. (3.39)
dx dy

Jika kita membandingkan nilai cross section untuk kasus neutral current dan
charge current, maka akan kita dapatkan hubungan langsung dengan nilai sin2 θw

23

sebagai berikut:
Rν ≡

ν
σN
σ(νµ N → νµ X)
C
=
ν

σ(νµ N → µ X)
σCC
= gL2 + rgR2
5
1
− sin2 θw + (1 + r) sin4 θw ,
=
2
9

(3.40)

ν
σ(ν µ N → ν µ X)
σN
C
=
R ≡
ν
+
σ(ν µ N → µ X)
σCC
ν

1
= gL2 + gR2
r


1
5
1
1+
sin4 θw ,
− sin2 θw +
=
2
9
r

dengan
r=

ν
σ(ν µ N → µ+ X)
σCC
=
.
ν
σ(νµ N → µ− X)
σCC

24

(3.41)

(3.42)

Bab 4
Hasil dan Pembahasan
Koreksi yang akan kita lakukan dengan menggunakan teori SU(6) adalah dengan
menambah boson gauge baru kedalam interaksi neutral current (boson N) dan
interaksi charge current (boson C), tanpa merubah interaksi boson gauge didalam
teori SM; seperti yang terlihat dalam Gb.4.1. Dalam gambar tersebut kita telah
menambahkan boson N untuk yang dimediasi boson Z, sedangkan untuk yang
dimediasi boson W kita tambahkan boson C, inilah yang kita sebut sebagai koreksi boson gauge SU(6) dalam anomali NuTeV.
Didalam teori SM nilai amplitude invariant dari suatu proses hamburan neutrinonukleon dituliskan sebagai berikut:
1
GF
[µγµ (1 − γ5 )ν]
−iM(νN → µX) = −i √
2
)
2 (1 + Q2 /MW

Z

d4 x eiq·x hX|J µ (x)|P i ,

Z

d4 x eiq·x hX|J ν (x)|P i ,

(4.1)

untuk interaksi charge current, dan
GF
1
−iM(νN → νX) = −i √
[νγµ (1 − γ5 )ν]
2 (1 + Q2 /MZ2 )

(4.2)

untuk interaksi neutral current (disini kita telah menggunakan nilai GN = GF
untuk perhitungan dalam orde terendah). Koreksi boson gauge SU(6) akan ditambahkan dalam amplitude invariant diatas tanpa mengubah interaksi boson
gauge dalam teori SM, maka jika kita melakukan hal tersebut akan kita dapatkan
amplitude invariant dalam teori SU(6) adalah sebagai berikut:
1
−iMSU (6) (νN → µX) = −i √
2

GF
GC
+
2
2
(1 + Q /MW ) (1 + Q2 /MC2 )

[µγµ (1 − γ5 )ν]
25

Z

d4 x eiq·x hX|J µ (x)|P i ,

!

νµ

µ

νµ

νµ

W

Z
q

q

q'

q
+

+

µ

νµ

νµ

νµ

C

N
q

q

q

q'

Gambar 4.1: Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark
dalam teori SU(6).
2
GF
1
GC (1 + Q2 /MW
)
1
+
= −i √
2
2
2
2
GF (1 + Q /MC )
2 (1 + Q /MW )

[µγµ (1 − γ5 )ν]

Z

d4 x eiq·x hX|J µ (x)|P i ,

!

(4.3)

dengan GC dan MC adalah konstanta coupling dan massa dari boson gauge SU(6)
untuk interaksi charge current. Sedangkan untuk interaksi neutral current, amplitude invariant-nya berbentuk:
1
−iMSU (6) (νN → νX) = −i √
2

GN
GF
+
2
2
(1 + Q /MZ ) (1 + Q2 /MN2 )

[νγµ (1 − γ5 )ν]

Z

d4 x eiq·x hX|J ν (x)|P i ,

Z

d4 x eiq·x hX|J ν (x)|P i ,

!

GN (1 + Q2 /MZ2 )
1
GF
1
+
= −i √
2
)
GF (1 + Q2 /MN2 )
2 (1 + Q2 /MW
[νγµ (1 − γ5 )ν]

!

(4.4)

dengan GN dan MN adalah konstanta coupling dan massa dari boson gauge SU(6)
untuk interaksi neutral current. Kedua buah persamaan diatas dapat dituliskan
dalam kaitannya dengan amplitude invariant teori SM sebagai berikut:
2
GC (1 + Q2 /MW
)
−iMSU (6) (νN → µX) = 1 +
(−iMSM (νN → µX)) ,
2
2
GF (1 + Q /MC )
(4.5)
!
2
2


GN (1 + Q /MZ )
−iMSU (6) (νN → νX) = 1 +
− iMSM (νN → νX) ,
GF (1 + Q2 /MN2 )
(4.6)

!

26

sehingga nilai |M|2 untuk setiap proses diatas adalah
2
GC (1 + Q2 /MW
)
2
|M| SU (6) (νN → µX) = 1 +
2
2
GF (1 + Q /MC )

!2

|M|2SM (νN → µX) , (4.7)

GN (1 + Q2 /MZ2 )
|M|2SU (6) (νN → νX) = 1 +
GF (1 + Q2 /MN2 )

!2

|M|2SM (νN → νX) . (4.8)

Jika kita mengabaikan faktor dari propagator maka persamaan diatas menjadi
|M|2
|M|2

GC
SU (6) (νN → µX) = 1 +
GF


GN
SU (6) (νN → νX) = 1 +
GF


2

2

|M|2 SM (νN → µX) ,

|M|2 SM (νN → νX) .

(4.9)
(4.10)

Selanjutnya kita akan mengaitkan konstanta coupling GN dengan GC .
GC = a G N .

(4.11)

Dengan menggunakan relasi diatas maka akan kita dapatkan perbandingan nilai
ν
ν
RSU
(6) dalam hubungannya dengan nilai RSM adalah sebagai berikut:



ν

RSU
(6) =

GN
GF
N
aG
GF

1+
1+

2


ν
RSM
.

(4.12)

Jika kita membuat plot grafik Rν terhadap GN /GF untuk hasil yang telah kita
peroleh diatas, maka akan kita peroleh grafik seperti dalam Gb.4.2.
Dari grafik tersebut kita dapatkan bahwa untuk nilai a = 1.1 akan kita dapatkan range nilai 0.0331 < GN /GF < 0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5 akan
kita peroleh range nilai 0.0064 < GN /GF < 0.0154. Dari hasil tersebut dapat kita
simpulkan bahwa untuk nilai a yang semakin besar, akan kita peroleh range untuk nilai GN /GF semakin sempit, bahkan untuk nilai a ≫ 1, akan kita dapatkan

nilai GN /GF ≈ 0. Ini berarti jika semakin besar konstanta coupling C diband-

ingkan dengan konstanta coupling N, maka semakin lemah interaksi dari boson
gauge SU(6) dibandingkan dengan interaksi dalam teori SM. Hal ini memang
sudah dapat diprediksi bahwa interaksi dalam teori SU(6) untuk skala energi diatas electroweak scale harus lebih lemah dibandingkan interaksi dalam teori SM.
Dari grafik diatas juga dihasilkan bahwa nilai a harus lebih besar dari 1 agar
teori SU(6) dapat menjelaskan anomali NuTeV. Ini artinya dalam teori SU(6)
27

0.315

0.314

0.313



0.312

0.311

0.31
RSU(6) ; a=1.1
RSU(6) ; a=1.5
RSM
RNuTeV

0.309

0.308

0

0.1
GN/GF

0.05

0.2

0.15

Gambar 4.2: Grafik Rν vs GN /GF untuk hasil yang diprediksi SM dengan global
fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU(6) untuk nilai a = 1.1
dan a = 1.5 .
interaksi charge current lebih kuat jika dibandingkan dengan interaksi neutral
current-nya, hal ini berbeda dengan teori SM dimana interaksi neutral current
lebih kuat dibandingkan dengan interaksi charge current-nya.
Jika kita membuat plot grafik Rν terhadap nilai a, maka akan kita dapatkan
grafik seperti dalam Gb.4.3. Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa untuk
nilai GN /GF = 0.01 akan kita peroleh range untuk nilai 1.3234 < a < 1.7637,
sedangkan untuk nilai GN /GF = 0.05 maka akan kita dapatkan range nilai



1.0672 < a < 1.1588.

0.31

RSU(6) ; GN/GF=0.05
RSU(6) ; GN/GF=0.01
RSM
RNuTeV
1

1.2

1.4

a

1.6

1.8

2

Gambar 4.3: Grafik Rν vs a untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit,
hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU(6) untuk nilai GN /GF = 0.01
dan GN /GF = 0.05 .
28

Bab 5
Kesimpulan dan Saran
Setelah dilakukan perhitungan dan hasilnya ditunjukkan oleh grafik, maka anomali NuTeV dapat dijelaskan dengan teori SU(6) -dengan cara menambahkan gauge
boson baru yang tidak muncul dalam teori SM- untuk nilai a = 1.1 maka didapatkan range nilai 0.0331 < GN /GF < 0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5
maka akan kita dapatkan range nilai 0.0064 < GN /GF < 0.0154. Nilai a pada
perhitungan diatas harus lebih besar dari satu (a > 1) agar dapat menjelaskan
anomali NuTeV. Sebaliknya jika kita memfit nilai GN /GF = 0.01 akan kita dapatkan range nilai 1.3234 < a < 1.7637, sedangkan untuk nilai GN /GF = 0.05
akan kita dapatkan range nilai 1.0672 < a < 1.1588.
Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah menerapkan teori SU(6) untuk
eksperimen-eksperimen lain yang belum dapat dijelaskan oleh teori SM, misalnya
untuk menjelaskan peluruhan proton. Hal ini akan memberikan batasan (constraint) untuk nilai GN /GF serta nilai a, sehingga akan dapat nilai GN /GF dan
a yang lebih akurat.

29

Lampiran A
Notasi
Sistem satuan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sistem satuan alami
(natural system of units), di mana didefinisikan h
¯ = c = 1 dan tidak berdimensi.
Energi, massa, dan momentum, seluruhnya berdimensi energi, yakni dengan satuan MeV. Dengan demikian, dimensi panjang dan luas masing-masing menjadi
energi−1 dan energi−2 . Untuk mendapatkan nilai dan mengembalikan dimensi
besaran yang ingin diketahui, digunakan konversi berikut [14]:
h
¯ = 6.58212233(49) × 10−22 MeV s
h
¯ c = 197.327053(59) MeV fm

hc)2 = 0.38937966(23) GeV2 mbarn

30

(A.1)
(A.2)
(A.3)

Lampiran B
Perhitungan
Pers.(3.15) dapat diperoleh dengan cara berikut:
d3 k′
1
2
|M|
,
dσ = 
1/2
2E ′ (2π)3
4 (k · p)2 − m2 M 2

dengan

(B.1)

Z
GF
1

[µγµ (1 − γ5 )ν] d4 x eiq·x hX|J µ(x)|P i,
−iM(νN → µX) = −i
2
2
2 (1 + Q /MW )
(B.2)
Z
1
GN
−iM(νN → νX) = −i √
[νγµ (1 − γ5 )ν] d4 x eiq·x hX|J ν (x)|P i,
2 (1 + Q2 /MZ2 )
(B.3)

dalam perhitungan orde terendah nilai GN = GF . J µ dalam pers.(B.2) adalah
quark charge current, sedangkan J ν dalam pers.(B.3) adalah quark neutral current, sehingga akan didapatkan nilai
|M|2 =

G2F
1
Lµν W µν 4π,
2
2
2 (1 + Q /MW,Z )

(B.4)

faktor 4π berasal dari normalisasi W µν , untuk nilai
µν
WCC

1 X 1 X 
=
4π N 2 s
X
sn

WNµνC =

µ†

n=1
µ

d3 p′ n
2En′ (2π)3



hp, s|J |XihX|J |p, si(2π)4δ (4) (p + q −

1 X 1 X 
4